PENYUSUN : Restu (100100039) Gitavani Silfiyah (100100055)
Pravind Kumar (100100388)
KEPANITERAAN KLINIK RSUP HAJI ADAM MALIK DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN VASKULAR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “ST- Elevation Myocardial Infarction Anteroseptal”.
Sepanjang penyusunan laporan kasus ini, banyak pihak-pihak yang memberikan kontribusi baik sumbangan waktu, ide, tenaga, dan dukungan sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya. Untuk itu, tidak ada yang dapat kami sampaikan kecuali rasa terima kasih mendalam kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada pembimbing kami, dr, Hilfan Ade Putra Lubis, Sp.JP.
Kami menyadari laporan kasus ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan laporan kasus selanjutnya. Terima kasih.
Medan, 9 Oktober 2014
Kata Pengantar...1
Daftar Isi...2
BAB 1 Pendahuluan...3
BAB 2 Laporan Kasus...4
BAB 3 Diskusi Kasus...20
Kesimpulan...29
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sindroma Koroner Akut (SKA) adalah istilah yang digunakan untuk kumpulan simptom yang muncul akibat iskemia miokard akut. SKA yang terjadi akibat infark otot jantung disebut infark miokard. Termasuk di dalam SKA adalah unstable angina pektoris, infark miokard non elevasi segmen ST (Non STEMI), dan infark miokard elevasi segmen ST (STEMI) (PERKI, 2014).
Infark miokard adalah kematian sel miosit jantung yang disebabkan proses iskemia akibat dari ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen otot-otot jantung. Hal ini biasanya disebabkan oleh ruptur plak yang kemudian diikuti oleh pembentukan trombus oleh trombosit. Lokasi dan luasnya miokard infark bergantung pada lokasi oklusi dan aliran darah kolateral (Thygesen et al., 2009).
Diagnosis infark miokard didasarkan atas diperolehnya dua atau lebih dari 3 kriteria, yaitu riwayat nyeri dada, perubahan gambaran elektrokardiografi (EKG), dan peningkatan marka jantung. Nyeri dada terjadi lebih dari 20 menit dan tidak ada hubungan dengan aktifitas atau latihan. Gambaran EKG yang khas yaitu elevasi segmen ST, gelombang Q yang besar, dan inversi gelombang T (Rhee et al., 2011).
STEMI merupakan oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG (Guyton dan Hall, 2007). Keadaan ini memerlukan tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah dan reperfusi miokard secepatnya (PERKI, 2014).
STATUS PASIEN
Kepaniteraan Klinik Senior
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran USU / RS H Adam Malik Medan
Rekam Medik
No: 00.61.75.86 Tanggal: 24 September 2014 Nama pasien: Porkas Manguntur Pane Umur: 60 Tahun
Seks: Laki - laki Agama: Islam
Alamat: Jl. Deli Gg. PU No. 132A
Keluhan utama: Nyeri dada Anamnesa:
Hal ini dialami pasien 3 hari yang lalu (Minggu, 21 September 2014, 23.00). Nyeri dada dirasakan seperti tertimpa beban berat saat pasien beristirahat dengan durasi >20 menit. Penjalaran (+) ke punggung, tengkuk, dan lengan kiri. Nyeri dada disertai keringat dingin (+), mual dan muntah (-), sesak nafas (-), jantung berdebar (-), pingsan (-). Riwayat nyeri dada sebelumnya (+) 1 minggu yang lalu saat pasien wudhu dan berkurang dengan istirahat. Riwayat mudah lelah (-), sesak napas (-), terbangun malam hari karena sesak (-), batuk di malam hari (-), kaki bengkak (-).
Riwayat hipertensi (+) diketahui oleh pasien 3 hari yang lalu saat pasien masuk RS dengan TDS tertinggi 180 mmHg, sebelumnya pasien tidak pernah mengukur tekanan darahnya. Riwayat DM disangkal. Riwayat kolesterol tinggi disangkal. Riwayat merokok dijumpai selama ± 40 tahun dengan 1-2 bungkus/hari. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung koroner tidak dijumpai.
Oleh karena keluhan tersebut, pasien dibawa oleh keluarga ke RSU Melati 3 hari yang lalu dan dinyatakan menderita serangan jantung, sehingga pasien dirawat di ICU selama 3 hari dan mendapat obat di bawah lidah, obat kunyah, 4 butir obat minum tetapi pasien tidak tahu nama obatnya. Kemudian pasien dirujuk ke RSUP Haji Adam Malik untuk tatalaksana lanjutan.
BAB (+) N, BAK (+) N dengan volume ± 1000cc/hari.
Faktor Risiko PJK : laki- laki > 55 tahun, perokok, hipertensi Riwayat penyakit terdahulu : Hipertensi
STATUS PRESENS:
KU : Sedang Kesadaran : Compos Mentis
TD : 160/90 mmHg HR : 80x/i regular
RR : 22 x/i Suhu : 36,80C
Berat Badan : 63,1 Kg
Ortopnoe : (-) Dispnoe : (-) Ikterus : (-) Edema : (-) Pucat : (-) Sianosis : (-) Pemeriksaan Fisik :
Kepala : mata : anemia (-/-), ikterik (-/-) Leher : TVJ : R + 2 cmH2O Dinding toraks : I : Simertis fusiformis
P : SF ki =ka
P : Sonor pada kedua lapangan paru
A : SP : vesikuler pada lap. paru kanan & kiri ST : ronki basah basal (-/-), wheezing (-) Batas Jantung :
- Atas : ICS III sinistra - Kiri : LMCS
- Kanan : Linea sternalis dexta
Jantung : S1 (+) S2 (+) S3 (-) S4 (-) reguler Murmur (-) Tipe : - Grade : -Punctum Excavatum : - Radiasi :
-Abdomen : Palpasi hepar/ lien/ renal : Tidak teraba Asites : (-)
Ekstremitas : Superior : Sianosis (-) Clubbing (-) Inferior : Edema pretibial (-/-) Pulsasi arteri (+) Akral : Hangat
Interpretasi rekaman EKG :
Sinus Ritme, QRS rate 82 x/i, QRS axis normoaxis, P wave (+) N, PR interval 0,16”, QRS duration 0,08”, ST elevasi di V4, T inversi di V4, QS di V1-V2, LVH (-), VES (-).
Kesan EKG :
Sinus Ritme + OMI septal + STEMI anteroseptal
Interpretasi foto toraks ( AP ) :
CTR 51,3%, segmen aorta dilatasi (+), segmen pulmonal (+) N, pinggang jantung normal, apeks downward, kongesti (-), infiltrat (-).
Hasil Laboratorium :
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
DARAH RUTIN Hemoglobin 13,60 g% 13,2 – 17,3 g% Eritrosit 4,56 x 106/mm3 4,20 – 4,87 x 106/mm3 Leukosit 16,17 x 103/mm3 4,5 – 11,0 x 103/mm3 Hematokrit 41,60 % 43 – 49 % Trombosit 245 x 103/mm3 150 – 450 x 103/mm3 ENZIM JANTUNG Troponin T 1,1 µg/L 0 – 0,1 µg/L CK-MB METABOLISME KARBOHIDRAT Glukosa Darah Sewaktu
58 U/L 92,50 mg/dL 7 – 25 U/L < 200 mg/Dl FUNGSI GINJAL Ureum 27,50 mg/dL <50 mg/dL Kreatinin 0,98 mg/dl 0,70 – 1,20 mg/dL HST
Waktu Protrombin 12,2 detik
INR 0,87 APTT 30,0 detik Waktu thrombin ELEKTROLIT Natrium Kalium Klorida 12,2 detik 138 mEq / L 3,8 mEq / L 105 mEq / L 135 - 155 mEq / L 3,5 - 5,5 mEq / L 96 - 106 mEq / L
Diagnosa kerja : STEMI anteroseptal onset 3 hari Killip I TIMI risk 4/14 + Hipertensi stage II
1. Fungsional : STEMI anteroseptal 2. Anatomi : Arteri koroner 3. Etiologi : Aterosklerosis
Diferensial diagnosa : Miokarditis
Pengobatan :
Bed rest
O2 2-4L/i
IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i mikro
Clopidogrel 1 x 75mg Aspilet 1 x 80mg ISDN 3 x 5 mg Captopril 3 x 6,25 mg Simvastatin 1 x 40mg Bisoprolol 5 mg 1 x ½ tab
Inj. Arixtra 2,5mg/24jam Rencana pemeriksaan lanjutan :
1. Ekokardiografi 2. Angiografi Koroner 3. EKG serial
4. Lipid Profile
Prognosis :
Ad vitam : dubia ad bonam Ad functionam : dubia ad bonam Ad sanationam : dubia ad bonam
Klasifikasi Killip
Kelas Definisi Proporsi
pasien
Mortalitas (%) I Tidak ada tanda gagal jantung kongestif 40-50% 6 II + S3 dan/atau ronki basah di basal paru 30-40% 17
IV Syok kardiogenik 5-10% 60-80
TIMI Risk Score untuk Infark Miokard dengan elevasi ST
Faktor risiko (bobot) Mortalitas 30 hari (%)
Usia 65-74 tahun (2 poin) 0,8
Usia > 75 tahun (3 poin) 1,6
Diabetes mellitus/hipertensi atau angina (1 poin) 2,2
TDS <100mmHg (3 poin) 4,4
Frekuensi jantung > 100x/i (2 poin) 7,3
Klasifikasi Killip II-IV (2 poin) 12,4
Berat < 67 kg (1 poin) 16,1
Elevasi ST anterior atau LBBB (1 poin) 23.4
Waktu ke reperfusi > 4 jam (1 poin) 26,8
Nama : Porkas M. Pane Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Tanggal S O A P 25-09-2014 Nyeri dada sesekali Kesadaran: Compos Mentis TD:100/70mmH g HR:72x/m RR:18x/m Suhu: 36,20C Sianosis:(-) Thorax: S1S2 N, murmur (-), gallop (-) Pulmo: SP vesikuler, Abdomen: simetris, soepel, H/L ttb, BU (+)N Extremitas : edema (-/-), akral hangat STEMI anteroseptal onset 3 hari KILLIP I TIMI RISK 4/14 + Hipertensi terkontrol Bed rest O2 2-4 L/i IVFD NaCl 0,9% 10gtt/i (mikro) Clopidogrel 1x75mg Aspilet 1x80 mg Captopril 3 x 6,25 mg ISDN 3x5mg Simvastatin 1x40 mg Bisoprolol 5mg 1x1/2 tab Inj.Arixtra 2.5mg/24jam (H2) 26-09-2014 Nyeri dada sesekali Kesadaran: Compos Mentis TD:120/80mmH g HR:70x/m RR:20x/m Suhu: 36,20C STEMI anteroseptal onset 3 hari KILLIP I TIMI RISK 4/14 Bed rest O2 2-4 L/i IVFD NaCl 0,9% 10gtt/i (mikro) Clopidogrel
Sianosis:(-) Thorax: S1S2 N, murmur (-), gallop (-) Pulmo: SP vesikuler, Abdomen: simetris, supel, H/L ttb, BU (+)N Extremitas : edema (-/-), akral hangat + Hipertensi terkontrol 1x75mg Aspilet 1x80 mg Captopril 3 x 6,25 mg ISDN 3x5mg Simvastatin 1x40 mg Inj.Arixtra 2.5mg/24jam (H3) Bisoprolol 5mg 1x1/2 tab 27-09-2014 Nyeri dada sesekali Kesadaran: Compos Mentis TD:130/80mmH g HR:68x/m RR:20x/m Suhu: 36,20C Sianosis:(-) Thorax: S1S2 N, murmur (-), gallop (-) Pulmo: SP vesikuler, Abdomen: simetris, supel, H/L ttb, BU(+)N Extremitas : edema (-/-), akral hangat STEMI anteroseptal KILLIP I TIMI RISK 4/14 + HT terkontrol Bed rest O2 2-4 L/i IVFD NaCl 0,9% 10gtt/i (mikro) Clopidogrel 1x75mg Aspilet 1x80 mg Captopril 3 x 6,25 mg ISDN 3x5mg Simvastatin 1x40 mg Inj.Arixtra 2.5mg/24jam
Bisoprolol 5mg 1x1/2 tab 28-09-2014 Nyeri dada sesekali Kesadaran: Compos Mentis TD:120/80mmH g HR:80x/m RR:20x/m Suhu: 36,20C Sianosis:(-) Thorax: S1S2 N, murmur (-), gallop (-) Pulmo: SP vesikuler, Abdomen: simetris, supel, H/L ttb, BU(+)N Extremitas : edema (-/-), akral hangat STEMI anteroseptal KILLIP I TIMI RISK 4/14 + HT terkontrol Bed rest O2 2-4 L/i IVFD NaCl 0,9% 10gtt/i (mikro) Clopidogrel 1x75mg Aspilet 1x80 mg Captopril 3 x 6,25 mg ISDN 3x5mg Simvastatin 1x40 mg Inj.Arixtra 2.5mg/24jam (H5) Bisoprolol 5mg 1x1/2 tab 29-09-2014 Nyeri dada sesekali Kesadaran: Compos Mentis TD:120/80mmH g HR:70x/m RR:20x/m Suhu: 36,20C Sianosis:(-) STEMI anteroseptal KILLIP I TIMI RISK 4/14 + HT terkontrol Bed rest O2 2-4 L/i IVFD NaCl 0,9% 10gtt/i (mikro) Clopidogrel 1x75mg
Thorax: S1S2 N, murmur (-), gallop (-) Pulmo: SP vesikuler, Abdomen: simetris, supel, H/L ttb, BU(+)N Extremitas : edema (-/-), akral hangat Aspilet 1x80 mg Captopril 3 x 6,25 mg ISDN 3x5mg Simvastatin 1x40 mg Bisoprolol 5mg 1x1/2 tab Furosemid 1x40 mg 30-09-2014 Nyeri dada sesekali Kesadaran: Compos Mentis TD:120/70mmH g HR:78x/m RR:16x/m Suhu: 36,40C Sianosis:(-) Thorax: S1S2 N, murmur (-), gallop (-) Pulmo: SP vesikuler, Abdomen: simetris, supel, H/L ttb, BU(+)N Extremitas : edema (-/-), akral hangat STEMI anteroseptal KILLIP I TIMI RISK 4/14 + HT terkontrol Bed rest O2 2-4 L/i IVFD NaCl 0,9% 10gtt/i (mikro) Clopidogrel 1x75mg Aspilet 1x80 mg Captopril 3 x 6,25 mg ISDN 3x5mg Simvastatin 1x 40 mg Bisoprolol 5mg 1x1/2 tab Furosemide
01-10-2014 Nyeri dada sesekali Kesadaran: Compos Mentis TD:110/80mmH g HR:78x/m RR:20x/m Suhu: 36,50C Sianosis:(-) Thorax: S1S2 N, murmur (-), gallop (-) Pulmo: SP vesikuler, Abdomen: simetris, supel, STEMI anteroseptal KILLIP I TIMI RISK 4/14 + HT terkontrol Bed rest O2 2-4 L/i IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/i (mikro) Clopidogrel 1x75mg Aspilet 1x80 mg Captopril 3 x 6,25 mg ISDN 3x5mg Simvastatin
H/L ttb, BU(+)N Extremitas : edema (-/-), akral hangat 1x 40mg Bisoprolol 5mg 1x1/2 tab Furosemide 1x40mg R/ Angiografi dan PCI hari ini 02-10-2014 Nyeri dada sesekali Kesadaran: Compos Mentis TD:110/80mmH g HR:67x/m RR:20x/m Suhu: 36,20C Sianosis:(-) Thorax: S1S2 N, murmur (-), gallop (-) Pulmo: SP vesikuler, Abdomen: simetris, supel, H/L ttb, BU(+)N Extremitas : edema (-/-), akral hangat STEMI anteroseptal KILLIP I TIMI RISK 4/14 + HT terkontrol 1x40 mg Bed rest O2 2-4 L/i IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/i (mikro) Clopidogrel 1x75mg Aspilet 1x80 mg Captopril 3 x 6,25 mg ISDN 3x5mg Simvastatin 1x 40 mg Bisoprolol 5mg 1x1/2 tab Furosemide 1x40mg 03-10-2014 Nyeri dada tidak ada Kesadaran: Compos Mentis TD:110/80mmH g HR:72x/m STEMI anteroseptal KILLIP I TIMI RISK Bed rest O2 2-4 L/i IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/i
Suhu: 36,80C Sianosis:(-) Thorax: S1S2 N, murmur (-), gallop (-) Pulmo: SP vesikuler, Abdomen: simetris, supel, H/L ttb, BU(+)N Extremitas : edema (-/-), akral hangat + HT terkontrol Clopidogrel 1x75mg Aspilet 1x80 mg Captopril 3 x 6,25 mg ISDN 3x5mg Simvastatin 1x 40 mg Bisoprolol 5mg 1x1/2 tab Furosemide 1x40mg PBJ
Kesimpulan: - RA normal - LA normal - RV normal
- LV : Fungsi sistolik LV menurun, EF 48% Fungsi diastolik terganggu
Wall motion : Hypokinetik Anteroseptal - Katup-katup jantung normal
BAB 3 DISKUSI KASUS
Infark miokard dengan elevasi segmen ST akut (STEMI) merupakan indikator kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini
reperfusi miokard secepatnya; secara medikamentosa menggunakan agen fibrinolitik atau secara mekanis, intevensi koroner perkutan primer (PERKI, 2014).
Diagnosa kerja dapat ditegakkan dengan ditemukannya riwayat nyeri dada yang bertahan lebih dari 20 menit, penyebaran nyeri ke leher, rahang ataupun lengan kiri, riwayat penyakit jantung koroner sebelumnya. Pada beberapa kasus dapat ditemukan gejala seperti diaphoresis, mual, muntah, sesak nafas, jantung berdebar bahkan pingsan. Diperkirakan 30% dari kasus menunjukkan gejala yang atipikal (Steg et al., 2012).
Pada anamnesis pasien ini ditemukan nyeri dada substernal, durasi nyeri >20 menit, sifat nyeri dada seperti ditimpa beban berat, penjalaran nyeri ke punggung, tengkuk, serta lengan kiri dan disertai keringat dingin.
Tidak ada pemeriksaan fisik yang khas pada STEMI namun dapat dijumpai cemas, gelisah, pucat, diaphoresis, ektremitas dingin, takikardia, hipotensi, dan dapat terdengar suara jantung S3 atau S4 (Kumar et al., 2009)
Pada pasien ini ditemukan cemas, gelisah, dan keringat dingin pada saat nyeri dada. Pemeriksaan fisik lainnya dalam batas normal.
EKG
Selama fase awal, oklusi total arteri koroner menunjukkan gambaran EKG elevasi segmen ST. Dalam beberapa jam kemudian diikuti gelombang T terbalik dan dalam beberapa hari kemudian muncul gelombang Q patologis (Rhee et al., 2011).
Gambar : Evolusi EKG pada STEMI (Rhee et al., 2011).
Tabel 3.1. Lokasi Infark Miokard
Anatomi Lead dengan EKG abnormal Arteri koroner yg terlibat
Inferior II, III, Avf RCA
Anteroseptal V1, V2 LAD
Anterolateral V5, V6, I, Avl LCX Posterior V1, V2 (gel. R tinggi, bukan Q) RCA
Sumber: Rhee et al., 2011.
Pada gambaran EKG :
Sinus Ritme, QRS rate 82 x/i, QRS axis normoaxis, P wave (+) N, PR interval 0,16”, QRS duration 0,08”, ST elevasi di V4, T inversi di V4, QS di V1-V2, LVH (-), VES (-).
Hasil pemeriksaan EKG terdapat elevasi dari segmen ST di lead V1-V4 yang menunjukkan bahwa miokard yang mengalami infark adalah yang terletak di bagian anteroseptal jantung. Bagian anteroseptal jantung diperdarahi oleh arteri koroner left anterior descending (LAD).
Laboratorium
Pemeriksaan enzim jantung CK-MB atau Troponin I/T merupakan marka nekrosis miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infark miokard. Troponin I/T sebagai marka nekrosis jantung mempunyai sensitivitas dan spesifisitas lebih tinggi dari CKMB. Peningkatan marka jantung hanya menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak dapat dipakai untuk menentukan penyebab nekrosis miosit tersebut (penyebab koroner/nonkoroner). Troponin I/T juga dapat meningkat karena kelainan kardiak non koroner seperti takiaritmia, trauma kardiak, gagal jantung, hipertrofi ventrikel kiri, miokarditis/perikarditis. Keadaan nonkardiak yang dapat meningkatkan kadar troponin I/T adalah sepsis, luka bakar, gagal nafas, penyakit neurologik akut,
2014).
Pada kasus infark miokard, serum troponin I/T mulai meningkat 3-4 jam setelah onset dan mencapai puncaknya pada 18-36 jam. Kemudian menurun secara perlahan dan dapat dideteksi selama 10-14 hari. Serum CKMB mulai meningkat 3-8 jam setelah onset dan mencapai puncaknya setelah 24 jam. Kemudian kadar CKMB kembali normal setelah 48-72 jam (Rhee et al., 2011).
Pada pasien dijumpai hasil pemeriksaan Troponin dan CKMB yang meningkat. Troponin T pada pasien 1,1 (0 – 0,1) dan CKMB 58 U/L (7 – 25).
Angiografi Koroner
Angiografi koroner merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x pada jantung dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan letak sumbatan pada arteri koroner. Jika ditemukan sumbatan, tindakan lain yang dinamakan angioplasti dapat dilakukan untuk memulihkan aliran darah pada arteri tersebut. Kadang-kadang akan ditempatkan stent (pipa kecil yang berpori) dalam arteri (Rhee et al., 2011).
Pada pasien ini dilakukan angiografi koroner dan dijumpai adanya stenosis total pada arteri koroner LAD sesudah cabang diagonal 1 (D1), maka dianjurkan untuk dilakukan tindakan angioplasti pada pasien ini.
Penatalaksanaan
Tatalaksana Awal
Tatalaksana Pra Rumah Sakit
Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu: komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure).
Sebagian besar kematian di luar Rumah Sakit pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana pra hospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain:
Penanganan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis. Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan
resusitasi.
Trasnportasi pasien ke Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ ICU serta staf medis dokter dan perawat yang terlatih.
Melakukan terapi reperfusi.
Keterlambatan terbanyak yang terjadi pada penanganan pasien biasanya bukan selama transportasi ke Rumah Sakit, namun karena lama waktu mulai onset nyeri dada sampai keputusan pasien untuk meminta pertolongan. Hal ini bisa ditanggulangi dengan cara edukasi kepada masyarakat (Fuster et al, 2011).
Tatalaksana Umum Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama (Fuster et al, 2011).
Nitrogliserin
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, nitrogliserin juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan nitrogliserin intravena. Nitrogliserin intravena juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru (Fuster et al, 2011).
Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit dengan dosis total 20 mg. Mengurangi dan menghilangkan nyeri dada sangat penting karena nyeri dikaitkan dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan vasokontriksi dan meningkatkan beban jantung (Fuster et al, 2011).
Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukal dengan dosis 160-325 mg diruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg (Fuster et al, 2011).
Penyekat Beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60 menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam (Fuster et al, 2011).
ACE Inhibitor
ACE Inhibitor harus segera diberikan jika tekanan darah stabil dan tetap di atas 100 mmHg. Keuntungan ACE Inhibitor terutama terlihat pada pasien dengan gagal jantung, infark miokard, disfungsi ventrikel kiri. ACE Inhibitor seperti captopril 6,25 mg diberikan 3 dosis, target 25-50 mg (Fuster et al, 2011).
Tidak terdapat bukti yang mendukung penggunaan antagonis kalsium secara rutin. Namun golongan obat ini dapat digunakan sebagai terapi tambahan pada penderita dengan nyeri dada iskemik yang berlanjut walaupun telah mendapatkan nitrat dan penyekat beta (Fuster et al, 2011).
Antitrombotik
Menurut John (2008) heparin dapat diberikan dalam bentuk unfractionated heparin atau low molecular weight heparin. Unfractionated heparin diberika 5000 unit bolus dilanjutkan dengan 1000 unit/jam. Dosis heparin kemudian diteruskan sesuai pemeriksaan aPTT (target aPTT 1,5-2 x nilai normal) (Fuster et al, 2011).
Antagonis Reseptor Glykoprotein IIb/IIIa
Golongan obat ini sedang diuji pada uji klinik sebagai terapi adjuvant fibrinolitik. Penggunaannya pada primary PTCA terbukti memperbaiki angka harapan hidup (Fuster et al, 2011).
Pada pasien ini dilakukan penatalaksanaan berupa : pemberian antiplatelet berupa aspilet ditambah dengan clopidogrel, beta blocker berupa bisoprolol, nitrat ISDN, ACE-inhibitor captopril, statin berupa simvastatin, dan anti koagulan arixtra.
Gambar 1. Pendekatan Manajemen STEMI (Steg et al, 2008)
Pemberian terapi fibrinolitik tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim jantung, karena penundaan yang tidak perlu ini dapat mengurangi miokardium yang seharusnya dapat terselamatkan. Jika keluhan pasien sesuai dengan IMA dan kadar enzim jantung yang meningkat, namun tidak terdapat ST elevasi pada EKG, maka diagnosisnya adalah infark non ST elevasi (NSTEMI). Pasien harus mendapat terapi heparin, aspirin, dan obat-obat anti-angina. Terapi fibrinolitik tidak boleh diberikan pada infark non ST-elevasi.
Pemberian fibrinolitik harus dilakukan sesegera mungkin, karena semakin cepat diberikan semakin banyak miokardium yang terselamatkan. Sebaiknya dicapai dalam waktu kurang dari 30 menit (Fuster et al, 2011).
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien
STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna.
Indikasi terapi fibrinolitik adalah sebagai berikut (Fuster et al, 2011): Gejala yang sesuai dengan IMA.
Perubahan EKG berupa ST elevasi > 0,1 mm pada minimal 2 sandapan yang berdekatan, gambaran bundle branch block baru.
Onset nyeri dada:
< 6 jam : sangat bermanfaat 6-12 jam : bermanfaat
>12 jam : tidak bermanfaat, kecuali dengan penderita dengan iskemia lanjut, yang terbukti berlanjutnya nyeri dada dan ST elevasi pada EKG.
Jenis obat fibrinolitik 1. Streptokinase
Regimen 1,5 juta unit dalam 100 NaCl 0,9% atau dekstrose 5% diberikan dalam 1 jam (Fuster et al, 2011).
2. Tissue Plasminogen Activator (tPA)
Penggunaan tPA harus dipertimbangkan pada pasien-pasien yang telah mendapatkan streptokinase dalam 2 tahun terakhir, alergi terhadap streptokinase, hipotensi (TDS < 90 mmHg).
Kontraindikasi fibrinolitik
Keberhasilan resusitasi tidak dikontraindikasikan dengan terapi fibrinolitik. Akan tetapi, pada keadaan yang tidak efektif dimana dapat terjadi peningkatan perdarahan yang merugikan, pemberian fibrinolitik tidak diindikasikan.
Gambar 3.2 : Kontraindikasi fibrinolitik (Steg et al, 2012)
Kegagalan fibrinolitik
Ditandai dengan berlanjutnya nyeri dada dan menetapnya ST elevasi. Komplikasi berupa gagal jantung, aritmia lebih banyak terjadi, untuk itu rescue PTCA harus dipertimbangkan. Jika tidak memungkinkan, sebaiknya fibrinolitik diulangi dengan dosis yang sama (Fuster et al, 2011).
Primary PTCA
Primary PTCA terbukti memiliki keberhasilan membuka dan mempertahankan patensi arteri koroner yang tersumbat lebih baik dibandingkan fibrinolitik. Namun tindakan ini masih terbatas pada beberapa rumah sakit. Primary PTCA dipertimbangkan sebagai alternatif tindakan reperfusi, tindakan ini tidak dianjurkan jika pemberian fibrinolitik melebihi 60-90 menit.
pasien yang memiliki kontraindikasi absolut untuk tindakan fibrinolitik,
KESIMPULAN
Dilaporkan laki-laki, P, 60 tahun, dengan diagnosa STEMI anteroseptal dengan onset 3 hari KILLIP I TIMI risk 4/14, selama perawatan kondisi stabil. Pasien ini dilakukan tindakan angiografi koroner dan ditemukan stenosis total pada LAD setelah cabang diagonal 1, sehingga pasien dilakukan pemasangan stent pada arteri koroner tersebut. Lalu pasien boleh pulang tetapi dianjurkan untuk rawat jalan ke poli kardiologi serta mengontrol faktor risiko.
DAFTAR PUSTAKA
Fuster, et all., 2011.The Heart Disease. Edisi ketiga belas. Mc Graw Hill Publisher.
Guyton, A.C. dan Hall, J. E., 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi kesembilan. EGC. Jakarta.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2014. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi ketiga. Centra Communications.
Kumar, A. dan Cannon, C.P., 2009. Acute Coronary Syndrome: Diagnosis and Management. Mayo Clinic 84(10): 917-938.
Rhee J.W., Sabatine S.M., Lily S.L., 2011. Acute Coronary Syndromes. Dalam: Pathophysiology of Heart Diseases. Edisi kelima. Lippincott Williams & Wilkins, Wolters Kluwer. Philadelphia: 161-189.
Steg, G., et all., 2012. ESC Guidelines for The Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting with ST-Segmen Elevation. European Heart Journal 33:2569-2619.
Thygesen, K., et all., 2007. Universal Definition of Myocardial infarction. Circulation 116:2634-2653.