• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIKAP PENOLAKAN ORANG TUA DENGAN PENYESUAIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SIKAP PENOLAKAN ORANG TUA DENGAN PENYESUAIAN"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

DIRI PADA REMAJA

SKRIPSI

OI.EH:

DENY ASTANTI

99320150

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

(2)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia

Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-syarat Ouna Memperoleh

Derajat Sarjana S1 Psikologi

Ms

ISLAM ^

Oleh:

DENY ASTANTI

99320150

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2005

(3)

Psikologi Universitas Islam Indonesia Untuk Memenuhi

Sebagian Dari Syarat-syarat Guna Memperoleh

Derajat Sariana S-1 Psikologi

Pada Tanggal

2 3 MAR 2005

Dewan Penguji

1. Qurotul Uyun, S.Psi., M.Si

2. Hj. Sukarti, Dr

3. Hepi Wahyuningsih, S.Psi., M.Si

Mengesahkan,

Fakultas Psikologi

yds?. ersitas Islam Indonesia

Dekan ,

• Jjj„ Sukarti. Dr

Tanggal,

^CfA^u£<

\ i;

1 •^ \ s -

H \ !

*'*

,.r

7*"<

(4)

dalam membuat laporan penelitian, tidak melanggar etika akademik seperti

penjiplakan, pemalsuan data, dan manipulasi data. Apabila di kemudian hari saya

terbukti melanggar etika akademik, maka saya sanggup menerima konsekwensi

berupa pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh.

Yang menyatakan,

Deny Astanti

(5)

Segala Puji bagi Allah SWT, atas rahmat-Nya karya sederhana ini

dapat terselesaikan

Terima Kasih untuk segala cinta, perhatian, doa dan dukungan

dari orang-orang yang terdekat di hati:

Bapak dan Ibu tercinfa

Atas segala doa, pengorbanan dan dukungan yang telah diberikan

takkan terbalas oleh apapun

Kakak dan semua keluargakn

Atas segala dukungan, perhatian

semangat dan doanya

Keponakankii

Atas segala keceriaan dan canda tawanya

(6)

Setiap orang ada Malaikat yang di depan dan dibelakangnya ; yang memantaunya

atas perintah Allah. Sungguh, Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum

sampai mereka sendiri mengubah dirinya. Dan apabila Allah menghendaki

keburukan suatu kaum, tidak ada yang mampu menolaknya, dan tidak ada

pelindung bagi mereka kecuali Allah. (QS. Ar-Ra'd : 11)

i

n <!.

IW ULl^ ^

j.MJ^I

Berdoalah, "Ya Tuhanku, masukkanlah aku ke dalam setiap tugas kehidupan

beserta Mu, keluarkanlah aku dari setiap tugas kehidupan juga dengan

rido-Mu. Berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuatan yang menolong." (QS. Al-Israa :

(7)

petunjuk dan pertolongan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini semata-mata adalah rahmat

Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Penulis menyadari bahwa telah banyak pihak yang memberikan bantuan

berupa dorongan, arahan, dan data yang diperlukan mulai dari persiapan, tempat

dan pelaksanaan penelitian hingga tersusunnya skripsi ini yang tidak lepas dari

segala kekurangannya. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Hj. Sukarti, Dr., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam

Indonesia.

2. Ibu Qurotul Uyun, S.Psi., M.Si., selaku Dosen Pembimbing yang telah

meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan dukungan dalam

menyelesaikan skripsi.

3. Ibu Retno Kumolohadi, S.Psi., M.Si., Psikolog., selaku Dosen

Pembimbing Akademik yang telah mendampingi penulis dalam menimba

ilmu pengetahuan, motivasi dan dukungannya.

4. Bapak dan Ibu yang telah memberikan kasih sayang, perhatian yang tidak

ternilai serta doa dan dorongannya untuk menyelesaikan skripsi.

5. Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Sleman Bapak Drs. Dameanto beserta

guru-guru yang telah membantu dalam melaksanakan try out dan

pengambilan data.

(8)

ini "IMiss You Friend" dan guru-guruku yang sudah memberikan ilmu

pengetahuan.

7. Sahabat hatiku Heri, atas kasih sayang dan dorongannya.

8. Teman-temanku di Fakultas Psikologi UII, Santi, Bibah, Ifha, Dina, Teta,

atas pertemanankalian dan dorongannya untuk menyelesaikan skripsi.

9. Sepupu-sepupuku terutama Sari, atas semua bantuan dan dorongannya

untuk menyelesaikan skripsi.

10. Teman-temanku di Dusun Pedak; Ike, mbak Atik, Rina, Yuni, Desi, Eni,

mbak Erna, Febri, Ginanto, atas semangat kalian dan semoga pertemanan

ini selalu berjalan dengan manis.

11. Guru-guruku di TK Harapan, SD 12 Pagi, SMPN 67 Jakarta, atas semua

ilmu pengetahuan yang diberikan.

12. Teman-temanku di KKN Ekstensi angkatan 27 SL-14 tahun 2003-2004,

atas persahabatan kalian yang singkat itu akan selalu menjadi kenangan

yang indah.

13. Saudara-saudaraku yang ada di Yogyakarta maupun Jakarta, atas doa dan

semangatnya.

14. Om Ajie yang selalu memperhatikan dan menasehatiku selama hari-hariku

di Pedak.

15. Teman-temanku di Menteng Atas Jakarta Selatan, atas pertemanan kalian

yang akan kukenang selalu.

(9)

yang lebih baik atas kebaikan mereka, Amien.

Akhir kata, penulis menyadari karya ini belum sempurna banyak kekurangan

didalamnya. Kritik dan saran diperlukan untuk perbaikan karya ini dan semoga

karya ini tetap bermanfaat.

Yogyakarta, 24 Februari 2005

Penulis

(10)

Halaman

IIALAMAN JUDUL

{

HALAMAN PENGESAIIAN

H

HALAMAN PERNYATAAN

i±i

HALAMAN PERSEMBAHAN

iv

HALAMAN MOTTO

v

PRAKATA

vi

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

xir

DAFTAR LAMPIRAN

**** ••-. X.1 V

INTISARI

x v

BAB I. PENGANTAR

j

A. Tatar Belakang Masalah

!

B. Tujuan Penelitian

j j

C Manfaat Penelitian

U

D. Keaslian Penelitian

12

BABII. TINJAUAN PUSTAKA

13

A. Penyesuaian Diri

13

1. Pengertian Penyesuaian Diri

13

2. Penyesuaian Diri pada Remaja

15

3.Jenis-jenis Penyesuaian Diri

16

(11)

B. Sikap Penolakan Orang Tua

25

1. Pengertian Persepsi

25

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Persepsi

26

3. Persepsi Remaja terhadap Penolakan Orang Tua

27

4. Pengertian Sikap Penolakan Orang Tua

28

5. Sebab-sebab Sikap Penolakan Orang Tua

30

6. Bentuk-bentuk Sikap Penolakan Orang Tua

34

C. Hubungan antara Persepsi Remaja terhadap Sikap Penolakan

Orang Tuadengan Penyesuaian Diri padaRemaja

36

D. Hipotesis

40

BAB in. METODE PENELITIAN

41

A. Identifikasi Variabel

41

B. Definisi Operasional Variabel

41

C. Subjek Penelitian

42

D. Metode Pengumpulan Data

42

1. Skala Penyesuaian Diri pada Remaja

43

2. Skala Persepsi Remaja terhadap Sikap Penolakan

Orang Tua

45

(12)

E. Metode Analisis Data

50

BAB IV. PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN

51

A. Orientasi Kancah dan Persiapan

5J

1. Orientasi Kancah

51

2. Persiapan

53

a. Persiapan Administrasi

53

b. Persiapan Alat Ukur

53

1). Skala Penyesuaian Diri pada Remaja

54

2). Skala Persepsi Remaja terhadap Sikap Penolakan

Orang Tua

55

B. Laporan Pelaksanaan Penelitian

56

C. Llasil Penelitian

57

1-Deskripsi Subjek Penelitian

57

2. Deskripsi Data Penelitian

60

3. Uji Asumsi

fin

a. Uji Normalitas

60

b. Uji Linieritas

60

4. Uji Hipotesis

60

D. Pembahasan

,,

61

BABV. PENUTUP

65

A. Kesimpulan

xi

(13)
(14)

Tabel 1. Distribusi ButirSkala Penyesuaian Diri pada Remaja

Sebelum Uji Coba

45

label 2. Distribusi Butir SkalaPersepsi Remaja terhadap Sikap

Penolakan Orang TuaSebelum Uji Coba

48

Tabel 3. Distribusi Butir Skala Penyesuaian Diri pada Remaja

Setelah Uji Coba

54

Tabel 4. Distribusi Butir Skala Persepsi Remaja terhadap Sikap

Penolakan Orang Tua Setelah Uji Coba

56

Tabel5. Deskripsi SubjekPenelitian

57

Tabel 6. Deskripsi DataPenelitian

57

Tabel7. Kriteria Kategorisasi Skala Penyesuaian Diri pada Remaja

58

Tabel 8. Kriteria Kategorisasi Skala Persepsi Remaja terhadap Sikap

Penolakan Orang Tua

59

(15)

I >ampiran 1. Angket Try-Out

70

Lampiran 2. Data Try-Out

71

Lampiran 3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

83

Lampiran 4. Angket Penelitian

86

Lampiran 5. Data Penelitian

87

Lampiran 6. Uji Asumsi Normalitas dan Linieritas

95

Lampiran 7. IJji Hipotesis

96

Lampiran 8. Surat Bukti Penelitian

100

(16)

Deny Astanti

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan negatif antara

persepsi remaja terhadap sikap penolakan orang tua dengan penyesuaian diri pada

remaja. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan

yang negatif antara persepsi remaja terhadap sikap penolakan orang tua dengan

penyesuaian diri pada remaja. Semakin tinggi persepsi remaja terhadap sikap

penolakan orang tua maka semakin rendah penyesuaian diri pada remaja.

Sebaliknya semakin rendah persepsi remaja terhadap sikap penolakan orang tua

maka semakin baik penyesuaian diri pada remaja.

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 2 Sleman, sebanyak

92 siswa yang terdiri dari kelas IIA, IIB, HC usia 16-18 tahun. Adapun skala yang

digunakan adalah skala penyesuaian diri hasil modifikasi dari Anwar Nurdin

(2002) yang mengacu pada aspek yang dikemukakan oleh Schneiders (1964) dan

skala persepsi remaja terhadap sikap penolakan orang tua yang dibuat penulis

mengacu pada aspek yang dikemukakan oleh Jersild (Endang, 2000).

Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan

fasilitas program SPSS 10.0 for windows untuk menguji apakah ada hubungan

antara persepsi remaja terhadap sikap penolakan orang tua dengan penyesuaian

diri pada remaja. Korelasi product moment dari Pearson menunjukkan korelasi

sebesar (r = -0.63; P < 0.01) yang artinya ada hubungan negatif yang sangat

signifikan antara persepsi remaja terhadap sikap penolakan orang tua dengan

penyesuaian diri pada remaja. Jadi hipotesis penelitian diterima.

Kata Kunci: persepsi remaja terhadap sikap penolakan orangtua, penyesuaian diri

(17)

A. Latar Belakang Masalah

Pada saat seseorang memasuki masa remaja ditandai dengan berbagai

perubahan akibat adanya pertumbuhan dan perkembangan fisik yang cepat. Hal

ini sependapat dengan yang dikemukakan oleh Gunarsa (1991) bahwa remaja

dalam masa peralihannya mengalami berbagai perubahan. Perubahan yang

berlangsung cepat dan tiba-tiba ini mengakibatkan terjadinya perubahan lain pada

segi sosial dan kejiwaan remaja. Remaja semakin peka dan sikapnya

berubah-ubah, emosinya menjadi tidak stabil. Remaja akan dihadapkan dengan berbagai

persoalan sehingga muncul perilaku sebagai reaksi apakah remaja tersebut mampu

menghadapi dan memecahkan masalahnya atau tidak. Remaja dituntut bereaksi

terhadap berbagai perubahan dan tekanan lingkungan sosial, kejiwaan dan

lingkungan alam sekitarnya.

Berkaitan dengan kemampuan remaja dalam menghadapi masalah-masalah

yang terjadi, kebutuhan akan penyesuaian diri sangat beipengaruh terhadap

berbagai masalah dan konflik yang dihadapi remaja. Penyesuaian diri yang baik

dibutuhkan oleh setiap individu dalam tahap pertumbuhan manapun dan lebih

dibutuhkan pada usia remaja karena pada usia ini remaja lebih banyak mengalami

(18)

dilakukan secara aktif untuk mengatasi tekanan dan mencari jalan keluar dari

berbagai konflik yang dihadapi. Remaja yang tidak dapat menyesuaikan diri

dengan baik cenderung akan menjadi rendah diri, tertutup, tidak dapat menerima

dirinya sendiri dan kelemahan-kelemahan orang lain serta akan merasa malu jika

berada diantara orang lain atau situasi yang asing baginya. Kelakuan remaja tidak

hanya dipengaruhi oleh gejala di dalam dirinya sendiri tetapi juga ditentukan oleh

sikap keluarga dalam hal ini orang tua dan masyarakatnya. Remaja masih belum

mampu untuk menguasai fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya.

Contoh kasus yang berkaitan dengan kemampuan penyesuaian diri remaja

bisa dilihat dalam kasus perkosaan yang dilakukan oleh dua remaja di Brebes

terhadap temannya sendiri (Kedaulatan Rakyat, edisi 5Maret 2004) disini bisa

dilihat seorang remaja yang belum baik dalam penyesuaian dirinya karena salah

pergaulan atau mudah terpengaruh untuk melakukan perilaku-perilaku yang

negatif. Di dalam kasus lain tentang tertangkapnya seorang remaja putri pecandu

narkoba di Yogyakarta, remaja tersebut mengaku hanya karena terpengaruh oleh

lingkungan yang banyak pengguna narkoba di daerahnya (Kedaulatan Rakyat,

edisi 9Maret 2004) yang berarti belum mampu menyesuaikan diri dengan baik

karena mudah terpengaruh oleh perilaku yang tidak sehat dan bisa dilihat bahwa

sekarang tidak hanya remaja putra saja yang memakai narkoba. Pada kasus lain

tentang narkoba yang sering terjadi pada remaja, disini para pecandu mengatakan

(19)

dalam kasus ini seorang remaja tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik karena

mudah terpengaruh oleh lingkungan dan menganggap bahwa dengan memakai

narkoba akan lebih percaya diri, kurangnya perhatian atau kasih sayang orang tua

terhadap anaknya sehingga remaja memilih perilaku yang tidak sehat dengan cara

memakai narkoba.

Penyesuaian diri yang sehat ditunjukkan dengan adanya kemampuan

individu untuk mengendalikan pikiran, emosi dan tingkah laku berdasarkan

nilai-nilai dasar pribadinya (seperti kejujuran, kemanusiaan dan keadilan) konsep diri

yang dimiliki dan paham akan kemampuan diri yang akhirnya mampu melakukan

hubungan dengan orang lain secara sehat dan dewasa. Penyesuaian diri yang

gagal/terganggu dapat mengakibatkan ketegangan, frustrasi, patah semangat dan

penyimpangan-penyimpangan kepribadian. Kondisi pribadi seperti itu jika tidak

diubah maka individu akan menderita gangguan-gangguan kepribadian seperti :

neurosis, psikosis, suicide, depresi, narsistik dan senility (Bernard, 1978)

Kepribadian dan penyesuaian diri anak banyak ditentukan dan dipengaruhi

oleh sikap orang tua terhadap anak-anaknya dengan menciptakan lingkungan yang

menguntungkan, diharapkan anak tidak mengalami hambatan di dalam

perkembangan kepribadian dan penyesuaian dirinya (Hurlock, 1993). Penyesuaian

diri adalah meliputi kesatuan fisik dan psikis individu untuk mengatasi

(20)

memperhitungkan minat anak. Anak yang diterima umumnya akan bersosialisasi

dengan baik, kooperatif, ramah, loyal, secara emosional stabil dan gembira.

Sebaliknya sikap penolakan orang tua dapat dinyatakan dengan mengabaikan

kesejahteraan anak atau kurang perhatian, kurang kasih sayang dan sikap

bermusuhan yang terbuka (Hurlock, 1993). Hal ini bisa menumbuhkan rasa

dendam, perasaan tak berdaya, frustrasi, tertutup, cemas dan takut yang

menimbulkan kurangnya kepercayaan diri pada anak. Karena itu anak sering

melakukan perilaku yang tidak sehat dan belum dapat menyesuaikan diri dengan

lingkungan secara baik. Hal ini dapat dikatakan bahwa awal dari kehidupan

seorang anak adalah keluarganya/Pertumbuhan dan perkembangan seorang anak

tidak dapat dipisahkan dari pengaruh-pengaruh yang diberikan oleh orang tuanya.

Keluarga merupakan suatu kelompok yang terkecil dalam tiap masyarakat dimana

anak pertama kalinya belajar untuk bersikap, berpikir dan bergaul dengan

sesamanya. Pola pengasuhan terhadap anak merupakan salah satu bentuk interaksi

antara orang tua dan anak. Bentuk pengasuhan ini tidak terbatas pada kontak fisik

dan materi saja tetapi juga pada suatu hubungan yang lebih hangat, lebih erat dan

lebih emosional demikian yang dikatakan Hurlock (1993). Hubungan yang dijalin

orang tua dan anak tidak terlepas dari sikap orang tua terhadap anaknya. Sikap

orang tua akan mempengaruhi bagaimana mereka akan berperilaku dan

membimbing anak. Pengaruh sikap orang tua yang dirasakan anak sangat besar

(21)

Menurut Hurlock (1997) sikap orang tua pada anak dalam kehidupan

sehari-hari ada bermacam-macam, namun yang paling umum dan paling banyak

ditemukan yaitu melindungi anak secara berlebihan, permisivitas, memanjakan,

penenmaan, tunduk pada anak, dominasi, favoritisme, ambisi orang tua dan

penolakan. Orang tua sering merasa bahwa tindakannya yang mengkritik,

memukul dan sabagainya dilakukan atas dasar kasih sayang agar anak berperilaku

lebih baik, lebih disiplin dan sesuai dengan keinginan orang tua. Namun anak

mempunyai pandangannya sendiri dalam mempersepsikan apa yang dilakukan

orang tua terhadapnya. Anak dapat merasakan bahwa perlakuan orang tuanya

merupakan perwujudan dari rasa permusuhan dan kebencian orang tuanya. Pada

dasarnya anak-anak suka meniru dan mereka banyak sekali belajar dari

contoh-contoh yang ada disekelilingnya. Apa yang dilihat dan dirasakan sangat besar

pengamhnya bagi anak. Persepsi anak terhadap sikap orang tua ini akan

mempengaruhi hubungan keluarga dan penerimaan seorang anak terhadap orang

tuanya sehingga menentukan pembentukan kepribadiannya.

Seorang anak yang hidup dalam rasa penolakan dari orang tuanya sulit

untuk mengharapkan kasih sayang dari orang tuanya sehingga anak menjadi

bingung, gugup, tidak tenang dan merasa tidak ^ ^ ^^ toasing ^^

dalam keluarganya sendiri. Menolak karena anak tidak disukai oleh orang tuanya

dapat betpengaruh kepada anak sehingga anak merasa gelisah dan diasingkan,

(22)

dan perbuatannya kepada anak. Anak yang ditolak akan merasa diabaikan, malu,

terhina sehingga mengembangkan pola kebencian dendam, penuh penyesalan dan

kekecewaan, introvert, agresif dan penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial

yang buruk (Hurlock, 1997). Jika anak mempunyai hubungan sosial yang

memuaskan dengan keluarga, mereka dapat menikmati sepenuhnya hubungan

sosial dengan orang-orang di luar rumah, mengembangkan sikap sehat terhadap

orang lain dan belajar berfungsi dengan sukses di dalam lingkungan sekitar.

Sikap positif yang diberikan orang tua akan membentuk kepribadian yang

positif, sebaliknya bila orang tua bersikap negatifmaka pembentukan kepribadian

anak juga bersikap negatif. Sering dijumpai orang tua yang menuntut anak harus

selalu patuh dan menunzt pada semua aturan dan kebijaksanaan orang tua dengan

'segala cara termasuk kekerasan supaya anak menjadi penurut dan sesuai dengan

yang diinginkan oleh orang tua. Namun dalam perkembangannya seorang anak

dapat mera** kecewa, kesal, gundah dan marah terhadap orang tuanya akibat dari

perlakuan yang diterima dari orang tuanya. Pada masa remaja, ana* berusaha

untuk membentuk dirinya dan membentuk kemandirian dengan suatu keinginan

untuk melepaskan dirinya dari ketergantungan terhadap orang tuanya. Pada masa

ini remaja berperilaku kritis dalam melihat suatu pennasalahan tennasuk

perlakuan yang diterima dari orang tua. Masa remaja dikenal sebagai masa yang

Penuh kesukara,. Kesukaran yang dimaksud bukan saja bagi individu yang

(23)

remaja mengalami begitu banyak perubahan dalam dirinya. Remaja berada dalam

masa transisi dan sedang mencari identitas diri sehingga tidak dapat terlepas dari

persoalan-persoalan yang mengiringi masa pertumbuhan itu. Dalam masa

perkembangan emosionalnya remaja belum stabil dan perasaan belum mapan

sering membawa mereka ke dalam kegelisahan yang pada satu pihak ingin

mencari pengalaman atau melakukan segala keinginan yang ada, tetapi di lain

pihak terbentur akan ketidakmampuan untuk melakukannya.

Peningkatan kualitas hidup anak juga diperlukan dengan cara

mengembangkan seluruh potensi yang terkandung pada diri anak, meliputi potensi

fisik, mental intelektual, sosial emosional, dan amarah dengan harapan nantinya

anak akan dapat mengatasi tantangan masa depan dengan baik, dengan maksud

anak menjadi anak yang dewasa yang matang, mempunyai semangat kerja yang

tinggi, berani berjuang, tidak mudah putus asa, serta anak akan berhasil dalam

mengembangkan diri maupun memberikan pengabdiannya pada sesama, oleh

karena itu peranan keluarga sangat penting dalam perkembangan anak selanjutnya

karena keluarga tempat pertama kali anak belajar dan melakukan interaksi dengan

orang lain dan keberhasilan anak dalam melakukan kontak sosial diluar rumah

dipengaruhi oleh pengalaman sosial yang diperoleh dari rumah melalui pola asuh

orang tuanya. Arti penting dalam hal penerimaan ataupun penolakan di dalam

(24)

masa remajanya, melainkan akan terbawa terus atau berbekas sampai masa

dewasa atau masa tua.

Hubungan keluarga yang buruk merupakan bahaya psikologis pada setiap

usia terlebih selama masa remaja karena pada saat ini anak laki-laki dan

perempuan sangat tidak percaya pada diri sendiri dan bergantung pada keluarga

untuk memperoleh rasa aman (Hurlock, 1980). Anak memerlukan bimbingan dan

bantuan dalam menguasai tugas perkembangan masa remaja. Kalau hubungan

keluarga ditandai

dengan pertentangan,

perasaan-perasaan tidak aman

berlangsung

lama

dan

remaja

kurang

memiliki

kesempatan

untuk

mengembangkan pola perilaku yang tenang dan lebih matang. Hubungan remaja

yang dengan orang tuanya kurang baik juga dapat mengembangkan hubungan

yang buruk dengan orang-orang di luar rumah. Kesibukan orang tua yang

berlebihan akan menyebabkan anak kehilangan perhatian dan kurangnya interaksi

dengan anak menyebabkan anak kehilangan peran orang tua.

Kehidupan seorang anak dalam keluarga sangat penting sehingga perlunya

sikap dari orang tua untuk memperhatikan anak-anaknya supaya mereka terhindar

dari hal-hal yang tidak diinginkan. Sikap perlakuan orang tua mempunyai

konsekuensi terhadap perkembangan perilaku terutama menghadapi anak remaja.

Remaja juga meletakkan landasan bagi pola penyesuaian dan belajar berfikir

tentang diri mereka sebagaimana dilakukan anggota keluarga mereka. Kehidupan

(25)

tersendiri pada perkembangan psikis anak dan menjadi tantangan bagi remaja

sehingga tanpa pengarahan yang mantap, anak akan mudah terjerumus dalam

tindakan yang merusak masa depannya. Perasaan aman dan bahagia yang timbul

pada remaja yang hidup dalam keluarga yang harmonis merupakan hal yang

bagaimanapun akan bisa mempengaruhi daya penyesuaian sosial pada diri para

remaja itu di masa depan. Apabila hal ini terjadi remaja itu tumbuh menjadi orang

dengan penyesuaian diri dan sosial yang baik, sebaliknya sebuah keluarga yang

tidak harmonis bertanggung jawab atas penyesuaian diri dan sosial yang buruk.

Remaja masih bergantung kepada orang tuanya dalam pengambilan keputusan.

Kewajiban utama pada masa remaja adalah penyesuaian diri terhadap Ungkungan

sekitarnya.

Masa remaja cenderung menjadi periode yang paling tidak menentu,

konflik dengan orang tua meningkat. Remaja masih membutuhkan pengawasan,

bimbingan dan dukungan orang tua. Pada masa transisi sering remaja mengalami

ketegangan emosi yang memerlukan bantuan, pengarahan dan pengasuhan orang

tua. Walaupun demikian dengan lebih menyadari bermacam-macam karakteristik

pertumbuhan dan perkembangan remaja, orang tua bisa lebih tanggap terhadap

apa yang mungkin memotivasi perilaku dan sikap anak remaja mereka, karena

kepribadian seorang remaja belum sepenuhnya terbentuk. Keluarga terutama

orang tua sebagai suatu institusi pendidikan informal mempunyai tugas

(26)

mengembangkan kepribadian anak dan mempersiapkan mereka menjadi anggota

masyarakat yang baik. Remaja yang dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga

yang tidak harmonis, memiliki resiko lebih besar mengalami gangguan

kepribadian menjadi kepribadian anti sosial dan berperilaku menyimpang

dibanding dengan remaja yang dibesarkan dalam keluarga yang harmonis

(Hawari, 1998).

Penolakan orang tua terhadap remaja dan sikap remaja terhadap orang

tuanya terbentuk melalui persepsi dan berlangsung secara interaksional. Sikap dan

perilaku remaja akan berpengaruh terhadap sikap orang tua terhadap remaja dan

sebaliknya sikap dan perilaku orang tua akan berpengaruh terhadap terbentuknya

sikap remaja terhadap orang tuanya. Persepsi remaja terhadap sikap penolakan

orang tua membuat remaja cenderung diabaikan oleh orang tuanya juga

mengakibatkan remaja merasa tidak bisa menyesuaikan diri dengan baik di

lingkungannya dan menjadi rendah diri. Pada dasarnya hubungan orang tua dan

anak tergantung pada sikap orang tua. Jika sikap orang tua menguntungkan,

hubungan orang tua dan anak akan jauh lebih baik dibanding bila sikap orang tua

tidak positif. Banyak kasus penyesuaian yang buruk pada anak remaja maupun

orang dewasa dapat ditelusuri kembali ke hubungan awal orang tua dan anak yang

kurang baik akibat sikap orang tua. Sikap orang tua tidak hanya mempunyai

pengaruh kuat pada hubungan di dalam keluarga tetapi juga pada sikap dan

perilaku anak. Kebanyakan orang yang berhasil setelah menjadi dewasa berasal

(27)

dan orang tua sehat. Pertanyaan penelitiannya apakah ada hubungan antara

persepsi remaja terhadap sikap penolakan orang tua dengan penyesuaian diri pada

remaja?.

B. Tujuan Peoelitian

Berdasarkan seluruh uraian di atas, penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui hubungan antara persepsi remaja terhadap sikap penolakan orang tua

dengan penyesuaian diri padaremaja.

C, Manfaat Penelitian

Ada dua macam manfaat, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.

Manfaat teoritis yang diharapkan dapat dicapai dalam penelitian ini antara lain,

dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan psikologi perkembangan. Manfaat

praktis yang diharapkan dapat memberi masukan bagi orang tua untuk lebih bisa

mengasihi dan memperhatikan anaknya. Jika hipotesis terbukti maka remaja tidak

merasa ditolak oleh orang tuanya dan dapat menyesuaikan diri dengan baik. Dapat

menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai masalah-masalah yang terjadi

pada remaja yang berkaitan dengan penyesuaian diri yang disertai dengan sikap

penolakan orang tua. Diharapkan hasil penelitian ini nantinya dapat menjadi

rujukan bagi penelitian selanjutnya yang mungkin akan dilakukan oleh peneliti

(28)

D. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang penyesuaian diri yang telah diteliti antara lain hubungan

pengasuhan orang tua dengan penyesuaian diri (Purwati, 1992) dan hasilnya

saling berhubungan dengan menggunakan teori penyesuaian diri dari Schneiders

(1964), alat ukur dibuat sendiri dengan subjek penelitian remaja. Penelitian ini

berbeda karena hubungan pengasuhan orang tuanya lebih spesifik yaitu sikap

penolakan orang tua dan alat ukur penyesuaian diri hasil modifikasi dari Nurdin

(2002), teori oleh Schneiders (1964) dengan subjek penelitian remaja. Penelitian

tentang pengaruh pelatihan ketrampilan penyesuaian diri terhadap penyesuaian

diri dan konsep diri remaja (Nurdin, 2002) dan hasilnya sangat berpengaruh

diantara keduanya dengan teori penyesuaian diri dari Schneiders (1964) dan alat

ukur dibuat sendiri dengan subjek remaja yang membuat hasil penelitian ini

berbeda karena penulis menghubungkan persepsi remaja terhadap sikap penolakan

orang tua dengan penyesuaian diri. Penelitian tentang hubungan antara sikap

penolakan orang tua dengan perilaku agresifremaja (Endang, 2000) menggunakan

teori dari Jersild (1968) dan hasilnya keduanya saling berhubungan dengan subjek

penelitian orang tua untuk sikap penolakan orang tuanya dan alat ukur dibuat

sendiri yang membuat hasil penelitian ini berbeda karena sikap penolakan orang

tua dihubungkan dengan penyesuaian diri dan alat ukur tentang persepsi remaja

terhadap sikap penolakan orang tua dibuat sendiri oleh penulis dengan

(29)

A. Penyesuaian Diri

1. Pengertian Penyesuaian Diri

Manusia selalu mendambakan kondisi yang seimbang dalam hidupnya,

yaitu adanya kesamaaan irama antara tuntutan diri dan lingkungan sekitar. Dalam

interaksi sosial, seseorang menginginkan suasana yang mendukung secara

psikologis sehingga kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin dapat tercapai.

Kenyataannya tidak semudah yang dibayangkan karena ada beberapa faktor yang

berpengaruh diantaranya adalah proses penyesuaian diri.

Schneiders (1964) membuat suatu batasan pengertian secara umum bahwa

penyesuaian diri merupakan suatu proses yang melibatkan respon-respon mental

dan perilaku dalam memenuhi kebutuhan dari dalam diri. Penyesuaian diri dapat

dikatakan sebagai usaha beradaptasi, menyesuaikan diri terhadap hati nurani

maupun norma sosial serta perencanaan dan pengorganisasian respon dalam

menghadapi konflik dan masalah. Penyesuaian diri didukung oleh adanya

kematangan emosi yang menyebabkan individu mampu untuk memberikan respon

secara tepat dalam segala situasi. Hurlock (1991) menyatakan bahwa penyesuaian

diri adalah kemampuan individu untuk memperlihatkan sikap serta tingkah laku

yang menyenangkan sehingga diterima oleh kelompok atau lingkungannya.

(30)

Menurut Hurlock (1991) kondisi yang diperlukan untuk mencapai

penyesuaian diri yang baik adalah bimbingan untuk membantu anak belajar

menjadi realistis tentang diri dan kemampuannya, bimbingan untuk belajar

bersikap bagaimana cara yang akan membantu penerimaan sosial dan kasih

sayang dari orang lain. Lazarus (1976) menjelaskan bahwa penyesuaian diri lebih

menekankan pada pentingnya perjuangan individu untuk menghadapi lingkungan

fisik dan sosialnya. Gunarsa (1988) memperjelas pendapat diatas dengan

mengatakan bahwa sejak lahir sampai mati tidak lain adalah perjuangan untuk

penyesuaian. Kesanggupan untuk menyesuaikan diri akan membawa seseorang

kepada kenikmatan hidup. Seseorang akan terhindar dari kegelisahan, kecemasan

dan ketidakpuasan sehingga akan hidup dan bekeria dengan semangat dan penuh

rasa kebahagiaan. Sebaliknya bagi mereka yang tidak bisa menyesuaikan diri

dapat menimbulkan ketegangan dan gangguan batin. Jika hal tersebut semakin

kronis dan terus menerus maka akan menimbulkan macam-macam penyakit atau

gangguan mental (Kartono, 1989).

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas maka penyesuaian diri dapat

didefmisikan sebagai sesuatu yang bersifat dinamis yang melibatkan unsur-unsur

kepribadian di dalamnya dan tingkah laku yang efektif untuk memahami atau

mengerti dan berusaha untuk melakukan apa yang diinginkan oleh dirinya

maupun oleh lingkungannya sehingga dapat tercapai keselarasan antara dirinya

(31)

2. Penyesuaian diri pada remaja

Dalam

melakukan

penyesuaian

diri

banyak

kondisi-kondisi

yang

mempengaruhi yaitu : kondisi fisik, emosi, rasa aman, ciri pribadi, penerimaan

diri, status sosial, keluarga. Remaja adalah individu yang berada pada suatu

periode perkembangan tertentu dalam perkembangan hidup manusia. Periode

perkembangan ini disebut dengan masa remaja. Remaja merupakan masa

peralihan antara masa anak dan masa dewasa yakni antara 12-21 tahun (Gunarsa,

1991). Pada masa transisi ini terjadi pertumbuhan pesat dalam diri remaja

menyangkut segala aspek seperti perubahan fisik, emosi, kognisi, keyakinan dan

moral. Hall (Gunarsa, 1991) mengemukakan bahwa masa remaja merupakan masa

penuh gejolak emosi dan ketidakseimbangan yang tercakup dalam "strom and

stress" dengan demikian remaja mudah terkenapengaruh lingkungan.

Penyesuaian diri dibutuhkan oleh setiap orang dalam tahap pertumbuhan

manapun dan lebih dibutuhkan pada usia remaja karena pada usia ini remaja

banyak mengalami kegoncangan dan perubahan dalam dirinya. Apabila seseorang

tidak berhasil menyesuaikan diri pada masa kanak-kanaknya dia dapat

mengejarnya pada usia remaja akan tetapi apabila tidak dapat menyesuaikan diri

pada usia remaja maka kesempatan untuk perbaikan itu mungkin akan hilang

untuk selama-lamanya, kecuali dengan pengaruh pendidikan dan usaha khusus.

Menurut Daradjat (1985) Hasil beberapa penelitian yang dilakukan untuk

mengetahui ciri-ciri kepribadian orang yang memiliki penyesuaian sosial antara

lain : suka bekerja sama dengan orang lain dalam suasana saling menghargai,

(32)

dalam sesuatu hal diantara teman-temannya, dan sebaliknya ciri-ciri orang yang

tidak bisa menyesuaikan diri diantaranya :suka menonjolkan diri, menipu, egois,

suka bermusuhan, merendahkan orang lain, buruk sangka dan sebagainya.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas maka kesimpulan dalam penelitian

ini ciri-ciri remaja yang bisa menyesuaikan diri : bisa menempatkan diri dengan

baik di dalam lingkungan baru, bisa bertanggung jawab terhadap lingkungan

masyarakat, mempunyai tujuan dan arah yang jelas dari perbuatannya,

bekerjasama dengan orang lain, bisa beradaptasi dengan baik, memiliki

pemahaman terhadap diri sendiri, ada penerimaan diri. Sedangkan ciri-ciri remaja

yang tidak bisa menyesuaikan diri : semangat hidup yang rendah, mengalami

kecemasan, mempunyai perasaan malu dan bersalah, rendah diri terhadap orang

lain, pemahaman diri yang rendah.

3. Jenis-jenis penyesuaian diri

Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dilepas dari

lingkungannya. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial menuntut untuk

mempunyai kemampuan penyesuaian diri. Usaha penyesuaian diri terhadap diri

sendiri dan lingkungannya yang dilakukan manusia dalam hidupnya sangat

beraneka regam dan dapat digolongkan ke dalam jenis penyesuaian diri tertentu.

Di satu sisi, manusia adalah makhluk individual atau personal. Pada lain sisi

manusia adalah makhluk sosial yang berinteraksi dengan lingkungannya, oleh

(33)

penyesuaian diri personal, penyesuaian diri sosial, penyesuaian diri marital dan

penyesuaian diri vokasional (Schneiders, 1964).

a.

Penyesuaian diri Personal

Penyesuaian diri personal merupakan penyesuaian diri yang diarahkan

kepada diri sendiri. Schneiders (1964) menyatakan bahwa penyesuaian diri

personal memuat 3 dimensi, yaitu :

1. Penyesuaian diri fisik dan emosi

Penyesuaian diri fisik dan emosi merupakan penyesuaian diri yang

melibatkan respon-respon fisik dan emosional. Dalam penyesuaian diri fisik

ini kesehatan fisik merupakan kebutuhan pokok untuk mencapai

penyesuaian diri yang sehat yaitu istirahat yang cukup terjamin, latihan fisik

dan rekreasi, kontrol terhadap berat badan. Dikemukakan oleh Schneiders

bahwa kesehatan fisik ini sangat berhubungan dengan kesehatan emosi dan

penyesuaian diri yaitu adekuasi emosi, kematangan emosi dan kontrol

emosi.

2. Penyesuaian diri seksual

Penyesuaian diri seksual merupakan penyesuaian diri sebagai reaksi

terhadap realitas seksual (impuls-impuls, nafsu, pikiran, konflik-konflik,

frustrasi, perasaan bersalah dan perbedaan seks) dalam suatu kematangan,

terintegrasi cara berdisiplin yang conform dengan tuntutan moralitas dan

masyarakat. Kapasitas tersebut memerlukan perasaan, sikap sehat yang

(34)

heteroseksual yang adekuat, kontrol yang ketat dari pikiran dan perilaku, dan

identifikasi diri yang sehat dengan peranan seks.

3. Penyesuaian diri moral danreligius

Moralitas adalah kapasitas untuk memenuhi moral kehidupan secara

efektif dan bermanfaat yang dapat memberi kontribusi ke dalam kehidupan

yang baik. Karena itu diperlukan beberapa hal yaitu penerimaan, introspeksi

dan nilai-nilai untuk kematangan personal dan moralitas subjektif; integrasi

impuls-impuls sesuai, keinginan-keinginan dan kebutuhan; aplikasi

prinsip-prinsip dan nilai-nilai konstan untuk resolusi konflik-konflik mental dan

ekspresi tingkah laku yang sesungguhnya; integrasi nilai moral dengan nilai

spiritual dan religius; dan tingkat disiplin diri yang tinggi yang dapat secara

efektifdiekspresikan dalam tingkah laku moral,

b. Penyesuaian diri Sosial

Schneiders (1964) mengemukakan bahwa rumah, sekolah dan masyarakat

merupakan aspek khusus dari kelompok sosial dan melibatkan pola-pola

hubungan diantara kelompok tersebut dan saling berhubungan diantara ketiganya.

Penyesuaian diri di rumah dan keluarga yang baik menekan persyaratan yang pasti

yaitu : hubungan yang sehat antara keluarga, menerima otoritas orang tua yang

mengarah disiplin, kapasitas untuk mengambil tanggung jawab dan menerima

pembatasan atau pelarangan, berusaha membantu keluarga baik secara individual

maupun kelompok dan berkenaan dengan sukses di sekolah, dan emansipasi yang

bersifat gradual terhadap rumah dan kebebasan yang tumbuh pada anak dalam

keluarga adalah penting, meskipun dibutuhkan kerjasama dan partisipasi

(35)

kelompok. Perhatian dan penerimaan minat dan partisipasi pada fungsi dan

aktivitas di sekolah, manfaat hubungan dengan teman sekolah, guru dan konselor,

penerimaan keterbatasan dan tanggung jawab, membantu sekolah untuk

merealisasikan tujuan instrinsik dan ekstrinsik merupakan cara dalam penyesuaian

diri terhadap sekolah dapat direalisasikan secara efektif. Selanjutnya penyesuaian

diri terhadap masyarakat dilandasi oleh pemikiran bahwa kehidupan seseorang di

masyarakat merupakan kelanjutan dari kehidupan keluarga. Penyesuaian sosial

menandakan kapasitas untuk menjalin secara efektif dan sehat terhadap realitas

yaitu : mengenal dan menghormati secara benar orang lain dalam masyarakat,

berjalan terus dengan orang lain mengembangkan persahabatan yang abadi,

interest dan simpati terhadap kesejahteraan orang lain, berbuat kebajikan dengan

amal dan altruisme dan respek terhadap nilai dan integrasi terhadap hukum, tradisi

dan adat istiadat.

c. Penyesuaian diri Marital atau perkawinan

Penyesuaian diri marital atau perkawinan pada dasarnya adalah membangun

kehidupan yang efektif dan bermanfaat dalam ikatan yang bertanggung jawab,

sertamembangun hubungan dan harapan perkawinan.

d. Penyesuaian diri Jabatan atau vokasional

Dikatakan oleh Schneiders bahwa penyesuaian diri vokasional berhubungan

erat dengan penyesuaian diri akademis. Kriteria penyesuaian diri jabatan adalah

ekspresi yang adekuat dari kemampuan, bakat dan minat; kepuasan kebutuhan

psikologis yang mendasar; kepuasan pekerjaan dan keberhasilan dari tujuan

(36)

Berdasarkan pendapat Schneiders di atas maka dalam penelitian ini yang

menjadi fokus adalah jenis penyesuaian diri personal dan sosial. Penyesuaian diri

personal dibatasi pada penyesuaian diri fisik dan emosi, seksual, moral dan

religius sedangkan penyesuaian diri sosial dibatasi pada penyesuaian diri terhadap

rumah atau keluarga, sekolah dan masyarakat.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri pada remaja

Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju

dewasa. Menurut Hurlock (Mappiare, 1982) rentangan usia remaja antara 13-21

tahun. Monks, dkk (1982) mengatakan bahwa remaja berada dalam tempat

marginal dengan usia 12-18 tahun dan masih dapat diperpanjang sampai usia 21

tahun. Pada periode ini banyak perubahan yang dialami oleh remaja yaitu

perubahan yang sifatnya biologis, psikologis dan sosial. Remaja diharapkan

mampu menyesuaikan perubahan itu baik yang bersifat intern maupun ekstern.

Tidak semua remaja mampu menyesuaikan perubahan-perubahan itu, bahkan

banyak remaja yang mengalami kegagalan dalam menghadapi masa peralihan

tersebut. Karena secara psikologis emosi remaja belum stabil dan mudah

terganggu maka remaja butuh pertolongan dari orang tua dalam menghadapi

masalah kehidupan barunya.

Menurut Schneiders (1964) ada empat faktor yang berpengaruh terhadap

penyesuaian diri seseorang yaitu :

(37)

Gambaran jasmani dan kondisi tubuh, besar pengaruhnya terhadap

penyesuaian diri. Hambatan fisik seperti sering sakit dan badan lemah akan

mengganggu proses penyesuaian diri remaja. Biasanya remaja yang sehat

mempunyai penyesuaian diri yang baik daripada individu yang mengalami

gangguan penyakit jasmani.

b. Perkembangan dan kematangan

Salah satu perubahan yang terjadi pada remaja adalah pertumbuhan fisik

yang cepat. Kemasakan fisik remaja dapat ditandai dengan adanya

perubahan-perubahan struktur badaniah dan tanda-tanda lain yang

menyerupai orang dewasa. Apabila remaja mengalami perkembangan fisik

yang terlalu cepat dapat menimbulkan masalah dan ketegangan-ketegangan

psikologis. Ketegangan itu terlihat dalam sikap dan wajahnya. Semakin

menyimpang dari hal-hal yang jelas terlihat semakin merasa abnormal. Bagi

remaja perkembangan fisik yang menyimpang merupakan suatu sumber

penderitaan dalam proses penyesuaian diri. Perubahan-perubahan lain yang

bersifat biologis yaitu berkaitan dengan mulai bekerjanya organ-organ

reproduksi. Menurut Hurlock (Mappiare, 1982) alat-alat reproduksi itu siap

berfungsi untuk melangsungkan keturunan. Pada masa ini remaja mengalami

dorongan seksual yang kuat. Remaja diharapkan mampu menyelaraskan

antara dorongan seksual dengan norma masyarakat. Remaja yang telah

mengalami kemasakan seksual dan nyata-nyata menyimpang dari norma

sangat besar kemungkinan mengalami ketidakbahagiaan dalam waktu yang

(38)

agak lama. Penyimpangan kemasakan seksual membawa masalah-masalah

personal dan sosial.

c. Kondisi Psikologis

Remaja mempunyai bermacam-macam kebutuhan psikologis, namun ada

tiga kebutuhan yang sangat dominan diantaranya adalah kebutuhan rasa

aman, kebutuhan kasih sayang dan kebutuhan harga diri. Bila

kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat terpenuhi maka remaja menjadi bahagia hidupnya,

sebaliknya apabila kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka

remaja menjadi gelisah, cemas, tidak bahagia dan terganggu penyesuaian

terhadap diri dan lingkungannya.

d. Kondisi Lingkungan

Lingkungan dalam hal ini adalah menyangkut lingkungan keluarga, sekolah

dan masyarakat. Ketiga lingkungan ini sangat berperan dalam kehidupan

pada setiap remaja terutama dalam hal pembinaan kepribadian yang

diberikan melalui pendidikan moral dan agama. Apabila informasi yang

diterima berbeda-beda antara satu dengan yang lain akan menyebabkan

kebingungan pada diri remaja dan bisa mengakibatkan penyesuaian diri

yang kurang sehat.

Menurut Hurlock (1991) ada empat faktor yang mempengaruhi penyesuaian

diri yaitu:

a. Tergantung dimana anak itu dibesarkan yaitu kehidupannya di dalam

keluarga. Bila di dalam keluarga tersebut dikembangkan perilaku sosial

yang baik, maka anak akan mendapatkan pengalaman perilaku sosial yang

(39)

baik, sehingga pengalaman ini akan menjadi pedoman yang membantu anak

untuk melakukan penyesuaian diri dan sosial yang baik di luar rumah.

b. Model yang diperoleh anak di rumah terutama dari orang tuanya. Anak

biasanya akan meniru perilaku dari model yang ada di rumah. Bila anak

merasa ditolak oleh orang tuanya atau meniru perilaku orang tua yang

menyimpang, maka anak akan cenderung mengembangkan kepribadian

yang tidak stabil, agresif yang mendorong mereka untuk melakukan

tindakan yang menyimpang atau bahkan kriminalitas ketika beranjak

dewasa.

c. Motivasi untuk belajar melakukan penyesuaian diri dan sosial. Motivasi ini

dapat ditimbulkan dari pengalaman sosial awal yang menyenangkan baik di

rumah atau di luar rumah.

d. Bimbingan dan bantuan yang cukup dalam proses belajar penyesuaian diri.

Tallent (1978) mengemukakan empat faktor yang dapat mengganggu

penyesuaian diri diantaranya:

a. Frustrasi yaitu kegagalan individu dalam mencapai tujuan karena adanya

hambatan-hambatan, faktor-faktor yang dapat menghambat pencapaian

tujuan dapat disebabkan kondisi fisik, kondisi psikis dan situasi yang tidak

memungkinkan.

b. Konflik yaitu adanya pertentangan tujuan pada saat yang sama. Konflik dapat

terjadi karena dalam pemuasan dorongan mengalami benturan dua pilihan

(40)

dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama tidak mengenakkan tetapi

harus memilih salah satu.

c. Bahaya yaitu hal-hal yang dapat mengganggu keselamatan diri individu

sehingga menimbulkan ketakutan-ketakutan bahaya fisik yang tampaknya

lebih ringan dibandingkan dengan bahaya psikologis. Bahaya psikologis

yang paling umum terjadi adalah kecenderungan untuk mengembangkan

konsep diri yang kurang baik, berprestasi rendah tidak mau menerima

perubahan jasmani atau peran seks yang dimiliki.

d. Stres yaitu tekanan yang dapat mengganggu fungsi kepribadian yang

adekuat. Stres secara psikologis disebabkan oleh bermacam-macam faktor

diantaranya putus asa karena tidak memperoleh kasih sayang orang tua,

perceraian dan konflik. Secara psikologis stres akan mengakibatkan

kecemasan, tidak mampu berkonsentrasi, aktivitas intelektual terganggu,

kehilangan keinginan-keinginan, depresi atau psikosis. Secara fisiologis

stres dapat mengakibatkan perubahan-perubahan seperti ketegangan otot,

tangan gemetar, berkeringat, gagap dalam berbicara, jantung berdebar, sakit

perut, bahkan bisa terkena serangan jantung.

Penyesuaian diri remaja berkaitan dengan perubahan yang sedang terjadi

dalam dirinya. Kebutuhan pada masa remaja meningkat karena perilaku fisik,

psikis dan sosialnya. Selain kebutuhan fisik yang diperlukan dalam proses

penyesuaian diri remaja, pemenuhan kebutuhan psikologis merupakan suatu hal

yang penting dalam proses penyesuaian diri remaja. Martaniah (1975)

(41)

remaja yaitu kebutuhan rasa aman, kebutuhan kasih sayang dan kebutuhan harga

diri. Kebutuhan-kebutuhan tersebut apabila dapat terpenuhi akan membawa

remaja ke jenjang kedewasaan yang sehat dan positif, merasakan kesesuaian dan

keselarasan baik dengan dirinya maupun dengan lingkungannya. Sebaliknya

sebagai ketidakpuasan karena kurang terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan di atas

akan menimbulkan kekecewaan pada remaja. Akibat kurang berhasilnya

pemuasan remaja selama di dalam lingkungan keluarga dan kurang percayanya

remaja akan kasih sayang orang tua terhadap dirinya, hal ini berakibat terhadap

perkembangan kepribadian remaja. Akibat selanjutnya remaja kurang dapat

menyesuaikan dengan dirinya dan lingkungannya.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, maka dalam penelitian ini

faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri dapat dikelompokkan menjadi

dua yaitu : faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam individu yang

meliputi sifat dasar (kondisi psikis dan fisik), motivasi, perbedaan perorangan

(intelektual, emosional, moral dan religi) dan determinan psikologis (pengalaman,

hasil belajar dan kondisioning); faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal

dari lingkungan atau dari luar diri individu, baik yang berasal dari lingkungan

rumah atau keluarga maupun lingkungan sekolah.

B. Sikap Penolakan Orang Tua

1. Pengertian Persepsi

Sejak individu dilahirkan, sejak itu juga individu secara langsung

(42)

menerima stimulus atau rangsang dari luar di samping dari dalam dirinya

sendiri. Individu mengenali dunia luar dengan menggunakan alat inderanya.

Bagaimana individu dapat mengenali dirinya sendiri maupun keadaan

sekitamya, hal tersebut berkaitan dengan persepsi (Walgito, 2002). Persepsi

merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan yaitu merupakan

proses yang berwujud diterimanya stimulus oleh individu melalui alat

reseptornya. Stimulus tersebut lalu diteruskan ke pusat susunan syaraf yaitu

otak dan terjadilah proses psikologis sehingga individu menyadari apa yang

dilihat dan didengarnya. Menurut Davidoff (Walgito, 2002) stimulus yang

diindera itu oleh individu diorganisasikan, kemudian diinterpretasikan

sehingga individu menyadari, mengerti tentang apa yang diindera itu.

Persepsi menurut Chaplin (2000) adalah proses mengetahui atau mengenali

objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera atau proses yang

didahului oleh penginderaan dengan penambahan arti-arti yang berasal dari

pengalaman masa lalu.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi

merupakan suatu tanggapan individu terhadap suatu kejadian, benda, tingkah laku

manusia yang ditemuinya sehari-hari berdasarkan pengamatan terhadap informasi

yang masuk dalam dirinya dengan menggunakan indera-indera yang dimilikinya.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

Mar'at (1981) mengemukakan bahwa persepsi dipengaruhi oleh

(43)

terhadap suatu objek psikologis dengan kacamatanya sendiri yang diwarnai

oleh nilai kepribadian individu. Objek psikologis yang dimaksud adalah

seperti kejadian, ide-ide atau situasi tertentu, faktor pengalaman, proses

belajar atau sosialisasi memberikan bentuk dan struktur terhadap apa yang

dilihat, sedangkan pengetahuan dan cakrawala memberikan arti terhadap

objek psikologis tersebut. Selanjutnya akan timbul ide serta konsep

mengenai apa yang dilihat. Walgito (2002) juga mengemukakan adanya

faktor-faktor yang berpengaruh dalam persepsi yaitu antara lain : a. faktor

objek atau stimulus, b. faktor individu, dan c. faktor lingkungan atau faktor

situasi.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa persepsi

seseorang dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yaitu yang berasal dari dalam

dan dari luar. Faktor dalam diri seseorang seperti minat, bakat, inteligensi, sikap

dan kepercayaan. Faktor dari luar adalah lingkungan keluarga, teman sebaya dan

masyarakat dimana seseorang tinggal.

3. Persepsi remaja terhadap penolakan orang tua

Sikap terbentuk melalui persepsi dan persepsi beipengaruh terhadap

sikap seseorang. Penolakan orang tua terhadap remaja dan sikap remaja

terhadap orang tuanya terbentuk melalui persepsi dan berlangsung secara

interaksional. Sikap dan perilaku remaja akan mempengamhi sikap orang

tua terhadap remaja dan sebaliknya sikap dan perilaku orang tua akan

(44)

Orang tua yang menolak remaja cenderung mempunyai sikap yang tidak

memberikan kasih sayang dan keamanan psikologis serta tidak memberikan

rasa percaya diri sehingga remaja akan merasa takut menyatakan

pendapatnya, tidak menghargai kemampuan dirinya, tidak bisa

menyesuaikan diri secara baik dengan lingkungan sekitamya. Hal ini

berhubungan dengan persepsi remaja kepada orang tuanya. Persepsi remaja

yang merasa ditolak oleh orang tuanya akan mempengaruhi perkembangan

remaja di lingkungannya yang bisa berakibat buruk bagi penyesuaian diri

remaja itu sendiri.

4. Pengertian Sikap Penolakan Orang Tua

Manusia merupakan makhluk individual sekaligus makhluk sosial.

Perjalanan hidup manusia senantiasa berusaha untuk memenuhi kebutuhan

pribadinya mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya dan berinteraksi

dengan orang lain. Interaksi pertama yang dilakukan oleh manusia yang baru lahir

adalah dengan keluarganya. Bagi anak keluarga bukan sekedar kelompok yang

terdiri dari ibu, ayah dan anak serta saudara-saudaranya. Keluarga merupakan

suatu ikatan yang memberikan jaminan rasa aman serta pemuasan lahiriah dan

batiniahnya. Dalam kehidupan keluarga anak memperoleh dasar-dasar nilai

kehidupan dan kepribadiannya (Meichati, 1978). Anak akan menginternalisasi

sikap yang dialaminya dan perasaan orang tua terhadapnya. Selanjutnya anak akan

mengambil sikap-sikap tersebut dan menjadikannya sebagai sikap terhadap

dirinya sendiri (Poland, 1974). Menurut Hurlock (1993) penolakan dapat

(45)

banyak dari anak dan sikap bermusuhan yang terbuka. Jersild (Endang, 2000)

mengatakan penolakan anak adalah suatu kondisi dari anak yang tidak diinginkan

dan tidak dicintai oleh orang tuanya, yang bentuk penolakannya mulai dari

pengabaian sampai pada penganiayaan yang kejam. Symonds (Gerungan, 2002)

berpendapat sikap penolakan orang tua terhadap anaknya diperlihatkan atau

ditandai dengan sikap menyesal dan tidak setuju karena beberapa sebab dengan

adanya anak, mudah memperkembangkan ciri-ciri agresifitas dan tingkah laku

bermusuhan pada anak tersebut dan juga gejala-gejala menyeleweng seperti

berbohong dan mencuri dapat berkembang karena sikap penolakan orang tuanya.

Hubungan antara orang tua dan anak merupakan hubungan timbal balik.

Untuk dapat menciptakan hubungan yang memuaskan, kedua belah pihak

mempunyai peran penting. Hubungan yang memuaskan antara orang tua dan anak

ditandai dengan adanya saling percaya, saling mengerti dan saling menerima

Wahyuni (Gunarsa, 1985). Melalui hubungan yang penuh perlindungan dan

suasana hangat dengan orang tuanya, anak memperoleh kepuasan, membangun

basic trust, perasaan aman serta mengembangkan egonya. Dengan pribadi yang

sehat ini anak dapat memiliki perasaan percaya baik terhadap diri sendiri maupun

terhadap dunia luar. Dalam mempertahankan hubungan dengan anaknya orang tua

perlu memperhatikan kebutuhan-kebutuhan seorang anak, baik kebutuhan fisik

maupun kebutuhan psikisnya. Salah satu kebutuhan psikis yang sangat penting

adalah kasih sayang, ketentraman dan penerimaan (Daradjat, 1985). Pada

dasarnya hubungan antara orang tua dengan anak tergantung pada sikap orang tua.

Sikap orang tua mempengaruhi cara mereka memperlakukan anaknya dan

(46)

sebaliknya perlakuan orang tua mempengaruhi sikap anak terhadap orang tuanya.

Sikap orang tua yang positif akan memberikan hubungan orang tua dengan anak

yang jauh lebih baik dibandingkan bila sikap orang tua tidak positif. Penyesuaian

yang buruk pada anak maupun orang dewasa dapat dipengaruhi oleh sikap orang

tua yang buruk. Penolakan orang tua merupakan salah satu faktor yang

menentukan penyesuaian pribadi dan sosial anak demikian menurut Hurlock. Inti

dari perlakuan orang tua yang dibutuhkan anak adalah sikap mereka yang penuh

cinta kasih dan menerima mereka apa adanya. Jika orang tua bisa menerima

seorang anak karena penampilan, kemampuan, kinerja atau kelebihan lain yang

dimiliki anak, maka orang tua dapat menerima anak apa adanya dengan segala

kekurangan dan kelebihannya. Penolakan orang tua ditandai oleh kurangnya

perhatian dan kasih sayang terhadap anak (Hurlock, 1993). Orang tua yang

menolak anaknya biasanya tidak memperhatikan perkembangan kemampuan dan

minat anaknya. Penolakan orang tua tersebut berpengaruh negatif terhadap

perkembangan anak. Anak yang ditolak umumnya fhistasi, cemas, emosi tidak

stabil, kurang percaya diri dan tidak bersosialisasi dengan baik. Dari uraian diatas

dapat disimpulkan bahwa sikap penolakan orang tua timbul karena orang tua tidak

menginginkan dan tidak mencintai anaknya, sehingga orang tua memperlihatkan

sikap pengabaian, permusuhan bahkan bisa sampai pada tingkat penganiayaan.

5. Sebab-sebab Sikap Penolakan Orang Tua

Menurut Jersild (Endang, 2000) banyak hal yang dapat menyebabkan orang

(47)

1. Kehidupan rumah tangga orang tua

Proses dan kehidupan rumah tangga orang tua sangat mempengaruhi cara

mereka memperlakukan anaknya. Salah satu faktor yang menyebabkan

adalah perkawinan yang tidak bahagia. Kehidupan perkawinan yang tidak

bahagia dapat disebabkan karena pernikahan yang terpaksa atau dipaksa,

adanya perpisahan karena perceraian atau kematian salah satu pasangan.

Kekecewaan dalam kehidupan perkawinan orang tua dapat menyebabkan

orang tua membenci anak yang dilahirkan sehingga melahirkan suatu

penolakan kepada anaknya sendiri.

2. Harapan orang tua yang tidak terpenuhi

Setiap orang tua memiliki harapan terhadap anak-anaknya. Dalam

kenyataannya tidak semua anak dapat memenuhi atau sesuai dengan yang

diharapkan orang tuanya. Hal-hal yang dapat menyebabkan harapan orang

tua tersebut tidak terpenuhi antara lain sebagai berikut:

a.

Jenis kelamin anak

Bila jenis kelamin anak yang dilahirkan tidak sesuai dengan harapan

orang tua, orang tua dapat menjadi acuh tak acuh terhadap anak yang

dilahirkannya.

b.

Anak cacat

Bagi orang tua yang tidak dapat menerima bahwa anaknya cacat akan

memiliki suatu perasaan malu sehingga menolak anaknya dan

(48)

orang tua, karena anak yang cacat membutuhkan lebih banyak bantuan,

perhatian dan kasih sayang dari orang tua.

c Kehadiran anak yang belum atau tidak diinginkan

Jika anak yang dilahirkan tidak sesuai dengan rencana orang tua akan

mempersulit posisi anak karena biasanya orang tua akan sulit untuk

mengasihi anaknya, hal ini dapat dicontohkan bila orang tua khususnya

ibu yang berkarier namun harus melahirkan anaknya akan membuat ibu

menolak anaknya karena dianggap menghambat kariernya.

d. Kegagalan anak berprestasi

Orang tua yang sangat mengharapkan anaknya berprestasi untuk

memenuhi hasrat dan ambisinya akan kecewa bila anaknya tidak dapat

memenuhi harapannya.

3. Faktor ekonomi

Bila anak yang lahir dianggap sebagai penambah beban ekonomi keluarga

maka orang tua akan cenderung bersikap tidak mempedulikan kebutuhan

anaknya sehingga terkesan mengabaikan anaknya.

4. Hal-hal yang berhubungan dengan pribadi orang tua

a. Korbanperkosaan

Seorang wanita yang mengandung akibat dari mengalami bentuk

kekerasan seksual atau korban perkosaan akan membenci anak yang

dilahirkannya, karena anak tersebut akan mengingatkannya kepada

kejadian yang dialaminya.

(49)

Bila seorang ibu merasakan hal-hal yang tidak menyenangkan pada saat

kelahiran anaknya akan cenderung membuatnya tidak menyukai anak

yang dilahirkannya.

c. Abortus yang gagal dilakukan

Tindakan abortus (diluar hal-hal yang diizinkan kode etik di Indonesia)

mengandung suatu arti penolakan terhadap janin (bakal anak) yang

dikandung. Bila aborsi yang dilakukan gagal kecenderungan orang tua

untuk menolak anaknya akan lebih besar, meskipun tidak terlepas

kemungkinan karena merasa bersalah ingin menggugurkan anaknya

yang dalam kenyataan dapat lahir dengan selamat akan memanjakan

anaknya dengan tujuan menghilangkan perasaan bersalahnya.

d. Beban kerja yang bertambah dengan kelahiran anak

Orang tua yang menganggap bahwa kelahiran anaknya menambah beban

pekerjaannya di rumah dapat menimbulkan perlakuan yang kurang baik

terhadap anaknya yang dianggap menjadi penyebab kelelahan fisik orang

tuanya.

e. Penolakan karena kepribadian orang tua

Keadaan kepribadian orang tua akan mempengaruhi cam mereka dalam

memperlakukan anaknya. Pengaruh karakter dan sifat orang tua dapat

menyebabkan orang tua yang mungkin tanpa sadar melakukan penolakan

(50)

6. Bentuk-bentuk Sikap Penolakan Orang Tua

Menurut Jersild (Endang, 2000) bentuk sikap penolakan orang tua ini dapat

dideskripsikan sebagai berikut:

a. Membuat anak hidup dalam rasa tidak aman

Orang tua yang menolak anaknya membiarkan anak hidup penuh dengan

ketakutan dan rasa tidak aman. Berbagai cara dilakukan orang tua dengan

sengaja untuk membuat anaknya hidup dalam kepedihan dan kesukaran,

misalnya dengan mengintimidasi, mengancam, sering mengecam dan juga

mengkritik anaknya secara terus menerus sehingga anak merasa sangat

tidak aman dan hidup dalam ketakutan karena tekanan yang diberikan orang

tuanya.

b. Bersikap tidak adil

Orang tua yang selalu membandingkan anak dengan anak-amk lainnya

akan memberikan rasa penolakan terhadap anaknya. Orang lua sertag ^

meliha, kesatahan-kesalahan yang dibua, anaknya tanpa berusaha timbang

rasa dalam menilai kesalahan anaknya.

c. Tidak memberikan perhatian pada anak

Orang ,„a ya„g tidak memberikan perhatian kepada a^tk merupakan «,

bentuk penolakan. Perhatian yang dimaksud ^

^

^ ^ ^

yang dibutuhkan analcnya, baik berupa kebutuhan fisik maupun kebutuhan

psikisnya. Kebutuhan fisik ini aman, lain dengan mencukupi kebutuhan

sehari-hari sepeni makanaa pakaian, uang dan sebagainya. Kebutuhan

(51)

mendukung anak pada saat membutuhkan, memberikan pendidikan,

menasehati, mengajar anak dan sebagainya.

d. Menghindari pertemuan dengan anak

Orang tua yang tidak menyukai anaknya sering menghindari pertemuan

dengan anaknya. Pada tingkat yang ringan, orang tua akan mengatur

waktunya sehingga frekuensi pertemuan dengan anaknya sangat jarang, ada

kemungkinan juga orang tua akan menitipkan anaknya pada keluarga lain,

di asrama atau sekolah untuk anak nakal dengan dalih untuk mendidik anak

agar disiplin. Pada tingkat yang lebih ekstrim, orang tua akan mengusir

anaknya sehingga tidak perlu bertemu dan tidak bertanggung jawab

terhadap kehidupan anaknya

e. Seringmenghukum secarafisik

Hukuman fisik sering digunakan untuk menyatakan rasa penolakan dan

kebencian orang tua terhadap anak. Hukuman ini dapat berupa mengunci

anak dalam kamar atau gudang, menampar, memukul, menendang bahkan

sampai padapenganiayaan.

f Selalu memberikan apa yang diinginkan anak

Memberikan apa yang diinginkan anak dengan dalih "sayang" adalah hal

yang lazim terdengar, namun yang sering terjadi adalah orang tua memberi

secara berlebih-lebihan agar anak menjadi diam dan tidak mengganggu

orang tuanya.

(52)

Kasih sayang yang diberikan orang tua kepada anak berdasarkan

syarat-syarat tertentu yang harus dilakukan oleh anak, seperti mengasihi atau

memuji anak hanya bila anak berprestasi, rajin dan sebagainya.

Meskipun demikian, orang tua yang melakukan salah satu bentuk dari

penjelasan di atas tidak selalu berarti menolak anaknya tetapi bila banyak hal di

atas dilakukan oleh orang tua, dapat dipastikan bahwa orang tua memperlakukan

anaknya dengan sangat tidak ramah dan tidak bersahabat serta dengan suatu cara

permusuhan.

C Hubungan a„,ara Persepsl Remaja ,erhadap ^

pe|10|akaD ^^

Tua dengan Penyesuaian Diri pada Remaja

Beterapa masalah dalam pembentukan dan perkembangan penyesuaian diri

seseorang merupakan hal yang terba™ dari dalam keluarga. Pergaulan di dalam

keluarga akan menjadi dasar untuk pergaulan antar manusia dengan masyarakat

sosial yang febih luas. Pemenuhan kebutuhan dasar fisik, psikis dan sosial akan

tercermin dalam hubungan kasih sayang yang selanjutnya akan memberikan pada

remaja suatu rasa an™, rasa diterima dan rasa diakui adanya. Meichati (1978)

ntengemukakan bah™ dalam keluargalah dimulainya penanaman dasar^asar

penyesuaian diri sprang, karena bila seseorang sudah terbiasa melakukan

penyesuaian diri secara baik dengan keluarga maka akan lebih mudah dapa,

menyesuaikan diri dengan lingkungannya di luar keluarga.

Keberhasilan remaja dalam membentuk tingkah laku secan, tepa, di

Gambar

Tabel 1. Distribusi ButirSkala Penyesuaian Diri pada Remaja
Grafik Normalitas Penyesuaian Diri Std. Dev = 5.51 Mean = 87.8 N = 92.00 70.0 75.0 80.0 85.0 90.0 95.0 100.0 72.5 77.5 82.5 87.5 92.5 97.5 PD

Referensi

Dokumen terkait

Hasil perhitungan product moment dari Pearson diperoleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,486 dengan signifikan p = 0,000 (p&lt;0,01) artinya ada hubungan positif yang

Hasil analisis product moment dari pearson oleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,608 dengan signifikansi p = 0,000 (p &lt; 0,01) artinya ada hubungan positif yang

Hasil analisis product moment dari pearson dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,741 dengan signifikansi p = 0,000 (p &lt; 0,01) artinya ada hubungan positif yang

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan Korelasi Product Moment Pearson pada taraf signifikansi 5% dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh positif dan

Artinya terdapat korelasi yang signifikan antara interaksi guru dan siswa dengan kenakalan remaja, Perahtian orang tua berkorelasi dengan kenakalan remaja ditunjukkan dengan nilai

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson menunjukkan nilai koefisien korelasi (r) antara variabel X

Uji korelasi persepsi terhadap pola asuh permisif mengabaikan dengan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja, menunjukan bahwa nilai p= 0,000 &lt; 0,01

Berdasarkan hasil analisis teknik korelasi product moment Pearson diperoleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,808 dan p = 0,000 (p &lt; 0,05) artinya ada