• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyebarluasan Ajaran dimulai dari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penyebarluasan Ajaran dimulai dari"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

PERHIMPUNAN BUDDHIS NICHIREN SHU INDONESIA

etika Nichiren Shõnin m e m u t u s k a n u n t u k memulai penyebarluasan kepercayaan dan pelaksanaan Saddharma Pundarika Sutra, Ia memilih memulai dari Kota Kamakura, pusat pemerintahan negara pada masa itu. Kamakura pada masa itu sama seperti ibukota Tokyo, Jepang pada saat sekarang.

Disana terdapat sejumlah sekte dan gerakan Buddhis baru pada masa itu, yang pada akhirnya semua itu dikenal dengan sebutan “Buddhisme Kamakura.” Bagaimana pun, tidak terdapat seorang tokoh pun selain Nichiren Shonin yang mengunakan Kota Kamakura sebagai langkah awal untuk memperkenalkan ajaran kepada orang awam secara langsung atau langsung kepada pemerintah. Jika kita berkunjung ke Kamakura hari ini, kita dapat menemukan sebuah batu yang ditulis dengan kaligrafi , yang disebut “Nichiren Daishi Tsuji Seppo no Reiseki” (Tempat Jalan Pembabaran Dari Maha Bodhisattva Nichiren), batu ini sebagai petanda dimana Nichiren Shonin berdiri di jalan tersebut dan membabarkan Dharma kepada mereka yang lewat, mengatakan kepada orang-orang, “Kembalilah kepada Buddha Sakyamuni, dan bukalah mata mu

Penyebarluasan Ajaran dimulai dari

Kamakura

Kamakura

Artikel Oleh YM.Bhiksu Junichi Nakamura

Ilustrasi oleh: Hiroshige Katsu

(2)

kepada Ajaran Sesungguhnya dari Sang Buddha!”, dan juga menyatakan bahwa “Diantara semua sutra, Saddharma Pundarika Sutra tidak ada bandingannya.”

N i c h i r e n S h õ n i n p a d a awalnya dipaksa melarikan diri dari kampung halamanNya. Bagaimana pun, bila melihat peristiwa masa lalu, bukankah dengan meninggalkan kampung halaman dan tidak melihat kebelakang, metode penyebaran Nichiren Shonin pun berkembang lebih luas? Namun tidak terdapat acuan yang nyata dalam tulisan-tulisan Nichiren Shonin tentang pembabaran jalananNya di daerah Komachigatsuji, Kamakura, dimana Ia menyatakan tentang perasaan mengenai keyakinan kepada Sang Buddha, ketika Ia memohon agar setiap orang yang Ia temui untuk memeluk keyakinan kepada Buddha Sakyamuni, tidak terlihat dampak yang luar biasa kepada hati masyarakat pada masa itu. Gerakan Buddhis pada waktu, kebanyakan adalah kepercayaan kepada Tanah Suci Nembutsu yang sangat terkenal, disusul oleh Zen, Shingon dan Ritsu, semua dari sekte-sekte ini saling berebut pengaruh atas pemerintah Kamakura.

D i b a w a h k o n d i s i y a n g demikian, kata-kata dari Nichiren Shõnin tentu saja tidak bisa begitu saja diacuhkan, tetapi banyak juga yang ingin melakukan pembalasan. Reaksi awal dari mereka yang mendengarkan adalah kemarahan, kadang-kadang dipendam, tidak sedikit juga mereka tunjukkan kepada Nichiren Shonin. Bahkan setelah 750 tahun setelah Nichiren Shonin meninggal pun, masih terdapat orang-orang pada masa sekarang yang mengatakan bahwa, “Tidak ada kata ampunan bagi Nichiren, yang hanya senang menjelek-jelekkan sekte lain!” dan tidak ingin mendengarkan apa yang coba kita sampaikan tentang Buddhisme kepada mereka.

Bagaimana pun, jika orang-orang ini tidak ingin mendengarkan kata-kata Nichiren Shonin, tentu saja ini sangat sulit, dan sangat mustahil bagi mereka untuk mengetahui dan mengerti tentang Saddharma Pundarika Sutra. Ini sebuah keadaan yang sangat tidak menyenangkan. Tentu masa itu adalah waktu yang sangat sulit bagi Nichiren Shonin, karena orang-orang menolak untuk mendengarkan tentang Buddhisme, ajaran Saddharma Pundarika Sutra atau Nichiren Shonin, sehingga sulit untuk mencapai kemajuan. Mungkin jika kita dalam situasi demikian, sudah menyerah.

Bagaimana pun, hal yang sama bagi Nichiren Shonin pada awal perjuangannya, Ia harus bekerja keras untuk menjelaskan ajaran Buddha kepada orang-orang dalam rangka memberikan kebahagiaan kepada mereka. Hal yang sama juga terjadi ketika era Buddha Sakyamuni, dan juga ketika Ia berusaha menjelaskan tentang ajaran terpentingNya. “Kami tidak mau mendengarkan ajaran ini!” seru lima ribu murid-murid Sang Buddha dan umat awam, mereka pun berjalan keluar dari persamuan dan pergi.

Hal ini dinyatakan ketika Sang Buddha sedang membabarkan ajaran Hoben (Kebijaksanaan) atau Bab II, Saddharma Pundarika Sutra. Menjawab tentang peristiwa ini, Sang Buddha menyatakan,”Orang-orang angkuh seperti ini akan meninggalkan tempat ini.” Dan kemudian Sang Buddha menunggu semua peserta

pesamuan duduk kembali.” Satu poin utama yang ingin saya sampaikan kepada kalian bahwa, meskipun Buddha Sakyamuni atau Nichiren S h o n i n , k e d u a - d u a n y a s a n g a t mengerti akan semua hal tersebut, mereka berusaha membuka hati orang-orang tersebut, agar dapat mendengarkan ajaran dari mereka.

Pada masa yunani kuno, hal yang sama juga terjadi, fi lsuf Socrates mencoba melalui debat methodologi untuk membantu para muridnya mengenali ketidaktahuan mereka. Ia berusaha membantu mereka untuk menemukan kebenaran melalui diri mereka sendiri, Ia membandingkan metodologi ini seperti prosedur waktu seorang ibu melahirkan bayinya. Dalam terminologi Buddhis, proses ini disebut Kyoke, atau mengajarkan Dharma.

A d a p u n c a r a d a l a m p e n g a j a r a n K y o k e a d a l a h m e m b a n g k i t k a n k e s a d a r a n pikiran para pendengar dengan membabarkan ajaran. Tetapi ini tidak sama dengan mengendalikan pikiran atau mencuci otak. Buddha Sakyamuni mengajar dengan niat untuk membangkitkan semua orang kepada kebenaran sehingga mereka dapat merasakan makna dari kehidupan. Dalam Bab III, Saddharma Pundarika Sutra, Sang B u d d h a m e n g a t a k a n , “ S e m u a Mahluk adalah anak-anakKu.” Kyoke berarti bahwa semua mahluk menjadi sadar dan menjadi anak-anak Buddha, dengan membebaskan mereka dari ilusi duniawi dan

Buddha Sakyamuni mengajar dengan niat untuk

membangkitkan semua orang kepada kebenaran

sehingga mereka dapat merasakan makna dari

kehidupan. Kyoke berarti bahwa semua mahluk

menjadi sadar dan menjadi anak-anak Buddha,

dengan membebaskan mereka dari ilusi duniawi dan

membimbing mereka kepada Jalan KeBuddhaan.

(3)

membimbing mereka kepada Jalan KeBuddhaan.

Karena harapan seperti inilah, Nichiren Shonin berusaha terus menerus memberitahukan orang-orang, “Percayalah kepada Saddharma Pundarika Sutra. Sebutlah O’daimoku,” di perempatan jalan Kamakura hari demi hari. Sama seperti bel yang dipukul, maka beberapa orang pun menjawab pernyataanNya. Diantara mereka adalah Nissho, ia kemudian menjadi pemimpin diantara murid-murid Nichiren Shonin, dan Nichiro, yang dijuluki paling setia kepada guruNya, dan seorang pendekar samurai Hyoei Nanjo atau Kingo Shijo. Ini adalah waktunya ketika secara nyata berdirinya pengajaran ajaran dimulai. Nichiren Shõnin, kedepannya menjadi seorang pemimpin religius, dari belajar menjadi mengajarkan orang lain dan kemudian melakukan tindakan positif untuk Dharma.

Ketika aku mempelajari kehidupan Beliau, aku teringat akan tiga tingkatan kehidupan yang disampaikan oleh Friedrich Wilhelm Nietzsche. Tiga tingkatan itu adalah unta, singa dan bayi. Unta adalah melambangkan tingkatan belajar. Nietzsche mengatakan bahwa seekor

unta berjalan di padang pasir dengan membawa beban yang sangat berat, demikian juga kita yang belajar segala pengetahuan. Pada saat yang sama, kita harus melatih jiwa kita untuk mengkritisi apa saja yang baru kita terima. Disamping itu, kebudayaan tidak ada kemajuan. Nietzsche membandingkan tingkatan ini dengan seekor singa. Aku ingat Nichiren Shonin mengatakan, “Seseorang yang mempunyai pikiran seperti seekor singa pasti akan mencapai Kesadaran Buddha. Sebagai contoh, ini sama seperti diriKu, Nichiren.” (Sado Gosho)

Terlebih lagi, Nietzsche menyimpulkan bahwa penciptaan kehidupan baru tidak akan tercapai tanpa kesabaran dari seorang bayi. Ini mengingatkan aku sebuah kutipan kalimat dari Bab.XVI, Saddharma Pundarika Sutra, “(Ketika mereka) menjadi tulus, teguh dan sabar.” Analogi bayi dari Nietzsche mungkin sama dengan ide Buddhis bahwa kita harus menjadi sadar sebagai anak-anak Buddha. Aku percaya bahwa Nichiren Shõnin hidup sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Sang Buddha. Saya juga menemukan teori ajaran dari Nietzsche dalam buku “Ceramah dari Takeshi Umehara Tentang Buddhisme.” Sebagai seorang fi lsuf Jepang, Dr. Umehara berkata dalam bukunya, “Kejahatan generasi muda sedang terjadi, dan saya mencurigai bahwa salah satu alasan terjadinya kejahatan adalah karena pendidikan moral tidak diberikan kepada kaum muda.” Ia juga mengatakan, “Saya ingin melaksanakan kelas agama

pada beberapa sekolah taman kanak-kanak atau sekolah menengah.” Keinginannya pun terwujud dan ia memberikan ceramah dua kali dalam sekolah menengah swasta di Kyoto. Catatan tentang ceramah beliau dikumpulkan dalam buku ini. Pada masa lampau ketika pelajaran agama dilarang di sekolah umum, ceramah Dr.Umehara menantang masyarakat modern sama seperti pembabaran Nichiren Shonin di jalanan menantang masyarakat pada waktu itu.

D r. U m e h a r a b e r k a t a , “Saya bahkan sering gugup ketika memberikan ceramah diperguruan t i n g g i . ” I a j u g a m e n g a t a k a n , “Meskipun para murid sedikit bingung akan ceramah dari sarjana tua ini, tetapi mereka mendengarkan dengan serius.” Selalu pada akhir sesi ceramahnya, ia mengatakan kepada para muridnya, “Sekarang adalah waktunya ketika Buddhisme dibutuhkan.” Dr. Umehara menyimpulkan ceramahnya, “Aku harap kalian semua menjadi orang-orang luhur dengan memberikan manfaat bagi diri sendiri dan orang lain.” Saya selalu menemukan kata Buddhisme dalam setiap kata-katanya.Gassho (Sumber: The Bridge No.39 / 2003, Spring)

Catatan: Takeshi Umehara (1925~) Dr. Umehara dilahirkan di Daerah Administrasi Miyagi dan ia adalah seorang fi lsuf. Ia lulusan dari Universitas Kyoto. Ia bekerja pada International Japan Culture Research Center sebagai direktur pertama. Ia juga menulis banyak penjelasan dan komentar tentang Kebudayaan Jepang dengan sejumlah kajian tentang budaya, agama dan sejarah Jepang dari periode Jomon sampai Edo.

Nichiren Shonin mengatakan, ““Percayalah kepada

Saddharma Pundarika Sutra. Sebutlah O’daimoku,

Seseorang yang mempunyai pikiran seperti seekor

singa pasti akan mencapai Kesadaran Buddha.

Sebagai contoh, ini sama seperti diriKu, Nichiren.”

(Sado Gosho)

(4)

uon Jitsujo adalah istilah yang digunakan oleh Nichiren Shu Buddhis untuk mengambarkan tentang kesejatian atau Penerangan Sejati yang dicapai oleh Sang Buddha pada masa lampau yang jauh.

Pada Bab.XVI, Buddha Sakyamuni menjelaskan hal ini pada waktu upacara antariksa bahwa waktu yang tak terhingga atau tidak terhitung jumlahnya telah dilewati ketika Ia mencapai KeBuddhaan. Ia menjelaskan, “Semua orang didunia, bahkan para dewa dewi di surga dan setan, berpikir bahwa Aku dilahirkan di istana dari Suku Sakya, meninggalkan dunia, duduk ditempat meditasi dekat kota Gaya, mencapai Penerangan yang tak terhingga, dan menjadi Buddha. Bagaimana pun, pada kenyataannya pada masa yang tanpa batas, masa seratus ribu juta milyar asamkhya koti, sejak itu Aku telah menjadi Buddha. Selama masa ini, Aku tinggal di dalam Dunia Abadi;

membabarkan dan mengajarkan Dharma disana."

N i c h i r e n S h o n i n j u g a menulis tentang Kuon Jitsujo ini dalam tulisan Beliau di “Kaimoku Sho – Membuka Mata Terhadap Saddharma Pundarika Sutra” yang menjelaskan hubungan antara Ichinen Sanzen, Tiga Ribu Gejala dalam Sekejap Pikiran, dengan KeAbadian Buddha. Ia juga menjelaskan dalam Kaimoku Sho bahwa Ichinen Sanzen hanya dapat diterima oleh mereka yang mempunyai hati kepercayaan dan menjaga Saddharma Pundarika Sutra dan Odaimoku.

Dalam risalah yang sama, Nichiren Shonin, menuliskan, “Memasuki bagian pokok dari S a d d h a r m a P u n d a r i k a S u t r a , yang mengungkapkan bahwa Sang Buddha telah mencapai Penerangan Agung pada masa lampau yang abadi, pernyataan itu sendiri telah mementahkan anggapan bahwa ia mencapai KeBuddhaan untuk pertama kalinya di dunia ini. Kemudian, ajaran Buddha Abadi menghancurkan KeBuddhaan yang dicapai dari hasil

Empat Ajaran. KeBuddhaan sebagai hasil dari empat ajaran menjadi tidak dapat dipertahankan, dan empat ajaran itu telah terbukti tidak berlaku lagi. Kemudian ajaran sepuluh dunia yang dibabarkan dalam sutra-sutra sebelum Saddharma Pundarika Sutra dan bagian teori dari Saddharma P u n d a r i k a S u t r a s e m u a t e l a h dihancurkan dan hubungan sebab akibat antara sepuluh dunia yang abadi telah ditegakkan dalam bagian pokok Saddharma Pundarika Sutra. I n i a d a l a h a j a r a n sesungguhnya sebab dan akibat. Dalam hubungan ini, Sembilan Dunia, semuanya tercakup dalam Dunia Buddha Abadi, dan Dunia Abadi Buddha terdapat dalam sembilan dunia abadi. Ini adalah sungguh-sungguh “Karakteristik yang saling mencakupi dalam sepuluh dunia,” “100 dunia masing-masing mengandung sepuluh faktor keberadaan” dan “3,000 gejala dalam sekejap pikiran.”

GASSHO

KUON JITSUJO

KUON JITSUJO

"

Buddha Abadi"

Buddha Abadi"

K

(5)

s

addharma Pundarika Sutra dimulai dengan gambaran berkumpulnya orang-orang tidak terhingga jumlahnya disekitar Sang Buddha untuk mendengarkan pembabaran Beliau. Namun, Sang Buddha memberitahukan kepada m e r e k a b a h w a I a t i d a k a k a n membabarkan Dharma tersebut karena terlalu sulit bagi mereka untuk mengerti Kebijaksanaan Sang Buddha. Banyak diantara mereka yang berkumpul, adalah mereka yang berusaha mencoba mencapai pencerahan baik melalui mendengar ajaran maupun melalui usaha mereka sendiri.

Bagaimana pun, mereka terikat oleh penerangan mereka sendiri dan berpikir bahwa mereka berbeda dengan orang lain ketika mereka telah berhasil menjaga ajaran dengan keras dan melaksanakan berbagai pelaksanaan. Mereka tertutup oleh penerangan mereka sendiri sehingga tidak mempedulikan orang lain. Jalan yang mereka tempuh telah berbeda dengan apa yang diajarkan oleh Sang Buddha, sehingga mereka dianggap tidak mampu untuk mencapai penerangan dalam sutra-sutra yang dibabarkan sebelum Saddharma Pundarika Sutra. Dengan segala sikap demikian, ajaran sebenarnya dari Sang Buddha akan sangat sulit untuk dimengerti, sehingga Sang Buddha berusaha untuk memperbaiki cara berpikir mereka. Inilah kenapa Sang Buddha berkata bahwa Ia tidak akan membabarkannya.

Meskipun demikian, diantara

Mencapai

Mencapai

KeBuddhaan

KeBuddhaan

yang dihadir dipesamuan tersebut, terdapat seorang murid bernama Sariputra, yang berusaha memohon kepada Sang Buddha, “Buddha, tolong ajarkan kepada kami!” Ia mengulang permintaan ini sebanyak tiga kali. Terakhir, Sang Buddha berkata, “Kamu telah meminta Aku untuk membabarkan Dharma sebanyak tiga kali. Sekarang, Aku akan menjawab permintaanmu. Dengarkanlah dengan seksama.”

Kemudian, Sang Buddha mengungkapkan alasan kenapa Ia muncul di dunia ini. Sang Buddha muncul didunia ini dalam rangka untuk: M e m b u k a p i n t u kebijaksanaan, Menunjukkan kebijaksanaan, Mengajarkan kebijaksanaan, M e m b i m b i n g m a n u s i a untuk masuk dalam jalan kebijaksanaanNya.

Berarti, Ia muncul di dunia ini dalam rangka untuk membuat semua orang mencapai Penerangan. Ini adalah sebuah kesetaraan yang sama untuk semua manusia, semua orang 1.

2. 3. 4.

adalah sama dan dapat mencapai penerangan.

S a n g B u d d h a k e m b a l i melanjutkan, “Sariputra, semua pelaksanaan para Buddha adalah menunjukkan kepada seluruh orang-orang jalan untuk mencapai KeBuddhaan. Ini adalah inti pokok ajaran Buddha.” Mendengar hal tersebut, Sariputra pun menyadari kekeliruannya dan keterikatan atas jalan penerangan untuk dirinya sendiri. Kemudian Sang Buddha meramalkan bahwa Sariputra akan menjadi Buddha Cahaya Bunga pada masa mendatang. Seluruh peserta pesamuan yang mendengarkan ramalan Sang Buddha menjadi sangat gembira, mengetahui bahwa mereka juga akan dapat mencapai penerangan pada masa mendatang.

M e n c a p a i K e B u d d h a a n b e r a r t i k i t a b e r u s a h a u n t u k mengikuti ajaran Buddha, yang telah menunjukkan jalan penerangan, yang telah mencapai kesadaran pada masa lampau. Saddharma Pundarika Sutra menyatakan bahwa semua orang akan dapat mencapai KeBuddhaan. Sehingga kita, yang telah melaksanakan jalan Bodhisattva setiap hari adalah dalam rangka untuk mencapai KeBuddhaan. GASSHO. YM.Bhiksu Shoyo Tamura

(6)

egera setelah tiba di Gunung Minobu, Nichiren Shonin m e n u l i s s e b u a h s u r a t kepada Tuan Toki, “Setelah semuanya, Aku sekarang sendirian, setelah mengembara keseluruh negeri Jepang. Aku ingin mengirimkan beberapa bhiksu untuk mendukungmu dan tinggal Aku sendiri.” Ia kelihatan sangat kecewa atas kegagalan dari peringatan yang Ia sampaikan kepada pemerintah. Ia menulis surat kepada Tuan Ueno, “Tolong bayangkan mengenai tempat tinggalKu yang sederhana ini. Ini seperti hidup dibawah pohon dengan pepohonan sebagai lantainya.” Kita dapat bayangkan bagaimana tempat tinggal Beliau waktu itu.

B a g a i m a n a p u n , t a h u n berikutnya, tahun Kenji ke-1 (1275), Ia mengambarkan Gunung Minobu terlihat sangat tenang dan permai. Ia menuliskan kepada Bhiksuni Nii-ama, “Disebelah timur terdapat Gunung Tenshi; selatan, Gunung Takatori, sebelah barat Gunung Shichimen, dan disebelah utara Gunung Minobu,

Gunung Minobu Adalah

Gunung Minobu Adalah

Gunung Gridhrakuta

Gunung Gridhrakuta

YM.Bhiksu Zuigaku Kodachi

S

dari atas, kita dapat melihat hutan lebat yang menutupi semuanya, dan dibawahnya terdapat lembah yang melingkarinya. Tempat pertapaan Tujuh Orang Suci di Hutan Bamboo pasti terlihat seperti ini.”

Pada tahun Koan ke-1 (1278), setelah mengambarkan pergunungan dan sungai Minobu, Ia menuliskan, “Di dalam pergunungan, suara jangkrik terdengar berirama, dan di lembah, terdengar gema suara monyet. Pepohonan tumbuh subur seperti ilalang ditepi sungai, dan rumput yang tumbuh bagaikan turunya hujan.”

Sekitar tahun Koan ke-2 (1ke-279), Nichiren Shonin mulai melihat Gunung Minobu sebagai Gunung Gridhrakuta. Ia menulis surat kepada Tuan Matsuno, “Aku dengan penuh hormat membaca Saddharma Pundarika Sutra siang dan malam, membabarkan risalah “Pengertian dan Konsentrasi Yang Mendalam” dari Maha Guru T’ien T’ai pagi dan sore. Sehingga, Gunung Minobu terlihat sama seperti Tanah Suci Gunung Gridhrakuta, dan

sama dengan Gunung T’ien-t’ai.” Dalam surat kepada Tuan Ueno, Ia menuliskan, “Ini adalah tempat kediaman yang sangat bagus bagi seorang pelaksana Saddharma Pundarika Sutra, sehingga jadi kenapa harus lebih rendah dari Gunung Gridhrakuta? Ini dapat dikatakan bahwa Dharma adalah sangat agung, sehingga mereka y a n g m e n j a g a n y a p u n a k a n menjadi agung, dan demikian juga tempat kediaman mereka menjadi terhormat.”

Membandingkan Gunung Minobu dengan Gunung Gridhrakuta,

Ia menulis, “Murid-murid dan pengikutKu haruslah membuat dan melakukan jiarah yang utama ke Gunung Minobu. Ini adalah Gunung Gridhrakuta.” Saya baru saja memilih tulisan dari Nichiren Shonin, yang menunjukkan bahwa Gunung Minobu adalah sangat suci sebagai perwujudan nyata Buddha Sakyamuni di Gunung Gridhrakuta. GASSHO.

(7)

31 ALAM

31 ALAM

KEHIDUPAN

KEHIDUPAN

IV. Enam Belas Alam Brahma Berbentuk (rûpabhûmi)

ûpabhûmi merupakan suatu alam tempat kemunculan ‘ r û p â v a c a r a v i p â k a c i t t a ’ atau kesadaran akibat yang lazim berkelana dalam alam brahma berbentuk. Dengan perkataan lain, rûpabhûmi adalah suatu alam tempat kelahiran jasmaniah serta batiniah para brahma berbentuk. Yang dimaksud dengan brahma ialah mahluk hidup yang memiliki kebajikan khusus yaitu berhasil mencapai pencerapan Jhâna yang luhur. Jhâna dihasilkan dari pengembangan Samatha Karmaööhâna meditasi pemusatan batin pada satu objek demi tercapainya ketenangan.

Alam brahma terdiri atas 16 alam, yakni:

1. Tiga alam bagi peraih Jhâna pertama (paöhama),

2. Tiga alam bagi peraih Jhâna kedua (dutiya),

3. Tiga alam bagi peraih Jhâna ketiga (tatiya),

4. Dua alam bagi peraih Jhâna keempat(catuttha),

5. Dan lima alam Suddhâvâsa. Pathamajhânabhûmi, Tiga

R

( BAGIAN. IV - SELESAI)

Seri Pelajaran Mahayana

Sumber: Berbagai bahan dan buku-buku Mahayana

Penerjemah dan rangkuman oleh : Josho S.Ekaputra

alam bagi peraih Jhâna pertama ialah:

1. Pârisajjâ: alam ke-hidupan bagi brahma pengikut, yang tidak memiliki kekuasaan khusus, 2. P u r o h i t â : a l a m k e h i d u p a n

bagi brahma penasihat, yang berkedudukan tinggi sebagai p e m i m p i n d a l a m k e g i a t a n -kegiatan,

3. Mahâbrahmâ: alam kehidupan bagi brahma yang memiliki kebajikan khusus yang besar.

Dutiyajhânabhûmi, Tiga alam kehidupan bagi peraih Jhâna

kedua atau Jhâna ketiga ialah

1. Parittâbhâ: alam kehidupan bagi brahma yang bercahaya lebih sedikit daripada brahma yang berada di atasnya,

2. Appamâóâ: alam kehidupan bagi brahma yang bercahaya cemerlang nirbatas,

3. Âbhassarâ: alam kehidupan bagi brahma yang bercahaya menyebar luas dari tubuhnya.

Tatiyajhânabhûmi, Tiga alam bagi peraih Jhâna keempat ialah:

(8)

bagi brahma yang bercahaya indah tapi lebih sedikit daripada brahma yang berada di atasnya, 2. Appamâóasubhâ: alam kehidupan

bagi brahma yang bercahaya indah nirbatas,

3. Subhakióhâ: alam kehidupan bagi brahma yang bercahaya indah di sekujur tubuhnya.

Catutthajhânabhûmi, Dua alam bagi peraih Jhâna kelima ialah:

1. Vehapphalâ: alam kehidupan bagi brahma yang berpahala sempurna, yang terbebas dari segala bahaya,

2. A s a ñ ñ a s a t t a : a l a m kehidupan bagi brahma yang b e r t u m i m b a l l a h i r d a l a m wujud materi berasal dari perbuatan saja(karmajarûpa). Dalam alam ini sama sekali tidak ada unsur batiniah. Kelahiran di alam brahma ini terjadi karena pengembangan perenungan yang fokus terhadap unsur batiniah yang menjijikkan sehingga tak menghasratinya (saññâvirâgabhâvanâ). Karena tidak dilengkapi dengan unsur-unsur batiniah, di alam ini sama sekali tidak ada kesempatan untuk m e n g e m b a n g k a n k e b a j i k a n . Mahluk-mahluk yang terlahirkan secara jasmaniah hanya sekadar menghabiskan akibat perbuatan lampaunya. Delapan jenis suciwan tidak akan terlahirkan dalam alam ini.

Suddhâvâsabhûmi adalah suatu alam kehidupan bagi mereka yang telah terbebas dari nafsu birahi (kâmarâga) dan sebagainya, yaitu para Anâgâmî yang berhasil meraih pencerapan Jhâna kelima. Mahluk-mahluk lain yang belum mencapai kesucian tingkat Anâgâmî, meskipun berhasil meraih pencerapan Jhâna kelima, tidak akan terlahirkan di alam ini. Di sinilah para Anâgâmî akan

meraih kesucian tingkat Arahatta. Para Bodhisattva tidaklah pernah terlahirkan di alam ini sebab mahluk-mahluk yang terlahirkan di alam ini tidak akan terlahirkan kembali di alam-alam lain yang lebih rendah. Kadangkala, ketika tidak ada Buddha yang muncul dalam kurun waktu yang lama, alam ini kosong melompong tanpa penghuni.

Alam ini terbagi menjadi lima tingkat, yaitu:

1. Avihâ: alam kehidupan bagi brahma yang tidak meninggalkan tempat tinggalnya hingga habisnya usia,

2. A t a p p â : a l a m k e h i d u p a n b a g i b r a h m a y a n g s e n a n t i a s a b e r a d a d a l a m ketenangan yang menyejukkan, 3. S u d a s s â : a l a m k e h i d u p a n

b a g i b r a h m a y a n g tubuhnya bercahaya sangat indah menawan hati,

4. S u d a s s î : a l a m k e h i d u p a n yang lebih sempurna dalam p e n g l i h a t a n d a r i p a d a alam Sudassâ,

5. Akanitthâ: alam kehidupan b a g i b r a h m a y a n g t e r l e n g k a p i d e n g a n h a r t a surgawi serta kebahagiaan yang tak tertandingi oleh alam mana pun. Ini merupakan alam tertinggi bagi para suciwan.

P a r a A n â g â m î y a n g berkemampuan menonjol dalam bidang keyakinan (saddhindrîya) niscaya terlahirkan kembali di alam Avihâ; semangat (viriyindrîya) di alam Atappâ; penyadaran jeli (satindrîya) di alam Sudassâ; pemusatan (samâdhindrîya) di alam Sudassî; kebijaksanaan (paññindrîya) di alam Akanitthâ.

V. E m p a t A l a m B r a h m a Nirbentuk (arûpabhûmi)

Arûpabhûmi merupakan

suatu alam tempat kemunculan empat unsur batiniah yakni kesadaran akibat yang lazim berkelana dalam alam brahma nirbentuk (arûpâvac aravipâkacitta). Dengan perkataan lain, arûpabhûmi adalah suatu alam tempat kelahiran batiniah para brahma nirbentuk. Meskipun disebut sebagai suatu ‘alam’ yang mengacu pada tempat atau bentuk, di sini sesungguhnya sama sekali tidak ada unsur jasmaniah sehalus apa pun dan dalam wujud apa pun. Sebutan ini terpaksa dipakai untuk dapat mengacu pada kemunculan serta keberadaan unsur-unsur batiniah tersebut. Kelahiran di alam brahma nirbentuk ini terjadi karena pengembangan perenungan yang mendalam terhadap unsur jasmaniah yang menjijikkan s e h i n g g a t a k m e n g h a s r a t i n y a (rûpavirâgabhâvanâ).

Arûpabhûmi terbagi menjadi empat alam, yakni:

1. Âkâsânañcâyatanabhûmi: alam

kehidupan bagi brahma nirbentuk yang berhasil meraih meditasi tingkat pathama-arûpajhâna yang berobjek pada angkasa yang nirbatas,

2. Viññânañcâyatanabhûmi: alam

kehidupan bagi brahma nirbentuk yang berhasil meraih meditasi tingkat dutiya-arûpajhâna yang berobjek pada kesadaran yang nirbatas,

3. Âkiñcaññâyatanabhûmi: alam

kehidupan bagi brahma nirbentuk yang berhasil meraih meditasi tingkat tatiya-arûpajhâna yang berobjek pada kehampaan,

4. N e v a s a ñ ñ â n a s a ñ ñ â y a t a n a

bhûmi: alam kehidupan bagi brahma nirbentuk yang berhasil meraih meditasi tingkat catuttha-arûpajhâna yang berobjek pada bukan ingatan bukan pula tanpa-ingatan.

(9)

pembanding, tidak hanya menegaskan bahwa Saddharma Pundarika Sutra adalah yang paling unggul diantara semua sutra, tetapi juga menyatakan, “Memprotes mereka-mereka yang mengklaim bahwa ada sutra lain yang lebih unggul dibandingkan Saddharma Pundarika Sutra. Jika mereka tidak menghentikan klaim tersebut, lidah mereka akan bernanah dalam tubuh mereka sekarang, dan mereka akan terjatuh kedalam Neraka Avici setelah kematian sebagai akibat dari karma-karma buruk pemfi tnah terhadap Saddharma Pundarika Sutra.”

Kemudian, hanya mereka yang secara menyeluruh dapat melihat atau membedakan antara Saddharma Pundarika Sutra dan sutra-sutra lainnya dapat dikatakan telah memahami ajaran.

Banyak para sarjana pada saat sekarang tidak memahami hal ini dengan baik, sehingga sedikit

Ia Yang Mengetahui Ajaran

etika seseorang mengenali Saddharma Pundarika Sutra sebagai raja dari semua sutra, orang itu dapat dikatakan sebagai seseorang yang mengerti ajaran yang sebenarnya.

Bagaimanapun, seperti para Bhiksu Fa-yiin dari Kuil Kuang-che-ssu dan Hui-kuan dari Kuil Tao-ch’ang-ssu mengklaim bahwa Sutra Nirvana lebih unggul daripada Saddharma Pundarika Sutra. Ch’eng-kuan dari Gunung Ch’ing-liang dan Kobo dari Gunung Koya menegaskan bahwa Sutra Karangan Bunga dan Sutra Buddha Matahari Agung lebih unggul dibandingkan Saddharma Pundarika Sutra, sedangkan Chi-tsang dari Kuil Chia-hsiang-ssu dan Guru Chi dari Kuil Tz’u-en menjaga Sutra Kebijaksanaan dan Sutra Pembabaran Rahasia dan Dalam lebih unggul dibandingkan Saddharma Pundarika Sutra.

Maha Guru T’ien-t’ai, sebagai

Writing of Nichiren Shonin Doctrine 3

Terbitan : Nichiren Shu Overseas Propagation Promotion Association Distributed by University of Hawai'i Press

Edited by Jay Sakashita Compiled by Kyotsu Hori

Diterjemahkan oleh Josho S.Ekaputra

KYO KI JI

KYO KI JI

KOKU SHO

KOKU SHO

Risalah Tentang Ajaran, Kemampuan, Waktu, dan Negara

K

sekali yang terlihat benar-benar

memahami ajaran. Para sarjana yang sedikit tersebut yang memahami ajaran, hanya sedikit diantara mereka yang benar-benar membaca Saddharma Pundarika Sutra. Jika tidak terdapat seorang pun yang membaca Saddharma Pundarika Sutra, maka tidak ada seorang pun yang dapat membimbing negara ini dengan bijaksana. Jika tidak terdapat seorang pemimpin yang benar, orang-orang di negara ini tidak akan mengetahui perbedaan antara Hinayana dan Mahayana, Sementara dan Sebenarnya, dan ajaran Eksoterik dan Esoteris. Sebagai hasilnya, tidak seorang pun yang dapat melepaskan diri dari belenggu hidup dan mati, dan semua orang akan menjadi seorang pemfi tnah Dharma. Banyak orang-orang sejumlah partikel debu didunia akan percaya kepada Dharma Iblis, dan jatuh kedalam Neraka Avici. Mereka yang terlepas dari ilusi hidup

"Ketika seseorang mengenali Saddharma

Pundarika Sutra sebagai raja dari

semua sutra, orang itu dapat dikatakan

sebagai seseorang yang mengerti ajaran

yang sebenarnya."

Catatan Redaksi: Risalah ini dimuat dalam dua bagian karena keterbatasan media. Risalah ini terdiri atas 11 pokok pembahasan. Pada edisi bulan juli ini, adalah sambungan dari bulan lalu, dan semua isi risalah telah dimuat dan selesai.

(10)

engenai negara Jepang pada hari ini, 2,210 tahun telah berlalu sejak Sang Buddha moksa. Kita berada dalam periode 500 tahun ke-lima atau Masa Akhir Dharma, dan ini adalah waktu yang tepat untuk menyebarluaskan Saddharma Pundarika Sutra sebagaimana yang dibabarkan dalam sutra. Ketahuilah bahwa Masa Akhir Dharma adalah waktu yang tepat untuk Saddharma Pundarika Sutra u n t u k t e r s e b a r l u a s k a n a d a l a h mengetahui waktu yang benar.

Saat sekarang di Jepang, bagaimanapun, beberapa sarjana membuang Saddharma Pundarika Sutra dan menyebut Nembutsu secara luas, sedangkan yang lain mengajarkan ajaran Hinayana dan para bhiksu-bhiksu rendah di Gunung Hiei mengamati ajaran Mahayana. Sedangkan para sarjana lainnya menegakkan ajaran penyampaian khusus tanpa literatur dan makna lisan dan mengabaikan Saddharma Pundarika Sutra. Para sarjana ini tidak mengetahui bahwa Masa Akhir Dharma adalah waktu dimana orang-orang harus diselamatkan dengan Saddharma Pundarika Sutra.

Sama seperti halnya Bhiksu Buddhis Shoi, yang menfitnah Bodhisattva Kikon, dan Komentator Gunaprabha, yang merendahkan Bodhisattva Maitreya, kedua-duanya tersiksa dalam Neraka Avici, maka demikian juga halnya orang-orang ini akan menderita dalam Neraka. dan mati melalui ajaran sesungguhnya

adalah sedikit bagaikan pasir yang ada diatas kuku. Betapa mengerikan!

M e r e k a Ya n g M e n g e t a h u i Kemampuan Umat Manusia

elama 400 tahun, sejak p e m e r i n t a h a n K a i s a r Kanmu, kemampuan semua orang-orang di Jepang untuk mengerti dan memeluk Saddharma Pundarika Sutra secara keseluruhan telah mencapai tahap akhir. Kemampuan mereka memahami Dharma sama seperti mereka yang mendengarkan Saddharma Pundarika Sutra yang dibabarkan oleh Buddha Sakyamuni di Gunung Gridhrakuta selama delapan tahun. (Ini terbukti dalam tulisan Maha Guru T’ien-t’ai, Pangeran Shotoku, Yang Arya Chien-chen, Maha Guru Dengyo, Yang Arya Annen dan Eshin.) mereka ini adalah orang-orang yang dengan tepat memahami kemampuan orang-orang.

Para sarjana saat sekarang, bagaimanapun, menyatakan bahwa “Orang-orang Jepang haruslah diselamatkan dengan menyebut nama dari Buddha Hidup Abadi (Nembutsu).”

Ini sama seperti Sariputra, yang tidak mengetahui dan memahami kemampuan para muridnya sehingga menyebabkan mereka menjadi icchantika.

Saddharma Pundarika Sutra Untuk Masa Akhir Dharma

S

Saddharma Pundarika Sutra Untuk Jepang

e p a n g a d a l a h s e b u a h negara dimana Saddharma Pundarika Sutra harus tersebarluas secara menyeluruh, d a l a m h a l y a n g s a m a d i m a n a Kerajaan Sravasti di India adalah s e b u a h n e g a r a d i m a n a a j a r a n Mahayana tersebar luas dimana-mana. Di India, beberapa wilayah Hinayana tersebarluas, dan daerah lain Mahayana, dan sedangkan daerah lain ajaran Hinayana dan Mahayana kedua-duanya tersebarluas. Jepang adalah sebuah negara khusus untuk ajaran Mahayana. Ajaran Mahayana, khususnya Mahayana Sesungguhnya, Saddharma Pundarika Sutra, harus tersebarluas di Jepang (Sebagaimana yang tercatat dalam tulisan “Risalah Tingkatan Pelaksanaan Yoga, Catatan Penerjemahan Saddharma Pundarika Sutra oleh Seng-chao; Biografi dari Pangeran Shikoku; Maha Guru Dengyo dalam Prinsip Memahami Saddharma Pundarika Sutra dan Risalah Melindungi Negara; dan Penafsiran Menyeluruh oleh Yang Arya Annen).

Demikian, memahami secara baik bahwa Jepang adalah sebuah negara dimana Saddharma Pundarika Sutra akan tersebarluaskan adalah pemahaman sesungguhnya tentang negara.

Meskipun demikian, para sarjana di Jepang saat sekarang mengarahkan orang-orang secara khusus kepada ajaran Hinayana, atau mendorong mereka semata-mata untuk pelaksanaan Nembutsu. Ini sama saja meletakkan makanan basi diatas piring pusaka. (Kiasan tentang Piring Pusaka digunakan dalam Risalah Melindungi Negara oleh Maha Guru Dengyo.)

U r u t a n P e n y e b a r l u a s a n D i Jepang

"Kita berada dalam periode 500 tahun ke-lima atau Masa

Akhir Dharma, dan ini adalah waktu yang tepat untuk

menyebarluaskan Saddharma Pundarika

Sutra sebagaimana yang dibabarkan

dalam sutra. Masa Akhir Dharma adalah

waktu yang tepat untuk Saddharma

Pundarika Sutra untuk tersebarluaskan

adalah mengetahui waktu yang benar.

M

(11)

epanjang pemerintahan Kaisar Kimmei, Buddhisme mulai disebarluaskan dari Paekche ke Jepang. Selama 240 tahun atau lebih, sampai pemerintahan K a i s a r K a m m u , h a n y a a j a r a n Hinayana dan Semi Mahayana yang tersebarluaskan di Jepang. Meskipun Saddharma Pundarika Sutra telah dibawa ke Jepang, makna sesungguhnya tidak pernah diungkapkan. Situasi yang sama terjadi di China, dimana selama 300 tahun setelah Saddharma Pundarika Sutra diterjemahkan, makna sesungguhnya tidak diungkapkan.

Sepanjang pemerintahan K a i s a r K a m m u , M a h a G u r u Dengyo muncul, menyangkal ajaran Hinayana dan Semi Mahayana, dan mengungkapkan kebenaran dari Saddharma Pundarika Sutra. Setelah itu, tidak seorang pun menyangkal atau keberatan terhadapnya dan semua orang percaya dalam Saddharma Pundarika Sutra. Bahkan para sarjana dari enam sekte di Nara, yang dikenal mengambil perlindungan dalam sutra Mahayana dan Hinayana seperti Sutra Karangan Bunga, Sutra Kebijaksanaan, Sutra Pembabaran Rahasia dan Dalam, dan Sutra Agama, membuat Saddharma Pundarika Sutra sebagai inti dari seluruh ajaran Sang Buddha, demikian juga para sarjana Tendai dan Shingon. Kejadian ini sangat alami sama seperti tidak adanya batu-batu di Gunung Kun-lun atau tidak ada racun di Gunung P’eng-lai.

Sepanjang 50 tahun terakhir atau sejak periode Kennin, bagaimana pun, Dainichi-bo Nonin dan Butchi-b o K a k u a n m e n y e Butchi-b a r l u a s k a n Buddhisme Zen, dan Honen dan Ryukan mendirikan Sekte Tanah S u c i . M e r e k a m e r e m e h k a n ajaran Mahayana Sesungguhnya, Saddharma Pundarika Sutra dan membabarkan ajaran sementara, atau mereka membuang semua sutra

Sang Buddha, menegakkan ajaran penyampain khusus tanpa literatur dan makna lisan. Ajaran mereka bagaikan membuang sebuah permata untuk sebuah batu karang, atau meninggalkan bumi untuk terbang diangkasa. Mereka tidak menyadari urutan penyebarluasan Buddha Dharma.

S a n g B u d d h a memperingatkan kita dalam Sutra Nirvana, “Berhati-hatilah, Adalah lebih baik terbunuh oleh seekor gajah liar daripada disesatkan oleh seorang teman iblis atau jahat (pemimpin)’ (seekor gajah hanya menghancurkan badan, tetapi teman iblis membimbing kita kepada Neraka dan menghancurkan kedua-duanya badan dan pikiran.)”

Tiga Jenis Musuh Saddharma Pundarika Sutra

ebagaimana telah diprediksi d a l a m S a d d h a r m a Pundarika Sutra, dalam Bab XIII “Dorongan Untuk Menegakkan Sutra ini,” bahwa 2000 tahun setelah kemoksaan Sang Buddha, pada Masa Akhir Dharma, tiga jenis musuh akan muncul melawan mereka yang menyebarluaskan Saddharma Pundarika Sutra." Waktu yang tepat dari Masa Akhir Dharma dibabarkan dalam Saddharma Pundarika Sutra sebagai “Periode 500 tahun ke-lima” setelah kemoksaan Sang Buddha. Ketika Aku, Nichiren, merenungkan ada atau tidaknya bukti kata-kata

Sang Buddha, tiga jenis musuh secara pasti telah ada saat sekarang. Jika Aku menyangkal keberadaan ke Tiga Jenis Musuh tersebut dan menyebarluaskan Saddharma Pundarika Sutra sebagai sebuah cara untuk menghindari p e n y i k s a a n , A k u t i d a k d a p a t mengklaim diri sebagai pelaksana Saddharma Pundarika Sutra. Pada sisi lain, jika Aku menyebarluaskan sutra ini sedemikian sehingga Aku dianiayai oleh musuh, Aku pasti akan kehilangan hidupKu.

Pada bagian paragraf ke-empat Saddharma Pundarika Sutra, dalam Bab X “Guru Dharma,” dibabarkan, “Terdapat banyak orang yang membenci sutra ini (Saddharma Pundarika Sutra) dengan penuh kedengkian bahkan pada masa hidupKu. Tidak dapat dikatakan lagi, lebih banyak orang akan melakukannya setelah kemoksaanKu.” Pada paragraf kesembilan dalam sutra yang sama, Bab XIV “Pelaksanaan Yang Tenang,” dibabarkan, “Aku tidak pernah membabarkan Saddharma Pundarika Sutra ini sebelumnya sebab, jika Aku melakukannya, banyak orang di dunia akan membencinya dan sedikit yang akan percaya.” Juga dinyatakan dalam Bab XIII “Dorongan Untuk Menegakkan Sutra Ini,” “Kita tidak akan menyerah meskipun kehilangan h i d u p . P u s a k a k i t a h a n y a l a h Penerangan Yang Tak Tertandingi.” Bab XVI “Jangka Waktu Hidup Sang Buddha,” dibabarkan, “Mereka yang berkeinginan untuk melihatKu (Sang Buddha) haruslah dengan sepenuh

S

S

Sutra Nirvana mengatakan, “Berhati-hatilah, Adalah

lebih baik terbunuh oleh seekor gajah liar daripada

disesatkan oleh seorang teman iblis atau

jahat (pemimpin)’ (seekor gajah hanya

menghancurkan badan, tetapi teman

iblis membimbing kita kepada Neraka

dan menghancurkan kedua-duanya

badan dan pikiran.)”

(12)

A Collection of Nichiren Wisdom, Volume 1

Terbitan: Nichiren Buddhist International Center

Diterjemahkan oleh: Josho S.Ekaputra

Mencapai KeBuddhaan Dengan Tiga Ribu Gejala Dalam Sekejap Pikiran Adalah Sebuah Permata Sejati

Banyak cara yang diajarkan mengakui dapat membimbing seseorang mencapai KeBuddhaan, Seperti “Satu Pikiran” dari Sekte Shingon, “Jalan Tengah Delapan Pelaksanaan” dari ajaran Sanron, “Kesadaran Tunggal” dari ajaran Sekte Hosso, dan “Lima Roda” dari sekte Shingon. Bagaimana pun tidak ada satu dari cara-cara diatas sesuai dengan kenyataan atau terbukti secara nyata. Hanya ada satu cara yang dapat membimbing kita untuk mencapai Jalan KeBuddhaan yaitu “Tiga Ribu Gejala Dalam Sekejap Pikiran” ajaran dari Maha Guru T’ien T’ai. Bagaimana pun kita sedang berada dalam Masa Akhir Dharma, tidak menguasai pengetahuan yang cukup untuk memahami hal tersebut. Meskipun demikian, jika seseorang menyakini hal tersebut dengan hati kepercayaan yang seutuhnya akan dapat mencapai KeBuddhaan. Diantara semua sutra yang dibabarkan oleh Sang Buddha semasa hidupNya, hanya Saddharma Pundarika Sutra yang mencakup permata dari ajaran Tiga Ribu Gejala Dalam Sekejap Pikiran. Ajaran dari sutra lain kelihatan seperti sebuah permata, tetapi pada kenyataannya, mereka adalah batu kuning yang tidak ada harganya. Hal ini sama seperti, bagaimana pun kerasnya kamu memeras pasir tidak akan ada minyak yang keluar darinya, atau seperti wanita mandul tidak akan mampu mempunyai seorang anak, bahkan meskipun seorang yang bijaksana tidak akan dapat mencapai KeBuddhaan dengan pemahaman dari sutra-sutra lainnya. Sebaliknya bagi Saddharma Pundarika Sutra, bahkan orang-orang bodoh akan dapat menanam bibit KeBuddhaan. Kuitpan ini dari Sutra Nirvana menyatakan, “Orang-orang seperti itu akan mampu mencapai keBuddhaan,” semua pencapaian KeBuddhaan ini melalui pemahaman terhadap Saddharma Pundarika Sutra.

Tidak hanya, Aku, Nichiren, tetapi juga seluruh murid-muridKu akan dapat mencapai Tanah Buddha sesegera mungkin, asalkan kita tetap teguh dalam mempertahankan keyakinan tidak peduli kesulitan apa pun yang menimpa kita. Aku selalu memberitahu para pengikutKu agar jangan pernah ragu atau bimbang oleh karena tidak adanya perlindungan dari langit dan meratapi ketidak adanya kedamaian di dunia ini. Aku khawatir, bagaimanapun bahwa mereka semua mempunyai keraguan tentang hal ini dan tidak ingin mendengarkanKu lagi. Hal ini kelihatan sangat alami, bahwa manusia biasa akan lupa apa yang telah mereka janjikan, khususnya ketika menghadapi kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan mereka. Merasa kasihan terhadap keluarga mereka, pengikut awamKu harus terpisah dari istri dan anak mereka didunia ini. Bagaimanapun, mereka telah pernah terpisah dari keluarga tercinta dengan penuh duka cita sepanjang kehidupan masa lampau mereka? Apakah mereka pernah terpisah karena demi Buddhisme? Hal ini pasti mengandung kesedihan yang sama. Sekiranya, seseorang harus terpisah dari keluarganya, maka ia harus terus menegakkan Saddharma Pundarika Sutra dan mencapai KeBuddhaan dalam Tanah Buddha Yang Abadi, sehingga mereka bisa kembali ke dunia ini untuk menyelamatkan anak dan istri mereka.

Kaimoku Sho

Membuka Mata Terhadap Saddharma Pundarika Sutra

(Latar Belakang: Pebruari 1272, di Tsukahara, Pulau Sado, Showa Teihon)

hati mengorbankan hidup mereka.” Pada paragraf kesembilan Sutra Nirvana, dalam Bab “Karakter Sang Buddha,” dikatakan, “Sebagai contoh, bagaikan seorang laki-laki, yang ahli dalam perdebatan dan pandai berbicara, yang diutus oleh seorang raja ke negara lain dan mempunyai misi menyampaikan pesan dari raja dengan resiko hidupnya sendiri. Orang bijaksana dalam Buddhisme adalah sama demikian halnya. Bahkan jika seorang umat biasa, janganlah menyia-nyiakan hidupnya sendiri tetapi membabarkan Mahayana, ajaran agung persamaan.” Maha Guru Chang-an menafsirkan kata-kata ini sebagai, “Janganlah merahasiakan ajaran Buddha meskipun jika kamu harus kehilangan hidupmu berarti bahwa hidup kita adalah tidak berarti ketika dibandingkan pada keadaan mendalam Dharma, oleh karena itu sebarluaskanlah Dharma dengan segala resiko hidup kita.”

Melihat pernyataan dalam naskah ini, kita tidak dapat mengatakan diri sebagai pelaksana Saddharma Pundarika Sutra sejati jika belum berhadapan pada ke-tiga jenis musuh dalam menyebarluaskan Dharma. Dia yang menyebarluaskan Jalan Dharma sehingga menyebabkan muncul ke-tiga jenis musuh adalah seorang pelaksana Saddharma Pundarika Sutra sejati. Jika ia melakukan hal itu, bagaimana pun, ia akan kehilangan hidupnya. Ia sama seperti Aryasimha, sebagai contoh, ia dipancung oleh Raja Dammira, dan Aryadeva, yang dibunuh oleh seorang bukan Buddhis.

Tanggal 10 Bulan Ke-Dua

(13)

Penganiayaan Tatsunokuchi (1)

etelah dikalahkan oleh Nichiren Shonin dalam k o n t e s m e n u r u n k a n hujan, Ninsho menfitnah Nichiren Shonin dihadapan tokoh terkemuka KeShogunan Kamakura. Seiringan dengan datangnya ancaman serangan dari Mongol, pemerintahan militer tidak dapat membiarkan semakin tumbuhnya ketenaran dari Nichiren Shonin.

Sekitar jam 4 sore pada tanggal 12 bulan sembilan tahun 1271, Hei-no-Saemon, seorang perwira tinggi Shogun, bersama sejumlah tentara, menyerang ke gubuk tempat tinggal Nichiren dan menangkap Beliau. Diikat dengan sebuah tali diatas kuda, Nichiren dibawah ke tempat hukuman mati sebagai seorang kriminal. Ketika rombongan tersebut mendekat tempat suci Hachiman-gu, Kamakura, Nichiren Shonin meminta kepada pemimpin tentara dan mengijinkan dia untuk turun dari kuda.

Menghadap ke tempat suci tersebut, Nichiren meneriakan, “Aku telah ditangkap hanya karena Aku telah melakukan yang terbaik untuk menyebarluaskan Saddharma

Catatan :Riwayat hidup Nichiren Shonin yang tepat dapat kita baca dari berbagai macam surat dan catatan masa lalu dan penelitian sejarah lainnya. Tetapi disini terdapat berbagai macam cerita legenda sehubungan dengan kehidupan Nichiren Shonin, dan akan Saya tuangkan dalam tulisan ini.

Legenda Nichiren Shonin

Oleh YM.Bhiksu. Gyokai Sekido

Sumber: Nichiren Shu News, terbitan Nichiren Shu Headquaters dan Kaigai Fukyo Koenkai

Dirangkum dan diterjemahkan oleh Josho S.Ekaputra

LEGENDA (BAG.11)

NICHIREN SHONIN

NICHIREN SHONIN

S

Pundarika Sutra. Engkau, Maha Bodhisattva Hachiman! Engkau telah bersumpah untuk melindungi para penganut Saddharma Pundarika S u t r a . K e n a p a E n g k a u t i d a k melindungiKu?.” Kemudian Ia pun kembali keatas kuda.

L a p a n g a n p e l a k s a n a a n hukuman itu berlokasi di tepi laut Tatsunokuchi, daerah pinggiran Kamakura, menghadap ke pulau Enoshima. Pelaksanaan hukuman telah dijadualkan akan dilaksanakan sekitar jam 1 pagi pada tanggal 13.

Pengadilan telah memutuskan memberikan hukuman pembuangan ke Pulau Sado kepada Nichiren. Bagaimanapun, pelaksanaan hukuman mati secara diam-diam ini harus segera dilaksanakan pada tengah malam itu juga. Pada saat pemenggalan kepala akan dilaksanakan, kejadian yang tidak biasanya pun terjadi sehingga hukuman itu tidak terjadi. Kemudian, hukuman pemenggalan itu pun dibatalkan, dan peristiwa ini dapat dihindarkan karena petisi dari para murid dan pengikutNya. Dan

(14)

kemudian Nichiren dibawa ke Echi (Sekarang kota Atsugi) untuk dibuang ke Pulau Sado.

B e r d a s a r k a n l e g e n d a , Nichren Shonin memperingatkan Maha Bodhisattva Hachiman ketika ia berada didepan tempat suci Hachiman-gu Kamakura, sekarang dekat daerah “Akahashi.” Hal ini tercatat dengan jelas dalam sejarah. Kemudian, rombongan membawa Nichiren melewati daerah Hase dan tiba dihadapan tempat suci Goryo.

Menerima sebuah pesan dari Nichiren, Shijo Kingo (?–1296), yang tinggal didaerah tersebut, bergegas pergi untuk menemui Nichiren Shonin. Ia memeluk kuda yang membawa Nichiren dan ingin mengikuti Beliau menuju kematian. Rombongan kemudian melewati jurang didekat kuil Gokuraku-ji dan tiba di pantai Shichiri-ga-hama.

Ketika mereka mendekati Inamurayama, Nichiren menanggalkan jubah Beliau dan mengantungkannya diatas pohon kayu, Ia tidak ingin kalau jubahnya nanti akan dikotori oleh darah ketika pemenggalan terjadi. Sekarang, masih tersisa kayu tempat Nichiren menaruh jubahnya. Rombongan pun tiba di Tsumura,

dimana tinggal seorang ibu tua, berumur 70 tahun, yang telah menjadi seorang penganut yang taat kepada Saddharma Pundarika Sutra setelah bertemu dengan Nichiren Shonin di Kamakura. Ia menyebut Odaimoku setiap hari sejak saat itu. Merasa simpati yang mendalam kepada Nichiren Shonin, dalam keadaan tergesa-gesa ia membuat sebuah kue beras, yang diatasnya ditaruh biji wijen dan kemudian mempersembahkannya

kepada Nichiren dan Nichiren pun memakan kue beras tersebut.

S e j a k N i c h i r e n S h o n i n terbebas dari hukuman pemenggalan kepala, orang-orang pun menyebut kue beras ini sebagai “Kue Beras Leher Nichiren.” Karenanya, sejak itu kue beras dengan wijen selalu disajikan dalam upacara peringatan kematian Nichiren dalam Nichiren Shu. Legenda lain mengatakan bahwa ketika ia berusaha memberikan kue beras itu kepada Nichiren, kue beras terjatuh ke tanah dan terbungkus oleh pasir. Menghormati kebaikan hati ibu tersebut, Nichiren Shonin memakan kue beras tersebut, dan berkata, “rasa biji wijen sangat enak bila ditaburi diatas kue beras.” Kuil Ryukoji (bisa dibaca di Buletin Lotus, Edisi ke-10 Juli 2005) sekarang berdiri di lokasi tempat pemenggalan kepala tersebut. Upacara peringatan kepada Nichiren Shonin, selalu disediakan kue beras dengan dilapisi biji wijen. Berbagai macam jenis kue dari biji wijen seperti kue-kue kering juga tersedia dikuil ini ketika perayaan.

(15)

KESIMPULAN

i dalam bab-bab yang terdahulu, Buddha Sakyamuni Yang Abadi telah dibabarkan untuk pertama kalinya, hal ini tidak pernah sama sekali diungkapkan dalam sutra-sutra lain. Dalam tiga bab, Sang Buddha menjelaskan secara terperinci jasa kebajikan yang diperoleh bagi mereka yang percaya kepada Buddha Abadi dan melaksanakan ajaran dari Buddha Abadi.

Untuk dapat menerima seluruh kebajikan tersebut, terdapat empat langkah yang harus dilaksanakan ketika Buddha masih hidup dan lima langkah setelah kemoksaan Beliau. Ke-empat

langkah ketika Buddha masih hidup adalah:

Mengerti dan percaya seketika ketika mendengar bahwa Hidup Buddha adalah Abadi,

Memahami maksud dan artinya, Menyebarluaskannya kepada orang lain,

Memasuki hati kepercayaan yang mendalam.

Sebagai tambahan, untuk dapat menerima seluruh jasa kebajikan setelah kemokshaan Sang Buddha, harus mengikuti kelima langkah berikut:

1.

2. 3. 4.

Seri Penjelasan Saddharma Pundarika Sutra

Oleh: YM.Bhiksu Shokai Kanai

Sumber Acuan: Buku "The Lotus Sutra" By Senchu Murano Diterjemahkan oleh: Josho S.Ekaputra

BERBAGAI MACAM

BERBAGAI MACAM

JASA KEBAJIKAN

JASA KEBAJIKAN

BAB XVII

D

(16)

Kegembiraan

Membaca dan menerima,

Membabarkannya kepada orang lain,

Melaksanakan Enam Paramita, dan

Menguasai ke Enam Paramita. Melalui pelaksanaan langkah-langkah ini, kita akan dapat menerima berbagai jasa kebajikan.

PENJELASAN

“Setelah semua mahluk yang jumlahnya tak terhingga dalam persamuan agung itu mendengarkan tentang Jangka Waktu Hidup Sang Buddha berkalpa-kalpa lamanya yang dinyatakan dalam bab sebelumnya, semuanya mendapatkan manfaat yang besar.”(p.250, L.3.):

anfaat besar yang diperoleh adalah bahwa kita semua juga adalah Abadi seperti Sang Buddha. Bab ini menjelaskan berbagai jasa kebajikan yang akan kita peroleh. Antara lain sebagai berikut:

“Memperoleh Kebenaran Tanpa Kelahiran.’ (P.250, L.11.): Tanpa kelahiran disini berarti bahwa kita akan berada dalam tingkatan pikiran satu bukan dua, didalam kita melihat tentang sebuah kelahiran atau kematian, kemenangan atau kekalahan, untung atau tidak, kemakmuran atau kemunduran, dan sebagainya.

“Memperoleh Dharani.“ (P. 250, L.13.): Dharani adalah kata-kata mistik yang mempunyai kekuatan untuk menghancurkan kejahatan dan mendapatkan keberuntungan. Kekuatan itu adalah kemampuan mengingat ratusan bahkan ribuan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. 2.

M

pengulangan ajaran. “Mendapatkan Kemampuan Berbicara Tanpa Rintangan.” (P. 250, L.16.): Seseorang yang telah mendengarkan tentang Jangka Waktu Hidup Sang Buddha adalah Abadi akan memperoleh kemampuan mengkhotbahkannya dengan fasih dan lancar meskipun ia mendapatkan serangan dan penganiayaan. Sesungguhnya ia menikmati kebahagiaan ketika membabarkannya kepada orang lain.

“Memperoleh Kemampuan Memutar Roda Dharma Tanpa Henti.”(P.250, L.21): Memutar Roda Dharma berarti membabarkan ajaran Sang Buddha. Ajaran itu dibabarkan dari satu ke yang lainnya, kemudian kepada yang lainnya seperti putaran roda dan ini dapat tersebar kemana pun. Dalam hal ini, Dharma ini akan tersebar ke seluruh dunia. Ketika kita ingin mengajarkan kebajikan, pasti akan mendapatkan rintangan dari banyak orang. Bagaimanapun, orang yang mendengar tentang Jangka Waktu Hidup Sang Buddha Abadi akan mampu memikul dan menahan semua rintangan ini.

“Memperoleh Kemampuan Memutar Roda Dharma Yang Murni. “(P.250. L.23.): Ia akan mampu membabarkan Saddharma Pundarika Sutra dengan hati yang tulus dan bersih, tanpa mengharapkan penghargaan apapun juga.

"Memperoleh Kemampuan Mencapai Anuttara-samyak-sambodhi Setelah Delapan Kelahiran. “ (P.250, L.26.): Semua orang yang mendengarkan tentang Jangka Waktu Hidup Buddha Abadi akan dapat mencapai KeBuddhaan 3.

4.

5.

6.

setelah delapan kali kelahiran, setelah empat kali kelahiran atau dua kelahiran, atau segera setelah hidup ini.

Untuk mencapai

Penerangan Agung tergantung dari hati kepercayaan dan pelaksanaan seseorang. Ini seperti kita memperoleh karcis untuk mencapai Penerangan. Sebagai contoh, beberapa memperoleh tiket kereta api untuk pergi ke New York dari Los Angeles. Jika mereka tidak mendapatkan kereta api, mereka tidak akan pernah mencapai New York. Seseorang mungkin pergi langsung ke New York tetapi yang lain mungkin berhenti di perjalanannya. Untuk mencapai New York cepat atau lambat tergantung orang yang melakukannya. Saddharma Pundarika Sutra mengajarkan bahwa kita harus mempunyai hati kepercayaan yang kuat dan melaksanakan ajaran dari Buddha Abadi untuk mencapai Penerangan. “Putera puteri Ku yang baik, yang tidak berbicara buruk tentang sutra ini tetapi menjadi gembira

mendengarkannya setelah kemoksaanKu, telah dipastikan mengerti tentang Jangka Waktu HidupKu dengan kekuatan kepercayaan. “ (P.258, L.11.):

Ini adalah sangat penting untuk penuh kegembiraan mendengarkan ajaran Sang Buddha. Kegembiraan adalah langkah pertama untuk mempertahankan hati kepercayaan yang kuat. Kenji Miyazawa (1896-1933) yang menulis buku “Kereta Api Malam Galaxy” gembira setelah beliau mendengarkan Saddharma Pundarika Sutra. Kenji baru berusia 18 tahun ketika ia pertama kali menemukan buku sutra dari koleksi buku ayahnya. Ketika ia membaca

(17)

sutra ini, ia tidak dapat menghentikan goncangan emosi dalam dirinya. Sejak saat itu, seluruh hidupnya didasarkan pada Sutra ini. Beliau selalu berdoa untuk kebahagiaan orang lain. Dalam sebuah puisinya dikatakan “tidak terkalahkan oleh hujan, tidak terkalahkan oleh angin, tidak terkalahkan oleh salju atau panasnya musim panas…..semua hal dalam hidupku adalah untuk semua, tanpa memikirkan diri sendiri.”

“Siapapun yang menyimpan, membaca atau menerima Sutra ini, membabarkannya kepada orang lain, menyalin, membuat orang lain menyalinnya, atau membuat persembahan sebuah salinan dari Sutra ini setelah kemokshaanKu, yang ia juga memberikan dana, memahami ajaran, pelaksanaan

kesabaran, bersemangat, konsentrasi pada pikiran, mencari

kebijaksanaan, akan memperoleh karunia kebajikan yang tak terhingga jumlahnya. Kebajikannya tanpa batas bagaikan langit.” (P.259, L 9.):

Setelah kemokshaan Sang Buddha Sakyamuni, pelaksanaan kita dimulai dari kegembiraan mendengar tentang Jangka Waktu Hidup Tathagata yang Abadi. Kemudian memelihara, membaca, menerima, menyalin dan membabarkan kepada orang lain sutra tersebut. Lagi pula sebagai seorang Bodhisattva, melaksanakan Enam Paramita (Enam jenis pelaksanaan seorang Bodhisattva untuk mencapai Penerangan). Ke-Enam Paramita itu adalah Dana Paramita, memelihara ajaran, ketekunan, daya tahan, meditasi dan kebijaksanaan.

“Mereka tidak perlu membangun sebuat stupa atau kuil untuk menghormatiKu.“(P.258, L.16)

”Ajita, bangunlah sebuah stupa ditempat dimana ia duduk, berdiri, atau berjalan! Semua dewa dan manusia harus membuat persembahan kepada Stupa Buddha itu. “ (P. 259, baris terakhir.):

Kedua kalimat diatas terlihat seperti saling bertentangan; bagaimanapun, ini adalah pandangan seorang Buddha. Ia mengatakan tidak perlu membangun sebuah kuil untuknya. Ia sangat rendah hati. Ia menyarankan membangun sebuah kuil bagi mereka yang memelihara, membaca, dan menerima Saddharma Pundarika Sutra.

Dalam pandangan kita, kita harus membangun sebuah stupa sebagai rasa hormat, penghormatan dan penghargaan kepada Buddha. Sebagai contoh, jika seseorang menyelamatkan seorang anak dari banjir, mereka mungkin berkata, “Saya hanya melakukan apa yang bisa saya lakukan. Ini bukanlah sesuatu yang istimewa. Kamu tidak perlu menghargai aku.” Tetapi orang tua anak merasa mempunyai kewajiban untuk menunjukkan rasa terima kasih mereka. Jadi, ini adalah sama bagi kita untuk membangun sebuah stupa untuk Buddha.

GASSHO.

Kata-Kata Mutiara

Oleh: Josho S.Ekaputra

Bicara tentang dharma berarti

kita bicara tentang angin yang

bertiup, sungai yang mengalir,

pepohonan yang menghijau,

matahari yang bersinar, canda

tawa, suka cita dan duka

o-o

Kita rela melakukan apa saja

demi hal-hal kesenangan dan

kebahagiaan diri sendiri serta

berkorban untuknya, tetapi

pernahkah kita berpikir untuk

melakukan hal yang sama untuk

Dharma?

o-o

Seorang manusia biasa

memandang dharma

berbeda-beda dan terkotak-kotak,

tetapi Buddha meilhat

Dharma adalah satu.

o-o

Dharma yang sejati terdapat

dalam tubuh kita, dalam

darah kita, dalam pikiran kita,

dan dalam hati kita. Oleh

karena itu kenapa kita masih

mencari-cari dharma diluar

diri kita dan bergembira akan

(18)

Bodhisattva Maitreya

Bodhisattva Maitreya

Buku "Penjelasan Shutei Gohonzon Nichiren Shonin"

(Gohonzon ini ditulis Bulan Ketiga Tahun Koan Ketiga, 1280 dan digunakan oleh

seluruh umat Nichiren Shu).

Penyusun Oleh: Josho S.Ekaputra

B

"NAMU MIROKU BOSATSU"

odhisattva Maitreya adalah Buddha di masa mendatang untuk dunia saha, yang saat ini bertempat tinggal di Surga Tushita.

Kamus Istilah-Istilah dan Konsep Buddhis menyertakan informasi berikut tentangnya: “Seorang bodhisattva yang diramalkan akan menggantikan Sakyamuni sebagai Buddha di masa mendatang. Juga disebut dengan Ajita, yang berarti ‘Tak Terkalahkan.". Beberapa tulisan memandangnya sebagai tokoh sejarah terkemuka yang telah wafat mendahului Buddha. Dikatakan bahwa ia terlahir kembali di Surga Tushita dimana sekarang ia membabarkan Dharma kepada mahluk-mahluk surgawi di sana. Dikatakan bahwa ia akan muncul kembali di dunia, 5.670 juta tahun setelah kemokshaan Buddha Sakyamuni, mencapai kebuddhaan, dan menyelamatkan orang-orang sebagai pengganti Buddha Sakyamuni. Untuk alasan inilah ia juga kadang dipanggil dengan Buddha Miroku. Kepercayaan terhadap Miroku muncul di India pada sekitar awal abad I Masehi, dan menyebar ke China dan Jepang. Di abad IV, seorang Bhiksu bernama

(19)

Maitreya (270–350) menjadi terkenal sebagai pelajar di Sekte Kesadaran-Tunggal, dan belakangan diidentikkan dengan bodhisattva ini.”

Bodhisattva Maitreya adalah satu-satunya bodhisattva yang dipuja baik oleh kaum Buddhis Theravada maupun Mahayana (disamping Siddharta Gautama dan kehidupan lampaunya sebagai bodhisattva). Kedatangannya diramalkan dalam rangkaian sutra Pali juga dalam sutra-sutra Mahayana.

Sebagai tambahan dari guru legendaris pada abad ke-empat dengan nama yang sama, Bodhisattva Maitreya telah banyak muncul dalam sejarah. Yang paling terkenal adalah Bhiksu yang periang dan gembira yang patungnya sering disalah kenali, sebagai Sang Buddha. Taigen Daniel Leighton menyertakan keterangan berikut tentang tokoh yang terkenal namun sering disalahartikan ini: “Di China, Maitreya hampir disamakan dengan inkarnasinya sebagai tokoh sejarah pada abad kesepuluh yakni seorang Bhiksu Zen China Budai, yang nama bhs.Jepangnya Hotei, mungkin lebih populer di Barat. Gambar dan lukisan Bangsa China tentang Budai, atau Hotei, sering diberi nama sebagai ‘Maitreya’ (bhs. China: Milo) sebab dalam anggapan masyarakat China, mereka berdua adalah sama. Hotei adalah seorang pertapa pengembara dengan kekuatan supernatural yang menghabiskan waktunya lebih banyak di jalanan pedesaan dibanding di kawasan kuil. Gambarannya dikenali dengan ciri-ciri berpakaian kusut, gendut, ‘Buddha Tertawa’ periang yang patung-patungnya terlihat banyak di restoran-restoran China dan disemua kuil Buddhis China.

Nama Hotei berarti ‘tas kain’, sebab ia selalu membawa sekantung penuh permen dan mainan untuk dibagi-bagikan

kepada anak-anak, yang sering kali ia digambarkan bermain-main dengan mereka. ‘Sinterklas’ Buddhis dengan pakaiannya yang kumal ini memperluas pandangan kita tentang kehangatan dan sifat welas-asih dari Maitreya. Perutnya yang gendut dan kecocokannya dengan anak-anak mencerminkan aspek lain dari Maitreya dalam kepercayaan masyarakat populer, yakni sebagai dewa pemberi anak. Maitreya kadang didoakan oleh mereka yang ingin memiliki anak, terutama di negeri Korea”.

Bodhisattva Maitreya memainkan peran besar dalam Saddharma Pundarika Sutra. Dalam bab pertama, ia yang bertanya kepada Bodhisattva Manjushri tentang alasan penampakan pertanda yang luar biasa menakjubkannya yang ditampilkan oleh Sang Buddha.

Taigen Daniel Leighton merangkum dan memberi pendapat dalam bab ini sebagai berikut: “Dalam Bab.I, Saddharma Pundarika Sutra, Buddha Sakyamuni memancarkan seberkas sinar dari antara kedua alisNya sehingga membingungkan Maitreya, dan ia pun bertanya kepada Manjushri. Manjushri mengingatkan Maitreya bahwa di tanah Buddha pada masa lampau yang tak terhingga jauhnya mereka telah menyaksikan cahaya yang serupa dipancarkan oleh Buddha sebelumnya, seberkas cahaya yang menyambut pembabaran Saddharma Pundarika Sutra atas nama Buddha tersebut oleh seorang bodhisattva bergelar Varaprabha, yang tak lain adalah Manjushri sendiri.

Diantara kedelapan ratus murid-murid bodhisattva tersebut, salah satunya bernama Bodhisattva Yasaskama yang sesungguhnya adalah Maitreya dalam kehidupannya yang lampau. Ia diberi nama demikian karena ia selalu membutuhkan keuntungan dan

perolehan pribadi; meski ia membaca dan menghafalkan berbagai macam sutra, ia tidak memperoleh manfaat dan segera saja melupakan hampir semuanya. Meski Maitreya, atau setidaknya kehidupan lampaunya, karena alasan tersebut tidak dihormati oleh bekas gurunya Manjushri, bodhisattva kebijaksanaan itu melanjutkan dengan berkata bahwa Yasaskama juga telah berbuat banyak jasa-jasa baik. Inilah yang memungkinkannya berlatih di bawah bimbingan berbagai Buddha selama banyak periode kehidupan, hingga ia kini akhirnya menjadi Bodhisattva Maitreya, ditakdirkan untuk menjadi Buddha yang berikutnya.”

Bodhisattva Maitreya juga turut memegang peranan penting dalam Upacara di Angkasa. Ia lah yang menanyakan asal muasal dari para Bodhisattva Muncul dari Bumi dalam Bab.XV. Ia pula yang bertanya bagaimana mungkin Buddha Sakyamuni bisa mengajari mereka sedangkan, Ia baru saja mencapai penerangan 40 tahun yang lalu sebelum kemunculan mereka. Pertanyaan kedua inilah yang memulai pengungkapan dari pencapaian penerangan Kebuddhaan semenjak masa lampau tak terbatas dalam Bab.XVI. Dalam bab ini, Bodhisattva Maitreya yang memimpin peserta pesamuan untuk menyatakan bahwa mereka akan menerima jawaban Sang Buddha dengan penuh kepercayaan. Dalam Bab.XVII dan XVIII adalah Bodhisattva Maitreya, yang disebut oleh Sang Buddha ketika Ia menjelaskan jasa-jasa baik tak terbatas bagi mereka yang menerima ajaran tentang sifat sejati Sang Buddha yang tak terlahirkan dan tak termusnahkan dengan penuh hati kepercayaan. Bab penutup dari Saddharma Pundarika Sutra memberikan keterangan dengan citra yang lebih baik tentang Bodhisattva

(20)

Maitreya dibandingkan dengan bab pertama.

Taigen Daniel Leighton menjelaskan: “Meski Saddharma Pundarika Sutra dimulai dengan pandangan Manjushri yang agak suram tentang kehidupan masa lampau Maitreya, bab terakhir Saddharma Pundarika Sutra dalam menggambarkan perlindungan Samantabhadara terhadap murid-murid sutra ini, memberikan pandangan yang lebih positif tentang Maitreya dan masa depannya. Samantabhadra meyakinkan bahwa siapa saja yang membaca Saddharma Pundarika Sutra dan memahami makna pentingnya akan terlahir kembali di Surga Tushita, Maitreya. Samantabhadra melukiskan alam ini sebagai alam yang penuh kebajikan dan keberuntungan, dikarenakan Maitreya yang berdiam di sana telah memiliki tanda-tanda KeBuddhaan, juga disertai oleh serombongan bodhisattva dan dewa-dewi.”

Lambang: Bodhisattva yang mengenakan sebuah mahkota berujung tiga dengan postur merenung, pergelangan kaki kanan diletakkan di atas lutut kiri, kaki kiri menggantung dari sebuah tempat duduk bunga teratai, tangan kanan menyentuh pipi dengan hanya dua jari, dan tangan kanan diletakkan di atas pergelangan kaki kanan. GASSHO.

anyak orang yang berkunjung ke Gunung Minobu karena mereka adalah umat Nichiren Shu. Dalam kasus saya, saya menjadi umat Nichiren Buddhisme karena saya berkunjung ke Gunung Minobu. Saya tinggal di Jepang dari

tahun 1990 sampai 1996. Ketika berkunjung ke Air Panas Shimobe di Daerah Administrasi Yamanashi, saya mendapatkan sebuah brosur turis yang memberikan gambaran dan promosi tentang Kuonji, Kuil Pusat Nichiren Shu.

Gambar Kuil Kuonji terlihat sangat memikat dan sehingga pada akhir pekan, saya pergi dengan menaiki kereta api selama satu hari sampai ke lokasi dimana dapat melihat Gunung Minobu. Saya menaiki kereta api dari kota Fuji, dan terlihat Gunung Fuji begitu indah berselimutkan salju putih, angin bertiup lembut melewati hutan pengunungan, dan sungai disisinya.

Dari stasiun Minobu, saya naik bus, dan kemudian setibanya di Gunung Minobu menaiki tangga yang terdiri dari dua ratus delapan puluh tujuh anak tangga batu. “Langkah

Suara Teman

Suara Teman

Dharma

Dharma

Oleh: Ronald Petrov

Seorang umat Kuil Nichiren Buddhist, Los Angeles,

USA

B

Penerangan” menuju Kuil Kuon Ji. Aku sampai di puncak dengan terengah-engah dan jantung yang berdegup. Dihadapan ku berdiri dengan agung Aula Utama, dan disebelah kanan terdapat pohon Cherry yang sedang berbunga bagaikan salju. Saya merasa telah tiba di Tanah Suci Buddha.

Gunung Minobu menjadi tujuan favorit saya, dan kapan pun ketika seorang teman atau keluarga datang berkunjung, saya selalu memberitahukan tentang keajaiban Minobu kepada mereka. Ayah saya telah pergi melihatnya ketika musim dingin, adik, keponakan, dan kakak pergi ke Minobu ketika musim gugur, dan teman wanita dari Meksiko dan seorang teman warga negara Inggris telah pergi kesana pada musim panas.

Referensi

Dokumen terkait

Dan ini tidak menjadi masalah karena anda akan lebih mudah utuk belajar dengan dua atau lebih  gaya belajar (banyak media yang bisa

Pengaruh tersebut diuji lebih lanjut dengan membagi sampel berdasarkan tahap- tahap penawaran opsi saham, dan hasil pengujian menunjukkan bahwa lereng tahap 1 lebih curam

Pengosongan, berarti mengosongkan benak kita dari berbagai bentuk pemikiran yang salah, menyimpang, tidak berdasar, baik dari segi agama maupun akal yang lurus Pengisian,

Melihat kenyataan tersebut berarti ibu harus memiliki pengetahuan yang baik dan cukup tentang perkembangan kognitif anak karena ibu dapat berperan di dalamnya,

Terpeliharanya jalan yang sudah dibangun Meningkatnya kelancaran lalulintas Meningkatnya Kelancaran Lalu Lintas √ 45 >. Pengaspalan Jalan Bontoparang-

Imbalan yang dialihkan dalam suatu kombinasi bisnis diukur pada nilai wajar, yang dihitung sebagai hasil penjumlahan dari nilai wajar pada tanggal akuisisi atas seluruh aset

Data penampilan reproduksi didapatkan dari data reproduksi sapi Bali betina yang dipelihara secara intensif di BPTU (Balai Pembibitan Ternak Unggul) Desa Pulukan,

Pengaturan gizi pertandingan; pada periode pertandingan perlu disusun perencanaan makanan: sebelum bertanding, saat bertanding dan setelah bertanding, terutama untuk olahraga