• Tidak ada hasil yang ditemukan

FATWA MUI TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH DI MASA PANDEMI COVID 19. Syafruddin STAI Al-Aqidah Al-Hasyimiyah Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FATWA MUI TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH DI MASA PANDEMI COVID 19. Syafruddin STAI Al-Aqidah Al-Hasyimiyah Jakarta"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

FATWA MUI TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH DI MASA PANDEMI COVID 19

Syafruddin

Email: abunasywal72@gmail.com STAI Al-Aqidah Al-Hasyimiyah Jakarta

Abstrak

Covid-19 adalah wabah baru yang tersebar di berbagai belahan dunia termasuk di Indonesia. Bahkan Oraganisasi Kesehatan Dunia (WHO) segera menetapkan bahwa Covid-19 ini sebagai pandemi. Agar Covid-19 tersebut tidak meluas, maka perlu adanya langkah-langkah secara konkret dan tepat dalam bentuk pencegahan dan penanggulangan penyebarannya. Majlis Ulama Indonesia (MUI) memandang perlu ada ketetapan fatwa khusus penyelenggaraan ibadah di masa pandemi Covid-19 tersebut sebagai panduan bagi umat Islam.

Kata Kunci : Fatwa MUI, Ibadah, Covid-19

Abstract

Covid-19 is a new outbreak that is spread in various parts of the world including in Indonesia. Even the World Health Organization (WHO) immediately established Covid-19 as a pandemic. So that Covid-19 is not widespread, it is necessary to have concrete and appropriate steps in the form of preventing and controlling its spread. The Indonesian Ulema Council (MUI) deems it necessary to have a special fatwa stipulation for organizing worship during the Covid-19 pandemic as a guide for Muslims.

Keywords: Fatwa MUI, Worship, Covid-19

PENDAHULUAN

C

ovid-19 adalah jenis penyakit terbaru dan muncul pada akhir tahun 2019 di Wuhan salah satu provinsi di RRC. Dengan wabah tersebut dunia terguncang bahkan sejak awal bulan maret 2020 Indonesia ikut terkapar dan ikut terguncang oleh mewabahnya covid-19. Penyakit yang tergolong baru itu disebut coronavirus telah memakan ribuan korban jiwa.

(2)

Berdasarkan laporan pada tanggal 31 Mei 2020 bahwa angka kasus yang terinfeksi virus corona dalam 10 besar negara di dunia yang terkonfirmasi sebanyak 6.207.068. Dari angka tersebut dapat dirinci, sebanyak 284.452 orang meninggal dunia, sementara pasien sembuh sebanyak 1.703.135 orang1. Berikut data perkembangan kasus Covid-19

dalam 10 peringkat negara di dunia:

No. Nama Negara Terinfeksi Meninggal Sembuh

Amerika Serikat 1.815.819 105. 547 530.616 Brazil 498.440 28.438 205.371 Rusia 396.575 4.555 167.469 Spanyol 286.308 27.125 196.958 Inggris 272.826 38.376 No date Italia 232.664 33.340 155.633 Perancis 188.625 28.771 68.268 Jerman 183.294 8.600 164.900 India 181.827 5.185 86.936 Turki 163.103 4.515 126.984 Jumlah 4.219.481 284.452 1.703.135

Di Indonesia sendiri, Covid-19 ini muncul pada tanggal 2 Maret 2020 dengan 2 kasus. Sementara itu data untuk Indonesia update hingga tanggal 31 Mei 2020 adalah 26.473 kasus terkonfirmasi positif, 7.308 sembuh, dan 1.613 meninggal dunia. Dengan data-data tersebut, WHO sebagai organisasi kesehatan dunia menetapkan bahwa virus corona Covid-19sebagai kategori pandemi. Karena virus tersebut telah menyebar semakin luas di seluruh dunia2.

Agar Covid-19 tersebut tidak menyebar luas, maka perlu ada langkah konkret dalam pencegahan dan penanggulangannya. Dalam hal ini yang sangat mendesak adalah panduan penyelenggaraan ibadah di tengah

1 ttps://nasional.kompas.com/read/2020/05/31/16302061/update-sebaran-700-kasus-baru-covid-19-pada-31-mei, diakses pada 31 Mei 2020

2 https://www.liputan6.com/global/read/4200134 /alasan-who-tetapkan-virus-corona-covid-19-sebagai-pandemi, diakses pada 31 Mei 2020

(3)

terjadinya wabah Covid-19. Majlis Ulama Indonesia (MUI) merupakan institusi yang dapat mewadahi para Ulama dan Cendekiawan Muslim telah mengambil tindakan cepat dengan mengeluarkan fatwa dengan nomor : 14 Tahun 2020 tentang penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19. Inilah tindakan konkret dan cekatan dari MUI sebagai pedoman di tengah kebingungan umat dalam mengambil keputusan terkait pelaksanaan ibadah umat Islam di masa pandemi Covid-19tersebut.

Dalam buku “Membaca corona, Esai-esai tentang Manusia, Wabah, dan Dunia”, dikatakan ulama-ulama sepakat bahwa ada lima minimal, tujuan kehadiran agama, yang pertama memelihara agama itu sendiri, memelihara jiwa, memelihara akal, memelihara harta benda serta memelihara keturunan. Konteks pemeliharaan itu merupakan anjuran, bahkan kewajiban agama agar menghindar dari segala sesuatu yang menghambat dan membahayakan tujuan tersebut, terlarang dalam agama, dalam berbagai tingkat larangan. Begitupun virus corona yang dapat merusak jiwa dan raga3.

PEMBAHASAN

1. Definisi Covid-19 dan Istilah-istilah terkait dengannya

Para ahli dan pakar dari World Health Organization (WHO) maupun kesehatan dunia secara formal melaporkan bahwa wujud virus corona baru yang lebih di kenal ataupun diketahui dengan sebutan Covid-19 yang diakibatkan oleh SARS-CoV-2 bagaikan pandemi4. Coronavirus adalah

keluarga virus. Bentuknya kurang lebih bentuk bulat telur. Coronavirus diindikasikan dengan nama ini karena duri yang ada dipermukaannya. Duri-duri ini membentuk semacam mahkota5. Covid-19adalah coronavirus

3 Ahmad Faizin dan David Efendi, Membaca Korona Esai-esai tentang Manusia, Wabah, dan Dunia, (Gresik : Caremedia Communication, 2020), hal. 377

4 Masrur, dkk, Pandemik Covid-19Persoalan dan Refleksi di Indonesia, (Medan : Yayasan Kita Menulis, 2020), hal. 2

(4)

disease, penyakit menular yang disebabkan oleh coronavirus yang ditemukan pada Tahun 20196. Covid-19 adalah akronim untuk kata-kata

bahasa inggris “Corona Virus Disease-2019”. Epidemi ini mulai dikenal oleh otoritas ilmiah pada 2020. Epidemi ini berasal dari kota besar Wuhan di Cina, ibu kota provinsi Hubei7.

Ada banyak istilah yang muncul dalam kasus Covid-19 ini, antara lain sosial distancing, isolasi dan karantina, lockdown flattening the curve,

Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dan Orang Dalam Pengawasan (ODP) dan Orang Tanpa Gejala (OTG), herd immunity, serta Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)8. Karena itu perlu ada definisi khusus yang terkait

dengan istilah-istilah tersebut agar dapat dipahami, kemudian selanjutnya dapat memberikan kemudahan dalam menghadapi pandemi Covid-19 khususnya bagi masyarakat yang terpapar. Adapun defnisi istilah-istilah tersebut adalah sebagai berikut :

a) Sosial distancing, istilah ini disebut juga pembatasan sosial, dimaksudkan untuk menghindari tempat umum, keramaian, dan menjaga jarak minimal 2 meter dari orang lain. Hal ini bertujuan dalam pencegahan penularan penyakit atau wabah Covid-19.

b) Isolasi dan Karantinan, istilah isolasi dan karantina apabila dikaitkan dengan Covid-19 ini bermaksud untuk mencegah penularan wabah dari orang yang sudah dinyatakan terpapar virus Covid-19 kepada orang lain yang tidak terpapar. Adapun perbedaan antara isolasi dan karantina, bahwa isolasi adalah upaya yang dilakukan untuk memisahkan orang yang sudah positif terpapar Covid-19 dengan orang yang tidak terpapar atau dalam status negatif. Sedangkan karantina adalah upaya yang dilakukan untuk memisahkan dan membatasi keberadaan orang yang 6 Lihat Fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 14 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19.

7 Bruno Del Medico, Ibid, hal. 34

8 https://www.alodokter.com/beragam-istilah-terkait-virus-corona-dan-covid-19,diakses pada 27 Mei 2020

(5)

sudah terpapar Covid-19 meskipun belum ada tanda-tanda gejala terkena Covid-19. Dengan demikian, baik isolasi mandiri maupun karantina di rumah sangat dianjurkan setidaknya selama 14 hari. Dalam kondisi ini dapat dilakukan sambil menjalani pola hidup sehat dan bersih, tanpa bertemu orang lain, serta menjaga jarak 2 meter dari orang yang ada dalam rumah.

c) Lockdown, istilah lockdown dapat dipahami sebagai karantina wilayah. Hal ini dilakukan dalam rangka membatasi pergerakan warga dalam suatu kawasan wilayah dalam hal ini menutup akses keluar masuk mereka dalam jangka waktu tertentu. Penutupan dilakukan hanya untuk mencegah terjadinya kontaminasi serta penyebaran wabah Covid-19. d) Flattening the curve, istilah ini dapat dipahami sebagai pelandaian kurva. Hal ini merupakan istilah dalam epidemiologi dengan tujuan dalam memperlambat penularan penyakit menular dalam hal ini Covid-19. Pelandaian kurva ini dilakukan dengan cara sosial distancing, karantina, dan isolasi agar memaksimalkan fasilitas kesehatan sebagai sumber daya yang memadai khususnya bagi mereka yang sudah terpapar Covid-19. Kurva itu sendiri merupakan suatu prediksi berapa orang yang terinfekasi Covid-19 pada rentang waktu tertentu. Sebagai misal dalam periode beberapa hari tertentu jumlah penderita sudah meningkat drastis dapat digambarkan sebagai kurva tinggi yang sempit. Meningkatnya penderita secara drastis membuat penanganannya tidak secara optimal. Hal ini menunjukkan jumlah penderita sudah melampaui kemampuan kapasitas dan fasilitas kesehatan karena jumlah tempat tidur maupun alat kesehatan yang tersedia di sebuah rumah sakit sudah terbatas untuk menangani semua pasien Covid-19 tersebut. Kondisi inilah yang sangat dikhawatirkan karena dapat menyebabkan tingginya kematian akibat Covid-19, meskipun sebenarnya ini bukan hanya terjadi pada pasien Covid-19, namun semua pasien yang ada di rumah sakit tersebut.

(6)

e) Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dan Orang Dalam Pemantauan

(ODP), istilah PDP dan ODP yang terkait dengan Covid-19 dapat digunakan dalam mengklasifikasi setiap individu berdasarkan gejala-gejala tertentu, yaitu (a) demam dan gangguan pernafasan, (b) berada di daerah pandemi terinfeksi Covid-19 selama 14 hari sebelum timbul gejala, (c) kontak dengan orang terinfeksi Covid-19 dalam 14 hari sebelum timbul gejala. Meskipun PDP dan ODP dapat dibedakan berdasarkan gejala yang dialami, di mana ODP menunjukkan gejala antara demam atau gangguan pernafasan yaitu batuk, pilek, sakit tenggorokan, dan sesak napas. Sedangkan kondisi yang dialami oleh PDP sebenarnya sudah ada gejala demam dan gangguan pernapasan. Dengan demikian orang yang berstatus PDP sudah harus menjalani isolasi, pemeriksaan laboratorium dan rawat inap di rumah sakit, sekaligus dilakukan pemantauan pada siapapun yang telah melalukan kontak dengan orang PDP tersebut. Sedangkan yang dinyatakan ODP diharuskan menjalani isolasi mandiri di rumah dan siap dipantau setiap hari dalam waktu 2 minggu sebelum kemudian ada hasil keputusan bagi yang bersangkutan menjadi positif atau negatif.

f) Orang Tanterinfeksi Covid-19 namun terlihat sehat dan tidak mengalami gejala. Bagi siapapun yang berstatus OTG tetap harus menjalani isolasi mandiri di rumah selama 14 hari dan berhak mendapatkan pemantauan oleh petugas khusus kesehatan dan melakukan control setelah 14 hari menjalani isolasi mandiri di rumah. Selain itu, bagi OTG diharuskan melakukan pengukuran suhu setidaknya 2 kali dalam sehari, memakai masker, disiplin cuci tangan memakai sabun di air mengalir dan hand sanitizer, physical distancing, etika batuk, isolasi mandiri. Apabila OTG tersebut sudah mengalami suhu lebih dari 38°C, maka segera menghubungi pihak petugas pemantau khusus Covid-19.

g) Herd immunity, istilah ini dapat dipahami sebagai istilah kekebalan tubuh kelompok. Herd immunity ini dapat tercapai melalui pemberian

(7)

vaksin secara meluas dan merata, yang selanjutnya sebagian besar orang dari kelompok yang telah terpapar menjadi sembuh dari Covid-19 ini. Dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini, dapat diyakini bahwa penyebarannya akan menurun dan berhenti apabila sudah banyak orang sembuh dan menjadi kebal body terhadap infeksi Covid-19 ini. Meskipun semikian, tetap dipahami bahwa hingga saat ini belum ada vaksin khusus Covid-19, tentu dalam menunggu terwujudnya herd immunity secara alami tetap akan ada resiko akibat patalnya penyakit Covid-19 ini.

h) Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), PSBB adalah merupakan istilah yang muncul berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan RI dengan tujuan dalam rangka penanganan Covid-19. Atas dasar kebijakan ini, berbagai daerah di Indonesia ikut menerapkan pembatasan sosial berskala besar. Dalam penerapan PSBB ini, setiap pemerintah daerah memberlakukan hal-hal sebagai berikut; (a)Meliburkan semua tingkat satuan pendidikan yang ada serta tempat kerja, (b)Pembatasan penyelenggaran ibadah secara berjama’ah, (c)Pembatasan kegiatan di tempat umum, (d)Pembatasan kegiatan sosial budaya, (e)Pembatasan transportasi. Namun peraturan ini mendapat beberapa pengecualian, misal tempat kerja pelayanan pertahanan dan keamanan, ketertiban umum, kebutuhan pangan, bahan bakar minyak dan gas, pelayanan kesehatan, perekonomian, komunikasi, industry, ekspor impor, distribusi logistic, dan kebutuhan dasar lainnya. Dalam rangka mencegah resiko terjangkitnya Covid-19 ini, maka setiap warga masyarakat dianjurkan mematuhi arahan dokter, aturan pemerintah, disiplin mencuci tangan, memakai masker, pola hidup sehat dan bersih, menjaga jarak atau menghindari tempat ramai. Dengan demikian, setiap warga dapat membantu menghadapi kondisi pandemi Covid-19 yang memang masih mengkhawatirkan.

(8)

2. Fatwa MUI Tentang Penyelenggaraan Ibadah di Masa Pandemi Covid-19

Berdasarkan Fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI) Nomor : 14 Tahun 2020 tentang penyelenggaraan ibadah dalam situasi terjadi wabah Covid-19, melalui komisi fatwa, setelah melakukan berbagai kajian yang mendasar, yaitu (a)bahwa Covid-19 telah tersebar ke berbagai negara, termsuk ke Indonesia, (b)bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan Covid-19 sebagai pandemi, (c)bahwa perlu langkah-langkah keagamaan untuk pencegahan dan penanggulangan Covid-19 agar tidak meluas, (d)bahwa oleh karena itu dipandang perlu menetapkan fatwa tentang penyelenggaraan ibadah dalam situasi terjadi wabah Covid-19 untuk dijadikan pedoman.

A. Dasar-dasar Pertimbangan Fatwa MUI

Adapun dasar-dasar pertimbangan bagi majlis fatwa MUI di atas terdiri dari (1)dasar Al-Qur’an, (2) Hadits Rasulullah SAW, (3)Qaidah Fiqhiyah, (4)Pendapat para Pakar.

1) Dasar-dasar Al-Qur’an, yaitu (a) Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Inna lillahi wa innaa ilaihi raajiun” (QS. Al-Baqarah (2) : 155-156). (b) Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Taghabun (64) :11) (c )Katakanlah : “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal”. (QS. Al-Taubah (9) : 51) (d)Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri,

(9)

semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh yang demikian itu mudah bagi Allah, agar kamu tidak bersedih hati terhadap apa yang luput dari kamu, dan jangan pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan membanggakan diri. (QS. Al-Hadid (57) : 22-23). (e)Dan peliharalah dirimu daripada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (QS. Al-Anfal (8) : 25). (f)Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan. (QS. Al-Baqarah (2) : 195). (g)Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan infakkanlah harta yang baik untuk dirimu. (QS. Al-Taghabun (64) : 16). (h)Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. (QS. Al-Baqarah (2) : 185).

2) Dasar Hadits Rasulullah SAW, yaitu (a) Dari Nabi SAW sesunguhnya beliau bersabda : “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu. (HR. Al-Bukhari). (b)Sesungguhnya Umar sedang dalam perjalanan menuju Syam, saat sampai di wilayah bernama Sargh. Saat itu Umar mendapat kabar adanya wabah di wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf kemudian mengatakan pada Umar jika Nabi Muhammad SAW berkata, “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu. (HR. Al-Bukhari). (c)Sesungguhnya Umar ibn al Khattab RA keluar menuju Syam. Sehingga ketika sampai di Sargh, beliau ditemui oleh para Amir pasukan yakni Abu Ubaidah ibn al-Jarrah dan para sahabatnya. Mereka memberitahukan kepadanya bahwasanya wabah sedang melanda bumi Syam. Ibnu Abbas berkata: “Umar lalu berkata :

(10)

“Panggilkan untukku kaum Muhajirin awal (yang mengalami shalat ke dua qiblat, yakni yang berhijrah sebelum qiblat dipindahkan ke masjidil-haram (syarah an-nawawi”) ia lalu bermusyawarah dengan mereka dan memberitahukan bahwa wabah sedang melanda Syam. Mereka kemudian berbeda pendapat. Sebagian berkata: “Anda sudah keluar untuk satu keperluan dan kami tidak memandang pantas anda kembali darinya.” Sebagian lainnya berkata: “Anda membawa rombongan khususnya para sahabat Rasulullah SAW, kami tidak memandang baik anda membawa mereka masuk ke wabah tersebut.”Umar lalu berkata: “Silahkan kalian masuk beranjak dari tempatku. Kemudian Umar berkata: “Panggilkan untukku kaum Anshor.” Maka aku (Ibn Abbas) panggil mereka dan ia lalu bermusyawarah dengan mereka. Ternyata kaum Anshar berbeda pendapat seperti halnya Muhajirin. “Umar lalu berkata: Silahkan kalian semua beranjak dari tempatku. kemudian Umar berkata: “Panggilkan untukku kaum tua Quraisy dari Muhajir al-Fath (yang hijrah sesudah pindah kiblat dan sebelum Fathu Makkah). “Maka aku (Ibn Abbas) panggil mereka. Ternyata tidak ada perbedaan pendapat di kalangan mereka, semuanya menyarankan: “Sebaiknya anda pulang kembali bersama rombongan dan jangan membawa mereka masuk ke wabah itu. Umar lalu menyerukan kepada rombongan: “Sungguh besok aku akan berkendaraan pulang, maka bersiap siaplah kalian.Abu Ubaidah Ibn al-Jarrah berkata: “Apakah engkau hendak lari dari takdir Allah? Umar menjawab: “Seandainya saja yang mengatakan itu bukan engkau wahai Abu Ubaidah. Ya, kami lari dari takdir Allah menuju takdir Allah juga. Bukankah jika kamu mengembala unta dan turun ke sebuah lembah yang di sana ada dua tepi lembah, yang satu subur dan yang satu tandus, lalu ketika kamu mengembala di tepi yang subur berarti kamu dengan takdir Allah? Dan bukankah pula ketika kamu mengembala di tepi lembah yang tandus, kamu juga mengembalanya dengan takdir Allah?Ibnu Abbas berkata: “Abdurrahman Ibn ‘Auf kemudian datang, ia tidak hadir

(11)

musyawarah sebelumnya karena ada keperluan. Abdurrahman lalu berkata: “Aku punya ilmu tentang permasalahan ini, Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Jika kalian mendengar ada wabah di satu daerah, janganlah kalian datang ke sana. Tetapi jika wabah itu menyerang satu daerah ketika kalian sudah ada di daerah tersebut, janganlah kalian keluar melarikan diri darinya, kata Ibnu Abbas: “Umar lalu bertahmid kepada Allah dan kemudian pulang. (HR.al-Bukhari). (d)Rasulullah SAW bersabda : Jangan campurkan (onta) yang sakit ke dalam (onta) yang sehat. (HR. Muslim). (e)Rasulullah SAW bersabda : “Tidak ada penyakit menular, thiyarah dan burung hantu dan shafar (yang dianggap membawa kesialan). Dan larilah dari penyakit kusta seperti engkau lari dari singa. (HR. Al-Bukhari). (f)Rasulullah SAW bersabda : “Wabah Tha’un adalah suatu ayat, tanda kekuasaan Allah Azza Wajall yang sangat menyakitkan, yang ditimpakan kepada orang-orang dari hamba-Nya. Jika kalian mendengar berita dengan adanya wabah Tha’un, maka jangan sekali-kali memasuki daerahnya. Jika Tha’un telah terjadi pada suatu daerah dan kalian di sana, maka janganlah kalian keluar darinya. (HR. Muslim). (g)Nabi SAW bersabda : “Amal-amal umatku disampaikan kepadaku, amal baik atau amal buruknya, kutemukan diantara amal terbaik adalah menyingkirkan hal membahaya dari jalan. Dan kutemukan diantara amal terburuknya adalah dahak di mesjid yang tidak dibersihkan. (HR. Muslim). (h)Abu Hurairah berkata : Aku mendegar Rasulullah bersabda : “Apa saja yang aku larang kamu melaksanakannya, hendaklah kamu jauhi dan apa saja yang aku perintahkan kepadamu, maka lakukanlah menurut kemampuan kamu. Sesungguhnya kehancuran umat-umat sebelum kamu adalah karena banyak bertanya dan menyalahi nabi-nabi mereka (tidak mau taat dan patuh). (HR. Al-Bukhari dan Muslim). (i)Barang siapa makan bawang putih dan bawang merah atau lainnya tidak boleh mendekati masjid. (HR. Al-Bukhari). (j)Barang siapa yang mendengar azan wajib baginya shalat berjamaah di masjid, kecuali ada uzur”. Para

(12)

sahabat bertanya :”Apa maksud uzur?”. Jawab Rasulullah SAW : “Ketakutan atau sakit.” (HR. Abu Daud).

3) Dasar Qaidah Fiqhiyah, yaitu (a) Tidak boleh membahayakan diri dan membahayakan orang lain9. (b)Menolak mafsadah didahulukan

daripada mencari kemaslahatan10. (c)Kesulitan menyebabkan adanya

kemudahan11. Bahaya harus di tolak12. (d)Kemudaratan harus di

cegah dalam batas-batas yang memungkinkan13. (e)Kemudaratan

di batasi sesuai kadarnya14. (f)Kebijakan Pemimpin (pemegang

otoritas) terhadap rakyat harus mengikuti kemaslahatan15.

4) Dasar Pendapat Para Pakar, yaitu (a) Pendapat al-Nawawi dalam kitab al-Majmu’ juz 4 halaman 352 tentang gugurnya kewajiban shalat jum’at : “(ketiga) tidak wajib shalat jumat bagi orang sakit, meskipun shalat jum’atnya orang kampung tidak sah karena jumlah jama’ahnya kurang karena ketidak hadirannya. Berdasarkan hadits riwayat Thariq dan lainya, al-Bandanijy berkata: Andaikan orang yang sakit memaksakan untuk shalat jumat maka lebih utama. Imam-imam madzhab Syafi’i berpendapat: “Bahwa sakit yang menggugurkan kewajiban shalat jum’at adalah sakitnya orang yang mendapatkan masyaqqah yang berat bila ia hadir pada shalat jum’at”. Imam al-Mutawalli berkata: “orang yang terkena diare berat juga tidak wajib shalat jum’at bahkan jika dia tidak mampu menahan diarenya maka haram baginya shalat berjama’ah di masjid, karena akan menyebabkan masjid menjadi najis”, Imam al-Haramain berkata: “Sakit yang menggugurkan kewajiban shalat jum’at itu lebih ringan keadaannya daripada sakit yang menggugurkan kewajiban berdiri 9 َرا َر ِض َلا َو َر َرَضَلا 10 ِحِلاَصَمْلا ِبْلَج ىَلَع ٌمَّدَقُم ِدِساَفَمْلا ُء ْرَد 11 َرْيٍسْيَّتلا ُبِلْجَت ُةَّقَشَمْلا 12 ُلا َزُي ُر َرَّضلا 13 ِنَاكْم ِلإا ِرْدَقِب ُعَفْدُي ُر َرَّضلا 14 َاه ِرَدَقِب ُرَّدَقُت ُةَر ْوُرَّضلا 15 ِةَحَلْصَمْلاِب ٌط ْوُنَم ِةَّيِعَّرلا ىَلَع ِماَم ِلإا ُفُّرَصَت

(13)

saat shalat fardhu. Sakit tersebut seperti uzur jalanan becek atau hujan atau semisalnya”. (b)Pendapat Abdullah bin Abdurrahman bin Abu bakar Bafadhal al-Hadramy al-Sa’dy al-Madzhajy dalam kitab al-Mukaddimah al-Hadramiyah hal. 91 tentang udzur shalat jum’at dan shalat jama’ah : “Di antara udzur shalat jum’at dan shalat berjama’ah adalah hujan yang dapat membasahi pakaiannya dan tidak diketemukan pelindung hujan, sakit yang teramat sangat, merawat orang sakit yang tidak terdapat yang mengurusinya, mengawasi kerabat (istri, mertua, budak, teman, ustadz, orang yang memerdekakannya) yang hendak meninggal atau berputus asa, khawatir akan keselamatan jiwa atau hartanya, mengenai creditor dan berharap pengertiannya karena kemiskinannya, menahan hadats sementara waktu masih lapang, ketiadaan pakaian yang layak, kantuk yang teramat sangat, angin kencang, kelaparan, kehausan, kedinginan, jalanan becek, cuaca panas, bepergian ke sahabat dekat, memakan makanan busuk setengah matang yang tidak bisa di hilangkan baunya, runtuhnya atap-atap pasar dan gempa.

B. Keputusan Fatwa MUI tentang Beribadah di Masa Pandemi Covid-19

Bahwa Covid-19yang dimaksud dalam fatwa ini adalah coronavirus desease penyakit menular yang di sebabkan oleh coronavirus yang di temukan pada tahun 2019. Adapun ketentuan hukum dalam fatwa MUI Nomor : 14 Tahun 2020 ini adalah sebagai berikut :

1) Setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga kesehatan dan menjauhi setiap hal yang dapat menyebabkan terpapar penyakit, karena hal itu merupakan bagian dari menjaga tujuan pokok beragama (al Dharuriyat al khams).

2) Orang yang telah terpapar virus corona, wajib menjaga dan mengisolasi diri agar tidak terjadi penularan kepada orang lain, baginya shalat jumat dapat di ganti dengan shalat zuhur, karena

(14)

shalat jumat merupakan ibadah wajib yang melibatkan banyak orang sehingga berpeluang terjadinya penularan virus secara massal. Baginya haram melakukan aktifitas ibadah sunnah yang membuka peluang terjadinya penularan, seperti jama’ah shalat lima waktu / rawatib, shalat tarawih dan led di masjid atau tempat umum lainya, serta menghadiri pengajian umum dan tabligh akbar.

3) Orang yang sehat dan yang belum di ketahui atau di yakini tidak terpapar covid 19, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (a) dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularanya tinggi atau sangat tinggi berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia boleh meninggalkan shalat jumat dan menggantikanya dengan shalat zuhur di tempat kediaman, serta meninggalkan jama’ah shalat lima waktu /rawatib, tarawih, dan led di mesjid atau tempat umum lainnya. (b)dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularanya rendah berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia tetap wajib menjalankan kewajiban ibadah sebagaimana biasa dan wajib menjaga diri agar tidak terpapar Covid-19, seperti tidak kontak fisik langsung (bersalaman, berpelukan, cium tangan), membawa sajadah sendiri, membasuh tangan dengan sabun.

4) Dalam kondisi penyebaran Covid-19tidak terkendali di suatu kawasan yang mengancam jiwa, umat islam tidak boleh menyelenggarakan shalat jumat di kawasan tersebut, sampai keadaan menjadi normal kembali dan wajib menggantikanya dengan shalat zuhur di tempat masing-masing. Demikian juga tidak boleh menyelenggarakan aktifitas ibadah yang melibatkan orang banyak dan diyakini dapat menjadi media penyebaran Covid-19, seperti jamaah shalat lima waktu/ rawatib, shalat tarawih dan led di mesjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majelis taklim. 5) Dalam kondisi penyebaran Covid-19terkendali, umat Islam wajib

(15)

aktifitas ibadah yang melibatkan orang banyak, seperti jamaah shalat lima waktu/rawatib, shalat tarawih dan led di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majlis taklim dengan tetap menjaga diri agar tidak terpapar Covid-19

6) Pemerintah menjadikan fatwa ini sebagai pedoman dalam menetapkan kebijakan penanggulangan Covid-19 terkait dengan masalah keagamaan dan umat islam wajib menaatinya.

7) Pengurusan jenazah (tajhiz al janaiz) yang terpapar Covid-19 terutama dalam memandikan dan mengkafani harus di lakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang, dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat. Sedangkan untuk menshalatkan dan menguburkannya dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar Covid-19.

8) Tindakan yang menimbulkan kepanikan dan/atau menyebabkan kerugian publik, seperti memborong dan/atau menimbun bahan kebutuhan pokok serta masker dan menyebarkan informasi hoax terkait Covid-19hukumnya haram.

7) Umat Islam agar semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan memperbanyak ibadah, taubat, istighfar, dzikir, membaca

qunut Nazilah di setiap shalat fardhu, memperbanyak shalawat, sedekah, serta senantiasa berdoa kepada Allah SWT agar diberikan perlindungan dan keselamatan dari musibah dan marabahaya (daf ‘u al-bala), khususnya dari wabah Covid-19.

C. Penyelenggaraan Ibadah di masa Pandemi Covid-19

Sebagaimana diketahui bahwa dasar utama munculnya fatwa MUI ini adalah terkait dengan al-Dharuriyah al-Khams, yaitu dalam rangka menjaga agama, akal, jiwa raga, keturunan, dan harta benda. Berdasarkan buku “Fikih Pandemi Beribadah di Masa Wabah” bahwa ibadah-ibadah yang

(16)

harus dilaksanakan di tengah terjadinya wabah Covid-19 dan secara tidak normal atau mendapatkan rukhshah adalah shalat jumat, shalat berjamaah di Mesjid, Ibadah-ibadah ya ng terkait dengan puasa ramadhan, dan ibadah shalat idul fitri16.

1. Ibadah shalat jumat di masa pandemi Covid-19. Dalam Islam, shalat jumat diwajibkan atas laki-laki baligh, berakal, sehat, dan muqim. Namun kewajiban ini bisa saja menjadi gugur apabila ada uzur misal sakit, hujan lebat, termasuk di masa pandemi Covid-19. Terkait pandemi Covid-19 ini, diharamkan bagi yang terpapar Covid-19 mengikuti shalat jumat di mesjid dengan dalil hadits, “Jangan yang sakit bercampur baur dengan yang sehat” (HR. Al-Bukhari dan Muslim), di hadits lain, “Jika kalian mendengar kabar tentang merebaknya wabah Tha’un di sebuah wilayah, janganlah kamu memasukinya. Dan, jika kalian tengah berada di dalamnya, maka janganlah kamu keluar darinya”. (HR. Bukhari dan Muslim). Bagi yang uzur shalat jumat, agar melaksanakan shalat dhuhur empat rakaat di rumah. Dengan demikian, yang uzur shalat jumat karena Covid-19 ini agar menggantinya shalat dhuhur di rumah, akan memperoleh seperti pahala shalat jumat, dalilnya adalah hadits “Jika seorang hamba tertimpa sakit, atau tengah bepergian, maka ia dicatat memperoleh ganjaran serupa ketika ia melakukannya dalam kondisi muqim dan sehat”. (HR. Al-Bukhari).

2. Ibadah Shalat Berjamaah di masa Pandemi Covid-19. Pada dasarnya, azan dan iqamah adalah syiar Islam, sebagai tanda masuknya waktu shalat fardhu. Persoalannya bagaimana mengumandangkan azan di masa pandemi Covid-19 ini, di mana imbauan pemerintah dan fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI) atas masukan dari ahli kesehatan untuk menjaga jarak fisik atau sosial dalam memutus rantai penyebaran Covid-19. Di satu sisi, azan adalah panggilan 16 Faried F. Saenong, dkk, Fikih Pandemi Beribadah di Masa Wabah, (Jakarta : Nuo Publishing, 2020), hal. 15-55

(17)

shalat berjamaah (hayya ‘ala shalah). Di sisi lain, ada larangan berjamaah di masjid karena dianggap melanggar penerapan physical distancing. Sebenarnya, di masa pandemi Covid-19ini dalam lafal azan “hayya ala shalah” dapat diganti menjadi redaksi shallu fi

buyutikum atau shallu fi rihalikum yang artinya “Shalatlah di rumah atau kediaman kalian”. Yang intinya warga diberikan rukhsah shalat di rumah masing-masing secara berjamaah dengan anggota keluarga. Ini kondisi darurat, menjaga jiwa dari tertularnya virus yang mematikan hukumnya wajib. Bahkan berdasarkan sejarah, Masjidil Haram ditutup pada tahun 827H karena wabah melanda Mekkah dan menelan korban 1.700 jiwa. Dan hal yang sangat penting yaitu

“Qunut Nazilah” atas adanya musibah di masa pandemi ini, karena bahaya yang menimpa kaum Muslimin, baik secara keseluruhan ataupun kawasan tertentu. Pembacaan doa qunut nazilah ini sangat tepat dilaksanakan setiap waktu shalat, terlebih telah difatwakan oleh MUI di tengah pandemi Covid-19 ini sudah masuk kategori musibah besar yang menimpa kaum muslimin. Adapun bacaan doa

qunut nazilah tidak ada teks khusus, sehingga doa yang dibacakan

sesuai dengan konteksnya17.

3. Ibadah Puasa Ramadhan di masa Pandemi Covid-19. Pandemi

Covid-19 telah melanda dunia, termasuk Indonesia, dapat merusak berbagai sektor kehidupan, baik sosial, politik, budaya, dan bahkan keagamaan. Ramadhan 1441/2020 ini, dengan berbagai kesemarakan dan syiarnya harus teredam. Sebab, prinsip Islam mendahulukan keselamatan jiwa manusia menjadi skala prioritas. Karenanya, setiap kondisi yang berpotensi membahayakan keselamatan jiwa manusia harus dihindari, bahkan syiar Ramadhan yang dapat melibatkan kerumunan massa sekalipun. Sebenarnya berpuasa di rumah memberi banyak waktu dalam membaca Al-Qur’an, zikir, 17 Salah satu doa yang sangat dianjurkan di masa pandemi Covid-19ini adalah :

(18)

belajar, bekerja dari rumah, shalat sunnat, berbagi takjil, bersedekah kepada orang yang membutuhkan, terutama yang terdampak Covid-19ini. Selain itu, dalam pandemi Covid-19ini, kegiatan buka puasa bersama dibatasi berkumpulnya terlalu banyak orang dalam kegiatan tersebut. Pelarangan bukan pada berbuka puasa bersama, melainkan pada konteks berkumpulnya banyak orang. Hal ini untuk menyelamatkan umat dari penularan virus Covid-19. Prinsip Islam adalah mencegah penyakit lebih utama daripada pengobatannya. Pada situasi pandemi Covid-19ini, kegiatan shalat tarawih berjamaah di Masjid juga ditiadakan. Umat Islam hanya dianjurkan untuk shalat tarawih di rumah masing-masing atau berjamaah dengan anggota keluarga. Dalam masa pandemi Covid-19 ini, Masjid juga ditutup untuk i’tikaf, untuk menghindari kerumunan massa yang berpotensi terjadinya penularan Covid-19. Artinya, tidak mungkin beri’tikaf di tempat selain masjid, karena kehilangan salah satu rukunnya. Hal yang tak luput mendapatkan perhatian di masa pandemi Covid-19

ini, adalah zakat dari para muzakki akan sangat membantu mereka yang terdampak secara ekonomi. Di sinilah kesempatan emas bagi yang berkecukupan untuk membayar zakat harta, memperbanyak infaq dan sedekah sebagai bukti kasih sayang antar sesama hamba Allah.

4. Ibadah Shalat Idul Fitri di masa Pandemi Covid-19. Masuknya tanggal 1 Syawal menandakan berakhirnya dari perjalanan spiritual Ramadhan. Hari ini disebut sebagai hari raya idul fitri, dan kaum muslimin dan muslimat disyariatkan shalat sunnah Idul Fitri. Dalam kondisi pandemi Covid-19 ini, sesuai fatwa MUI menganjurkan bahwa shalat dan khutbah Idul Fitri tidak dilaksanakan di lapangan atau di masjid. Ini untuk menghindari penularan Covid-19. Dalam kondisi seperti ini, shalat ‘Ied dapat dilakukan di rumah, baik secara sendiri-sendiri maupu berjamaah bersama dengan anggota keluarga.

(19)

PENUTUP

Corona Virus Disease-19 yang lebih dikenal sebutan Covid-19 sebagai wabah pendemi, kurang lebih bentuk bulat telur. Diindikasikan dengan nama Coronavirus karena duri yang ada dipermukaannya yang menyerupai mahkota. Covid-19ini tergolong penyakit menular disebabkan oleh coronavirus yang ditemukan pada tahun 2019 di kota besar Wuhan di Cina, ibu kota provinsi Hubei.

Kehadiran Fatwa MUI ini tentang corona virus berdasarkan atas pertimbangan dari ayat-ayat Al-Qur’an, hadits-hadits Rasulullah SAW, Qaidah-qaidah Fiqhiyah, dan pendapat para pakar atau alim ulama. Fatwa ini memuat tentang panduan penyelenggaraan ibadah di masa terjadi wabah Covid-19. Ibadah-ibadah yang dimaksud adalah shalat jumat di masa pandemi Covid-19, shalat berjamaah di masa pandemi Covid-19, ibadah puasa Ramadhan di masa pandemi Covid-19, dan ibadah idul fitri di masa pandemi Covid-19.

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Termahnya, Cetakan Kementerian Agama RI Del Medico, Bruno, (2020), Coronavirus Covid-19, www.qbook.it Faizin, Ahmad dan Efendi, David, (2020),

Membaca Korona Esai-esai tentang Manusia, Wabah, dan Dunia, Gresik : Caremedia Communication

Masrur, dkk, (2020), Pandemik Covid-19 Persoalan dan Refleksi di Indonesia,

Medan : Yayasan Kita Menulis

Saenong, Faried F, (2020), Fikih Pandemi Beribadah di Masa Wabah, Jakarta : Nuo Publishing

Majlis Ulama Indonesia, Fatwa No. 14 Tahun 2020, Tentang Penyelenggaraan Ibadah di Masa Terjadi Wabah Covid-19

Https://nasional.kompas.com/read/2020/05/31/16302061/update-sebaran-700-kasus-baru-covid-19-pada-31-mei https://www.alodokter.com/beragam-istilah-terkait-virus-corona-dan-covid-19 https://www.liputan6.com/global/read/4200134/alasan-who-tetapkan-virus-corona-covid-19-sebagai-pandemi

Referensi

Dokumen terkait

pendidikan di indonesia selama masa pandemi covid-19 dilakukan secara daring atau dari rumah (School From Home). Namun karena sekarang masa pandemi covid mulai

Namun, selama masa pandemi Covid-19 permintaan terhadap benih maupun ikan nila konsumsi mengalami penurunan.Pandemi Covid-19 sangat berpengaruh pada pendapatan pelaku

Adanya pemberian sosialisasi/penyuluhan mengenai pandemi COVID-19 kepada masyarakat, agar masyarakat mengetahui apa sebenarnya pandemi COVID-19 mulai dari penyebarannya,

Permasalahan dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini, antara lain: (1) Pada masa pandemi Covid-19 ini masih terjadi penambahan yang signifikan kasus Covid-19;

Masa pandemi Covid-19 ini akan sangat memengaruhi pelayanan kesehatan TB, menimbulkan banyak tantangan dalam diagnostik Covid-19 maupun diagnostik TB yang tumpang

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa strategi pengelolaan Wisata Pantai Lovina di masa Covid-19 sudah baik, karena di masa Covid-19

Selama pandemi Covid-19 MUI telah mengeluarkan beberapa fatwa, 6 diantaranya berkaitan dengan mekanisme penerapan hukum dalam melaksanakan ibadah, mulai dari salat

Secara fisik, resistensi pesantren dalam mengelola santri di masa pandemi Covid-19 dapat dilakukan dengan membentuk gugus Covid-19, menyediakan fasilitas protokol kesehatan,