• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKSONA. Vol. 1 No. 3 September Desember 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AKSONA. Vol. 1 No. 3 September Desember 2016"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

AKSONA

Vol. 1 No. 3 September – Desember 2016

Pemanfaatan Kadar Granulosit Sebagai Prediktor Risiko Infeksi

dan Keluaran Fungsional pada Penderita Stroke Akut

Fadil*, Wardah Rahmatul Islamiyah**

* Peserta PPDS Departemen Neurologi FK Universitas Airlangga - RSUD Dr. Soetomo Surabaya **Staf pengajar Departemen Neurologi FK Universitas Airlangga/RSUD Dr. Soetomo Surabaya

ABSTRAK

Latar belakang: Pada penderita stroke akut, granulosit berperan dalam proses terjadinya Stroke associated infection (SAI). Kejadian SAI akan menyebabkan buruknya keluaran klinis fungsional penderita stroke. Tujuan: Mengetahui peran jumlah granulosit pada stroke akut dalam memperkirakan risiko SAI dan keluaran klinis fungsional penderita stroke akut. Metode: jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan rancangan penelitian cross sectional study. Metode pengambilan sampel dengan cara consecutive sampling pada pasien stroke akut yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Subyek penelitian yang datang ke IRD RSUD dr. Soetomo Surabaya akan diambil darahnya untuk dilakukan pemeriksaan jumlah granulosit. Kemudian subyek dinilai ada tidaknya tanda dan gejala SAI serta dinilai keluaran klinis fungsional penderita dan pada hari ke 3 dan ke 7 perawatan di ruangan saraf dengan menggunakan sistem skoring Glasgow outcome scale (GOS). Hasil: Didapatkan angka kejadian SAI pada penelitian ini sebesar 15.4%, dimana tidak didapatkan perbedaan signifikan kadar granulosit antara kelompok SAI dan tidak (p=0.938) serta tidak ada korelasi antara kadar granulosit dengan SAI (p = 0.102). Terdapat korelasi negatif kuat antara kadar granulosit saat MRS dengan keluaran fungsional stroke (GOS) pada hari ke-7 (r = -0.629, p = 0.01). Kesimpulan: Tidak ada korelasi antara kadar granulosit dengan SAI, namun terdapat korelasi negatif kuat antara kadar granulosit saat MRS dengan keluaran fungsional stroke (GOS). Pada penelitian ditemukan beberapa prediktor keluaran fungsional stroke yaitu kadar granulosit saat MRS dan skor NIHSS saat MRS.

PENDAHULUAN

Angka kejadian stroke-associated infection (SAI) adalah 21–65%. Angka ini tetap tinggi meskipun telah dilakukan berbagai upaya pencegahan seperti mengurangi tindakan invasif ataupun penggunaan antibiotika profilaksis. Hal ini terjadi karena SAI lebih dikarenakan adanya kondisi

imunodepresi paska stroke (Chammoro et al,2006).

Perkembangan ilmu pengetahuan menunjukkan bahwa sistem saraf pusat dan sistem imun merupakan dua supersistem penting yang memiliki hubungan sangat erat. Interaksi fungsional ini dapat dilihat dari terjadinya berbagai macam manifestasi imunologis paska cedera sistem saraf pusat, begitu pula sebaliknya. Benang merah yang mampu menghubungkan kedua supersistem ini adalah aksis hipotalamus-pituitari-adrenal (HPA). Kondisi ini juga dapat ditemui pada kasus stroke akut (Chammoro et al, 2007). Serangkaian otopsi pada penderita stroke yang mengalami kematian dalam minggu pertama menunjukkan bahwa

penyebab kematian tertinggi adalah kerusakan otak berupa edema serebri yang disertai herniasi transtentorial. Sedangkan penyebab kematian kedua adalah komplikasi paska stroke

akut seperti infeksi (Chammoro et al,2007). Pada berbagai

tipe stroke, 16–61% penderita akan mengalami peningkatan suhu tubuh, 21–65% di antaranya didiagnosa mengalami infeksi, dan 10–22% penderita mengalami pneumonia. Risiko tertinggi terjadinya infeksi terutama pada dua hari pertama paska serangan stroke (Meisel et al,2004).

SAI akan meningkatkan mortalitas dan memperburuk keluaran klinis penderita stroke. Prognosis stroke tergantung pada insidens komplikasi yang terjadi selama perjalanan penyakit. Pneumonia bakterial merupakan komplikasi tersering pada penderita stroke. Stroke ringan tanpa gejala sekalipun bisa menyebabkan komplikasi pneumoni ini. Penurunan refleks bulbar, penurunan kesadaran, posisi tirah baring dan aspirasi merupakan beberapa faktor yang berperan terhadap kejadian aspirasi pneumoni. Akan tetapi aspirasi saja masih belum dapat menerangkan tingginya insiden

(2)

56 Jurnal Aksona, Vol. 1. No. 3 September–Desember 2016: 55-60

pneumoni bakterial pada fase aku–t stroke. Hal terpenting yang dapat menjelaskan kejadian ini adalah peran stroke akut terhadap supresi sistem imun, yang akan menyebabkan infeksi bakterial spontan (Prass et al,2006).

Seperti telah diketahui bersama, respons aksis HPA pada kondisi stroke akut adalah peningkatan sekresi kortisol. Peningkatan komponen ini merupakan petanda adanya respons inflamasi akut dalam tubuh. Ketika terjadi stroke, mekanisme inflamasi yang terjadi memicu datangnya leukosit ke tempat inflamasi, sehingga terjadilah leukositosis. Kuantitas leukositosis yang terjadi sama dengan respons pada sistem imun (Girod dan Brotman, 2004), yaitu menyebabkan peningkatan jumlah neutrofil dan penurunan jumlah limfosit dan monosit (Coller,2005). Granulosit merupakan subtipe leukosit yang paling awal mengalami peningkatan ekspresi gen ketika terjadi stroke akut (Bhatti dan Shaikh, 2007; Buck,2008). Stress akan meningkatkan apoptosis sel limfosit

T dan Th, tetapi tidak mempengaruhi sel limfosit B (Urra et

al,2008). Beberapa proses imun tersebut yang menyebabkan

seorang penderita stroke akut mengalami penurunan sistem imun dan rentan mengalami infeksi spontan. Hal ini tentu saja akan memperburuk keluaran klinis fungsional dan meningkatkan risiko kematian penderita stroke pada fase akut. Adanya metode untuk deteksi dini risiko infeksi pada fase akut stroke, tentu saja akan sangat bermanfaat dan memberikan kontribusi penting dalam memprediksi keluaran fungsional klinis penderita dan menjadi dasar berbagai upaya pencegahan infeksi paska stroke akut. Metode ini diharapkan merupakan suatu metode yang mudah dan murah untuk dikerjakan, namun memiliki efektivitas yang tinggi dalam mendeteksi kemungkinan risiko infeksi pada penderita stroke akut. Hingga saat ini belum diketahui peran jumlah granulosit dalam memprediksi risiko SAI dan keluaran fungsional stroke akut. Oleh karena itu, peneliti mencoba membuktikan peran granulositosis dalam mendeteksi kemungkinan terjadinya risiko infeksi pada penderita stroke akut, sehingga dapat memperkirakan keluaran klinis fungsional penderita stroke pada minggu pertama.

TUJUAN

Mengetahui peran kadar granulosit pada stroke akut dalam memperkirakan risiko SAI dan keluaran klinis fungsional penderita stroke akut.

METODE PENELITIAN Jenis / rancangan penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan bersifat observasional analitik . Subyek penelitian adalah semua pasien stroke akut yang berkunjung di IRD dan dirawat di ruang saraf RSUD Dr. Soetomo Surabaya, serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Penelitian ini dimaksudkan untuk mencari hubungan antara jumlah granulosit dengan risiko SAI dan keluaran fungsional pasien stroke akut.

Rancangan yang dipakai adalah cross sectional study.

Rancangan ini dipilih karena dianggap sesuai dengan masalah yang diteliti serta tujuan yang hendak dicapai.

Populasi, besar sampel, teknik pengambilan sampel

Populasi Target

Populasi dalam penelitian ini adalah semua orang penderita stroke akut

Populasi Terjangkau

Penderita stroke akut yang berkunjung ke IRD dan dirawat di ruang saraf RSUD Dr. Soetomo pada periode Desember 2010–Agustus 2011.

Sampel Penelitian

Penderita stroke akut yang berkunjung ke IRD dan dirawat di ruang saraf RSUD Dr. Soetomo dan memenuhi kriteria inklusi–eksklusi selama periode Desember 2010–Agustus 2011.

Kriteria inklusi dan eksklusi

Kriteria Inklusi

1. Penderita stroke akut

2. NIHSS saat masuk rumah sakit 0–15 3. Onset kurang dari 24 jam

4. GCS lebih dari 11

5. Hasil CT scan menunjukkan lesi vaskuler berupa trombotik atau perdarahan

6. Usia antara 30–65 tahun. 7. Jenis kelamin pria

8. Tidak mengalami infeksi sebelum serangan (luka,panas)

9. Tidak mengalami penyakit jantung iskemik akut

10. Tidak terdapat gangguan metabolik (elektrolit, fungsi liver, fungsi ginjal, dan asam basa) 11. Tidak ada riwayat menggunakan antibiotika

dalam kurun waktu maksimal 3 minggu sebelum serangan stroke

Kriteria Eksklusi

1. Tidak bersedia ikut dalam penelitian 2. Mengundurkan diri

3. Meninggal selama periode penelitian • Teknik pengambilan sampel

Metode pengambilan sampel penelitian dilakukan

menurut kasus yang datang berturut – turut (sampling

from consecutive admission) sampai tercapai jumlah sampel yang telah ditetapkan.

Lokasi penelitian

Pengambilan sampel penelitian dilakukan di IRD dan ruang saraf RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

Rancangan analisis data

• Data yang diperoleh dari lembar pengumpulan data kemudian diperiksa

• Perbedaan kadar granulosit antara kelompok SAI dan tidak dianalisis dengan t-test.

(3)

57 Fadil dan Wardah Rahmatul Islamiyah: Pemanfaatan Kadar Granulosit

dengan analisis pearson. Kemudian dilakukan analisis

multivariate untuk beberapa faktor yang diduga berperan sebagai prediktor GOS dengan menggunakan regresi linear ANOVA

• Untuk korelasi gula darah dan NIHSS saat MRS dengan

GOS dianalisis dengan spearman

HASIL

Penelitian dilakukan selama ± 10 bulan dan diperoleh besar sampel penelitian 26 sampel

Karakteristik Subyek Penelitian

Pada penelitian ini dilakukan uji normalitas sebaran data dasar dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk, ditemukan data dengan distribusi yang normal pada variabel usia, tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, leukosit saat MRS, granulosit saat MRS(p >0.05) tampak pada tabel 1. Dari 26

subyek penelitian, ditemukan 4 orang (15.4%) mengalami

SAI selama perawatan tujuh hari di ruangan rawat inap Dep/ SMF Neurologi RSUD dr. Soetomo.

Karakteristik Subyek yang Mengalami SAI dan Tidak Mengalami SAI

Untuk mengetahui karakteristik subyek yang mengalami SAI dan tidak, maka dilakukan perbandingan beberapa karakteristik, dengan hasil yang tampak pada tabel 2. Dari tabel 2 tampak bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada beberapa variabel dasar. Karena memang pada penelitian ini diupayakan semua subyek dalam kondisi yang hampir sama, dengan harapan memperkecil pengaruh faktor lain yang akan mempengaruhi memburuknya outcome dan kejadian SAI.

Pada studi ini memang tidak dijumpai perbedaan signifikan rerata jumlah granulosit antara kelompok SAI dan tidak (p = 0.938), akan tetapi bila diamati, tampak bahwa dari 4 subyek yang mengalami SAI, memiliki rerata

jumlah granulosit saat MRS 75.175 ± 11.793 gr%. Angka

ini menunjukkan angka di atas normal, mengingat jumlah granulosit normal adalah 65–75 gr%. Sedangkan rerata jumlah granulosit saat MRS pada kelompok yang tidak

Skema alur penelitian

4 10.Tidak terdapat gangguan metabolik (elektrolit, fungsi liver, fungsi ginjal,

dan asam basa)

11.Tidak ada riwayat menggunakan antibiotika dalam kurun waktu maksimal 3 minggu sebelum serangan stroke

Kriteria Eksklusi

1. Tidak bersedia ikut dalam penelitian 2. Mengundurkan diri

3. Meninggal selama periode penelitian

Teknik pengambilan sampel

Metode pengambilan sampel penelitian dilakukan menurut kasus yang datang berturut – turut (sampling from consecutive admission) sampai tercapai jumlah sampel yang telah ditetapkan.

Lokasi penelitian

Pengambilan sampel penelitian dilakukan di IRD dan ruang saraf RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

Rancangan analisis data

Data yang diperoleh dari lembar pengumpulan data kemudian diperiksa Perbedaan kadar granulosit antara kelompok SAI dan tidak dianalisis dengan t-test. Korelasi antara kadar granulosit dan GOS dinilai dengan analisis pearson. Kemudian dilakukan analisis multivariate untuk beberapa faktor yang diduga berperan sebagai prediktor GOS dengan menggunakan regresi linear ANOVA Untuk korelasi gula darah dan NIHSS saat MRS dengan GOS dianalisis dengan spearman

Skema alur penelitian

Penderita stroke akut yang datang ke IRD RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Sampel penelitian

Pemeriksaan granulosit

Analisa statistik

Inklusi Eksklusi

Pemeriksaan GOS pada hari ke 7 perawatan Pemeriksaan adanya tanda

dan gejala SAI pada hari ke 3 dan 7 perawatan

mengalami SAI selama masa perawatan masih dalam batas normal. Sehingga tetap perlu diwaspadai risiko SAI pada pasien yang memiliki jumlah granulosit saat MRS lebih dari 75 gr%.

Untuk mengetahui risiko kejadian SAI terkait kadar granulosit, maka dilakukan pengelompokan kadar granulosit menjadi kelompok normal (<75 gr%) dan kelompok kadar granulosit tinggi (>75 gr%) (lihat tabel 9.3). Kemudian dilakukan analisis regesi logistik dengan hasil tidak didapatkan korelasi yang bermakna antara kadar granulosit

dengan SAI (p = 0.102) tampak pada tabel 3.

Untuk mengetahui peran SAI terhadap GOS, maka dilakukan pengelompokan GOS. Untuk nilai GOS ≤ 3 dimasukkan dalam kelompok buruk, nilai GOS ≥ 4 baik. Kemudian dilakukan analisis korelasi kelompok SAI dengan

GOS (tabel 4). Dari pemeriksaan crosstab tidak didapatkan

korelasi antara SAI dengan GOS (p = 0.07). Hal ini sesuai

dengan hasil tabel 3 yang menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan GOS hari ke-7 antara kelompok SAI dan tidak (p = 0.082).

Selanjutnya dilakukan analisis multivariate untuk mengetahui kekuatan prediktor dari granulosit terhadap GOS dengan mengikutsertakan faktor – faktor karakteristik subyek penelitian lainnya dengan menggunakan analisis regresi linier (tabel 5). Pada penelitian ini ditemukan ada tiga variabel yang memiliki nilai korelasi yang signifikan yaitu kadar leukosit saat MRS, granulosit saat MRS dan NIHSS saat MRS (p < 0.05).

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini didapatkan angka kejadian infeksi paska stroke adalah 15,4%. angka ini hampir sama dengan beberapa studi lain yang menyebutkan angka kejadian infeksi paska stroke dini adalah 16% (Hamidon, 2003). Ionita dkk menyebutkan prevalensi SAI adalah 11.2–22% (Ionita, 2011). Sedangkan studi lain menyebutkan sekitar 26% penderita stroke akut akan mengalami SAI dalam tujuh hari pertama onset stroke (Vargas et al,2006). Studi lain yang lebih spesifik menyebutkan bahwa angka kejadian infeksi saluran nafas paska stroke adalah 1 – 33% sedangkan angka kejadian infeksi saluran kemih 2 – 27% Variasi rentang angka kejadian ini disebabkan oleh perbedaan seting studi. Kejadian SAI akan lebih sering dijumpai pada pasien yang menjalani perawatan di ruang perawatan intensif. (Emsley, 2008).

Faktor risiko terjadinya SAI adalah sebagai berikut : kondisi pasien yang buruk saat masuk rumah sakit, infark sirkulasi anterior total, Barthel Index kurang dari 5, Glasgow Coma Scale kurang dari 9, infark di teritori arteri cerebri media, usia tua, atrial fibrilasi, jenis kelamin

wanita, penggunaan NGT, riwayat congestive heart failure,

penggunaan ventilator, infark ganglia basalis non lakunar, disfagia, NIHSS lebih dari 10, abnormalitas foto thoraks saat masuk rumah sakit dan riwayat DM (Emsley 2008). Beberapa faktor risiko tersebut sudah dicoba untuk dikontrol oleh peneliti melalui beberapa komponen kriteria inklusi

(4)

58 Jurnal Aksona, Vol. 1. No. 3 September–Desember 2016: 55-60

dan menggunakan seting rawat inap biasa (bukan perawatan intensif). Setelah dilakukan analisis multivariate diketahui bahwa kadar granulosit dan skor NIHSS saat masuk rumah sakit memiliki peran besar sebagai beberapa prediktor penting bagi keluaran fungsional stroke (GOS).

Banyak komponen darah pada pemeriksaan darah sederhana yang dapat digunakan sebagai prediktor SAI. Seperti halnya monosit. Monosit adalah mayor sel dari imunitas innate yang juga berperan pada imunitas adaptif. Monosit dapat mencapai susunan saraf pusat dalam 4 jam onset stroke dan mengalami infiltrasi maksimal hingga 7 hari paska stroke. Akan tetapi komponen ini tidak kami pilih karena pada suatu studi eksperimental diketahui bahwa monosit selain dapat memicu proses inflamasi paska stroke juga berperan dalam proses resoluasi inflamasi, sehingga monosit bisa berperan ganda sebagai proinflamasi maupun antiinflamasi, tergantung diferensiasi dan mekanisme yang diaktivasi. Diferensiasinya tidak dapat diprediksi rentang waktunya (Urra et al, 2009).

Bila dilihat dari hasil penelitian ini, ternyata tidak ada korelasi antara kadar granulosit dengan SAI. Akan tetapi didapatkan korelasi negatif kuat (r = -0.629) antara granulosit dengan GOS. Hal ini menunjukkan bahwa ternyata peran granulosit terhadap lebih utama melalui mekanisme kerusakan sawar darah otak dan bukan melalui mekanisme SAI. Pemilihan granulosit disebabkan oleh karena adanya komponen dalam granul sitoplasma granulosit berupa matriks metaloproteinase (MMP-9) yang akan merusak kolagen pembuluh darah dan sawar darah otak, yang berakibat edema serebri. Terjadinya edema serebri akan memperburuk keluaran klinis fungsional penderita stroke akut (Nakagawa et al,1998).

Granulosit mengandung sejumlah enzim proteolitik yang tersimpan dalam granul intrasel, di antaranya adalah serine protease, cathepsin G, elastase, gelatinase dan matrix metalloproteinase-9 (MMP-9). MMP 9 merupakan mediator patologis kuat pada saat fase akut stroke. Enzim ini akan menyebabkan proteolisis bahan neurovaskular seperti protein tight juction yang penting bagi integritas sawar darah otak dan merupakan komponen matrik ekstraseluler yang berhubungan dengan viabilitas pembuluh darah dan sel neuronal serebral. Protein spesifik sawar darad otak yang diserang oleh MMP-9 neutrofil adalah claudin-5. Peningkatan neutrofil pada fase akut stroke tentu saja akan menyebabkan gangguan permeabilitas sawar darah otak. Gangguan ini bersifat irreversibel (Horstmann,2003; McColl et al,2008; Rosenberg,2009).

Akumulasi peningkatan granulosit ini akan bertahan dalam jumlah yang tinggi selama 6–24 jam paska onset dan selanjutnya akan mengalami penurunan tapi masih dapat diukur hingga 5 minggu. perifer (Audebert et al,2004). Hal inilah yang menjadi dasar pemilihan subyek penelitian dengan onset kurang dari 24 jam, untuk mendapatkan akumulasi granulosit dalam darah.

Penelitian ini juga membuktikan dugaan adanya peran granulosit sebagai salah satu prediktor untuk keluaran fungsional stroke akut pada hari ke-7, didapatkan korelasi

negatif kuat antara kadar granulosit saat masuk rumah sakit dengan keluaran fungsional stroke (GOS) pada hari ke-7 yaitu r = -0.629 (p = 0.01).

Temuan ini diharapkan bisa dijadikan dasar dalam menentukan strategi terapi untuk mendapatkan keluaran fungsional yang baik, melalui temuan adanya granulositosis pada saat awal masuk rumah sakit (kurang dari 24 jam onset). Pemeriksaan granulosit merupakan pemeriksaan sederhana, murah, termasuk dalam pemeriksaan darah lengkap rutin pada semua penderita stroke akut. Sehingga diharapkan dengan pemanfaatan komponen sederhana ini dapat dilakukan strategi penatalaksanaan yang tepat untuk mencegah outcome yang buruk. Strategi yang diberikan bisa dengan pemberian obat yang menekan inflamasi maupun terapi untuk menghambat peran MMP-9 yang mempengaruhi keluaran fungsional. Peran granulosit terhadap MMP-9 yang menyebabkan proteolisis bahan neurovaskular seperti protein tight juction yang penting bagi integritas sawar darah otak dan merupakan komponen matrik ekstraseluler yang berhubungan dengan viabilitas pembuluh darah dan sel neuronal serebral. Protein spesifik sawar darad otak yang diserang oleh MMP-9 neutrofil adalah claudin-5. Peningkatan neutrofil pada fase akut stroke tentu saja akan menyebabkan gangguan permeabilitas sawar darah otak. Gangguan ini bersifat irreversibel. Adanya MMP-9 merupakan prognostik buruk pada stroke (Horstmann, 2003). MMP-9 dapat diinhibisi oleh enzim tissue inhibitors of metalloproteinase (TIMP)-1 (Rosenber, 2009). Oleh karena itu dicoba dikembangkan berbagai obat untuk mengaktifkan TIMP-1, di antaranya adalah penggunaan simvastatin yang dapat meningkatkan rasio MMP-9/TIMP serum pada pasien stroke iskemik akut (Kurzepa, 2006).

KESIMPULAN

• Angka kejadian SAI pada penelitian ini 15.4%. • Tidak didapatkan perbedaan signifikan kadar granulosit

antara kelompok SAI dan tidak (p=0.938) dan tidak

ada korelasi antara kadar granulosit dengan SAI (p =

0.102).

• Terdapat korelasi negatif kuat antara kadar granulosit saat MRS dengan keluaran fungsional stroke (GOS)

pada hari ke-7 (r = -0.629, p = 0.01)

• Pada penelitian ditemukan beberapa prediktor keluaran fungsional stroke yaitu kadar granulosit saat MRS dan skor NIHSS saat MRS.

SARAN

• Perlu dilakukan penelitian dengan seting perawatan intensif, karena pada kelompok tersebut lebih memiliki risiko tinggi untuk mengalami SAI.

• Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mencari prediktor outcome stroke selain kadar granulosit saat MRS dan skor NIHSS saat MRS.

(5)

• Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai peran beberapa strategi terapi untuk menekan fungsi granulosit, sebagai upaya mencegah keluaran fungsional stroke yang buruk.

DAFTAR PUSTAKA

Aminoff MJ, Greenberg DA, Simon RP, 2005. Clinical Neurology 6thed.

New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill, pp. 285–319 Audebert HJ et al, 2004. Systemic inflammatory respons depends on

initial stroke severity but is attenuated by succesfull thrombolysis. Stroke 25: 2128–2133.

Bhatti R, Shaikh D M, 2007. The Effect of Exercise on Blood Parameters. Pak J Physiol 3(2): 1–3

Boehr M, Frotscher M, 2005. Hypothalamus in Duus’s Topical Diagnosis in neurology. 4th completely revised edition : Thieme Stuttgart,pp 284–288

Buck B H et al, 2008. Early Neutrophilia Is Associated With Volume of Ischemic Tissue in Acute Stroke. Stroke 39: 355–360

Chamorro A et al, 2006. Interleukin 10, monocytes and increased risk of early infection in ischaemic stroke. J Neurol Neurosurg Psychiatry 77:1279–1281

Chamorro A, Urra X, Planas AM, 2007. Infection after Acute Ischemic Stroke A Manifestation of Brain-Induced Immunodepression, Stroke 38:1097–1103

Chrousos GP,1995.The hyphothalamic-pituitary-adrenal axis and immune-mediated inflammation. The New England Journal of Medicine 332(20):1352–1362

Coller B S, 2005. Leukocytosis and Ischemic Vascular Disease Morbidity and Mortality : Is It Time to Intervene ? Arterioscler Thromb Vasc Biol 25: 658–670

Dimopoulou I et al, 2005. Endocrine Alteration in Critically Ill Patients with Stroke During the Early Recovery Period. Neurocritical Care 03: 224–229

Dirnagl U et al, 2007. Stroke-induced immunodepression : Experimental evidence and clinical relevance. Stroke 38:770–773

Emsley HCA, Hopkins SJ, 2008. Acute Ischaemic Stroke and Infection : recent and emerging concepts. Lancet (7):341–353

Girod J P, Brotman D J, 2004. Does altered glucocorticoid homeostasis increase cardiovascular risk ? Cardiovascular Research 64: 217– 226

Hamidon EE et al, 2003. The Predictors of Early Infection After An Acute Ischemic Stroke. Singapore Med J 44(7): 344–346

Hilker R et al,2003. Nosocomial pneumonia after acute stroke implication for neurological intensive care medicine. Stroke 34:975–981 Horstmann S et al, 2003. Profiles of Matrix Metalloproteinases, Their

Inhibitors, and Laminin in Stroke Patients Influences of Different Therapies. Stroke 34:2165–2172

Ionita CC et al, 2011. Acute Ischemic Stroke and Infections, Journal of Stroke and Cerebrovascular Disease 20(1):1–9

Jennett B, 2005. Development of Glasgow coma and outcome scales. Nepal Journal of Neuroscience 2: 24–28

Kurzepa J et al, 2006. Simvastatin could prevent increase of the serum MMP 9/TIMP ratio in acute ischemic stroke. Folia Biologica (Praha) 52:181–183

Li F, Omae T, Fisher M, 1999. Spontaneous Hyperthermia and its Mechanism in the Intraluminal Suture Middle Cerebral Artery Occlusion Model of Rats. Stroke 30: 2464–2471

Licinio J, Frost P, 2000. The neuroimmune-endocrine axis: pathophysiological implication for the central nervous system cytokines and hypothalamus-pituitary-adrenal hormone dynamics. Brazilian Journal of Medical and Biological Research 33: 1141– 1148

McColl BW, Rothwell NJ, Allan SM, 2008. Systemic inflammation alters the kinetics of cerebrovascular tight junction disruption after experimental stroke in mice. The Journal of Neuroscience 28(38):9451–9462

Meisel C et al, 2004. Preventive antibacterial treatment improves the general medical and neurological outcome in a mouse model of stroke. Stroke 35:2–6

Nakagawa M et al, 1998. Glucocorticoid-induced granulocytosis : Contribution of marrow release and demargination of intravascular granulocytes. Circulation 98:2307–2313

Nakagawa T et al, 1997. High incidence of pneumonia in elderly patients with basal ganglia infarction. Arch Intern Med 157:321–324 Offner H et al,2006. Splenic atrophy in experimental stroke is accompanied

by increased regulatory T cells and circulating macrophages. J Immunol 176:6523–6531

Olsson T et al, 1992. Abnormalitas at Different Levels of the Hypothalamic-Pituitary-Adrenocortical Axis Early After Stroke. Stroke 23: 1573–1576

Prass K et al,2006. Stroke propagates bacterial aspiration to pneumonia in a model of cerebral ischemia. Stroke 37:2607–2612

Rosenberg, 2009. Matrix Metalloproteinases and their multiple roles in neurodegenartive disease. Lancet 8:205–217

Turnbull A V, Rivier C L, 1999. Regulation of the Hypothalamic-Pituitary-Adrenal Axis by Cytokines: Actions and Mechanisms of Action. Physiological Reviews 79(1):1–71

Urra X et al, 2008. Harms and Benefits of Lymphocyte Subpopulations in Patients with Acute Stroke. Neuroscience xx(xxx): 1–10

Urra X et al,2009. Monocytes are major players in the prognosis and risk of infection after acute stroke. Stroke 40:1262–1268

Vargas M et al, 2006. Clinical consequences of infection in patients with acute stroke : Is it prime time for further antibiotic trial? Stroke 37:461–465

Whyte D G, Johnson A K, 2007. Lesions of the anteroventral third ventricle region exaggerate neuroendocrine and thermogenic but not behavioral responses to a novel environment. Am J Physiol Regul Integr Comp Physiol 292: R137–R142

LAMPIRAN

Tabel 1. Karakteristik Subyek Penelitian.

Variabel Rerata ± SB Kisaran

Umur (tahun) 53.42 ± 5.045 41–65

Tekanan darah sistolik(mmHg) 159.50 ± 24.789 110–200

Tekanan Darah Diastolik (mmHg) 97.92 ± 19.395 60–140

Gula Darah Acak (mg/dl) 135.42 ± 49.235 82–373

Leukosit saat MRS (/mL) 8.950 ± 2.97 3.5–17.4

Granulosit saat MRS (gr%) 71.015 ± 13.06 38.5–92.1

(6)

60 Jurnal Aksona, Vol. 1. No. 3 September–Desember 2016: 55-60

Tabel 2. Perbandingan karakteristik subyek penelitian SAI dan tidak.

Variabel SAI (+) SAI (-) p

Umur (tahun) 55 ± 3.162 53.03 ± 6.344 0.172 TD sistolik (mmHg) 167.50 ±22.174 158.57 ± 24.640 0.748 TD diastolik (mmHg) 102.50 ± 28.723 97.20 ± 16.380 0.289 GDA (mg/dL) 116.50 ± 18.664 145.27 ± 73.385 0.235 Leukosit saat MRS (/mL) 10.900 ± 3.486 9.060 ± 3.0705 0.962 Granulosit saat MRS (gr%) 75.175 ± 11.793 70.259 ± 13.395 0.938 NIHSS saat MRS 9.25 ± 3.862 7.27 ± 3.918 0.414

GOS hari ke-7 2.75 ± 2 4,05 ± 1 0.082

Hasil CT scan 2 pasien ICH 1 pasien iskemik1 pasien normal

Tabel 3. Hasil analisis bivariate kadar granulosit dengan risiko SAI.

SAI Tidak SAI

p OR CI 95%

n % n % Min Maks

Kelompok

granulosit TinggiN 13 30.06.2 157 93.870.0 0.102 6.42 0.563 73.351

Total 4 15.4 22 84.6%

Tabel 4. Hasil analisis bivariate SAI dengan GOS.

GOS Baik GOS Buruk

p OR CI 95%

n % n % Min Maks

SAI Ya 1 25.0 3 75.0 0.07 6.42 8.00 92.703

Tidak 16 72.7 6 27.3

Total 17 65.4 9 34.6

Tabel 5. Rekapan tabulasi silang korelasi karakteristik subyek penelitian dengan GOS.

No Variabel r P value Simpulan

1 2 3 4 5 6 7 Umur

Tekanan darah sistolik Tekanan darah diastolik Kadar leukosit saat MRS Kadar granulosit saat MRS Gula darah acak

NIHSS saat MRS -0.045 0.096 -0.007 -0.513 -0.629 0.769 -0.573 0.825 0.640 0.971 0.07 0.01 0.769 0.02 Tidak signifikan Tidak signifikan Tidak signifikan signifikan Signifikan Tidak signifikan Signifikan Jumlah 26 100.00

Gambar

Tabel 1.  Karakteristik Subyek Penelitian.
Tabel 5.  Rekapan tabulasi silang korelasi karakteristik subyek penelitian dengan GOS.

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 4 menunjukkan bahwa dari hasil uji statistik mann whitney mean rank pengetahuan pelaksanaan senam kaki pada pasien DM tipe 2 pada kelompok eksprimen

Terlepas Berdasarkan hasil dari penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan diperoleh beberapa kesimpulan bahwa ritual slametan kelahiran seperti memperingati umur

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah dan karunia yang tiada terhingga sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi dengan judul

Di Indonesia perkawinan di bawah tangan (kawin sirri ) diakui keberadaannya, sehingga di Indonesia ada dua pilihan hukum untuk melangsungkan perkawinan (pernikahan). Pertama

Tujuan penelitian ini untuk merancang, membuat, dan menguji kinerja Prototipe Mesin CNC Laser Cutting tipe Diode bersifat portable dengan harga yang lebih terjangkau

Pendekatan simbolik adalah sebuah kerangka yang dibuat untuk menyusun suatu teori yang melihat masyarakat sebagai suatu produk dari interaksi setiap hari dari individu.. •

Masalah pengendalian yang umumnya ditinjau dalam sistem pendulum terbalik adalah menentukan gaya u melalui sebuah pengendali (controller) sedemikian sehingga pendulum tetap

Tujuan dari proyek akhir ini adalah membuat suatu aplikasi yang dapat memonitor aplikasi yang sedang dijalankan mahasiswa sewaktu praktikum berlangsung serta mengetahui