• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKAWINAN LARI BERSAMA DAN PERKAWINAN BAWA LARI PADA MASYARAKAT ADAT SEBAGAI SUATU BENTUK PELANGGARAN ADAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERKAWINAN LARI BERSAMA DAN PERKAWINAN BAWA LARI PADA MASYARAKAT ADAT SEBAGAI SUATU BENTUK PELANGGARAN ADAT"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

70

PERKAWINAN LARI BERSAMA DAN PERKAWINAN BAWA LARI

PADA MASYARAKAT ADAT SEBAGAI SUATU BENTUK

PELANGGARAN ADAT

Oleh : Padlan Zamzimi,SH.1 Abstract

Costumary law system is a traditional law system that living in Indonesia peopleas apart of culture, the difference to the national law is about the codification, codification costumary law system is unwritten and codification national law system is written but also costumary law system is unwritten legality of binding law is same like written law, because the is acknowlwdge in Indonesia legal system, one most controversial costumary law system is abou marital law in this journal it will be explain about costumary law system in marital

Key Note: Costumary law system in costumary people

A. Pendahuluan

Seperti yang kita ketahui adat berasal dari kebiasaan-kebiasaan yang timbul didalam suatu masyarakat dan dilakukan secara terus menerus dan diwariskan secara turun-temurun tidak tertulis dan ada dialam pikiran masyarakat, dan apabila adat tersebut mempunyai sanksi apabila dilanggar maka disebut hukum adat, Adapun didalam tulisan ini penulis akan membahas tentang salah satu jenis pelanggaran adat dari sekian banyak pelanggaran adat yang terdapat pada masyarakat sulawesi selatan.

Sedangkan mengenai jenis pelanggaran adat yang terdapat didalam masyarakat sulawesi selatan adalah suatu tindakan yang dinamakan dengan “perkawinan lari bersama” dan “perkawinan bawa lari”, sekilas dua tindakan tersebut memiliki pengertian yang sama namun didalam prakteknya terdapat perbedaan yang mencolok yang mana kedua jenis tindakan tersebut akan penulis bahas lebih lanjut didalam Bab selanjutnya.

Sebelum kita membahas lebih jauh lagi tentang dua tindakan pelanggaran tersebut ada baiknya kalau penulis bahas sedikit mengenai apa yang dinamakan dengan pelanggaran adat ini pada umumnya, menurut Ter Haar didalam ketertiban hukum masyarakat kecil yang dianggap sebagai pelanggaran adalah setiap gangguan segi satu terhadap keseimbangan dan setiap penubrukan dari segi satu pada barang-barang kehidupan materiel maupun immaterial perseorangan maupun orang banyak yang merupakan satu kesatuan2.

Dimana yang dimaksudkan dengan segi satu tersebut adalah perbuatan yang dilihat dari subjek hukum yang melakukan perbuatan hukum tersebut, sedangkan yang dimaksudkan dengan penubrukkan dari segi satu tersebut adalah akibat dari perbuatan hukum segi satu tersebut yang bertentangan dengan barang-barang kehidupan materiel maupun immaterial, yangmana

1

Padlan Zamzimi,SH. adalah Dosen Tetap PS. Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Batanghari Jambi.

2

(2)

71

tindakan tersebut menimbulkan reaksi yang sifatnya, besar kecilnya ditentukan oleh hukum adat yang dinamakan juga oleh ter Haar sebagai reaksi adat3.

Karena reaksi adat tersebut keseimbangan yang terganggu itu dapat dan harus dipulihkan dengan jalan pembayaran pelanggaran yang berupa barang-barang atau uang. Yang jelas menurut Ter Haar setiap perbuatan segi satu yang mengganggu kepentingan orang perseorangan maupun orang banyak dianggap sebagai pelanggaran adat dan harus dilakukan pemulihan dengan membayar sanksi atau denda berupa barang-barang tertentu atau uang yang mana sanksi atau denda tersebut dibayarkan oleh si penyinggung yaitu orang yang melakukan pelanggaran adat tersebut terhadap si tersinggung yaitu orang yang terkena dampak dari pelanggaran tersebut.

Lain halnya dengan Soerjono Soekanto beliau menyebut Pelanggaran adat ini dengan nama Penyelewengan Adat yang mana penyelewengna adat ini bidang-bidangnya mencakup :

a. Penyelewengan dalam bidang hukum Tantra adat. b. Penyelewengan dalam bidang hukum perdata.

c. Penyelewengan karena melakukan sikap tindak yang dipandang sebagai sikap tindak yang jahat.4

Ia juga membedakan subjek hukum didalam penyelwengan adat dimana tidak hanya pribadi kodrati saja melainkan juga pribadi hukum, yang mana yang dimaksudkan dengan pribadi kodrati adalah orang yang melakukan pelanggara adat tersebut dan yang disebut sebagai pribadi hukum adalah keluarga atau sanak famili dari orang yang melakukan perbuatan tersebut, dengan memperhatikan dari tiga jenis bentuk penyelewengan adat tersebut maka Sorjono Soekanto mengadakan klasifikasi terhadap sikap tindak yang merupakan kejahatan, yaitu:

a. Kejahatan karena merusak dasar susunan masyarakat.

 Kejahatan yang merupakan perkara sumbang yaitu mereka yang melakukan perkawinan padahal di dalam diri mereka terdapat larangan perkawinan.yang dapat timbul karena ikatan darah maupun karena perbedaan status social.

 Kejahatan melarikan anak gadis (Schaking) walaupun untuk dikawini.

 Dan yang terakhir adalah sisipan yang ditambahkan oleh Poernadi Poerbatjaraka dan Soepomo yaitu kejahatan yang melanggar pandangan adat dan yang mengganggu ketertiban kosmis maupun kekuatan batin yang ada didalam masyarakat tersebut, yang mana kejahatan ini dapat dikatakan sebagai perbuatan asusila.

b. Kejahatan terhadap jiwa, harta dan masyarakat pada umumnya.

 Kejahatan terhadap kepala adat.

 Pembakaran  Pengkhianatan5 3 ibid 4

Soerjono Soekanto,Hukum adat Indonesia, Cet ke-enam, PT Rajagrafindo Persada,Jakarta,2003, hal. 280-281.

5

(3)

72

Adapun jika penulis amati maka pembahasan masalah yang akan penulis bahas ini tergolong kedalam bentuk kejahatan yang yang merusak susunan masyarakat, yang mana hal tersebut akan penulis bahas lebih lanjut dalam bab selanjutnya, didalam penulisan ini penulis didalam mengumpulkan data tidak hanya melalui studi kepustakaan saja melainkan melalui penjelajahan atau eksplorasi berbagai website di internet sehingga penulis bisa mendapatkan data yang seakurat mungkin dengan dilapangan, oleh karena untuk memenuhi tugas mata kuliah hukum pelanggaran adat maka penulis membuat tulisan ini dan selin itu juga diharapkan dapt menambah wawasan bagi para pembaca, dan sesuai dengan isi dari tulisan ini maka tulisan ini penulis beri judul

Perkawinan lari bersama dan Perkawinan bawa lari pada masyarakat Sulawesi Selatan sebagai Pelanggaran Adat.

B. Perkawinan Lari bersama.

Pada dasarnya yang dinamakan dengan perkawinan lari bersama ini adalah dimana si laki-laki mengajak si perempuan untuk lari dari rumah orang tua mereka masing-masing, karena adanya berbagai rintangan dan kemudian mereka selama beberapa waktu menumpang dirumah salah satu sanak famili mereka ataupun ditempat lain, baik untuk menikah atau hanya sebagai tempat pelarian saja dan kemudian setelah selang beberapa waktu mereka kembali kerumah orang tua mereka masing-masing secara bersama untuk meminta doa restu untuk menikah, dan yang terpenting dari tindakan ini adalah orang tua laki-laki dan perempuan sama-sama mengetahui bahwa anak-anak mereka sama-sama melarikan diri dari rumah untuk menghindari beberapa rintangan yang menghalangi perkawinan mereka.

Adapun penyebab dari lahirnya tindakan perkawinan lari bersama ini dikarenakan adanya beberapa rintangan yaitu:

a. Besarnya uang jujur atau mas kawin yang harus dibayarkan kepada calon mempelai wanita sesuai dengan hukum adat mereka, jadi untuk menghindari uang jujur tersebut mereka melarikan diri dari rumah mereka masing-masing kemudia seelah selang bebrapa waktu mereka kembali baik-baik kepada keluarga mereka untuk menikah dan sering kali uang jujur yang dibayarkan seringkali berkurang akan tetapi tidak menutup kemungkinan uang jujur itu tidak berkurang seperti di Bali atau pun menjadi bertambah seperti diLampung.

b. Upacara adat yang harus dilakukan oleh masing-masing keluarga pengantin memakan biaya yang sangat besar sehingga untuk menghindarinya maka harus diakukan perkawinan lari bersama.

c. Adanya syarat-syarat adat yang tidak dapat dipenuhi oleh masing-masing atau salah satu dari pihak calon pengantin tersebut sehingga untuk menghindarinya maka harus diakukan perkawinan lari bersama. d. Adanya ketidak setujuan dari salah satu keluarga yang dituakan terhadap

perkawinan yang akan dilaksanakan sehingga kedua caloin mempelai terpaksa harus melarikan diri dari keluarga mereka masing-masing dan kemudian akan kembali lagi.

(4)

73

Di beberapa daerah yang jumlah uang jujurnya besar atau yang upacara adatnya memakan biaya besar maupun daerah yang menetapkan berbagai syarat yang sulit untuk menikah biasanya menganggap hal ini sebagai suatu jalan keluar bagi keluarga yang kurang mampu, sebagai contoh di Lampung perkawinan lari bersama ini dikenal sebagai perkawinan peninggalan ini dianggap sebagai tindakan yang lumrah untuk dilakukan terutama bagi keluarga yang ekonomi menengah kebawah pada masa-masa sekarang ini, hal ini dianggap sebagai jaln keluar untuk menghindari biaya yang besar. Demikian juga dikalimantan pada beberapa kalangan suku Dayak hal ini dianggap sebagai jalan keluar untk menghindari upacara dan syarat-syarat adat juga sebagai jalan keluar apabila ada anggota sanak famili yang dituakan tidak setuju dengan perkawinan tersebut dan ini adalah tidakan yang biasa bukan sebagai pelanggaran adat sekalipun bertujuan untuk tidak melaksanakan aturan-aturan adat, sama halnya pula dengan diBali perkawinan lari bersama ini bukanlah pelanggaran adat akan tetapi sebagai jalan keluar untuk menghindari upacara perkawinan yang memakan biaya besar.

Bila didaerah lain yang tersebut diatas perkawinan lari bersama bukan lah suatu pelanggaran adat maka lain halnya di Sulawesi Selatan yang mana perkawinan lari bersama ini merupakan suatu bentuk pelanggaran adat yang memliki sanksi yang lumayan berat, mengapa demikian , hal ini dikarenakan bahwa menurut mereka adat adalah suatu yang sakral yang mana sesuatu yang sakral tersebut hidup didalam diri mereka dan saling terikat satu sama lain didalam batin mereka, dan bahwa sesuatu yang sakral yang hidup dan saling berhubungan satu sama lain didalam batin mereka tersebut mempunyai hubungan dengan suatu benda-pelik yang ajaib yaitu suatu perhiasan yang disebut dengan gaukang,kalompoan atau arajang. Yang mana menurut mereka yang pada asal mulanya berwujud sebutir batu yang ditemukan, sepucuk cabang berbonggol, sepucuk bendera, sepucuk tombak, sebuah bajak, dan benda lain yang mencerminkan daya hidup kesatuan masyarakat berpusat, dan perwujudan dari benda-benda tersebut tercermin didalam kesatuan-masyarakat itu sendiri, oleh karena itu tindakan menghindari adat sangatlah tidak dapat dimaafkan oleh mereka karena dianggap telah mengkhianati hubungan yang ada dan mengkhianati kesatuan masyarakat yang diwujudkannya.

Kembali kita kepada pokok persoalan dimana bagi masyarakat Sulawesi Selatan perkawinan lari bersama adalah suatu pelanggaran adat yang berat karena berusaha menghindari rintangan-rintangan yang telah penulis utarakan diatas dan apabila ada dari anggota masyarakat mereka melakukan tindakan perkawinan lari bersama ini maka mereka langsung dijatuhi sanksi yaitu berupa :

a. Perkawinan dianggap tidak sah dan tidak pernah ada apabila dilakukan selama pelarian, berlangsung.

b. Hubungan hukum yang ada antara orang tua kedua laki-laki dan perempuan itu lenyap dengan sendirinya termasuk hak dan kewajiban orang tua terhadap anak maupun sebaliknya dan termasuk juga hilangnya hak untuk mewaris sekalipun anak itu adalah anak tunggal.

(5)

74

c. Akibat hukum selama terjadinya perkawinan dianggap tidak ada demikian juga kedudukan hukum anak dari hasil perkawinan tersebut dianggap tidak pernah ada.

d. Apabila mereka melarikan diri kewilayah adat mereka maka biasanya mereka diusir dari wilayah tersebut untuk pergi ketempat yang tidak mengenal mereka.

Hal-hal diatas dapat hilang dengan sendiri apabila dilakukan penyelesaian dari tindakan pelanggaran adat ini yaitu dengan cara perdamaian, yang mana ada pun tata cara perdamaian ini adalah :

a. Kedua orang yang melarikan diri tersebut sama-sama kembali menghadap kepada orang tuanya, biasanya orang tua laki-laki yang lebih dahulu ditemui baru kemudian orang tua perempuan.

b. Para sanak famili dan keluarga berkumpul untuk menyelesaikan masalah ini apakah permintaan maaf mereka diterima atau ditolak, namun biasanya permintaan maaf ini selalu diterima oleh pihak keluarga sekalipun dengan mengajukan syarat-syarat tertentu, didalam proses inilah inti dari penyelesaian masalah pelanggaran adat ini apakah tindakan ini dapat dimaafkan atau tidak, dimana inti dari persoalan tersebut apakah masalah biaya dan keuangan yang biasanya diselesaikan dengna sumbangna dari keluarga atau sanak famili,apakah ada tentangan dari salah satu pihak keluarga atau ada masalah lain yang datang dari dalam maupun dari luar masyarakat tersebut, yang mana musyawarah ini ditujukan untuk mencapai mufakat apakah pihak yang melakukan pelanggara tersebut pantas untuk dimaafkan sehingga segala sanksi yang diberikan oleh masyarakat yang melekat pada diri mereka tersebut itu hilang atau tindakan melanggar adat tersebut tidak dapat dimaafkan sehingga mereka akan terus hidup dengan sanksi yang melekat pada diri mereka dan anak-anak mereka.

c. Setelah permintaan maaf diterima dilakukan upacara perkawinan baik secara adat, secara islam atau kedua-duanya, sekalipun selama pelariannya laki-laki dan perempuan itu telah menikah mereka harus menikah ulang karena pernikahan tersebut dianggap tidak pernah ada. d. Setelah hal-hal diatas dilaksanakan maka segala hubungan hukum yang

selama terjadinya pelarian hilang akan kembali dengna sendirinya dan segala akibat hukum yang muncul selama masa pelariannya yang mana tadinya tidak diakui sekarang menjadi diakui oleh keluarga,maupun sanak famili dari kedua orang suami istri tersebut.

Dari hal diatas tampaklah jelas bahwa perkawinan bawa lari ini sebenarnya adalah usaha untuk menghindari ketentuan adat yang dinilai berat dan ada beberapa daerah yang tidak melarangnya dan ada pula yang menganggapnya sebagai pelanggaran adat yaitu di Sulawesi Selatan, dan apabila dilihat pula dari cara-cara penyelesaiannya maka yang dititik beratkan adalah adanya upaya perdamaian dan musyawarah mufakat sehingga apa yang dianggap masalah dicari jalan keluarnya dan apabila sudah dianggap tidak ada lagi jalan keluar maka segala akibat yang muncul karena tindakan melanggar adat tersebut tidak dapat ditarik kembali, karena inti dari

(6)

75

penyelesaian masalah ini adalah untuk menghilangkan sanksi yang diberikan masyarakat bagi siapa yang melangarnya.

C. Perkawinan Bawa Lari

Mengenai perkawinan bawa lari ini sekalipun sekilas memiliki pengertian yang sama dengan perkawinan lari bersama namun sebetulnya perkawinan bawa lari ini sangatlah berbeda pengertiannya dengan perkawinan lari bersama karena perkawinan bawa lari ini artinya adalah dimana seorang laki-laki mengajak lari seorang perempuan yang sudah ditunangkan, atau sudah menikah dengan orang lain ataupun masih lajang, dari rumah kedua orang tuanya dengan maksud untuk dikawini tanpa sepengetahuan orang tuanya atau tanpa restu dari orang tuanya, atau dengan istilah yang moderen hal ini yang dapat disamakan dengan kawin lari atau melarikan anak gadis orang.

Dari pengertian diatas tampak dengan jelas bahwa perbedaan yang sangat jelas dari kedua bentuk diatas adalah bahwa perkawinan ini sama sekali terjadi diluar kehendak atau tidak ada restu dari orang tua salah satu pasangan maupun keduanya, dan apabila didalam perkawinan lari bersama pasangan yang sudah menikah tersebut kembali lagi untuk meminta restu dari orang tua dan kerabat mereka masing-masing maka didalam perkawinan bawa lari ini mereka justru menghindari untuk bertemu ataupun dekat dengan orang tua maupun kerabat masing-masing, dan biasanya mereka akan terus diburu oleh kerabatnya masing-masing untuk dikenakan sanksi adat karena telah membuat malu keluarga masing-masing.

Kalau diberbagai daerah seperti di kalimantan, lampung dan bali perkawinan lari bersama bukanlah sesuatu pelanggaran adat seperti didaerah sulawesi selatan, maka lain halnya dengan perkawinan bawa lari yang mana baik didaerah kalimantan, lampung dan bali juga sulawesi selatan hal ini tetap sebagai suatu pelanggaran adat, mengenai daerah sulawesi selatan tindakan ini merupakan suatu pelanggaran adat yang cukup berat karena selain mereka yang melakukan pelanggara adat ini dianggap telah mengkhianati hubungan yang telah disebutkan sebelumnya pada penjelaan diatas juga dianggap telah menghina dan mencoreng nama baik dari keluarga gadis yang dilarikan tersebut oleh karena itu menurut hukum adat mereka apabila ada orang yang melakukan pelanggaran adat ini maka akan timbul hak untuk membunuh orang yang melarikan anak gadis tersebut didalam keluarga dari pihak perempuan atau pihak yang dilarikan tersebut namun karena hal ini bertentangan dengan hukum positif negara Republik Indonesia sanksi ini harus dikesampingkan dan harus diselesaikan dengan jalan keluar yang lain yaitu sama dengan sanksi terhadap perkawinan lari bersama akan tetapi sanksi denda yang harus dibayar lebih banyak dari uang jujur yang seharusnya, yang mana besarnya tergantung kesepakatan dari kedua belah pihak yang jelas besarnya uang tersebut harus lebih besar dari uang jujur yang sebenarnya, atau perkawinan tersebut dapat diabatalkan dan dianggap tidak pernah ada.

(7)

76

Mengenai cara penyelesaiannya biasanya orang yang melarikan anak gadis orang tersebut dikejar atau dicari oleh pihak keluarga gadis yang dilarikan tersebut maupun oleh keluarganya sendiri kemudian setelah tertangkap atau ditemukan barulah dicari jalan keluar dengan musyawarah untuk membayar sanksi terhadap perbuatan yang dilakukan yaitu dengan membayar denda yang lebih besar daripada uang jujur yang seharusnya atau apabila hasil musyarawarah menentukan perkawinan yang dilakukan tersebut harus dibatalkan maka perkawinan tersebut dianggap tidak pernah dilakukan oleh kedua belah pihak yang melarikan maupun yang dilarikan namun hasil keputusan demikian jarang terjadi kecuali hal ini berkaitan dengan masalah status sosial dan kedudukan kerabat didalam masyarakat tersebut.

D. Kesimpulan

Dari pembahasan dua jenis pelangaran adat perkawinan bawa lari dan perkawinan lari bersama didaerah sulawesi selatan tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kedua jenis tindakan tersebut mempunyai satu kesamaan yaitu untuk melangsungkan pernikahan tanpa adanya campur tangan dari kedua orang tua masing-masing, dan keduanya juga memiliki perbedaan yaitu pada perkawinan lari bersama pernikahan biasanya dilakukan untuk menghindari uang jujur yang besar maupun upacara adat yang berat untuk dilaksanakan, juga untuk menghindari kerabat yang tidak setuju dengan perkawinan tersebut, sedangkan didalam perkawinan bawa lari ini lebih dapat diidentikkan dengan kawin lari yang sebenarnya secara harfiah apabila dikaitkan dengan hukum pidana perkawinan bawa lari inilah yang disamakan dengan tindak pidana melarikan anak gadis orang atau schakking.

Oleh karena itu jelas sekali perbedaan yang mencolok dari dua jenis perkawinan tersebut adalah bahwa perkawinan lari bersama yang dibeberapa daerah lain selain sulawesi selatan masih dapat diterima atau tidak dipandang sebagai pelanggaran adat sedangkan perkawinan bawa lari tersebut dibeberapa daerah lain selain sulawesi selatan tetap dipandang sebagai pelanggaran adat dan hal itu dikarenakan tidak adanya niat untuk menyadari kesalahan atau niat untuk kembali kekeluarga masing-masing untuk mengakui kesalahan tersebut.

E. Daftar Pustaka

B.Ter Haar; Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, Pradnja Paramita, Jakarta, 1958.

Imam Sudiyat; Hukum Adat Sketsa Asas, Penerbit Liberty, Yogyakarta 1981. M Habib Mustopo; Ilmu Budaya Dasar Kumpulan Essay-Manusia dan Budaya,

Usaha Nasional, Surabaya,1983.

Rohiman Notowidagdo;Ilmu Budaya Dasar berdasarkan Al-Quran dan Hadis, Raja Grafindo Permai, Jakarta,1996.

(8)

77

Soerjono Soekanto; Hukum adat Indonesia, Cetakan ke-enam, PT Rajagrafindo Persada,Jakarta,2003.

Referensi

Dokumen terkait

Harborne menyatakan bahwa senyawa tanin jika dideteksi di bawah sinar UV pendek menunjukkan warna lembayung, pada penelitian ini noda yang dihasilkan pada eluen

Penambahan eceng gondok berpengaruh nyata terhadap jumlah badan buah, namun jika penambahan eceng gondoknya terlalu banyak justru jumlah badan buah akan

Hal lain juga petani sering melakukan ritual pasca panen raya dengan mengadakan syukuran yaitu dengan kegitan pengaajian keagamaan dan tabur hasil bumi ke Waduk Penjalin

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan buku pelajaran biologi berbasis pendekatan kontekstual pada materi sistem pernapasan

Sehingga dapat dikatakan bahwa hipotesis dalam penelitian ini telah teruji, yaitu ”terdapat perbedaan kecerdasan kinestetik anak sebelum dan sesudah pembelajaran gerak dan

Pada lokasi di bagian hulu sungai (L1- L4), selain suhu air yang lebih rendah, kon- sentrasi gas oksigen terlarut dan pH yang lebih tinggi, sesuai bagi

Staf akademik prodi mendata peserta yudisium dan mempersiapkan nilai hasil studi peserta yudisium (termasuk nilai di SIAKAD).. Staf akademik prodi membuat jadwal pra yudisium

Menurut Marston (2003) semakin profit suatu perusahaan maka semakin besar kemungkinan perusahaan untuk mengungkapkan informasi keuangan tambahan, termasuk diantaranya