• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROYEKSI KERENTANAN TANAMAN PADI TERHADAP KETERSEDIAAN AIR TANAH SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN INDRAMAYU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROYEKSI KERENTANAN TANAMAN PADI TERHADAP KETERSEDIAAN AIR TANAH SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN INDRAMAYU"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

P

ROYEKSI

K

ERENTANAN

T

ANAMAN

P

ADI

T

ERHADAP

K

ETERSEDIAAN

A

IR

T

ANAH

S

AWAH

T

ADAH

H

UJAN

D

I

K

ABUPATEN

I

NDRAMAYU

Ilham Bayu Widagdo

[1]

, Aryo Adhi Condro

[2]

Departemen Geofisika dan Meteorologi, FMIPA, Kampus IPB Darmaga Bogor 16680 Email : ilhambayu432@gmail.com

ABSTRAK

Ketersediaan air merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi, khususnya pada sawah tadah hujan. Perubahan keragaman curah hujan dan suhu udara lokal akibat perubahan iklim global menyebabkan siklus hidrologi terganggu yang berimbas pada ketersediaan air tanah. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbandingan tingkat kerentanan tanaman padi terhadap ketersediaan air tanah di sawah tadah hujan pada tahun 2015 dan 2030. Metode yang digunakan dalam perhitungan neraca air adalah Thornthwaite-Mather. Data proyeksi curah hujan bulanan dan data proyeksi suhu udara rata-rata bulanan pada tahun 2030 diperoleh dari model MIROC5 dengan skenario RCP 4.5. Indeks kerentanan yang digunakan didasarkan pada nilai indeks kekeringan dan tingkat run off. Hasil penelitian menunjukkan nilai indeks kekeringan pada tahun 2030 mengalami peningkatan yang signifikan di bulan Juni. Kelas run off tinggi di bulan Februari, Maret, dan April 2015, sedangkan pada bulan-bulan tersebut di tahun 2030 cakupan daerah dengan tingkat run off yang sama mengalami penurunan. Tingkat kerentanan tinggi pada tahun 2030 di kabupaten Indramayu mengalami penurunan cakupan wilayah pada bulan Februari, Maret, April dibandingkan tahun 2015, sedangkan pada bulan Juni 2030 mengalami peningkatan cakupan wilayah yang signifikan.

Kata kunci: proyeksi, Thornthwaite-Mather, ketersediaan air, kerentanan.

ABSTRACT

Water availability is the most influential factor in the growth and development of rice plants, especially in rainfed. Changes in rainfall and the diversity of the local air temperature due to global climate change causes the hydrologic cycle disrupted the impact on ground water availability. The research objective was to compare the level of vulnerability of rice plants to water availability in the rainfed land in 2015 and 2030. The method used in the calculation of the water balance is Thornthwaite-Mather. Data projection of monthly rainfall and air temperature projection of the monthly average in 2030 was obtained from the model MIROC5 with RCP 4.5 scenario. Vulnerability index used was based on the value of a drought index and level of run-off. The results show the value of a drought index in 2030 has increased significantly in June. High-grade run-off in February, March, and April 2015, while in those months in 2030 with a coverage area of run off the same level of decline. High degree of vulnerability in 2030 in Indramayu decreased coverage area in February, March, April compared to 2015, while in June 2030 experienced a significant increase in area coverage.

(2)

I. PENDAHULUAN

Ketersediaan air merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi, khususnya pada sawah tadah hujan. Lahan sawah tadah hujan adalah sawah dengan sumber pengairan berasal dari curah hujan tanpa adanya bangunan irigasi permanen. Lahan sawah tadah hujan umumnya rentan terhadap kekeringan dan miskin unsur hara karena proses kimia saat terjadi penggenangan air.12 Oleh karena itu lahan sawah tadah hujan sering digolongkan sebagai ekosistem yang berisiko tinggi (high risk environments) oleh para peneliti di bidang padi.14 Indramayu merupakan wilayah dengan dominasi topografi landai sehingga sawah lahan basah di Indramyu merupakan lahan pertanian utama. Sawah tadah hujan di Indramayu memiliki luas 10.191 Ha atau sekitar 10% dari luas sawah seluruhnya di Indramayu.3

Perubahan variasi curah hujan bulanan baik dalam jumlah, intensitas, dan waktu datangnya dapat dikategorikan sebagai kejadian iklim ekstrim. Kejadian iklim ekstrim dapat dijadikan sebagai salah satu indikator terjadinya perubahan iklim.6 Salah satu dampak dari kejadian iklim ekstrim serta kaitanya dengan ketersediaan air tanah adalah kekeringan dan kebanjiran. Sektor pertanian merupakan sektor paling rentan terhadap dampak kejadian iklim ekstrim tersebut. Kajian penanggulangan dampak perubahan iklim terhadap lahan basah sudah banyak dilakukan, diantaranya yaitu PP No.7 tahun 2001 tentang pengelolaan irigasi.12 Estiningtyas dalam Mujtahidin,11 menyebutkan bahwa kejadian kekeringan di kabupaten Indramayu merupakan penyebab utama (79.8 %) gagal panen selain banjir (5.6 %) dan OPT (15.6%). Produksi padi Jawa barat tahun 2014 secara nasional sebesar 16.61% (11.644.899 ton). Dari jumlah tersebut 11.7% (1.361.374 ton) berasal dari kabupaten Indramayu.4 Oleh karena itu kabupaten Indramayu merupakan salah satu daerah penting dalam produksi beras baik di tingkat provinsi maupun nasional.

Kerugian akibat pengaruh perubahan iklim pada sektor pertanian, dalam penelitian ini dikhususkan pada sawah tadah hujan di Kabupaten Indramayu dapat diminimalkan dengan mengoptimalkan pengelolan sumberdaya air. Metode yang digunakan dalam langkah pengoptimalan tersebut adalah dengan melakukan analisis neraca air. Melalui perhitungan neraca air dapat dilakukan evaluasi secara tidak langsung berdasarkan komponen-komponen neraca air seperti besarnya defisit dan surplus air pada bulan tertentu di wilayah tersebut. Chang,5 menyatakan bahwa teknik neraca air telah banyak digunakan dalam pemecahan berbagai masalah seperti perencanaan sumberdaya air, peramalan banjir, dan kebakaran hutan.

Perencanaan sumberdaya air sangat diperlukan terutama dalam sektor pertanian. Proyeksi merupakan salah satu teknik untuk perencanaaan sumberdaya air dalam jangka pendek maupun menengah. Proyeksi yang digunakan dalam penelitian menggunakan skenario RCP 4.5 dengan model MIROC5. Peta hasil proyeksi adalah peta tingkat kerentanan tanaman padi terhadap ketersediaan air tanah di Kabupaten Indramayu. Kerentanan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kerentanan terhadap cekaman air, dapat ditafsirkan kekurangan (defisit) maupun kelebihan (surplus) air tanah pada sawah tadah hujan di Indramayu. Proyeksi dilakukan untuk 15 tahun kedepan yaitu pada tahun 2030, sehingga didapatkan tingkat kerentanan yang berbeda yang selanjutnya dianalisis dalam makalah ini.

Makalah ini merupakan hasil penelitian dengan daerah kajian Indramayu melalui studi literatur dan pengolahan data dengan GIS untuk mengetahui proyeksi tingkat kerentanan tanaman padi terhadap ketesediaan air tanah sawah tadah hujan. Tujuan penelitian adalah : 1) Melakukan analisis neraca air untuk mengetahui tingkat ketersediaan air tanah sawah tadah hujan di Indramayu pada tahun 2015 dan 2030, 2) Menyusun dan melakukan identifikasi peta kerentanan tanaman padi terhadap ketersediaan air tanah tahun 2015 dan 2030 di Indramayu, dan 3) Membandingkan tingkat kerentanan tanaman padi antara tahun 2015 dan 2030 di Indramayu.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai literatur untuk proyeksi kerentanan terhadap ketersediaan air tanah serta untuk penyusunan rencana pengembangan wilayah daerah pada sektor pertanian jangka menengah maupun panjang, khususnya di kabupaten Indramayu.

II. METODE PENELITIAN 2.1 Daerah Penelitian

Daerah kajian dalam penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat. Kabupaten Indramayu merupakan salah satu sentra produksi padi di Provinsi Jawa Barat dan rentan terhadap kejadian iklim ekstrim, khususnya kekeringan.6 Topografi dominan kabupaten Indramayu adalah dataran atau daerah landai dengan kemiringan tanahnya rata-rata 0 – 2 %. Kabupaten Indramayu memiliki luas 204.011 Ha, Terdiri dari 119.752 Ha tanah sawah (58%) dengan irigasi teknis 72.561 Ha, setengah teknis 15.320 Ha, irigasi sederhana PU 3.899 Ha, irigasi non PU 3.415 Ha dan 22.803 Ha

(3)

berupa sawah tadah hujan. Sedangkan luas lahan keringnya adalah 84.259 Ha atau sekitar 42% dari luas wilayah Kabupaten Indramayu.3

Gambar 1 Peta wilayah administrasi kabupaten Indramayu

Sumber : RPJMD Kabupaten Indramayu 2011-2015. 3

Gambar 2 Peta penggunaan lahan kabupaten Indramayu

(4)

Gambar 3 Karakteristik iklim kabupaten Indramayu

Sumber : http://iridl.ldeo.columbia.edu/

Keadaan iklim dan cuaca di Kabupaten Indramayu dapat dijelaskan oleh gambar 3. Curah hujan per bulanya adalah 200.08 mm dan rata-rata hari hujan per bulanya adalah 11 hari. Tipe iklim di Kabupaten Indramayu menurut Schmid & Ferguson termasuk iklim tipe D atau iklim sedang. Kelembaban udara berkisar antara 70-80 %.

2.2 Data

Data yang digunakan untuk tahun 2015 didapatkan dari wordclim, sedangkan data tahun 2030 adalah data spasial berbentuk raster yang didapatkan dari skenario RCP 4.5 dan model proyeksi MIROC5. Model for Interdiciplinary Research on Climate merupakan model sirkulasi atmosfer dan laut global (AOGCM) yang dikembangkan oleh peneliti Jepang. Model proyeksi MIROC5 memiliki resolusi standar sebesar T85 pada atmosfer dan 1 pada model lautan. Proses spatial downscaling dilakukan pada model AOGCM MIROC5 sehingga dihasilkan resolusi yang lebih tinggi yaitu sebesar 30 arc sec atau setara dengan (900 x 900) meter. Model AOGCM MIROC dikembangkan oleh Jepang sehingga representatif apabila digunakan dalam menganalisis unsur iklim di Indonesia berdasarkan faktor kedekatan spasial. Data yang digunakan dari model MIROC5 adalah presipitasi bulanan dan suhu udara rata-rata bulanan. Berikut adalah perbandingan nilai RMSE model MIROC5 dengan model-model yang ada.

(5)

Gambar 4 Perbandingan RMSE model-model GCM dan AOGCM

Sumber : IPCC 2013.15

Data curah hujan bulanan (PR) memiliki nilai RMSE pada kisaran 0 s.d. -0.1 dan nilai RMSE data suhu udara rata-rata (TA) berkisar antara 0 s.d. 0.2. Hal ini menjelaskan bahwa data curah hujan bulanan dari model MIROC5 memiliki hasil yang underestimate dan data suhu udara rata-rata bulanan model MIROC5 mengalami overestimate.

Proyeksi jangka pendek 2030 dibangun berdasarkan skenario RCP. Proyeksi tahun 2030 dilakukan dengan mempertimbangkan ketidakpastian model yang lebih kecil bila dibandingkan dengan proyeksi jangka panjang. Berikut adalah uncertainty proyeksi suhu global berdasarkan CMIP5.

Gambar 5 Proyeksi global suhu udara CMIP5

Sumber : IPCC 2013

Daerah berwarna biru merupakan persebaran simpangan model. Representative Concentration Pathway (RCP) merupakan skenario emisi yang dibentuk dalam Fifth Assessment Report IPCC berdasarkan CMIP5.9 RCP tidak hanya dapat menjelaskan konsentrasi emisi jangka panjang tetapi juga dapat menunjukkan trayektori atau jejak dari emisi tersebut sehingga dimungkinkan dalam memproyeksikan perubahan iklim dalam jangka waktu yang lebih sempit. RCP 4.5 menjelaskan bahwa radiative forcing akan stabil sekitar 4.5 W m-2 setelah tahun 2100.

(6)

2.3 Metode

Gambar 6 Diagram alir metode penelitian

Metode yang digunakan dalam analisis neraca air tanah adalah metode Thornthwaite dan Mather (1957),13 prosedur pada gambar 1 dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Data curah hujan spasial berbentuk raster bulanan (PR) 2. Data suhu udara spasial berbentuk raster bulanan (TA)

3. Evapotranspirasi potensial (ETP). Data evapotranspirasi potensial tiap bulan didapatkan dari perhitungan dengan metode Thornthwaite (sitasi), dengan persamaan :

𝐸𝑇𝑃 = 16 × 𝐿 12× 𝑁 30× ( 10𝑇𝑎 𝐼 ) 𝑎1 (1) 𝑖 = (𝑇𝑎 5) 1.51 𝐼 = ∑12 𝑖𝑗 𝑗=1 𝑎1 = 67.5 × 10−8𝐼3− 77.1 × 10−6𝐼2+ 0.0179𝐼 + 0.492 dengan :

ETP = evapotranspirasi potensial (mm bulan-1) L = panjang hari

N = jumlah hari dalam satu bulan Ta = rata-rata suhu udara bulanan (C) I = indeks bahang tahunan

i = indeks bahang bulanan.

4. Menghitung selisih antara PR dan ETP tiap bulan 5. Menghitung Acumulated Potential Water Loss (APWL)

Nilai APWL diisi dengan penjumlahan nilai PR-ETP yang negatif secara berurutan setiap bulan dalam satu tahun

6. Menghitung kandungan air tanah (KAT)

(7)

KAT=TLP+[[1,00041–(1,07381/AT)]|APWL|xAT] (2) Dengan :

TLP : Titik layu permanen

KL : Kapasitas lapang air tersedia

|APWL| : Jumlah nilai APWL tiap bulan yang diabsolutkan. Jika tidak terdapat nilai APWL di bulan tersebut, maka :

KAT = KAT bulan sebelumnya + (PR-ETP) (3) Jika nilai KAT mencapai kapasitas lapang, maka KAT = KL.

7. Menghitung perubahan kadar air tanah (dKAT)

Nilai dKAT bulan tersebut adalah KAT bulan tersebut dikurangi KAT bulan sebelumnya. Nilai positif menyatakan perubahan kandungan air tanah yang berlangsung pada CH>ETP (musim hujan), penambahan berhenti bila dKAT = 0 setelah KL tercapai. Sebaliknya bila CH<ETP atau dKAT negatif, maka seluruh CH dan sebagian KAT akan dievapotranspirasikan

8. Menghitung nilai Evapotranspirasi Aktual (ETA)

Jika PR>ETP, ETA = ETP (4) Jika PR<ETP, ETA = PR + |dKAT| 9. Menghitung nilai defisit (D) dan surplus (S)

D = ETP – ETA (5) S = PR – ETP - dKAT 10. Menghitung run off dan klasifikasinya

Run off (RO) dapat dibagi menjadi dua bagian: 50% dari surplus sekarang (Sn), dan 50% dari RO bulan sebelumnya (RO n-1).

Klasifikasi run off terbagi menjadi dua yaitu:

Tinggi, jika Ro >= 162 mm Rendah, jika Ro < 162 mm

Nilai 162 mm merupakan threshold dari data run off tahun 2015 dan 2030. 11. Menghitung indeks kekeringan (Ia) dan klasifikasinya

Indeks kekeringan dihitung dengan nilai persentase perbandingan antara nilai defisit (D) dengan evapotranspirasi potensial (ETP)

Ia = (D/ETP) x 100% (6) Dengan :

Ia = Indeks kekeringan D = Defisit

ETP = Evapotranspirasi potensial

Pembagian tingkat indeks kekeringan dapat dijelaskan pada tabel 1.

Tabel 1 Pembagian indeks kekeringan menurut Thornthwaite – Mather

Indeks kekeringan (%) Tingkat kekeringan <16.77 Ringan atau tidak ada

16.77 – 33.33 Sedang

>33.33 Berat

Sumber : Thornthwaite & Mather (1957)

12. Membuat peta sebaran tingkat kerentanan

Tingkat kerentanan dibagi berdasarkan klasifikasi run off dan indeks kekeringan, yaitu : Tinggi : run off tinggi / (Ia) berat

Sedang : (Ia) sedang

Rendah : (Ia) ringan atau tidak ada 13. Analisa spasial

Analisa spasial dilakukan pada peta indeks kekeringan, tingkat run off, dan sebaran tingkat kerentanan kabupaten Indramayu tahun 2015 dan 2030.

(8)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 7 Distribusi indeks kekeringan bulanan tahun 2015

Gambar 8 Distribusi proyeksi indeks kekeringan bulanan tahun 2030 dengan skenario RCP 4.5

Klasifikasi indeks kekeringan dibentuk berdasarkan kelas indeks kekeringan menurut Thornthwaite-Mather (1957).13 Daerah berwarna merah tergolong ke dalam kelas berat atau defisit air tinggi, daerah berwarna jingga tergolong ke dalam kelas Sedang, dan warna kuning tergolong ringan atau tidak ada. Defisit air yang terjadi pada bulan Desember, Januari, Februari, Maret, serta April rendah atau hampir tidak ada. Curah hujan tinggi pada bulan-bulan tersebut memberikan suplai air yang cukup bagi tanah sehingga kebutuhan air tanaman dapat tercukupi. Daerah defisit air sedang meluas pada bulan Mei dan November tahun 2030 di bagian utara Kabupaten Indramayu. Defisit air tinggi pada Mei 2030 terjadi di Kecamatan Sukra dan Patrol. Defisit air mendominasi wilayah Kabupaten Indramayu pada Juni 2015 sehingga cekaman air pada tanaman padi masih dapat ditoleransi. Sedangkan, defisit air tinggi mencakup 81% Kabupaten Indramayu sehingga stres tanaman padi akibat kekurangan air memiliki peluang yang tinggi. Pada bulan Juli, Agustus, September, dan Oktober, defisit air tinggi melanda hampir di seluruh Indramayu. Budidaya tanaman padi membutukan banyak air sehingga defisit air yang

(9)

tinggi dapat memicu stres tanaman padi. Kesalahan pendugaan awal tanam seringkali dihadapi oleh petani di daerah Jawa sehingga pertumbuhan tanaman akan terhambat.8 Cekaman kekeringan pada fase produktif padi akan mengakibatkan penurunan hasil gabah yang dihasilkan oleh tingginya persentase bulir hampa.7

Gambar 9 Distribusi klasifikasi run off bulanan tahun 2015

Gambar 10 Distribusi proyeksi klasifikasi run off bulanan tahun 2030 RCP 4.5

Selain faktor defisit air, cekaman air pada tanaman dapat terjadi karena kelebihan air. Kadar oksigen dalam tanah akan berkurang ketika air tanah melebihi kapasitas lapang.1 Faktor kemiringan lereng dan

run off yang tinggi pada lahan dapat memicu terjadinya erosi top soil. Pengikisan tanah tersebut akan membawa unsur hara yang terkandung di dalam tanah sehingga terjadi proses eluviasi.2 Nilai run off diklasifikasikan kedalam dua kelas (tinggi dan rendah) dengan threshold run off sebesar 162 mm. Kelas run off tinggi ditunjukkan oleh daerah berwarna biru tua sedangkan kelas run off rendah ditunjukkan oleh warna biru muda. Run off tinggi terjadi pada bulan Februari hingga April berdasarkan data saat ini. Pada bulan Februari, seluruh wilayah Indramayu memiliki nilai run off tinggi. Nilai run off rendah terjadi

(10)

di Kecamatan Pasekan dan sekitarnya pada bulan Maret. Penyusutan daerah dengan kelas run off tinggi terjadi hingga bulan Mei. Daerah dengan kelas run off tinggi pada bulan Mei hanya terdapat di bagian selatan Kecamatan Gantar dan Terisi. Pada tahun 2030, luas daerah run off tinggi lebih rendah dibandingkan tahun 2015. Pada bulan Februari, luas daerah dengan kelas run off tinggi hanya sebesar 36% dari luasan Indramayu, bulan Maret sebesar 34%, dan bulan April hanya sebesar 12%. Kelas run off rendah atau tidak ada run off terdapat pada bulan Januari, Mei, Juni, Juli, Agustus, September, Oktober, November, dan Desember.

Gambar 11 Distribusi indeks kerentanan bulanan tahun 2015

Gambar 12 Distribusi proyeksi indeks kerentanan bulanan tahun 2030

Daerah berwarna merah menunjukkan kelas Sangat Rentan dan daerah berwarna kuning menunjukkan kelas Aman. Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh, terdapat 5 bulan dengan kategori aman yaitu Januari, Mei, Juni, November, dan Desember. Persentase daerah sangat rentan pada bulan April 2015 mencapai 50%. Bulan-bulan dengan tingkat kerentanan tinggi terdapat pada bulan Februari, Maret, Juli, Agustus, September, dan Oktober. Pada bulan-bulan rentan tersebut, persentase luasan daerah Sangat Rentan berada pada kisaran 90 hingga 100%. Pada musim hujan, kerentanan yang tinggi didominasi oleh pengaruh run off atau kelebihan air. Penanaman padi sawah tadah hujan biasanya dilakukan pada awal musim hujan dan awal tahun. Bulan-bulan basah (September dan Oktober) tahun

(11)

2015 memiliki kerentanan yang tinggi. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kejadian El-Nino yang memiliki pengaruh besar terhadap curah hujan di wilayah Indramayu pada tahun 2015.

Berdasarkan analisis proyeksi yang dilakukan, terdapat 7 bulan dengan kategori Aman. Luas daerah rentan pada bulan Februari, Maret, dan April 2030 menurun sekitar 40-60% dari luasan tahun 2015. Bulan Januari, Februari, Maret, April, Mei, November, dan Desember dikategorikan Aman. Kerentanan tinggi terjadi pada bulan Juni, Juli, Agustus, September, dan Oktober dengan cover area sebesar 80-100%. Pada bulan Juni 2030 terjadi peningkatan luasan daerah rentan sekitar 72% dari luasan daerah rentan pada tahun 2015. Bulan-bulan dengan kategori Aman tahun 2030 lebih banyak dibandingkan pada tahun 2015 sehingga masa tanam optimal untuk padi sawah tadah hujan dapat lebih panjang. IV. KESIMPULAN

Indeks kekeringan yang tinggi terjadi pada musim kemarau. Pada musim hujan, indeks kekeringan rendah atau tidak terjadi kekeringan. Hal ini dipengaruhi oleh defisit air dan ketersediaan air tanah berdasarkan neraca air. Peningkatan luas daerah yang terdampak kekeringan besar terjadi pada bulan Juni 2030. Kelebihan air tanah dipengaruhi oleh surplus air tanah serta run off. Bulan-bulan yang tergolong ke dalam kelas run off dominan tinggi adalah bulan Februari, Maret, dan April. Surplus air pada bulan-bulan basah mengalami penurunan berdasarkan hasil analisis data proyeksi pada tahun 2030. Indeks kerentanan tanaman padi dibangun berdasarkan faktor cekaman air. Kelas run off dan indeks kekeringan digunakan dalam pembangunan indeks kerentanan. Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan, luasan daerah rentan di Kabupaten Indramayu mengalami penurunan pada tahun 2030.

V. UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kami haturkan kepada Dr. Impron dan Dr. Bambang DS atas saran dan

bimbinganya, serta teman-teman Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB angkatan 50 atas

dukungan selama penelitian ini.

VI. DAFTAR PUSTAKA

1Armstrong, W., 1979. Aeration in higher plants. Advances in Botanical Research 7: 225-332. 2Arsyad, S., 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.

3Bappeda Indramayu, 2011. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten

Indaramayu Tahun 2011-2015. Indramayu: Bappeda Indramayu.

4BPS. 2015. Jawa Barat dalam Angka 2015. Bandung: BPS Prov Jabar.

5Chang, J.H., 1974. Climate and Agriculture, An Ecological Survey. Chicago: Aldine Publishing Company.

6Estiningtyas, W., Boer, R., Las, I., dan Buono, A., 2012. Identifikasi dan delineasi wilayah endemik kekeringan untuk pengelolaan risiko iklim. 2012. Jurnal Meteorologi dan Geofosika. 13(1): 9-20. 7Lubis, E., Harahap, Z., Dirdja, M., Kustianto, B., 1993. Perbaikan varietas padi gogo. Dalam Syam M,

Hermanto, Musaddad A, dan Sunihardi (Ed). Kinerja Penelitian Tanaman Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. Hal 437-447.

8Makarim, A.K., 2006. Cekaman Abiotik Utama dalam Peningkatan Produktivitas Tanaman. Prosiding Seminar Nasional Pemanfaatan Bioteknologi untuk Mengatasi Cekaman Abiotik pada Tanaman. Balai Penelitian Tanaman Padi, Subang.

9Moss, R.H. dkk., 2010. The next generation of scenarios for climate change research and assessment.

Journal of Nature. 463: 747-756.

10Mujtahiddin, M.I., 2014. Analisis spasial indeks kekeringan kabupaten Indramayu. Jurnal Meteorologi

dan Geofisika. 15(2): 99-107.

11Pane A, Wihardjaka A, Fagi AM. 2009. Manggali Potensi Produksi Padi Sawah Tadah Hujan. Subang: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.

12Pirngadi, K. dan Makarim, A.K., 2006. Peningkatan produktivitas padi pada lahan sawah tadah hujan melalui pengelolaan tanaman terpadu. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 25 (2): 116-123.

13Thornthwaite, C.W., Mather, J.R., 1957. Instruction and Tables for Computing Potential

Evapotranspiration and the Water Balance. Publ. In Clim. Vol. X No. 3. Centerton. New Jersey.

14Yoshida S. 1981. Fundamentals of Rice Crop Science. Los Banos: International Rice Research Institute.

15IPCC. 2013. Climate Change 2013: The Physical Science Basis. Cambridge: Cambridge University Press.

(12)

VII. LAMPIRAN

Lampiran 1 Sebaran nilai defisit Kabupaten Indramayu tahun 2015

(13)

Lampiran 3 Sebaran nilai surplus Kabupaten Indramayu tahun 2015

Gambar

Gambar 1  Peta wilayah administrasi kabupaten Indramayu  Sumber : RPJMD Kabupaten Indramayu 2011-2015
Gambar 3  Karakteristik iklim kabupaten Indramayu  Sumber : http://iridl.ldeo.columbia.edu/
Gambar 4  Perbandingan RMSE model-model GCM dan AOGCM  Sumber : IPCC 2013. 15
Gambar 6  Diagram alir metode penelitian
+4

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara perhatian orang tua siswa, lingkungan di sekolah dan kemampuan numerik dengan hasil

Dengan mengetahui permasalahan- permasalahan yang ada pada sistem Tirta Arlita Gresik saat ini, maka Tirta Arlita Gresik dapat menerapkan Sistem Penjualan dengan

implementasi Desa Maju Reforma Agraria (Damara) di Kulonbambang Kabupaten Blitar yang dilakukan oleh KPA dan Pawartaku sudah memenuhi unsur-unsur dalam tahapan

Eksistensi teman sebaya sangat urgen dalam menentukan sikap dan perilaku, karena remaja berusaha untuk bebas dari keluarga dan tidak tergantung kepada orang tua,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kandungan pati resisten hingga konsentrasi ≤ 10% (9.85%) akan meningkatkan karakteristik kualitas tanak Beras Siger (tiwul

d. Apotek wajib memusnahkan perbekalan farmasi yang tidak memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dengan membuat berita acara. Pemusnahan ini dilakukan dengan

Adasebuah keluarga yang ingin melakukan upacara ngaben (upacara pembakaran mayat bagi agama Hindu), namun mereka kemudian mengurungkan niatnya karena tidak ingin

Hän tuo esiin sen, ettei koe äitinsä ymmärtäneen itseään tai sitä sukua, mihin itse kokee kuuluvansa ja sen vuoksi äiti jää ulkopuolelle kertojan omassa