• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. Latar Belakang Pemilihan Kasus Dan Kasus Posisi. Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3). Hukum menjadi landasan tiap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I. Latar Belakang Pemilihan Kasus Dan Kasus Posisi. Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3). Hukum menjadi landasan tiap"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

Latar Belakang Pemilihan Kasus Dan Kasus Posisi A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara hukum, hal ini diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3). Hukum menjadi landasan tiap negara dalam melaksanakan supaya tercapailah kepastian hukum, agar tidak ada hak atau kepentingan yang di langgar di dalamnya. Pada prinsipnya, hukum tidak hanya meliputi sekumpulan asas-asas dan kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, melainkan juga termasuk lembaga dan proses dalam mewujudkan

berlakunya kaidah itu dalam kenyataan di masyarakat1. Hukum

pidana adalah salah satu bagian hukum yang diterapkan di Indonesia, di dalam hukum pidana terdapat dua istilah penting yang harus di pahamai yaitu Ius Poenale ( pembagian hukum pidana materil dan formil) dan Ius Poeniendi (kewenangan negara untuk menjatuhkan hukuman).

Di dalam perjalanan panjang para pencari keadilan dalam perkara pidana dimulai dari proses penyelidikan sampai persidangan. Untuk menentukan apakah suatu peristiwa yang terjadi merupakan suatu tindak pidana atau bukan, diadakannya suatu penyelidikan. Jika ternyata perbuatan tersebut adalah suatu tindak

1 Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum Dalam Pembangunan, Alumni,

(2)

pidana maka selanjutnya dilakukan penyidikan. Hasil penyidikan ini dilimpahkan ke kejaksaan yang kemudian menilai bahwa berkas hasil penyidikan ini telah lengkap, maka berkas perkara tersebut dilimpahkan ke pengadilan. Hakim dalam suatu sidang pengadilan akan memeriksa dan mengadili perkara tersebut dan akan

mengakhirinya dengan penjatuhan putusan oleh majelis hakim.2

Mahkamah Agung merupakan puncak dari upaya (hukum) dalam mencari keadilan melalui proses peradilan baik sebagai pengadilan tingkat kasasi maupun pengadilan untuk pemeriksaan peninjauan kembali.

Secara umum hukum pidana berfungsi untuk mengatur dan menyelenggarakan kehidupan masyarakat agar dapat menciptakan dan memelihara ketertiban umum. Hal ini disebabkan dan dilatarbelakangi banyaknya kepentingan dan kebutuhan diantara subjek-subjek hukum lainya, yang terkadang saling bertentangngan. Untuk menghindari sikap dan perbuatan yang merugikan kepentingan dan hak orang lain dalam rangka memenuhi kebutuhan atau kepentingan-kepentingan masing-masing subjek hukum, hukum memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan sehingga tidak bersikap sewenang-wenang dalam upaya mencapai dan

2 Pontang Moerad, Pembentukan Hukum Melalui Putusan Pengadilan Dalam Perkara

(3)

memenuhi hak dan kewajiban diantara pelaku dan pelaksana hukum di lapangan.

Namun demikian, pemberian batasan-batasan tersebut tetap bermanfaat setidaknya memberikan gambaran dari arti hukum

pidana itu sendiri.3 Penyelesaian perkara menurut KUHAP menganut

sistem yang disebut peradilan pidana terpadu (Integrated Criminal Justice system). Dalam sistem ini proses penyelesaian perkara pidana melalui beberapa tahap tertentu, setiap tahapnya ditangani oleh pejabat atau petugas yang berbeda, tetapi masing-masing

mendukung dalam proses penyelesaian,4 hingga proses penuntutan.

Berbicara mengenai hakim dan putusan hakim di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari pembicaraan tentang keadilan dan kepastian hukum, hal ini disebabkan kedua kata tersebut merupakan unsur

yang esensial dalam hukum termasuk putusan hakim.5 Putusan

pengadilan merupakan hasil dari penerapan hukum positif, putusan ini dihasilkan dari suatu proses peradilan di dalam sidang pengadilan yang meliputi proses pemeriksaan saksi-saksi, pemeriksaan

terdakwa dan pemeriksaan barang bukti.6

3 Alfitra, hapusnya hak menuntut dan menjalankan pidana, Raih asa sukses, Bogor, 2012,

hlm. 3.

4 Ibid. hlm.5

5 Antosius Sudirman, Hati Nurani Hakim dan Putusannya, citra Aditya Bakti, Bandung,

2007, hlm. 44.

6 Rusli Muhamad, Hukum Acara Pidana Kontemporer, Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2007,

(4)

Putusan hakim ini menjadi penting baik bagi para pencari keadilan (justiabelen) itu sendiri, bagi para hakim maupun bagi perkembangan hukum pidana di Indonesia. Bagi para pencari keadilan putusan hakim terutama putusan Makamah Agung merupakan akhir dari perjalanan panjang dalam rangka mencari keadilan bagi dirinya. Bagi para hakim dapat merupakan “pedoman” dalam memeriksa dan mengadili perkara yang sama dengan perkara yang telah diputuskan oleh Mahkamah Agung.

Putusan yang menjatuhkan hukuman pemidanaan kepada seorang terdakwa tiada lain daripada putusan yang berisih perintah untuk menghukum terdakwa sesuai dengan ancaman pidana yang

disebut dalam pasal pidana yang didakwakan7. Dalam Sr. tahun

1886 tidak diperkenankan untuk menjatuhkan kumulasi pidana pokok. Dianggap bahwa sifat perampasan kemerdekaan dan pidana denda satu sama lain begitu berbeda serta dengan tujuan-tujuan yang berbeda pula sehingga tidak memungkinkan penjatuhan kedua jenis sanksi tersebut secara bersamaan pada satu orang untuk

tindak pidana yang sama8.

Praktek pencucian uang bukan merupakan suatu fenomena yang baru. Para pelaku tindak pidana selalu berusaha mengaburkan

7 M. Yahya Harahap,Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan

sidang pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali), Jakarta, Sinar Grafika, 2001, hlm.

354.

8Jan Rammelink, Hukum Pidana (komentar atas pasal-pasal terpenting dari kitab

Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan pandanannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia), Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 2003, hlm. 464.

(5)

harta kekayaan yang didapat dari tindak kejahatan yang pernah dilakukannya. Masalah pencucian uang saat ini dirasa telah berkembang dengan begitu cepat, apalagi bila dikaitkan dengan jumlah dana yang dilakukan pencucian mencapai jutaan US dolar, yang sebagian besar hasil dari perdagangan gelap atau penyeludupan obat-obatan terlarang, penjualan senjata, hasil korupsi tindak kecurangan dan hasil tindak kejahatan terorganisir lainnya.

Dalam suatu tindak pidana dikatakan telah terjadi suatu perbarengan dalam kondisi, jika satu orang, melakukan lebih dari 1 tindak pidana, yang dapat dipertanggungjawabkan secara pidana pada orang tersebut, di mana untuk tindak pidana itu belum ada putusan hakim diantaranya dan terhadap perkara-perkara pidana itu akan diperiksa serta diputus sekaligus. Didalam KUHP diatur dalam pasal 63 s/d 71 yang terdiri dari :

1. Perbarengan peraturan (concursus Idealis) pasal 63.

a. Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu di antara aturan-aturan itu; jika berbeda-beda, yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.

b. Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana

(6)

yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan.

2. Perbuatan berlanjut (Delictum Continuatum

/Voortgezettehandeling) pasal 64.

a. Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, maka hanya diterapkan satu aturan pidana; jika berbeda-beda, yang diterapkan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.

b. Demikian pula hanya dikenakan satu aturan pidana, jika orang dinyatakan bersalah melakukan pemalsuan atau perusakan mata uang, dan menggunakan barang yang dipalsu atau yang dirusak itu.

c. Akan tetapi, jika orang yang melakukan kejahatan-kejahatan tersebut dalam pasal- pasal 364, 373, 379, dan 407 ayat 1, sebagai perbuatan berlanjut dan nilai kerugian yang ditimbulkan jumlahnya melebihi dari tiga ratus tujuh puluh lima rupiah, maka ia dikenakan aturan pidana tersebut dalam pasal 362, 372, 378, dan 406. 3. Perbarengan perbuatan (Concursus Realis) pasal 65.

(7)

a. Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, maka dijatuhkan hanya satu pidana.

b. Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana yang diancam terhadap perbuatan itu, tetapi boleh lebih dari maksimum pidana yang

trerberat ditambah sepertiga9.

Dr. Drs Bahasyim Assifie, M.Si. bin adalah terdakwa selaku Pegawai Negeri Sipil pada Kementrian Keuangan Cq. Direktorat Jenderal Pajak yang berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 472/KM.1/Up.11/2002 tanggal 30 Oktober 2002 menduduki jabatan sebagai Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta Tujuh, dengan menyalahi wewenangnya terdakwa melakukan tindak pidana korupsi dengan meminta sejumlah uang kepada wajib pajak dan uang tersebut dimasukan ke beberapa rekening yang salah satunya adalah rekening dari istri terdakwa, sehingga memenuhi rumusan tindak pidana pencucian uang. Terdakwa mendapatkan penjatuhan pidana oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, penjara selama 10 (sepuluh) tahun, dan denda sebesar Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh

(8)

juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama : 3 (tiga) bulan. Karena tidak menerima putusan Pengadilan Negeri terdakwa melakukan Banding, dan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Jakarta juga menjatuhkan pidana 12 (dua belas) tahun dan pidana denda sebesar Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah). Terdakwa melakukan kasasi atas dan Majelis Hakim Agung juga menjatuhkan hukuman pidana 6 tahun dan denda Rp. 500.000.000,- untuk Korupsi dan 6 tahun dan denda Rp. 500.000.000,- untuk tindak pidana Korupsi.

Proses pemeriksaan kasasi yang dilakukan oleh Mahkamah Agung menghasilkan sebuah putusan pidana akumulasi, di bedakan hukuman atas masing-masing tindak pidana. Untuk tindak pidana korupsi terdakwa diputus pidana 6 tahun penjara dan denda sebesar Rp. 500.000.000, sedangkan untuk tidak pidana pencucian uang terdakwa juga diputus pidana 6 tahun dana denda sebesar Rp. 500.000.000. Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk membahas permasalahan yang akan di tulis dengan judul: STUDI KASUS MAHKAMAH AGUNG NO. 145 K/ PID. SUS/ 2011 DENGAN TERDAKWA Dr. Drs BAHASYIM ASSIFIE, M. Si. . bin KHALIL SARINOTO TERKAIT PENJATUHAN PIDANA SECARA AKUMULASI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

(9)

B. Kasus Posisi

Nama : DR. Drs. BAHASYIM ASSIFIE, M.Si. bin

KHALIL SARINOTO

Tempat lahir : Sidoarjo

Umur/tanggal lahir : 58 tahun/05 Juni 1952

Jenis kelamin : Laki-laki

Kebangsaan : Indonesia

Tempat tinggal : Jl. Belalang No. 2 RT 09 RW 03, Kelurahan

Rawajati, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan

A g a m a : Islam

Pekerjaan : PNS

Kronologis

Terdakwa selaku Pegawai Negeri Sipil pada Kementrian Keuangan Cq. Direktorat Jenderal Pajak yang berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 472/KM.1/Up.11/2002 tanggal 30 Oktober 2002 menduduki jabatan sebagai Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta Tujuh. Adapun cara-cara Terdakwa dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya diantaranya adalah mendatangi Wajib Pajak yang bernawa KARTINI MULYADI pada sekitar tanggal 03 Februari 2005 di Lantai 5 Gedung Bina Mulia Jalan

(10)

Rasuna Said Kuningan Jakarta Selatan. Terdakwa meminta sejumlah uang kepada KARTINI MULYADI dan oleh karena adanya perasaan takut pada diri KARTINI MULYADI kepada Terdakwa selaku Pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang mempunyai kewenangan dalam penyidikan dibidang Pajak, serta agar supaya perusahaannya tidak diganggu oleh Terdakwa maka kemudian KARTINI MULYADI menyetujui permintaan Terdakwa. KARTINI MULYADI pun menyuruh karyawanya CENDAI KUSUMA PHOE untuk membuat slip penarikan uang sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) dari Rekening 607-0054777 pada Bank BCA milik saksi KARTINI MULYADI, untuk diserahkan kepada Terdakwa DR. Drs. BAHASYIM ASSIFIE, M.Si. Kemudian saksi KARTINI MULYADI meminta saksi CENDANI KUSUMA PHOE untuk menemani Terdakwa DR. Drs. BAHASYIM ASSIFIE, M.Si. ke Bank BCA di Lantai 1 Gedung Bina Mulia untuk menarik uang yang sudah di isi dalam slip penarikan. Lalu terdakwa mengisi slip setoran tunai ke rek 00199963416 atas nama saksi SRI PURWANTI (istri Terdakwa). Sejak sebelum tahun 2002 Terdakwa memiliki uang sebesar Rp.30.000.000.000,- (tiga puluh milyar rupiah) yang menurut Terdakwa adalah hasil dari berbagai usahanya yakni jual beli tanah, jual beli mobil, valas, cuci cetak foto, pemasangan flambing, penyertaan modal pada suatu perusahaan. sekitar tahun 2003 sudah tercatat sebagai Nasabah Prioritas Bank BNI karena

(11)

Terdakwa adalah sebagai nasabah yang menyimpan dana di atas Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) atau lebih, Bahwa dari dana dana milik Terdakwa, lalu Terdakwa menyimpan dananya tersebut pada beberapa Rekening Bank BNI, yakni. Pada tanggal 05 Oktober 2004 di buka Rekening Taplus Bisnis Perorangan atas nama SRI PURWANTI pada Bank BNI Kantor Cabang Jakarta Pusat dengan Nomor Rekening 19996341-6, dengan saldo awal Rp. 633.063.416,-. Terhadap Rekening Taplus Bisnis Perorangan atas nama SRI PURWANTI pada Bank BNI Kantor Cabang Jakarta Pusat dengan Nomor Rekening 19996341-6 tersebut, berdasarkan Rekening Koran dalam kurun waktu sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2010, terdapat mutasi berupa penyetoran/pemindahbukuan atau transfer yang merupakan uang masuk sebanyak sekitar 304 (tiga ratus empat) kali dengan jumlah sekitar Rp. 885.147.034.806,- (delapan ratus delapan puluh lima milyar seratus empat puluh tujuh juta tiga puluh empat ribu delapan ratus enam rupiah). Diantara transaksi uang masuk tersebut, diantaranya terdapat mutasi uang berupa setoran tunai dari Terdakwa DR. Drs. BAHASYIM ASSIFIE, M.Si. yang disetorkan melalui saksi YANTI PURNAMASARI, SE.MM. sebagai berikut :

1. Tanggal 22 November 2004, Terdakwa melakukan setoran tunai sebesar Rp.350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta

(12)

rupiah) dengan cara petugas dari BNI datang mengambil setoran tersebut di rumahnya ;

2. Tanggal 22 November 2004, Terdakwa melakukan setoran tunai sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dengan cara petugas dari BNI datang mengambil setoran tersebut di rumahnya ;

3. Tanggal 22 November 2004, Terdakwa melakukan setoran tunai sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dengan cara petugas dari BNI datang mengambil setoran tersebut di rumahnya ;

Tanggal 29 November 2004, Terdakwa melakukan setoran tunai sebesar Rp.223.000.000,- (dua ratus dua puluh tiga juta rupiah) dengan cara petugas dari BNI datang mengambil setoran tersebut di rumahnya.

Dakwaan Jaksa Penuntut Umum: Pertama

Primair

Perbuatan Terdakwa diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ; langsung memasukkan uang sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)

(13)

Perbuatan Terdakwa diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Lebih SUBSIDAIR

Perbuatan Terdakwa diancam pidana dalam Pasal 12 B ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ;

Lebih-lebih SUBSIDAIR

Perbuatan terdakwa diancam pidana dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ;

Kedua PRIMAIR

Perbuatan terdakwa diancam pidana Pasal 3 ayat (1) huruf a Undang Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana yang telah dirubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak pidana Pencucian.

(14)

Perbuatan terdakwa diancam pidana Pasal 3 ayat (1) huruf b Undang Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana yang telah dirubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak pidana Pencucian uang.

Lebih Subsidair

Perbuatan Terdakwa diancam pidana Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana yang telah dirubah dengan Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak pidana Pencucian uang. Amar Putusan Pengadilan Negeri Jakarta selatan No 1252/Pid.B/-2010/PN. Jkt.Sel.

Terdakwa dinyatakan bebas dari dakwaan Kesatu Primair, dakwaan Kesatu Subsidair, dakwaan Kesatu Lebih Subsidair. Terdakwa juga dengan terbukti secara sah telah melakukan tindak pidana korupsi dan Pencucian uang. Terdakwa dijatuhkan pidana penjara selama 10 tahun dan denda Rp. 250.000.000,- ( Dua ratus lima puluh juta), dan terdakwa tetap berada di tahanan.

Amar Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Jakarta No. 08/PID/TPK/2011/PT.DKI.

Menyatakan Terdakwa dengan identitas tersebut di muka tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak

(15)

pidana sebagaimana dakwaan kesatu Primair, dakwaan Kesatu

Lebih Subsidair, dakwaan Kesatu Lebih-Lebih Subsidair,

membebaskan terdakwa dari dakwaan-dakwaan di atas.

Menyatakan terdakwa dengan identitas di muka telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Korupsi sebagaimana dakwaan Kesatu Subsidair, dan Pencucian Uang sebagaimana dakwaan Kedua Primair. Terdakwa dijatuhkan pidana penjara selama 12 (dua belas) tahun dan denda sebesar Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah), dan terdakwa tetap berada dalam tahanan.

Amar Putusan Mahkamah Agung No. 1454 k/ PID. SUS/ 2011 Terdakwa dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana di dakwaan Kesatu Primair, dan terbebas dari dakwaan Primair tersebut. Terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “KORUPSI” dan terdakwa dijatuhkan pidana 6 (enam) tahun dan denda Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). Terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “PENCUCIAN UANG” dan terdakwa dijatuhkan pidana 6 (enam) tahun dan denda Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

Referensi

Dokumen terkait

Kesadahan kalsium dan magnesium akan diperhitungkan dari Kesadahan kalsium dan magnesium akan diperhitungkan dari pemeriksaan kimia yang lengkap, namun demikian informasi

Media informasi digital yang memaparkan informasi birokrasi kampus untuk publik, serta transparansi pengelolaan dana keuangan MENDORONG PENINGKATAN KUALITAS TRANSPARANSI,

surat permintaan pembelian, surat penawaran harga, surat penetapan penyedia barang, surat perintah kerja, faktur pembelian, faktur pajak, surat penerimaan barang,

Salah satu sumber energi biomassa adalah biogas, hal ini dikarenakan biogas tergolong ke dalam energi yang berasal dari bahan- bahan organik (bahan non fosil) yang

tanaman hias , dari 30 kelas terdapat enam belas kelas yang mampu mengidentifikasi semua citra uji sehingga menghasilkan tingkat akurasi 100%, citra-citra yang memiliki

Penyusunan Rencana Program dalam RENSTRA 2009-2012 berlandaskan upaya menjadikan Program Studi Pendidikan Bidan menjadi institusi pendidikan bidan yang terkemuka

Regresi parametrik merupakan pendekatan regresi untuk mengetahui pola hubungan antara variabel respon dan variabel prediktor dengan bentuk kurva regresi

Akan tetapi, larangan ini tidak berlaku untuk lembaga pemberi pinjaman publik, seperti bank, lembaga simpan pinjam, atau serikat kredit yang mungkin merupakan mitra bisnis MSA,