• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. semantis, kategorisasi, makna, dan kebudayaan. Konsep-konsep tersebut perlu dibatasi untuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. semantis, kategorisasi, makna, dan kebudayaan. Konsep-konsep tersebut perlu dibatasi untuk"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu warna, komponen semantis, kategorisasi, makna, dan kebudayaan. Konsep-konsep tersebut perlu dibatasi untuk menghindari salah tafsir bagi pembaca.

Konsep warna pada penelitian ini mengacu pada pendapat Wierzbicka (1990 ) yang menyatakan bahwa pengertian dari istilah warna dalam bahasa tidak bisa secara pasti merupakan respon dari saraf pada kepingan warna, tetapi lebih banyak dibandingkan dengan pengertian dan kesadaran penutur asli dari suatu bahasa yang mempunyai istilah-istilah tersebut. Beberapa kelompok masyarakat mengartikan warna sebagai istilah-istilah tertentu. Misalnya, warna merah pada sekelompok masyarakat bukan hanya dipandang sebagai warna, tetapi merupakan istilah dari keberanian. Setiap budaya memiliki istilah-istilah tersendiri untuk setiap warna. Wierzbicka lebih jauh menjelaskan beberapa makna warna seperti coklat menandakan kusam, kurang humor, hitam ditandakan kematian, kegelapan, misterius, tersembunyi, takut, energi yang tidak diketahui, putih menandakan kebaikan, dingin, kosong, pagi, abu-abu menandakan misterius, berawan, sedih, kesepian, isolasi, merah menandakan darah, gairah, nafsu, bahaya, hijau menandakan pertumbuhan, alam, santai, oranye menandakan kehangatan, dan cahaya. Wierbicka (1996 : 287) menyatakan bahwa warna bukanlah merupakan konsep manusia karena ia bisa diciptakan pada setiap kelompok masyarakat secara berbeda-beda seperti halnya konsep televisi, komputer, dan sebagainya. Demikian pula dengan istilah warna itu sendiri bukanlah merupakan fenomena universal.

Komponen semantis secara sederhana dapat diartikan sebagai fitur yang dimiliki oleh sebuah unsur leksikal (Frawley, 1992: 71 dalam Mulyadi 2003:6). Mulyadi (2000: 40)

(2)

mengatakan bahwa komponen semantis mencakup kombinasi dari perangkat makna seperti ‘seseorang’, ‘sesuatu’, ‘mengatakan’, ‘melakukan’, ‘terjadi ’, ‘ini’, dan ‘baik’.

Kategorisasi adalah pengelompokan butir leksikal berdasarkan kesamaan komponen semantisnya (Mulyadi, 2010: 169). Misalnya, ‘komponen X melakukan sesuatu dengan sesuatu’ memuat anggota verba manjaljali ‘mencincang’, managil ‘memarang’, dan mangarambas ‘membabat’ yang terdapat dalam satu ranah semantis yang sama.

Makna sebuah kata adalah konfigurasi dari makna asali untuk setiap kata (Wierzbicka, 1996:170). Konfigurasi yang dimaksud adalah kombinasi antara satu makna asali dengan makna asali yang lain yang membentuk sintaksis makna universal. Makna yang dikaji dalam penelitian ini adalah makna denotasi.

Kebudayaan adalah keseluruhan kebiasaan kelompok masyarakat yang tercermin dalam pengetahuan, tindakan, dan hasil karyanya sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya untuk mencapai kedamaian dan/atau kesejahteraan hidupnya (Sibarani, 2004:5 ; bandingkan Koentjaraningrat 2009:146).

2.2 Landasan Teori

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori MSA (Metabahasa Semantik Alami). Ada dua alasan penelitian ini menggunakan teori MSA. Pertama, definisi sebuah kata diterangkan secara ilmiah. Kedua, makna asali digunakan sebagai metabahasa universal, artinya konsep-konsep ini dileksikalkan secara ilmiah.

Teori MSA (Mulyadi, 2006) adalah teori yang dalam analisis maknanya menggunakan konsep makna asali, polisemi (bentuk leksikon tunggal untuk mengekspresikan

(3)

dua makna asali yang berbeda), aloleksi (terdiri dari aloleksi posisional, aloleksi kombinatorial, aloleksi kasus,dan aloleksi infleksi), dan sintaksis makna universal (kombinasi dari butir-butir leksikon makna asali yang membentuk proposisi sederhana sesuai dengan perangkat morfosintaksisnya). Makna suatu kata dibatasi dengan menggunakan teknik parafrase. Skenario semantis disusun dari perangkat makna asali dan melalui perangkat itu dapat diungkapkan persamaan dan perbedaan makna kata. Deskripsi maknanya bersifat tuntas dan tidak berputar-putar.

Asumsi dasar teori MSA berhubungan dengan prinsip semiotis yang menyatakan analisis makna akan menjadi diskret dan tuntas dengan menggunakan perangkat makna asali sebagai elemen akhir, yaitu sebuah perangkat makna tetap yang diwarisi manusia sejak lahir. (Mulyadi, 2006)

Makna asali adalah seperangkat makna yang tidak berubah yang telah diwarisi oleh manusia sejak lahir. Makna asali merupakan refleksi dari pembentukan pikiran (Goddard, 1994: 2 dalam Mulyadi, 2000: 41). Makna asali dapat diuraikan dengan tuntas dari bahasa alamiah (ordinary language) yang merupakan satu-satunya cara menyajikan makna (Wierzbicka, 1996: 31. Pada tahun 1972, dia menemukan empat belas buah makna asali, kemudian pada tahun 1980 menjadi lima belas buah makna asali. Terakhir, Wierzbicka (1996) dan Goddard (2006) mengusulkan 63 makna asali.

Tabel 2.1

Perangkat Makna Asali Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris

KOMPONEN ELEMEN MAKNA ASALI

Substantif

I AKU, YOU KAMU, SOMEONE SESEORANG PEOPLE/PERSON, ORANG, SOMETHING/THING SESUATU/HAL. BODY TUBUH Substantif Relasional KIND JENIS, PART BAGIAN

(4)

Pewatas THIS INI, THE SAME SAMA, OTHER/ELSE LAIN

Penjumlah ONE SATU, TWO DUA, MUCH/MANY

BANYAK, SOME BEBERAPA, ALL SEMUA

Evaluator GOOD BAIK, BAD BURUK

Deskriptor BIG BESAR, SMALL KECIL

Predikat Mental THINK PIKIR, KNOW TAHU, WANT INGIN, FEEL RASA, SEE LIHAT, HEAR DENGAR

Ujaran SAY UJAR, WORDS KATA, TRUE

BENAR

Tindakan, peristiwa, gerakan, perkenaan BE (SOMEWHERE, THERE IS/ EXIST, ADA, HAVE/PUNYA, BE

(SOMEONE/SOMETHING) ADALAH (SESEORANG/SESUATU)

Hidup dan Mati LIVE HIDUP, DEAD MATI

Waktu WHEN/TIME BILA/WAKTU, NOW

SEKARANG, BEFORE SEBELUM, AFTER SETELAH, A LONG TIME LAMA, A SHORT TIME SINGKAT, FOR SOME TIME SEBENTAR, MOMENT SAAT

Ruang WHERE/PLACE (DI) MANA/TEMPAT,

HERE (DI) SINI, ABOVE (DI) ATAS, BELOW (DI) BAWAH, FAR JAUH, NEAR DEKAT, SIDE SISI, INSIDE (DI) DALAM

KOMPONEN ELEMEN MAKNA ASALI

Konsep Logis NOT TIDAK, MAYBE MUNGKIN,

CAN DAPAT, BECAUSE KARENA, IF JIKA

Argumentator VERY SANGAT, MORE LEBIH

Kesamaan LIKE/AS SEPERTI

Sumber: Mulyadi (2012:38) diadaptasi dari Goddard (2006)

Konsep dasar kedua, yaitu polisemi, merupakan bentuk leksikon tunggal yang dapat mengekspresikan dua buah makna asali yang berbeda dan bahkan tidak memiliki hubungan komposisi (nonkomposisi) sebab masing-masing mempunyai kerangka gramatikal yang berbeda (Wierzbicka, 1996: 27-29).

Ada dua hubungan nonkomposisi yang paling kuat, yakni hubungan pengartian (entailment-like relationship) dan hubungan implikasi (implikasional). Hubungan pengartian diilustrasikan pada MELAKUKAN/TERJADI dan MELAKUKAN PADA/TERJADI.

(5)

Contoh: jika X MELAKUKAN SESUATU PADA Y, SESUATU TERJADI PADA Y. Hubungan implikasi terdapat pada eksponen TERJADI dan MERASAKAN. Contoh: jika X MERASAKAN SESUATU, SESUATU TERJADI PADA X. (Wierzbicka 1996:25-26 dalam Mulyadi, 2006: 71).

Sintaksis makna universal, dikembangkan oleh Anna Wierzbicka pada akhir tahun 1980-an sebagai perluasan dari sistem makna asali (Goddard, 1998: 24). Dalam teori MSA, makna memiliki struktur yang sangat kompleks, terdiri atas komponen yang berstruktur seperti ‛aku menginginkan sesuatu’, ‛ini baik’, atau ‛ kau melakukan sesuatu yang buruk’. Kalimat seperti ini disebut sintaksis makna universal. Ja di, sintaksis makna universal adalah kombinasi dari butir-butir leksikon makna asali yang membentuk proposisi sederhana sesuai dengan perangkat morfosintaksisnya (Mulyadi dan Siregar, 2006: 71). Unit dasar sintaksis universal dapat disamakan dengan ‛ klausa’, yang dibentuk oleh substantif dan predikat serta beberapa elemen tambahan sesuai dengan ciri predikatnya (Mulyadi dan Siregar, 2006: 71). Contoh pola sintaksis makna universal dapat ditunjukkan seperti di bawah ini:

1. Aku memikirkan sesuatu yang baik. 2. Sesuatu yang buruk terjadi padamu.

3. Jika aku melakukan ini, orang akan mengatakan sesuatu yang baik tentang aku. 4. Aku tahu bahwa kamu orang baik.

5. Aku melihat sesuatu terjadi di sana. 6. Aku mendengar sesuatu yang baik.

Pola kombinasi yang berbeda dalam sintaksis makna universal mengimplikasikan gagasan valensi. Contohnya, elemen MELAKUKAN, selain memerlukan ‛‛subjek” dan ‛‛komplemen” wajib (seperti seseorang melakukan sesuatu’), juga memerlukan ‛‛pasien” (seperti ‛seseorang melakukan sesuatu kepada seseorang’. Begitu pula, MENGATAKAN, di samping memerlukan ‛‛subjek” dan ‛‛komplemen” wajib (seperti ‛seseorang mengatakan

(6)

sesuatu’), juga memerlukan ‛‛pesapa” (seperti ‛ seseorang mengatakan sesuatu pada seseorang tentang sesuatu’) (Mulyadi dan Siregar, 2006: 71).

Bahasa merupakan kebudayaan yang pertama dimiliki oleh setipa manusia dan bahasa itu dapat berkembang karena akal atau sistem pengetahuan manusia (Sibarani, 2004:9). Dalam hal ini, warna termasuk bahasa yang berfungsi sebagai sarana komunikasi dalam budaya. Misalnya, kain berwarna merah yang ditancapkan di depan rumah seseorang memberi informasi bahwa di rumah tersebut sedang berduka. Dari penejelasan tersebut, maka bahasa memiliki beberapa fungsi sebagai sistem sosial. Fungsi bahasa yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada pendapat Keraf (1979: 3-7) menyatakan bahwa bahasa memiliki beberapa fungsi, yaitu sebagai (1) Alat untuk menyatakan ekspresi diri, (2) Alat komunikasi, (3) Alat mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, dan (4) Alat mengadakan kontrol sosial.

2.3 Tinjauan Pustaka

Penelitian mengenai warna dalam budaya ini merupakan hal yang menarik, dalam linguistik telah dilakukan beberapa telaah yang berkaitan dengan warna. Penulis akan memaparkan beberapa tulisan dengan paradigma yang berbeda.

Nitiasih (2012) dalam artikelnya yang berjudul “Konsep Warna dalam Dewata Nawa Sanga” menjabarkan penelitiannya terhadap makna warna dalam konteks budaya Bali. Teori MSA dan Semiotik digunakan karena dipandang mampu mengungkap tuntas realisasi leksikal, struktur semantik, dan menelaah sistem tanda. Metode yang dipergunakan dalam penulisan artikel ini terdiri dari dua metode yaitu, metode kepustakaan dengan teknik catat untuk sumber data yang diambil dari sumber tertulis (Sudaryanto, 1996 : 33) dan metode linguistik lapangan dengan teknik simak bebas lintas cakap untuk sumber data yang berasal dari tuturan lisan informan. Penelitian yang dilakukan Nitiasih ini menunjukkan bahwa konsep warna dalam agama Hindu khsusnya dalam Dewata Nawa Sanga merupakan suatu

(7)

konsep yang diciptakan berdasarkan simbol dan arah mata angin. Hal ini merupakan suatu yang sangat alami mengingat dalam agama Hindu terdapat banyak simbol yang dipergunakan. Simbol-simbol tersebut merupakan satu kesatuan yang terintegrasi dengan warna, tekstur, bentuk, fungsi, dan atribut lainnya yang dianggap sebagai sesuatu yang utuh yang tidak dapat dipisah-pisahkan, karena istilah warna dianggap sebagai sesuatu yang secara wajar mengandung domain semantik pada ‘dirinya’. Hal lainnya yang mempengaruhi konsep warna dalam Dewata Nawa Sanga adalah adanya keuniversalan yang menggunakan lingkungan sebagai kerangka referensi yang fundamental yang menimbulkan makna konotatif, asosiatif, dan kolokatif pada warna yang ada di dalam Agama Hindu.

Deskripsi makna warna yang diperoleh dari hasil penelitian ini menemukan perbedaan waktu kapan manusia dapat melihat atau apa yang disebut ‘siang hari dan kapan manusia tidak dapat melihat atau ‘malam hari. Secara garis besar manusia cendrung untuk membedakan secara universal antara melihat sesuatu yang kelihatan ‘ terang ‘ dan ‘ bersinar ’, dan juga melihat sesuatu yang kelihatan ‘ gelap ‘ dan ‘tidak mengkilap’. Perbedaan antara warna ‘gelap‘ dan ‘ terang’ tersebut memegang peranan penting dalam bahasa-bahasa di dunia. Bahasa Kuku di Australia menggunakan istilah bingaji dan ngumbu yang berarti terang dan gelap yang juga dipergunakan untuk mengatakan warna ‘putih’ dan ‘ hitam’.

Penelitian Nitiasih memberikan kontribusi berupa teori, metode analisis dan data. Masukan dari segi teori terlihat pada menganalisis sistem tanda dan mengupas tuntas realisasi leksikal. Kemudian, masukan dari segi cara menganalisis warna terlihat pada penggunaan parafrase yang bersumber dari perangkat makna asali.

Dyah (2012) dalam skripsinya yang berjudul ”Medan Makna Ranah Warna Dalam Bahasa Indonesia”, menjelaskan makna istilah-istilah warna yang terdapat dalam ranah warna bahasa Indonesia. Teori yang digunakan adalah medan makna. Dalam pengumpulan data, metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Objek penelitian yang dilakukan Dyah

(8)

ini adalah istilah-istilah warna yang berasal dari Kamus Besar Bahasa Indonesia. Istilah-istilah warna ini dikelompokkan berdasarkan kriteria warna dasar B. Berlin dan Paul Kay. Setelah dikelompokkan, istilah warna tersebut diklasifikasikan berdasarkan aspek semantis untuk menemukan medan makna ranah warna dalam bahasa Indonesia. Dalam penelitian ini Dyah memberikan hasil penelitian istilah warna yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari (contohnhya merah cabe, merah jingga, dan merah tua), tetapi tidak ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Sebaliknya, ada juga istilah warna yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tetapi jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, contohnya kirmizi. Hal ini menunjukkan bahwa tidak menutup kemungkinan muncul istilah warna yang baru sejalan dengan perkembangan zaman.

Penelitian Dyah memberikan kontribusi dari segi metode yang bersifat deskriptif. Masukan dari pengumpulan data terlihat pada penggunaan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Selanjutnya, masukan dari segi mengolah data terlihat pada cara pengolompokan data warna berdasarkan aspek semantis.

Hui-Chih Yu (2014) dalam artikelnya yang berjudul “A Cross-Cultural Analysis of Symbolic Meanings of Color” membahas mengenai lima warna dasar yang telah diidentifikasi oleh dunia melalui banyak generasi dan perkembangan komunikasi. Teori yang diterapkan adalah teori Kognisi Warna dan Makna Simbolis Warna. Dalam penelitian Hui-Chih Yu menjelaskan setiap lima warna dasar masih memiliki konotasi positif dan negatif, yang didasarkan pada tiga alasan. Pertama, budaya yang kuat cenderung mendominasi popularitas dari warna, selama abad dua puluh, budaya Barat lebih kuat dari budaya lain. Kedua, peristiwa penting yang terjadi di suatu negara besar, revolusioner bendera, yang mana adalah berwarna merah, sehingga merah telah ditekankan karena merupakan warna darah dan gairah. Ketiga, negara yang memiliki lanjutan sejarah panjang dan tradisi, dapat

(9)

mempertahankan makna positif dari warna, sebagai contoh warna hitam mewakili kebenaran atau martabat di negara Cina.

Setiap warna akan memiliki makna negatif yang tidak diakui secara luas. Dalam penelitian ini, Hui-Chih Yu memberikan hasil bahwa warna berasal dari cahaya, sementara matahari adalah sumber dari segala cahaya. Tidak ada cahaya maka tidak ada warna muncul. Semua warna telah memberikan aspirasi untuk penyair, dan imajinasi bagi pelukis. Sejauh ini, telah ditemunkan bahwa berbagai warna muncul di banyak puisi, dan banyak seniman suka menggunakan berbagai warna untuk menggambarkan alam.

Amna A, Nabiha, dan Fakhrul (2011) dalam artikelnya yang berjudul “How Colors are Semantically Construed in the Arabic and English Culture: A Comparative Study” meneliti perbandingan warna dalam budaya Arab dan Inggris. Pada penelitian ini ditemukan bahwa warna Arab dan Inggris memiliki fungsi yang lebih umum daripada perbedaan. Klasifikasi dari istilah enam warna dalam kedua bahasa itu lebih dikategorikan menjadi dua jenis, makna positif dan makna negatif, dan ini dilakukan berdasarkan pemahaman para peneliti dari kognisi antara bahasa dan pengalaman. Terbukti, itu adalah alam manusia yang berhubungan simbol linguistik deskriptif (hijau) untuk sesuatu yang secara fisik (misalnya rumput), dan kemudian menyatakan pendapat tentang objek yang dijelaskan di dunia (warna tanah dan langit).

Dalam penelitian ini, teori yang digunakan adalah semantik kognitif. Dalam penelitian ini, peneliti mengacu pada makna etimologis dari istilah warna dan tersedia enam istilah warna dasar Arab dan melintasi keenam istilah warna Inggris. Penelitian ini menggunakan kategorisasi budaya kognitif untuk setiap jangka warna, tiga arti yang berbeda yang diidentifikasi-arti dasar, makna perluasan dan makna tambahan. ‘Makna dasar’ mengacu makna asali dari istilah warna, sedangkan ‘makna perluasan’ mengacu pada perluasan dari makna asalinya. Seluruh pengalaman manusia dan ‘makna tambahan’ mengacu pada makna

(10)

yang telah lanjut disarikan dari makna perluasan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menunjukkan bagaimana dari warna yang diidentifikasi dalam budaya yang berbeda dari bahasa Arab dan Inggris, dan dalam cara di mana kedua bahasa yang relevan dan berbeda untuk setiap jenis warna.

Lebih lanjut Mazhitayeva dan Kaskatayeva (2013) dalam artikelnya yang berjudul “Color Semantics: linguistic-cultural aspect” membahas kesatuan yang berhubungan dengan penyusunan kata, yang di dalamnya mengandung elemen semantik warna. Pada penelitian ini mencoba untuk mengungkapkan makna dari beberapa nama warna sebagai fenomena penting, menangkap esensi dari bahasa kelompok etnis. Penelitian ini mengklarifikasi kesimpulan ilmiah sebagai metodologis basis penelitian; analisis dari penamaan warna di Kazakh dan bahasa Rusia dan perbedaan semantiknya dalam terjemahan. Subjek penelitian ini dari yang berhubungan penyusunan kata ekspresi, menangkap kata-kata dan ekspresi termasuk warna denotasi dari bahasa Kazakh: biru, coklat, kuning, merah, hitam, putih yang menarik minat para peneliti tertarik dengan cara kelompok unit leksikal, nama-nama warna. Dalam jurnal ini mempertimbangkan semantik dari warna-warna ini. Metode deskriptif dan etimologis digunakan sebagai dasar metode penelitian.

Metode deskriptif dan interpretasi yang digunakan untuk menggambarkan studi linguistik. Metode analisis komponen makna dan komparatif yang digunakan untuk membangun penamaan warna semantik. Mirip dengan bahasa lain Kazakh kata bahasa kombinasi yang berkaitan dengan penamaan warna dapat dipertimbangkan dalam kelompok berikut seperti alam, manusia, sistem masyarakat soisal, tradisi dan adat istiadat, ritual dan lain-lain untuk masyarakat Kazakh bangsa Nomad di zaman kuno, kegiatan hidup mereka yang berhubungan erat dengan alam.

Hasil penelitian ini adalah mengetahui tradisi, adat-istiadat, mentalitas, karakter dengan bentuk simbol warna yang dapat ditanamkan pada setiap negara pandangan dunia

(11)

etnis. Pada masa depan kita mempertimbangkan penelitian serba guna menggunakan istilah penjelasan kata dan bentuk warna dalam literatur bahasa. Proses seperti itu sangat penting dan berguna untuk menerjemahkan karya-karya dari suatu bahasa ke bahasa yang lain. Penelitian ini membuat kesimpulan bahwa semantik warna dalam budaya linguistik dari bahasa Kazakh tidak dapat selalu memadai diterjemahkan ke dalam bahasa Rusia, cara-cara pembentukan ekspresi figuratif berbeda satu sama lain dalam Kazakh, Rusia dan bahasa Jerman, komponen tidak selalu sesuai dengan satu sama lain dan dapat berbeda yang secara historis didefinisikan oleh keadaan orang yang hidup.

Kontribusi yang diberikan dari hasil penelitian Mazhitayeva dan Kaskatayeva dapat dilihat dari mengolah data yang mengelompokkan warna dari bahasa Rusia dan Kazakh. Selanjutnya dari segi metode yang bersifat deskriptif untuk kemudian dikembangkan dalam penelitian ini dalam mengumpulkan data warna dalam budaya Batak Toba.

Referensi

Dokumen terkait

Program Magister Teknik Sipil akan menjamin, bahwa sumber daya yang dibutuhkan untuk mendukung proses bisnis dalam penyediaan jasa layanan di bidang Teknik Sipil tersedia

Berdasarkan empat rumusan masalah yang telah dijabarkan diatas mengenai sistem pendokumentasian informasi berita yang saat ini berjalan di Perguruan Tinggi

Penelitian dengan judul “Pengaruh Bauran Pemasaran Terhadap Keputusan Pembelian Obat Generik di Apotek SAIYO FARMA Jombang” ini dilakukan untuk mengetahui

Kecamatan Bandar Dua seluas 1.935,29 Ha, terdiri dari Gampong Blang Dalam, Gampong Pulo, Gampong Uteun Bayu, Gampong Jeulanga Barat, Gampong Alue Keutapang,

diantaranya adalah karena pemadatan tanah dasar Perkerasan yang kurang sempurna, "levelling" yang ^rang baik, kadar aspal yang tidak merata k.r.n,.. terjadi segregasi

Karena setiap elemen matriks

Dengan terbatasnya alat produksi proses pembuatan Bakso Aci juga berdampak pada tidak terpenuhinya target produksi Bakso Aci (Nursalim et al., 2019). Dari uraian diatas maka

Hasil dari ekstraksi disebut dengan ekstrak yaitu sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut