• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur Berdasarkan Potensi Daerahnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengembangan Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur Berdasarkan Potensi Daerahnya"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak—Daya saing wilayah menunjukkan kemampuan suatu wilayah menciptakan nilai tambah untuk mencapai kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan internasional. Perkembangan antar wilayah yang tidak merata, menyebabkan pertumbuhan di Propinsi Jawa Timur terjadi ketimpangan antara wilayah metropolitan dengan kabupaten. Dalam merumuskan pengembangan daya saing kabupaten/kota di Propinsi Jawa Timur, penelitian ini menggunakan konsep segitiga daya saing. Penelitian ini, melihat seberapa jauh kemampuan daya saing kabupaten/kota di Propinsi Jawa Timur yang bisa dilihat dari skor yang muncul dari hasil bobot Analytical Hierarchy Process (AHP) dan nilai variabel. Data yang digunakan adalah data sekunder tahun 2012. Kemudian dipetakan antara kabupaten/kota yang memiliki daya saing tinggi maupun rendah. Dari situ, bisa ditarik rumusan upaya pengembangan daya saing di tiap kabupaten/kota berdasarkan potensi yang diperoleh dari neraca daya saing. Hasil dari penelitian ini, terdapat perbedaan kemampuan daya saing antara wilayah perkotaan dan kabupaten. Terdapat 17 kabupaten yang masuk dalam kategori kemampuan daya saing rendah. Dari hasil pemetaan, menunjukkan bahwa daerah yang memiliki daya saing tinggi secara umum didominasi oleh daerah yang unggul di indikator Perekonomian dan Keuangan Daerah serta Lingkungan Usaha Produktif.

Kata Kunci—Pengembangan wilayah, Daya saing daerah, Pemetaan potensi daerah.

I. PENDAHULUAN

ENGEMBANGAN wilayah dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat harus dilakukan dengan suatu pembangunan yang berkelanjutan. Tingkat daya saing (competitiveness) merupakan salah satu parameter dalam konsep kota berkelanjutan. Semakin tinggi tingkat daya saing suatu kota, maka tingkat kesejahteraan masyarakatnya pun semakin tinggi.

Suatu daerah akan memiliki reaksi yang berbeda dalam menyikapi dampak dari adanya fenomena globalisasi ini, hal tersebut akan sangat menentukan posisi tawar masing-masing daerah dalam kancah persaingan global yang semakin ketat. Keadaan tersebut selanjutnya harus diartikan sebagai tuntutan bagi setiap daerah di Indonesia untuk meningkatkan daya

saing masing-masing daerah, dimana tingginya daya saing antar daerah di Indonesia secara keseluruhan merupakan “ujung tombak” bagi peningkatan daya saing nasional ditengah tingginya tuntutan untuk dapat bersaing secara global. Namun kenyataan di lapangan, banyak kekurangan dalam penerapannya. Salah satunya belum meratanya pembangunan daerah, baik dari segi perekonomiannya yang menyebabkan kesenjangan kesejahteran masyarakat antar daerah di Propinsi Jawa Timur [1].

Menurut data Bappeda Propinsi Jawa Timur (2012), Propinsi Jawa Timur mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 7,29 persen. Pertumbuhan ekonomi tersebut melebihi pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya sebesar 6,23 persen.

Propinsi Jawa Timur terjadi kesenjangan terutama di sektor perekonomian daerah. Itu bisa dilihat dari nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) antara daerah Perkotaan sama Kabupaten. Selain pertumbuhan perekonomian yang masih didominasi Metropolitan Surabaya dan Malang Raya Daerah yang ada di Jawa Timur bagian utara cenderung lebih berkembang daripada yang ada di daerah bagian selatan (kesenjangan konsentrasi kegiatan ekonomi di pantura Jawa mencapai 85% jauh meninggalkan pantai selatan 15%) [2].

Jika dilihat dari daya saing nasional pada tahun 2008, terjadi perbedaan posisi lumayan signifikan antar daerah di Propinsi Jawa Timur, terutama antara daerah Metropolitan Surabaya dan Malang Raya dengan daerah yang berada di wilayah Jawa Timur bagian selatan dan wilayah Madura. Posisi Kota Surabaya di 13 besar nasional, Kota Malang di posisi 46. Bandingkan dengan Kabupaten Trenggalek yang hanya berada di posisi 363 nasional, Kabupaten Pacitan 385, Kabupaten Bangkalan posisi 331, Kabupaten Pamekasan posisi 406, dan Kabupaten Sampang posisi 407 [3].

Untuk menjelaskan terjadinya perbedaan daya saing daerah di Propinsi Jawa Timur mengacu pada definisi daya saing daerah yang dikembangkan dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan konsep piramida daa saing. Konsep piramida daya saing daerah dibentuk oleh faktor-faktor utama (input) yang merupakan interaksi dari komponen input, output dan outcame, misalnya telah digunakan oleh Huggins

Pengembangan Daya Saing Daerah

Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur

berdasarkan Potensi Daerahnya

Miftakhul Huda dan Eko Budi Santoso

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

e-mail: eko_budi@urplan.its.ac.id

(2)

dalam menghitung indeks daya saing daerah di Inggris. Kinerja dari faktor-faktor input daya saing daerah ini akan menimbulkan perbedaan pada kinerja perekonomian (ouput) masing-masing daerah sehingga perlunya setiap daerah untuk meningkatkan daya saingnya masing-masing [4].

II. METODOLOGI PENELITIAN

Metode Analisis

Dalam menganalisis kemampuan daya saing daerah kabupaten/kota di Propinsi Jawa Timur, dilakukan melalui tiga tahapan analisis. Berikut tahapan analisis yang dilakukan:

1) Menganalisis Kemampuan Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur

Dalam menganalisis kemampuan daya saing daerah kabupaten/kota, dilakukan dengan menghitung jumah tertimbang dari semua variabel, yang sudah ditransfrormasikan kedalam angka semi-standardized

dengan menggunakan bobot yang diperoleh dari hasil jawaban dari kuisioner AHP yang sudah di transformasikan kedalam expert choice. Jumlah tertimbang angka semi-standardized yang tinggi mengindikasikan tingkat daya saing yang lebih tinggi pula.

2) Melakukan Pemetaan Daya Saing Daerah

Gambaran daya saing daerah kabupaten/kota di Propinsi Jawa Timur smerupakan representasi dari kinerja indikator-indikator pembentuk daya saing tersebut, semakin baik kinerja indikator-indikator tersebut maka semakin tinggi pula daya saing daerah suatu kabupaten/kota, dan adapun juga sebaliknya.

Untuk melakukan pemetaan daya saing daerah, dilakukan dahulu pemetaan daerah berdasarkan indikator input dan indikator output. Pemetaan daya saing daerah disini berfungsi untuk mengetahui dimana posisi daya saing tiap kabupaten/kota di propinsi Jawa Timur. Setelah itu, mengklasifikasikan daerah kedalam peta berdasarkan skor daya saing indikator input dan output. Pemetaan daya saing daerah berdasarkan variabel input dan output dilakukan dengan meng-cluster daerah berdasarkan posisi variabel input dan output yang berada di luar rata-rata plus-minus setengah standard deviasinya. Meskipun metode yang dipilih bersifat ad-hoc, tetapi efektivitas yang diinginkan dapat terpenuhi. Kemudian membuat neraca daya saing, yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi “keunggulan” maupun “kelemahan” dalam menunjang pengembangan daya saing.

3) Merumuskan Daya Saing Pengembangan berdasarkan Potensi Daya Saing tiap kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur

Dari hasil pemetaan daya saing daerah, dilakukan penyusunan upaya pengembangan dengan teknik analisis deskriptif kualitatif. Tujuan dari analisis ini adalah mengetahui faktor apa saja yang bisa meningkatkan daya saing daerah berdasarkan prioritas faktor penentu daya saing daerah terhadap kondisi empiris di lapangan. Analisis

tersebut akan disesuaikan dengan karakteristik masing-masing kabupaten/kota.

Hasil yang diharapkan adalah dapat memberikan petunjuk untuk menentukan upaya pengembangan yang cocok untuk kabupaten/kota berdasarkan pada prioritas faktor penyebab yang didukung dengan hasil analisis skor daya saing dan peringkat perekonomian daerah serta analisis perkembangan daya saing perekonomian daerah serta hasil neraca daya saing yang menentukan faktor-faktor keuntungan dan keterbatasan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Daya Saing Propinsi Jawa Timur

Dalam penelitian ini, terdapat dua indikator yang dijadikan sebagai acuan dalam menentukan kemampuan daya saing suatu daerah, yaitu :

1. Indikator Input Daya Saing

Indikator input adalah indikator dalam piramida daya saing daerah yang bersifat endowment maupun yang diakibatkan oleh adanya interaksi aktivitas kegiatan masyarakatnya. Pada indikator input, daerah kabupaten unggul di sektor yang berbasis sumber daya alam. Untuk daerah perkotaan, unggul pada sektor SDM&Ketenagakerjaan serta sektor-sektor berbasis non alam.

2. Indikator Output Daya Saing

Indikator output adalah indikator dalam piramida daya saing daerah adalah dampak dari indikator input. Kinerja dari indikator input ini akan menimbulkan suatu luaran kinerja perekonomian (indikator output) yang nantinya bisa dijadikan dasar penilaian untuk menentukan arahan upaya pengembangan yang tepat untuk tiap daerah. Pada indikator output, daerah perkotaaan mendominasi keselurahan indikator.

B. Penghitungan Nilai Standar dan Pembobotan

1. Dalam menentukan skor daya saing, semua data yaang digunakan dalam penelitian ini harus di standarkan. Karena berbagai data yang menggambarkan antar variabel satu dengan yang lain, memiliki satuan dan nilai yang berbeda-beda. Oleh karena itu harus disamakan perhitungannya, sehingga dalam menentukan skoring, bisa didapat nilai yang

comparable.

2. Perhitungan bobot masing-masing variabel pembentuk daya saing daerah menggunakan metode Analitycal Hierarky Process (AHP). Dalam menentukan bobot setiap variabel daya saing, didahului dengan penyebaran kuisioner kepada stakeholder yang ditentukan melalui analisis stakeholder. Untuk bobot antar indikator input, bisa dilihat pada Gambar 1 dibawah ini.

(3)

Gambar 1. Bobot Indikator Input

Sumber : Hasil olahan, 2014

Pembobotan indikator input daya saing, indikator Sumber Daya Manusia, dan Ketenagakerjaan memiliki tingkat kepentingan paling tinggi dibanding indikator yang lain dengan bobot 0,272. Untuk tingkat kepentingan yang paling rendah ada pada indikator Perbankan dan Lembaga Keuangan dengan bobot 0,123. Untuk lebih detailnya, bisa dilihat pada Tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Bobot Indikator Input

Variabel Bobot

Produktivitas Sektoral 0,134

1. Produktivitas Sektor Primer 0,036 2. Produktivitas Sektor Sekunder 0,049 3. Produktivitas Sektor Tersier 0,049

Keuangan Daerah 0,043

4. Kapasitas Fiskal Daerah 0,014

5. Government Size 0,008

6. Belanja Pelayanan Publik per Kapita 0,020

Sumber Daya Manusia 0,117

1. Jumlah Penduduk 0,029 2. Rasio ketergantungan 0,052 3. Rata-rata Lama Sekolah Penduduk 0,023

4. Angka Harapan 0,013

Ketenagakerjaan 0,155

5. Jumlah Angkatan Kerja 0,094 6. Laju Pertumbuhan Jumlah Angkatan Kerja 0,061 Keterbukaan, Investasi dan Kemahalan Daerah 0,051 7. Total Investasi per Kapita 0,022 8. Indeks Kemahalan Daerah 0,010

9. Firm Density 0,019

Lingkungan Usaha Produktif oleh Masyarakat 0,112

1. Jumlah Sektor Basis Daerah 0,027 2. Persentase Penduduk dengan Pendidikan

Tertinggi Universitas 0,020 3. Poverty Gap Index 0,038 4. Tingkat Kepadatan Penduduk 0,028

Transportasi dan Komunikasi 0,122

1. Nilai Tambah Sektor Pengangkutan per

Kapita 0,040

2. Kondisi Jalan menurut Kualitas Jalan 0,062 3. Jumlah Sambungan Telepon per Kapita 0,021

Energi 0,045

4. Konsumsi Listrik Industri dan Rumah Tangga

per Kapita 0,023

5. Produksi Listrik per Kapita 0,023

Sumber Daya Alam dan Lingkungan 0,097

6. Rasio Luas Lahan Produktif terhadap Total

Luas Lahan 0,04

7. Sumber Daya Air per Kapita 0,037 8. Nilai Tambah Sektor Pertambangan dan

Penggalian per Kapita 0,019 Infrastruktur Perbankan dan Non bank (Koperasi) 0,79

1. Jumlah Kantor Bank 0,036 2. Rasio Nilai Volume Usaha terhadap Jumlah

Koperasi Aktif 0,043

Kinerja Perbankan dan Sektor Keuangan 0,044

3. Total Kredit Perbankan 0,010

4. Dana Pihak Ketiga (DPK) 0,020 5. Nilai Tambah Sektor Keuangan per Kapita 0,015

Sumber : Hasil Olahan, 2014 Untuk bobot antar indikator output, bisa dilihat pada Gambar 2 dibawah ini.

Gambar 2. Bobot Indikator Output

Sumber : Hasil olahan, 2014

Pembobotan indikator output daya saing, indikator Produktivitas Tenaga Kerja memiliki tingkat kepentingan paling tinggi dibanding indikator PDRB per Kapita dan indikator Tingkat Kesempatan Kerja dengan bobot 0,456. Untuk tingkat kepentingan yang paling rendah ada pada indikator PDRB per Kapita dengan bobot 0,228. Untuk lebih detailnya, bisa dilihat pada Tabel 2 dibawah ini.

Tabel 2. Bobot Indikator Input

Variabel Bobot

1.Produktivitas Tenaga Kerja 0,456 2.PDRB per Kapita 0,228 3.Tingkat Kesempatan Kerja 0,316

Sumber : Hasil Olahan, 2014

C. Analisis Kondisi Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur

Skor daya saing diperoleh dari hasil kali dari nilai variabel dengan bobot variabel, baik variabel yang termasuk indikator input maupun indikator output. Untuk lebih jelasnya, bisa dilihat pada Gambar 3 dibawah ini.

Gambar 3. Skor Indikator Input-Output

(4)

Dari gambar diatas menjelaskan bahwasanya daerah perkotaan memiliki kemampuan daya saing yang tinggi. Dan kabupaten/kota yang berada diMetropolitan Surabaya dan sekitar Malang Raya, memiliki kemampuan daya saing yang tinggi. Dan daerah Jawa Timur bagian barat daya serta daerah Madura, termasuk wilayah yang memiliki kemampuan daya saing rendah.

1. Skor dan Peringkat Daya Saing Kabupaten/Kota berdasarkan Indikator Input

Dari analisis yang dilakukan, ditemukan bahwasanya kabupaten/kota yang memiliki peringkat teratas pada indiktor input, didominasi oleh daerah yang memiliki skor yang tinggi dan merata di setiap sub-indikator. Dan untuk kabupaten/kota yang memiliki skor rendah pada indikator input, didominasi oleh kabupaten/kota yang memiliki skor rendah hampir di semua sub-indikator.

Untuk posisi tiga teratas, ditempati oleh kota Surabaya, Kota Malang, dan Kabupaten Bojonegoro. Dan untuk kabupaten/kota yang memiliki skor rendah pada indikator input didominasi oleh kabupaten yang ada di Propinsi Jawa Timur bagian barat daya serta wilayah Madura dan tapal kuda.

Gambar 4. Skor Indikator Input

Sumber : Hasil Analisis, 2014

2. Skor dan Peringkat Daya Saing kabupaten/Kota berdasarkan Indikator Output

Dari analisis yang dilakukan, ditemukan bahwasanya kabupaten/kota yang memiliki peringkat teratas pada indiktor output, didominasi oleh daerah yang memiliki skor yang tinggi di setiap sub-variabel. Dan untuk kabupaten/kota yang memiliki skor rendah pada indikator input, didominasi oleh kabupaten/kota yang memiliki skor rendah di semua sub-indikator.

Untuk posisi teratas, didominasi oleh daerah perkotaan. Dan untuk kabupaten/kota yang memiliki skor rendah pada indikator output didominasi oleh

kabupaten yang ada di Propinsi Jawa Timur bagian selatan serta wilayah Madura dan tapal kuda.

Gambar 5. Skor Indikator Output

Sumber : Hasil Analisis, 2014

D. Pemetaan Daya Saing Daerah kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur

1. Klasifikasi ini berfungsi untuk mengetahui posisi daya saing tiap kabupaten/kota yang ada di Propinsi Jawa Timur berdasarkan skor daya saing indikator input-output. Dalam penghitungannya, skor daya saing tiap kabupaten/kota di propinsi Jawa Timur, dibandingkan dengan rata-rata skor input (rata-rata skor indikator input, 5,0813) dan output (rata-rata skor indikator output, 1,0011) dari keseluruhan skor daya saing kabupaten/kota di Propinsi Jawa Timur. Sehingga nantinya bisa didapatkan hasil skor perbandingan tiap kabupaten/kota dengan skor rata-rata tiap indikator.

Gambar 6. Grafik Posisi Daya Saing Kabupaten/Kota

(5)

Gambar 7. Posisi Kuadran Daya Saing Kabupaten/Kota

Sumber : Hasil Analisis, 2014

Untuk kabupaten/kota yang berada pada kuadran I, menunjukkan daerah yang memiliki skor input dan output diatas rata-rata. Adapun Kabupaten/kota yang berada pada kuadran I, yakni ; Kota Surabaya, Kota Kediri, Kota Malang, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, Kabupaten Mojokerto, Kota Mojokerto, Kota Madiun, dan Kota Blitar.

Untuk kabupaten/kota yang berada pada kuadran II, menunjukkan daerah yang memiliki skor input diatas rata-rata, tetapi skor outputnya dibawah rata-rata. Adapun Kabupaten/kota yang berada pada kuadran II, yakni : Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Malang, Kabupaten Tuban, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Jember, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Kediri, dan Kabupaten Lamongan.

Untuk kabupaten/kota yang berada pada kuadran III, menunjukkan daerah yang memiliki skor output diatas rata-rata, tetapi skor inputnya dibawah rata-rata. Adapun Kabupaten/kota yang berada pada kuadran III, yakni ; Kota Batu, Kota Pasuruan, Kota Probolinggo, dan Kabupaten Nganjuk.

Untuk kabupaten/kota yang berada pada kuadran IV, menunjukkan daerah yang memiliki skor input dan output dibawah rata-rata dan memiliki kemampuan daya saing rendah. Adapun Kabupaten/kota di kuadran IV, yakni : Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Jombang, Kabupaten Blitar, Kabupaten Magetan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Sumenep, Kabupaten Madiun, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pacitan, dan Kabupaten Trenggalek.

Gambar 8. Peta Kuadran Daya Saing Kabupaten/Kota

Sumber : Hasi Analisis, 2014

2. Identifikasi Variabel Penentu Daya Saing Daerah Pengembangan Daya Saing

Untuk memperjelas posisi daya saing di tiap kabupaten/kota di propinsi Jawa Timur, perlu adanya penjelas variabel-variabel apa saja yang bisa menjadi “keunggulan” suatu kabupaten/kota untuk meningkatkan daya saing daerahnya serta variabel-variabel apa saja yang menjadi “penghambat” perkembangan daya saing. Untuk itu perlunya adanya presentasi neraca daya saing yang nantinya bisa dijadikan acuan dalam menentukan implikasi pengembangan daya saing daerahnya.

Untuk wilayah perkotaan mendominasi sektor Produktivitas Sekunder, Produktivitas Tersier, SDM&Ketenagakerjaan, Infrastruktur&Sarana-Prasarana, serta sektor yang tidak berasal dari alam. Untuk wilayah kabupaten, memiliki keunggulan yang di sektor Produktivitas Primer, dan sektor-sektor yang berhubungan dengan sumber daya alam.

E. Upaya Peningkatan Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa TImur

Dari analisis sebelumnya, bisa ditarik suatu upaya pengembangan daya saing, antara lain :

1. Untuk kabupaten/kota yang berada pada kuadran I, menunjukkan daerah dalam “kondisi kuat” dan ditunjang oleh peluang pengembangan yang besar. Kabupaten/kota dalam kuadran I ini sangat mudah untuk melakukan developing dan expansi keluar. 2. Untuk kabupaten/kota yang berada pada kuadran II,

menandakan daerah yang kuat namun menghadapi tantangan besar. Maka daerah dalam kuadran ini disarankan untuk memperbanyak ragam strategi taktisnya pada indikator input guna meningkatkan kemapuan indikator outputnya.

3. Untuk kabupaten/kota yang berada pada kuadran III, menandakan daerah sangat lemah namun sangat

(6)

berpeluang. Untuk itu, kabupaten/kota yang ada dalam kuadran ini disarankan untuk mengubah strategi dengan cara meningkatkan produktivitas indikator input guna menopang indikator output yang sudah baik.

4. Untuk kabupaten/kota di kuadran IV, menandakan kondisi internal daerah ini lemah dan dihadapkan pada kondisi eksternal yang sulit.

Kabupaten/kota dalam kuadran ini perlu adanya perhatian khusus dari pemerintah, baik di kabupaten/kota (yang masuk kuadran IV) maupun pemerintah propinsi, sehingga kedepannya bisa mempersempit jarak daya saing dengan kabupaten/kota yang memiliki daya saing serta bisa mendongkrak daya saing Propinsi Jawa Timur di tingkat nasional. Menggunakan strategi bertahan berarti mengendalikan kinerja internal agar tidak semakin terperosok, strategi ini dipertahankan sambil terus berupaya membenahi internal daerahnya terlebih dahulu. Sebab diperkirakan dengan strategi lama sangat sulit untuk dapat menangkap peluang yang ada sekaligus memperbaiki kinerja daerah tersebut.

5. Perencanaan pembangunan daerah kabupaten/kota di Propinsi Jawa Timur bersifat spesifik. Keberhasilan perencanaan pembangunan di daerah perlu mempertimbangkan beberapa aspek yang tergambarkan oleh neraca daya saing daerah, lebih khusus untuk variabel yang menjadi “kelemahan” daerahnya masing-masing. Neraca daya saing 38 kabupaten/kota hasil analisis dan pembahasan sebelumnya kiranya bisa menjadi input dalam perencanaan pembangunan masing-masing kabupaten/kota di Propinsi Jawa Timur.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab pertama hingga bab keempat, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1) Tiap kabupaten/kota di Propinsi Jawa Timur memiliki kemampuan daya saing, hal tersebut bisa dilihat dari munculnya hasil skor daya saing tiap kabupaten/kota. 2) Pemetaan Daya Saing dilakukan dengan cara

mengklasifikasikan daya saing daerah dalam 4 kuadran berdasarkan skor daya saing indikator input-ouput. Hasil menunjukkan bahwa terdapat 9 kabupaten/kota yang masuk kedalam kuadran I.

Kuadran II terdapat 8 kabupaten/kota.

Kuadran III terdapat 4 kabupaten/kota dalam kelompok ini.

Kuadran IV menunjukkan bahwa ada total 17 kabupaten/kota atau 44,74% dari jumlah keseluruhan kabupaten/kota di Propinsi Jawa Timur.

3) Setelah dilakukan analisis neraca daya saing, hampir semua kabupaten/kota yang masuk kuadran I, merupakan kabupaten/kota yang memiliki kategori keunggulan

banyak. Dan hampir semua kabupaten yang masuk dalam kuadran IV, merupakan kategori yang memiliki kategori keunggulan sedikit.

4) Banyaknya kabupaten di Propinsi Jawa Timur yang masuk kedalam kuadran IV, perlu adanya perhatian yanng cukup serius bagi pemerintah kabupaten/kota maupun pemerintah di tingkat propinsi.

5) Adanya perbedaan kemampuan daya saing antara wilayah perkotaan dan kabupaten. Untuk wilayah perkotaan mendominasi sektor SDM & Ketenagakerjaan, Infrastruktur & Sarana-Prasarana, serta sektor yang tidak berasal dari alam, seperti contoh sektor produktivitas sekunder dan tersier. Untuk wilayah kabupaten, memiliki keunggulan yang di sektor yang berhubngan dengan alam, seperti sektor produktivitas primer, dan sumber daya air per kapita.

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkah, karunia dan tuntunan-Nya sehingga laporan Tugas Akhir dengan judul “Pengembangan Daya Saing Daerah

Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur berdasarkan Potensi

Daerahnya” ini dapat terselesaikan.

Dengan terselesaikannya laporan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Propinsi Jawa Timur, dan pihak-pihak terkait, yang telah memberikan bantuan dalam proses penyelesaian Tugas Akhir.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Salim, Randy. 2011. artikel “Menuju pertumbuhan inklusif yang berkelanjutan di Jawa Timur. Jawa Timur: www.salimrandy.blogspot.com.

[2] Kusuma, Hendra. 2013, artikel Optimalisasi Potensi Ekonomi Dalam Mengurangi Kesenjangan Antar Wilayah di Jawa Timur. Jawa Timur: http://hendrakusuma-umm.blogspot.com.

[3] Bank Indonesia, PPSK (2008). Profil dan Pemetaan Daya Saing Ekonomi Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia: Jakarta. Raja Grafindo Persada. [4] Huggins, Robert. 2003. “Creating a UK Competitiveness Idex: Regional

Gambar

Gambar 2. Bobot Indikator Output
Gambar 4. Skor Indikator Input
Gambar 7. Posisi Kuadran Daya Saing Kabupaten/Kota

Referensi

Dokumen terkait

Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Lembaran Negara Republik

Hasil analisis menggunakan Error Correction Model (ECM) pada penyaluran LC ekspor impor di Bank X secara keseluruhan maupun jika dilakukan pengklasifikasian atas komoditas

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan penambahan starter yang berbeda dalam proses fermentasi jerami padi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap

Berdasarkan perbedaan tersebut, maka perlu dikaji bagaimana produk metabolisme rumen pada sapi jantan fase tumbuh yang mendapat ransum lengkap ( complete feed )

Siklus kedua sama dengan siklus pertama. Siklus kedua juga teridiri dari empat tahapan. Pada tahapan perencanaan dilakukan identifikasi masalah yang timbul pada

MI NU Islamiyyah Kudus tahun pelajaran 2015/2016... 2) Pengaruh Tata tertib Sekolah terhadap Prestasi Belajar. Peserta Didik pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak di

Untuk membuat majalah sekolah yang baik dan lebih diminati siswa hendaknya pihak SMP Negeri 47 Surabaya dapat terus mengembangkan hasil dari penelitian yang telah

• Penerapan instrumen semacam unexplained wealth yang berlaku di negara lain ke Indonesia dapat dipastikan akan membawa konsep yang relatif baru dalam praktek hukum di