• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III LATAR BELAKANG DAN BERDIRINYA KERAJAAN BUOL. dituturkan dan diwariskan dari generasi ke generasi, bahkan asal mula kejadian tanah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III LATAR BELAKANG DAN BERDIRINYA KERAJAAN BUOL. dituturkan dan diwariskan dari generasi ke generasi, bahkan asal mula kejadian tanah"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

60 3.1.1 Asal Usul Kejadia Daerah Buol

Menurut keyakinan masyarakat Buol yang bersumber dari tradisi lisan yang dituturkan dan diwariskan dari generasi ke generasi, bahkan asal mula kejadian tanah Buol berkait erat dengan pelayaran Nabi Nuh As di zaman dahulu kala sebelum itu Negeri Buol belum ada semuanya masih berupa lautan luas.

Pada suatu ketika di tengah laut kapal Nabi Nuh As melakukan putaran ( maneuver ) sebanyak tiga kali kemudian meneruskan pelayarannya. Lokasi kapal melakukan maneuver tersebut terjadi gelombang besar disertai buih air laut yang sangat besar.

Buih air laut itu lama kelamaan mengering, berbarengan dengan mulai surutnya air banjir besar zaman Nabi Nuh As. Setelah air banjir tersebut surut kembali, maka munculah pulau – pulau, daratan, lembah dan gunung – gunung.

Dikemudian hari setelah mengalami proses alam yang lama, lengkap dengan kehidupan flora dan faunah, maka tempat tersebut terjadilah sebuah negeri yang kemudian diberi nama “ Bwuolyo “ yaitu dari asal kata Bwulya artinya Buih. Oleh orang Belanda kata Bwuolyo di tulis menjadi Bwool. Bwool kemudian berubah menjadi Boel dan terakhir sesuai dengan ejaan baru yang disempurnakan disebut Buol.

(2)

Di samping itu, terdapat salah satu gunung tertinggi di daerah buol yang bernama gunung Pogogul. Gunung Pogogul inilah yang mempunyai kaitan erat dengan penghuni pertama Negeri Buol. Nama pogogul ini konon berasal dari kata pogoguanan yang artinya yang diperebutkan, yang dimaksud di sini ialah diperebutkan oleh para penghuni pertama yaitu antara suku Manurung dengna Ombu Kilan.

Penghuni pertama atau manusia pertama di buol konon menjelma dari kayangan. Diatas gunung pogogul adasebuah batu hitam yang besar.batu hitam tersebut sudah ada sejak proses buid air laut mengering dan mengeras lalu menjadi daratan.

Pada suatu hari terjadi angin ribut, kilat dan halilintar sambung menyambung. Setelah redah kembali ternyata batu hitam terbelah menjadi dua bagian. Dari kedua pecahan batu hitam tersebut muncul dua orang manusi,yang laki-laki mengaku bernama Tamatau dan yang perempuanmengaku bernama Buki Kinumilato.

Mereka kemudian menjadi suami istri dan memperoleh seorang anak laki-laki yang di beri nama Dono Langit. Pada waktu Buki kinumilato hamil, mereka melihat dalam telaga dekat tempat tinggal mereka ada seekor jentik besar terapung diatas air yang dari hari kehari menjadi besar sekali. Pada waktu Dono Langit lahir, maka jentik tersebut pecah dan didalamnya ada seorang bayi perempuan yang cantik parasnya.

Kedua suami istri itu mengambil bayi tersebut dan memeliharanya bersama-sama dengan putranya Dono Langit. Jentik dalam bahasa buol disebut : Koti. Maka

(3)

anak perempuan itu diberi nama : Kotigini. Setelah keduanya dewasa lalu dikawinkan untuk meneruskan keturunan.

Dari perkawinan Dono Langit dengan Kotigini, mereka memperoleh dua orang putra dan dua orang putri, yang kemudian menjadi dua pasang suami istri, tidak jelas nama – nama dari keempat cucunya Tamatau dan Buki kinumilato tersebut.

Setelah berlalu beberapa waktu lamanya terjadi pula hal yang sama. Didalam hutan gunung pogogul terdapat kayu-kayuan dan bambu. Ada dua rumpun bambu kuning. Bambu kuning besar disebut Bwulyatu Bwulyaan dan bambu kuning yang kecil tersebut : Tomulyan Bwulyaan.

Terdapat pula kayu Bindonu, kayu Bindang, Kupo Bwundong dan rotan Doonano. Suatu ketika alam menjadi gelap gulita dan kilat sambar menyambar. Setelah cuaca cerah kembali, dari rumpun bambu kuning besar muncul seorang laki-laki mengaku bernama Lilimbuto dan dari rumpun bambu kecil, seseorang perempuan bernama Lilimbuta.

Mereka menjadi suami istri dan tinggal di gunung pogogul dengan keturunanya. Kisah selanjutnya bahwa Tamatau dan Buki kinumilato setelah memperoleh empat orang cucu,mereka lalu kembali kekeyangan. (dalam A. Rahim Samad, 2000 : 6-7)

(4)

Sebelum Daerah Buol menjadi salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sulawesi Tengah, Daerah Buol masih bergabung dan merupakan bagian dari wilayah Toli-toli yaitu dikenal dengan Kabupaten Buol Toli-toli. Kabupaten ini merupakan salah satu dari ke empat kabupaten yang ada di Provinsi Sulawesi Tengah yang terbentuk pada tahun 1960 berdasarkan Undang-undang No. 29 Tahun 1959, yang merupakan gabungan dari dua wilayah yaitu Daerah Buol dan Daerah Toli-toli. Dengan perkembangan Zaman Derah Buol memekarkan diri dari Toli-toli dan menjadi satu Kabupaten sendiri.

Kabupaten Buol dibentuk berdasarkan Undang-undang No. 51 Tahun 1999 yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Buol Toli-toli dan diresmikan pada tanggal 27 November tahun 1999 atas nama Mentri Dalam Negeri yaitu Gubernur H.B Paliudju. Ir. Abdul Karim Mbouw dilantik di Jakarta sebagai Pejabat Bupati Buol pertama pada tanggal 12 Oktober tahun 1999.

3.2 Kehidupan Sosial Kultur Masyarakat Buol Awal Abad XIX

Kata “kebudayaan” berasal dari (bahasa Sansekerta) buddhayah yang merupakan bentuk jamak kata “buddhi” yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai “hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal”.

Kebudayaan adalah segala sesuatu yang dipelajari dan dialami bersama secara sosial oleh para anggota suatau masyarakat. Di samping itu kebudayaan adalah suatu sistem norma dan nilai yang terorganisasi yang menjadi pegangan bagi masyarakat tersebut. (Paul B. Horton dkk, 1999 : 58).

(5)

Sosial adalah upaya ditengah kehidupan masyarakat sebagian kelompok masyarakat (siciety) ataupun komunikasi (comunity). Sedangkan kultur diartikan dari kata budaya.

Ilmu sosial dasar adalah pengetahuan yang mempelajari tentang masalah-masalah sosial, khususnya masalah-masalah-masalah-masalah yang terjadi pada masyarakat Indonesia, dengan menggunakan Teori-teori ( fakta, konsep, teori ) yang berasal dari berbagai bidang pengetahuan keahlian dalam lapangan ilmu-lapangan sosial, seperti Geografi Sosial, Sosiologi, Antropologi Sosial, Ilmu Politik, Ekonomi, Psikologi Sosial dan Sejarah.

Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ilmu sosial dasar adalah pengetahuan yang mempelajari tentang cara manusia berkomunikasi/berhubungan dengan satu sama lain. Sebagai mahkluk sosial, berkomunikasi/berhubungan antar sesama haruslah terjalin dengan harmonis agar tercipta manusia yang peduli

Kehidupan Sosial Budaya masyarakat Buol masih sangat premitif, sederhana, dan sangat bersifat kekeluargaan. Budaya-budaya dalam masyarakat sangat di jaga dan dijunjung tinggi oleh masyarakat.

Adat istiadat yang ada pada masyarakat selalu dipertahankan dan dilaksanankan oleh masyarakat. Karena belum ada sentuhan dan pengaruh dari budaya-budaya asing/barat.

(6)

Menurut Maryam G. Mailili, Lembaga adat mempunyai anggota yang terdiri dari beberapa orang kepala kampung, salah satu anggota adat adalah Permaisyuri Raja. Di samping itu, Masyarakat Buol mempunyai alat musik tradisional Kurindang (Kulintang), rebana, gambus, palumba, mogunugon, gugobiyan (teka-teki), alat musik tradisional tersebut digunakan untuk mengisi acara hiburan pada sebuah lembaga adat.

Salah satu budaya yang dimiliki oleh masyarakat Buol yaitu Tog ndeng-ndeng (alat musik yang mirip dengan kulintang), apabila sudah berbunyi Tog deng-deng tersebut berarti menandakan sebuah duka, dan semua keluarga meneteskan air mata namun tidak di izinkan untuk menangis keras. Tog ndeng-ndeng adalah sebuah alat musik yang mirip dengan kulintang, namun cara dan tekhnik memukul atau memainkannya sangat berbeda dengan cara bermain Kulintang dan biasanya di mainkan disaat terjadi sebuah duka pada masyarakat Buol. Semangat gotong royong masyarakat Buol masih sangat kental dan masyarakat menyebutnya mapalus (gotong royong/kerja sama). Apa bila ada seorang masyarakat yang sedang Mopayat Gua (memaras kebun) masyarakat yang melihatnya akan ikut membantu untuk memaras kebun tersebut. Hubungan kekerabatan dalam keluarga masih sangat terjalin erat, saling menghargai, hormat menghormati, dan tidak boleh memanggil nama kepada orang yang lebih tua. Masyarakat melakukan Silaturahmi dengan pejabat di saat hari lebaran, yaitu diadakan kunjungan dari masing-masing

(7)

distrik (kecamatan) dengan menggunakan rebana, kemudian diterima oleh Madika (Raja). (wawancara, tanggal 28 Maret 2013).

Lebih lanjut Menurut Nasarudin Mangge, kehidupan sosial masyarakat Buol sangat bersifat kekeluargaan dan selalu menghormati orang yang lebih tua. Masyarakat selalu mengutamakan sikap gotong royong, dan selalu sopan santun kepada orang lain. Dalam membangun sebuah rumah seperti rumah patok (Rumah yang terbuat dari patok ) mereka selalu bersama-sama dan saling membantu, bahkan ada salah satu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat yaitu arisan membangung rumah yang dilakukan setiap bulan. Pada kegiatan arisan membangun rumah tersebut yang dilakukan setiap bulan, masyarakat terlebih dahulu melakukan Bokidu (musyawarah) untuk memutuskan siapa yang menjadi Itoy Kalreja (orang yang dituakan) dalam pekerjaan untuk membangun rumah tersebut. Itoy Kalreja (orang yang dituakan) akan memilih satu orang dari anggota-anggotanya kepada siapa yang pertama dibangun rumah, dengan melihat kondisi dan kehidupannya. (wawancara, tanggal 27 Maret 2013).

Barangkat dari penjelasan diatas kelihatanya sangat berbeda tapi pengertiannya sama kehidupan sosial masyarakat Buol sangat bersifat kekeluargaan dan selalu menghormati orang yang lebih tua. Masyarakat selalu mengutamakan sikap gotong royong, dan selalu sopan santun kepada orang lain

(8)

Menurut Aisyah Entu, “kehidupan sosial masyarakat pada saat itu sangat sederhana sekali, hubungan-hubungan dalam masyarakat terlajin dengan baik dan sifat motalyo (kerja sama) selalu dilakukan dalam kehidupan masyarakat, budaya-budaya sangat di pertahankan dan dijunjung tinggi oleh masyarakat”. (wawancara, tanggal 05 April 2013).

Senada dengan Samsudin Lasau, kehidupan sosial budaya masyarakat Buol masih sangat sederhana. Masyarakat yang ingin pergi belanja di pasar Buol harus berjalan kaki karena pada saat itu masih sangat terbatas alat transportasi seperti motor atau mobil. Budaya-budaya yang ada pada masyarakata sangat di jaga dan selalu dipertahankan. Salah satu budaya masyarakat Buol adalah dengan bermain “paki” (gasing) dan “marah” (layang-layang), apabila masyarakat sudah mulai bermain gasing, berarti menandakan waktunya untuk menanam padi, dan apabila masyarakat sudah mulai bermain layang-layang berarti menandakan sebuah musim panen padi. Masyarakat yang sudah selesai memanen padi harus menumbuk padi agar terpisah dari kulitnya dan bisa dimakan, karena belum ada mesin penggiling padi. Kendaraan yang digunakan masyarakat sebagai alat transportasi adalah gerobak yang ditarik oleh sapi. (wawancara, tanggal 26 Maret 2013).

Lebih Lanjut Menurut Ibrahim Turungku, “hubungan dalam masyarakat sangat tejalin dengan baik dan bersifat kekeluargaan, budaya-budaya yang

(9)

ada pada masyarakat dijunjung tinggi, selalu di jaga dan tetap dilaksanakan”. (wawancara, tanggal 05 April 2013).

Dari beberapa penjelasan kebudayaan masyarakat Buol diatas penulis mengambil kesimpulan bahwa kebudayaan masyarakat Buol sangat terjalin baik dan bersifat kekelurgan dan saling tolong menolong sesama masyarakat.

3.2.1 Seni Budaya

Pendidikan tradisional masih berlangsung terus, bermulah pada akhir abad XIX atau sekitar tahun 1890. Yang mula –mula membawa rebana ke Buol ialah orang banjar, mereka mengajarkan dan pukulan rebana, orang Gorontalo memiliki rebana yang ukurannya besar yang namanya Buruda.

Lagu diambil dari kitab agama. Orang buol mempunyai lagu dan pukulan yang disebut : surabaya , negara, buol dan hamunte. Ada juga kulintang pipini dan kulintang gong. Orang – orang arab membawa gambus kebuol. Mereka mengajarkan jepeng. Kemudian orang buol menciptakan Balumba dan beberapa variasi lainny. Kedua jenis tarian ini sangat digemari dibuol dan membudaya menjadi kesenian rakyat.

Kesenian tersebut selalu ditampilkan dalam upacara perkawinan dan acara- acara keramain lainnya dan pada waktu yang tertentu diadakan pertandingan mulai dari kelompok anak-anak sampai sekolompok orang tua.

(10)

Bahasa merupakan suatu alat komunikasi yang digunakan untuk menyatukan berbagai macam suku-suku bangsa di Indonesia. Tanpa bahasa manusia tidak akan bisa mengenal satu sama lain dan tidak bisa hidup dalam masyarakat.

Buol adalah salah satu daerah yang mempunyai adat istiadat dan bahasa sendiri sebagai salah satu alat untuk menyatukan masyarakat Buol dan sebagai sebuah ciri khas daerah tersebut.

Masyarakat Buol sejak dari dulu sampai sekarang, dan dari ujung bagian Timur yaitu Desa Umu sampai dengan ujung bagian Barat yaitu Desa Lakuan yang berbatasan langsung dengan wilayah Toli-toli, masyarakatnya tetap menggunakan bahasa Buol sebagai suatu alat komunikasi dan sebagai bahasa daerah.

Menurut Samsudin Lasau “masyarakat sampai sekarang masih tetap menggunakan satu bahasa Daerah yaitu bahasa Buol”. (wawancara, tanggal 26 Maret 2013).

Menurut Maryam G. Mailili, “mulai dari Desa Umu sampai dengan Desa Lakuan dan dari dulu hingga terbentuknya Kabupaten Buol Toli-toli masyarakat Buol masih tetap menggunakan satu bahasa Daerah yaitu bahasa Buol, Namun dengan majunya zaman dan ilmu teknologi membuat masyarakat berubah di segala bidang khususnya dalam bahasa. Masyarakat Buol sudah jarang menggunakan bahasa daerah sendiri, mereka lebih suka berbahasa Inggris dan bahasa Indonesia dari pada berbahasa daerah sendiri. Munculnya masyarakat trans dan suku-suku yang berasal dari daerah lain,

(11)

menyebabkan bahasa daerah mulai hilang dan dilupakan dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat Buol. (wawancara, tanggal 28 Maret 2013).

Menurut Nasarudin Mangge, Sebelum terbuntuknya Kabupaten Buol, masyarakat dulu masih menggunakan satu Bahasa Daerah yaitu bahasa Buol. Setelah terbaentunya Kabupaten Buol, masyarakat sudah mulai jarang menggunakan bahasa Daerah Buol dalam kehidupan sehari-hari, mereka lebih suka berbahasa Indonesia dan bahasa Inggris. (wawancara, tanggal 27 maret 2013).

Menurut Aisyah Entu “dari dulu sampai sekarang masyarakat masih tetap meggunakan satu bahasa daerah yaitu bahasa Buol yang digunakan setiap saat dalam kehidupan sehari-hari”. (wawancara, 02 April 2013).

Menurut Ibrahim Turungku “masyarakat Buol adalah msayarakat yeng mempunyai bahasa Daerah sendiri yaitu bahasa Buol yang hingga sampai sekarang ini masih tetap digunakan oleh masyarakat”. (wawancara, tanggal 07 April 2013).

3.2 Terbentuknya Kerajaan Buol ( Abad 1-1500)

Pada abad Ke 1 – 1500 kerajaan buol masih diperintah oleh keturunan orang kayangan dari gunung pogogul.yaitu Dono langit atau tilo kalango. setelah Dono langit atau tilo kalango wafat maka keempat radja mudah ini, mulai mengatur dan mendirikan perkampungannya, lengkap dengan radja-radjanya masing-masing pada lingkungannya, maka keempat Radja ini masih tinggal di negeri ayahandanya (Gula Monial) .Tiada beberapa lamanya mereka tinggal digulamonial lalu masing-masing

(12)

radja ini beralih ketempat perkampungannya, serta terus mendidrikan kerajaan masing-masing ialah Radja di Biau, Radja Tongon, Radja Talaki, Radja Bunobogu.

Didalam keempat radja itu, biau, tongon, talaki, dan bunobogu maka radja biau di anggap oleh radja yang tiga ini, radja biau yang tertua(Tamodoka) dan radja biau menjadi kepala dari mereka , atas persetujuan bersama dari pimpinan ketiga negeri.

Pada tahun 1100 M, datang serangan pasukan kerajaan sigi, kerajaan sigi merupakan kerajaan dilembah palu pada masa itu. Negeri Biau yang diserang pasukan sigi tidak mendapat bantuan dari tiga negeri lainnya dan takluk pada pasukan sigi.

Pimpinana Radja Biau (Tamodoka) ditawan bersama sejumlah pengikutnya dan dibawah kenegeri sigi. Jadi yang ditawan dalam peperangan tersebut adalah Radja negeri Biau. Rakyat negeri Biau sangat risau ditinggalkan pemimpinnya yang ditawan oleh kerajaan sigi. Rakyat negeri Biau sangat risau ditinggalkan pimpinannya yang ditawan oleh pasukan sigi. Kemudian Magamu diangkat menjadi Raja Biau pada tahun 1380 M. Dalam kepemimpinanya negeri menjadi makmur dan aman. Kesejatraan rakyat sangant diutamakan.

Maka rakyat dari tiga negeri sangat berhasrat untuk bergabung dengan negeri Biau. Secara bersama-sama wakil mereka menghadap raja Magamu menyampaikan semua maksudnya. Raja Magamu menyetujui keempat buah negeri ini di gabung menjadi satu,dalam bentuk sebuah kerajaan yang diberi nama kerajaan Buol pada

(13)

tahun 1400 M. Dengan Magamu sebagai madika (Raja) sedang ketiga tamodak dari negeri tongon, talaki dan bunobogu masing-masing sebagai raja mudah.

Dipemukiman sudah terbentuk kampung yang masing-masing dipimpin oleh seorang tertua dari mereka dengan gelar Ti Kapalyo No Kambung. Peradaban mulai maju dan berkembang. Masyrakat bersatu dalam persekutuan hidup yang mempunyai pemimpin masing-masing tetapi meras satu kesatuan yang dinamakan satu suku bangsa buol. Pemerintahan dikendalikan dari Blore Opato atau rumah empat. Tugas pokok pemerintahan adalah memajukan usaha-usaha untuk kesejatraan rakyat. Persatuan dan kesatuan digalang kembali terutama untuk membina keamanan dan mempertahankan diri dari serangan musuh.

Rakyat harus hidup tentram, aman dan damai. Pada waktu itu mereka sudah mengenal bercocok tanam tidak dapat lagi menggantungkan diri dari bahan makanan yang diambil dihutan seperti buah-buahan dan umbi-umbian karena makin lama makin habis.

3.3.1 Hubungan Antara Buol Sigi dan Bualemo

Raja mudah Biau yang ditawan oleh radja sigi dikawinkan dengan putri sigi (saudara raja sigi) memperoleh seorang putra bernama Hafid. Setelah dewasa dan mengetahui bahwa ayahnya berasal dari Buol dan seorang raja pula, maka ia merencanakan mengunjungi negeri ayahnya.

(14)

Dari perjalan dari sigi kearah utara, sampailah ia bersama pengikutnya dinegeri Bualemo. Ia diterima oleh Raja Bualemo dan setelah mengetahui asal usul Hafid sebagai keturunan raja biau atau buol dan raja sigi, raja Bualemo berkenan mengawinkan Hafid dengan putrinya, yang kemudian mempeoleh dua orang anak . anak pertama laki-laki yang bernama PUNU BWULYAAN dan yang perempuan bernama NDAUNI.

Setelah dewasa Punu bwulyaan kemudian kawin dengan putri Tompotikat.Niat Hafid kebuol tidak terlaksan, ia meninggal diBualemo. Maka kedua anaknya melanjutkan rencana ayahnya megunjungi Buol. Punu bwulyaan dan istri serta adiknya kemudian diberangktkan kakenya raja Bualemo menuju Buol. Ia diperlakukan sebagai raja karena punu bwulyaan adalah raja Biau/ Buol, neneknya keturunan dari raja sigi dan kakenya sebelah ibu adalah raja Bualemo.

Punu bwulyaan berangkat dengan pengirimnya sebanyak 400 orang. Dia didampingi oleh 4 orang sangadi, dilengkapi dengan alat kebesaran raja/kerajaan (Arajan), dikawal oleh pasukan yang dipimpin oleh panglima Hilalja. Kedatangan Punu bwulyaan dengan 400 orang pengiringnya didaerah buol , membawa sedikit tiga corak budaya yaitu sigi/kaili, bualemo/tombotikat,dan limboto/gorontalo. Beberapa corak yang masuk itu berbaur dengan budaya buol dan saling pengaruh mempengaruhi. Karena perbauran budaya-budaya tersebut , maka banyak kemiripan-kemiripan dan bahkan kesamaan antara adat istiadat ataupun tradisi antara suku-suku

(15)

buol. Namun demikian penduduk buol dari sifat kesifat menggunakan satu bahasa dan satu logat yaitu bahasa buol.

3.3.2 Susunan Bentuk pemerintahan Buol masih sederhana a. Masa Dono langit

Dono langit sebagai : Ti Kalyangan (yang dipertuan) dan dibantu oleh 4 orang pimpinan negeri dengan gelar : Ta Modoka (yang mulia).

b. Masa Magamu

Magamu sebagai : Madika (Raja) dibantu oleh 4 orang raja mudah dan beberapa orang Kapalya.

c. Masa Punu Bwulyaan

Punu Bwulyaan sebagai : Raja dibantu oleh 4 orang Sangadi dan satu orang pangliama.

3.4 Kehidupan pemerintahan dan kenegaraan pada abad ( ± 1500 – 1800)

1. Raja Anogu Lripu (± 1476 - 1540)

Dalam pemerintahanya raja Anogu Lripu mengadakan beberapa perubahan dan membuat beberapa ketentuan baru dibidang pemerintahan. Wilaya kerajaan dibagi dalam 4 balak. Jabatan raja mudah ditiap negeri sebelumnya, dihilangkan. Diangkatlah beberapa pembesar kerajaan yang baru yaitu jogugu, ukumo dan

(16)

kapitalau. Dalam pembagian tugas dan wewenang, maka raja berkuasa atas seluruh kerajaan.

2.Raja Bataralangit (± 1540 -1560)

Setelah wafatnya Anogu lripu ± 1540 M maka untuk beberapa waktunya jabatan raja buol digantikan dengan raja Batalangit melanjutkan sistem pemerintahan yang dijalankan oleh raja Anogu Lripu. Dengan demikian raja Bataralangit terus memerintah hingga akhir hayatnya.

3.Raja Sultan Eato Madika Moputi ( ± 1560 – 1592 )

Raja ini semasih kecil bernama Dai Malambang setelah dewasa bernama Ali Djuana dan setelah menjadi raja disebut sultan Eato yang kemudian bergelar Madika Moputih . Ayahnya Bataralangit menjadi parabis raja mewakili Dai Bolre. Sedangkan kakenya raja Punu Bwulyaan adalah turunan dari dari tiga raja (kerajaan) yaitu raja Biau/ Buol, raja sigi dan bualemo.

4.Raja Pombang Lripu (± 1592 -1633)

Pombang Lripu sebagai calon Raja Buol tahun 1590 mengadakan perjalan muhibah mengunjungi kerajaan-kerajaan disulawesi utara dan Ternate. Di Buol pada waktu itu banyak didapati emas oleh penduduk. Sebagai emas itu diserahkan kepada Pombang Lripu. Tujuan kunjungannya adalah untuk menjalin persahabantan. Dia

(17)

berkenalan dengan sultan ternate dan Gubernur VOC yang berpusat disana bernama : PADTBRUGE, jadi bukan Gubernur portugis.

Sebab orang-orang pertugis pada tahun 1572 sudah diusir dari maluku oleh sultan ternate BAABULLAH. Sebagai persahabatan, Pombang Lripu menyerahkan sejumlah emas dan sebagai imbalanya dia memperoleh beberapa karung uang. Orang buol menamakanya Doi Manuk. Pada kesempatannya itu pula Regerings Comissaris mengeleluarkan keputusan pengangkatan Pombang Lripu menjadi raja Buol dengan gelar : Prins Pombang yakut kuntu amas paduka raja besar.

A. Pemerintahan raja-raja lainnya

Setelah pemerintahan pombang Lripu ,maka raja- raja yang memerintah selanjutnya keturunan dari kedua raja yaitu keturunan sultan Eato dan keturunan Pombang Lripu. Beberapa raja-raja yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Todael memerintah ( ± 1662 -1690) M berkedudukan di kudodungo. 2. Dokliwan memerinta ±1690 -1712 M berkedudukan di Biau / Atinggola 3. Makalalang memerintah ± 1712 – 1720 M berkedudukan di Mayaki /

Unone

4. Dai Makio memerintah ± 1720 – 1745 M bekedudukan di kantanan 5. Sultan Pondu memerintah ± 1745 – 1770 M berkedudukan di lonu

6. Punu Bwulyaan II memerintah ±1770 – 1778 M berkedudukan dilamadong

7. Boiya Mogilalo memerintah ±1778 - 1776 M berkedudukan di potangoan 8. Kalui Memerintah ±1786 – 1795 M memerintah di lamolan

9. Undaing memerintah ± 1795 -1802

10. M potangoan Timumun memerintah ±1802 – 1804 M berkedudukan dipotangoan

Referensi

Dokumen terkait