• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Melalui Model Pembelajaran Auditory, Intellectualy, Repetition

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Melalui Model Pembelajaran Auditory, Intellectualy, Repetition"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

22

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Melalui

Model Pembelajaran Auditory, Intellectualy, Repetition

Dodik Mulyono1, Atika Nur Hidayati 2

1 STKIP PGRI Lubuk Linggau 2 Universitas Lampung

dodikmulyono@stkippgri-lubuklinggau.ac.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika melalui Model Pembelajaran AIR (Auditory, Intellectual, Repetition). Permasalahan penelitian berupa rendahnya minat dan ketertarikan siswa dalam pelajaran matematika sehingga berpengaruh pada rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematik. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan sebanyak dua siklus. Subjek penelitian yaitu siswa kelas VIII-A Semester Ganjil SMP Negeri 26 Bandar Lampung yang yang berjumlah 28 siswa untuk diukur kemampuan pemecahan masalah matematikanya. Pengumpulan data setiap siklus menggunakan teknik tes dan teknik observasi. Teknik analisis data terdiri atas: 1) analisis hasil observasi, 2) analisis hasil tes kemampuan pemecahan masalah. Untuk pengecekan derajat kepercayaan data, penelitian ini menggunakan triangulasi sumber peneliti yang lain, yaitu kepala sekolah, guru matematika, dan siswa. Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Peningkatan tersebut yaitu dari prasiklus yang lulus hanya 2 orang atau (7,14%) dan tidak lulus 26 orang (92,86%) meningkat pada siklus I menjadi 4 orang (14,29%) yang lulus dan 24 orang (85,71%) tidak lulus, kemudian pada siklus II menjadi 8 orang (28,58%) yang lulus dan 20 orang (71,43%) yang tidak lulus dan pada siklus III menjadi 20 orang (71,43) yang lulus dan 8 orang (28,58%) yang tidak lulus.

Kata kunci: Matematika; Model AIR;Pemecahan Masalah.

Abstract

This study was aimed at investigating and analyzing the improvement of mathematical problem solving abilities through AIR Learning Model (Auditory, Intellectual, Repetition). The students’ low interest in mathematics which effected the low ability to solve mathematical problems became the main problems of this study. This is a Classroom Action Research (CAR) that was carried out in two cycles. The research subjects were students of class VIII-A of Odd Semester of SMP Negeri 26 Bandar Lampung with total number of 28 students. Data collection for each cycle used test and observation techniques. Data analysis techniques consisted of: 1) analysis of the results of observations, 2) analysis of the results of tests of problem solving skills. To check the degree of data trust, this study used triangulation of other researcher, namely the headmaster, mathematics teacher, and students. Based on the results of data analysis, it could be concluded that there was an increase in students' mathematical problem solving abilities. The imrovement could be seen from the pre-cycle in which there were only 2 students(7.14%) who could pass the test and 26 students (92.86%) who did not pass the test. It was found an increase in the first cycle in which there were 4 students (14.29%) who could pass the test and 24 students (85.71) %) who did not pass the test, then in

(2)

23

cycle II, there were 8 students (28.58%) who past the test and 20 students (71.43%) who did not pass the test and in cycle III, there were 20 students (71.43) who pass the test and 8 students (28.58%) who did not pass the test.

Keywords: Mathematics; AIR Model; Problem Solving.

PENDAHULUAN

Matematika merupakan salah satu pelajaran yang penting dikuasai siswa di sekolah karena kegunaannya dalam sehari-hari. Pentingnya peranan matematika menjadikan matematika diajarkan pada setiap jenjang pendidikan. Matematika memberikan nilai yang sangat penting bagi siswa sekolah dasar, menengah maupun sekolah menengah atas, karena memberikan kontribusi yang positif bagi perkembangan intelektual untuk menghadapi perubahan yang semakin maju. Banyak kegiatan yang menggunakan matematika dalam pemecahan permasalahan kehidupan sehari-hari. Peranan matematika dalam pemecahan permasalahan, menjadikan kemampuan dalam memecahkan masalah matematika menjadi hal penting yang harus dimiliki siswa.

Dalam standar isi pada Permendiknas No. 22 Tahun 2006 (Permendiknas, 2006) dinyatakan bahwa kemampuan memecahkan masalah matematika yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh adalah salah satu dari tujuan mata pelajaran matematika. Pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan yang harus dikuasai siswa setelah belajar matematika. Kemampuan ini sangat diperlukan siswa,terkait dengan kebutuhan siswa untuk memecahkan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari dan mampu mengembangkan diri mereka sendiri. Untuk itu, jelas bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan yang penting untuk dimiliki siswa. Semakin tinggi jenjang pendidikan siswa, semakin baik pula seharusnya kemampuan pemecahan masalah matematika yang dimiliki. Dengan ini, perlu untuk membekali setiap siswa dengan kemampuan pemecahan masalah matematika.

Menurut Gunawan (2017) mengungkapkan bahwa pemecahan masalah merupakan kemampuan yang penting dikembangkan dalam pembelajaran matematika, karena dalam proses memecahkan masalah, siswa akan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang telah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang berbeda-beda.

(3)

24

Menurut Polya (2004) pemecahan masalah merupakan suatu usaha untuk menemukan jalan keluar dari suatu kesulitan dan mencapai tujuan yang tidak dapat dicapai dengan segera. Pemecahan masalah merupakan proses bagaimana mengatasi suatu persoalan atau pertanyaan yang bersifat menantang yang tidak dapat diselesaikan dengan prosedur rutin yang sudah biasa dilakukan/sudah diketahui (Indarwati, Wahyudi, & Ratu, 2014).

Hendriana, Heris, Rohaeti, Euis, & Sumarmo (2016) mengartikan pemecahan masalah sebagai kegiatan menyelesaikan soal cerita, menyelesaikan soal yang tidak rutin, mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari atau keadaan lain, dan membuktikan atau menciptakan atau menguji konjektur, dan dalam pemecahan masalah matematika tampak adanya kegiatan pengembangan daya matematika (mathematical power)

terhadap siswa.

Pemecahan masalah dalam matematika dianggap sebagai seni, dalam buku klasiknya Polya (2004) yang berjudul “How to Solve It” memperkenalkan gagasan bahwa pemecahan

masalah dapat diajarkan sebagai seni praktis, seperti bermain piano atau berenang.Polya melihat pemecahan masalah sebagai tindakan penemuan dan memperkenalkan istilah

heuristik modern” (seni penyelidikan dan penemuan) yaitu menggambarkan kemampuan

yang dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan dalam menyelidiki masalah baru.

Masalah matematika yang dapat diselesaikan dapat berupa masalah rutin, non-rutin, rutin terapan, rutin non-terapan, non-rutin terapan, dan masalah non-rutin non-terapan dalam bidang matematika. Masalah non-rutin adalah masalah yang prosedur penyelesaiannya memerlukan perencanaan penyelesaian, tidak sekedar menggunakan rumus, teorema, atau dalil (Lestari & Yudhanegara, 2015).

Menurut Husna & Fatimah (2013) pemecahan masalah adalah proses melibatkan suatu tugas yang metode pemecahannya belum diketahui lebih dahulu, untuk mengetahui penyelesaiannya siswa hendaknya memetakan pengetahuan mereka, dan melalui proses ini mereka sering mengembang-kan pengetahuan baru tentang matematika, sehingga pemecahan masalah merupakan bagian tak terpisahkan dalam semua bagian pembelajaran matematika, dan juga tidak harus diajarkan secara terisolasi dari pem-belajaran matematika (Nurdiana & Noviyana ,2019; Turmudi & Harini, 2008.

Menurut Polya (2004), langkah-langkah kemampuan pemecahan sebagai berikut: (1) Tahap pertama adalah tahap memahami soal (Understanding). Pada tahap pemahaman soal, siswa harus dapat memahami kondisi soal atau masalah yang ada pada soal tersebut. Ciri-ciri

(4)

25

siswa yang paham terhadap isi soal ialah siswa dapat mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan beserta jawabannya seperti berikut: data atau informasi apa yang dapat diketahui dari soal? Apa inti permasalahan dari soal yang memelurkan pemecahan? Adakah dalam soal itu rmus rumus, gambar, grafik, table, atau tanda tanda khusus?, adakah syarat-syarat penting yang perlu diperhatikan dalam soal?. Sasaran penilaia pada tahap pemahaman soal ini adalah menganalisis soal, hal ini dapat terlihat apakah siswa tersebut paham dan mengerti terhadap apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam bentuk rumu, symbol, atau kata-kata sederhana, (2) Tahap kedua adalah tahap pemikiran suatu rencana (Planning). Menurut Polya pada tahap pemikiran suatu rencana, siswa harus dapat memikirkan langkah-langkah apa saja yang penting dan saling menunjang untk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Kemampuan berpikir yang tepat hanya dapat dilakukan jika sebelumnya siswa telah dibekali dengan pengetahuan-pengetahuan yang cukup memadai dalam arti masalah yang dihadapi siswa bukan hal yang baru tetapi sejenis atau mendekati. Pada tahap ini siswa harus mencari konsep-konsep atau teori-teori yang saling menunjang dan mencari rmus-rumus yang diperlukan, (3) Tahap ketiga adalah pelaksanaan rencana (Solving), yang dimaksud tahappelaksanaan rencana ialah siswa telah siap melakukan perhitungan dengan segala macam data yang diperlukan termasuk konsep dan rumus atau persamaan yang sesuai. Pada tahap ini siswa harus dapat membentuk sistematika soal yang lebih baku, dalam arti rumus-rumus yang akan digunakan sudah merupakan rumus-rumus yang siap untuk digunakan dalam soal, kemudian siswa mulai memasukkan data-data hingga menjurus ke rencana pemecahannya, setelah itu baru siwa melaksanakan langkah-langkah rencana sehingga akan diharapkan dari soal dapat dibuktikan atau diselesaikan, (4) Tahap terakhir adalah tahap peninjauan kembali

(Checking), yang diharapkan dari keterampilan siswa dalam memecahkan masalah untuk

tahap ini adalah siswa harus berusaha mengecek ulang dan menelaah kembali dengan teliti setiap langkah pemecahan yang dilakukannya.

Pemecahan masalah mempunyai dua fungsi dalam pembelajaran matematika. Pertama, pemecahan masalah adalah alat penting mempelajari matematika. Banyak konsep matematika yang dapat dikenalkan secara efektif kepada siswa melalui pemecahan masalah. Kedua, pemecahan masalah dapat membekali siswa dengan pengetahuan dan alat sehingga siswa dapat memformulasikan, mendekati, dan menyelesaikan masalah sesuai dengan yang telah mereka pelajari di sekolah. Sebagai implikasinya maka siswa harus diberi kesempatan

(5)

26

untuk mengembangkan kemampuan - kemampuan dan strategi-strategi pemecahan masalah (NCTM, 2000).

Bertentangan dengan harapan, berdasarkan fakta di lapangan menunjukkan keadaan berbeda pada berbagai tingkatan sekolah. Seperti yang terdapat pada kelas VIII-A SMP Negeri 26 Bandar Lampung. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika diperoleh dari guru bidang studi dan didukung hasil studi awal yang dilakukan peneliti di kelas VIII. Rendahnya kemampuan tersebut terlihat ketika siswa diberikan soal non rutin berbentuk masalah matematika yang menuntut siswa menyelesaikannya menggunakan rumus atau strategi tertentu dalam menemukan solusi siswa kesulitan dan menganggap soal tersebut sulit dan berbeda dengan contoh. Selain itu juga, interaksi dengan sesama siswa untuk saling bertukar pikiran sangatlah kurang dan aktifitas berdiskusi masih jarang dilakukan. Hal ini juga memengaruhi kurangnya respon siswa terhadap pembelajaran matematika dan munculnya sikap kurang peduli, sehingga siswa malas untuk menganalisa setiap tantangan yang diberikan.

Siswa kelas VIII-A SMP Negeri 26 Bandar Lampung juga diberikan tes awal berupa soal pemecahan masalah untuk memperkuat fakta penelitian. Dari soal yang diberikan (5 soal) terlihat hanya 7% dari 28 siswa atau sekitar 2 siswa yang mampu memahami masalah, membuat perencanaan hingga menemukan solusi masalah dengan penyelesaian yang kurang tepat. Sisanya 26 siswa terlihat kebingungan dengan tes yang diberikan penulis dan menganggap soal tersebut sulit. Dapat dikatakan untuk memahami masalah siswa masih terlihat sulit terlebih untuk membuat perencaan hingga solusi ditemukan. Akibatnya jika dihadirkan masalah matematika dalam pembelajaran di kelas VIII-A SMP Negeri 26 Bandar Lampung, siswa pasif dan selama pelajaran matematika cenderung berpusat pada guru.

Terlihat bahwa siswa dalam pembelajaran belum mandiri dan hanya menerima materi pelajaran dari guru saja karena mereka terbiasa mengandalkan serta menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber ilmu. Pencapaian tujuan pembelajaran juga menjadi kurang maksimal. Menurut Mulyono, Purwasih, & Riyadi (2018) beberapa masalah yang sering timbul dalam penggunaan konvensional yaitu: 1) dalam proses belajar mengajar siswa kurang aktif dalam mengemukakan pendapatnya; 2) mengurangi minat siswa dalam belajar matematika; 3) siswa cenderung pasif sehingga pemahaman siswa terhadap materi menjadi lambat karena mereka hanya menunggu informasi dari guru tanpa ada upaya untuk mencari informasi yang

(6)

27

dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi; 4) kemandirian belajar siswa rendah.

Melihat permasalahan itu, maka diperlukan peningkatan kemampuan pemecahan masalah dengan penerapan model pembelajaran yang mendukung keaktifan dan eksplorasi kemampuan siswa. Kurikulum 2013 memfasilitasi guru untuk menerapkan berbagai model pembelajaran aktif. Salah satu model pembelajaran yang mendukung terhadap perkembangan kemampuan pemecahan masalah adalah model pembelajaran AIR (Auditory, Intellectual,

Repetition). Dalam model ini siswa dibiasakan untuk menggunakan alat indra secara aktif

serta kecerdasan untuk melakukan pekerjaanya, mengeluarkan gagasan, memecahkan masalah dan melakukan pengulangan (repetition) sebagai bentuk perluasan materi dengan mengadakan tugas berupa pemecahan masalah matematika untuk melatih siswa dalam memecahkan berbagai bentuk soal serta mengembangkan daya ingat tentang materi yang telah diajarkan (Sari, 2018).

Aktivitas model ini berpusat pada siswa dengan pengaktifan Auditory dalam diskusi yang menggunakan pengetahuan secara maksimal dalam pemecahan masalah. pengetahuan siswa akan terukur dengan baik melalui aktivitas repetition, sehingga guru dapat lebih dini mengatasi kekurangan siswa dalam pembelajaran. Dengan demikian melalui penerapan model AIR, diharapkan siswa lebih aktif dan memberikan respon yang baik pada pembelajaran matematika melalui pembelajaran dengan kelompok-kelompok kecil yang dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

Lestari & Yudhanegara (2015) menyatakan bahwa model AIR merupakan model pembelajaran yang efektif dengan memperhatikan tiga hal, yaitu Auditory, Intellectualy, dan

Repetition. Auditory bermakna bahwa belajar dengan pemaksimalan unsur pendengaran,

menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan pendapat, dan menangggapi.Intellectualy bermakna bahwa belajar dengan pemaksimalan unsur intelektual dalam menggunakan kemampuan berpikir, bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan, mencipta, mengontruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan. Repetiton dalam hal ini, belajar diakhiri dengan pengulangan untuk melihat pemahaman siswa.

Teori belajar yang mendukung model pembelajaran AIR salah satunya adalah Teori Thorndike salah satunya mengungkapkan the law of exercise (hukum latihan) yang pada dasarnya menyatakan bahwa stimulus dan respon akan memiliki hubungan satu sama lain secara kuat jika proses pengulangan sering terjadi. Semakin banyak kegiatan pengulangan

(7)

28

dilakukan maka hubungan yang terjadi akan semakin bersifat otomatis (Fitriana & Ismah, 2016).

Lestari & Yudhanegara (2015) menyimpulkan tahapan dari model pembelajaran AIR

adalah sebagai berikut: (a) Auditory,Indra telinga digunakan dalam belajar dengan cara mendengarkan, menyimak, berbicara, mengemukakan pendapat, menanggapi, dan argumentasi. (b) Intellectually, kemampuan berpikir perlu dilatih melalui latihan bernalar, mengonstruksi, menerapkan gagasan, mengajukan pertanyaan, dan menyelesaikan masalah,

(d) Repetition, guru bersama-sama dengan siswa melakukan pengulangan materi melalui

pengerjaan soal, tugas, maupun kuis agar pemahaman siswa lebih luas dan mendalam.

Berdasarkan penelitian sebelumnya, beberapa penelitian telah dilakukan dalam penerapan model pembelajaran AIR (Agustiana, Putra, & Farida, 2018; Alan, & Afriansyah, 2017; Khadijah, Sukmawati, 2013; Rahayuningsih, 2017; Syahliani, Jamal & An’nur,2014; Trisetio, 2014) dan beberapa penelitian matematika yang membahas kemampuan pemecahan masalah matematis siswa (Effendi, 2012; Hidayat & Sariningsih, 2018; Jatisunda, 2017; Mawaddah & Anisah, 2015; Sumartini, 2016; Sundayana, 2016). Namun, belum ada penelitian sebelumnya yang menerapkan model pembelajaran AIR untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik. Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa kelas VIII-A SMP Negeri 26 Bandar Lampung melalui model pembelajaran AIR

METODE

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan di SMP Negeri 26 Bandar Lampung. Pengumpulan data penelitian menggunakan teknik tes dalam rangka mengungkap data tentang kemampuan pemecahan masalah matematik siswa pada setiap siklus. Tes yang dilakukan berupa soal uraian yang berisi soal non rutin (soal pemecahan masalah matematik) pada materi bangun ruang sisi datar. Subjek dalam penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas VIII-A SMP Negeri 26 Bandar Lampung. Objek penelitian yaitu peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik.

Prosedur penelitian ini, dalam satu siklus terdiri dari 4 tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Tahapan perencanaan ini disusun rencana tindakan yang akan dilakukan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa melalui penerapan model AIR. Perencanaan tindakan terdiri dari mempersiapkan jadwal

(8)

29

pembelajaran AIR, RPP, perangkat pembelajaran AIR, media pembelajaran yang digunakan. Pada tahap ini peneliti melaksanakan pembelajaran yang telah direncanakan. Guru melaksanaan pembelajaran bekerjasama dengan kolaborator dalam penerapan model AIR. Tahapan observasi dilakukan oleh peneliti bekerjasama dengan kolaborator untuk mengamati secara langsung pada saat proses pembelajaran berlangsung. Peneliti bertindak sebagai guru pengajar dibantu oleh kolaborator. Observasi bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya perubahan yang terjadi dengan adanya pelaksanaan tindakan yang sedang dilaksanakan yaitu penerapan model AIR. Tahap refleksi tindakan yakni mengevaluasi dari hasil pelaksanaan tindakan. Refleksi didasarkan dari data yang terkumpul berupa hasil observasi dan penilaian. Hasil refleksi dijadikan sebagai dasar untuk penentuan dilaksanakan atau tidak tindakan pada siklus selanjutnya. Gambaran umum dalam siklus PTK yang diacu dalam pelaksanaan penelitian sebagai berikut.

Gambar 1. Alur Pelaksanaan Penelitian

Setiap akhir siklus diadakan tes siklus untuk mengetahui peningkatakan kemampuan pemecahan masalah matematik dengan indikator keberhasilan yaitu meningkatnya kemampuan pemecahan masalah matematik setiap siklusnya dan dianggap tuntas belajar jika secara klasikal 80% dari jumlah siswa memperoleh nilai ≥ 70..

(9)

30

HASIL PENELITIAN

Prosedur dari penelitian yang dilakukan menggunakan prosedur penelitian tindakan kelas dari Kemmis dan Mc Taagart terdiri dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Pada setiap tahapan kegiatan, peneliti senantiasa melakukan bersama kolaborator yaitu guru mata pelajaran Matematika kelas VIII-A. Kolaborator berperan sebagai tim dalam pembelajaran dengan Menggunakan model AIR dan juga membantu dalam kegiatan observasi dikelas. Penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan terdiri dari 3 siklus.

Model pembelajaran AIR yang digunakan saat melaksanakan PTK di kelas VIII-A SMP Negeri 26 Bandar Lampung membiasakan siswa dengan berbagai masalah matematika dan menuntut siswa untuk melakukan penemuan solusi masalah dengan berbagai sumber secara mandiri. Artinya siswa terlatih untuk menghadapi masalah matematika setiap pertemuannya yang disajikan dalam Lembar Kerja Kelompok (LKK). Berbagai masalah yang terdapat dalam LKK melatih kemampuan berpikir dan analisis siswa kelas VIII-A SMP Negeri 26 Bandar Lampung melalui aktivitas pemahaman masalah dengan mengungkapkan masalah apa yang terjadi, membuat dugaan sementara menggunakan berbagai sumber belajar melalui hasil diskusi kelompok, serta sampai pada penentuan strategi penyelesaian dan kesimpulan maupunproses pengecekan kembali terhadap hasil yang diperoleh. Aktivitas pada metode ini mendukung komponen dan analisis pemecahan masalah matematika siswa.

Pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran AIR juga mengaktifkan siswa kelas VIII-A SMP Negeri 26 Bandar Lampung. Pembelajaran matematika yang terjadi berpusat pada siswa. Siswa aktif melakukan proses penemuan berbagai konsep secara mandiri. Seluruh kemampuan siswa, kebutuhan belajarnya terpenuhi melalui model pembelajaran AIR. Penerapan model pembelajaran AIR menjadikan adanya peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa kelas VIII-A SMP Negeri 26 Bandar Lampung. Peningkatan kemampuan ini terlihat dari perolehan hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik siswa siklus I ke siklus II ke siklus III yang mengalami peningkatan. Jika digambarkan dalam diagram, peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika masing-masing siswa dari siklus I sampai siklus III adalah sebagai berikut :

(10)

31

Gambar 2. Diagram Kualifikasi Kemampuan Siswa

Hasil tes siklus I menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prestasi kemampuan pemecahan masalah matematika siswa jika dibandingkan dengan hasil tes awal yaitu pada kelas Vlll-A dari 7% (2 orang) siswa memperoleh nilai ≥ 7,0 pada tes awal dan meningkat menjadi 14% (4 orang) siswa memperoleh nilai ≥ 7,0. Hasil sistem evaluasi terhadap soal tes essay menyatakan belum dapat menggambarkan penguasaan materi dan hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika belum mencapai indikator keberhasilan. Walaupun hasil tes siklus I menunjukkan peningkatan, tetapi karena belum mencapai indikator keberhasilan maka penelitian dilanjutkan pada siklus II. dengan melihat catatan evaluasi yang masih perlu direfleksikan untuk pelsaksanaan siklus berikutnya. Tindakan yang dilakukan pada siklus II masih tetap menggunakan model pembelajaran AIR dengan meninjau hasil dari refleksi siklus I yaitu diperoleh hal-hal sebagai berikut : (a) Sebagian siswa tidak memperhatikan penjelasan guru; (b) Sebagian siswa kurang aktif dalam kelompoknya dan siswa belum dapat menyampaikan pendapatnya pada saat materi pelajaran diajarkan atau pada saat siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal dalam LKK; (c) Hasil kemampuan pemecahan masalah siswa belum maksimal karena masih ada siswa tidak mengerjakan dengan prosedur pemecahan masalah.

(11)

32

Hasil tes siklus II menunjukkan peningkatan mengenai kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dibandingkan dengan siklus I yaitu pada kelas VlllA dari 14% (4 orang) menjadi 28% (8 orang). Pada siklus II walaupun menunjukkan peningkatan tetapi karena belum mencapai indikator keberhasilan maka penelitian dilanjutkan pada siklus III, dengan melihat catatan evaluasi yang masih perlu direfleksikan untuk pelsaksanaan siklus berikutnya. Tindakan yang dilakukan pada siklus III masih tetap menggunakan model pembelajaran AIR

dengan meninjau hasil dari refleksi siklus II yaitu diperoleh hal-hal sebagai berikut : 1) Selama proses pembelajaran, guru sudah melakukan proses pembelajaran dengan baik walaupun masih ada aspek yang belum sempurna. 2) berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa siswa kurang konsentrasi, sehingga siswa kurang aktif bertanya dalam kelas sehingga pembelajaran terkadang masih terpusat pada guru. Langkah yang akan dilakukan oleh guru yaitu memberikan lembar materi yang dikemas lebih menarik dan membuat siswa lebih aktif dengan menemukan hal yang baru dalam belajar dengan di bimbing oleh guru. Guru juga akan memberikan penghargaan bagi siswa yang aktif dan berkonsentrasi pada pelajaran.

Hasil tes siklus III menunjukkan adanya peningkatan dari siklus sebelumnya yaitu pada kelas VIII-A dari 28% (8 orang) siswa memperoleh nilai ≥ 7,0 pada tes siklus 2 dan meningkat menjadi 71% (20 orang) siswa memperoleh nilai ≥ 7,0 pada siklus III. Hasil sistem evaluasi terhadap soal tes essay dan uraian sudah dapat menggambarkan penguasaan materi, serta peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika. Kegiatan refleksi yang dilakukan pada tindakan siklus III menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan baik bagi guru mata pelajaran maupun bagi peneliti. Hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran AIR (Auditory,

Intellectual, Repetition) sudah mendapatkan hasil yang lebih baik, walaupun masih ada

beberapa siswa yang belum dapat menyampaikan pendapat tetapi siswa tersebut aktif melibatkan diri dalam melaksanakan tugas kelompok.

Setiap siswa menunjukan hasil yang memuaskan masing-masing siswa mengalami peningkatan, dan pada saat dilakukan tes akhir pada siklus I diperoleh rata-rata hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa sebesar 51,93. Pada siklus II setelah diberi perlakuan dan dilakukan tes akhir di peroleh rata-rata hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa sebesar 60,57 dan pada siklus III setelah diberi perlakuan dan dilakukan tes akhir di peroleh rata-rata hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa sebesar 71,42 . Maka dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan rata-rata nilai

(12)

33

sebesar 8,64% sedangkan dari siklus ll ke siklus IIl mengalami peningkatan rata-rata nilai sebesar 12,85%. Pada siklus III menunjukan hasil yang memuaskan.Berikut table distribusi Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika siswa kelas VIII-A SMP Negeri 26 Bandar Lampung dalam siklus PTK ini.

Tabel 1. Distribusi Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Dari Siklus I Sampai Siklus III

Nilai Akhir

Siklus I Siklus II Siklus III

Jumlah 1454 1696 2056

Rata-rata 51,93 60,57 71,42

Peningkatan Atau Penurunan

Meningkat rata-rata dari siklus 1 ke siklus 2 sebesar 8,64%. Meningkat rata-rata dari siklus 2 ke siklus 3 sebesar 12,85%. Meningkat rata-rata dari siklus 1 ke siklus 3 sebesar 21,49%.

Jika dilihat dari hasil tes pada evaluasi pelaksanaan tindakan siklus III, yaitu pada kelas Vlll-A mencapai 71,42% (20 siswa dari 28 siswa) yang telah memperoleh nilai ≥ 7,0 atau dengan kata lain telah mencapai indikator keberhasilan, maka penelitian ini telah berhasil dilaksanakan sesuai rencana pelaksanaan penelitian.

PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian, terbukti bahwa penerapan model pembelajaran AIR (Auditory,

Intellectual, Repetition) dinilai dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

matematik siswa. Hasil penelitian relevan yang dilakukan oleh Syahliani, Jamal dan An’nur (2014) Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Terjadi peningkatan pada presentase keterlaksanaan RPP model pembelajaran AIR yang dikategorikan baik pada siklus l menjadi lebih baik pada siklus ll dan siklus lll (2) Terjadi peningkatan pada presentase aktivitas siswa yang mana pada siklus l dan siklus ll dikategorikan aktif menjadi sangat lebih pada siklus lll, (3) Terjadi peningkatan pada presentase ketuntasan klasikal hasil belajar siswa yaitu 48% : 66,7% : 86,7%, dan (4) Respon siswa terhadap model pembelajaran AIR secara keseluruhan berkategori baik ditinjau dari aspek minat siswa. diperoleh kesimpulan bahwa keefektifan penerapan model pembelajaran AIR di kelas VIII-E SMP Negeri 7 Banjarmasin

(13)

34

dikategorikan efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Hal tersebut juga dibuktikan dengan hasil penelitian pada tes setiap akhir siklus yang mengalami kenaikan dan nilai siswa juga sudah berada di atas KKM baik secara individu maupun klasikal sesuai indikator keberhasilan penelitian tindakan ini. Kenaikan kemampuan dikarenakan dalam model ini, siswa dibiasakan untuk menggunakan alat indra secara aktif (Auditory) serta kecerdasan

(Intellectualy) untuk melakukan pekerjaanya, mengeluarkan gagasan, memecahkan masalah

dan melakukan pengulangan (repetition) sebagai bentuk perluasan materi dengan mengadakan tugas berupa pemecahan masalah matematika untuk melatih siswa dalam memecahkan berbagai bentuk soal serta mengembangkan daya ingat tentang materi yang telah diajarkan dan dapat menjadi solusi untuk peningkatan pemecahan masalah matematika.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data yang telah diuraikan serta dukungan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan yaitu melalui penggunaan model pembelajaran AIR

(Auditory, Intellectual, Repetition)dapatmeningkatkan kemampuan pemecahan masalah

matematik siswa kelas VIII-A SMP Negeri 26 Bandar Lampung .Hal tersebut ditunjukan dengan peningkatan ketuntasan klasikal kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yaitu dengan rata-rata kemampuan pemecahan masalah 51,93 pada siklus I, kemudian pada siklus II rata-rata kemampuan pemecahan masalahsebesar 60,57, dan rata-rata kemampuan pemecahan masalah pada siklus III sebesar 73,42. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa terjadi karena dalam penggunaan model pembelajaran AIRyang membuat siswa menjadi aktif dengan aktivitas pembelajaran yang dimulai dari persiapan, berdiskusi mencari solusi masalahmenggunakan berbagai sumber dan media pembelajaran. Dengan hasil penelitian maupun kendala yang dihadapi saat pelaksanaan, penulis memberikan saran pada peneliti berikutnya untuk lebih memaksimalkan proses Repetition

dalam upaya memecahkan masalah matematik menggunakan berbagai sumber dan media yang lebih inovatif agar hasil yang diperoleh lebih maksimal.

REFERENSI

Agustiana, E., Putra, F. G., & Farida, F. (2018). Penerapan model pembelajaran auditory, intellectually, repetition (AIR) dengan pendekatan lesson study terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik. Desimal: Jurnal Matematika, 1(1), 1-6.

(14)

35

Alan, U. F., & Afriansyah, E. A. (2017). Kemampuan pemahaman matematis siswa melalui model pembelajaran auditory intellectualy repetition dan problem based learning.

Jurnal Pendidikan Matematika, 11(1), 67-78. DOI:

http://dx.doi.org/10.22342/jpm.11.1.3890.67-78.

Effendi, L. A. (2012). Pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing untuk meningkatkan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematis siswa SMP.

Jurnal Penelitian Pendidikan, 13(2), 1-10.

Fitriana, M., & Ismah, I. (2016). Pengaruh model pembelajaran auditory intellectually repetition terhadap hasil belajar matematika siswa ditinjau dari kedisiplinan siswa.

FIBONACCI: Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika, 2(1), 59-68.

Gunawan, a. (2017). Efektivitas penerapan model pembelajaran auditory intellectually repetition (AIR) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII SMP N 4 Sewon. Prodi Pendidikan Matematika UPY. Diambil dari

http://repository.upy.ac.id/id/eprint/1427

Hendriana, Heris., Rohaeti, Euis & Sumarmo.(2016). Hard skills dan soft skills matematik

siswa. Bandung : STKIP Siliwangi Press

Hidayat, W., & Sariningsih, R. (2018). Kemampuan pemecahan masalah matematis dan adversity quotient siswa smp melalui pembelajaran open ended. JNPM (Jurnal

Nasional Pendidikan Matematika), 2(1), 109-118. DOI:

http://dx.doi.org/10.33603/jnpm.v2i1.1027

Husna, M., & Fatimah, S. (2013). Peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa sekolah menengah pertama melalui model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS). Jurnal Peluang, 1(2), 81-92.

Indarwati, D., Wahyudi, W., & Ratu, N. (2014). Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika melalui penerapan problem based learning untuk siswa kelas V SD. Satya Widya, 30(1), 17-27.

Jatisunda, M. G. (2017). Hubungan self-efficacy siswa SMP dengan kemampuan pemecahan masalah matematis. Jurnal THEOREMS (The Original Research of Mathematics), 1(2). 24-30. DOI: http://dx.doi.org/10.31949/th.v1i2.375

Khadijah, S., & Sukmawati, R. (2013). Efektivitas model pembelajaran auditory intellectually repetition dalam pengajaran matematika di kelas VII MTS. Jurnal Pendidikan Matematika, 1(1), 68-75.

Lestari, K.E dan Yudhanegara. (2015). Penelitian pendidikan matematika. Bandung : PT Refika Aditama.

(15)

36

Mawaddah, S., & Anisah, H. (2015). Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran generatif (generative learning) di SMP. EDU-MAT, 3(2), 166-175. DOI:

http://dx.doi.org/10.20527/edumat.v3i2.644

Meier, D. (2003). The accelerated learning hand book panduan kreatif dan efektif merancang

program pendidikan dan penelitian (edisi terjemahaan). Bandung : Kaifa

Mulyono, D., Purwasi, L. A., & Riyadi, A. (2018). Penerapan metode penemuan terbimbing pada pembelajaran matematika siswa SMP. Journal of Education and Instruction

(JOEAI), 1(1), 51-58. DOI: https://doi.org/10.31539/joeai.v1i1.240

NCTM. (2000). Principles and standards for school mathematics (Vol. 1). National Council of Teachers of Mathematics (Ed).

Nurdiana, A., & Noviyana, H. (2019). Upaya peningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik melalui metode discovery pada siswa SMP. INOMATIKA, 1(2), 77-90. DOI:

https://doi.org/10.35438/inomatika.v1i2.149

Permendiknas, R. I. (2006). No 22 Tahun 2006. Tentang standar isi untuk satuan pendidikan

dasar dan menengah. Jakarta: Depdiknas.

Polya, G. (2004). How to solve it: A new aspect of mathematical method (No. 246). Princeton university press.

Rahayuningsih, S. (2017). Penerapan model pembelajaran matematika model auditory intellectually repetition (AIR). Erudio Journal of Educational Innovation, 3(2), 67-83.

https://doi.org/

Sari, A. M. (2018). Penerapan model discovery learning untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada subtema organ gerak hewan (penelitian tindakan kelas pada siswa kelas V SDN Martadinata Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung tahun ajaran 2018-2019)

(Doctoral dissertation, FKIP UNPAS).

Sumartini, T. S. (2016). Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa melalui pembelajaran berbasis masalah. Mosharafa: Jurnal Pendidikan Matematika,

5(2), 148-158. DOI: https://doi.org/10.31980/mosharafa.v5i2.270

Sundayana, R. (2016). Kaitan antara gaya belajar, kemandirian belajar, dan kemampuan pemecahan masalah siswa SMP dalam pelajaran matematika. Mosharafa: Jurnal

Pendidikan Matematika, 5(2), 75-84. DOI: https://doi.org/10.31980/mosharafa.v5i2.262

Syahlian, Mita .(2014). Penerapan model pembelajaran auditory, intellectually, repetition

(16)

37

Trisetio, E. (2014). Eksperimentasi auditory intellectually repetition (AIR) dan visualization auditory kinesthetic (VAK) terhadap hasil belajar matematika.

EKUIVALEN-Pendidikan Matematika, 12(4). 310-315.

Turmudi, T., & Harini, S. (2008). Metode statistika: Pendekatan teoritis dan aplikatif. Diambil dari: http://repository.uin-malang.ac.id/

Gambar

Gambar 1. Alur Pelaksanaan Penelitian
Gambar 2. Diagram Kualifikasi Kemampuan Siswa
Tabel 1. Distribusi Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Dari  Siklus I Sampai Siklus III

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya: (1) biaya, penerimaan, pendapatan usaha agroindustri keripik pisang yang diusahakan perusahaan Sari Rasa di Desa

Kuatnya interaksi air dengan komponen dalam beras berkalsium ditunjukkan oleh nilai C (Tabel 2) yang rata-rata lebih tinggi dari beras normal.. Akti- vitas air yang rendah pada

Dilihat dari deskripsi tanaman berat tongkol dengan kelobot tanaman jagung manis yang dihasilkan pada penelitian ini tergolong rendahHal ini berhubungan dengan panjang

4.2.1 Pengaruh Berbagai Konsentrasi Ekstrak Daun Kemangi ( Ocimum cannum Sims.) dalam Menghambat Pertumbuhan Candida albicans 31 4.2.2 Analisis Hasil Penelitian untuk

Lokasi LPPB Kabupaten Sleman walaupun menurut dinas-dinas terkait belum ditentukan, tetapi di dalam Rencana Kerja Perangkat Daerah (RKPD) pada Bab III Pengembangan Kawasan

Berdasarkan wawancara dengan guru serta anak TK dan SD (kelas 1) di Surabaya, permasalahan yang terjadi adalah sejak dini tidak dibiasakan untuk dekat dengan dunia olahraga

Yang dimaksud dengan ”Analisis Proses Produksi Program Siaran Islamku Nafasku di Batik TV pekalongan” adalah sebuah penelitian yang mengkaji proses produksi pada

Dua permasalahan pokok pembelajaran matematika di kelas yang berkait dengan rendahnya kemampuan siswa Indonesia serta proses pembelajaran di kelas yang kurang