• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sampai dengan Desember tahun 2014 adalah ,98

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sampai dengan Desember tahun 2014 adalah ,98"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Luas daratan kawasan hutan berdasarkan rekapitulasi Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Indonesia, sampai dengan Desember tahun 2014 adalah 120.981.305,98 hektar atau sekitar 64,38% dari luas daratan Indonesia (Statistik Kemen LHK, 2014). Kondisi tersebut telah mengalami banyak penurunan antara lain disebabkan oleh degradasi dan deforestasi yang mengakibatkan hilang atau berkurangnya kegunaan atau potensi kegunaan lahan untuk mendukung kehidupan (Barrow, 1991).

Tingginya tingkat kerusakan hutan berdasarkan hasil analisis Forest Watch Indonesia (FWI, 2015) dalam tiga periode yakni 2 juta hektar pertahun selama kurun waktu 1980-1990; 1,5 juta hektar pertahun selama 2000-2009; dan 1,1 juta hektar pertahun pada periode 2009-2013. Kerusakan hutan dimaksud terjadi pada seluruh fungsi kawasan hutan termasuk pada kawasan hutan konservasi.

Berdasarkan data statistik kehutanan (2014) luas kawasan hutan konservasi adalah 27.434.341,27 hektar, dimana lahan ini terbagi menjadi taman nasional, suaka margasatwa, cagar alam, taman buru, dan taman wisata alam. Permasalahan yang sering muncul dalam kawasan hutan konservasi adalah konsep pengelolaan yang sangat sentralistik dan bersifat top-down. Penguasaan sumberdaya hutan menjadi sumberdaya alam milik

(2)

2

negara telah mengarah pada: (1) lemahnya kapasitas monitoring dan kontrol institusi negara terutama pada sumberdaya yang berskala luas, dan (2) pemanfaatan sumberdaya yang terjebak pada kondisi de facto open access serta kecenderungan para pihak berlomba memanfaatkan

sumberdaya alam sebesar-besarnya untuk kepentingan masing-masing (Rustiadi, 2005).

Permasalahan pengelolaan sumberdaya hutan disebabkan oleh banyaknya kepentingan dalam pengelolaan, baik kepentingan masyarakat, swasta dan pemerintah yang saling berkaitan satu sama lain (Awang, 2003) sehingga kerusakan hutan tidak dapat dihindari. Lebih dalam lagi, kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia saat ini merupakan kelanjutan dari kisah kompleksitas dan ruwetnya masalah pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya hutan di tiga era sekaligus yaitu era krisis ekonomi berkepanjangan, era reformasi dan era desentralisasi yang setengah hati (Iskandar dan Nugraha, 2004). Penggunaan kawasan hutan non-prosedural merupakan salah satu penyumbang terhadap kerusakan

hutan Indonesia saat ini, seperti halnya permasalahan penggunaan kawasan hutan yang terjadi pada Suaka Margasatwa Balai Raja (SMBR) di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 173/Kpts-II/1986 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Provinsi Riau, luas kawasan SMBR ± 18.000 hektar dimana di dalamnya memiliki potensi keanekaragaman jenis flora dan fauna. Penunjukan kawasan tersebut

(3)

3

bertujuan sebagai upaya perlindungan dan pelestarian Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus). Namun berdasarkan fakta yang ada potensi alam di kawasan hutan konservasi SMBR dari tahun ke tahun semakin berkurang. Hal ini diketahui dari kondisi penutupan lahan hutan yang semakin menurun yaitu pada tahun 1986 tutupan hutan sekitar 16.000 hektar berubah menjadi 200 hektar pada tahun 2015 (Kompas, 2015). Keadaan tersebut diindikasi sebagai akibat dari aktivitas manusia dalam bentuk penggunaan kawasan hutan non-prosedural, bahkan sampai pada pendirian aset-aset bernilai yang sifatnya permanen. Penggunaan kawasan hutan non-prosedural tersebut merupakan penggunaan kawasan hutan tanpa memiliki legalitas hukum di bidang kehutanan (Khan et al. 2010).

Beberapa aktivitas illegal penggunaan kawasan hutan di dalam SMBR diduga berupa kegiatan usaha migas, perambahan dan penguasaan lahan oleh banyak pihak. Berbagai aktivitas tersebut dipicu oleh terbukanya akses menuju kawasan SMBR, sehingga mengancam terhadap keberlangsungan habitat Gajah Sumatera. Penggunaan kawasan hutan yang tidak terkendali sebagaimana dikemukakan oleh Rositter (1996) dapat mengarahkan pada inefisiensi pemanfaatan sumber daya alam, rusaknya sumber daya lahan, kemiskinan dan masalah sosial lainnya.

Terkait dengan kebijakan penggunaan kawasan hutan, sesuai dengan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dan UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan

(4)

4

Pemberantasan Perusakan Hutan bahwa penggunaan kawasan hutan di dalam kawasan hutan konservasi tidak diperkenankan. Sehubungan dengan peraturan tersebut, berdasarkan data dan informasi penggunaan kawasan hutan, sampai dengan saat ini tidak terdapat Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) di dalam kawasan SMBR (Kemen LHK, 2015).

Permasalahan penggunaan kawasan hutan pada kawasan SMBR merupakan permasalahan yang dilematis, pada satu sisi pemerintah mewajibkan IPPKH untuk setiap penggunaan kawasan hutan namun pada sisi lain peraturan perundang-undangan melarang kegiatan penggunaan kawasan hutan di dalam kawasan hutan konservasi. Tidak berhenti pada permasalahan tersebut, keberadaan historis dari suatu kawasan disinyalir cenderung diabaikan oleh pemerintah terutama dalam pengambilan kebijakan penunjukkan dan penetapan kawasan hutan SMBR. Tiga pilar pembangunan berkelanjutan (ekonomi, sosial-budaya, dan ekologi - UNCED, 1992) seharusnya menjadi salah satu bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam mengambil sebuah kebijakan terlebih pada obyek vital yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

Menyikapi kondisi tersebut di atas, maka perlu dilakukan pengkajian tentang “Analisis Penggunaan Kawasan Hutan Suaka Margasatwa Balai Raja (SMBR) Provinsi Riau”.

(5)

5 1.2 Perumusan Masalah

Bottcher et al. (2009) mendefinsikan deforestasi sebagai kegiatan konversi lahan hutan ke non-hutan yang dilakukan secara langsung oleh aktivitas manusia. Dampak fisik yang ditimbulkan oleh adanya aktivitas manusia di dalam kawasan hutan menyebabkan terjadinya konversi lahan dan hilangnya fungsi kawasan hutan. Terjadinya konversi lahan secara drastis di dalam kawasan hutan SMBR diduga merupakan salah satu dampak dari aktivitas penggunaan kawasan hutan oleh berbagai pihak yang masih dipertanyakan legalitasnya bahkan sampai pada pendirian aset-aset bernilai.

Keberadaan jalan yang membelah kawasan menjadi beberapa bagian menyebabkan terbukanya akses ke dalam SMBR sehingga diindikasi mendorong terjadinya penggunaan kawasan hutan dan penguasaan lahan yang dilakukan oleh berbagai pihak. Selanjutnya berbagai kebijakan pemerintah yang dilematis semakin memperkeruh permasalahan yang berada di dalam kawasan SMBR. Tentu saja hal-hal tersebut mengancam terhadap keberlangsungan SMBR.

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, beberapa rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apa saja tipologi penutupan lahan yang terjadi di dalam kawasan SMBR selama 25 tahun (time series tahun 1990, 2000, 2010, 2015)?

(6)

6

2. Apa saja permasalahan penggunaan kawasan hutan terkait dengan perubahan tipologi penutupan lahan di dalam SMBR?

3. Apa saja strategi yang bisa ditawarkan terhadap penyelesian permasalahan penggunaan kawasan hutan di dalam SMBR?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah yang disampaikan, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Mengetahui tipologi penutupan lahan yang terjadi di dalam kawasan SMBR selama 25 tahun (time series tahun 1990, 2000, 2010, 2015).

2. Mengidentifikasi permasalahan penggunaan kawasan hutan terkait dengan perubahan tipologi penutupan lahan di dalam SMBR.

3. Merumuskan strategi yang bisa ditawarkan terhadap penyelesian permasalahan penggunaan kawasan hutan di dalam SMBR.

1.4 Batasan Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada analisis tipologi penutupan lahan yang terjadi di dalam kawasan SMBR selama 25 tahun (time series tahun 1990, 2000, 2010, 2015). Selanjutnya dilakukan kajian deskriptif terhadap permasalahan penggunaan kawasan hutan terkait dengan perubahan tipologi penutupan lahan tersebut di atas, serta menyusun rumusan strategi yang bisa ditawarkan dalam penyelesaian permasalahan penggunaan kawasan hutan di dalam SMBR.

(7)

7 1.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai permasalahan penggunaan kawasan hutan di dalam kawasan hutan konservasi yang dilatarbelakangi dengan perubahan penutupan lahan selama 25 tahun terakhir (time series tahun 1990, 2000, 2010, 2015) belum pernah dilakukan di dalam SMBR, Provinsi Riau. Beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan permasalahan penggunaan, pemanfaatan kawasan hutan serta permasalahan sosial pada kawasan hutan konservasi sudah pernah diteliti oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Ditinjau dari sisi kebaharuan penelitian, selain terjadi pembaharuan lokasi, penelitian ini juga berupaya untuk mengetahui bentuk tipologi perubahan penutupan lahan yang terjadi di dalam kawasan SMBR selama 25 tahun dan mengidentifikasi permasalahan penggunaan kawasan hutan terkait terkait dengan perubahan tipologi penutupan lahan di dalam SMBR. Lebih lanjut, hasil dari penelitian ini berupa penawaran strategi dan rekomendasi dalam rangka penyelesaian masalah penggunaan kawasan hutan berdasarkan fakta dan sejarah SMBR.

(8)

8

Tabel 1.1 Beberapa Penelitian Terdahulu Terkait dengan Penggunaan Kawasan Hutan SMBR

Penulis Judul Tujuan Metode Kesimpulan

Gerard E.b Wambrauw (2004) Kajian Kerusakan Lingkungan Akibat Aktivitas Masyarakat Dalam Pemanfaatan Kawasan Hutan

Konservasi Taman Wisata Alam Gunung Meja di

Kabupaten

Manokwari-Papua

Mengkaji berbagai aktivitas

masyarakat dalam pemanfaatan

potensi sumber daya alam,

kerusakan lingkungan dan

persebarannya dalam kawasan hutan tersebut

Metode deskriptif dengan teknik observasi

Luas kerusakan hutan Suaka Margasatwa Kateri sebesar 1.516,05 hektar (32,26%),

yang tersebar mengikuti jalur jalan,

pemukiman dan ditengah hutan. Kerusakan

hutan ini disebabkan karena aktivitas

perambahan yang dilakukan oleh penduduk pendatang (warga baru) dan penduduk lokal,

untuk permukiman, perladangan dan

pengambilan kayu

Ferdinand Muti Un (2007)

Kajian kerusakan hutan

konservasi Suaka

Margasatwa Kateri di

Kabupaten Belu Propinsi NTT

Mengkaji kerusakan kawasan

hutan konservasi Suaka

Margasatwa dengan cara

mengetahui kondisi dan luas sebaran kerusakan, mengetahui

faktor penyebab terjadinya

kerusakan, serta mengetahui

dampak kerusakan hutan

terhadap sumber daya air dan pengurangan populasi satwa liar serta vegetasi

Survei terhadap sumber mata air, vegetasi penyusun dan satwa liar serta 60 responden Kepala Keluarga sebagai sampel dari 574 Kepala Keluarga

Penyebab terjadinya kerusakan kawasan hutan adalah rendahnya tingkat sosial dan perekonomian rumah tangga, baik penduduk lokal maupun pendatang, tuntutan kebutuhan ekonomi rumah tangga yang mendesak dari penduduk pendatang, kecemburuan sosial

penduduk lokal terhadap penduduk

pendatang, dan lunturnya budaya/kearifan lokal yang berlaku pada daerah kajian, sehingga pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab memanfaatkannya untuk merusak hutan

Selma Sasmitaningdyah

(2009)

Kajian kerusakan zona

rehabilitasi Taman

Nasional Meru Betiri

Jember Jawa Timur

 Mengkaji kerusakan vegetasi di Zona Rehabilitasi Taman

Nasional Meru Betiri

berdasarkan kelimpahan

 Mengkaji kerusakan

lingkungan fisik di Zona

Survei instansional dan survei

lapangan

 Daerah yang mengalami kerusakan

vegetasi paling tinggi pada Andongrejo  Erosi yang terjadi pada lahan di daerah

penelitian di kawasan zona rehabilitasi rata-rata melebihi erosi yang diperbolehkan  Faktor sosial ekonomi rendah, perambahan

(9)

9 Rehabilitasi Taman Nasional

Meru Betiri dengan

mengevaluasi bahaya erosi.

 Mengkaji faktor penyebab

kerusakan lingkungan di Zona Rehabilitasi Taman Nasional Meru Betiri

 Memberikan alternatif strategi pengelolaan lingkungan pada

Zona Rehabilitasi Taman

Nasional Meru Betiri

tinggi, pengetahuan tentang manfaat dan

fungsi zona rehabilitasi rendah,

pengetahuan dampak erosi sedang menjadi penyebab kerusakan lingkungan yang berada di Desa Andongrejo

 Alternatif tindakan konservasi tanah

diutamakan dengan cara vegetasi

Manahan Simangunsong

(2010)

Kelola konflik kawasan

konservasi Suaka

Margasatwa Danau Pulau Besar dan Danau Bawah

di Kabupaten Siak

Propinsi Riau

 Mendapatkan penjelasan

tentang konflik dan penyebab

terjadinya konflik dalam

pengelolaan kawasan

konservasi Suaka Margasatwa DPBDB

 Memperoleh penjelasan

bagaimana konflik dapat

dikelola agar lebih baik dan bermanfaat bagi pengelola, swasta dan masyarakat lokal

untuk menjaga kelestarian

kawasan konservasi ini

Metode kualitatif  Pemberian izin kepada pihak PT. Bumi

Siak Pusako/ PT. Pertamina Hulu untuk melakukan penambangan minyak di dalam kawasan konservasi Suaka Margasatwa DPBDB dengan komitmen menjaga aspek

lingkungan disekitar wilayah

pertambanagan dan diwajibkan untuk melakukan reklamasi serta menjaga dan melestarikan ekosistem hutan

 Kementerian Kehutanan hendaknya

melakukan revisi terhadap UU No. 5 Tahun 1990, secara khusus pada pasal 19 dan pasal 21, serta UU No. 41 Tahun 1999  PT. Bumi Siak Pusako/ PT. Pertamina

Hulu hendaknya menghindari limbah minyak yang dapat mencemari air DPBDB

dan meningkatkan ekonomi melalui

pemberdayaan masyarakat lokal secara rutin maupun berkala

Dina Hidayana (2011)

Kajian Konflik di

Kawasan Hutan

Konservasi: Studi Kasus Taman Nasional Gunung Halimun Salak

 Meneliti lebih jauh

pengelolaan hutan negara yang sarat dengan persoalan yang belum tuntas, terutama konflik

yang berkisar di dalam

kawasan hutan

 Mengetahui perbedaan pola

konflik dan upaya resolusi

Metode kualitatif  Benang kusut pengelolaan hutan Indonesia

tidak terlepas dari ketidakseriusan dan ketidaksiapan aparat dalam menangani

persoalan-persoalan yang menyangkut

perbedaan persepsi konservasi, batasan kewenangan dan tanggung jawab antar

instansi/lembaga (negara) klaim

(10)

10 yang dilakukan Kementerian Kehutanan terhadap dua jenis

masyarakat yang berbeda

tersebut

sumber daya hutan

 Disparitas akibat otonomi daerah yang semakin menyuburkan egosektoral dan disharmoni Pemerintah Pusat dan Daerah maupun antar instansi Pemerintah

 Kelemahan mendasar terletak pada

kemampuan komunikasi Pemerintah dalam mensosialisasikan itikad baik konservasi sebagai bagian penting yang menjadi tanggung jawab bersama dan memerlukan dukungan setiap individu masyarakat, khususnya di wilayah dimaksud

 Diseminasi pengetahuan dan etika

lingkungan perlu diwacanakan dan

diformulasikan dalam bentuk kesepahaman yang disepakati multi stakeholder

Ida Harwati (2012)

Konflik Lingkungan Dan Resolusinya di Taman Nasional Bukit Dua Belas Provinsi Jambi

 Memetakan, mendokumentasi

kan karakter konflik yang berkaitan dengan pengelolaan (proses terjadinya, apa, siapa, dan dimana saja) di TNBD  Mendeskripsikan faktor-faktor

yang menyebabkan terjadinya konflik

 Mengetahui efektivitas

resolusi konflik yang

dilakukan dalam rangka

penyelesaian konflik

Deskriptif kualitatif dengan

mengkategorisasikan data dan

informasi ke dalam tema-tema yang

diperoleh melalui in-depth

interview, dengan narasumber yang

dipilih secara purposive dan

snowball

 Konflik-konflik yang terjadi di TNBD

merupakan konflik ikutan yang

mencerminkan ketidakpuasan rakyat

terhadap kebijakan negara dan

terganggunya kepentingan stakeholders dalam pemanfaatan kawasan TNBD dan kawasan penyangganya

 Resolusi konflik yang dilakukan belum mendapatkan hasil maksimal karena belum

menyelesaikan akar permasalahan

penyebab konflik

 Konflik lingkungan di TNBD

merefleksikan adanya kebijakan negara yang tidak sesuai diterapkan di suatu wilayah, dan terjadinya perubahan identitas serta pelemahan nilai-nilai kearifan lokal suatu masyarakat dalam pemanfaatan lingkungan Thomas M. A. Dethan Konflik di Kawasan Konservasi: Studi Terhadap Konflik Perambahan Kawasan

 Memahami konflik yang

terjadi antara pengelola

kawasan Suaka Margasatwa

Kateri dengan warga

Deskriptif analisis  Konflik yang terjadi di Suaka Margasatwa

Kateri, status kawasan telah ada jauh

sebelum adanya masyarakat yang

(11)

11

(2015) Suaka Margasatwa Kateri

Oleh Warga Masyarakat Bekas Pengungsi

Timor-Timur Di Kabupaten

Malaka Provinsi Nusa

Tenggara Timur

masyarakat bekas pengungsi Timor-Timur pada kawasan konservasi Suaka Margasatwa Kateri

 Menemukan resolusi dalam

pengelolaan kawasan hutan dan penanganan konflik serupa

dibidang Konservasi

kehutanan

Margsatwa Kateri ini, sejak awal

perambahan telah dilakukan tindakan-tindakan baik persuasif, koersif sampai penegakan hukum/ litigasi tetapi belum mampu untuk menyelesaikan masalah ini secara permanen

 Resolusi yang dilakukan untuk

mengeluarkan masyarakat bekas pengungsi

Timor-Timur dari kawasan Suaka

Margasatwa Kateri dan penyelesaian secara

permanen maka Pemerintah harus

menyediakan lahan garapan bagi mereka disekitar lokasi resettlement mereka Nur Muhammad

Daru S (2015)

Kajian Konflik

Penambangan Pasir di

Taman Nasional Gunung Merapi (Jurang Jero Kab. Magelang Provinsi Jawa

Tengah) Pasca Erupsi

2010

 Menjelaskan dan memahami

tentang keberagaman

kepentingan stakeholder dalam mengakses sumber daya pasir pasca erupsi 2010

 Menjelaskan dinamika konflik kepentingan antar stakeholder dalam penambangan pasir

 Terumuskannya resolusi

konflik antar stakeholder

dalam pengelolaan konflik

penambangan pasir di Jurang Jero

Deskriptif kualitatif  Terjadi perbedaan kepentingan dalam

konflik penambangan pasir di Jurang Jero antara kebutuhan survival masyarakat yang didorong oleh kepentingan ekonomi pihak swasta dalam eksploitasi dengan upaya konservasi alam pihak pengelola TNGM.  Alternatif penyelesaian masalah yang bisa

dilakukan :a. Membangun ruang

dialog/komunikasi antar stakeholder terkait dalam hal regulasi pemanfaatan pasir dalam rangka mitigasi ataupun pengelolaan sungai di Jurang Jero yang melibatkan partisipasi masyarakat sekitar dengan cara manual dengan memperhatikan kelestarian

lingkungan. b. Penerapan konsep

pengelolaan kolaborasi di dalam taman nasional dengan melibatkan partisipasi masyarakat sekitar dalam pemanfaatan kawasan dan menggali potensi desa guna

menunjang kesejahteraan masyarakat

(12)

12 1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini merupakan salah satu upaya untuk mengetahui permasalahan penggunaan kawasan hutan terkait dengan perubahan tipologi penutupan lahan di dalam SMBR selama 25 tahun (time series tahun 1990, 2000, 2010, 2015), serta merumuskan strategi yang bisa ditawarkan terhadap penyelesaian permasalahan penggunaan kawasan hutan tersebut. Secara lebih rinci penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi beberapa pihak, yaitu:

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi literatur baru dalam studi empiris berdasarkan pada fakta yang ditemukan di lapangan terkait dengan penggunaan kawasan hutan di dalam SMBR. 2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah

satu bahan evaluasi dan rekomendasi bagi pihak pemerintah maupun pihak swasta untuk menentukan kebijakan dalam pengelolaan dan penataan sumber daya di dalam kawasan hutan dengan tidak mengabaikan peraturan perundangan yang berlaku.

Gambar

Tabel 1.1 Beberapa Penelitian Terdahulu Terkait dengan Penggunaan Kawasan Hutan SMBR

Referensi

Dokumen terkait

• Pembuluh limfe yang mengalirkan cairan limfe ke nodus lymphaticus gastroepiploica dextra, yang terletak sepanjang bagian bawah curvatura major

a). Pengukuran dapat dilakukan secara langsung dengan pertanyaan. Responden diberikan pertanyaan mengenai seberapa besar mereka mengharapakan suatu atribut tertentu dan

takwil atas berbagai ayat yang mengandung metafora itu sangat diperlukan. Tetapi, penggunaan takwil bukan berarti tanpa kaidah dan dasar-dasar keilmuan dan juga hanya

Begitu juga halnya dengan Ilmu dan pengetahuan yang di dapat hanya untuk mencari sebuah kebenaran, dan kebenaran yang mutlak itu hanya dari tuhan yang harus kita yakini. Kita

Diabetes seringkali ditemukan pada masyarakat dengan usia tua karena pada usia tersebut, fungsi tubuh secara fisiologis menurun dan terjadi penurunan sekresi

Surat elektronik berkontribusi pada pemecahan masalah dengan memungkinkan manajer berkomunikasi secara tepat dan mudah dengan orang lain.. Surat elektronik efektif

Hal menarik dari metode probabilistik adalah representasi yang eksplisit dari ketidakpastian dalam kajian stabilitas lereng.Nilai faktor keamanan disain lereng

diperdagangkan dalam denominasi mata uang yang berbeda dengan denominasi mata uang Reksa Dana tersebut, wajib dihitung dengan menggunakan kurs tengah Bank