LAPORAN PENDAHULUAN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Program Pendidikan Profesi Ners (P3N) Stase Keperawatan Gawat Darurat
oleh:
Luluk Minarsih, S. Kep NIM 092311101051
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JEMBER
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
Jl. Kalimantan No.37 Kampus Bumi Tegal Boto Jember Telp. atau Fax (0331) 323450 Jember “ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN STEMI
KONSEP PENYAKIT A. DEFINISI
Infark Miokard Akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark (Guyton, 2007).
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST Elevation
Myocardial Infark) merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut
(SKA) yang terdiri atas angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST (Sudoyo, dkk, 2010)
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid (Sudoyo, dkk, 2010).
Diagnosis IMA dengan elevasi segmen ST ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST >2mm, minimal pada 2 sandapan prekordial yang berdampingan atau >1 mm pada 2 sandapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung terutama troponin T yang meningkat akan memperkuat. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak keringat merupakan kecurigaan kuat adanya STEMI (Sudoyo, 2010).
B. PATOFISIOLOGI
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral
sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Gambaran patologis klasik pada STEMI terdiri atas fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik (Sudoyo, 2010).
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai endokardium sampai epikardium, disebut infark transmural, namun bisa juga hanya mengenai daerah subendokardial, disebut infark subendokardial. Setelah 20 menit terjadinya sumbatan, infark sudah dapat terjadi pada subendokardium, dan bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam, maka telah terjadi infark transmural. Kerusakan miokard ini dari endokardium ke epikardium menjadi komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam. Meskipun nekrosis miokard sudah komplit, proses remodeling miokard yang mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan daerah non infark mengalami dilatasi.
C. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya sindroma koroner akut antara lain sebagai berikut : a. Penyempitan arteri koroner karena robek/pecahnya thrombus yang ada
pada plak aterosklerosis.
b. Obstruksi dinamik karena spasme fokal yang terus-menerus pada segmen arteri koroner epikardium. Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi endotel.
c. Penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme/thrombus, terjadi pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang setelah intervensi koroner perkutan (PCI).
d. Inflamasi: penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur, trombogenesis. Adanya makrofag, dan limfosit T meningkatkan sekresi metalloproteinase, sehingga terjadi penipisan dan ruptur plak
e. Keadaan/factor pencetus:
1) Peningkatan kebutuhan oksigen miokard : demam, takikardi, tirotoksikosis
2) Penurunan aliran darah koroner
3) Penurunan pasokan oksigen miokard: anemia, hipoksemia
D. MANIFESTASI KLINIS
a. Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat, seperti rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan yang berlangsung ≥ 20 menit, tidak berkurang dengan pemberian nitrat, gejala yang menyertai : berkeringat, pucat dan mual, sulit bernapas, cemas, dan lemas.
b. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.
c. Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung akut. d. Bisa atipik:
Pada manula: bisa kolaps atau bingung.
Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau atau gagal jantung bisa tanpa disertai nyeri dada.
E. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI, adalah: a. Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial dalambentuk, ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodeling ventikuler dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan
penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk (Sudoyo, 2010).
b. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya (Sudoyo, 2010).
c. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90% terjadi selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik mempunyai penyakit arteri koroner multivessel (Sudoyo, 2010).
d. Infark ventrikel kanan
Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi (Sudoyo, 2010).
e. Aritmia paska STEMI
Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan sistem saraf autonom, gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi di zona iskemi miokard (Sudoyo, 2010)
f. Takikardia dan fibrilasi ventrikel
Takikardi dan fibrilasi ventrikel dapat terjadi tanpa bahaya aritmia sebelumnya dalam 24 jam pertama.
g. Fibrilasi atrium
h. Aritmia supraventrikular i. Asistol ventrikel
j. Bradiaritmia dan Blok
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan ST elevasi IMA menurut ACC/AHA 2013: 1. Pemberian Oksigen
Suplementasi oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri < 90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
2. Nitrogliserin
Pasien dengan nyeri iskemik di dada harus diberikan nitrogliserin sublingual 0,4 mg setiap 5 menit dengan dosis maksimal 3 dosis. Setelah melakukan penialaian seharusnya dievaluasi akan kebutuhan nitrogliserin intravena. Intravena nitrogliserin ini diindikasikan untuk bila nyeri iskemik masih berlangsung, untuk mengontrol hipertensi, dan edema paru. Nitrogliserin tidak diberikan pada pasien dengan tekanan darah sistolik < 90 mmHg, bradikardi, (kurang dari 50 kali per menit), takikardi (lebih dari 100 kali per menit, atau dicurigai adannya RV infark.. nitrogliserin juga harus dihindari pada pasien yang mendapat inhibitor fosfodiesterase dalam 24 jam terakhir.
3. Analgesik
Morfin sulfat (2-4 mg intravena dan dapat diulang dengan kenaikan dosis 2–8 mg IV dengan interval waktu 5 sampai 15 menit) merupakan pilihan utama untuk manajemen nyeri yang disebabkan STEMI. Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai dan pada kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV dan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek samping ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropine 0,5 mg
4. Aspirin
Aspirin kunyah harus diberikan pada pasien yang belum pernah mendapatkan aspirin pada kasus STEMI. Dosis awal yang diberikan 162 mg sampai 325 mg. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg
5. Beta Bloker
Terapi beta bloker oral dianjurkan pada pasien yang tidak memiliki kontraindikasi terutama bila ditemukan adanya hipertensi dan takiaritmia. Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa digunakan addalah metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung > 60 menit, tekanan darah sistolik > 100 mmHg, interval PR < 0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam dan dilanjutkan 100mg tiap 12 jam
6. Clopidogrel
Pemberian clopidogrel 600 mg sedini mungkin. Dan dilanjutkan dengan dosis rumatan sebesar 75 mg per hari.
7. Reperfusi
Semua pasien STEMI seharusnya menjalani evaluasi untuk terapi reperfusi. Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventricular yang maligna. Sasaran terapi reperfusi pada pasien STEMI adalah door to needle atau medical contact to balloon time untuk Percutaneous Coronary Intervention (PCI) dapat dicapai dalam 90 menit (Patrick, 2013).
Reperfusi, dengan trombolisis atau PCI primer, diindikasikan dalam waktu kurang dari 12 jam sejak onset nyeri dada untuk semua pasien Infark Miokard yang juga memenuhi salah satu kriteria berikut :
a. ST elevasi > 0,1mV pada >2 ujung sensor ECG di dada yang berturutan,
b. ST elevasi >0,2mV pada >2 ujung sensor di tungkai berturutan, c. Left bundle branch block baru.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK / PENUNJANG
Pemeriksaan fisikyang paling tampak adalah pasien tampak cemas dan tidak bisa beristirahat (gelisah) dengan ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat merupakan kecurigaan kuat adanya STEMI (Sudoyo, 2010). Pemeriksaan diagnostik yang dapat dialkukanuntk menunjang diagnosa adalah sebagai berikut :
1) EKG : Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. EKG sisi kanan harus diambil pada pasien dengan STEMI inferior, untuk mendeteksi kemungkinan infark ventrikel kanan (Sudoyo, 2010).
2) Enzim jantung dan iso enzim : CK–MB (isoenzim yang ditemukan pada otot jantung) meningkat antara 4-6 jam, memuncak dalam 12 – 24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam, LDH meningkat dalam 12-24 jam, memuncak dalam 24-48 jam, dan memakan waktu lama untuk kembali normal. AST (aspartat amonitransfarase) meningkat (kurang nyata / khusus) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3-4 hari. Cardiac specific troponin (cTn) T atau cTn I, yang digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
3) Sel darah putih : leukosit (10.000-20.000) biasanya tampak pada hari kedua setelah IM sehubungan dengan proses inflamasi.
4) GDA/oksimetri nadi : dapat menunjukkan hipoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
5) Kolesteron atau trigelisarida serum : meningkat, menunjukkan arteriosklerosis sebagai penyebab IM.
6) Pemeriksaan pencitraan nuklir :
a. Thalium : mengevaluasi aliran darah miokardia dan status miokardia,
contoh lokasi / luasnya IM akut atau sebelumnya.
b. Technium : terkumpul dalam sel iskemi disekitar area nekrostik.
7) Angiografi koroner : menggambarkan penyempitan / sumbatan arteri koroner dan biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi).
ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN
a) Keluhan utama sesak nafas b) Pemeriksaan Umum
1) Aktivitas /Istirahat.
Mengeluh lemah, cepat lelah, pusing, rasa berdenyut dan berdebar, mengeluh sulit tidur (ortopneu, dispneu paroksimal nokturnal, nokturia, keringat malam hari), Takikardia, perubahan tekanan darah, pingsan karena kerja, takpineu, dispneu.
2) Sirkulasi
Menyatakan memiliki riwayat demam reumatik hipertensi, kongenital: kerusakan arteial septal, trauma dada, riwayat murmur jantung dan palpitasi, serak, hemoptisisi, batuk dengan/tanpa sputum, riwayat anemia, riwayat shock hipovolema.
3) Integritas Ego
Menunjukan kecemasan; gelisah, pucat, berkeringat, gemetar. Takut akan kematian, keinginan mengakhiri hidup, merasa tidak berguna. kepribadian neurotik,
4) Eliminasi
Inkontinensia episodik. Iktal : peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter. Postiktal : otot relaksasi yang mengakibatkan inkontinensia (baik urine / fekal).
5) Nutrisi
Mengeluh terjadi perubahan berat badan, sering penggunaan diuretic, Edema umum, hepatomegali dan asistes.
6) Kenyamanan
Sakit kepala, nyeri otot / punggung pada periode postiktal. Nyeri abnormal paroksismal selama fase iktal. Sikap / tingkah laku yang berhati-hati. Perubahan tonus otot. Tingkah laku gelisah / distraksi. 7) Pernapasan
Mengeluh sesak, batuk menetap atau nocturnal, takipneu, bunyi nafas; krekels, mengi, sputum berwarna bercak darah, gelisah.
8) Keamanan
Proses infeksi/sepsis, riwayat operasi, Kelemahan tubuh 9) Interaksi Sosial
Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga atau lingkungan sosialnya. Pembatasan / penghindaran terhadap kontak sosial.
10) Riwayat Penyakit
Adanya riwayat hipertensi pada keluarga. Penggunaan / tetergantungan obat (termasuk alkohol)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dengan kebutuhan, adanya iskemia/nekrosis jaringan miokard.
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan faktor-faktor listrik, penurunan kontraktilitas miokard
c. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri ditandai dengan penurunan curah jantung
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan iskemik, kerusakan otot jantung, penyempitan/penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria
e. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran alveolar-kapiler (atelektasis, kolaps jalan nafas/alveolar edema paru/efusi, sekresi berlebihan/perdarahan aktif).
C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL (NOC) INTERVENSI (NIC)
1 Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimban gan antara suplai oksigen miokard dengan kebutuhan, adanya iskemia/ nekrosis jaringan miokard. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam toleransi aktivitas pasien akan meningkat dengan indikator :
a. Saturasi oksigen dalam rentang yang diharapkan dalam respon aktivitas b. Heart rate dalam
rentang yang diharapkan dalam respon aktivitas c. RR dalam rentang yang diharapkan dalam respon aktivitas
d. Tekanan darah dalam rentang yang
diharapkan dalam respon aktivitas
Pengelolaan Energi/ Manajemen Energi
a. Bantu pasien untuk mengidentifikasi pilihan-pilihan aktivitas
b. Rencanakan aktivitas untuk periode dimana pasien mempunyai energi paling banyak
c. Bantu dengan aktivitas fisik teratur d. Tentukan persepsi lain pasien tentang
penyebab fatigue
e. Dorong verbalisasi perasaan keterbatasan
f. Tentukan penyebab fatigue
g. Monitor pola tidur pasien dan jumah jam tidur
h. Monitor lokasi nyeri selama aktivitas i. Batasi stimulus lingkungan
j. Batasi pengunjung k. Dorong bedrest
l. Gunakan ROM pasif atau aktif untuk mengurangi ketegangan otot
2 Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan faktor-faktor listrik, penurunan karakteristik miokard NOC : 1. Cardiac Pump effectiveness 2. Circulation Status 3. Vital Sign Status
Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan askep selama 3x24 jam
diharapkan terjadi peningkatan curah jantung dengan kriteria sebagai berikut : 1. Tanda Vital dalam
rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi) 2. Dapat mentoleransi
aktivitas, tidak ada kelelahan
3. Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites 4. Tidak ada penurunan
kesadaran
1. Cardiac Care
a. Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas,lokasi, durasi)
b. Catat adanya disritmia jantung c. Catat adanya tanda dan gejala
penurunan cardiac putput d. Monitor status kardiovaskuler e. Monitor status pernafasan yang
menandakan gagal jantung
f. Monitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi
g. Monitor balance cairan
h. Monitor adanya perubahan tekanan darah
i. Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan antiaritmia
j. Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan
k. Monitor toleransi aktivitas pasien l. Monitor adanya dyspneu, fatigue,
tekipneu dan ortopneu
m. Anjurkan untuk menurunkan stress 2. Vital Sign Monitoring
b. Catat adanya fluktuasi tekanan darah c. Monitor VS saat pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
d. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
e. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
f. Monitor kualitas dari nadi
g. Monitor adanya pulsus paradoksus dan pulsus alterans
h. Monitor jumlah dan irama jantung dan monitor bunyi jantung
i. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
j. Monitor suara paru, pola pernapasan abnormal
k. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
l. Monitor sianosis perifer
m. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) n. Identifikasi penyebab dari perubahan
vital sign 3 Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri ditandai dengn penurunan curah jantung Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x 24 jam nyer iklien berkurang, dengan kriteria :
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab
nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri) b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan managemen nyeri c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri d. Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri NIC
Pain Management
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif ( lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,kualitas dan faktor pesipitasi)
2. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
3. Ginakan teknik komunikasi teraipetik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien
4. Evaluasi pengalaman nyeri masa lalu 5. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan 6. Ajarkan tentang teknik pernafasan /
relaksasi
7. Berikan analgetik untuk menguranggi nyeri
8. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri 9. Anjurkan klien untuk beristirahat 10. Kolaborasi dengan dokter jika
berkurang
e. Tanda vital dalam rentang normal
keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
Analgetic Administration
1. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi
2. Cek riwayat alegi
3. Monitor vital sign sebelumdan sesudah pemberian analgetik pertama kali
4. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
5. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala (efak samping)
DAFTAR PUSTAKA
Guyton AC, Hall JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Nurarif dan kusuma, harddhi. 2013. Aplikasi Asuhan keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Media Action Publisting
Patrick T O’Gara,et all. 2013. ACC/AHA Guidelines for the Management of
Patients With ST-Elevation Myocardial Infarction. American :ACC/AHA
Practice Guidlines
Santosa, Budi. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta: Prima Medika
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam