• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN KONSENTRAT YANG DISUSUN DARI LIMBAH PERTANIAN TERHADAP PRODUKTIVITAS TERNAK SAPI POTONG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN PAKAN KONSENTRAT YANG DISUSUN DARI LIMBAH PERTANIAN TERHADAP PRODUKTIVITAS TERNAK SAPI POTONG"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN KONSENTRAT YANG

DISUSUN DARI LIMBAH PERTANIAN TERHADAP

PRODUKTIVITAS TERNAK SAPI POTONG

(The Effect of Concentrate Ration Consisted of Agriculture By–Product to

Beef Catle Productivity)

SOEHARSONO,SUPRIADI DAN HANO HANAFI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta

ABSTRACT

The livestock productivity can be increased by feeding additional concentrate feed, however, the availability is difficult and the price is out of reach by farmer. The availibility of raw material feeds and price varied, therefore the source of local feed alternatives need to be searched. The gelatinization technology of urea-dried cassava by steam can be used as local material feed with good quality and save for the animal. The study was carried out in dry season 2003 at 20 farmer cooperator in “Tani Manunggal” group, Bleberan Vilage, Playen District, Gunung Kidul. The concentrate of feed consisted of three rations for the fattening beef catle with body weight of 300 kg, during two months. A = Concentrate consisted of dried cassava; K-B = Concentrate consisted of cassava gelatine urea and K-C= Commercial concentrate. Concentrate was fed at 1.5% of body weight, while agriculture by–product was given ad libitum as source of fibre. Body weight gain after feeding concentrate feed during two months was not differ significantly, ranging from 1,079-1,380 kg/head/day. Fattening beef catle with the addition of concentrate feed increased farmer's income from K-A (Rp 175.660); K-B (Rp 227.500) and K-C (Rp 311.200) per head, with R/C ratio of 1,05-1,10.

Key words: Tapgelur, Processing, Concentrate, Productivity, Beef Catle ABSTRAK

Peningkatan produktivitas ternak dapat dilakukan dengan pemberian pakan tambahan berupa konsentrat, namun demikian keberadaan konsentrat sulit tersedia dan tidak terjangkau oleh peternak. Ketersediaan bahan baku pakan dan harga bervariasi, sehinga perlu dicari sumber pakan alternatif, berkualitas dan murah. Teknologi gelatinisasi urea-gaplek (Tapgelur) dengan pengukusan dapat digunakan sebagai bahan pakan lokal berkualitas yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan yang aman dan mempunyai nilai ekonomi dan dapat digunakan sebagai cadangan pakan untuk mengantisipasi kekurangan pakan ternak. Pengkajian dilaksanakan pada musim kemarau 2003 secara on farm pada 20 petani kooperator di kelompok Tani Manunggal Desa Bleberan, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul. Guna mengetahui efektivitas bahan hasil olahan gaplek–urea sebagai bahan pakan konsentrat dilakukan pengujian tiga ransum konsentrat untuk penggemukan ternak sapi potong dengan bobot badan 300 kg selama dua bulan. K–A = Konsentrat yang disusun dari gaplek; K–B = Konsentrat yang disusun dari Tapgelur dan K–C= Konsentrat komersial. Konsentrat diberikan sebesar 1,5% bobot badan, sedangkan limbah pertanian sebagai sumber serat diberikan

ad libitum. Peningkatan bobot badan ternak setelah pemberian pakan konsentrat selama dua bulan

menunjukkan tidak berbeda nyata, berkisar antara 1,079–1,380 kg/ekor/hari. Usaha penggemukan sapi potong dengan penambahan pakan konsentrat menunjukkan bahwa tingkat pendapatan peternak sebesar K-A (Rp 175.660); K-B (Rp 227.500) dan K-C (Rp 311.200) per ekor. Ditinjau dari tingkat efisiensi menunjukkan R/C rasio penggemukan sapi potong dengan pakan tambahan berupa konsentrat 1,5% bobot badan berkisar antara 1,05–1,10.

Kata kunci: Tapgelur, konsentrat, pengolahan, produktivitas, sapi potong

PENDAHULUAN

Secara umum model agribisnis sapi potong di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah pola integrasi tanaman–ternak. Pola agribisnis yang

diterapkan tersebut mengarah pada sistem low exsternal input sustainable agriculture (LEISA). Tanaman pangan dominan di wilayah lahan kering umumnya adalah padi, ketela pohon, jagung, kedelai dan kacang-kacangan.

(2)

UTOMO (1999) melaporkan bahwa limbah pertanian telah menjadi tumpuan sumber hijauan pakan sepanjang tahun. Produksi limbah pertanian di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta diperkirakan sebanyak 765.184 ton bahan kering/tahun; diantaranya berupa jerami padi sebanyak 478.222 ton bahan kering.

Pada saat musim penghujan kesediaan pakan berlimpah. Sistem pemberian pakan dilakukan ad libitum tergantung kemampuan peternak untuk menyediakan pakan setiap hari. Efisiensi pemberian pakan dilakukan sehingga hijauan pakan yang tidak diberikan dapat disimpan untuk cadangan pakan pada saat musim kemarau. Pada musim kemarau hampir selalu terjadi kekurangan pakan sehingga produktivitas ternak menurun drastis. Ternak hanya diberikan pakan jerami padi atau limbah tanaman yang lain sebagai pengganti rumput dan kemampuan peternak untuk menyediakan pakan konsentrat sangat kurang. Peningkatan produktivitas ternak dapat dilakukan dengan pemberian pakan tambahan berupa konsentrat, namun demikian keberadaan konsentrat sulit tersedia dan tidak terjangkau oleh peternak. Ketersediaan bahan baku pakan dan harga bervariasi, sehinga perlu dicari sumber pakan alternatif, berkualitas dan murah.

Upaya mengoptimalkan pemanfaatan limbah pertanian dilakukan dengan berbagai cara. Untuk mengatasi fluktuasi ketersediaan limbah pertanian, petani telah melakukan pengeringan untuk menyimpannya sebagai persediaan saat tidak ditemui limbah pertanian (WARDHANI, 2002). Perlakuan fisik telah banyak dilakukan oleh petani peternak, baik dengan cara perebusan pada dedak padi, gaplek, onggok, maupun dengan pencincangan pada jerami jagung dan pucuk tebu. Perlakuan fisik dengan penggilingan menghasilkan ukuran partikel yang lebih kecil, berakibat meningkatkan bahan terkonsumsi.

Di Daerah Istimewa Yogyakarta telah terpola suatu sistem transportasi pakan ternak sapi potong. Pada musim kemarau peternak di Kabupaten Gunungkidul menggantungkan hijauan pakan ternak berupa jerami padi dan jagung dari luar. Disisi lain potensi pakan lokal yang berupa gaplek pada saat yang sama diangkut ke luar daerah Gunung Kidul. Produksi ubi kayu di Yogyakarta pada tahun 2000 sebesar 665.831 ton. Menurut PAKPAHAN et al. (1992) jumlah ubi kayu yang digunakan

untuk bahan gaplek berkisar antara 50–60% dari produksi total dengan jumlah rendemen mencapai 60% dalam BK. Pada saat panen raya biasanya petani mengalami hambatan dalam pemasaran produk pertanian. Tingkat harga produksi tersebut sangat rendah sehingga tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan. Oleh karena itu produk pertanian tersebut sangat efisien bila digunakan untuk produksi daging, dalam hal ini digunakan untuk menyusun pakan konsentrat. SOEHARSONO et al. (2003) melaporkan bahwa pemanfaatan gaplek sebagai komponen pakan konsentrat dapat meningkatkan produktivitas ternak sapi potong pada musim kemarau.

Pada saat ini tidak jarang gaplek digunakan sebagai pakan ternak sebagai sumber energi, namun demikian sistem pemberian pada ternak sangat terbatas. Ubi kayu merupakan bahan pakan kaya pati yang mempunyai kandungan N sekitar 0,5% dan sekitar 91% berupa bahan ekstrak tanpa nitrrogen (RAHARJO et al., 2000). Tingginya kandungan karbohidrat dalam gaplek mengakibatkan tingkat degradasi di dalam rumen juga tinggi dan berlangsung cepat. Hal ini akan mengakibatkan acidosis yang bersifat meracuni ternak (ARORA, 1995).

Urea dalam jumlah terbatas dapat digunakan sebagai sumber nitrogen non protein (NPN) untuk memenuhi sebagian kebutuhan protein bagi ternak ruminansia. Keberhasilan penggunaan NPN dapat dilakukan dengan mengontrol pembentukan dan penggunaan NH3

oleh mikrobia rumen. Sehingga produksi NH3

dan penggunaannya seimbang dalam kondisi aktifitas mikrobia maksimum. Dalam memperlambat pembentukan NH3 dari urea,

beberapa usaha dapat dilakukan dengan pembuatan biuret, preparat ini dibuat dari pemanasan urea secara berlebihan (overheating), pembuatan pellet dan usaha menyelaputi atau coating urea yang bersifat lilin (PARAKKASI, 1999).

Efisiensi penggunaan urea sebagai sumber N tergantung pada fermentabilitas karbohidrat oleh mikrobia rumen untuk sintesis protein mikrobia. Penggunaan pati sebagai pakan ruminansia kurang efisien, namun demikian secara tidak langsung gelatinisasi pati dapat meningkatkan degradasi di dalam rumen (VAN SOEST, 1994). Oleh karena itu perlu usaha pengolahan bahan pakan tersebut agar dapat bermanfaat bagi ternak. Teknologi kapsulasi

(3)

urea-gaplek (Tapgelur) dengan pengukusan dapat digunakan sebagai bahan pakan lokal berkualitas yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan yang aman dan mempunyai nilai ekonomi dan dapat digunakan sebagai cadangan pakan untuk mengantisipasi kekurangan pakan ternak. Kemampuan kapsulasi (coating) urea-gaplek dengan pengukusan dapat menghasilkan bahan pakan olahan sebagai sumber energi sekaligus sumber protein (SOEHARSONO et al., 2002). Penggunaan urea dalam pengukusan tepung gaplek dapat memproteksi nilai fraksi yang mudah larut (a) dan degradasi teori (Dt) serta meningkatkan fraksi tidak terdegradasi namun potensial terdegradasi (b) pada bahan kering dan bahan organik (RAHAYU, 2004).

Melihat peluang yang demikian tentunya perlu dibangun suatu jaringan agribisnis untuk pengembangan usaha ternak sapi potong. Ketersediaan pakan secara kontinyu akan mendorong kegiatan agribisnis akan berkembang. Perlu dicari bahan pakan yang tidak langsung digunakan (inkonvensional) untuk menekan harga pakan. Usaha penyediaan pakan konsentrat yang bersumber dari bahan pakan lokal merupakan strategi untuk kegiatan usaha sapi potong. Oleh karena itu, perlu dibangun sistem penyediaan pakan konsentrat yang berbasis pakan lokal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan pakan konsentrat yang disusun dari olahan bahan pakan lokal dan limbah pertanian terhadap produktivitas ternak sapi potong.

MATERI DAN METODE

Penggemukan sapi potong dilakukan pada musim kemarau tahun 2003 di Kelompok Tani ”Manunggal” Desa Bleberan, Kecamatan Playen Gunungkidul selama dua bulan dengan 13 anggota petani kooperator sebagai ulangan. Digunakan Rancangan Acak Lengkap pada 20 ekor ternak sapi potong dengan bobot hidup rata–rata 300 kg. Pakan tambahan berupa pakan konsentrat yang disusun dari limbah pertanian dan olahan bahan pakan lokal sebagai perlakuan. Perlakukan pemberian macam konsentrat masing–masing adalah K-A = Konsentrat yang disusun sebagian dari gaplek; K-B = Konsentrat yang disusun

sebagian dari Tapgelur; dan K–C = Konsentrat komersial. Komposisi kimia masing–masing konsentrat dapat ditunjukkan pada Tabel 1. Pakan konsentrat diberikan sebesar 1,5% berdasarkan bobot hidup. Jerami diberikan sesuai dengan kebiasaan peternak. Air minum diberikan secara ad libitum. Parameter pertambahan bobot hidup diukur selama penelitian dan data dianalisis sidik ragam. Analisis finansial dihitung untuk mengetahui tingkat efisiensi usaha pengemukan sapi potong.

Tabel 1. Komposisi kimia konsentrat pada perlakukan penggemukan sapi potong

Perlakuan Komposisi kimia konsentrat (%) K-A K-B K-C BO 92.66 92.66 93.57 PK 14.36 12.67 12.81 SK 38.28 38.28 19.03 LK 1.90 1.90 4.00 Abu 8.34 7.34 7.43 TDN 51.66 51.66 72.30 Harga/kg 600 650 700

HASIL DAN PEMBAHASAN Produktivitas ternak sapi potong

Hasil pertambahan bobot hidup harian ternak sapi potong yang diberikan berbagai pakan konsentrat dapat ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Peningkatan bobot hidup harian ternak

sapi potong yang diberi konsentrat dengan komposisi bahan penyusun yang berbeda

Pemberian pakan konsentrat/ teknologi introduksi (kg/ekor/hari) Ulangan K-A K–B K–C 1 0.800 0.950 1.700 2 0.850 1.675 1.850 3 1.400 1.225 0.600 4 0.775 0.950 5 1.250 6 1.400 Rata-rata 1.079 1.200 1.380

Peningkatan bobot hidup ternak setelah pemberian pakan konsentrat sebanyak 1,5% bobot badan berkisar antara 1,079–1,380 kg/ekor/hari. Macam pakan konsentrat yang

(4)

diberikan antara K-A, K-B dan K-C tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Peningkatan bobot badan harian tertinggi dicapai pada perlakuan K-C dengan rata-rata 1,380 kg/hari/ekor.

Tingginya kandungan serat kasar ransum K-A dan K-B (Tabel 1) menyebabkan kurang tingkat kecernaannya oleh sebab itu ransum K-A dan K-B cenderung tingkat peningkatan bobot hidup harian lebih rendah dibanding K-C. GARNSWORTHY dan COLE (1990) melaporkan bahwa apabila ransum mempunyai kualitas rendah, maka daya tampung alat pencernaan fermentatif akan menjadi faktor pembatas utama konsumsi ransum. Secara fisik volume normal rumen akan membatasi konsumsi ternak. Ternak berhenti makan bila rumennya telah penuh terisi pakan, meskipun kebutuhan nutriennya belum terpenuhi. Namun demikian pada ransum K-B yang disusun dari Tapgelur menunjukkan bahwa Tapgelur dapat dijadikan sebagai bahan penyusun konsentrat pengganti bahan pakan sember energi dan bahan pakan sumber protein dan lebih disukai ternak (palatable). Hal ini dimungkinkan karena memiliki flavor yang lebih spesifik dan tidak berdebu. Disamping itu komposisi nutrien konsentrat K-A dan K-B belum memenuhi standar kebutuhan ternak. Untuk memberikan dampak yang lebih baik kebutuhan pakan ternak sapi potong dapat diberikan 1,5–2% bobot hidup dengan kandungan protein kasar 16%; TDN 66% (MUSOFIE et al., 2000).

Analisis finansial

Banyak pendekatan model ekonomi yang dapat dipergunakan sebagai tolok ukur penilaian kelayakan ekonomi suatu usaha. Keragaman corak usaha yang cukup tinggi harus dipahami pada usaha peternakan sapi potong mulai tujuan usaha ternak, proses produksi sampai proses penjualan hasil. Keterlibatan kaluarga petani sebagai input

produksi kadang–kadang sulit dikonversikan dalam suatu unit out put, sehingga memerlukan pendekatan ekonomi untuk dapat lebih dipahami dan memudahkan untuk diadakan evaluasi pada masa mendatang. Model analisis usaha peternakan yang paling sederhana adalah pendekatan proses produksi dengan perhitungan estimasi marjin kotor. Analisis marjin kotor diperoleh dari pendapatan total dengan biaya tidak tetap, sehingga secara umum hal ini memerlukan kriteria biaya yang terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap untuk usaha peternakan biasanya meliputi biaya penyusutan kandang, sewa tanah, pajak tanah, penyusutan alat tidak habis pakai dan asuransi usaha. Biaya tidak tetap biasanya meliputi pembelian bibit ternak yang habis pakai dalam satu periode produksi seperti bakalan, pakan, obat–obatan, tenaga kerja (upah) dan peralatan (PRIYANTI, 2003). Pendapatan peternak atas biaya konsentrat yang digunakan untuk pembesaran sapi potong dapat ditunjukkan Tabel 3.

Pendapatan petani dihitung dari tingkat harga rata-rata peningkatan bobot hidup harian atas biaya pakan konsentrat yang dikeluarkan. Sebagai tolok ukur harga berat hidup sapi potong Rp 9.000/kg. Harga konsentrat tiap kg pada masing–masing perlakuan K-A (Rp 600), K-B (Rp 650) dan K-C (Rp 700). Usaha pemeliharaan sapi potong dengan penambahan pakan konsentrat yang disusun dengan bahan pakan local menunjukkan bahwa tingkat pendapatan peternak dengan pemberian konsentrat 1,5% bobot badan dengan ransum konsentrat K-A (Rp 175.660); K-B (Rp 227.500) dan K-C (Rp 311.200) per ekor selama 2 bulan. Ditinjau dari nilai efisiensi B/C rasio menunjukkan bahwa usaha penggemukan sapi potong dengan pakan tambahan berupa konsentrat K-A, K-B dan K-C sebesar 1,5% bobot badan pada sapi potong dengan bobot badan diatas 300 kg cukup efisien dengan R/C = 1,05–1,10.

(5)

Tabel 3. Analisis gross margin usaha pembesaran sapi potong dengan berbagai macam konsentrat selama dua bulan K-A K-B K-C Uraian Vol Harga

sat. Jumlah Vol Harga

sat. Jumlah Vol Harga

sat. Jumlah

A. Modal awal

Bakalan sapi (kg/ekor) 300 9000 2700000 300 9000 2700000 300 9000 2700000 B. Biaya produksi selama 60 hari

Pakan

Pakan hijauan limbah pertanian (30

kg/ekor/hari) 1800 100 180000 1800 100 180000 1800 100 180000

Konsentrat, 1,5% bobot badan (kg) 270 600 162000 270 650 175500 270 700 189000

Obat (paket) 1 5000 5000 1 5000 5000 1 5000 5000

Tenaga kerja

Mengelola ternak 2 jam/hari (JOK) 120 1500 180000 120 1500 180000 120 1500 180000

Total biaya 3227000 3240500 3254000 Biaya atas tenaga kerja 2867000 2880500 2894000

C. Penerimaan

Penjualan sapi 364.7 9000 3282660 372.0 9000 3348000 382.8 9000 3445200

Pupuk organik 480 250 120000 480 250 120000 480 250 120000

Total penerimaan 3402660 3468000 3565200 Keuntungan atas tenaga kerja 535660 587500 671200 Keuntungan riel 175660 227500 311200

R/C 1.05 1.07 1.10

KESIMPULAN

Teknologi pengolahan gaplek–urea dengan pengukusan dapat dilakukan dengan mudah untuk penerapan di lapangan. Penerapan Tapgelur pada ransum konsentrat untuk penggemukan sapi potong selama dua bulan memberikan hasil yang baik. Peningkatkan bobot badan harian sebesar 1,2 kg/ekor/hari dengan tingkat R/C = 1,07.

DAFTAR PUSTAKA

ARORA, S.P. 1995. Pencernaan Mikrobia Pada Ruminansia. Cetakan ke-2. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

PRIYANTI,A. 2003. Analisis ekonomi usaha sistem integrasi tanaman ternak. Materi disampaikan dalam Apresiasi Teknis Program Litkaji : Pola CLS di Lahan Kering. Sukamandi, 30 Juni–2 Juli 2003.

PAKPAHAN A.,MEMED G.,ACHMAD D.,SAHAT M.P.,

ALADIN N. dan SUPENO F., 1992. Cassava

Marketing in Indonesia. Center Agro-Sucioeconomic Research Agency for Agricultural Research and Development. Penerbit CASER. Jakarta.

PARAKKASI, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan

Tenak Ruminansia. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

RAHARJO,I.,M.RNINIEK,D.SULISTYARINI,T.UJI,

dan N.W. SOETJIPTO, 2000. Sumber Daya

Nabati Asia Tenggara. 4. Prosea-Indonesia. Bogor.

RAHAYU, N. 2004. Pengaruh Aras Urea pada

Pengukusan Tepung Gaplek terhadap Degradasi Bahan Kering dan Bahan Organik Secara In Sacco. Skripsi. Fak. Pertanian Univ. Wangsa Manggala. Yogyakarta.

GARNSWORTHY, P.C and D.J.A COLE. 1990. The importance of intake in feed evaluation. Di Dalam: Feedstuff Evaluation. WISEMAN J,

(6)

MUSOFIE, A., N. K. WARDHANI, S. B. LESTARI,

SUPRIYADI dan B. PRASETYO. 2000.

Pengkajian Peningkatan Produktivitas Sapi Melalui Perbaikan Reproduksi dan Kualitas Pakan. Laporan Hasil Pengkajian. IPPTP Yogyakarta.

SOEHARSONO,NUR HIDAYAT,SUPRIADI,E.WINARTI,

A.MUSOFIE,N.K.WARDHANI danSUTARDI.

2002. Pengolahan Gaplek dengan Urea Melalui Gelatinisasi sebagai Upaya Penyediaan Bahan Pakan Lokal Ternak Ruminansia. Laporan Pengkajian Penelitian dan Pengembangan Model Sistem Usahatani Ternak Ruminansia di Agroekosistem Lahan Kering Dataran Rendah dan Tinggi. BPTP Yogyakarta

SOEHARSONO,SUPRIADI,H.HANAFI, PRAJITNO,SRI

BUDILESTARI,E.WINARTI,A.MUSOFIE,N.K.

WARDHANI dan SUTARDI. 2003. Pengkajian

Sistem Usahatani Integrasi Tanaman–Ternak di Agroekosistem Lahan Kering. Laporan Pengkajian. BPTP Yogyakarta

UTOMO, R. 1999. Jerami Padi sebagai Pakan:

Potensi, Kendala dan Prospek. Pidato Pengukuhan Jabatan Lektor Kepala pada Fak. Peternakan Univ. Gadjah Mada Yogyakarta. VAN SOEST,P.J. 1994. Nutritional Ecology of the

Ruminants. 2nd Edition. Comstocct Publised

Associated. A Devition of Cornell University Press, Ithaca.

WARDHANI, N. K. 2002. Pengolahan Limbah Pertanian. Pros. Lokakarya Sistem Integrasi Padi -Ternak I. Yogyakarta

Gambar

Tabel 1.  Komposisi  kimia  konsentrat  pada  perlakukan penggemukan sapi potong
Tabel 3. Analisis gross margin usaha pembesaran sapi potong dengan berbagai macam konsentrat selama  dua bulan  K-A K-B K-C  Uraian  Vol  Harga

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian menurut Bandura, sekedar menyaksikan tingkah laku orang-orang lain belaka tidak selalu menyebabkan seseorang mempelajari respon-respon itu telah

bahwa dengan telah ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Perubahan nomenklatur

Bukti dari peningkatan keterampilan menghitung volume bangun ruang siswa dapat diketahui dari nilai atau hasil tes keterampilan menghitung volume bangun ruang yang telah

Berdasarkan hasil evaluasi kinerja bangunan tidak beraturan 6- dan 10-lantai dengan vertical set-back 50% di wilayah 6 peta gempa Indonesia yang direncanakan

Mulai dari mempekerjakan administrator jaringan yang berpengalaman, menggunakan mekanisme sistem autentikasi terbaru dalam jaringan (advanced authentication mechanism),

Pada laporan ini juga akan dijabarkan kelebihan dan kekurangan yang terdapat dalam skenario seperti pendalaman-pendalaman karakter, adegan-adegan yang luput, proses-proses

 1 paragraph of the personal statement to complete the future education and some proof based on past experience..  1 paragraph of the personal statement to serve the community and

In carrying out Part B of the Project, the Borrower shall prepare and issue Guidelines for Implementation of Village Grants, acceptable to the Bank, to assist