• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRODUKSI DAN KARAKTERISTIK FISIK SUSU SAPI PERAH DENGAN PEMANFAATAN BAHAN BAKU LOKAL BERUPA UMBI UBI JALAR (Ipomoea Batalas) SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PRODUKSI DAN KARAKTERISTIK FISIK SUSU SAPI PERAH DENGAN PEMANFAATAN BAHAN BAKU LOKAL BERUPA UMBI UBI JALAR (Ipomoea Batalas) SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKSI DAN KARAKTERISTIK FISIK SUSU SAPI PERAH DENGAN PEMANFAATAN BAHAN BAKU LOKAL

BERUPA UMBI UBI JALAR

(Ipomoea Batalas) SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF OLEH :

MUHAMMAD USAMAH AMRAN I 111 06 011

JURUSAN PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2013

(2)

PRODUKSI DAN KARAKTERISTIK FISIK SUSU SAPI PERAH DENGAN PEMANFAATAN BAHAN BAKU LOKAL BERUPA UMBI UBI

JALAR

(Ipomoea Batalas) DAN AMPAS TAHU SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF

SKRIPSI

Oleh:

MUHAMMAD USAMAH AMRAN I 111 06 011

PROGRAM STUDI PRODUKSI TERNAK JURUSAN PRODUKSI TERNAK

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2013

(3)

PRODUKSI DAN KARAKTERISTIK FISIK SUSU SAPI PERAH DENGAN PEMANFAATAN BAHAN BAKU LOKAL BERUPA UMBI UBI

JALAR

(Ipomoea Batalas) DAN AMPAS TAHU SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF

SKRIPSI

Oleh:

MUHAMMAD USAMAH AMRAN I 111 06 011

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin

PROGRAM STUDI PRODUKSI TERNAK JURUSAN PRODUKSI TERNAK

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2013

(4)

PERNYATAAN KEASLIAN

1. Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Muhammad Usamah Amran NIM : I 111 06 011

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa: a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli

b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi, terutama dalam Bab Hasil dan Pembahasan tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan atau dikenakan sanksi akademik yang berlaku.

2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat dipergunakan sepenuhnya.

Makassar, Mei 2013 TTD

(5)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Produksi dan Karakteristik Fisik Susu Sapi Perah Dengan Pemanfaatan Bahan Baku Lokal Berupa Ubi Jalar (Ipomoea Batalas) Ampas Tahu Sebagai Pakan Alternatif

Nama : Muhammad Usamah Amran

No. Pokok : I 111 06 011 Program Studi : Produksi Ternak Jurusan : Produksi Ternak Fakultas : Peternakan

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh:

Pembimbing Utama

Prof. Dr. Ir. Ambo Ako, M.Sc NIP. 19640503 199003 1 002

Pembimbing Anggota

Prof. Dr. Ir. Lellah Rahim, M.Sc NIP. 19630501 198803 1 004

Dekan Fakultas Peternakan

Prof. Dr. Ir. Syamsuddin Hasan, M.Sc. NIP. 19520923 197903 1 002

Ketua Jurusan Produksi Ternak

Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc. NIP. 19641231 198903 1 025

(6)

ABSTRAK

MUHAMMAD USAMAH AMRAN (I 111 06 011). Produksi dan Karakteristik Fisik Susu Sapi Perah Dengan Pemanfaatan Bahan Baku Lokal Berupa Ubi Jalar (Ipomoea Batalas) dan Ampas Tahu Sebagai Pakan Alternatif. Dibimbing oleh Ambo Ako sebagai Pembimbing Utama dan Lella Rahim sebagai pembimbing anggota.

Suatu penelitian telah dilakukan untuk melihat pengaruh terhadap Produksi dan Kualitas Fisik Susu Sapi Perah Fries Holstein. Penelitian ini menggunakan percobaan rancangan dasar rancangan acak lengkap (RAL), dengan 3 perlakuan dan 5 ulangan yaitu pada produksi susu dengan pemberian pakan yang berbeda, rumput gajah + dedak padi 8,31 liter/ekor/hari, rumput gajah + konsentrat 8,62 liter/ekor/hari dan rumput gajah + ubi jalar + ampas tahu 9,36 liter/ekor/hari tidak berpengaruh nyata (P>0,05). Kualitas fisik susu Berat Jenis (BJ) memiliki rata-rata pada perlakuan rumput gajah + dedak padi, rumput gajah + konsentrat dan rumput gajah + ubi jalar + ampas tahu, 1,027 ini menunjukkan berat jenis normal. Potensi Hidrogen (pH) memiliki rata-rata pada perlakuan rumput gajah + dedak padi, rumput gajah + konsentrat dan rumput gajah + ubi jalar + ampas tahu 6,50 tidak berpengaruh nyata (P>0,05). Pada uji sensoris menunjukkan bahwa 16 panelis menyatakan pemberian rumput gajah + konsentrat dibandingkan dan rumput gajah + ubi jalar + ampas tahu di bandingkan dengan rumput gajah + dedak padi (kontrol), memiliki kualitas, sensorik dari segi rasa guri. Sedangkan dari segi warna Pada uji sensoris menunjukkan bahwa 22 panelis menyatakan pemberian rumput gajah + konsentrat dibandingkan dan rumput gajah + ubi jalar + ampas tahu di bandingkan dengan rumput gajah + dedak padi (kontrol), memiliki kualitas, sensorik dari segi warna Putih Kekuningan warna kuning disebabkan karna adanya pigmen karoten yang larut di dalam lemak susus. Dari segi aroma pada uji sensoris menunjukkan bahwa 14 panelis menyatakan pemberian rumput gajah + konsentrat dibandingkan dan rumput gajah + ubi jalar + ampas tahu di bandingkan dengan rumput gajah + dedak padi (kontrol), memiliki kualitas, sensorik dari segi aroma khas. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan menggunakan ubi jalar dan ampas tahu dapat memaksimalkan produksi susu sapi perah, sehingga limbah pertanian berupa ubi jalar dan ampas tahu dapat dimanfaakan pada musim kemarau sebagai pengganti hijauan, berat jenis (BJ) dan pH pada susu tidak mengalami ada perbedaan atau perubahan dengan control, begitu pula pada kualitas fisik susu warna, bau dan rasa dilakukan uji sensoris menggunakan 30 panelis semi terlaih dan menghasilkan lebih banyak yang memilih perlakuan P3 (Rumput Gajah + Ubi jalar + ampas tahu)

(7)

KATA PENGANTAR

رلا نمحرلا الله مسب

يح

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas berkat dan rahmat serta karuniaNYa sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul “Produksi dan Karakteristik Fisik Susu Sapi Perah Dengan Pemanfaatan Bahan Baku Lokal Berupa Umbi Ubi Jalar (Ipomoea Batalas) Sebagai Pakan Alternatif” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan tugas akhir (skripsi) pada jurusan Produksi Ternak di Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Pada kesempatan ini penulis banyak mengucapkan terima kasih kepada :

1. Allah Subuhannawwata’ala atas segala perlindungan, rezki dan rahmatnya sehingga penulis dapat memijakkan kaki di Universitas Hasanuddin. Prof.Dr.Ir. H. Ambo Ako, M.Sc. selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingannya dalam penyusunan skripsi ini. 2. Prof. Dr. Ir. Lellah Rahim, M.Sc. Selaku pembimbing anggota yang telah

memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Penyusun juga tidak lupa mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibunda tercinta Andi Nur Aeni Ramli dan Ayahanda tersayang Andi Muhammad Amran Nur yang selama ini terus mendukung penulis dalam doa, materi dan curahan kasih sayangnya dan dukungannya serta doa, serta kepada keluarga besar saya penulis mengucapkan banyak terima kasih.

(8)

4. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Syamsuddin Garantjang. M.Sc selaku pembimbing akademik yang telah bersedia meluangkan waktunya kurang lebih 7 tahun memberikan nasehat, wejangan dan arahan dalam mengambil keputusan akademik.

5. Terima kasih kepada dosen penguji pada seminar proposal dan hasil yang telah memberikan kritik, saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini. Dan juga kepada para dosen, pegawai fakultas dan jurusan produksi ternak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, penulis mengucapkan terimah kasih.

6. Terima kasih kepada dosen Dr. Yusuf. Spt, atas motifasi dan doanya untuk penulis.

7. Terima kasih kepada Kakanda Mawardi. Spt, yang selama ini telah 8. Terima kasih kepada saudara-saudaraku, yang selama ini telah membantu,

memberikan motifasi dan doanya untuk penulis khususnya Keluarga Besar Korps Pencinta Alam (KORPALA) Universitas Hasanuddin. Keluarga Besar Senat Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.

9. Kepada rekan-rekan sepenelitian Erdayanti. Spt, Naftika Edelwais. Spt, Jerni Amalia, Lestari Komal Putrid. Spt dan Ibrahim Hading. Spt, terima kasih atas bantuan dan partisipasinya dalam mengumpulkan artikel/literatur yang mendukung penelitian penulis.

10. Terima kasih kepada saudara-saudaraku, yang selama ini telah membantu, memberikan motifasi dan doanya untuk penulis, Naftika Edeilweys. Spt,

(9)

Erdayanti. Spt, Lestari Kemala Putri. Spt, Ibrahim Hading. Spt Jernih Amalia Rahman, Hardianti. Spt. St. Khadija. Spt, dan teman-teman ”Colagen 06”, serta semua pihak yang telah membantu selama penyelesaian skripsi ini.

11. Terima kasih kepada Adinda Habibi yang selalu memberi semangat survive, motifasi dan doanya untuk penulis

12. Terima kasih juga kepada Bapak Nas yang telah membriak dan mengisinkan menempai rumah dan ternaknya untuk tempat penelitian selama 2 bulan.

Penulis menyadari penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan kedepan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih atas saran yang diberikan dan berharap makalah ini bermamfaat bagi kita semua.

Makassar, April 2013

(10)

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL ... HALAMAN JUDUL ... PERNYATAAN KEASLIAN ... HALAMAN PENGESAHAN ... ABSTRAK ... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... PENDAHULUAN ... TINJAUAN PUSTAKA ... Tinjauan Umum Sapi Peah ... Kontribusi Pakan dalam Usaha Peternakan ... Faktor Yang Mempengaruhi Produksi dan Kualitas Susu Sapi Perah ... Pakan ... METODEOLOGI PENELITIAN ... Waktu dan Tempa ... Materi penelitian ... Metode Penelitian ... Rencana Penelitian ... Prosedur Penelitian ... Parameter yang di Amati ... Pengukuran Produksi Susu ... Pengukuran Sensoris Susu Warna, Bau dan Rasa ... Pengukuran Potensial Hidrogen (pH) ... Pengukuran Berat Jenis (BJ) ...

Halaman i ii iii iv vi viii ix x xi xii 1 3 3 4 6 8 14 14 14 14 14 15 17 17 17 18 18

(11)

Analisis data ... HASIL DAN PEMBAHASAN ... Produksi Susu ... Berat Jenis (BJ) ... Potensi Hidrogen (pH) ... Kualitas sensoris Susu ... Rasa ... Warna ... Aroma... KESIMPULAN DAN SARAN ...

Kesimpulan ... Saran ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ... 19 20 20 22 23 24 24 25 27 29 29 29 30 34

(12)

DAFTAR TABEL

Tabal I Standar Baku Kandungan Konsentrat Ternak Sapi Perah ...

Tabel II Kandungan Gizi pada Ubi Jalar (Ipomoae Batalas) ...

Tabel III Kandungan Rumpur Gajah dan Dedak Padi ...

Tabel IV Kandungan Rumpur Gajah dan Konsentrat ...

Tabel V Kandungan Rumpur Gajah dan Umbi Ubi Jalar ...

Tabel VI Rata-rata Produksi Susu Sapi Perah Fries Holstein (liter/ekor/hari) Dengan Pemanfaatan Ubi jalar (Ipomoae batatas) sebagai

Alternatif Pakan ...

Tabel VII Rata-rata Berat Jenis (BJ) Susu Sapi Perah Fries Holstein dengan pemberian pakan yang berbeda ... Tabel VIII Rata-rata pH susu sapi perah Fries Holstein dengan

pemberia pakan yang berbeda ...

Halaman 11 13 15 16 17 20 22 23

(13)

DAFTAR GAMBAR

No.

Teks

1. Rata-rata analisis panelis terhdap rasa susu sapi perah Fries Holtein (FH) terhadap rumput gajah + dedak dengan rumput gajah + konsentrat dan rumput gajah + dedak dengan Ubi Jalar (Ipomea Batalas) ...

2. Rata-rata analisis panelis terhdap warna susu sapi perah Fries Holtein (FH) antara rumput gajah + dedak dengan rumput gajah + konsentrat dan rumput gajah + dedak dengan Ubi Jalar

(Ipomea Batalas) ...

3. Rata-rata analisis panelis terhdap aroma susu sapi perah Fries Holtein (FH) antara rumput gajah + dedak dengan rumput gajah + konsentrat dan rumput gajah + dedak dengan pakan komplit ...

Halaman

24

26

27

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No

Teks

1. Uji sensoris Warna, Aroma Dan Rasa Susu Sapi Dengan Pemberian Pakan Yang Berbeda

...

Halaman

34

(15)

PENDAHULUAN

Usaha peternakan sapi perah di Indonesia khususnya di Kabupaten Enrekang memiliki karakteristik yang berbeda dengan usaha sapi perah di Pulau Jawa. Rendahnya produktivitas disebabkan adopsi teknologi pakan yang rendah serta manajemen pemeliharaan yang tradisional (Yusdja, 2005). di Kabupaten Enrekang sampai saat ini masih mengalami banyak kendala. Kendala tersebut diakibatkan kualitas pakan yang kurang baik. Beberapa faktor yang menghambat penyediaan hijauan pakan, yakni terjadinya perubahan fungsi lahan yang sebelumnya sebagai sumber hijauan pakanmenjadi lahan pemukiman, lahan untuk tanaman pangan dan tanaman industri (Djajanegara, 1999).

Dilain pihak, menurut Kasryno dan Syafa’at (2000) bahwa sumberdaya alam untuk peternakan berupa padang penggembalaan di Indonesia mengalami penurunan sekitar 30%. Disamping itu secara umum di Indonesia ketersediaan hijauan pakan juga dipengaruhi oleh iklim, sehingga pada musim kemarau terjadi kekurangan hijauan pakan ternak dan sebaliknya di musim hujan jumlahnya melimpah. Untuk mengatasi kekurangan rumput ataupun hijauan pakan lainnya salah satunya adalah pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan. Dengan demikian untuk pengembangan ternak ruminansia di suatu daerah seharusnya dilakukan juga usaha untuk memanfaatkan limbah pertanian, mengingat sumber penyediaan rumput dan hijauan lainnya sebagai pakan sangat, terbatas (Syamsul 2003).

Salah satu limbah pertanian yang dapat di manfaatkan sebagai sumber pakan ternak adalah hasil sortiran dari ubi jalar, mempakan palawija penghasil

(16)

karbohidrat terpenting setelah jagung dan ubi kayu. Selain karbohidrat, ubi jalar juga megandung vitamin A dan C. Kandungan vitamin A ubi jalar yang daging umbinya berwarna jingga setara dengan wolter dan kandungan vitamin C-nya hampir sama dengan tomat (Widodo dan Antarlina 1996). Ubi-ubian (termasuk ubi jalar) menempati kedudukan dan peranan yang cukup penting karena mempunyai keunggulan komparatif yaitu dapat tumbuh pada lingkungan agroekologi yang relatif kurang subur (Dimyati dan Manwan 1992)Selain toleran terhadap lahan kurang subur, ubi jalar juga tahan terhadap cekaman kekeringan. Pada kondisi kekeringan, akar ubi jalar rnampu menembus kedalaman tanah sampai dua meter. Oleh karena itu, tanaman ubi jalar juga dibudidayakan sebagai tanaman penyangga terhadap kemungkinan tejadinya bencana ke-keringan, terutama di daerah dataran tinggi.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Sapi Perah

Ternak perah adalah ternak yang menghasilkan susu melebihi kebutuhan anaknya. Produksi susu tersebut dapat dipertahankan sampai waktu tertentu atau selama masa hidupnya walaupun anaknya sudah disapih atau tidak disusui lagi, dengan demikian, susu yang dihasilkan dapat dimanfaatkan oleh manusia. Jenis ternak perah yang ada antara lain sapi perah, kambing perah, dan kerbau perah dipelihara khusus untuk diproduksi susunya. Sapi perah Fries Holstein (FH) berasal dari propinsi Belanda Utara dan propinsi Friesland Barat. Bangsa sapi FH terbentuk dari nenek moyang sapi liar Bos Taurus typicus primigenius yang ditemukan di negeri Belanda sekitar 2000 tahun yang lalu (Sudono dkk, 2003).

Secara garis besar, bangsa-bangsa sapi (Bos) yang terdapat di dunia ada dua yaitu :(1) Kelompok yang berasal dari sapi Zebu (Bos indicus) atau jenis sapi yang berpunuk, yang berasal dan tersebar di daerah tropis, (2) Kelompok dari Bos Primigenius, yang tersebar di daerah sub tropis atau lebih dikenal dengan Bos Taurus. Jenis sapi perah yang unggul dan paling banyak dipelihara adalah sapi Shorhorn (dari Inggris), Friesian Holstein (dari Belanda), Yersey (dari selat Channel antara Inggris dan Perancis), Brown Swiss (dari Switzerland), Red Danish (dari Denmark) dan Droughtmaster (dari Australia). Hasil survei menunjukkan bahwa jenis sapi perah yang paling cocok dan menguntungkan untuk dibudidayakan di Indonesia adalah Frisien Holstein (Nasrul, 2010).

(18)

Sapi Fries Holland ini sering disingkat dengan nama FH, namun ada juga yang menyebut dengan Fries Holland yang berasal dari Belanda. Sapi FH menduduki populasi terbesar, bahkan hampir di seluruh dunia, baik di negara - negara sub-tropis maupun tropis. Bangsa sapi ini mudah beradaptasi ditempat baru. Di Indonesia populasi bangsa sapi FH ini juga yang terbesar di antara bangsa-bangsa sapi perah yang lain. Di Indonesia, kecuali menggunakan sapi FH murni sebagai sapi perah, khususnya di Jawa Timur, banyak pula diternakkan sapi Grati, yakni hasil persilangan antara Friesian Holstein dan sapi lokal Ongole .(Anonim, 1980).

Kontribusi Pakan dalam Usaha Peternakan

Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas ternak, kualitas produk peternakan, dan keuntungan pengusaha ternak. Oleh karenanya, program pembangunan peternakan akan tercapai bila mendapat dukungan pemenuhan pakan yang kualitas dan kuantitasnya terjamin sehingga pakan dapat dinyatakan sebagai faktor dominan yang mempengaruhi efisiensi dan kesuksesan dalam usaha peternakan baik secara jumlah maupun mutunya (Kuswandi, 2011).

Komponen-komponen utama bahan pakan sebenarnya dapat dipenuhi dengan memanfaatkan potensi lokal, karena potensi bahan pakan lokal mempunyai prospek ketersediaan yang tinggi dengan harga relatif murah, namun komposisi zat makanan yang dikandungnya dapat bersaing dengan bahan yang konvensional. Pemanfaatan bahan pakan lokal yang berbasis limbah dan

(19)

implementasi konsep zero-waste, akan memberi dampak ramah lingkungan (Indraningsih dkk., 2010).

Limbah pertanian, perkebunan, agro-industri, limbah pabrik, sisa hasil pemotongan hewan, dan sisa restoran dapat diolah menjadi bahan pakan. Limbah tersebut diantaranya : pucuk tebu, jerami kedelai, batang dan tongkol jagung, kulit singkong, kulit kopi, ampas tebu, jerami jagung, jerami padi, dedak padi, bungkil sawit, ampas tahu, ampas tempe (Indraningsih dkk., 2010).

Pakan yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan yang berupa jerami padi, pucuk daun tebu, lamtoro, rumput gajah, rumput benggala atau rumput raja. Hijauan diberikan siang hari setelah pemerahan sebanyak 30-50 kg/ekor/hari. Pakan berupa rumput bagi sapi dewasa umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1-2% dari BB. Sapi yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan makanan tambahan sebesar 25% hijauan dan konsentrat dalam ransumnya. Hijauan yang berupa rumput segar sebaiknya ditambah dengan jenis kacang-kacangan (legum). Sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan bungkil kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang berupa garam dapur, kapur, dan lain-lain. Pemberian pakan konsentrat sebaiknya diberikan pada pagi hari dan sore hari sebelum sapi diperah sebanyak 1-2 kg/ekor/hari. Selain makanan, sapi harus diberi air minum sebanyak 10% dari berat badan per hari. Pemberian pakan secara kereman dikombinasikan dengan penggembalaan Di awal musim kemarau, setiap hari sapi digembalakan (Anneahira, 2011).

(20)

Faktor yang Mempengaruhi Produksi dan Kualias Susu Sapi Perah

Rendahnya produksi susu disebabkan oleh beberapa faktor penentu dalam usaha peternakan yaitu pemuliaan dan reproduksi, penyediaan dan pemberian pakan, pemeliharaan ternak, penyediaan sarana dan prasarana, serta pencegahan penyakit dan pengobatan (Dwicipto, 2008).

Faktor-faktor lain mempengaruhi tinggi rendahnya serta kualitas produksi susu pada ternak adalah ukuran dan bobot badan induk,

umur, ukuran dan pertautan

ambing, pertumbuhan, jumlah anak lahir perkelahiran, suhu lingkungan, faktor genetik dan lingkungan termasuk manajemen dan pemberian pakan (Ernawani, 1991).

Susu sapi segar merupakan cairan yang berasal dari ambing sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya (Codex, 1999).

Susu sapi segar juga merupakan bahan pangan yang bergizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang lengkap dan seimbang seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Susu merupakan sumber protein hewani yang mempunyai peranan strategis dalam kehidupan manusia, karena mengandung berbagai komponen gizi yang lengkap serta kompleks. Penanganan susu diperlukan tidak hanya pada produk olahannya

(21)

saja, namun sejak dari proses pemerahan, distribusi, sampai produk olahannya, (Mugen, 1987).

Kandungan nilai gizi yang tinggi menyebabkan susu merupakan media yang sangat disukai oleh mikroba untuk pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga dalam waktu yang sangat singkat susu dapat menjadi tidak layak dikonsumsi bila tidak ditangani dengan benar (Saleh, 2004).

Masyarakat pada umumnya mengkonsumsi susu dalam bentuk segar maupun olahan. Pemerintah telah menetapkan suatu standar mutu dalam bentuk SNI 1992, untuk susu dan produk olahannya. Hal ini dalam rangka melindungi konsumen, dimana produsen mempunyai kewajiban untuk memenuhi persyaratan yang terdapat pada SNI 1992, tersebut. Standar mutu merupakan rincian persyaratan produk yang mencakup kriteria

1. Inderawi antara lain: bau, rasa, kenampakan dan warna 2. Fisikawi yaitu bentuk, ukuran dan kotoran

3. Kimiawi antara lain seperti pH, kadar nutrisi atau senyawa kimia

Mutu atau kualitas susu merupakan hubungan sifat-sifat susu yang mencerminkan tingkat permintaan susu tersebut oleh konsumen. Sifat-sifat tersebut meliputi sifat fisik, kimiawi, dan mikrobiologi. Sifat fisik susu menunjukkan keadaan fisik susu yang dapat diuji dengan peralatan tertentu atau panca indra. Sifat fisik susu yang dapat diuji dengan alat antara lain berat jenis, kekentalan. Sedangkan sifat yang dapat duji dengan panca indera yaitu bau, rasa, warna, dan konsistensinya. (Badan Standarisasi Nasional, 1992).

(22)

Warna susu yang normal adalah putih kekuningan. Warna putih disebabkan refleksi sinar matahari dengan adanya butiran-butiran lemak, protein dan garam-garam dalam susu. Warna kuning merupakan cerminan warna karoten dalam susu. Bau susu segar normal, mempunyai bau yang khas terutama karna adanya asam-asam lemak. Bau tersebut dapat mengalami perubahan, misalnya menjadi asam karena adanya pertumbuhan mikroba didalam susu, atau bau lain yang menyimpang akibat terserapnya senyawa bau dari sekeliling oleh lemak susu. Bau pakan kotoran yang ada didekat wadah susu juga akan mudah mempengaruhi bau susu tersebut. Rasa dan bau sering sekali sulit dipisahkan dan keduanya menghasilkan kesan spesifik yang disebut sebagai flavor susu. Bj susu normal antara 1,027 – 1,034 pada suhu 20oC. Kenaikan Bj ini terutama terjadi karena pembebasan gas CO2 dan N2 yang terdapat dalam susu segar sebanyak 4-5%. pH susu sekitar 6,5-6,7 (sedikit asam). (Badan Standarisasi Nasional, 1992). Pakan

Pakan utama ternak ruminansiah terdiri dari hijauan dan pelengkap nutrisinya adalah konsentrat. Tetapi ketersediaan hijauan pakan terkadang tidak terus menerus tersedia terutama pada musim kemarau, dimana rumput sulit untuk didapat. Padahal ketersedian hijauan yang tetap sangat menentukan produktivitas ternak, disamping itu pemberian hijauan yang tidak selalu ada dapat menimbulkan stress dan akan mengakibatkan ternak rentan terhadap berbagai penyakit. Kenyataan dilapangan banyak dijumpai peternak belum sesuai dalam pemberian pakan pada ternaknya sehingga hasinya tidak optimal. Maka dari itu perlu adanya sebuah pakan komplit untuk ternak ruminansia. Pakan Komplit adalah suatu jenis

(23)

bahan yang dirancang untuk produk komersial bagi ternak ruminansia yang didalamnya sudah mengandung sumber serat, energi, protein, vitamin dan mineral dan semua nutrien yang dibutuhkan untuk mendukung kinerja produksi dan reproduksi ternak dengan imbangan yang memadai (Agustina, 2011).

Pengaruh pemberian pakan komplit sangat besar pengaruhnya terhadap produksi susu dan kadar lemak yaitu pada pemberian ransum yang tidak memadai menyebabkan hasil susu yang rendah, tetapi kadar lemak susu masih dalam keadaan normal. Akan tetapi, jika pemberian ransumnya memadai maka produksi susu meningkat. Namun, kadar lemak susu menurun (Basya, 1983).

Secara umum Pakan Komplit adalah suatu teknologi formulasi pakan yang mencampur semua bahan pakan yang terdiri dari hijauan (limbah pertanian) dan konsentrat yang dicampur menjadi satu (Agustina, 2011).

Konsentrat adalah suatu bahan makanan yang digunakan bersama dengan bahan makanan lainnya untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan makanan dan dimaksudkan untuk disatukan dan dicampurkan sebagai suplemen atau pelengkap. Jadi, konsentrat adalah makanan pelengkap utama bagi sapi perah yang kaya akan energi dan protein (Blakely dan Bade. 1991).

Pakan konsentrat terdiri dari berbagai bahan makanan yang dicampur berdasarkan komposisi nutrisinya, misalnya total nutrisi tercerna (Total Digestible Nutrient = TDN) atau energi, dan protein kasar (PK). Selain itu, sapi perah juga memerlukan mineral untuk kebutuhan hidupnya, misalnya natrium (Na), kalsium (Ca), dan vitamin-vitamin. Untuk mengantisipasi ternak sapi perah kekurangan mineral, para peternak biasanya menggantungkan garam batu di kandang sapi

(24)

perah. Jika sapi perah kekurangan mineral dari pakan yang diberikan, maka sapi akan menjilati garam sampai terpenuhi kebutuhan mineralnya (Firman, 2010).

Bahan-bahan makanan yang dijadikan konsentrat sebaiknya memiliki kriteria sebagai berikut: palatabilitasnya tinggi, kandungan nutrisinya cukup baik, tersedia setiap saat dan tidak bersaing dengan manusia, serta harga terjangkau. Selain kriteria tersebut, di dalam mencari sumber bahan pakan penyusun konsentrat, perlu juga memperhatikan adanya anti nutrisi di dalam bahan pakan tersebut. Anti nutrisi ini bisa menjadi racun bagi ternak. Konsentrat dalam ransum dapat mempengaruhi produksi dan komposisi air susu. Hal ini dikaitkan dengan tipe konsentrat (kaya kandungan pati atau kaya akan kandungan serat kasar) dapat mempengaruhi proporsi hasil akhir fermentasi (volatile fatty acids) VFA dalam rumen (Agus, 1997).

Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas ternak, kualitas produk peternakan, dan keuntungan pengusaha ternak. Oleh karenanya, program pembangunan peternakan akan tercapai bila mendapat dukungan pemenuhan pakan yang kualitas dan kuantitasnya terjamin sehingga pakan dapat dinyatakan sebagai faktor dominan yang mempengaruhi efesiensi dan kesuksesan dalam usaha peternakan baik secara jumlah maupun mutunya (Kuswandi, 2011).

Bamualim, dkk, (2009), menyatakan bahwa produk konsentrat harus memenuhi standar baku (Tabel 1). Beberapa hasil pemeriksaan terhadap beberapa yang beredar di masyarakat menunjukkan nilai TDN-nya kurang dari 55% dan protein kasar di bawah 13%. Hal ini bisa menyebabkan produksi susu menjadi

(25)

rendah, bahkan untuk kebutuhan pokok saja tidak tercukupi. Oleh karena itu diperlukan pengawasan yang ketat terhadap produk konsentrat yang diproduksi oleh pabrik pakan ataupun koperasi, ujung-ujungnya yang rugi adalah peternak sapi itu sendiri. Bahkan, guna memenuhi kekurangan kebutuhan nutrisi sapi perah, para peternak sering kali menambahkan ongok atau ampas tahu kepada ternaknya. Artinya, beban biaya pakan pun akan bertambah yang nantinya akan mengurangi pendapatan peternak dari pendapatan susu.

Tabel 1.Standar Baku Kandungan Konsentrat Ternak Sapi Perah

Kandungan Nilai (%) Protein kasar TDN kadar air Lemak kasar Min 16 67 Maks 12 6 Serat kasar Ca P 11 0,9 – 0,8 0,6 – 0,8 Sumber : Bamualim, dkk, (2009)

Limbah agroindustri banyak tersedia dan beragam dalam jenis di daerah tropis yang menjadi sumber utama untuk meningkatkan produktivitas ternak. Limbah Ubi Jalar (Ipomoea Batalas) adalah salah satu contoh bahan baku pakan ternak yang tersedia di dalam negeri.

Tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas) diduga berasal dari benua Amerika, tetapi para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar adalah Selandia Baru, Polinesia dan Amerika bagian tengah. Ubi jalar mulai menyebar ke seluruh dunia, terutama ke negara-negara beriklim tropis pada abad ke-16. Orang-orang Spanyol menyebarkan ubi jalar (Ipomoea Batatas) ke kawasan Asia, terutama Filipina, Jepang dan Indonesia. Cina merupakan penghasil ubi jalar

(26)

(Ipomoea Batatas) terbesar mencapai 90% (rata-rata 114,7 juta ton) dari yang dihasilkan dunia (Fao, 2004). Tanaman ini mampu beradaptasi di daerah yang kurang subur dan kering. Dengan demikian tanaman ini dapat diusahakan sepanjang tahun.

Biaya yang relatif rendah dibandingkan banyak lainnya untuk bahan pakan ternak. Selain itu nilai gizi ubi jalar secara kualitatif selalui dipengaruhi oleh varitas, lokasi dan musim tanam. Pada musim kemarau dari varitas yang sama akan menghasilkan tepung yang relatif lebih tinggi daripada musim penghujan, demikian juga ubi jalar yang berdaging merah umumnya mempunyai kadar karoten yang lebih tinggi daripada yang berwarna putih. Limbah daun ubi jalar juga dapat dipergunakan sebagai makanan kelinci. Pucuk-pucuk daun ubi muda yang masih segar dapat juga dimanfaatkan untuk keperluan sayur (Retro, 2011).

Ubi jalar segar mentah memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu 562 g kalium, 107 mg kalsium, 2,8 g protein, kalori 53,00 kal, 5,565 SI vitamin A dan 32 mg vitamin C dalam tiap 100 gram. Seusai dimasak kandungan gizi berkurang yaitu menjadi 2,6 mg kalsium, 94 mg kalium, 3.345 SI vitamin A dan 5 mg vitamin C dalam tiap 100 gram (Retro, 2011).

Ubi jalar dapat disimpan hingga 5 s/d 6 bulan bahkan lebih tergantung dari cara penyimpanan. Ubi jalar yang telah disimpan rasanya lebih manis dibandingkan dengan ubi jalar yang baru saja dipanen. Cara yang paling praktis agar tahan lama disimpan adalah dibenamkan kedalam pasir (Retro, 2011).

(27)

Tabel 2.Kandungan Gizi pada ubi jalar (Ipomoae batalas) No Kandungan Gizi Banyaknya dalam

Ubi Putih Ubi Merah Ubi Kuning Daun 1 Kalori (kal) 123,00 123,00 136,00 47,00 2 Protein (g) 1,80 1,80 1,10 2,80 3 Lemak (g) 0,70 0,70 0,40 0,40 4 Karbohidrat (g) 27,90 27,90 32,30 10,40 5 Air (g) 68,50 68,50 - 84,70 6 Serat Kasar 0,94 1,20 1,40 - 7 Kadar Gula 0,40 0,40 0,30 - 8 Beta Karoten 31,20 174,20 - -

(28)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian terhadap pengukuran produksi dan karakteristik fisik (warna, bau rasa berat jenis dan pH ) susu dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012, bertempat di Dusun Panette, Desa Lebang, Kec. Cendana, Kab. Enrekang. Materi Penelitian

Bahan utama penelitian ini adalah sapi perah Fries Holland (FH), sebanyak 15 ekor, umur sapi yang digunakan 4 - 6 tahun dan masa laktasi 3 - 5 bulan. Pakan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu limbah perkebunan dari ubi jalar

(Ipomoae Batatas) berupa umbi-umbian, konsentrat, rumput gajah, air, dan ampas tahu.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ember, sekop, timbangan pakan. Alat ukur BJ dan pH, tabung reaksi dan alat ukur produksi susu sapih perah

Metode Penelitian 1. Rancangan penelitian

Penelitian pemanfaatan Ubi Jalar (Ipomoae batatas) dan Ampas Tahu di Kabupaten Enrekang dengan melihat Produksi susu karakteristik fisik yaitu warna, aroma, rasa, pada sapi perah FH. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan, lima kali ulangan.

(29)

 Perlakuan 1 (P1) = Rumut gajah + dedak padi

 Perlakuan 2 (P2) = Rumput gajah + konsentrat

 Perlakuan 3 (P3) = Rumput gajah + Ubi jalar (Ipomoae batalas) + Ampas Tahu

2. Prosedur Penelitian

a. Perlakuan pertama (P1 = Rumput gajah + Dedak Padi) Komposisi bahan

Komposisi bahan yang digunakan untuk perlakuan pertama yaitu rumput gajah 30 kg + dedak padi 7 kg/hari.

Tabel 3. Nilai nutrisi bahan pakan rumput gajah dan dedak padi.

b. Perlakuan Kedua (P2 = Rumput gajah + Konsentrat) Komposisi bahan

Komposisi bahan yang digunakan untuk perlakuan kedua yaitu Rumput gajah 30 kg + Konsentrat 4 kg/hari. Komposisi konsentrat yang digunakan pada perlakuan dua sebagai berikut :

 Dedak padi 70%

 Jagung giling 20%

 Bungkil kelapa 10%

Bahan Pakan % BK (%) TDN Abu PK Lemak SK BETN Ca P Rumput Gajah 40 9,99 23,58 5,40 3,8 1,11 14,43 19,83 0,1 0,05 Dedak Padi 60 53,52 40,74 8,16 7,8 5,18 8,34 30,52 0,05 0,84 Total 100 63,51 64,32 13,56 11,6 6,29 22,77 50,35 0,15 0,89

(30)

Tabel 4. Nilai nutrisi bahan pakan konsentrat dan rumput gajah. Bahan pakan % BK

(%)

TDN Abu PK Lemak SK BETN Ca P Rumput Gajah 45 9,99 23,58 5,40 3,91 1,22 14,54 19,94 0,21 0,16 Dedak Padi 20 17,84 13,58 2,72 2,60 1,73 2,78 10,17 0,02 0,28 Jagung Giling 5 4,34 4,04 0,11 0,54 0,21 0,13 4,01 0,01 0,02 Bungkil Kelapa 30 26,58 23,61 2,47 6,39 3,27 4,26 13,62 0,07 0,20 Total 100 58,75 64,81 10,70 13,44 6,43 21,70 47,74 0,31 0,65 c. Perlakuan Ketiga (P3 = Rumput gajah + Ubi jalar (Ipomoae batalas) + Ampas Tahu

Komposisi bahan

Komposisi bahan yang digunakan pada perlakuan tiga yaitu Rumput Gajah 30 kg + Umbi Ubi jalar (Ipomoae batalts) dan Ampas Tahu 7,2 kg/hari. Formulasi pakan disusun sesuai dengan kebutuhan sapi perah. Umbi ubi jalar yang digunakan bukan ubi jalar yang segar melainkan disimpan dulu selama 1 bulan karena harus dikumpulkan terlebih dahulu sebelum penelitian ini dimulai. Sedangkan ampas tahu langsung di gunakan setelah dari pabrik. Pada saat penelitian berlangsung sebelum umbi ubi jalar ini diberikan kepada ternak umbi ubi jalarnya dipotong-potong/dicincang halus dengan menggunakan chopper setelah itu langsung diberikan pada ternaknya.

(31)

Tabel 5. Nilai nutrisi bahan pakan Rumput Gajah, Ampas Tahu dan Ubi jalar.

Cara pemberian pakan

Rumput gajah diberikan ke ternak setelah dipotong sekitar 10 cm. Dedak padi, konsentrat, ampas tahu dan ubi jalar diberikan setelah rumput gajah habis. 3. Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah produksi susu dan kualitas fisik susu yaitu sensoris (warna, bau, rasa) berat jenis dan pH susu sapi Fries Hostein (FH). Cara pengukuran dari masing-masing paramater sebagai berikut :

a. Pengukuran Produksi Susu Sapi Perah

Produksi susu sapi perah pagi dan sore diukur, kemudian dihitung dengan menggunakan rumus : ( Anggorodi. 2001).

Produksi (liter) = produksi pagi + produksi sore

b. Pengujian sensoris susu (warna, bau, rasa) (modifikasi Kartika, dkk., 2010; Setyaningsih, dkk., 2010).

Kualitas susu dilakukan dengan menggunakan uji sensorik (warna, bau, dan rasa) dengan menggunakan 30 panelis semi terlatih yang berasal dari kalangan mahasiswa dan warga yang ada di dusun Baba Kabupaten Enrekang. Bahan pakan %

BK

(%) TDN Abu PK Lemak SK BETN Ca P Rumput Gajah 45 9,99 23,58 5,40 3,91 1,22 14,54 19,94 0,21 0,16 Ampas Tahu 20 2,92 15,6 1,04 6,08 0,08 4,44 6,52 0,04 0,24 Ubi Jalar 35 10,85 24,5 1,26 2,46 0,14 2,1 29,44 0,032 0,045 Total 100 23,76 63,68 7,7 12,45 1,44 21,08 55,9 0,282 0,445

(32)

Susu segar terlebih dahulu dipasteurisasi kemudian di masukkan ke dalam botol-botol kecil untuk diuji panelis.

Uji sensoris susu dilakukan di bawah kondisi penerangan dan lingkungan yang terkontrol. Uji sensori dilakukan dengan memberikan sekitar 30 ml untuk setiap sampel susu kepada panelis. Panelis diberitahukan untuk mengevaluasi sampel dengan mempertahankan sampel ke dalam mulut selama sedikitnya 3 detik untuk menilai susu sebelum ditelan. Format kuisioner dapat dilihat pada Lampiran 1.

c. Pengukuran Potensial Hidrogen (pH)

Potensial Hidrogen (pH) diukur pada suhu ruang menggunakn pH meter digital HANNA, setelah dikalibrasi dengan buffer komersial pH 4 dan 7. Dengan cara mencelupkan pH meter pada sampel dalam wadah gelas. Nilai yang terbaca merupakan sampel yang terukur (Hardiwiyoto, 1994).

d. Pengujian Berat Jenis

Sebanyak 500 ml susu sampel dimasukkan kedalm gelas susu tersebut disimpan kedalam penangas (80o

C). sampel dipanaskan sampai suhu 40o

C sambil diaduk sampel selanjutnya didinginkan sampai 20oC. setelah dingin dituang kedalam gelas ukur tanpa menimbulkan buih. Laktodesimeter dimasukkan kedalam gelas ukur. Laktodesimeter diputar putar sepanjang dinding gelas ukur agar susunya merata. Laktodesimeter selanjutnya dijatuhkan perlahan - lahan, lalu didorong kedalam kira kira 1cm, selanjutnya dilihat hasilnya dibaca segera (tidak lebih dari 15 detik). Jika temperatur tidak tepat 20oC, maka perbedaan 1oC

(33)

diatas/dibawa 20o

C ditambahkan /dikurangi 0,002 dengan bobot jenisnya (Badan Standarisasi Nasional, 1998).

Analisis Data

Data yang diperoleh dari pengukuran produksi susu, dan kualitas fisik susu analisis sensoris (warna, bau, dan rasa) serta pengukuran viskositas diolah dengan mengggunakan analisis sidikragam berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 5 ulangan. Model statistik adalah sebahgai berikut:

Yi j = μ + αi + εi j

I = Perlakuan 1, 2, dan 3 j = Ulangan 1, 2, 3, 4, dan 5 Yij = Hasil pengamatan ke-ij μ = Nilai tengah populasi

αi = Pengaruh adektif (koefisien segresi parsial) dari perlakuan ke-i ε i j = Galat percobaan dari perlakuan ke-i pada pengamatan ke-ij.

Hasil sidik ragam menunjukan perbedaannya maka dilanjutkan dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil). (Gaspersz, 1991).

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Produksi Susu

Hasil penelitian produksi dan karakteristik fisik susu sapi perah dengan pemanfaatan ampas tahu dan bahan baku lokal berupa umbi ubi jalar (ipomoea batalas) + ampas tahu sebagai pakan alternatif, dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rata-rata Produksi Susu Sapi Perah Fries Holstein (liter/ekor/hari) Dengan Pemanfaatan Ubi jalar (Ipomoae batatas) dan Ampas Tahu

sebagai Alternatif Pakan.

Ulangan Perlakuan Rumput gajah + Dedak padi Rumput gajah + Konsentrat Rumput gajah + Ubi Jalar + Ampas

Tahu 1 10.44 9.29 11.37 2 7.72 6.39 8.65 3 7.35 8.07 7.27 4 7.65 10.49 8.66 5 8.41 8.87 10.99 Rata-Rata 8,31 8.62 9,39

Data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa rata–rata produksi susu sapi perah Fries Hostein (FH) selama peneliian adalah rumput gajah + dedak padi 8,31 liter/ekor/hari, rumput gajah + konsentrat 8.62 liter/ekor/hari dan rumput gajah + ubi jalar + ampas tahu 9,39 liter/ekor/hari. Terlihat bahwa perlakuan pemberian pakan yang berbeda tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap produksi susu sapi perah Fries Hostein (FH).

Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 6 menunjukkan bahwa rata-rata produksi air susu sapi perah FH cenderung lebih tinggi pada perlakuan pemberian pakan rumput gajah + ubi jalar + ampas tahu dibandingkan perlakuan rumput gajah + konsentrat dan rumput gajah + dedak padi.

(35)

Produksi susu mengalami peningkatan pada pemberian pakan rumput gajah + ubi jalar (Ipomoae batatas) + ampas tahu yaitu 9,38 liter/ekor/hari, dibandikan dengan perlakuan rumput gajah + dedak padi yang selama ini dilakukan oleh peternak. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pakan rumput gajah + ubi jalar (Ipomoae batatas) + ampas tahu dapat memaksimalkan produksi susu sapi perah Fries Hostein (FH).

Tingginya produksi susu pada perlakuan disebabkan sapi perlakuan mendapat pakan tambahan, sehingga suplay energi dan asam amino untuk sintesis susu lebih tinggi. Sedangkan rendahnya produksi susu pada kelompok kontrol disebabkan ransum yang diberikan belum memenuhi kebutuhan untuk produksi susu sapi perah. Hal ini sesuai dengan pendapat Legowo (2002) bahwa energi yang terkandung dalam ransum dapat mempengaruhi produksi susu. Ransum dengan energi tinggi dapat meningkatkan produksi susu. Sedangkan pada perlakuan pakan lengkap terlihat produksi susu cenderung lebih tinggi dibanding dengan perlakuan rumput gajah + konsentrat.

Berdasarkan hal tersebut diatas maka dapat dikatakan bahwa ubi jalar (Ipomoae batatas) dan ampas tahu dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan utama pada ternak sapi perah sebagai pengganti rumput atau mengabungkan keduanya.

(36)

Berat jenis (BJ)

Berat jenis (BJ) digunakan untuk mengetahui grafitasi spesifik suatu larutan. Hasil penelitian diperoleh rata-rata Berat Jenis (BJ) susu sapi perah Fries Holstein di Kabupaten Enrekang dengan pemberian pakan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rata-rata Berat Jenis (BJ) Susu Sapi Perah Fries Holstein dengan pemberian pakan yang berbeda.

Rata-rata berat jenis susu pada perlakuan kontrol relatif sama yaitu 1,0276, perlakuan rumput gajah + konsentrat 1,0276 dan pada perlakuan rumput gajah + ubi jalar + ampas tahu 1,0276. Dari rata-rata berat jenis tersebut berat jenis susu sudah normal, hal ini sesuai dengan Badan Standar Nasional, (1992) berat jenis susu normal antara 1,0276 – 1,034 pada suhu 20 o

C. Hal ini juga dinyatakan oleh Winarno (1997) yang menyatakan bahwa Berat jenis susu rata-rata 1,032 atau berkisar antara 1,0276-1,035. Semakin besar berat jenis pada susu semakin bagus karena komposisi atau kandungan dari susu tersebut masih pekat dan kadar air dalam susu adalah kecil, sedangkan semakin banyak lemak pada susu maka semakin rendah berat jenis-nya, semakin banyak persentase bahan padat bukan lemak, maka semakin berat susu tersebut.

Ulangan Perlakuan Rumput gajah + Dedak Rumput gajah + Konsentrat Rumput gajah + Ubi Jalar + Ampas

Tahu 1 1,027 1,027 1,027 2 1,028 1,028 1,028 3 1,028 1,028 1,028 4 1,028 1,028 1,028 5 1,028 1,028 1,028 Rata-Rata 1,0276 1,0276 1,0276

(37)

Berat jenis susu dipengaruhi oleh kadar padatan total dan padatan tanpa lemak. Kadar padatan total susu diketahui jika diketahui berat jenis dan kadar lemaknya. Dengan demikian Semakin besar berat jenis pada susu semakin bagus karena komposisi atau kandungan dari susu tersebut masih pekat dan kadar air dalam susu adalah kecil, sedangkan semakin banyak lemak pada susu maka semakin rendah berat jenis-nya, semakin banyak persentase bahan padat bukan lemak, maka semakin berat (Hadiwiyoto, 1994).

Potensial Hidrogen (pH)

Hasil penelitian diperoleh rata-rata pH susu sapi perah Fries Holstein (FH) di Kabupaten Enrekang dengan pemberian pakan yang berbeda dapat dilihat pada Table 8.

Tabel 8. Rata-rata pH susu sapi perah Fries Holstein dengan pemberia pakan yang berbeda.

Rata-rata pH yang diperoleh dari hasil penelitian (rumput gajah + dedak padi), (rumput gajah + konsentrat) dan (rumput gajah + ubi jalar + ampas tahu) relatif sama yaitu 6,5 dengan demikian rataan ini menggambarkan bahwa susu sapi segar yang dihasilkan memiliki pH yang cenderung normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugitha dan Djalil (1989) yang menyatakan bahwa susu

Ulangan Perlakuan Rumput gajah + Dedak padi Rumput gajah + Konsentrat Rumput gajah + Ubi Jalar + Ampas Tahu 1 6.5 6.5 6.5 2 6.5 6.5 6.5 3 6.5 6.5 6.5 4 6.5 6.5 6.5 5 6.5 6.5 6.5 Rata-Rata 6,5 6,5 6,5

(38)

sapi segar memiliki pH antara 6,4-6,8. Menurut Rustanti (2011), bahwa jika nilai pH air susu lebih tinggi dari 6,7 biasanya diartikan terkena mastitis dan ila pH dibawah 6,5 menunjukkan adanya kolostrum ataupun pembusukan bakteri. Kualitas Sensoris Susu

a. Rasa

Susu sapi perah Fries Hosein (FH) yang baik memiliki rasa yang sedikit guri, rasa manis ini berasal dari laktosa. Rasa asin berasal dari garam-garam mineral flourida dan sitrat. Rata – rata rasa susu sapi perah FH di Kabupaten Enrekang yang diberikan pakan yang berbeda berbasisi limbah lokal dapat dilihat Gambar 1.

Gambar 1. Uji Organoleptik terhadap rasa susu antara rumput gajah + dedak dengan rumput gajah + konsentrat dan rumput gajah + dedak dengan rumput gajah + ubi jalar (Ipomea Batatas) + ampas tahu

Hasil uji perbandingan pasangan (Paired Comparison Test), (Setyanigsih, dkk,. 2010), (Kartika, dkk., 2010) menunjukkan bahwa 16 panelis menyatakan bahwa perlakuan P3 (rumput gajah + ubi jalar + ampas tahu) memiliki kualitas sensorik dari segi rasa yang guri dibandingkan dengan perlakuan P1 (rumput gajah + dedak padi) (kontrol). Hal ini sesuai Anonim (1992). Syarat rasa susu

P1 dan P2; Guri; 15 P1 dan P2; Manis; 2 P1 dan P2; Asam; 13 P1 dan P3; Guri; 16 P1 dan P3; Manis; 2 P1 dan P3; Asam; 12 Jum la h P ana li s Kriteria Penilaian P1 dan P2 P1 dan P3

(39)

segar masih dikatakan normal jika tidak menyimpang dari rasa khas susu segar yaitu sedikit gurih yang disebabkan oleh klorida dan rasa manis yang disebabkan oleh laktosa, sedangkan rasa asam mungkin sudah mulai masuk dalam tahap perusakan yaitu tahap pengasaman oleh bakteri asam susu.

Mirdhayati, dkk (2008), menyatakan bahwa syarat rasa susu segar masih dikatakan normal jika tidak menyimpang dari rasa khas susu segar yaitu sedikit gurih (asin) dan manis. Rasa gurih disebabkan karena adanya kandungan laktosa dan klorida sedangkan rasa manis disebabkan oleh adanya gula laktosa didalam susu. Selanjutnya Ghani (2010) menyatakan bahwa adanya rasa asam pada susu kemungkinan sudah mulai masuk dalam tahap perusakan yaitu tahap pengasaman oleh bakteri asam susu dan apabila susu sudah mulai terasa pahit, mungkin sudah mengalam perusakan tingkat lanjut yaitu perusakan oleh jamur dan bakteri setelah berakhirnya fase pengasaman.

b. Warna

Warna merupakan merupakan sensori pertama yang dapat dilihat langsung oleh panelis. Penentuan mutu bahan makanan umumnya bergantung pada warna yang dimilikinya, warna yang tidak menyimpang dari warna yang seharusnya akan memberikan kesan tersendiri oleh panelis. Hasil penelitian rata-rata warna susu sapi perah Fries Hostein (FH) di Kabupaten Enrekang diberikan pakan yang berbeda berbasisi limbah lokal dapat dilihat Gambar 2.

(40)

Gambar 2. Uji Organoleptik terhadap warna susu antara rumput gajah + dedak dengan rumput gajah + konsentrat dan rumput gajah + dedak dengan rumput gajah + ubi jalar (Ipomea Batatas) + ampas tahu

Hasil uji perbandingan pasangan (Paired Comparison Test), (Setyanigsih, dkk,. 2010); (Kartika, dkk., 2010) menunjukkan bahwa 22 panelis menyatakan P3 (rumput gajah + ubi jalar + ampas tahu), memiliki kualitas sensorik dari segi warna putih kekuningan dibandingkan dengan perlakuan P1 (rumput gajah + dedak padi). Warna ini sesuai yang ditetapkan Anonim, (1992). Warna susu yang normal adalah putih kekuningan.

Warna putih dari susu diakibatkan oleh dispersi yang merefleksikan sinar dari globula-globula lemak serta partikel-partikel koloid senyawa kasein dan kalsium posfat. Warna kuning disebabkan karena adanya pigmen karoten yang larut didalam lemak susu. Hal ini sesuai dengan pendapat Mirdhayati, dkk (2008) menyatakan warna susu sapi dikatakan normal jika tidak mengalami perubahan dari warna normal susu sapi, warna susu sapi segar yaitu putih kekuningan sampai putih kebiruan. Selanjutnya Soeharsono (1996), menyatakan warna susu dipengaruhi oleh partikel koloid. Warna putih susu disebabkan oleh refleksi cahaya globula lemak, kalsium kaseinat dan koloid fosfat, warna kuning

P1 dan P2; Putih Kebiruan; 9

P1 dan P2; Putih

Kebiruan; 12 P1 dan P2; Putih

Kekuningan; 9 P1 dan P3; Putih Kebiruan; 3 P1 dan P3; Putih Kebiruan; 5 P1 dan P3; Putih Kekuningan; 22 Jum la h P ana li s Kriteria Penilaian P1 dan P2 P1 dan P3

(41)

disebabkan oleh pigmen karoten yang terlarut dalam lemak, pigmen tersebut berasal dari pakan hijauan.

c. Aroma

Aroma susu sangat mudah menyerap bau dari sekitarnya, seperti bau hewan asal susu perah. Susu memiliki bau yang aromatis. Hasil penelitian rata – rata susu sapi perag Fries`Hostein (FH) di Kabupaten Enrekang yang di berika perlakuan pemberian pakan yang berbeda lihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Uji Organoleptik terhadap aroma susu antara rumput gajah + dedak dengan rumput gajah + konsentrat dan rumput gajah + ubi jalar (Ipomea Batatas) + ampas tahu.

Berdasarkan hasil penilaian dari panelis bahwa 14 panelis menyatakan perlakaun P3 (rumput gajah + ubi jalar + amapas tahu), memiliki aroma khas susu, dibandingkan dengan perlakuan P1 (rumput gajah + dedak padi).

susu segar memiliki aroma khas. Aroma (bau) khas susu disebabkan oleh beberapa senyawa yang mempunyai aroma spesifik dan sebagian bersifat volatil. Oleh sebab itu, beberapa jam setelah pemerahan atau setelah penyimpanan, aroma khas susu banyak berkurang. Hal ini mendukung pendapat Saleh (2004), bahwa aroma susu sangat dipengaruhi oleh adanya sifat lemak air susu. Demikian juga

P1 dan P2; Khas; 12 P1 dan P2; Amis; 10 P1 dan P2; Tengik; 8 P1 dan P3; Khas; 14 P1 dan P3; Amis; 7 P1 dan P3; Tengik; 9 Jum la h P ana li s Kriteria Penilaian P1 dan P2 P1 dan P3

(42)

bahan pakan ternak sapi dapat merubah aroma air susu. Bila dirasa tidak sedap, kemungkinan pertama adalah faktor lingkungan di sekitar penyimpananya. Selanjutnya Soeparno (1992) menyatakan bahwa penyimpangan atau abnormalitas aroma (bau) susu disebabkan oleh beberapa kemungkinan yaitu:

a. Sapi sedang mengalami gangguan fisik atau kesehatan. Dalam hal ini senyawa-senyawa yang memberikan rasa abnormal disekresikan bersama dengan susu.

b. Pakan ternak. Senyawa bau dari pakan diserap kedalam darah dan disekresikan di dalam susu.

c. Absorpsi bau yang menonjol atau tajam oleh susu. Pada saat pemerahan dan penanganan susu segar sangat dimungkinkan terabsorpsi bau disekeliling susu atau tempat pemeraha.

d. Dekomposisi komponen susu akibat pertumbuhan dan perkembang biakan bakteri.

e. Perubahan-perubahan karena reaksi kimia, misalnya reaksi oksidasi yang dapat menimbulkan bau tengik (rancid).

(43)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapa disimpulkan bahwa:

1. Penggunakan pakan alternatif berupa umbi ubi jalar (ipomea batatas) dan ampas tahu dapat memaksimalkan produksi susu sapi perah FH, sehingga limbah pertanian berupa umbi ubi jalar dan ampas tahu dapat dimanfaakan sebagai pengganti konsentrat.

2. Berat jenis (BJ) dan pH pada susu sapi perah FH tidak ada perbedaan antara percobaan pemberian jenis pakan pada sapi perah FH.

3. Uji organoleptik terhadap warna, rasa dan aroma susu sapi perah FH, memperlihatkan kualitas terbaik pada perlakuan rumput gajah + ubi jalar (ipomea batatas) + ampas tahu.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian, disarankan agar petani peternak dapat memanfaatkan limbah lokal sebagai pakan ternak, sehingga dapat mengatasi kelangkaan dan kekurangan pakan yang berkualias pada musim kemarau.

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1980. Beternak Sapi Perah. Aksi Agraris Kanisius. Yogyakarta. Anomin. 1992.Standat Mutu Susu Esplorasi. Badan Standat Nasional, Jakarta Anneahira, 2011. Usaha sapi perah di Indonesia. Agro media Pustaka. Jawa Barat Anggorodi., R. 2001. Produksi dan mutu air susu. Edisi Kedua PT. Gramedia Jakarta.

Agustina, 2011. Prospek pengembangan sapi perah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.

Agus, A., 1997. Pengaruh Tipe Konsentrat Sumber Energi dalam Ransum Sapi Perah Berproduksi Tinggi terhadap ProduksiDan Komposisi

Susu.ISSN 0126-4400/1997/01/. Diakses tanggal 29 Agustus 2012. Basya. S, 1983. Berbagai faktor yang mempengaruhi kadar lemak susu sapi perah.

Balai penelitian ternak. Bogor.

Bamualim, A. M, Kusmartono, dan Kuswandi. 2009. Aspek Nutrisi Sapi Perah. Dalam Buku Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor.

Blakely, R. F dan D. Bade. 1991. Ilmu Peternakan. Yogyakarta.Gadjah mada University press.

Badan Standardisasi Nasional, 1992. Standar Mutu Susu Evaporasi, Jakarta Badan Standardisasi Nasional, 1998. Standar Mutu Susu Evaporasi, Jakarta

Codex, 1999. Codex standard for evaporated milks. http://www.standar Susu.com. Djajanegara, A. 1999. Local livestock feed resources. In: Livestock Industries of Indonesia Prior to the Asian Financial Crisis. RAP Publication 1999/37 : 29-39.

Dimyati. A dan Manwan. I, 1992.,”Casava and Sweet Potato”. Central Research Institute for Food Crops., Bogor.

Dwicipto, 2008. Pengaruhmusim terhadap produksi susu sapi perah. BPPT. Bandung.

Ernawani, 1991. Pengaruh tatalaksana pemerahan terhadap kualitas susu. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

(45)

Firman, A., 2010. Agribisnis Sapi Perah. Bandung Widya Padjadjaran.

FAO. 2004. Statistical Database of Food Balance Sheet. FAOSTAT. http://www.fao.org. Diakses tanggal 25 Juni 2012

Gaspersez, V., 1991. Metode Perancangan Percobaan. Bandung.

Ghani. 2010. Susu Sapi. http//sapi.com/susu-sapi/html//. Diakses 15 Maret 2010.

Hadiwiyoto, S. 1994. Pengujian Mutu Susu dan Hasil Olahannya, Liberty. Yogyaarta

Indraningsih, R. Widiastuti dan Y. Sani, 2010. Limbah pertanian dan perkebunan sebagai pakan ternak. Balai Penelitian Veteriner. Bogor.

Kartika, B., P. Hastuti, dan W. Supartono. 2010. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi Universitas Gadjah mada, Yogyakarta. Kuswandi, 2011. Sumber bahan pakan lokal ternak ruminansia. Pusat penelitian dan pengembangan peternakan.Bogor.

Kasryno, F dan N. Syafa’at. 2000. Strategi Pembangunan Pertanian yang Berorientasi Pemerataan di Tingkat Petani, Sektoral dan Wilayah. Proseding Perspektif Pembangunan Pertanian dan Pedesaan dalam Era Otonomi Daerah. Balitbang, Departemen Pertanian, Jakarta.

Legowo, A. M. 2002. Sifat Kimiawi, Fisik dan Mikrobiologi Susu. Diktat Program Studi Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang.

Mugen. W., 1987. Dairy cattle feeding and management. Canada : John Willey andSons, Inc. USA.

Mirdhayati, I. J. Handoko. K.U. Putra. 2008. Mutu susu segar di UPT Ruminansia Besar dinas peternakan kabupaten Kampar provinsi Riau. Jurnal peternakan Vol. 5. No.1. Fakultas pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim. Riau.

Nasrul, 2010. Pengembangan usaha sapi perah di Indonesia. Department of International Bio-BusinessLaboratory of Bio-Business Management Tokyo University of Agriculture. Sakuragaoka Dorm.Tokyo.

Retro, 2011. Prospek dan Potensi ubi Jalar. http:// budidaya km. blogspot.com/2011/04/prospek-dan-potensi-ubi jalar.html. diakses pada tanggal 12 Desember 2012.

(46)

Rustanti, N. 2011. Uji kualitas susu. Universitas Indonesia Press, Jakarta

Rosalin, N. 2008. Konversi protein kasar dan lemak kasar pakan komplit terhadap total protein dan lemak susu pada kambing Peranakan Ettawa (PE). Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga.

Saleh, E. 2004. Teknologi Pengolahan susu dan dan hasil ikutan ternak. Sumatera Utara : Program Studi Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Saleh, E. 2004 b. Teknologi Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak, Program Studi Produksi Ternak, Fakultas Pertanian Universitas, Sumatera Utara, Digitized by USU digital library. Sumatra Utara.

Setyaningsih, D., A. Aprianto., M.P. Sari, 2010. Analisis Sensorik IPB Pers, Bogor

Soerharsono. 1996. Fisiologi Laktasi. Universitas Padjajaran. Bandung.

Soeparno. 1992. Prinsip Kimia dan Teknologi Susu. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Suismono. 1995. Direktorat Gizi Depkes RI (1981). Kandungan Gizi Ubi Jalar. http://akusangpelangi.blogspot.com/2009/02/manfaat-dan-khasiat-ubi-jalar.html. Diakses tgl 22 Juli 2012.

Sudono, A., R. F. Rosdiana, dan B. S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Sugitha, I.M. dan Djalil. 1989. Susu, Penanganan dan Teknologinya. Fakultas Peternakan Universitas Andalas.

Syamsul J. A, 2003. Daya Dukung Limbah Pertanian Sebagai Sumber Pakan Ternak Ruminansia Di Indonesia, Bulletin Peternakan Indonesia, Wartazoa Vol.13 No.1 (2003), Puslitbang Peternakan, Departemen Pertanian

Widodo. Y dan S.S. Antarlina.1996. Teknologi Produksi dan Agroindustri Ubi jalar.Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan III. Kinerja Penelitian Tanaman Pangan. Buku 4. Jagung, Sorgum, Ubi Kayu dan Ubi jalar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Winarno. F.G. 1997. Kimia pangan dan gizi. Gramedia. Jakarta.

(47)

Lampiran 1. Analisis Sensoris KualitasWarna, Aroma Dan Rasa

KUESIONER UJI SENSORIS SUSU SAPI DENGAN PERLAKUAN PEMBERIAN PAKAN

Nama Panelis : ……… Tanda tangan Jenis Kelamin : ………

Umur : ………

Pekerjaan : ……… Frekuensi mengkonsumsi susu :

1. Belum Pernah 2. Kadang-Kadang 3. Sering

Tingkat Kesukaan terhadap susu : 1. Tidak suka

2. Suka

3. Sangat Suka PETUNJUK UMUM

1. Dihadapan saudara disajikan 3 buah sampel susu. Sampel R adalah sampel kontrol/pembanding, sedangkan sampel 273 dan 127 adalah sampel yang akan diuji.

2. Saudara diminta untuk memberikan penilaian terhadap rasa, warna dan aroma sampel 273 dan 127 dengan membandingkan sampel kontrol R. 3. Saudara diminta memberi tanda centang ()hasil perbandingan sampel R

dengan sampel berkode (272 atau 127) yang saudara anggap cocok.

4. Selanjutnya jika sampel berkode (272 atau 127) berbeda (lebih baik dari R atau lebih buruk dari R), saudara dipersilahkan melingkari tingkatan perbedaan yang menurut saudara cocok dengan melingkari angka 1,2 atau 3.

RASA

(48)

Lebih Baik dari R (...)

Lebih Buruk dari R (...)

Sama dengan R (...) 1 Sangat lebih baik dari R 1 Agak lebih buruk dari R

2 Lebih baik dari R (sedang) 2 Lebih buruk dari R (sedang)

3 Agak lebih baik dari R 3 Sangat lebih buruk dari R WARNA

KRITERIA PENILAIAN Lebih Baik dari R

(...)

Lebih Buruk dari R (...)

Sama dengan R (...) 1 Sangat lebih baik dari R 1 Agak lebih buruk dari R

2 Lebih baik dari R (sedang) 2 Lebih buruk dari R (sedang)

3 Agak lebih baik dari R 3 Sangat lebih buruk dari R AROMA

KRITERIA PENILAIAN Lebih Baik dari R

(...)

Lebih Buruk dari R (...)

Sama dengan R (...) 1 Sangat lebih baik dari R 1 Agak lebih buruk dari R

2 Lebih baik dari R (sedang) 2 Lebih buruk dari R (sedang)

(49)

RIWAYAT HIDUP

Muhammad Usamah Amran, lahir pada tanggal 04 Juli 1987 di Ibukota Jakarta Utara, Kecematan Lagoa. Penulis adalah anak ke 2 dua dari enam 6 bersaudara. Anak dari pasangan suami istri Drs. H. Andi Muhammad Amran Nur, MH dan Hj. Andi Nuraeni Ramli. Penulis mengawali pendidikan di SD Negri 1 Tete Batu Sungguminasa 1993 sampai tahun 1999 pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan di MTS Hasanuddin Pattunggalengan Limbung kabupaten Gowa. Lulus pada tahu 2003. Kemudian melanjutkan pendidikan di SMA YP PGRI 03 Disamakan Makassar dan selesai pada tahun 2005. Kemudian pada tahun 2006 melanjutkan pendidikan ke Universitas Hasanuddin Fakultas Peternakan Jurusan Produksi Ternak.

Gambar

Tabel 1.Standar Baku Kandungan Konsentrat Ternak Sapi Perah
Tabel 2.Kandungan Gizi pada ubi jalar (Ipomoae batalas)  No  Kandungan Gizi  Banyaknya dalam
Tabel 3. Nilai nutrisi bahan pakan rumput gajah dan dedak padi.
Tabel 4. Nilai nutrisi bahan pakan konsentrat dan rumput gajah.  Bahan pakan  %  BK
+7

Referensi

Dokumen terkait

SUPLEMENTASI RANSUM YANG MENGANDUNG IKATAN AMPAS BIR, AMPAS TAHU DAN AMPAS KECAP. DENGAN Zn DAN Cu TERHADAP PRODUKSl SUSU

Dengan mempelajari perkembangan sapi perah di sentra produksi susu di Jawa, akhirnya diputuskan untuk mengembangkan usaha pertanian terpadu berbasis sapi perah.. Pembangunan

Berdasarkan hasil penelitan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Ekstrak etanol umbi ubi jalar ungu ( Ipomoea batatas L) mempunyai

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas fisik, kimia dan mikrobiologi susu pada peternakan sapi perah di Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor.. Sampel

Hal ini karena ubi jalar varietas Biang memiliki kadar air dan kadar gula reduksi yang rendah, serta kadar pati dan kadar antosianin yang tinggi dibandingkan ubi jalar

Untuk perendaman tahu dengan menggunakan ekstrak umbi ubi jalar ungu tahu hanya dapat bertahan selama 1 hari saja pada semua perlakuan, sehingga dapat disimpulkan bahwa

Untuk perendaman tahu dengan menggunakan ekstrak umbi ubi jalar ungu tahu hanya dapat bertahan selama 1 hari saja pada semua perlakuan, sehingga dapat disimpulkan bahwa

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai komposisi adonan es krim probiotik dari susu segar yang dikombinasikan dengan ubi jalar ungu