• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Kadar Protein, Kadar Serat, dan Kadar Fenol Selama Fermentasi Tempe Lamtoro (Leucaena leucocephala)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perubahan Kadar Protein, Kadar Serat, dan Kadar Fenol Selama Fermentasi Tempe Lamtoro (Leucaena leucocephala)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

F.81 E-ISSN: 2615-7721

P-ISSN: 2620-8512

Vol 2, No. 1 (2018)

Seminar Nasional Dalam Rangka Dies Natalis UNS Ke 42 Tahun 2018

“Peran Keanekaragaman Hayati untuk Mendukung Indonesia sebagai Lumbung Pangan Dunia”

Perubahan Kadar Protein, Kadar Serat, dan Kadar Fenol Selama Fermentasi

Tempe Lamtoro (

Leucaena leucocephala)

Asri Nursiwi, Dwi Ishartani, Ardhea Mustika Sari, Khairun Nisyah

Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami Nomor 36A Kentingan Surakarta

Abstrak

Tempe lamtoro atau sering disebut juga sebagai tempe mlanding merupakan makanan fermentasi tradisional yang dibuat dari biji lamtoro (Leucaena leucocephala) oleh mikrobia utama Rhizopus. Seperti pada fermentasi tempe kedelai, pada fermentasi tempe lamtoro ini diduga juga terjadi perubahan kadar senyawa gizi seperti protein total, protein terlarut, dan serat kasar, serta kadar senyawa fungsional seperti total fenol yang disebabkan oleh aktivitas mikrobia dari ragi tempe. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan kadar protein total, kadar protein terlarut, kadar serat kasar, dan kadar total fenol selama fermentasi tempe lamtoro. Fermentasi biji lamtoro dilakukan selama 36 jam dengan menggunakan inokulum ragi komersial “Raprima”. Setiap 6 jam dilakukan analisis kadar protein total, kadar protein terlarut, kadar serat kasar, dan kadar total fenol. Hasil penelitian menujukkan bahwa kadar protein total, kadar protein terlarut, dan kadar total fenol mengalami kenaikan selama fermentasi 36 jam, yaitu masing-masing dari 26,48 % (db) menjadi 34,39 % (db), dari 3,92 % (db) menjadi 7,28 % (db), dan dari 2,11 % (db) menjadi 3,28 % (db). Sedangkan kadar serat kasar mengalami penurunan selama fermentasi 36 jam, yaitu dari 9,29 % (db) menjadi 7,81 % (db).

Kata kunci : Leucaena leucochephala, tempe lamtoro, fermentasi, protein, fenol

Pendahuluan

Lamtoro (Leucaena leucocephala) merupakan kelompok tanaman leguminosa. Biji lamtoro tua memiliki kadar protein yang tinggi, yaitu 30,81 % (db), kadar serat kasar 20,45 % (db), dan kadar abu 8,80% (Ekpenyong, 1984). Selain itu biji lamtoro juga merupakan sumber senyawa fitokimia seperti fenol, flavonoid, dan tannin. Fenol dan senyawa polifenol diketahui memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Kousalya dan Jayanthi,2016). Dibeberapa wilayah di Indonesia, seperti di Wonogiri, Pacitan, dan Gunungkidul biji lamtoro tua ini dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan tempe.

(2)

F.82 E-ISSN: 2615-7721

P-ISSN: 2620-8512

Vol 2, No. 1 (2018)

Tempe merupakan makanan fermentasi yang umumnya dibuat dari kedelai dengan inokulum ragi tempe dengan mikrobia utama kapang Rhizopus. Tempe lebih mudah dicerna daripada kedelai yang tidak difermentasi dan kualitas protein yang dimiliki tempe sangat bagus (Smith dkk, 1964). Melalui proses fermentasi ini terjadi perubahan-perubahan karakteristik dari kedelai, baik perubahan fisik dan sensoris serta nilai gizi yang diakibatkan oleh aktivitas mikrobia dari ragi tempe. Rhizopus oligosporus memegang peranan penting dalam proses fermentasi tempe (Nurdini dkk,2015).

Pada fermentasi tempe kedelai, tempe kacang tunggak, dan tempe kacang gude, semakin lama waktu fermentasi (30, 36, 42 jam) kadar protein total mengalami peningkatan (Dewi dkk, 2014). Anam dkk, 2010 melakukan penelitian menganai fermentasi tempe koro benguk. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa semakin lama waktu fermentasi akan meningkatkan kadar protein total pada tempe. Murtini dkk, 2011 melakukan fermentasi tempe sorgum coklat. Sorgum coklat memiliki kadar protein yang tinggi, akan tetapi daya cernanya rendah. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin lama fermentasi maka nilai daya cerna protein secara invitro juga meningkat.

Isoflavon merupakan senyawa fenol yang terdapat dalam tempe kedelai dan pada leguminosae yang lain serta memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Indriyani dkk., 2010). Dewi dkk, 2014 melakukan fermentasi tempe kedelai, tempe kacang gude dan tempe kacang tunggak. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa semakin lama waktu fermentasi kadar total fenol mengalami peningkatan.

Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan, telah dipelajari perubahan kadar senyawa gizi selama fermentasi tempe yang berasal dari berbagai kacang-kacangan, seperti kacang kedelai, kacang tunggak, kacang gude, dan kacang koro benguk, seperti terjadinya peningkatan kadar protein terlarut dan peningkatan kadar fenol. Akan tetapi penelitian mengenai perubahan kadar protein, kadar protein terlarut, kadar serat dan kadar fenol selama fermentasi tempe lamtoro belum pernah dipublikasikan. Padahal tempe lamtoro ini merupakan makanan fermentasi tradisional yang dikonsumsi sehari-hari oleh masyarakat dibeberapa wilayah tertentu, misalnya Wonogiri, Gunungkidul, dan Pacitan. Sehingga penelitian tentang perubahan kadar protein, kadar protein terlarut, kadar serat dan kadar fenol selama fermentasi tempe lamtoro perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan kadar protein total, kadar protein terlarut, kadar serat kasar, dan kadar total fenol pada fermentasi tempe lamtoro (Leucaena leucocephala).

(3)

F.83 E-ISSN: 2615-7721 P-ISSN: 2620-8512 Vol 2, No. 1 (2018) Metodologi

Biji lamtoro yang digunakan diperoleh dari pasar tradisional di daerah Wonogiri. Inokulum yang digunakan adalah ragi tempe komersial dengan merk Raprima. Tahapan pembuatan tempe lamtoro yaitu 4 kg biji lamtoro ditambahkan 500 g abu direbus selama 3 jam. Setelah persebusan selesai, biji lamtoro ditiriskan selama 18 jam. Setelah itu, biji lamtoro digilas untuk memisahkan kulit biji, lendir serta keping biji lamtoro. Setelah kulit dan keping biji lamtoro terpisah, dirambang didalam air untuk menghilangkan kulit biji, setelah didapat keping biji lamtoro, lalu dicuci hingga bersih.Selanjutnya, keping biji lamtoro direndam dalam air selama 15 jam. Kemudian, air perendaman dibuang, biji digilas, dan dicuci kembali hingga bersih. Keping biji direndam kembali selama 9 jam lalu direbus 2 jam, dan ditiriskan selama 4 jam. Ragi Raprima diinokulasi pada biji lamtoro, dikemas pada kertas minyak dan diinkubasi pada suhu 270 C-290C selama 36 jam, setiap 6 jam dilakukan analisis kadar protein total, kadar protein terlarut, kadar serat kasar, dan kadar total fenol. Analisis kadar protein total (N total) dengan menggunakan metode Kjeldahl (Sudarmadji dkk., 1997), analisis kadar protein terlarut dengan menggunakan metode Lowry (Sudarmadji dkk., 1997), analisis kadar serat kasar menggunakan metode hidrolisis asam kuat dan basa kuat (Sudarmadji dkk., 1997), dan analisis kadar fenol dengan menggunakan metode Folin-Ciocalteu. Data hasil analisis diolah secara statistik menggunakan SPSS versi 16.

Hasil dan Pembahasan

Hasil analisis perubahan kadar protein, kadar protein total, kadar serat kasar, dan kadar fenol selama fermentasi 36 jam terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil Analisis Kadar Protein, Kadar Protein Terlarut, Kadar Serat, dan Kadar Fenol Biji Lamtoro Selama Fermentasi

Fermentasi jam ke-

Protein (%db) Protein Terlarut

(%db)

Serat Kasar (%db) Fenol (%db)

0 26,4820a ± 4,8934 3,918a ± 0,428 9,2872c ± 0,5780 2,1116a ± 0,3495 6 26,4995a ± 2,7489 4,732ab ± 0,218 10,6761d ±1,1216 2,2153ab ± 0,1687 12 29,8461a ±11,9818 4,731ab ± 0,114 8,6376bc ± 0,4696 2,3118ab ± 0,3017 18 26,4959a ± 2,9297 6,030bc ± 0,274 6,9392a ± 0,6285 2,1260a ± 0,2395 24 31,7214a ± 0,2649 5,802bc ± 1,100 7,3168ab ± 0,9260 2,1829ab ± 0,3026 30 34,4854b ± 1,8351 5,660abc ± 1,692 7,5026ab ± 1,6603 2,6247b ± 0,2304 36 34,3932b ± 0,3753 7,284c ± 2,078 7,8102ab ± 0,3500 3,2822c ± 0,1042

Keterangan: Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata pada α = 0,05. Sampel Tempe Lamtoro dengan berbagai waktu fermentasi

(4)

F.84 E-ISSN: 2615-7721

P-ISSN: 2620-8512

Vol 2, No. 1 (2018) Kadar Protein Total

Dari Tabel 1 terlihat bahwa kadar protein total biji lamtoro dari sebelum fermentasi hingga fermentasi jam ke 24 cenderung meningkat tetapi tidak berbeda secara nyata, yaitu dari 26,48 % (db) menjadi 31,72 % (db). Sedangkan pada fermentasi biji lamtoro pada jam 30 terjadi peningkatan kadar protein total secara nyata yaitu menjadi sebesar 34,48 % (db). Peningkatan kadar protein total ini diduga disebabkan karena adanya pertumbuhan biomassa sel mikrobia, terutama oleh jamur Rhizopus dari inokulum ragi tempe yang digunakan. Kenampakan secara fisik pertumbuhan miselium kapang mulai terlihat pada fermentasi jam ke 18, dan mulai bertambah pada jam ke-24. Pada fermentasi jam ke-30 miselium kapang tampak lebih tebal, dan pada jam ke-36, miselium semakin tebal dan kenampakan tempe lamtoro lebih kompak, serta flavor khas tempe sudah terbentuk. Sehingga pada jam ke-36 ini tempe lamtoro siap diolah untuk dikonsumsi.

Pada fermentasi tempe kedelai, tempe kacang tunggak, dan tempe kacang gude, semakin lama waktu fermentasi kadar protein total juga mengalami penigkatan, yaitu masing-masing menjadi 27,12%, 15,08%, dan 16,042% pada fermentasi 36 jam (Dewi dkk, 2014). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Murtini dkk.,2011 pada fermentasi tempe biji sorgum coklat juga menghasilkan trend yang sama, yaitu terjadi peningkatan kadar protein total selama fermentasi 72 jam, dari jam ke 0, jam 36, dan jam ke 72 yaitu masing masing sebesar 8,17 %, 9, 16 % , dan 10,27%. Pada fermentasi tempe gembus yang dilakukan oleh Damanik dkk. 2017 diperoleh hasil bahwa kadar protein mengalami kenaikan setelah fermentasi, yaitu dari 3,7% pada limbah tahu menjadi 6,7% pada tempe gembus yang dihasilkan. Perubahan kadar protein yang terjadi selama fermentasi disebabkan karena enzim yang dihasilkan oleh kapang. Secara umum kapang menghasilkan enzim alfa amilase, beta amilase, fosforilase, isoamilase, maltase, dan amilglukosidase (Damanik dkk. 2017)

Kadar Protein Terlarut

Dari Tabel 1 terlihat bahwa kadar protein terlarut cenderung mengalami kenaikan dengan semakin meningkatnya waktu fermentasi, yaitu dari 3,92 % (db) pada fermentasi jam ke-0 mejadi 7,29 % (db) pada fermentasi jam ke-36. Dengan semakin meningkatnya kadar protein terlarut menunjukkan bahwa jamur Rhizopus menghasilkan enzim protease sehingga dapat memecah protein menjadi komponen yang lebih sederhana yaitu asam amino. Semakin lama waktu fermentasi, hingga jam ke-36 kadar protein terlarut semakin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas Rhizopus dalam memecah protein semakin meningkat. Peningkatan aktivitas kapang Rhizopus ini juga didukung dengan semakin tebalnya miselium

(5)

F.85 E-ISSN: 2615-7721

P-ISSN: 2620-8512

Vol 2, No. 1 (2018)

kapang pada tempe lamtoro pada fermentasi jam ke-30 dan jam ke-36. Semakin lama fermentasi,hingga jam ke-72 jumlah kapang pada fermentasi tempe kedelai yang dibuat oleh dua produsen tempe yang berbeda meningkat hingga 6,7 log cfu/g dan 4,2 log cfu/g (Nurdini dkk.,2015)

Hasil penelitian fermentasi tempe kara benguk yang dilakukan oleh Anam dkk,2010 menunjukkan bahwa semakin lama waktu fermentasi, kadar protein terlarut juga meningkat, yaitu fermentasi pada jam ke-0 kadar protein terlarut sebesar 7,32 mg/g, pada jam ke-36 sebesar 19,51 mg/g, dan pada jam ke-48 sebesar 21,44 mg/g. Pada fermentasi tempe koro babi, dengan perlakuan pengecilan ukuran (cacah dan rajang) juga menghasilkan trend yang sama, semakin lama waktu fermentasi kadar protein terlarut meningkat, yaitu masing masing dari 2,794 % db pada jam ke-0 menjadi 5,45 % db pada jam ke 48 dan dari 2,794% db pada jam ke-0 mejadi 5,392 % db pada jam ke 48 (Fitriani dkk, 2016).

Kadar Serat Kasar

Selain sumber protein, biji lamtoro juga merupakan sumber serat. Menurut Ekpenyong, 1984 kadar serat pada biji lamtoro tua sebesar 20,45%. Dari Tabel 1 dapat dilihat perubahan kadar serat kasar pada fermentasi tempe lamtoro selama 36 jam. Kadar serat kasar semakin lama fermentasi cenderung mengalami penurunan, yaitu sebesar 9,28 % (db) pada fermentasi jam ke-0 menjadi 7,81 % (db) pada fermentasi jam ke-36. Menurut Sayudi dkk,2015, kadar serat kasar pada tempe lamtoro gung sebesar 1,93 % atau 5,01 % (db).

Haron dan Raob, 2014 menyebutkan bahwa serat merupakan komponen yang hilang pada proses pembuatan tempe. Dari nilai yang diperoleh terlihat bahwa kadar serat kasar dalam proses pembuatan tempe lamtoro mengalami penurunan yang sangat tinggi, yaitu dari sebesar 20,45% pada biji lamtoro tua (Ekpenyong, 1984) menjadi 7,81 % pada tempe lamtoro. Penurunan yang tinggi terjadi sebelum proses fermentasi, yaitu pada proses pencucian dan perendaman biji lamtoro karena ada sebagian serat yang bersifat larut dalam air. Sedangkan selama fermentasi dari jam ke-0 hingga jam ke-36, penurunan hanya sebesar 1,47%. Haron dan Raob, 2014 juga menyebutkan bahwa setelah fermentasi serat merupakan komponen yang kadarnya berkurang meskipun dalam jumlah kecil. Penurunan kadar serat kasar diduga karena adanya aktivitas dari mikrobia selama fermentasi tempe.

Kadar Fenol

Tanaman mampu menghasilkan senyawa fitokimia sebagai metabolit sekunder, salah satunya adalah seyawa fenolik yang memiliki aktivitas antioksidan. Di dalam polong

(6)

F.86 E-ISSN: 2615-7721

P-ISSN: 2620-8512

Vol 2, No. 1 (2018)

Leucaena leucocephala (Lam.) De Wit terdapat fenol sebesar 14,7 mg/g (Kousalya dan Jayanthi,2016).

Dari Tabel 1, kadar fenol pada biji lamtoro meningkat dengan semakin meningkatnya waktu fermentasi. Pada fermentasi jam ke-0 kadar fenol sebesar 2,11 % (db), kemudian meningkat secara signifikan pada fermentasi jam ke-30 dan jam ke-36, yaitu masing-masing menjadi sebesar 2,62 % (db) dan 3,28 % (db). Trend yang sama juga terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Dewi dkk, 2014. Semakin lama waktu fermentasi (30,36, dan 42 jam) tempe kedelai, tempe kacang tunggak, dan tempe kacang gude kadar total fenol semakin meningkat, yaitu masing-masing hingga mencapai 3,49 %, 1,58 %, dan 1,39 % pada fermentasi jam ke-42. Indriyani dkk, 2010 melakukan fermentasi kacang koro babi, trend yang sama juga dihasilkan yaitu semakin lama waktu fermentasi hingga jam ke-36 kadar total fenol meningkat, dari 0,014 mg/g pada jam ke-0 menjadi 0,202 mg/g pada jam ke-36 untuk sampel yang diberi perlakukan dicacah. Peningkatan kadar fenol ini disebabkan karena aktivitas mikrobia yang merombak senyawa dalam kacang koro babi dan dihasilkan senyawa fenol (Indriyani dkk, 2010). Pelepasan aglikon dari substrat biji-bijian yang dikatalisis oleh

enzim β-glukosidase kapang menyebabkan peningkatan senyawa fenol (Astawan dkk,2016).

Kesimpulan

Fermentasi biji lamtoro (Leucaena leucocephala) menjadi tempe oleh mikrobia utama

Rhizopus, menyebabkan perubahan nilai gizi dalam biji lamtoro. Kadar protein total, kadar protein terlarut, dan kadar total fenol mengalami kenaikan selama fermentasi 36 jam, yaitu masing-masing dari 26,48 % (db) menjadi 34,39 % (db), dari 3,92 % (db) menjadi 7,28 % (db), dan dari 2,11 % (db) menjadi 3,28 % (db). Sedangkan kadar serat kasar mengalami penurunan selama fermentasi 36 jam, yaitu dari 9,29 % (db) menjadi 7,81 % (db).

Ucapan Terimakasih

Penulis ucapkan terimakasih kepada Universitas Sebelas Maret atas pendanaan untuk penelitian ini melalui dana PNBP 2018 serta terimakasih kepada Novi Pahlawaningrum dan Fatmawati Batra atas bantuan selama penelitian.

Daftar Pustaka

Anam,C., Handayani,S., Rochah,L.N. 2010. Kajian kadar asam fitat dan kadar protein selama pembuatan tempe kara benguk (Mucua pruriens,L) dengan variasi pengecilan ukuran dan lama fermentasi. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. III, No. 1

(7)

F.87 E-ISSN: 2615-7721

P-ISSN: 2620-8512

Vol 2, No. 1 (2018)

Astawan,M., Wresdiyati,T., Ichsan,M. 2016. Karakteristik fisikokimia tepung tempe kecambah kedelai. J. Gizi Pangan, Maret 2016, 11(1):35-42

Damanik,.R.Z.S., Pratiwi,D.Y.W., Widyastuti,N., Rustanti,N., Anjani,G., Afifah,D.N. 2018. Nutritional Composition Changes During Tempeh Gembus Processing. IOP Conf. Series : Earth and Environmental Science 116 (2018) 012026

Dewi, I.W.R., Anam,C., Widowati,E. 2014 Karakteristik sensoris, nilai gizi dan aktivitas antioksidan tempe kacang gude (Cajanus cajan) dan tempe kacang tunggak (Vigna unguiculata) dengan berbagai variasi waktu fermentasi. Biofarmasi. Vol. 12, No. 2, pp. 73-82.

Ekpenyong, T.E. 1984. Nutrient and Amino Acid Composition of Leucaena leucocephala

(LAM.) de WIT. Animal Feed Science and Technology, 15:183-187

Fitriani,S.N., Handajani,S., Affandi,D.R. 2016. Kadar asam fitat dan prote in tempe kor babi (Vicia faba) dengan variasi pengecilan ukura danlama fermentasi.Bioteknologi 13(2): 54-62.

Haron,H., Raob,N.R. 2014. Changes in Macronutrient, Total Phenolic and Anti-Nutrient Contents during Preparation of Tempeh. J Nutr Food Sci 2014, 4:2

Indriyani,C.S., Handayani,S., Rachmawati,D. 2010. Pengaruh variasi pengecilan ukuran dan lama fermentasi terhadap kadar asam sianida dan senyawa fenolik pada tempe koro babi (Vicia faba). Biofarmasi Vol 8 No 1: 31-36

Kousalya,P., dan Jayanthi,V. 2016. Evaluation of Phytochemicals and Quantification of Phenol,and Tannins of Pods of Leucaena leucocephala (Lam.) De Wit. American-Eurasian J. Agric. & Environ. Sci., 16 (9): 1561-156

Murtini,E.S., Radite,A.G., Sutrisno,A. 2011. Karakteristik Kandungan kimia dan Daya Cerna Tempe Sorgum Coklat ( Sorghum bicolor) J.Teknol. dan Industri Pangan Vol XXII No 2.

Nurdini , A. L., Nuraida, L., Suwanto, A. Dan Suliantari. 2015. Microbial growth dynamics during tempe fermentation in two different home industries. International Food Research Journal 22(4): 1668-1674

Sayudi,S., Herawati,N., Ali,A. 2015. Potensi biji lamtoro gung dan biji kedelai sebagai bahan baku pembuatan tempe komplementasi. Jom Faperta Vol. 2 No. 1

Smith,A.K., Rackis,J.J., Hesseltine,C.W., Smith,M., Robbins,D.J., Booth,A.N. 1964. Tempeh : Nutritive value in relation to processing. Cereal Chemistry Vol 42 : 173-181

Sudarmadji,S., Haryono,B., Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan

Gambar

Tabel 1 Hasil Analisis Kadar Protein, Kadar Protein Terlarut, Kadar Serat, dan Kadar Fenol  Biji Lamtoro Selama Fermentasi

Referensi

Dokumen terkait

Hasil tempe untuk kadar protein tertinggi yaitu pada perlakuan penambahan tepung biji jagung dengan persentase 25% (B1P3) sebesar 3,14%, sedangkan kadar serat tertinggi yaitu

Dengan kemajuan teknologi dapat menghasilkan tempe berbahan dasar lamtoro dengan penambahan bahan isi dari jagung manis dan kedelai dengan waktu fermentasi yang

Hasil tempe untuk kadar protein tertinggi yaitu pada perlakuan penambahan tepung biji jagung dengan persentase 25% (B1P3) sebesar 3,14%, sedangkan kadar serat tertinggi yaitu

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh lama fermentasi terhadap kadar serat kasar dan aktivitas antioksidan tempe beberapa varietas kedelai (Glycine

Penelitian ini bertujuan untuk menguji kadar nutrisi biji, koji, dan moromi kecap lamtoro gung yang meliputi karbohidrat, protein, dan lemak serta mengetahui potensi lamtoro

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan jenis pembungkus pada tempe biji lamtoro berbeda nyata terhadap kadar lemak, karbohidrat dan serat kasar (p < 0,05)

Selain mempunyai kadar protein yang cukup tinggi, lamtoro gung juga memiliki kandungan fenol yang sangat berperan dalam aktivitas antioksidan. Penambahan angkak

Hal tersebut menunjukkan bahwa subtitusi tepung kedelai dengan fermentasi tepung daun lamtoro pada pakan untuk udang vaname tidak dapat meningkatkan nilai retensi