PENGAWASAN PENERAPAN GOOD MINING PRACTICE PADA
PERTAMBANGAN BATUAN ANDESIT CV. SELO PUTRO WONOGIRI PRA
DAN PASCA TERBITNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014
TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
Septina Ayu Handayani
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret septinaayu@student.uns.ac.id
Pranoto, Najib Imanullah
Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Abstract
The purpose of this research is to know the application of good mining practice on CV. Selo Putro as holders of operating licence for the longest production in Wonogiri and controlled by the Government both before and post publication of the local governance Act, along with the constraints and solution of the issue. Methods used in the collection of data using this type of empirical legal research (juridical sociological) that is both descriptive and prescriptive approach to Act (statue approach) and conceptual approach (conceptual approach) generate primary data and the data were analyzed using the method of secondary analysis interactive. The results showed that applies good mining practice and supervision of pre-local Government Act of publication has not yet been fully implemented, there is still a gap between the work plan with the business report mining. Post publication of legislation, supervision of local Government conducted less intensive, its scope is too broad so limited mine sweeping administration and wild, with lack of adequate human resources as the main factors cause less maximum supervision or the application of good mining practice.
Keywords: Implementation, supervision, good mining practice, pre and post Act No. 23 of 2014 on local governance
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan good mining practice pada CV. Selo Putro sebagai pemegang izin usaha pertambangan operasi produksi terlama di Wonogiri dan pengawasannya oleh pemerintah baik sebelum maupun pasca terbitnya Undang-Undang Pemerintahan Daerah beserta kendala dan solusi penyelesaiannya. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data menggunakan jenis penelitian hukum empiris (yuridis sosiologis) yang bersifat deskriptif dan preskriptif dengan pendekatan undang-undang (statue approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approach) menghasilkan data primer dan data skunder yang dianalisis menggunakan metode analisis interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapkan good mining practice dan pengawasan pra terbitnya Undang-Undang Pemda belum sepenuhnya terlaksana, masih ada kesenjangan antara rencana kerja dengan laporan usaha pertambangan. Pasca terbitnya Undang-Undang pemda, pengawasan yang dilakukan kurang intensif, jangkauannya terlalu luas sehingga terbatas pada administrasi dan penertiban tambang liar, dengan minimnya sumber daya manusia yang memadai sebagai faktor utama penyebab kurang maksimalnya pengawasan maupun penerapan good mining practice.
Kata Kunci: Penerapan, Pengawasan, good mining practice, pra dan pasca Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
A. Pendahuluan
Indonesia memiliki potensi sumber daya dan cadangan mineral yang melimpah, hal tersebut memiliki potensi yang besar dalam memberikan sumbangan terhadap Negara melalui Pendapatan Negara Bukan pajak dari usaha pertambangan, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara telah menghimpun pendapatan negara bukan pajak
(PNBP) di sektor minerba sepanjang 2014 sebesar Rp 34,2 triliun (economy.okezone.com). Potensi yang besar tersebut juga diimbangi dengan dampak yang akan ditimbulkan. Pertambangan merupakan kegiatan usaha yang langsung bersinggungan dengan lingkungan hidup, kegiatan pertambangan termasuk mineral batuan memiliki pengaruh negatif yang relatif besar terhadap
lingkungan jika tidak dikelola dengan baik, dan dampak ini dapat muncul dari tahapan awal kegiatan hingga pasca tambang (Djoko Darmono, 2009: 535). Enny Widyati dan Tati Rostiwati dalam bukunya menyatakan bahwa sektor pertambangan telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang sangat serius, ini dikarenakan sebagian besar praktek pertambangan dapat mengubah iklim mikro dan merusak tanah. Pada tambang terbuka, praktek tambang akan mengubah daerah yang semula bervegetasi menjadi kawah yang berukuran luas (Enny Widyati dan Tati Rostiwati, 2010: 122).
Pengelolaan lingkungan sedini mungkin dapat dilakukan dengan menerapkan kaidah pertambangan yang baik sesuai dengan peraturan-peraturan terkait dengan pertambangan yang selama ini dikenal dengan istilah good mining practice. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Minaei Mobtaker dan Osanloo (2015: 8-10), apabila pelaksanaan kegiatan tambang dilakukan dengan baik dan benar dengan menerapkan kaidah pertambangan yang baik dalam setiap tahap kegiatan tambang yang dalam penelitian ini disebut sebagai modern mining, akan memberikan dampak positif bagi perekonomian, kehidupan sosial maupun lingkungan.
Management of mining changes and knowing how to apply them, is the key point to meet positive impact of mining activities. Applying The overall sequence of activities in modern mining in six stages: Prospecting, exploration, development, exploitation, mine closure and mine reclamation plan at the ¿UVW VWDJH RI PLQLQJ RSHUDWLRQV ZLOO FDUU\ RXW economy, social and environment risk and manage the changed condition in sustainable way and emerge positive impacts from mining industry.
Secara geografis terletak pada zona pegunungan Selatan Pulau Jawa dengan luas wilayah 182.236,02 hektar serta dengan sebaran batuan gunungapi, batuan intrusi, kontrol struktur geologi yang menyebabkan adanya indikasi mineralisasi logam yang berpotensi sebagai wilayah pertambangan. Berikut merupakan tabel potensi tambang Kabupaten Wonogiri hasil inventarisasi potensi bahan galian di Kabupaten Wonogiri yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pertambangan Kabupaten Wonogiri bersama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Badan Penelitian Pengembangan Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Bandung.
Tabel 1. Potensi Pertambangan Kabupaten Wonogiri
No Jenis Komoditi Potensi Luas Sebaran (ha) Lokasi (Kecamatan) 1 Emas 1.500.000 ton Selogiri, Jatiroto, Karangtengah 2 Galena 18,4 ppm s/d
42.000 ppm
Karangtengah, Tirtomoyo dan Kismantoro 3 Batu Gamping 3.599 juta m3 4130 Paracimantoro, Eromoko, Giritontro, Giriwoyo,
Paranggupito, Baturetno, Batuwarno, dan Puhpelem
4 Batuan Andesit 1.585.165.625 m3 Selogiri, Ngadirojo, Jatiroto, Manyaran, Giriwoyo
5 Tanah Liat 275.878.050 m3 18.392 Tirtomoyo, Puhpelem dan Bulukerto
6 Batu ½ permata 1.800 m3 3 Giriwoyo, Karangtengah (Jenis kalsedon, onyx, fosil kayu, agate, jasper dan ametis)
7 Tras 1 250 000 m3 15,5 Ngadirejo, Slogohimo, Girimarto, Bulukerto, Puhpelem dan Manyaran
8 Pasir Kuarsa 40.000 m3 8 Karangtengah
9 Pasir Batu 245.000 m3 36 Hampir di setiap Kecamatan
10 Bentonit 700 000 ton. Giriwoyo
11 Kaolin 46000 m3 11 Tirtomoyo, Karangtengah
12 Kalsit 46000 m3 11 Eromoko, Giriwoyo, Pracimantoro, Giritontro (Sumber : Wonogiri Dalam Angka 2011, Disbudparpora tahun 2011)
Hasil inventarisasi tersebut diatas merupakan dasar bagi pemerintah dalam menetapkan Wonogiri sebagai Wilayah Pertambangan dengan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 1204 K/30/MEM/2014 tentang Penetapan Wilayah Pertambangan Pulau Jawa dan Bali yang kemudian dijadikan dasar dalam menerbitkan izin pertambangan wilayah Kabupaten Wonogiri.
Penelitian ini akan mengkaji pengawasan penerapan good mining practice pada CV. Selo Putro yang merupakan pemegang IUP operasi produksi terlama di Kabupaten Wonogiri dengan
bahan galian batuan andesit. CV. Selo Putro merupakan badan hukum yang berdiri sah secara hukum pada tanggal 23 April 2007 di Kabupaten Sukoharjo dengan Penetapan Pengadilan Nomor: 103/2007/PN.SKH yang memiliki fokus kegiatan pada bidang pertambangan dengan misi memanfaatkan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada, sebagai badan hukum yang bergerak dibidang pertambangan, CV selo putro memiliki kewajiban yang salah satunya yakni menerapkan good mining practice yang diamanatkan Undang-Undang Minerba. Berikut merupakan daftar koordinat dan peta wilayah penelitian.
Tabel 2. Koordinat Wilayah IUP Operasi Produksi CV. Selo Putro
No Bujur Timur Lintang (LU/LS)
Titik ... Koord. Ø ‘ ‘‘ Ø ‘ ‘‘ 1 110 54 44.30 7 46 12.80 LS 2 110 54 45.00 7 46 10.80 LS 3 110 54 46.20 7 46 09.50 LS 4 110 54 44.90 7 46 09.00 LS 5 110 54 42.71 7 46 10.30 LS 6 110 54 41.20 7 46 13.40 LS
Gambar 1 Peta Wilayah Usaha Pertambangan CV. Selo Putro
B. Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum empiris (yuridis sosiologis) yang berbasis pada ilmu Normatif (peraturan perundangan) dengan mengamati bagaimana reaksi dan interaksi yang terjadi ketika sistem norma itu bekerja di dalam masyarakat (Mukti Fajar dan Yulianto
Achmad, 2010: 47), yang bersifat deskriptif dan preskriptif untuk memberikan data seteliti mungkin dengan pendekatan undang-undang (statue approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approach). Lokasi penelitian adalah CV. Selo Putro, Dinas PESDM Wonogiri, Balai Pertambangan wilayah wilayah yang berada di Surakarta, dari hasil penelitian jenis data yang
diperoleh yaitu data primer dan data skunder berupa dokumen tertulis, hasil wawancara serta observasi, dalam menganalisis data digunakan teknik analisis interaktif yang terdiri dari reduksi data, sajian data kemudian terakhir penarikan VLPSXODQ GDQ YHUL¿NDVL +% 6XWRSR
C. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Pengawasan Penerapan Good Mining Practice pada CV. Selo Putro Kabupaten Wonogiri
Pemerintah kabupaten/kota merupakan salah satu bagian dari pihak yang memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap penerapan good mining practice pada suatu usaha pertambangan mineral di wilayah pertambangannya, hal ini didasarkan pada Pasal 8 Undang-Undang Minerba. Pengawasan terhadap penerapan good mining practice yang dilakukan terhadap aspek-aspeknya yakni ketentuan keselamatan d an ke seh atan kerj a p ertamb a ng an , keselamatan operasi pertambangan, pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan, termasuk kegiatan reklamasi dan pascatambang, upaya konservasi sumber daya mineral dan batubara, pengelolaan sisa tambang dari suatu kegiatan usaha pertambangan dalam bentuk padat, cair, atau gas sampai memenuhi standar baku mutu lingkungan sebelum dilepas ke media lingkungan dengan meninjau IUP, RKAB serta laporan triwulan.
Tabel 3. Kesesuian Antara IUP Operasi Produksi CV. Selo Putro dengan Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Minerba
No Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Minerba IUP 1 N a m a p e r u s a h a a n ,
luas wilayah, lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pe-murnian, pengangkutan dan penjualan
Ada
2 Modal investasi Tidak Ada 3 Jangka waktu berlakunya
IUP dan jangka waktu tahap kegiatan; Ada 4 Penyelesaian masalah pertanahan Tidak Ada No Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Minerba IUP 5 Lingkungan hidup
terma-suk reklamasi dan pas-catambang serta dana jaminan reklamasi dan pascatambang;
Tidak Ada
6 Perpanjangan IUP; Tidak Ada 7 Hak dan kewajiban
pe-megang IUP Ada 8 Rencana pengembangan d a n p e m b e r d a y a a n masyarakat di sekitar wilayah pertambangan Tidak Ada
9 Perpajakan dan pene-rimaan negara bukan pajak yang terdiri atas iuran tetap dan iuran produksi
Tidak Ada
10 Keselamatan dan kese-hatan kerja
Tidak Ada 11 Konservasi mineral atau
batubara
Tidak Ada 12 Pemanfaatan barang,
j a s a , d a n t e k n o l o g i dalam negeri, penerapan kaidah keekonomian dan keteknikan pertam-bangan yang baik
Tidak Ada
13 Pengembangan tenaga kerja Indonesia
Tidak Ada 14 Pengelolaan data
mine-ral atau batubara
Tidak Ada 15 Penguasaan,
pengem-bangan, dan penerapan teknologi pertambangan mineral atau batubara.
Tidak Ada
Pasal 111 ayat (1) Undang-Undang Minerba menyatakan bahwa pemegang IUP dan IUPK wajib memberikan laporan tertulis secara berkala atas rencana kerja dan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan. Rencana kerja adalah rincian atau uraian tentang rencana pertambangan dan biaya perusahaan untuk kegiatan tambang selama 1 (satu) tahun. Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor: 1453 K/29/Mem/2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan Di Bidang Pertambangan Umum, mengatur bahwa RKAB tersebut mencakup, antara lain:
Tabel 4. Kelengkapan substansi RKAB CV. Selo Putro dengan pedoman teknis penyusunan RKAB
No
Substansi Rencana Kerja dan
Anggaran Biaya RKAB CV. Selo Putro 1 S i s t e m d a n t a t a cara penambangan, pengolahan, pemur-nian serta pencucian
Ada
2 Lokasi dan penam-bang daerah yang akan ditambang
Ada
3 Rencana dan target produksi serta pema-saran
Tidak Ada
4 Jenis dan jumlah peralatan yang akan digunakan
Tidak Ada
5 Rencana jumlah te-naga kerja Ada 6 Rencana anggaran u n t u k s a t u t a h u n kalender Ada 7 Rencana kegiatan dan lokasi relamasi pengelolaan lingku-ngan hidup Tidak Ada 8 Rencana kegiatan K-3 Tidak Ada 9 Rencana kegiatan eksplorasi tambahan Ada 10 Rencana kegiatan
dalam rangka konser-vasi bahan galian
Ada
11 Rencana biaya yang akan dikeluarkan
Ada
Pedoman penyusunan laporan studi kelayakan, eksploitasi dan produksi dalam Lampiran XIII B Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor: 1453 K/29/ MEM/2000 3 November 2000, menyatakan
bahwa laporan triwulan merupakan realisasi kegiatan eksploitasi selama 3 (tiga) bulan dari rencana kerja tahunan.
Tabel 5. Kesesuaian Laporan Triwulan CV. Selo Putro dengan pedoman Teknis penyusunan laporan triwulan
No Substansi Laporan Triwulan Laporan Triwulan Kegiatan Teknis 1 e k s p l o r a s i t a m b a h a n penambangan Ada 2 pencucian, pengolahan, pemurnian, pengang-kutan, penjualan, Ada
3 pemantauan dan penge-lolaan lingkungan
Ada
4 Reklamasi Tidak Ada
5 K-3 pertambangan Ada
6 Peta kemajuan tambang, peta lokasi kegiatan
Tidak Ada 7 Statistik produksi,
pe-masaran, statistik ke-celakaan
Ada
Kegiatan Non Teknis
1 Ketenagakerjaan, Tidak Ada 2 Penyelesaian masalah Ada 3 Biaya yang telah
dikeluar-kan selama tiga bulan
Tidak Ada
Berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Minerba, Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap kegiatan tambang yang dilakukan oleh pemegang IUP, adapun mengenai hal-hal yang perlu diawasi terdapat dalam Pasal 141 Undang-Undang Minerba, dan berikut merupakan tabel pelaksanaan pengawasan dengan indikator objek pengawasan Pasal 141 Undang-Undang Minerba terlepas dari penilaian seberapa baik pengawasan yang dilakukan oleh Dinas PESDM Kabupaten Wonogiri.
Tabel 6. Pelaksanaan Pengawasan Dinas PESDM Kabupaten Wonogiri terhadap Penerapan good mining practice oleh CV. Selo Putro
No Objek Pengawasan Dinas PESDM
RKAB Laporan Sidak
No Objek Pengawasan Dinas PESDM
RKAB Laporan Sidak
2 Pemasaran ¥ ¥
3 Keuangan ¥ ¥
4 Pengolahan data mineral dan batubara ¥ ¥
5 Konservasi sumber daya mineral dan batubara ¥ ¥ ¥
6 K e s e l a m a t a n d a n k e s e h a t a n k e r j a pertambangan;
¥ ¥
7 Keselamatan operasi pertambangan ¥ ¥
8 Pengelolaan lingkungan hidup, reklamasi, dan pascatambang
¥ ¥
9 Pemanfaatan barang, jasa, teknologi, dan kemampuan
¥ ¥
10 Rekayasa dan rancang bangun dalam negeri ¥ ¥
11 P e n g e m b a n g a n t e n a g a k e r j a t e k n i s pertambangan
¥ ¥ ¥
12 Pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat
¥ ¥
13 Penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan
¥ ¥ ¥
14 Kegiatan-kegiatan lain di bidang kegiatan usaha pertambangan yang menyangkut kepentingan umum
¥ ¥
15 Pengelolaan IUP atau IUPK ¥ ¥ ¥
16 J u m l a h , j e n i s , d a n m u t u h a s i l u s a h a pertambangan
¥ ¥
Tabel di atas menggambarkan pelaksa-naan pengawasan penerapan good mining practice CV. Selo Putro oleh Dinas PESDM Kabupaten Wonogiri, dimana terdapat 16 (enam belas) kategori pengawasan menurut pasa 141 Undang-Undang Minerba dan 3 (tiga) aspek pengawasan. Tabel diatas menggambarkan bahwa untuk pengawasan terhadap RKAB sedikit lemah jika dibandingkan dengan dua aspek lain, dimana terdapat 10 (sepuluh) kategori pengawasan yang tidak ada dalam RKAB yang jika dipersentasekan, pengawasan terhadap RKAB terlaksana sebesar 37,5% . CV. Selo Putro telah melakukan usaha tambang dengan IUP operasi produksi selama hampir 5 (lima) tahun terhitung sejak 22 Oktober 2010 yang artinya sampai saat ini Dinas PESDM telah menerima rencana tahunan sebanyak 5 (lima) kali. Melihat RKAB milik CV. Selo Putro untuk tahun 2015 yang hanya memuat 6 (enam) dari (enam belas) kategori pengawasan, tentunya hal
ini dikarenakan kurangnya pengawasan terhadap RKAB.
Laporan triwulan merupakan laporan yang disampaikan setiap tiga bulan sekali yang merupakan laporan terhadap kegiatan pertambangan yang sebelumnya telah direncanakan dalam RKAB. Dari tabel tersebut, kategori pengawasan dalam Pasal 141 Undang-Undang Minerba seluruhnya termuat dalam laporan triwulan milik CV. Selo Putro yang artinya pengawasan terhadap laporan kegiatan terlaksana 100%, dengan demikian Dinas PESDM telah memberikan perhatian yang cukup baik meski secara pedoman teknis, baik IUP maupun RKAB sendiri masih memiliki banyak kekurangan. 2. P a s c a Te r b i t n y a U n d a n g - U n d a n g
Pemerintahan Daerah Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
P a s c a t e r b i t n y a U n d a n g - U n d a n g Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
2014 Tentang Pemerintahan Daerah yang selanjutnya disebut sebagai Undang-Undang Pemda dalam penelitian ini, mengatur adanya
pembagian urusan pemerintahan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral seperti dalam tabel berikut:
Tabel 7. Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Sub Urusan Mineral dan Batubara
Pemerintah Pusat Provinsi Kabupaten
/Kota a. Penetapan wilayah pertambangan
sebagai bagian dari rencana tata ruang wilayah nasional yang terdiri atas wilayah usaha pertambangan, wilayah pertambangan rakyat dan wilayah pencadangan Negara serta wilayah usaha pertambangan khusus;
a. Penetapan wilayah izin usaha pertambangan mineral bkan logam dan batuan dalam 1 (satu) Daerah Provinsi dan wilayah laut sampai dengan 12 mil;
b. Penetapan wilayah izin usaha pertam-bangan mineral logam dan batubara serta wilayah izin khusus;
b. Penerbitan izin usaha pertam-bangan mineral logam dan batubara dalam rangka pena-naman modal dalam negeri pada wilayah izin usaha pertambangan Daerah yang berada dalam 1 (satu) Daerah provinsi termasuk wilayah laut sampai dengan 12 mil laut;
c. P e n e t a p a n w i l a y a h i z i n u s a h a pertambangan mineral bukan logam dan batuan lintas Daerah provinsi dan wilayah laut lebih dari 12 mil;
c. P e n e r b i t a n i z i n u s a h a pertambangan mineral bukan logam dan batuan dalam rangka p e n a n a m a n m o d a l d a l a m negeri pada wilayah izin usaha pertambangan yang berada dalam 1 (satu) Daerah provinsi termasuk wilayah laut sampai dengan 12 mil laut;
d. Penerbitan izin usaha pertambangan mineral logam, batubara, mineral bukan logam dan batuan pada:
1) Wilayah izin usaha pertambangan yang berada pada wilayah lintas Daerah Provinsi;
2) Wilayah izin usaha yang berbatasan langsung dengan Negara lain; 3) Wilayah laut lebih dari 12 mil
d. Penerbitan izin pertambangan rakyat untuk komoditas mineral logam, batubara, mineral bukan logam dan batuan dalam wilayah pertambangan rakyat;
e. Penerbitan izin usaha pertambangan dalam rangka penanaman modal asing;
e. Penerbitan izin usaha pertam-bangan operasi produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian dalam rangka penanaman modal dalam negeri yang komoditas tambangnya berasal dari 1 (satu) Daerah provinsi;
f. Pemberian izin usaha pertambangan khusus mineral dan batubara;
f. Penerbitan izin usaha jasa p e r t a m b a n g a n d a n s u r a t keterangan terdaftar dalam rangka penanaman modal dalam
Pemerintah Pusat Provinsi Kabupaten /Kota negeri yang kegiatan usahanya
dalam 1 (satu) Daerah provinsi; g. Pemberian registrasi izin usaha
pertambangan dan penetapan jumlah produksi setiap daerah provinsi untuk komoditas mineral logam dan batubara;
g. P e n e t a p a n h a r g a p a t o k a n mineral bukan logam dan batuan.
h. Penerbitan izin usaha pertambangan o p e r a s i p r o d u k s i k h u s u s u n t u k pengolahan dan pemurnian yang komoditas tambangnya yang berasal dari Daerah provinsi lain di luar lokasi fasilitas pengolahan dan pemurnian, a t a u i m p o r s e r t a d a l a m r a n g k a penanaman modal asing;
i. Penerbitan izin usaha jasa pertambangan dan surat keterangan terdaftar dalam rangka penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing yang kegiatan usahanya di seluruh wilayah Indonesia;
j. Penetapan harga patokan mineral logam dan batubara;
k. Pengelolaan inspektur tambang dan pejabat pengawas pertambangan.
(Sumber: Lampiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah).
Substansi pembagian urusan antara pemerintah pusat, daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota sebagaimana dimuat dalam matriks pembagian rusan emerintahan konkuren antara pemerintah pusat dan daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota tersebut di atas termasuk juga kewenangan dalam:
a. Pengelolaan unsur manajemen (yang meliputi sarana dan prasarana, personil, bahan-bahan, metode kerja);
b. Kewenangan dalam penyelenggaraan fungsi manajemen (yang meliputi p e r e n c a n a a n , p e n g o r g a n i s a s i a n , p e l a k s a n a a n , p e n g o o r d i n a s i a n , penganggaran, pengawasan, penelitian dan pengembangan, standardisasi, dan pengelolaan informasi).
Dengan demikian, segala kewenangan yang dahulunya diemban oleh pemerintah k a b u p a t e n / k o t a , k i n i b e r a d a p a d a pemerintahan daerah provinsi yang tentunya juga terkait dengan objek penelitian hukum ini yakni pengawasan, hal inilah yang menjadi dasar kenapa pada saat ini pengawasan
terhadap usaha pertambangan di Kabupaten Wonogiri dilakukan oleh Dinas ESDM Provinsi Jateng melalui Balai Pertambangan yang berada di wilayah Kota surakarta. Secara kewenangan Dinas PSDM Kabupaten Wonogiri sudah tidak berhak untuk melakukan pengawasan terhadap pengusaha tambang diwilayahnya. Berdasarkan wawancara dengan bapak Joko Wiyanto Kepala Seksi Pembinaan dan Penyuluhan di wilayah Surakarta, pemerintah daerah provinsi melalui balai pertambangan di daerah yang merupakan kepanjangan tangan dari Dinas ESDM Provinsi Jateng telah melakukan tindakan sebagai berikut:
a. Saat ini telah dilakukan pemindahan kepungurusan administrasi untuk dari kabupaten ke provinsi dalam hal ini ke Balai Pertambangan;
b. D a l a m h a l p e n g a w a s a n , b a l a i pertambangan memiliki tugas dalam melakukan sidak lapangan, untuk saat ini yang sudah terlaksana adalah sidak lapangan untuk melakukan penertiban terhadap penambang illegal diwilayahnya
dengan berkoordinasi dengan dinas di kabupaten yang dilakukan atas dasar pengaduan masyarakat;
c. Melakukan penyuluhan bergilir ke masing-masing kabupaten yang dilakukan satu kali dalam satu tahun dengan materi penyuluhan sesuai potensi daerah masing-masing.
P e m i n d a h a n k e w e n a n g a n d a r i kabupaten ke provinsi tentunya akan memberikan pengaruh pada pelaksanaan kewenangan dilapangan, adapun berikut merupakan pengaruh positif dari terbitnya Undang-Undang Pemda terkait pengaturan pertambangan:
a. Birokrasi pengusahaan pertambangan akan lebih singkat yakni dengan langsung ke Provinsi;
b. Pengawasan administrasi menjadi terpusat, singga dapat meminimalisir kesalahan administrasi;
c. Pengurusan administrasi akan lebih singkat, karena balai pertambangan menerapkan standar 10 hari kerja, dinama dalam waktu 10 hari harus sudah selesai, semisal dalam hal pengurusan perizinan pertambangan.
Pengalihan kewenangan menurut Undang-Undang Pemda tersebut juga memungkinkan adanya dampak negatif yakni sebagai berikut:
a. Kententuan ini telah menodai semangat awal otonomi daerah yakni adanya anggapan bahwa daerah dianggap paling tahu kondisi daerahnya sendiri, dengan ketentuan ini tidak ada jaminan bahwa pemerintah provinsi dalam hal ini aparatur yang ditugaskan untuk melakukan pengawasan paham akan setiap daerah kabupaten/kota yang ada diwilayahnya dan lebih paham dari aparat yang ada di daerah kabupaten/kota; b. D a l a m h a l p e n g a w a s a n k e p a d a
perusahaan tambang tidak dapat lagi dilakukan dengan intensif, selain banyaknya pengusaha tambang di 9 (Sembilan) kabupaten, sidak lapangan sendiri dilakukan untuk menertibkan penambang illegal dan hanya dilakukan ketika ada pengaduan dari masyarakat, t e n t u n y a h a l i n i a k a n m e m b u a t pengawasan terhadap pelaksanaan good mining practice di lapangan kurang terlaksana;
c. J a r a k t e m p u h d a l a m m e l a k u k a n pengurusan administrasi bagi pengusaha pertambangan akan lebih jauh;
d. Pembinaan dilakukan untuk setiap kabupaten sekali dalam satu tahun yang biasanya dilakukan oleh pemda sebanyak tiga kali dalam satu tahun, yang tentunya ini akan mengurangi penyuluhan yang didapatkan oleh pengusaha tambang, menimbang berdasarkan hasil penelitian, pengusaha masih kurang memiliki pemahaman yang baik tentang ketentuan pertambangan;
e. Dinas PESDM daerah tidak memiliki kegiatan yang produktif, sehingga perlu dipertanyakan lagi keberadaanya.
3. Kendala Penerapan dan Pengawasan Good Mining Practice
Kendala penerapan good mining practice pada usaha pertambangan yang dilakukan oleh CV. Selo putro berdasarkan wawancara dengan Direktur CV. Selo Butro, Adhityo Bagus Wicaksono pada 16 Juni 2015 adalah sebagai berikut:
a. Kurangnya pemahaman pengusaha pertambangan terhadap ketentuan perundang-undangan yang perlaku dikarenakan adanya keterbatasan sumber daya pengusaha yang pada dasarnya memang tidak memiliki basic di dunia pertambangan sehingga menimbulkan data-data administrasi kurang sesuai dengan apa yang diamanahkan Undang-Undang;
b. Kurang aktifnya Dinas PESDM Wonogiri dalam memberikan pemahaman terhadap pengusaha terkait penerapan good mining practice dilapangan, dimana hingga saat penelitian ini dilakukan, penyuluhan terhadap pengusaha pertambangan batuan andesit baru dilakukan sebanyak 1 (satu) kali, dimana sebelumnya lebih memposisikan pengusaha sebagai pihak aktif konsultasi ke Dinas PESDM terkait usahanya;
c. Te r k a i t d e n g a n k e t e n t u a n K 3 , d i k a r e n a k a n p e k e r j a m e r u p a k a n masyarakat desa setempat yang pada umumnya merupakan penambang yang sedikit tabu dalam menggunakan peralatan perlindungan K3 pada saat bekerja membuat perusahaan sulit untuk memenuhi standar K3 dalam proses kerja dilapangan walaupun perusahaan telah
berusaha dalam menyediakan peralatan perlindungan dan telah menghimbau pekerja untuk menggunakan peralatan tersebut.
K e n d a l a p e n g a w a s a n t e r h a d a p penerapan good mining practice pada usaha pertambangan yang dilakukan oleh Dinas PESDM Kabupaten Wonogiri berdasarkan wawancara dengan Bapak Puguh Purnomo dan Bapak Wahyudi (ESDM devisi pertambangan), kendala yang dialami Dinas PESDM adalah sebagai berikut: 1. Keterbatasan sumber daya manusia
pada Dinas PESDM Kabupaten Wonogiri sebagai pihak yang diberikan wewenang untuk mengawasi usaha pertambangan sebelum terbitnya Undang-Undang Pemerintahan Daerah;
2. Keterbatasan jumlah personil Dinas PESDM Kabupaten Wonogiri yang diberikan tugas dalam melakukan pengawasan yakni ada 2 (dua) personil y a n g b e r t u g a s u n t u k m e l a k u k a n pengawasan terhadap seluruh kegiatan tambang di wilayah pertambangan Kabupaten Wonogiri;
3. Kurangnya pemahaman pengusaha tambang tentang segala peraturan p e r t a m b a n g a n y a n g k e m u d i a n berdampak pada minimnya kemampuan perusahaan untuk menerapkan peraturan pertambangan dengan seutuhnya; 4. Beberapa penambang illegal yang tidak
tertib administrasi untuk mendapatkan izin usaha pertambangan, sehingga menuntut PESDM untuk lebih sering m e l a k u k a n s i d a k l a p a n g a n g u n a menindaklanjuti penambang-penambang illegal;
5. Pengusaha tambang seiring tidak menghiraukan dokumen-dokumen p e r t a m b a n g a n s e p e r t i U K L - U P L , RKAB dan Laporan serta dokumen-dokumen lain dalam melakukan usaha pertambangan sehingga menuntut Dinas PESDM Kabupaten Wonogiri untuk lebih aktif dalam melakukan pengawasan data lapangan.
D. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaku-kan, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Penerapan good mining practice pada CV.
Selo Putro Kabupaten Wonogiri yang ditinjau
melalui dokumen IUP, RKAB dan laporan triwulan belum terlaksana sepenuhnya dengan baik, terutama dalam hal IUP dan perencanaan RKAB, pengawasan penerapan good mining practice pra terbitnya Undang-Undang Pemerintahan Daerah, berdasarkan indikator pengawasan Pasal 141 Undang-Undang Minerba sudah terlaksana dengan baik, akan tetapi masih ada kesenjangan antara perencanaan dalam RKAB dengan pelaksanaan dilapangan serta laporan triwulan dengan presentase pengawasan terhadap masing-masing objek sebagai berikut, RKAB sebesar 37,5%, laporan triwulan sebesar 100%, serta sidak lapangan sebesar 100%;
2. Pengawasan penerapan good mining practice pasca terbitnya Undnag-Undang Pemerintahan Daerah dilakukan oleh balai pertambangan. balai pertambangan daerah untuk wilayah solo dan sekitarnya membawahi 9 (Sembilan) kabupaten, sehingga pengawasan yang dilakukan terlalu umum dan kurang intensif, disamping itu pengawasan yang dilakukan juga terbatas pada administrasi serta penertiban tambang liar dan untuk pembinaan juga hanya dilakukan satu tahun sekali untuk setiap kabupaten/kota;
3. Kendala pengawasan maupun penerapan g o o d m i n i n g p r a c t i c e p a d a u s a h a pertambangan di Kabupaten wonogiri adalah sebagai berikut:
a. Kurangnya pemahaman pengusaha pertambangan terhadap ketentuan perundang-undangan yang perlaku; b. Kurang aktifnya Dinas PESDM
Wo n o g i r i d a l a m m e m b e r i k a n pemahaman terhadap pengusaha terkait penerapan good mining practice dilapangan;
c. Keterbatasan jumlah personil yang diberikan tugas dalam melakukan pengawasan di internal Dinas PESDM;
d. Kesulitan menghimbau pekerja untuk menerapkan K3 dengan baik. E. Saran
Berdasarkan penelitian serta analisa yang dilakukan, berikut merupakan beberapa saran yang dapat diberikan:
1. Bagi Pengusaha Pertambangan;
Sebagai pihak yang sebelumnya kurang paham mengenai ketentuan pertambangan
hendaknya aktif untuk menjalin koordinasi yang baik dengan Dinas PESDM dan Balai Pertambangan serta memaksimalkan p e n e r a p a n g o o d m i n i n g p r a c t i c e dilapangan dan menyelesaikan administrasi pertambangan;
2. Bagi Dinas PESDM Kabupaten Wonogiri Saat ini pengusaha tambang memiliki keterbatasan dalam pemahaman tentang peraturan pertambangan dan administrasinya, dengan demikian hendaknya Dinas PESDM dapat memfasilitasi pengusaha pertambangan dengan memberikan pengarahan terhadap penyusunan administrasi yang baik dengan melakukan penyuluhan bersama;
3. Bagi Balai Pertambangan
Sebagai pihak yang memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan, hendaknya Balai Pertambangan dapat memberdayakan
petugas daerah dengan baik seperti dengan mengangkat petugas daerah dalam hal ini yang berada di Dinas ESDM daerah dan diempatkan kembali didaerah untuk melakukan pengawasan pertambangan di daerah agar mengurangi dampak negative yang mungkin timbul dalam pembahasan sebelumnya.
F. Persantunan
Penulisan jurnal ini tidak terlepas dari bantuan para pihak baik dari Dinas PESDM Wonogiri, CV. Selo Putro, Balai Pertambangan Wilayah Surakarta, yang bersedia memberikan data serta menjadi narasumber dalam penelitian ini, atas bantuannya demi kelancaran penulisan jurnal ini, penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya.
Daftar Pustaka
Djoko Darmono. 2009. Mineral dan Energi Kekayaan Bangsa, Sejarah Pertambangan dan energy Indonesia. Jakarta: Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
Enny Widyati dan Tati Rostiwati. 2010. “Menelaah Kerusakan Lingkungan Akibat Perambangan Mineral”.
Jurnal Mitra Hutan Tanaman. Vol.5 No.3 Nopember 2-10. 121-128.
Hendra Kusuma. 2015 http://economy.okezone.com/read/2015/01/28/20/1098288/ pnbp-minerba-rp34triliun-tak-capai-target. Diakses tanggal 15 Maret 2015.
http://www.wonogirikab.go.id/home.php?mode=content&id=176. Diakses pada tanggal 28 April 2015. Minaei Mobtaker dan Osanloo. 2015. “Positive impacts of mining activities on environment”. Legislation,
Technology and Practice of Mine Land Reclamation. CRC Press. 7-14.
0XGL .DVPXGL KWWS HFRQRP\ RNH]RQH FRP UHDG XQGH¿QHG 'LDNVHV tanggal 15 Maret 2015.
Mukti Fajar Nur Dewata, Yulianto Achmad. 2010. Dualisme Penulisan Hukum Normatif & Empiris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Soerjono Soekanto. 2006. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tujuan Singkat. Jakarta: Universitas Indonesia.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral R.I Nomor: 1204 K/30/MEM/2014 tentang Penetapan Wilayah Pertambangan Pulau Jawa dan Bali
Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor: 1453 K/29/Mem/2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan Di Bidang Pertambangan Umum