• Tidak ada hasil yang ditemukan

POPULASI DAN INTENSITAS SERANGAN HAMA Attacus atlas (Lepidoptera: Saturniidae) DAN Aspidomorpha miliaris (Coleoptera: Chrysomelidae) PADA TANAMAN YLANG-YLANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POPULASI DAN INTENSITAS SERANGAN HAMA Attacus atlas (Lepidoptera: Saturniidae) DAN Aspidomorpha miliaris (Coleoptera: Chrysomelidae) PADA TANAMAN YLANG-YLANG"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

POPULASI DAN INTENSITAS SERANGAN HAMA Attacus atlas

(Lepidoptera: Saturniidae)

DAN Aspidomorpha miliaris (Coleoptera: Chrysomelidae)

PADA TANAMAN YLANG-YLANG

ADRIA

Kebun Percobaan BALITTRO Laing Solok Telp. (0755) 20034, email adria_slk@yahoo.com

(Diterima Tgl. 29 - 11 - 2009 - Disetujui Tgl. 8 - 2 - 2010)

ABSTRAK

Ylang-ylang (Canangium odoratum forma guneina) adalah salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang tidak luput dari serangan serangga hama diantaranya Attacus atlas (Lepidoptera: Saturniidae) dan

Aspidomorpha miliaris (Coleoptera: Chrysomelidae). Sehubungan dengan itu telah dilakukan penelitian tentang populasi dan intensitas serangan kedua hama tersebut di Kebun Percobaan Balittro Laing Solok mulai bulan Januari sampai Desember 2008. Dipergunakan 30 tanaman ylang-ylang umur 4 tahun sebagai contoh. Pengamatan dilakukan tiap bulan dengan parameter padat populasi (telur, larva, pupa dan imago) dan intensitas serangan. Selain itu juga dilakukan pengamatan skala rumah kaca untuk mengetahui siklus hidup dan kebutuhan makan. Dari hasil penelitian diketahui padat populasi A. miliaris dan A. atlas pada tanaman Ylang-ylang mencapai 40,94 dan 30,86 ekor/tan, terdiri dari populasi larva, pupa, dan imago masing-masing sebesar 26,70; 8,02; dan 6,22 ekor/tan pada A. miliaris dan 21,97; 5,21; dan 3,68 ekor/tan pada A. atlas, serta populasi telur 11,24 ootheca/tan pada jenis A. miliaris dan 15,54 butir/tan pada A. atlas. Distribusi telur, larva dan imago paling banyak terdapat pada sektor tengah tajuk tanaman, sedangkan pupa paling banyak terdapat pada sektor bawah. Intensitas serangan kedua jenis serangga mencapai 48,76% dengan kontribusi serangan larva 100% (24,12%/tan) pada A. atlas dan 78,73% (19,40%/tan) pada jenis A. miliaris.

Kata Kunci : Attacus atlas, Aspidomorpha miliaris, populasi, intensitas serangan, ylang-ylang, Canangium odoratum forma guneina

ABSTRACT

Population and pest attack intensity of Attacus atlas (Lepidoptera : Saturniidae) and Aspidomorpha miliaris (Coleoptera : Chrysomelidae) in Ylang-ylangplant

Ylang-ylang plant (Canangium odoratum forma guneina) that produces essential oil doesn’t escape from the pest attack, for example

Attacus atlas (Lepidoptera : Saturniidae) and Aspidomorpha miliaris

(Coleoptera : Chrysomelidae). In relation with the event, the research concerns the population and the attack intensity of the pest in KP Balittro Laing Solok had been carried out from January until December 2008, using 30 Ylang-ylang plants of 4 years age as samples. The observation was done every month with population density parameter (egg, larvae, pupae and imago) and attack intensity. Besides that, a greenhouse observation was also conducted to know the length of lifecycle and food consumption. From the research, it was found that the population of A. atlas and A. miliaris in the Ylang-ylang plant reached 40.94 and 30.86 per plant, consisting of 26.70 larvae, 8.02 pupae, and 6.22 imago populations of A. atlas, and 21.97 larvae, 5.21 pupae, and 3.68 imago populations of A. miliaris per plant. There were also found egg populations of 11.24 ootheca/plant of A. miliaris and 15.54 grain/plant of A. atlas. The distribution of egg, larvae, and imago were mostly found in middle sector of plant. Meanwhile, the pupae were found mostly in bottom sector. The attack intensity of the plants reached 48.76% with larvae attack

contribution of 100% (24.12%/plant) on A. atlas and 78.73% (19.40%/plant) on A. miliaris.

Key words: Attacus atlas, Aspidomorpha miliaris, population, attack intensity, ylang-ylang, Canangium odoratum forma guneina

PENDAHULUAN

Ylang-ylang (Canangium odoratum forma guneina) adalah salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang tidak luput dari serangan hama seperti Maenas masculifascia, Batocera hercules, Attacus atlas, Amantisa cuprea, Animula sumatraensis, Eumeta crameri, Brachycyttarus reynvaani, Ceroputo spinosus, dan Aspidomorpha miliaris (TRISAWA et al., 1995; ADRIA dan IDRIS, 1997; SYAMSU dan ADRIA, 1997; ADRIA dan IDRIS 2007). Jenis A. atlas (Lepidoptera: Saturniidae) dan A. miliaris (Coleoptera: Chrysomelidae) dinilai sebagai hama penting karena memiliki padat populasi dan intensitas serangan relatif tinggi, yang mengakibatkan terjadinya kerusakan dan gangguan pertumbuhan tanaman sehingga cenderung menurunkan produksi dan penundaan periode berbunga (ADRIA dan IDRIS, 1997; ADRIA dan IDRIS, 2007).

Attacus atlas bersifat fitopagus dan kosmopolit pada beberapa inang, termasuk tanaman cengkeh (NAZAR, 1990). Metamorfosa sempurna, stadium telur bulat, warna keme-rahan, terdistribusi secara tunggal atau berkelompok 3-10 butir. Stadium larva dengan 7 instar, tipe ensoform atau polypod. Pupa tipe obstek berada dalam kokon berwarna cokelat (HAMILTON et al., 2004). Stadium telur berlangsung 1-4 minggu, larva 40-75 hari, dan pupa selama 4-10 minggu (PRACAYA, 1993).

Aspidomorpha miliaris bersifat fitopagus dan kos-mopolit pada tanaman dalam keluarga Ipomoeaceae dan Convolvulaceae, bahkan juga sering dijumpai menyerang tanaman famili Cucurbitaceae (DAY et al., 1999; GEORGE dan IPE, 2000). Menurut ADRIA et al. (1999), intensitas serangan A. miliaris pada ketela rambat (Ipomoea batatas) mencapai 40-65% dan prediksi penurunan produksi umbi antara 12-18,50%.

(2)

Aspidomorpha miliaris (HABIB dan VASCONCELLOS-NETO, 2004) memiliki metamorfosa holometabol dengan panjang siklus 40-85 hari. Telur berbentuk oval, warna kuning kemerahan, berada dalam pembungkus (ootheca) warna kecokelatan. Stadia larva (LIN dan HSIAO, 2005) berlangsung dalam enam instar, masing-masingnya selama 6-14 hari, pupa 10-18 hari, berwarna kekuningan, bagian punggung berbulu halus kehitaman, imago seperti kura-kura, elitra lebih besar warna bening.

Menurut HAWKESWOOD (2003), kehidupan dan perkembangan serangga fitopagus sangat ditentukan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah sumber makanan yang memungkinkan terjadinya perbedaan aspek biologis antar tanaman inang yang pada gilirannya akan mempengaruhi populasi dan intensitas serangan. Sehubungan dengan itu telah dilakukan penelitian populasi dan intensitas serangan hama A. atlas dan A. miliaris pada tanaman ylang-ylang dengan hasil seperti diuraikan dalam tulisan ini.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di KP Balittro Laing Solok mulai bulan Januari sampai Desember 2008, menggunakan 30 tanaman ylang-ylang umur 4 tahun sebagai contoh yang ditentukan secara acak. Pengamatan dilakukan tiap bulan dengan parameter padat populasi (larva, pupa, dan imago) dan intensitas serangan dari A. atlas dan A. miliaris. Selain itu juga dilakukan pengamatan skala rumah kaca dengan metode rearing untuk mengetahui beberapa aspek biologis seperti panjang siklus dan kebutuhan makan. Intensitas serangan dan kebutuhan makan dihitung berdasarkan metode NATAWIGENA (1988) dan PRAWIROSUKARTA (1981), masing-masing dengan rumus :

(nxv) P = ... x 100% ZN

P = Intensitas serangan

Attack intensity

n = Jumlah daun yang diamati tiap kategori

Amount of leaves observed

v = Nilai skala tiap kategori serangan

The scale value attack category

(0 = 0%, 1 = 25%, 2 = 25-50%, 3 = 50-75% dan 4= > 75%) Z = Nilai skala tertinggi tiap kategori serangan

The highest scale value of every attack category

N = Jumlah daun yang diamati

The amount of leaves observed

P = (Aj - Bj) - (Ak - Bk)

P = berat makanan yang dikonsumsi

Weight of food consumed

Aj = berat awal makanan yang diberikan

Initial weight of food given

Bj = berat akhir makanan yang diberikan

Final weight of food given

Ak = berat awal makanan (kontrol penguapan)

Initial weight of food (evaporation control)

Bk = berat akhir makanan (kontrol penguapan) Final weight of food (evaporation control)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Diketahui padat populasi A. miliaris mencapai 40,94 ekor/tan., terdiri dari stadia larva, pupa dan imago masing-masing 26,70; 8,02; dan 6,22 ekor/tan. Hal ini berarti 32,66% lebih tinggi dibanding populasi A. atlas yang hanya mencapai 30,86 ekor/tan. Disamping itu kedua jenis serangga memiliki populasi telur 15,54 (± 1,89) butir/tan pada A. atlas dan 11,24 (± 1,96) ootheca/tan pada A. miliaris (Tabel 1). Perbedaan padat populasi kedua jenis serangga tersebut disebabkan oleh faktor keperidian yang meliputi kemampuan berbiak, tingkat natalitas, mortalitas, panjang siklus metamorfosa, dan pengaruh lingkungan (OSBORNE dan NECHOLS, 2006; NOERDJITO dan NAKAMURA, 1999; CANARD et al., 2004). Hasil pengamatan rumah kaca membuktikan A. atlas memiliki siklus hidup selama 96,74 hari, yang berarti 33,35 hari lebih panjang daripada lama siklus hidup A. miliaris yang berlangsung selama 63,35 hari (Tabel 2). Berdasarkan hal di atas dapat dibuktikan bahwa ada hubungan antara panjang siklus hidup dengan padat populasi. Makin panjang siklus hidup maka padat populasi akan lebih rendah.

Pada kedua jenis serangga, padat populasi stadia larva terlihat paling dominan, mencapai 21,97 dan 26,70 ekor/tan. pada A. atlas dan A. miliaris, masing-masing dengan 71,19 dan 65,22%. Namun demikian stadia ini juga memiliki tingkat kematian (mortalitas) yang tinggi mencapai 76,29% dan 69,96% (Tabel 1). Kondisi demikian terjadi karena stadia larva terdiri dari 7 instar pada A. atlas dan 6 instar pada A. miliaris, dimana padat populasi instar muda (I dan II) relatif lebih banyak, disebabkan oleh jumlah produksi dan tingkat penetasan (ekslosi) telur yang mencapai 78,76 dan 88,89% dalam waktu 7-13 dan 5-9 hari (Gambar 1). Menurut LIN dan HSIAO (2005); HAMILTON et al. (2004), tingkat ekslosi telur pada serangga relatif sangat tinggi mencapai 90%, sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi padat populasi dan intensitas serangan. Akan tetapi dalam perkembangan berikutnya, padat populasi akan menurun sesuai dengan tingkat mortalitas (kematian) yang dipengaruhi oleh lingkungan abiotik (unsur iklim) serta lingkungan biotik (parasit/predator).

Pada sisi lain, rendahnya populasi imago yang hanya mencapai 3,68 dan 6,22 ekor/tan. pada kedua jenis serangga disebabkan oleh : (1) rendahnya tingkat emergency pupa menjadi imago yang disebabkan mortalitas yang tinggi pada stadia larva dan pupa, (2) tingginya kematian imago khususnya pada A. atlas yang hanya berumur beberapa hari, dan (3) tingginya arus migrasi (perpindahan) imago ke tempat lain. Menurut NOERDJITO dan NAKAMURA (1999), aktifitas migrasi pada imago serangga sangat tinggi karena memiliki kemampuan terbang dalam jarak dekat ataupun jauh.

(3)

Tabel 2. Lama siklus hidup A. atlas dan A. miliaris pada tanaman y lang-ylang

Tabel 2. The life cycle of A. atlas and A. miliaris at ylang-ylang plant

A. atlas A. miliaris Stadium Kisaran (hari) Range (day) Rata-rata (hari) Average (day) Kisaran (hari) Range (day) Rata-rata (hari) Average (day) Telur 9-13 10,91± 1,59 5-7 6,56± 1,92 Larva 48-63 56,12± 1,27 34-52 45,31 ± 1,64 Pupa 28-33 29,71± 1,84 10-14 11,48± 1,75 Lama siklus (hari) 83-109 96,74 50-68 63,35

Keterangan : ± standar deviasi Standard deviation Note : Dalam analisis data di transformasi ke √ x+0,5 Based on transformed data into √ x+0,5

Gambar 2. Fluktuasi populasi A. atlas dan A. miliaris pada tanaman ylang-ylang

Figure 2. Population fluctuation of A. atlas and A. miliaris at ylang-ylang plant

Terjadinya migrasi disebabkan oleh tekanan ling-kungan abiotis yang ekstrim, adanya gangguan parasit dan predator dan pengaruh faktor internal berupa saat masa kawin.

Dari pengamatan populasi selama 10 bulan, terlihat adanya fluktuasi populasi larva, pupa, dan imago (Gambar 2). Padat populasi larva, pupa, dan imago A. atlas paling tinggi pada bulan November dan Agustus, masing-masing 27,82; 7,23; dan 5,00 ekor/tan. Sedangkan pada A. miliaris padat populasi larva, pupa, dan imago paling tinggi bulan

November dan September, masing-masing 37,51, 9,55 dan 6,90 ekor/tan. Perbedaan yang terjadi terhadap pupulasi larva, pupa, dan imago pada kedua jenis serangga disebabkan oleh kesesuaian iklim yang relatif tidak sama. Menurut HAMILTON et al. (2004); OLSEN et al. (2004), perkembangan populasi serangga dipengaruhi oleh faktor internal seperti keperidian, kemampuan berbiak, sistim metamorfosa, siklus hidup, dan sebagainya. Optimalisasi faktor internal dipengaruhi oleh faktor eksternal berupa iklim (abiotis) dan parasit/predator (biotis).

Sebaran populasi telur paling banyak terdapat pada sektor tengah tanaman, masing-masing 75,32% (± 1,55) pada A. atlas dan 66,25% (± 1,02) pada jenis A. miliaris (Tabel 3). Keadaan tersebut disebabkan oleh pengaruh langsung dari keberadaan imago yang terlihat juga lebih banyak terdapat pada sektor tengah, masing-masing dengan sebaran 74,39% (± 1,70) dan 51,48% (± 1,12). Menurut BOURINBAIAR dan HUANG (2006), kanopi atau tajuk tanaman akan membentuk lingkungan mikro (micro climate) yang sangat sesuai untuk imago serangga melakukan aktifitas, baik mencari makan, perkawinan ataupun bertelur. Oleh sebab itu pada bagian tertentu dari tanaman populasi imago relatif lebih tinggi dibanding tempat lainnya.

Gambar 2. Fluktuasi populasi A atlas dan A. miliaris pada tanaman ylang-ylang

Figure 2. Population fluctuation of A. atlas and A. miliaris at ylang-ylang plant

Tabel 1. Padat populasi A. atlas dan A. miliaris pada tanaman ylang-ylang

Table 1. The population density of A. atlas and A. miliaris at ylang-ylang plant

A. atlas A. miliaris Stadium Stadium Populasi Population (ekor/tan) Kontribusi Contribution (%) Kematian Mortality (%) Populasi Population (ekor/tan) Kontribusi Contribution (%) Kematian Mortality (%) Telur 15,54± 1,89*) - - 11,24± 1,96*) - - Larva 21,97± 1,47 71,19 76,29± 2,68 26,70± 2,40 65,22 69,96± 2,68 Pupa 5,21± 1,28 16,85 29,37± 1,45 8,02± 2,05 19,59 22,44± 2,45

Imago 3,68± 1,33 11,92 Non detek 6,22± 2,31 15,19 Non detek

Total 30,86 40,94

Keterangan : *) butir/tan capsul/plant

Note : ± standar deviasi Standard deviation

Dalam analisis data di transformasi ke √ x+0,5 Based on transformed data into √ x+0.5

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 e k s lo s i te lu r (% ) 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Hari ke... A.atlas A.miliaris 0 5 10 15 20 25 30 35 40

Peb Mar Apr Mai Jun Jul Ags Sep Okt Nov

Bulan Month P a d a t p o p u la s i (e k o r/ ta n )

Larva A.A Pupa A.A

Imago A.A Larva A.M

(4)

Populasi larva A. atlas dan A. miliaris tersebar paling banyak pada sektor tengah, masing-masing sebesar 42,76% ± 1,27 dan 37,82 ± 2,16, dan paling sedikit pada sektor atas (26,50% ± 2,77) dan (29,24 ± 2,41). Terjadinya sebaran larva yang relatif lebih banyak pada sektor tengah dan bawah menunjukkan bahwa kedua tempat tersebut memiliki kondisi iklim mikro yang mendukung aktivitas morfologis larva untuk berkembang lebih optimal. Menurut HAMILTON et al. (2004); CANARD et al. (2004), stadia larva dapat bergerak secara bebas dan memiliki insting alamiah mencari daerah yang sesuai untuk perkembangan memasuki stadia berikutnya. Oleh sebab itu distribusi larva suatu jenis serangga bisa dijadikan indikasi kesesuaian lingkungan yang cenderung berada pada bagian tengah dan bawah tanaman.

Kalau dicermati lebih jauh pada masing-masing instar terlihat bahwa, larva muda (instar I-III) paling banyak terdapat pada sektor tengah tanaman, masing-masing 65,4 dan 68,17% pada A. atlas dan A. miliaris, dan paling sedikit pada sektor bawah masing-masing 10,5% dan 14,75. Sedangkan untuk larva yang lebih tua, paing banyak di sektor tengah (53,18 dan 51,84%) dan paling sedikit pada sektor atas, masing-masing 8,69 dan 4,7% (Gambar 3). Tingginya sebaran larva muda pada sektor tengah tanaman, secara tidak langsung dipengaruhi oleh keberadaan imago yang paling banyak terdata di sektor tengah (Tabel 3), sehingga distribusi telur juga akan banyak pada sektor ini. Menurut BOURINBAIAR dan HUANG (2006), aktifitas morfologi dari larva muda relatif rendah, sehingga keberadaannya masih di sekitar daerah peletakan telur, sedangkan larva yang lebih tua memiliki aktivitas morfologis sangat tinggi, sehingga daerah sebarannya makin luas dan cenderung bergerak mencari daerah dengan kondisi iklim yang lebih sesuai.

Intensitas serangan kedua jenis serangga pada tanaman ylang-ylang mencapai 48,76%, dimana intensitas serangan A. miliaris 2,16% lebih tinggi dibanding intensitas serangan A. atlas yang hanya mencapai 24,12% (Tabel 4). Tingginya intensitas serangan A. miliaris disebabkan oleh pengaruh padat populasi serangga ini lebih tinggi dibanding A. atlas baik stadia larva maupun imago yang keduanya

merupakan faktor terjadinya serangan. Menurut OLSEN et al. (2004), pada prinsipnya intensitas serangan dipengaruhi oleh padat populasi dan kebutuhan makan serangga, sehingga intensitas serangan cenderung berbanding lurus dengan padat populasi, dimana dalam kondisi padat populasi tinggi maka intensitas serangan juga akan tinggi. Pada sisi lain HAWKESWOOD (2003) menyatakan bahwa intensitas serangan juga dipengaruhi oleh banyaknya faktor sumber makanan, pada jenis serangga ordo Coleoptera, stadia imago memiliki sumber makanan yang sama dengan stadia larva yaitu memakan daun tanaman, sedangkan ordo Lepidoptera (OSBORNE dan NECHOLS, 2006) yang memakan daun tanaman hanyalah stadia larva, sedangkan stadia imago memiliki sumber makanan sendiri berupa madu yang diperoleh dari bunga.

Gambar 3. Distribusi larva A. atlas dan A. miliaris pada tanaman ylang-ylang

Figure 3. Distribution of larvae A. atlas and A. miliaris at ylang-ylang plant

Tabel 3. Sebaran populasi A. atlas dan A. miliaris pada tanaman ylang-ylang

Table 3. The distribution of A. atlas and A. miliaris population at ylang-ylang plant

Sebaran pada sektor Distribution at sector (%)

Stadia A. atlas A. miliaris

Atas Top Tengah Middle Bawah Bottom Atas Top Tengah Middle Bawah, Bottom Telur Egg : 18,20 ± 2,14 75,32 ± 1,55 6,48 ± 1,55 21,08 ± 2,65 66,25 ± 1,02 12,67 ± 1,88 Larva Larvae 26,50 ± 2,77 42,76 ± 1,27 30,74 ± 2,39 29,24 ± 2,41 37,82 ± 2,16 32,94 ± 1,46 Pupa Pupae 8,82 ± 1,96 45,53 ± 1,08 45,65 ± 2,25 15,63 ± 2,08 41,65 ± 2,41 42,72 ± 1,33 Imago Imago 5,15 ± 1,77 74,39 ± 1,70 20,46 ± 1,40 18,74 ± 2,29 51,48 ± 1,12 29,78 ± 2,55 Keterangan : a. (±) Standar deviasi

Note : Standarddeviation (95%)

b. Dalam analisis data ditransformasi ke arc sin √% Based on transformed data into arc sin √%

0 10 20 30 40 50 60 70

sektor atas sektor tengah sektor bawah

ist I-III AM ist I-III AA ist IV-V AM

(5)

Kalau dicermati lebih jauh dari segi peranan larva (Tabel 4) terlihat bahwa intensitas serangan larva A. atlas mencapai 24,12%/tan (kontribusi 100%). Hal ini berarti 24,33% lebih tinggi dibanding intensitas serangan A. miliaris yang hanya mencapai 19,40% (kontribusi 78,73%). Kondisi di atas disebabkan karena larva A. atlas terdiri dari 7 instar dengan ukuran tubuh relatif lebih besar khususnya pada instar yang lebih tua, sehingga membutuhkan volume makan lebih banyak. Asumsi ini sesuai dengan hasil pengamatan rumah kaca (Tabel 5) yang menunjukkan rata-rata volume makan larva A. atlas (instar I-VII) mencapai 0,320 g/ekor/hari, yang berarti 68,42% lebih tinggi di-banding volume makan larva A. miliaris yang hanya mencapai 0,190 g/ekor/hari. Menurut CLAUSEN (2004), jenis Lepidoptera khususnya dalam Saturniidae termasuk kupu-kupu dengan ukuran larva relatif lebih besar, sehingga membutuhkan volume makan lebih besar. Hal ini mengakibatkan intensitas serangan pada suatu jenis tanaman menjadi lebih tinggi dibanding serangan jenis serangga lainnya.

KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa padat populasi A. miliaris dan A. atlas pada tanaman ylang-ylang mencapai 40,94 dan 30,86 ekor/tan., terdiri dari populasi larva, pupa, dan imago masing-masing sebesar 26,70; 8,02; 6,22; dan 21,97; 5,21; 3,68 ekor/tan., serta populasi telur 11,24 ootheca/tan pada jenis A. miliaris dan 15,54 butir/tan pada A. atlas.

Distribusi telur, larva dan imago kedua jenis serangga paling banyak terdapat pada sektor tengah tajuk tanaman, sedangkan pupa paling banyak terdapat pada sektor bawah. Intensitas serangan kedua jenis serangga mencapai 48,76% dengan kontribusi serangan larva 100% (24,12%/tan) pada A. atlas dan 78,73% (19,40%/tan) pada jenis A. miliaris.

Tabel 5. Volume makan larva dan imago A. atlas dan A. miliaris pada tanaman ylang-ylang

Table 5. The eating volume of larvae and pupae A. atlas and A. miliaris

at ylang-ylang plant

Volume makan....g/ekor, individu/hari

Eating volumeg/tail, individu/day

Stadium A. atlas A. miliaris

Kisaran, Range Rata-rata, Average Kisaran Range Rata-rata Average Instar I 0,020- 0,062 0,038± 0,04 0,021-0,054 0,036± 0,07 Instar II 0,037-0,079 0,046± 0,22 0,033-0,062 0,042± 0,15 Instar III 0,084-0,156 0,097± 0,11 0,080-0,190 0,090± 0,35 Instar IV 0,167-0,340 0,182± 1,24 0,125-0,240 0,164± 1,17 Instar V 0,274-0,568 0,375± 2,32 0,280-0,935 0,304± 2,15 Instar VI 0,475-0,985 0,680± 2,65 0,420-0,140 0,503± 2,28 Instar VII 0,728-1,134 0,825± 2,41 - - Total larva 2,243 (0,320) 1,139 (0,190) Imago - 0,449± 2,41 Total makan 2,243 1,588

Keterangan : a. (±) Standar deviasi (95%)

Note : Standard deviation (95%)

b. Dalam analisis data ditransformasi ke arc sin√% Based on transformed data into arc sin √%

DAFTAR PUSTAKA

ADRIA dan H. IDRIS. 1997. Aspek biologis hama penting pada tanaman ylang-ylang. Jurnal Penelitian Tanaman Industri. Pusat Penelitian dan Pengem-bangan Tanaman Industri. Bogor. 3(2): 37-42. ADRIA dan H. IDRIS. 2007. Evaluasi jenis hama pada

tanaman ylang-ylang. Jurnal Penelitian Eka Sakti. Universitas Eka Sakti. Padang. VIII(1):28-32. ADRIA, H. IDRIS, dan SUPRIYANTO. 1999. Dinamika Populasi

Serangga Hama Aspidomorpha sp. pada Tiga Jenis Tanaman Inang Famili Ipomoeaceae. Laporan Hasil Penelitian Kerjasama IPPTP Bengkulu dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Tk.I Propinsi Bengkulu. 28p. (Tidak dipublikasikan).

BOURINBAIAR, A. S. and S. L. HUANG. 2006. The insect activity of plant. . Entomology Journal. 32: 141–153.

Tabel 4. Intensitas serangan A. atlas dan A. miliaris pada tanaman ylang-ylang

Table 4. The attack intensity of A. atlas and A. miliaris at ylang-ylang plant

Intensitas serangan (%/tan) Attack intensity (%/plant)

Stadium A. atlas A. miliaris

Kisaran Range Rata-rata Average Kontribusi Contribution Kisaran Range Rata-rata Average Kontribusi Contribution Larva 18-28 24,12 ± 2,41 100 12-25 19,40 ± 2,23 78,73 Imago - - 3-8 5,24 ± 2,07 Total - 24,12 24,64

Keterangan: a. (±) Standar deviasi

Note : Standard deviation

b. Dalam analisis data ditransformasi ke arc sin√% Based on transformed data into arc sin √%

(6)

CANARD, M., Y. SEMERIA, and C.H. TEASLEY. 2004. Biology of Lepidoptera, New edition. Junk Publishers, The Hague. 294 pp.

CLAUSEN, C.P. 2004. Entomophagous Insects. McGraw-Hill Book Company, Inc., New York. 688 pp.

DAY, M. D., B. W. WILSON, H. F. NAHRUNG. 1999. Life history and host range of the golden beetle A. miliaris (Coleoptera: Chrysomelidae), a biological control agent for convulvulaceae. Biocontrol Sci. Techn. 9: 347-354.

GEORGE, M.J. and M. IPE, 2000. Feeding potential of A. miliaris (Coleoptera: Chrysomelidae) on Ipomoea reptans (Linn.) (Convolvulaceae). Journ. Bombay Nat. Hist. Soc. J. VASCONCELLOS-NETO. 2004. Biological studies on A. miliaris (Coleoptera: Chrysomelidae). Rev. Biol. Trop. 27: 103-110. HAMILTON, J. G., L. G. OLSEN, and M. E. WHALON. 2004.

Biology and ecology of Attacus atlas (Lepidoptera: Saturniidae). Annual Review of Entomology. 97: 289-326.

HAWKESWOOD, T. J. 2003. A review of the biology and host plants of the A. miliaris (Coleoptera: Chryso-melidae) of Australia. In: D.G. Furth (Eds.), Special Topics in Leaf Beetle Biology, Pensoft, Sofia - Moscow, 183-199.

LIN, CH. L. and W.F. HSIAO. 2005. Preliminary study of the life cycle of Aspidomorph [sic!] (Aspidomorpha indica Boheman (Coleoptera: Chrysomelidae). Formosan Entomologist, 25: 113-118.

NATAWIGENA, H. 1988. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Fakultas Pertanian Univ. Padjadjaran. Bandung. 118p.

NAZAR, A. 1990. Beberapa aspek biologi ulat perusak daun Attacus atlas, Linn pada tanaman cengkeh.

Pemberi-taan Penelitian Tanaman Industri. Pusat Penelitian Tanaman Industri. Bogor. XVI(1):35-37.

NOERDJITO, W.A. and K. NAKAMURA. 1999. Population dynamics of two species of tortoise beetles, Aspidimorpha miliaris and A. sanctaecrucis (Coleoptera: Chrysomelidae: Cassidinae) in East Java, Indonesia. 1. Seasonal changes in population size and longevity of adult beetles. Tropics, 8: 409-425.

http://www.botanical.com/site/column.poudhia/articl es/html, Access 07/24/2007, 20:48:45

OLSEN, L. G., J. G. HAMILTON, and M. E. WHALON. 2004. Ecology of A. miliaris (Coleoptera: Chrysomelidae). Annual Review of Entomology. 97:289-326. OSBORNE, L.S., and J.R. NECHOLS. 2006. Biological Control

of Insect. Institute of Food and Agricultural Services. University of Florida, Gainesville. 40pp. PRACAYA. 1993. Hama dan Penyakit Tanaman. Cetakan ke

3. PT Penebar Swadaya. Jakarta. 417p.

PRAWIROSUKARTA, S. 1981. Biologi dan kekhususan inang Lixus sp. (Curculionidae) pada bayam (Amaranthus sp). Fakultas Pertanian Univ. Gadjah Mada. Yogyakarta. 64p.

SYAMSU, H. dan ADRIA. 1997. Jenis jenis serangga hama dan patogen penyakit tanaman ylang ylang (Canangium odoratum forma guneina). Jurnal Stigma (An Agricultural Science Journal). Fakultas Pertanian Univ. Andalas. Padang. V(2):50-56.

TRISAWA, I. M, WIRATNO, SISWANTO, ADRIA, H. IDRIS. dan H. SYAMSU. 1995. Hama dan penyakit ylang-ylang dan kemungkinan serangannya pada agroekosistim sekitar danau Singkarak. Prosiding Seminar dan Temu Lapang Teknologi Konservasi Air Ber-wawasan Agribisnis pada Ekosistim Wilayah Sumatera Barat. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. 150-157.

Gambar

Figure 3.  Distribution  of  larvae  A.  atlas  and  A.  miliaris  at  ylang-ylang  plant
Table 5.   The eating volume of larvae and pupae A. atlas and A. miliaris  at ylang-ylang plant

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan rasio berat testis yang bermakna antara kelompok kontrol sehat (K1) dengan kelompok kontrol sakit (K2), kelompok kontrol

1) Ijin tertulis dari orang tua/wali. 2) Perjanjian kerja antara Pengusaha dan Orang tua/wali.. 4) Dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu sekolah 5) Perlindungan K3. 6)

Judul : Efektivitas kebijakan ’Go Organik 2010’ (Studi Implementasi dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi pada budidaya sayuran organik kabupaten semarang). Program :

(b) other organizations which have a stake in financial reporting standards (i.e. the current members of the Advisory Committee). The powers and duties of the observers to the

Metode membaca Al-Qur‟an qiro‟ati merupakan metode pertama yang ada di Indonesia bahkan di dunia. Metode ini disusun pertama kali sekitar tahun 1963, oleh Ust. Dahlan

Pada penelitian kami, peningkatan kadar se rum meta bolit NO berhubungan dengan peningkatan ka­ dar serum kreatinin. Hal tersebut menunjukkan sema­ kin tinggi kadar

Berdasarkan ketiga aspek kelayakan LKP di atas dapat disimpulkan bahwa LKP berorientasi problem solving untuk melatihkan keterampilan proses sains pada materi

Perusahaan non regulated, dengan alasan pada umumnya perusahaan milik pemerintah ( regulated ) cenderung membagikan deviden yang konstan, berapapun besarnya keuntungan