• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN HUKUM SYARAT PERCERAIAN DAN AKIBAT HUKUM PUTUSAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL (Studi Putusan Nomor 0099/Pdt.G/2018/PA.Kds)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN HUKUM SYARAT PERCERAIAN DAN AKIBAT HUKUM PUTUSAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL (Studi Putusan Nomor 0099/Pdt.G/2018/PA.Kds)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN. 2720-913X

TINJAUAN HUKUM SYARAT PERCERAIAN DAN

AKIBAT HUKUM PUTUSAN PERCERAIAN BAGI

PEGAWAI NEGERI SIPIL

(Studi Putusan Nomor 0099/Pdt.G/2018/PA.Kds)

1Akrimni Nur Zakiyyah*, 2Siti Ummu Adillah

1,2Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Islam Sultan Agung

*Corresponding Author: Zia.cuim@gmail.com

Abstrak

Perkawinan merupakan suatu ikatan antara seorang laki-laki dengan perempuan dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan sejahtera sesuai dengan syariat Islam, namun-.di dalam.-rumah tangga-.tidak,-selamanya berjalan-.mulus, banyak-juga rumah-.tangga yang-.mengalami permasalahan-.atau pertengkaran-.yang berakhir-.pada-.perceraian. Perceraian merupakan alternatif terakhir yang ditempuh oleh pasangan suami isteri yang tidak mampu mencapai kebahagiaan yang kekal yang sesuai dengan tujuan perkawinan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui syarat perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) menurut Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 juncto No. 45 Tahun 1990 dan akibat hukum putusan perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada putusan Nomor 0099/Pdt.G/2018/PA.Kds.

Metode yang digunakan adalah metode yuridis normatif, dengan spesifikasi penelitiannya deskriptif analitis. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, sekunder dan bahan hukum tersier. Metode pengumpulan data yang digunakan untuk data primer dilakukan dengan wawancara dan untuk data sekunder dengan cara membaca, mengkaji, dan menganalisis, bahan-bahan kepustakaan. Metode analisa data menggunakan analisis kualitatif.

Hasil penelitian ini adalah (1) Syarat perceraian bagi PNS menurut Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 juncto Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 di Pengadilan Agama Kudus sama dengan perceraian yang bukan PNS, yang menjadi perbedaan adalah PNS harus melampirkan surat izin dari atasannya dan jika PNS tidak dapat melampirkan surat izin dari atasannya selama 6 bulan namun PNS tetap ingin melanjutkan tuntutannya, maka PNS harus membuat surat pernyataan bahwa ia akan menanggung segala resiko yang akan terjadi setelah putusnya perkara tersebut tanpa ada melibatkan pihak pengadilan. (2) Akibat hukum putusan perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil pada perkara Nomor 0099/Pdt.G/2018/PA. Kds adalah sesuai dengan Pasal 8 Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 tentang izin Perkawinan dan Perceraian Pegawai Negeri Sipil Penggugat tidak berhak atas sebagian gaji dari bekas suaminya karena perceraian ini dilakukan atas kehendak istri sendiri, Akibat terhadap anak berdasarkan Pasal 41 huruf (b) Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan semua biaya

(2)

ISSN. 2720-913X pemeliharaan dan pendidikan ditanggung oleh bapaknya. Dan kedua orang tua berkewajiban memelihara dan mendidik anak. Akibat terhadap harta bersama seperti yang sudah ditentukan dalam Pasal 37 Undang-Undang Perkawinan, bahwa bila perkawinan putus karena perceraian, maka harta benda diatur hukumnya masing-masing.

Kata kunci: Syarat perceraian, Akibat hukum putusan perceraian, PNS (Pegawai Negeri Sipil).

Abstract

Marriage is a bond between a man and a woman in order to form a happy and prosperous family in accordance with Islamic law, but in the household it does not always run smoothly, many households also experience problems or arguments that end in divorce. Divorce is the last alternative taken by a married couple who are unable to achieve eternal happiness that is suitable for the purpose of marriage. This study aims to determine the conditions for divorce for Civil Servants (PNS) according to Government Regulation No. 10 of 1983 juncto No. 45 of 1990 and the legal consequences of divorce decisions for Civil Servants (PNS) in the decision Number 0099 / Pdt.G / 2018 / PA.Kds.

The method used is a normative juridical method, with descriptive analytical research specifications. The data used are primary data and secondary data which includes primary, secondary and tertiary legal materials. Data collection methods used for primary data are carried out by interviews and for secondary data by reading, studying and analyzing library materials. Data analysis method uses qualitative analysis.

The results of this study are (1) Divorce requirements for civil servants according to Government Regulation No. 10 of 1983 juncto Government Regulation No. 45 of 1990 in the Holy Religious Court with divorce that is not a civil servant, the difference is that civil servants must attach a letter of permission from their superiors and if civil servants cannot attach a letter of permission from their superiors for 6 months, civil servants still want to continue their demands. statement that he will bear all risks that will occur after the termination of the case without involving the court. (2) Legal consequences of divorce decisions for Civil Servants in case Number 0099 / Pdt.G / 2018 / PA. KDS is in accordance with Article 8 of Government Regulation No. 45 of 1990 concerning the permission of Marriage and Divorce Civil Servants The plaintiff is not entitled to part of the salary of his ex-husband because the divorce was carried out on his own wife's wishes, As a result of the child based on Article 41 letter (b) Law No. 1 of 1974 concerning Marriage all maintenance and education costs are borne by his father. And both parents are obliged to care for and educate children. As a result of the joint assets as stipulated in Article 37 of the Marriage Law, that if the marriage is terminated due to divorce, then the property is governed by their respective laws.

Keywords: Terms of divorce, Legal consequences of divorce decisions, Civil Servants (Civil Servants).

(3)

ISSN. 2720-913X

1. PENDAHULUAN

Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. Eksistensi institusi perkawinan adalah melegalkan hubungan hukum antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. Berhubung dengan akibat yang sangat penting inilah dari perkawinan, maka masyarakat membutuhkan suatu peraturan dari hidup bersama ini, yaitu mengenai syarat-syarat untuk peresmian, pelaksanaan, kelanjutan dan terhentinya hidup bersama itu. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.(Prodjodikoro, 1974)

Perkawinan merupakan suatu perbuatan yang disuruh oleh Allah dan juga Nabi. Banyak suruhan-suruhan Allah Dalam Al-Quran untuk melaksanakan perkawinan. Diantaranya firman-Nya dalam surat An-Nur ayat 32:

ٱ ُمِهِنأغُي َءٓا َرَقُف ۟اوُنوُكَي نِإ أمُكِئٓاَمِإ َو أمُكِداَبِع أنِم َني ِحِل َٰ صلٱ َو أمُكنِم َٰىَمََٰيَ ألْٱ ۟اوُحِكنَأ َو ميِلَع ٌعِس ََٰو ُه للٱ َو ۦِهِلأضَف نِم ُه لل

Artinya : Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.

Perkawinan itu sendiri dilaksanakan untuk mencapai sebuah tujuan. Adapun tujuan perkawinan adalah untuk memperoleh kehidupan yang sakinah, mawaddah wa rahmah, reproduksi, pemenuhan kebutuhan biologis, menjaga kehormatan dan sebagai ibadah. Keberhasilan pencapaian kehidupan bersama yang baik harus ada saling pengertian, kerja sama dan kesetiaan. Apabila di antara masing-masing pasangan sadar akan tugas dan mengerjakannnya sesuai kemampuan, maka rumah tangga akan berjalan dengan baik. Tetapi bila terdapat konflik dalam keluarga, rumah tangga akan berubah menjadi tempat yang tidak menyenangkan.

Konflik dalam keluarga dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti ekonomi, lingkungan tempat tinggal, latar belakang keluarga dari pihak pria maupun wanita, campur tangan yang tak diinginkan dari ayah, ibu dan anggota keluarga lainnya, adanya gangguan pihak ketiga, serta penyebab-penyebab lainnya. Semakin banyak konflik yang terjadi, maka hubungan komunikasi suami-istri dalam rumah tanggapun akan semakin sulit dijalankan, kecuali jika salah satu dari keduanya bisa mengalah atau keduanya dapat melalui permasalahan yang mereka hadapi. Meski demikian, sangat disayangkan tidak sedikit orang dalam mengarungi kehidupan rumah tangga berakhir pada perceraian.(Amini, 1996)

Hal inilah yang sering dijadikan kebanyakan orang sebagai jalan satusatunya untuk mengakhiri konflik rumah tangga, sehingga akibatnya berdampak negatif pada anak ataupun salah satu pasangan yang diceraikan, baik suami ataupun istri.

Pihak-pihak yang sudah memiliki niat ingin bercerai sering kali sulit untuk didamaikan, sehingga banyak kasus perceraian yang tidak berhasil dalam proses mediasi. Diketahui melalui banyaknya putusan hakim mengenai cerai gugat dan cerai talak di Pengadilan Agama (PA) maupun Pengadilan Negeri (PN) di seluruh Indonesia.

(4)

ISSN. 2720-913X Banyaknya perceraian yang terjadi tidak hanya dialami oleh warga non-Pegawai Negeri Sipil (non-PNS) saja, melainkan warga yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) juga menempati angka perceraian yang dapat dibilang sangat tinggi dewasa ini.

Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai manusia biasa memiliki naluri psikis dan biologis yang sama dengan manusia lainnya, hanya karena statusnya saja yang membedakan dengan warga negara yang lain. Oleh karenanya sangat manusiawi ketika mempunyai keinginan pula untuk melakukan perkawinan dan perceraian, bahkan kadang-kadang menyimpang dari ketentuan yang berlakuSebagai aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat yang harus menjadi teladan yang baik bagi masyarakat dalam tingkah laku, tindakan dan ketaatan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk menyelenggarakan kehidupan berkeluarga.(Rismiati, 2010)

Latar belakang meningkatnya perceraian Pegawai Negeri Sipil yaitu, karena tidak adanya cinta dalam pernikahan atau pernikahannya dalam paksaan, perselingkuhan, perzinaan, suami tidak dapat memenuhi nafkah batin, salah satu pihak sakit dan tidak sanggup merawat, Kekerasan dalam rumah tangga, tidak adanya kejujuran dan keterbukaan dari salah satu pihak, suami meninggalkan istri dan tidak memberi nafkah, ekonomi kurang tercukupi, komunikasi jarak jauh, dan cemburu. Namun, sebagai Aparat Sipil Negara terdapat aturan-aturan yang khusus secara adminstratif mengatur masalah perkawinan dan perceraian. Sejumlah persyaratan harus diketahui dan dilaksanakan dalam meminta izin perceraian bagi Aparat Sipil Negara yang tidak mudah dan terdapat sanksi-sanksi bagi pegawai negeri sipil yang tidak memenuhi persyaratan perundang-undangan tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui syarat perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) menurut Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 juncto Peraturan Pemerintah No.45 Taahun 1990 dan untuk mengetahui akibat hukum putusan perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada putusan Nomor 0099/Pdt.G/2018/PA.Kds.

2. METODE

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalalah yuridis normatif. Yuridis normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran terhadap Peraturan Perundang-undangan, Putusan Pengadilan dan literature-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.(Soekanto, 1983)

spesifikasi penelitian yang akan digunakan adalah penelitian deskriptif analisis, karena hanya menggambarkan objek yang menjadi permasalahan yang kemudian menganalisa dan akhirnya ditarik kesimpulan dari hasil penelitian tersebut. Dikatakan deskriptif karena dari penelitian ini diharapkan dapat memperoleh gambaran yang jelas, rinci, dan sistematis, sedangkan dikatakan analisis karena data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan akan dianalisa untuk memecahkan terhadap permasalahan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.(Soeratno dan Arsyad, 2003)

Jenis dan metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari narasumber di lapangan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara. Dalam hal ini

(5)

ISSN. 2720-913X dilakukan wawancara dengan Bapak Syamsuri sebagai hakim Pengadilan Agama Kudus. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari beberapa sumber kepustakaan, seperti buku-buku, literatur, makalah-makalah, artikel jurnal, laporan penelitian, dan skripsi, arsip atau dokumen dan artikel-artikel di internet serta bahan-bahan kepustakaan lainnya.(Soeratno dan Arsyad, 2003)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Syarat perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) menurut Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 juncto No. 45 Tahun 1990

Proses perceraian PNS sebenarnya sama dengan proses perceraian orang yang bukan PNS. Hanya saja dalam perceraian seorang PNS, terdapat syarat khusus yang mengikat mereka. Seorang PNS yang menjadi penggugat wajib menyertakan izin tertulis dari atasannya dan PNS yang menjadi Tergugat harus menyertakan surat keterangan atasannya. Syarat khusus itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1983 juncto Peraturan Pemerintah No 45 tahun 1990 tentang izin perceraian PNS dan diperjelas lagi penerapannya dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 5 tahun 1984 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1983.(Syamsuri, 2019)

Dalam penjelasan Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 dinyatakan bahwa adanya Peraturan Pemerintah ini merupakan alat untuk menjamin keadilan bagi kedua belah pihak baik suami maupun istri. Sanksi terhadap pelanggaran Peraturan Pemerintah ini yang semula berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 dirubah menjadi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30. Tahun 1980 untuk memberikan rasa keadilan.

Surat izin tersebut merupakan aturan disiplin PNS dan bukan merupakan hukum acara, yang artinya jika seorang PNS yang ingin bercerai tanpa adanya Peraturan Pemerintah itu perkarannya tetap jalan dan tidak mempengaruhi putusan. seorang PNS yang akan bercerai namun belum menyertakan surat izin tersebut proses persidangannya tetap berlanjut. PNS diberi toleransi oleh Majelis Hakim untuk mendapatkan surat izin dari atasannya selama 3 bulan. Jika dalam waktu 3 bulan PNS itu tidak mendapatkannya maka Majelis Hakim akan memberikan perpanjangan waktu selama 3 bulan lagi. Jika PNS tersebut belum mendapatkan surat izin dari atasan selama 6 bulan maka Majelis Hakim dalam perkara tersebut diwajibkan untuk memberikan peringatan kepada PNS tentang sanksi yang akan ia dapat jika tetap bercerai.(Syamsuri, 2019)

Data perkara khusus Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 di Pengadilan Agama Kudus pada tahun 2018 ada 28 kasus perceraian yang Penggugat atau Tergugatnya berprofesi sebagai PNS, 5 kasus diantaranya diputus bercerai, dan 23 kasus masih dalam proses persidangan. Dari 5 kasus yang telah diputus bercerai, semuanya sudah ada izin dari atasan.

Berdasarkan hasil putusan di Pengadilan Agama Kudus yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat pertama dalam sidang Majelis Hakim telah

(6)

ISSN. 2720-913X menjatuhkan putusan sebagaimana tersebut di bawah ini dalam perkara cerai gugat antara :

Penggugat, Umur 37 Tahun, Agama Islam, Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil, Alamat di jalan Mayor Kusmanto No. 01 Desa Randeng, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, dalam hal ini telah memberikan kuasa kepada Machasinrohman, S.H, Lukis Asharyanto, S.H dan Fadhil Wafi Fauzi, S.H, adalah Advokad dan Konsultan hukum “Machasinrochman, S.H dan Partners yang beralamat di komplek pertokoan sempalan indah ( Depan Rumah sakit Mardi Rahayu ) jl. Kudus Purwodadi No. 17 Jati Kudus. Berdasarkan surat kuasa khusus No. 02/SK/MHSN.ADV/I/2018 tertanggal 17 Januarai 2018 sebagai Penggugat;

Melawan

Tergugat, Umur 40 Tahun, Agama Islam, Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil, Tempat kediaman di dukuh wetan kali rt. 002 rw 006 desa tumpang krasak, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, Sebagai Tergugat;

Duduk Perkara

Bahwa Penggugat dengan surat gugatannya tertanggal 17 Januari 2018 yang telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Kudus Nomor : 0099/Pdt.G/2018/PA. Kds pada tanggal 17 Januari 2018 mengemukakan hal-hal sebagai berikut :

a. Pada tanggal 23 April 2005, Penggugat telah melangsungkan pernikahan dengan Tergugat yang dicatatkan oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama (KUA), Kecamatan Jaken, Kabupaten Pati sebagaimana dalam kutipan Akta Nikah Nomor : 74/15/IV/2005

b. Bahwa setelah pernikahan tersebut, Penggugat dan Tergugat bertempat tinggal di kos-kosan desa demaan RT.001 RW.002 Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus selama kurang lebih 2 tahun dan sekitar tahun 2007 Penggugat dan Tergugat pindah tempat tinggal di tanah dan rumah yang dibuatkan orang tua Penggugat di desa tumpangkrasak RT 002 RW 006 Kecamatan jati kabupaten Kudus.

c. Bahwa selama perkawinan telah melakukan hubungan sebagaimana layaknya suami istri dan dikaruniai 3 orang anak bernama:

1. Anak 1 lahir pada tanggal 26 Maret 2006 2. Anak 2 lahir pada tanggal 16 Mei 2009 3. Anak 3 lahir pada tanggal 11 Januari 2011

1. Bahwa semula rumah tangga Penggugat dan Tergugat berjalan harmonis, namun sejak tahun 2009 Peggugat dan Tergugat mulai terdapat percekcokan yang disebabkan karena Tergugat mulai jarang pulang rumah tanpa alasan yang jelas akan tetapi Penggugat hanya bersikap diam karena masih berusaha mempertahankan rumah tangganya, namun demikian sikap Tergugat tersebut dengan berjalannya waktu justru tidak bertambah baik namun malah semakin bertambah buruk yaitu pada sekitar tahun 2015 percekcokan antara Penggugat dan Tergugat sering terjadi yang disebabkan karena Tergugat ada hubungan dengan perempuan lain dan Tergugat juga melakukan kekerasan phisik pada Penggugat.

(7)

ISSN. 2720-913X d. Bahwa dengan adanya percekcokan antara Penggugat dan Tergugat yang terus menerus sebagaimana tersebut diatas maka Penggugat oleh karena Pegawai Negeri Sipil (PNS) akhirnya mengajukan surat permintaan izin melakukan perceraian tertanggal 1 Agustus 2017;

e. Bahwa atas permintaan izin perceraian Penggugat tersebut telah pula dilakukan Penasihat Oleh kantor BP 4 Kudus yang mana kesimpulan dari kantor BP 4 adalah sebagaimana surat yang ditujukan kepada Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan kabupaten Kudus tanggal 18 Agustus 2017;

f. Bahwa oleh karena Penggugat adalah Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dalam mengajukan gugat cerai wajib untuk mendapatkan izin untuk bercerai sebagaimana Keputusan Bupati Kudus Nomor : 8651/184/2017 tanggal 10 Oktober 2017 tentang pemberian izin perceraian;

g. Bahwa oleh karena Penggugat dan Tergugat sering terjadi percekcokan sehingga Penggugat tidak kuat hidup bersama dalam satu rumah tinggal bersama yang selama ini ditempati dan sekitar hari raya idhul adha tahun 2017 yang lalu Penggugat di tempat kos sampai saat ini yaitu di Jl. Mayor Kusmanto No.1, desa Rendeng, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus;

h. Bahwa oleh karena Penggugat pindah sendiri di kos sebagaimana tersebut diatas maka ketiga anak Penggugat dan Tergugat yaitu nama anak 1, anak 2, dan anak 3 sampai saat ini dalam asuhan Tergugat;

i. Bahwa dengan demikian Penggugat dan Tergugat telah berpisah selama 4 bulan;

j. Bahwa adanya percekcokan antara Penggugat dan Tergugat yang terus menerus tersebut orang tua Penggugat telah berusaha mendamaikan namun tidak berhasil;

k. Bahwa hubungan suami istri Penggugat dan Tergugat yang terus menerus terjadi percekcokan dengan demikian keluarga Penggugat dan Tergugat tidaklah seperti tujuan perkawinan yaitu untuk membentuk suatu keluarga yang sakinah, mawadah, dan warahmah maka oleh karenanya Penggugat mohon untuk diceraiakan dengan Tergugat.

l. Bahwa Penggugat sanggup membayar seluruh biaya yang timbul dalam penyelesaian perkara ini.

Berdasarkan hal-hal sebagaimana diatas kami mohon kepada agar Ketua Pengadilan Agama Kudus berkenan memeriksa dan memutus perkara ini dan memberikan putusan sebagai berikut :

Primer :

1. Mengabulkan gugatan Penggugat

2. Menjatuhkan Talak satu bain Sughro Tergugat terhadap Penggugat 3. Menetapkan biaya menurut hukum.

Subsider :

Apabila Hakim berpendapat lain mohon putusan seadil-adilnya

a. Bahwa Pada persidangan yang telah ditetapkan, Penggugat telah datang menghadap sendiri di persidangan, sedangkan Tergugat tidak pernah datang menghadap di persidangan dan tidak pula mengutus orang lain sebagai wakil atau kuasanya yang sah untuk hadir di persidangan,

(8)

ISSN. 2720-913X meskipun Tergugat telah dipanggil secara sah dan patut, sedangkan bahwa tidak datangnya Tergugat tersebut bukan disebabkan oleh suatu sebab atau halangan yang sah;

b. Bahwa surat gugatan Penggugat Nomor : 0099/Pdt.G/2018/PA. Kds, tanggal 17 januari 2018, telah dibacakan di persidangan, dan ternyata maksut isinya tetap dipertahankan oleh Penggugat, tanpa perubahan atau tambahan apapun;

c. Bahwa untuk mendukung dalil-dalil gugatannya, Penggugat telah mengajukan bukti-bukti sebagai berikut :

1. Bukti surat :

a. Bukti kartu tanda Penduduk Nomor : 3319037103810002 tanggal 15 Juni 2016 yang dikeluarkan oleh Kantor catatan Sipil dan Kependudukan Kabupaten Kudus (P.1)

b. Fotokopi Kutipan Akta Nikah dari Kantor Urusan Agama Kecamatan Jaken, Kabupaten Pati, nomor 74/15/2005 tanggal 23 April 2005 (P.2)

2. Bukti saksi :

a. Saksi 1, Umur 63 tahun, agama Islam, pekerjaan tani , alamat di Rt 03 Rw 02 desa Sumberarum, Kecamtan jaken Kabupaten Pati, di bawah sumpah menerangkan dengan pokok-pokok berikut:

- Saksi kenal kepada Penggugat dan Tergugat karena saksi sebagai ayah kandung Penggugat;

- Bahwa Penggugat dan Tergugat adalah suami istri yang sah, dan setelah perkawinan Penggugat dan Tergugat bertempat tinggal d rumah kos dan terakhir bertempat tinggal di rumah yang dibuatkan saksi, mereka sudah mempunyai 3 orang anak, sekarang dalam asuhan Tergugat.

- Bahwa semula rumah tangga antara Penggugat dan Tergugat dalam keadaan tentram, tetapi sekarang antara Penggugat dan Tergugat sudah hidup berpisah selama 4 bulan, Penggugat bertempat tinggal di kos-kosan;

- Bahwa saksi melihat dan mendengar sendiri ketika Pengugat dan Tergugat bertengkar;

- Bahwa sebelum Penggugat dan Tergugat bertempat tinggal di kos-kosan antar Penggugat dan Tergugat terjadi perselisihan dan pertengkaran, karena Tergugat jarang pulang ke rumah, Tergugat telah menjalin cinta dengan perempuan lain dan ketika bertengkar Tergugat sering melakukan kekerasan phisik kepada Penggugat;

- Bahwa selama pisah antara Penggugat dan Tergugat tidak pernah saling berkomunikasi;

- Bahwa keluarga telah berusaha mendamaikan Penggugat dan Tergugat akan tetapi tidak berhasil dan keluarga sudah tiak sanggup mendamaikan lagi.

b. Saksi 2 , umur 38 tahun, agama Islam, pekerjaan -- , alamat di Rt 01 Rw 01 desa Sriwedari, Kecamatan Jaken, Kabupaten Pati, dibawah sumpah saksi tersebut memberikan keterangan pokoknya sebagai berikut:

(9)

ISSN. 2720-913X - Bahwa Penggugat dan Tergugat adalah suami istri yang sah, dan setelah perkawinan Penggugat dan Tergugat bertempat tinggal di rumah kos dan terakhir bertempat tinggal di rumah yang dibuatkan saksi, mereka sudah mempunyai 3 orang anak, sekarang dalam asuhan Tergugat Bahwa semula rumah tangga antara Penggugat dan Tergugat dalam keadaan tentram, tetapi sekarang antara Penggugat dan Tergugat sudah hidup berpisah selama 4 bulan, Penggugat bertempat tinggal di kos-kosan;

- Bahwa saksi melihat dan mendengar sendiri ketika Pengugat dan Tergugat bertengkar;

- Bahwa sebelum Penggugat dan Tergugat bertempat tinggal di kos-kosan antara Penggugat dan Tergugat terjadi perselisihan dan pertengkaran, karena Tergugat jarang pulang ke rumah, Tergugat telah menjalin cinta dengan perempuan lain dan ketika bertengkar Tergugat sering melakukan kekerasan phisik kepada Penggugat;

- Bahwa selama pisah antara Penggugat dan Tergugat tidak pernah saling berkomunikasi;

- Bahwa keluarga telah berusaha mendamaikan Penggugat dan tergugat akan tetapi tidak berhasil dan keluarga sudah tidak sanggup mendamaikan lagi.

Pertimbangan Hukum

1. Menimbang, bahwa pada persidangan yang telah ditetapkan, Penggugat hadir sendiri menghadap di persidangan, Majelis hakim telah berupaya dengan sungguh-sungguh memberikan nasehat dan saran kepada Penggugat supaya tetap mempertahankan rumah tangganya bersama Tergugat, namun tidak berhasil;

2. Menimbang, bahwa Tergugat telah dipanggil secara resmi dan patut untuk menghadap di persidangan, akan tetapi tidak pernah hadir dan ketidakhadiran Tergugat tersebut disebabkan suatu halangan yang sah, Oleh karena itu Tergugat harus dinyatakan tidak hadir dan karenannya gugatan Penggugat tersebut dapat diputus dengan verstek, sesuai dengan 125 ayat (1) HIR;

3. Menimbang, bahwa pokok gugatan Penggugat adalah gugatan perceraian dengan alasan sebagaimana tersebut dalam Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 junto Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam, yaitu antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga, oleh karena itu harus dibuktikan oleh penggugat adalah kejadian yang dijadikan alasan tersebut;

4. Menimbang, bahwa oleh karena Tergugat tidak hadir pada persidangan yang telah ditetapkan meskipun telah dipanggil secara sah dan patut serta tidak mengajukan bantahannya, maka hal tersebut dianggap sebagai bukti, bahwa Tergugat telah membenarkan seluruh dalil gugatan Penggugat; 5. Menimbang, bahwa Penggugat telah mengajukan bukti-bukti surat dan

saksi di persidangan yang dipertimbangkan sebagai berikut :

a. Bahwa bukti-bukti surat Penggugat yang seluruhnya berupa foto kopi yang telah dicocokkan oleh Majelis Hakim di persidangan ternyata

(10)

ISSN. 2720-913X sesuai dengan aslinya serta bermaterai cukup, sehingga dapat diterima sebagai alat bukti yang sah. Karena bukti-bukti tersebut merupakan akta autentik.

b. Bahwa berdasarkan bukti (P.1) berupa foto kopi Kartu Tanda Penduduk dari Kantor Catatan Sipil dan Kependudukan Kabupaten Kudus, bukti surat tersebut telah diberi materai cukup dan telah dicocokkan dengan aslinya yang ternyata sesuai aslinya, lalu Ketua Majelis Hakim diberi tanda P.1, maka terbukti benar identitas Penggugat seperti yang tercantum dalam surat gugatannya.

c. Bahwa berdasarkan bukti (P.2) berupa foto kopi Ktipan Akta Nikah dari Kantor Urusan Agama Kecamatan Jaken, Kabupaten Pati, Nomor : 74/15/IV/2005 tanggal 23 April 2005, bukti surat tersebut telah diberi materai cukup dan telah dicocokkan dengan aslinya yang ternyata sesuai dengan aslinya, lalu oleh Ketua Majelis Hakim diberi tanda P.2, maka terbukti antara Penggugat dan Tergugat adalah suami istri yang sah.

6. Menimbang, bahwa berdasarkan fakta diatas, Penggugat dan Tergugat telah terjadi perselisihan dan pertengakaran sehingga keduanya telah pisah ranjang sejak bulan Oktober tahun 2017 selama 4 bulan sampai saat ini. 7. Menimbang, bahwa oleh karena rumah tangga telah pecah, maka tujuan

perkawian sebagaimana digariskan dalam Al-Qur’an surat Ar-rum ayat 21 dan sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tidak dapat diwujudkan sehingga apabila rumah tangga tersebut tetap dipertahankan hanya akan menimbulkan madharat bagi kedua belah pihak atau salah satu dari keduanya.

8. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka Majelis Hakim berpendapat Penggugat telah dapat membuktikan dalil gugatannya dan gugatan Penggugat telah cukup beralasan, sehingga karenanya gugatan Penggugat dikabulkan dengan menerapkan ketentuan Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 junto Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam.

9. Menimbang, oleh karena gugatan Penggugat dikabulkan dan talak tersebut telah dijatuhkan oleh Pengadilan Agama Kudus, maka berdasarkan ketentuan Pasal 119 ayat 1 dan 2 huruf (c) Kompilasi Hukum Islam, talak yang dijatuhkan oleh Pengadilan dari Tergugat terhadap Penggugat adalah talak satu bain sughro.

Mengingat, segala ketentuan dalam Perundang-undangan yang berlaku serta dalil syara’ yang berkaitan dengan perkara ini :

Mengadili

1. Menyatakan Tergugat yang telah dipanggil secara resmi dan patut untuk menghadap sidang, tidak hadir;

2. Mengabulkan gugatan Penggugat dengan verstek;

3. Menjatuhkan talak satu bain sughro Tergugat terhadap Penggugat;

4. Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Kudus untuk mengirimkan salinan putusan kepada Pegawai Pencatat Nikah kantor Urusan Agama Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Kantor Urusan Agama Kecamatan

(11)

ISSN. 2720-913X Jati, Kabupaten Kudus, dan Kantor Urusan Agama Kecamatan Jaken, Kabupaten Pati, untuk dicatat dalam daftar yang tersedia untuk itu;

5. Membebankan kepada Penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 341.000,00 (tiga ratus empat puluh satu ribu rupiah).

Syarat-syarat kelengkapan mengajukan perceraian bagi seorang PNS sebagai berikut :

1. Surat Pemohonan dari yang bersangkutan melalui Instansinya. 2. Fotokopi Surat akta nikah.

3. Surat keterangan berisi tentang alasan adanya perceraian dari kelurahan yang diketahui camat.

4. Fotokopi Surat pangkat terakhir.

5. Surat pernyataan kesanggupan pembagian gaji bila terjadi perceraian. 6. Berita acara pembinaan dari instansi.

Alasan PNS dapat melakukan perceraian sebagai berikut: 1. Salah satu pihak berbuat zina

2. Salah satu pihak menjadi pemabok, pemadat atau penjudi yang sukar disembuhkan.

3. Salah satu pihak meninggalkan selama 2 tahun berturut-turut tanpa ijin dan tanpa alasan yang sah atau hal lain diluar kemampuannya.

4. Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat.

5. Salah satu pihak melakukan kekejaman/penganiayaan berat.

6. Antara suami istri terjadi perselisihan terus menerus dan tidak ada harapan lagi untuk rukun kembali.(Abdullah dan Saebani, 2013)

Permintaan izin untuk bercerai ditolak, apabila :

1. Bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut.

2. Tidak ada alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 (1) PP No. 10 tahun 1983.

3. Bertentangan dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku. 4. Alasan perceraian yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat.

Permintaan izin untuk bercerai diberikan, apabila :

1. Tidak bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianutnya.

2. Ada alasan sebagaimana tercantum dalam Romawi III angka 2 SE BAKN No. 08/SE/1983.

3. Tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. 4. Alasan perceraian yang dikemukakan tidak bertentangan dengan akal sehat.

Adapun tata cara/prosedur perceraian terhadap Pegawai Negeri Sipil secara umum apabila seorang suami mengajukan tuntutan cerai terhadap istri adalah sebagai berikut :

1. Pegawai Negeri Sipil akan dipanggil oleh SKPD ( Satuan Kerja Perangkat Daerah)

2. Mengajukan surat permohonan izin melakukan perceraian kepada kepala SKPD dengan berbagai alasan yang dapat diterima akal sehat.

(12)

ISSN. 2720-913X 3. Kepala SKPD menanggapi dengan memanggil kedua belah pihak untuk diberi

nasehat sebanyak minimal 2 kali pertemuan dalam bentuk rapat. a. Dibuat undangan pemanggilan

b. Dibuat berita acara rapat dan harus ditanda tangani oleh kepala SKPD, kedua belah pihak, dan pejabat dilingkungan SKPD.

4. Kepala SKPD memanggil masing-masing pihak yang bersangkutan untuk diperiksa oleh pejabat dilingkungan SKPD.

a. Berita acara pemeriksaan terhadap kedua belah pihak ditandatangani kedua belah pihak.

b. Jika bisa dipertemukan maka kedua belah pihak akan dijadwalkan untuk memenuhi undangan rapat pembinaan (diluar berita acara).

5. Kepala SKPD mengirimkan berkas kasus izin perceraian Pegawai Negeri Sipil ke Bupati/Walikota atau BKKP (Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan) dilingkungan setempat jika kedua belah pihak tetap berpendirian melakukan perceraian.

6. Setelah berkas masuk di BKKP, diadakan rapat pembinaan yang pertama setingkat kota diketuai oleh Asisten Administrasi Umum beserta unsur anggota tim pembina.

Tim pembina terdiri sebagai berikut :

a. Asisten Administrasi Umum Sekda kota sebagai ketua

b. Staf ahli Bidang Kemasyarakatan dan SDM Sekda kota sebagai anggota c. Inspektorat sebagai anggota

d. BKKP sebagai sekretaris merangkap anggota e. Kepala SKPD yang bersangkutan sebagai anggota

f. Bagian Hukum dan Organisasi Sekda kota sebagai anggota g. Bagian Administrasi Keuangan Sekda kota sebagai anggota

7. Dibuat berita acara untuk meminta semua keterangan dari kedua belah pihak atas usul izin perceraian dan ditandatangani oleh tim pembina dan kedua belah pihak dan diberi waktu kepada belah pihak untuk cool down.

8. Dibuat rapat kedua, ini lebih mencari solusi terbaik apakah kedua belah pihak rujuk atau tidak. Apabila tidak ditemukan solusi maka akan dijadwalkan untuk rapat pembinaan ketiga.

9. Pada rapat pembinaan ketiga, tim pembina mengambil keputusan

a. Memberikan rekomendasi kepada PKK (Pejabat Pembinaan Kepegawaian) dalam hal ini Bupati/Walikota untuk memberikan berkas-berkas yang dibutuhkan.

b. Agar pihak yang mengajukan usul izin perceraian melengkapi berkas-berkas yang dibutuhkan.

10.BKKP membuat nota kepada Bupati/Walikota beserta lampiran Surat Keputusan izin perceraian yang bersangkutan dengan kelengkapan berkas.

11.Jika Bupati/walikota setuju maka akan keluar Surat Keputusan Bupati/walikota tentang izin perceraian.

12.Surat Keputusan dari Bupati/Walikota diserahkan kepada yang bersangkutan untuk dipergunakan ketingkat Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri.(Syahrani, 1986)

(13)

ISSN. 2720-913X 2. Akibat hukum putusan perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada

putusan Nomor 0099/Pdt.G/2018/PA. Kds 1. Akibat Hukum Perceraian bagi PNS

Adapun akibat dari perceraian dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil adalah sebagai berikut :

1. Apabila perceraian terjadi atas kehendak PNS laki-laki maka ia wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk menghidupi bekas istri dan anaknya. 2. Pembagian gaji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah sepertiga untuk

bekas istrinya, dan sepertiga untuk anak-anaknya.

3. Apabila dalam perkawinan tersebut tidak ada anak, maka bagian gaji yang wajib diserahkan oleh PNS laki-laki adalah setengah dari gajinya.

4. Apabila terjadi perceraian atas kehendak istri, maka ia tidak berhak atas bagian pengahasilan dari bekas suaminya.

5. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak berlaku, apabila istri meminta cerai karena dimadu.

6. Apabila bekas istri Pwgawai Negeri Sipil yang bersangkutan kawin lagi, maka haknya atas bagian gaji dari bekas suaminya menjadi hapus terhitung sejak ia mulai kawin lagi.(Syahrani, 1986)

Ketentuan ini harus dilaksanakan oleh seorang suami apabila hendak tetap melanjutkan perceraian karena ini merupakan konsekuensi yang harus mereka terima sebagai akibat hukumnya dari perceraian tersebut.

Ketentuan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 ini dalam Surat Edaran Kepala BAKN N0. 08/SE/1983 dijabarkan pada bagian III perceraian angka 19 s/d 28 sebagai berikut :

a. Apabila anak mengikuti bekas istri, maka pembagian gaji sebagai berikut : 1) Sepertiga gaji untuk Pegawai PNS pria yang bersangkutan.

2) Sepertiga Untuk bekas istrinya.

3) Sepertiga gaji untuk anaknya yang diterima kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

b. Apabila perkawinan tidak mengahasilkan anak, maka gaji dibagi dua, yakni setengah untuk Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan dan setengah lagi untuk bekas istrinya.

c. Apabila anak mengikuti Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan, maka pembagian gaji diterapakan sebagai berikut :

1) Sepertiga gaji untuk Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan. 2) Sepertiga gaji untuk istrinya.

3) Sepertiga gaji untuk anaknya yang diterimakan kepada Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan.

d. Apabila sebagian anak mengikuti Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dan sebagian lagi mengikuti bekas istrinya, maka sepertiga gaji yang menjadi hak anak itu dibagi menurut jumlah anak. Hak atas bagian gaji sebagian tersebut tidak berlaku apabila percerian terjadi atas kehendak istri yang bersangkutan, kecuali karena istri yang bersangkutan meminta bercerai karena dimadu, maka sesudah perceraian terhadi bekas istri berhak atas bagian gaji tersebut.

(14)

ISSN. 2720-913X Apabila bekas istri yang bersangkutan kawin lagi, sedangkan anak itu ikut bekas istri maka sepertiga gaji tetap menjadi hak anak tersebut yang diterimakan kepada istri yang bersangkutan. Apabila istri yang bersangkutan kawin lagi, maka pembayaran bagian gaji itu diberhentikan terhitung mulai bulan berikutnya bekas istri yang bersangkutan kawin lagi. Apabila pada waktu perceraian sebagian anak mengikuti Pegawai Negeri Sipil dan sebagian lagi mengikuti bekas istinya dan bekas istri kawin lagi dan anak tetap mengikutinya, maka bagian gaji yang menjadi hak anak itu, tetap diterimakan kepada bekas istri.

Apabila anak telah berusia 21 tahun atau 25 tahun apabila anak tersebut masih bersekolah, yang telah/pernah kawin, atau telah mempunyai penghasilan sendiri maka pembayaran gaji untuknya diberhentikan. Bagi Pegawai Negeri Sipil pria yang telah menceraikan istrinya dan kemudian kawin lagi dengan wanita lain kemudian menceraikannya lagi, maka bekas istri tersebut berhak menerimanya : a. Sepertiga dari gaji Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, apabila anak

mengikuti Pegawai Negeri Sipil tersebut.

b. Duapertiga dari sepertiga dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan mengikuti bekas istri.

c. Apabila sebagian anak mengikuti Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dan sebagian anak mengikuti bekas istri, maka sepertiga dari sepertiga gaji yang menjadi hak anak itu, dibagi menurut jumlah anak.

Pembagian gaji tersebut diatas, adalah menjadi kewajiban masing-masing pejabat yang bersangkutan atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya, dan yang menandatangani daftar gaji adalah Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

Apabila perceraian terjadi atas kehendak bersama suami dan istri yang bersangkutan, maka pembagian gaji diatur sebagai berikut :

1. Apabila perkawinan tersebut tidak menghasilkan anak, maka pembagian gaji suami ditetapkan menurut ketetapan bersama.

2. Dengan tidak mengurangi ketentuan angka 1 diatas, maka :

a. Apabila anak mengikuti bekas istri, sepertiga gaji Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan adalah untuk anak yang diterimakan kepada bekas istrinya.

b. Apabila sebagian anak mengikuti Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan dan sebagian mengikuti bekas istrinya, maka sepertiga gaji yang menjadi hak anak itu dibagi menurut jumlah anaknya.(Syahrani,1986)

Pembagian gaji 1/3 apabila perceraian antara PNS dengan seorang yang bukan PNS terjadi apabila perceraian atas kehendak PNS laki-laki, namun pembagian gaji kepada bekas istri tidak diberikan apabila alasan perceraian disebabkan karena istri zina, istri melakukan kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin terhadap suami, istri menjadi pemabuk, pemadat, dan penjudi yang sukar disembuhkan, dan istri telah meninggalkan suami selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin suami dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya. Dalam Islam istri berhak mendapat nafkah dari bekas suaminya pasca bercerai selama ia berada dalam masa iddah. Kesepakatan fuqaha : perempuan yang sedang menjalani iddah raj’i berhak menerima nafkah dan

(15)

ISSN. 2720-913X tempat tinnal dari suaminya sama dengan nafkah sebelum perceraian, baik perempuan hamil, atau tidak.

Pembagian gaji PNS yang bercerai dapat diartikan sama dengan pemberian nafkah iddah yang terjadi dalam Islam, akan tetapi pembedanya adalah pada jangka waktu. Jika dalam Islam nafkah hanya diberikan selama bekas istri dalam keadaan iddah, sedangkan dalam ketentuan Pasal 8 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1983 tentang izin perkawinan dan perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil pembagian gaji terjadi selama bekas istri belum menikah lagi. Hal tersebut sebagai konsekuensi hukum bagi PNS agar tidak mudah dalam mengambil keputusan untuk melakukan perceraian, dan sebagai suatu bentuk proteksi terhadap kaum perempuan. Selama hal tersebut tidak mengandung banyak kemadharatan, dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam, maka hal tersebut diperbolehkan.

Sanksi bagi PNS yang tidak meminta izin dalam perceraiannnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 53 tahun 2010 tentang disiplin Pegawai Negeri Sipil akan dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat, apabila melakukan salah satu atau lebih perbuatan sebagai berikut :

1. Melakukan perceraian tanpa memperoleh izin bagi yang berkedudukan sebagai Penggugat atau tanpa surat keterangan bagi yang berkedudukan sebagai Tergugat, terlebih dahulu dari Pejabat;

2. Tidak melaporkan perceraiannya kepada Pejabat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah terjadinya perceraian.

3. Setiap atasan yang tidak memberikan pertimbangan dan tidak meneruskan permintaan izin atau pemberitahuan adanya gugatan perceraian untuk melakukan perceraian dalam jangka waktu selambat-lambatnya tiga bulan setelah ia menerima permintaan izin atau pemberitahuan adanya gugatan perceraian;

4. Pejabat yang tidak memberikan keputusan terhadap permintaan izin perceraian atau tidak memberikan surat keterangan atas pemberitahuan adanya gugatan perceraian, atau tidak memberikan keputusan terhadap permintaan izin untuk beristri lebih dari seorang dalam jangka waktu selambat-lambatnya tiga bulan setelah ia menerima permintaan izin atau pemberitahuan adanya gugatan perceraian;

5. Pegawai Negeri Sipil pria apabila menolak melaksanakan pembagian gaji dan tidak mau menandatangani daftar gajinya sebagai akibat perceraian.

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7 ayat (4) N0. 53 Tahun 2010 tentang disiplin Pegawai Negeri Sipil, jenis hukuman disiplin berat yang dimaksud terdiri dari :

a. Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga ) tahun; b. Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah; c. Pembebasan dari jabatan;

d. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS; e. Pemberhentian tidak hormat sebagai PNS.

(16)

ISSN. 2720-913X 1. Akibat Hukum Perceraian terhadap suami istri

Hubungan suami-istri terputus jika terjadi putusnya hubungan perkawinan. Seorang istri yang ditinggal mati oleh suaminya, tidak boleh melaksanakan atau melangsungkan perkawinan sebelum masa iddahnya habis atau berakhir, yakni selama 4 bulan 10 hari atau 130 hari (Pasal 39 ayat (1) huruf (a) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang masih berdatang bulan ditetapkan 3 kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 hari dan bagi yang tidak berdatang bulan ditetapkan 90 hari (Pasal 39 ayat (1) huruf (b). Serta apabila ketika pada saat istrinya sedang hamil, maka jangka waktu bagi istri untuk dapat kawin lagi adalah sampai ia melahirkan anaknya (Pasal 39 ayat (1) huruf (c) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975. Hal ini dilakukan untuk memastikan apakah istri sedang hamil atau tidak. Seorang suami yang telah bercerai dengan istrinya dan akan menikah lagi dengan wanita lainnya boleh langsung menikah, karena laki-laki tidak mempunyai masa iddah.

Akibat pokok dari perceraian adalah bekas suami dan bekas istri hidup sendiri-sendiri secara terpisah. Dalam putusan perkawinan dengan melalui lembaga perceraian, tentu akan menimbulkan akibat hukum diantara suami dan istri yang bercerai tersebut, dan terhadap anak serta harta dalam perkawinan yang merupakan hasil yang diperoleh mereka berdua selama perkawinan. Putusnya hubungan perkawinan karena perceraian maka akan menimbulkan berbagai kewajiban yang dibebankan kepada suami istri masing-masing terhadapnya. (Prodjohamidjojo, 2002) Seperti yang terdapat dalam Pasal 41 Undang-Undang perkawinan, disebutkan bahwa akibat hukum yang terjadi karena perceraian adalah sebagai berikut :

1. Baik bapak atau ibunya tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingn anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya.

2. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan oleh anaknya, bilaman bapak dalam kenyataannya tidak memenuhi kewajibannya tersebut, maka pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.

3. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dana atau menentukan suatu kewajiban bagi bekas istri.

(17)

ISSN. 2720-913X 2. Akibat Hukum Perceraian Terhadap Anak

Menurut Undang-Undang Perkawinan meskipun telah terjadi perceraian, bukan berarti kewajiban sebagai ayah dan ibu terhadap anak dibawah umur berakhir. Suami yang menjatuhkan talak pada istrinya wajib membayar nafkah untuk anak-anaknya, yaitu belanja untuk memelihara dan keperluan pendidikan anak-anaknya, sesuai dengan kedudukan suami.

Kewajiban memberi nafkah anak harus terus menerus dilakukan sampai anak-anak tersebut baliq dan berakal serta mempunyai penghasilan sendiri. Baik bekas suami ataupun bekas istri bersama bertanggung jawab atas segala biaya pemeliharaan dan pendidikan anak-anaknya.

3. Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama

Akibat lain dari perceraian adalah meyangkut masalah harta benda perkawinan khususnya mengenai harta bersama seperti yang sudah ditentukan dalam Pasal 37 Undang-Undang Perkawinan, bahwa bila perkawinan putus karena perceraian , maka harta benda diatur hukumnya masing-masing. Dalam penjelasan Pasal 37 Undang-Undang perkawinan memberi jalan pembagian sebagai berikut :

1. Dilakukan berdasarkan hukum agama jika hukum agama itu merupakan kesadaran hukum yang hidup dalam mengatur tata cara perceraian;

2. Aturan pembagiannya akan dilakukan menurut hukum adat, jika hukum adat tersebut merupakan kesadaran hukumnya hidup dalam lingkungan masyarakat yang bersangkutan.

3. Atau hukum-hukum lainya.

Harta bawaan atau harta asal dari suami atau istri tetap berada ditangan pihak masing-masing. Apabila bekas suami atau bekas istri tidak melaksanakan hal tersebut diatas, maka mereka dapat digugat melalui pengadilan Negeri ditempat kediaman Tergugat, agar hal tersebut dapat dilaksanakan. Mengenai penyelesaian harta bersama karena perceraian, suami dan istri yang beragama Islam menurut Hukum Islam, sedangkan bagi suami dan istri yang Non Islam menurut Hukum Perdata.(Hazairin, 1999)

4. KESIMPULAN

1. Syarat perceraian bagi PNS menurut Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1983 juncto Peraturan Pemerintah No.45 Tahun 1990 di Pengadilan Agama Kudus sama dengan perceraian yang bukan PNS, yang menjadi perbedaan adalah PNS harus melampirkan surat izin dari atasannya dan jika PNS tidak dapat melampirkan surat izin dari atasannya selama 6 bulan namun PNS tetap ingin melanjutkan tuntutannya, maka PNS harus membuat surat pernyataan bahwa ia akan menanggung segala resiko yang akan terjadi setelah putusnya perkara tersebut tanpa ada melibatkan pihak Pengadilan.

2. Akibat hukum putusan perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil pada putusan Nomor 0099/Pdt.G/2018/PA. Kds adalah sesuai dengan Pasal 8 Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 tentang izin Perkawinan dan Perceraian Pegawai Negeri Sipil Penggugat tidak berhak atas sebagian gaji dari bekas suaminya karena perceraian ini dilakukan atas kehendak istri sendiri. Akibat terhadap anak berdasarkan Pasal

(18)

ISSN. 2720-913X 41 huruf (b) Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan semua biaya pemeliharaan dan pendidikan ditanggung oleh Bapaknya. Dan kedua orang tua berkewajiban memelihara dan mendidik anak. Akibat terhadap harta bersama seperti yang sudah ditentukan dalam Pasal 37 Undang-Undang Perkawinan, bahwa bila perkawinan putus karena perceraian , maka harta benda diatur hukumnya masing-masing. Yang dimaksud dengan hukum masing-masing ialah hukum agama, hukum adat, dan hukum lainnya.

UCAPAN TERIMAKASIH

Dalam penyusunan skripsi ini banyak pihak yang turut membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tua, Abah Achmad Agus. L.c dan Umi Nurfaidah atas perhatian, doa, dukungan, pengorbanan, dan kasih sayang beliau yang tidak pernah terputus.

2. Bapak Ir. H. Prabowo Setiawan, MT, Ph. D., selaku Rektor Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

3. Bapak Prof. Dr. H. Gunarto. SH., SE.Akt., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

4. Ibu Hj. Siti Ummu Adillah, SH., M.Hum selaku Dosen Pembimbing atas waktu, perhatian, kesabaran, dan segala bimbingan serta arahan sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Bapak Bambang Tri Bawono, SH., M.Hum selaku dosen Wali atas perhatian dan arahannya penulis ucapkan terima kasih.

6. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Karyawan Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

7. Bapak dan Ibu Dosen Tim Penguji yang telah menguji penulis dalam melaksanakan ujian skripsi ini.

8. Bapak Drs. Syamsuri, selaku Hakim di Pengadilan Agama Kudus yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan informasi dan penjelasan kepada penulis. 9. Saudaraku tersayang M. Iqbal Al Hakiem yang selalu memberi motivasi dan

dukungan.

10.Moh. Ridlo Rokhmani, Nani Nurjanah, M. Nur Fauzan yang telah berjasa dan selalu memberikan motivasinya.

11.Mashuda yang telah membantu dan mengajari penulis menyelesaikan skripsi ini 12.Siti Murtiani, Wahyu Firdaus, Ahmad Faisol Sahli, Sidiq Kuncoro yang turut

menemani dan mendukung dalam peroses penyelesaian skripsi ini.

13.Dian Kartika, Sulastri, Nursyarif Hidayat, Suryo Setiono, Abdul Lakonik, Anis , Priyan yang telah mendukung dan memberikan motivasinya.

14.Semua teman-temanku Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang angakatan 2015, yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, terima kasih atas kesan-kesan selama penulis menimba ilmu.

15.Semua pihak yang telah membantu baik secara moril maupun materiil yang tidak bisa penulis sebutkan seluruhnya terima kasih penulis ucapkan.

(19)

ISSN. 2720-913X DAFTAR PUSTAKA

A. Al-Qur’an

Al-Qur’an dan Terjemahan, (2014), Al-Mumayyaz. Cipta Bagus Segara, Bekasi. B. Buku

Abdul, M, (2006), Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Kencana Prenada Media, Jakarta.

Abdullah, B., & Ahmad Saebani, B, (2013), Perceraian dan Perkawinan Keluarga Muslim, Pustaka Setia, Bandung.

Al Asqalani, I, (2014), Terjemahan Bulughul Maram. Fathan Prima Media, Jakarta. Amini, I, (1996), Bimbingan Islam Untuk Kehidupan Suami Istri, Al-Bayan,

Bandung.

Arikunto, S, (1993), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan, Rineka Cipta, Jakarta Aulia, T. R, (2012), Kompilasi Hukum Islam, Nuansa Aulia, Bandung.

Badan Pengembanagn dan Pembinaan Bahasa, (2005), KBBI, Balai Pustaka, Jakarta. Buchari, Z, (1995), Administrasi dan Manajemen Kepegawaian Pemerintah Negara

Indonesia, Gunung Agung, Jakarta.

Fajar ND, M., & Ahmad, Y, (2010), Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Hazairin, (1999), Hukum Kekeluargaan Indonesia, Tintamas, Jakarta.

Idris Ramulyo, M, (2010), Hukum Perkawinan Islam, PT. Bumi Aksara, Jakarta. Isnaeni, M, (2016), Hukum Perkawinan Indonesia, Refika Aditama, Bandung. Johan Nasution, B, (2008), Metode Penelitian Hukum, Mandar Maju, Bandung. Prijodarminto, S, (2007), Mutiara dan Duri Dalam Kehidupan Perkawinan PNS,

Pradnya Paramita, Jakarta.

Prodjodikoro, R, (1974), Hukum Perkawinan di Indonesia, Sumur Bandung, Jakarta. Prodjohamidjojo, M, (1999), Hukum Perkawinan Indonesia, Indonesia Legal

Publishing, Jakarta.

Soekanto, S,(1986), Pengantar Penelitian Hukum, UII Press, Jakarta.

Soeratno, & Arsyad, L, (2003), Metodologi Penelitian Untuk Ekonomi dan Bisnis, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.

Subekti, (2003), Pokok-pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta.

Syahrani, R, (1986), Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil, Media Sarana Press, Banjarmasin.

(20)

ISSN. 2720-913X C. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor. 43 tahun 1999 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Undang-Undang Nomor. 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 1974 Tentang Pelaksanaan Pembinaan Pegawai Negeri Sipil.

Peraturan Pemerintah Nomor. 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Juncto Peraturan Pemerintah Nomor. 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Pegawai Negeri Sipil. Peraturan Pemerintah Nomor. 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Inpres Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. D. Karya Ilmiah

Ebit Tri Laksono, (2017), Analisis Yuridis Putusan Pengadilan Dalam Perceraian dikarenakan murtad, Skripsi, Fakultas Hukum, Unissula, Semarang.

Erna Setiyowati,(2013), Fenomena Meningkatnya Perkara Perceraian di Kalangan Pegawai Negeri Sipil, Skripsi, Fakultas Hukum, UIN Malang, Malang. Mustikaningsih Vita budiarti, (2015) Perceraian Dengan Alasan Murtad (Analisis

Putusan Nomor 0396/Pdt.G/2012/PA.Skh.), Skripsi, Fakultas Hukum, Universitas Mumammadiyah Surakarta, Surakarta.

Rismiati, (2010), Pertimbangan Hakim dalam Penetapan Putusnya Perkawinan bagi Pegawai Negeri Sipil di Pengadilan Agama Yogyakarta, Skripsi, Fakultas Syariah, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Rois Sa’dullah, (2017), Perspektif Maqashid Syariah tentang cerai gugat dengan alasan murtad, Skripsi, Fakultas Hukum, Unissula, Semarang.

Muhammad Jamil, (2010), Izin Perkawinan dan Peceraian Bagi PNS, Jurnal Al-Qadau Vol. 1 No. 2,

(21)

ISSN. 2720-913X

E. Internet

Anonim, (2013), Pengertian Hukum (Tujuan Hukum dan Macam-macam Hukum),

akses online 05 Desember 2018. URL:

http://www.temukanpengertian.com/2013/08/pengertian-hukum.html. Anonim, (2018), Pegawai Negeri, akses online 05 Desember 2018. URL:

https://id.wikipedia.org/wiki/pegawai-negeri.

Anonim, (2019), Pengadilan Agama Kudus, Akses 06 Maret 2019. URL: http://www.pa-kudus.go.id/

Mulyana, S., (2016), Akibat Hukum, akses 05 Desember 2018. URL: https://e-kampushukum.blogspot.com/2016/05/akibat-hukum.html

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tablet hisap yang menggunakan bahan pemanis sorbitol memiliki tingkat kekerasan yang tinggi, kerapuhan semakin rendah dengan

8emberian formula enteral dengan cara bolus feeding dapat dilakukan dengan menggunakan N.)>@.), dan diberikan secara terbagi setiap */4 jam sebanyak 230/*30 ml!olus

Jenis Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang bersifat deskriptif kualitatif. Penelitian ini akan melalui pola penalaran induksi. Pola penalaran induksi dimulai

Pada kelompok responden dengan kemandirian belajar rendah, penguasaan konsep biologi yang diajar menggunakan model pembelajaran Kooperatif STAD lebih tinggi

Apabila dibandingkan dengan penggunaan α sebesar 5% (0,05), maka nilai probabilitas p = 0,000 < 0,05, sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan uji kualitas air

menunjukkan citra SEM permukaan film tipis ZnO:Al yang ditumbuhkan pada temperatur 400 o C mempunyai ukuran butir lebih besar. Tampak dari citra SEM, film tipis ZnO:Al

[r]

Undang No. 17 tahun 1985, maka dapat lebih memperkuat dasar-dasar bagi Indonesia untuk mengklaim landas kontinennya di Laut Natuna dengan menggunakan garis pangkal kepulauan