7 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu adalah suatu dasar penting untuk menempatkan penelitian yang dilakukan saat ini. Selain untuk menegaskan orisinalitas, penelitian terdahulu juga bermanfaat memberikan pencerahan dasar teori yang relevan, serta acuan untuk mengembangkan fokus penelitian yang baru melalui kesenjangan-kesenjangan yang ditemukan. Penelitian terdahulu yang menjadi referensi penelitian ini adalah yang terkait dengan pemasaran media sosial, konten bersponsor, pemanfaatan endorser, proses keputusan konsumen, serta consumer involvement. Penelitian-penelitian tersebut beserta research gap dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 2. 1 Penelitian Terdahulu
Peneliti Judul Tujuan Penelitian Research Gap
Xiao, Wang, & Chan-Olmsted, 2018 Factors Affecting YouTube vlogger Marketing Credibility: A Heuristic-Systematic Model Menggunakan heuristic-systematic model untuk untuk menganalisis bagaimana proses evaluasi dan sikap konsumen terhadap pemasaran yang didukung oleh YouTube influencer. Penelitian terdahulu menganalisis efektivitas YouTube influencer dalam mendukung pemasaran media sosial secara umum, tanpa diferensiasi terhadap jenis influencer, jenis produk, serta jenis konten. Penelitian saat ini melengkapi gap tersebut dengan menambahkan jenis influencer, jenis produk wisata, serta jenis konten bersponsor. Tanjung, S. & Hudrasyah, H., 2016 The Impact of Celebrity and Non-Celebrity Endorser Credibility in Menganalisis efektivitas serta perbandingan antara endorser selebriti dan
non-Karakteristik responden dalam penelitian terdahulu terbatas pada gender wanita usia 16-30, sehingga diperlukan penelitian
8 the Advertisement on Attitude Towards Advertisement, Attitude Towards Brand, and Purchase Intention selebriti dalam memengaruhi konsumen melalui periklanan produk Sampo. terhadap karakteristik responden yang lebih luas untuk mendapatkan persepsi konsumen yang lebih komperhensif. Produk yang diteliti terbatas pada Fast Moving Consumer Goods (FMCG) dan jenis iklan yang diteliti adalah iklan televisi. Penelitian saat ini bermaksud memperluas area penelitian empiris dengan menganalisis jenis produk experience goods dan dukungan endorser selebriti dan non-selebriti dalam konten YouTube bersponsor. Samat, M. F., Ramlee, N. A. Z., Bakar, H. A., Annual, N., & Rasid, M. F. R. M., 2016 Endorser Credibility and Its Influence on the Purchase Intention of Social Networking Sites Consumer : A Mediating Role of Attitudes Towards SNS Menganalisis pengaruh celebrity endorser dalam pemasaran situs jejaring sosial (SNS) terhadap minat beli konsumen online dengan peran mediasi sikap terhadap iklan
Penelitian saat ini menganalisis dengan model serupa, pada pemasaran destinasi wisata melalui media sosial YouTube dan menambahkan analisis perbandingan efektivitas antara endorser selebriti dan YouTube vlogger
(Sumber: Hasil kajian mandiri, 2019)
2.2 Konten Bersponsor
YouTube adalah platform global terbesar untuk berbagi video,
yang memungkinkan penggunanya menonton dan mengunggah konten buatan sendiri, serta berinteraksi satu sama lain (Press
YouTube, 2019). Survei yang dilakukan Google terhadap 20.000
responden menemukan bahwa 90% calon konsumen menggali informasi produk lewat video di YouTube, dan sekalipun pencarian informasi ini tidak selalu menimbulkan minat beli, pesan produk tersebut tetap terasosiasi dengan konsumen (Think With Google,
9
2018). Meningkatnya konsumsi audiens terhadap YouTube, membuat konten-konten dalam platform ini digunakan sebagai cara komunikasi informal mengenai suatu produk atau brand (Berger & Iyengar, 2013; Harnish & Bridges, 2016). Pemanfaatan YouTube sebagai sarana pemasaran digital dikenal dengan YouTube marketing. Salah satu pendekatan YouTube marketing adalah konten bersponsor. Wu (2016) mendefinisikan konten bersponsor sebagai kerjasama berbayar yang nyata dan ketat antara perusahaan dengan content
creator, di mana mereka wajib untuk menyediakan menit-menit
tertentu atau video-video khusus untuk menyampaikan pesan pemasaran produk/brand dari sponsor dan mendapatkan komisi dalam periode waktu tertentu. Para content creator yang melakukan kerjasama konten bersponsor dengan pemasar kemudian disebut pendukung atau endorser. Konten bersponsor mengandung sifat dari
native advertising, yakni jenis periklanan yang dirancang berbaur
dengan tema konten (Interactive Advertising Bureau dalam (Manic, 2015) agar pesan iklan tersebut secara tidak mencolok mampu menembus kesadaran persuasi audiens (Glasser et al., 2019; Terskikh, 2019).
2.2.1 Selebriti
Shimp (2003) (dalam Koththagoda & Dissanayake, 2017) mengemukakan definisi selebriti sebagai pendukung iklan. Ketika figur-figur yang sangat terkenal di kalangan masyarakat seperti aktor, penyanyi profesional, atlit, maupun tokoh pemerintah bekerjasama dengan pemasar untuk meningkatkan kesadaran dan minat beli terhadap suatu produk/brand, mereka disebut celebrity
10
endorser. Popularitas selebriti di media konvensional membuat
mereka secara tidak langsung, telah memiliki status mega influencer (Influencer Marketing Hub, 2020). Selebriti diminati oleh pemasar, karena pesan iklan yang di sampaikan oleh sumber yang menarik dan sangat populer dinilai mampu mendapatkan asosiasi audiens yang lebih besar, dan akan sangat mudah diingat (Royan, 2004 dalam Wihayati, 2017). Kerjasama konten bersponsor dengan celebrity
endorser di platofirm YouTube dapat dilihat pada video perjalanan
wisata (travel vlog) selebriti Raffi Ahmad dan Nagita Slavina dalam
channel resmi mereka ‘RANS Entertainment’, di mana konten
perjalanan wisata mereka ke berbagai destinasi luar negeri dan domestik banyak disponsori oleh brand, salah satunya adalah perjalanan ke Labuan Bajo – Nusa Tenggara Timur. Perjalanan wisata ‘RANS’ disponsori oleh Ayana Resort Labuan Bajo untuk meningkatkan visibilitas layanan Ayana Resort, kapal pesiar mewah Lako Di’a. Merek minuman Energen juga mensponsori video tersebut untuk mengiklankan produknya. Konten bersponsor unggahan RANS dibuat dengan konsep persuasif, memperlihatkan alam Labuan Bajo, tanya jawab dengan pihak Ayana mengenai kelebihan menggunakan Ayana Resort dan kapal wisata Lako Di’a, beberapa tayangan RANS mengonsumsi brand Energen, serta ulasan kepuasan berwisata yang dialami (YouTube Channel RANS Entertaiment, 2019).
2.2.2 YouTube Vlogger
YouTube vlogger umumnya adalah para sesama pengguna yang
membuat konten pribadi dengan gaya video blog (vlog) dan secara rutin mengunggahnya di platform YouTube. Video yang diunggah
11
memiliki berbagai tema, seperti kegiatan sehari-hari, kegiatan khusus seperti liburan, permainan game (gaming), musik, serta ulasan dan rekomendasi untuk menggunakan produk tertentu. Beberapa
YouTube vlogger yang mendapatkan pengikut dalam jumlah yang
besar karena memanfaatkan channel mereka untuk membahas yang mereka kuasai akan dianggap sebagai pemimpin opini (opinion
leader) atau influencer (Loeper et al., 2014). YouTube vlogger diminati
pemasar sebagai endorser, karena mereka terkenal dengan video yang berorientasi pengguna, di mana rekomendasi terhadap suatu produk berdasar pada pengalaman pribadi mereka (Lin, et al, 2018). Para pengikut (subscribers) dari YouTube vlogger memiliki demografis yang lebih spesifik sesuai konten yang mereka sajikan, sehingga memudahkan pemasar dalam memilah target pesan pemasaran. Peran YouTube vlogger dalam mendukung komunikasi pemasaran banyak dibandingkan dengan selebriti baik di media konvensional maupun media sosial. Penelitian Schouten, Janssen, & Verspaget (2020) menemukan bahwa ketika mendukung pemasaran produk makanan, kesehatan, pakaian, dan kecantikan melalui media sosial, persepsi kepercayaan konsumen online terhadap influencer non-selebriti lebih besar dibandingkan selebriti. Opini yang disampaikan oleh influencer yang berasal dari sesama pengguna dianggap lebih handal dan berdasarkan pengalaman pribadi menggunakan produk. Penelitian lainnya oleh Evelina & Handayani (2018), menemukan bahwa para digital influencer mampu menyebarkan pesan produk dengan cepat dan menumbuhkan kepercayaan yang tinggi terhadap produk kosmetik melebihi peran selebriti dalam iklan konvensional. Penelitian saat ini juga meneliti
12
hal serupa, namun berfokus pada pemasaran produk pariwisata. Contoh konten bersponsor menggunakan YouTube vlogger dapat ditemui dalam vlog perjalanan wisata unggahan Glenn Prasetya,
content creator yang memfokuskan channel YouTube nya untuk
membahas fotografi, perjalanan wisata, dan gaya hidup. Maskapai
Citilink Indonesia mensponsori perjalanan wisata Prasetya ke Labuan
Bajo untuk mempromosikan rute baru Citilink dari Jakarta terbang langsung ke Labuan Bajo. Sebagai pertukaran mutual, Prasetya mengajak subscribers-nya untuk menggunakan maskapai Citilink, serta menambahkan affiliated link untuk memberikan potongan harga khusus (YouTube Channel Glenn Prasetya, 2018).
2.2.3 Atribut Kredibilitas dan Daya Tarik Endorser
Ketika selebriti dan YouTube vlogger memanfaatkan konten mereka untuk mendukung strategi pemasaran produk/brand sebagai
endorser, efektivitasnya dalam memengaruhi keputusan konsumen
diukur dengan kredibilitas dan daya tarik. Penilaian kredibilitas
endorser didasari teori kredibilitas sumber atau Source Credibility Theory (Hovland & Weiss, 1951), yakni sumber yang kredibel dapat
meningkatkan efektivitas pesan yang disampaikan, sehingga membentuk respon yang positif dari penerima pesan. Penilaian terhadap daya tarik endorser juga dianggap penting dalam efektivitas pemasaran. Royan (2004) (dalam Wihayati, 2017) menyebutkan bahwa daya tarik dari seorang endorser tidak terlepas dari dua hal penting, yaitu tingkat kesukaan atau kegemaran saat endorser dilihat sehingga penonton menyukai konten yang ditampilkan (attractiveness) dan tingkat kesamaan personalitas yang ingin
13
dimiliki konsumen, sehingga konsumen merasa sama dengan
endorser (similarity). Kedua atribut penting tersebut banyak
dikembangkan dalam ilmu komunikasi pemasaran oleh berbagai akademisi, salah satunya Shimp yang membuat model atribut kredibilitas celebrity endorser, yang digunakan untuk menilai efektivitas figur-figur terkenal yang digunakan dalam kegiatan periklanan. Atribut celebrity endorser yang disusun dinamakan TEARS model (Shimp, 2003) yang terdiri dari lima aspek berikut: 1. Trustworthiness (kepercayaan), mengacu pada kejujuran dan
integritas endorser.
2. Expertise (keahlian), mengacu pada pengalaman dan
pengetahuan endorser terkait produk atau jasa yang didukung. 3. Respect (penghargaan), mengacu pada seberapa besar
penghargaan atas pencapaian atau prestasi yang dimiliki oleh
endorser.
4. Attractiveness (daya tarik), seberapa menariknya penampilan
fisik endorser menurut persepsi audiens.
5. Similarity (kesamaan), yaitu seberapa sama audiens
membandingkan dirinya dengan endorser.
Sekalipun model ini dibuat untuk mengukur kredibilitas
celebrity endorser (aktor, atlit, figur pemerintah) dalam iklan
konvensional, beberapa penelitian menunjukkan bahwa model TEARS dapat digunakan untuk mengukur kredibilitas YouTube
vlogger sebagai pendukung strategi pemasaran. Penelitian berjudul
“The Effects of Vlogger Credibility as Marketing Media on Brand
Awareness to Customer Purchase Intention” menganalisis pengaruh
14
pengguna e-commerce pariwisata Traveloka, dan pengukuran menggunakan atribut TEARS menemukan bahwa kredibilitas dan daya tarik Arief Muhammad berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat beli (Nugraha & Setyanto, 2018).
2.3 Sikap pada Konten Bersponsor
Prinsip pemasaran memandang sikap sebagai evaluasi, perasaan, dan kecenderungan seseorang yang secara konsisten menyukai atau tidak menyukai suatu objek atau gagasan (Kotler dan Amstrong, 1997 dalam Lubis et al, 2019). Fishbein & Ajzen (1975) berpendapat bahwa sikap adalah dasar umum dan konsisten yang memengaruhi kecenderungan berperilaku seseorang. Dalam strategi komunikasi pemasaran, pesan iklan merupakan objek yang nantinya membentuk sikap konsumen. Ajzen (1991) dengan teori tindakan terencana (Theory of Planned Behavior) berpendapat bahwa perilaku aktual (behavior) suatu individu sangat dipengaruhi oleh niat perilaku (behavioral intention), dan niat tersebut dibangun oleh tiga aspek penting, yakni sikap (attitude), norma subjektif (subjective
norm), dan persepsi kendali terhadap perilaku (perceived behavioral control). Secara spesifik dalam upaya komunikasi pemasaran,
MacKenzie & Lutz (1989) mengemukakan definisi sikap terhadap iklan, yaitu kecenderungan konsumen bereaksi atau merespon paparan iklan. Penelitian Wang & Sun (2010) yang menganalisis pengaruh persepsi dan sikap iklan terhadap minat konsumen online menemukan bahwa sikap yang positif terhadap iklan online akan meningkatkan minat berbelanja online. Selain pengaruh independennya terhadap perilaku konsumen, faktor sikap telah
15
ditemukan dalam beberapa penelitian empiris sebagai mediator hubungan antara persepsi dan perilaku. Penelitian Samat, et al. (2016) adalah salah satu yang menemukan bahwa sikap mampu menjadi mediator dalam memprediksi efektivitas endorser terhadap minat beli konsumen. Dalam penelitian saat ini, pengukuran sikap mengacu pada skala yang digunakan pada penelitian Gao & Koufaris (2006) dalam Yang, et al. (2017) yang kemudian dimodifikasi agar sesuai dengan kebutuhan penelitian saat ini
2.4 Minat Berkunjung
Dalam penerapan Theory of Planned Behavior, minat berkunjung mencerminkan behavioral intention atau niat perilaku konsumen. Ajzen (1991) mendefinisikan minat sebagai pengukuran terhadap kesediaan konsumen untuk melakukan perilaku tertentu, dalam konteks penelitian ini adalah perilaku berkunjung ke destinasi wisata. Menurut Moutinho (1987), minat disebabkan oleh berbagai faktor, yakni keyakinan evaluatif, keyakinan normatif, dan faktor situasional. Minat konsumen sangat kuat dalam memprediksi kecenderungan perilaku konsumen setelah diterpa konten periklanan baik secara langsung maupun melalui mediasi sikap, sehingga berbagai penelitian empiris menggunakan minat sebagai pengukuran terhadap efektivitas iklan maupun kegiatan komunikasi pemasaran lainnya. Penelitian Samat et al. (2016) menggunakan minat beli sebagai variabel dependen yang mengukur efektivitas periklanan melalui situs jejaring sosial (social networking sites ads). Penelitian lainnya oleh Jamil & Hassan (2014) menggunakan minat beli sebagai pengukuran efektivitas celebrity endorser dalam mempromosikan
16
produk. Secara khusus dalam lingkup riset pemasaran pariwisata, pengukuran terhadap minat konsumen (wisatawan) sangat kompleks, mengingat produk wisata terdiri dari komponen tangible dan intangible (Chen, et al., 2014). Chen et al. (2014) menjelaskan bahwa dalam proses keputusan berkunjung, konsumen pariwisata melakukan berbagai pertimbangan rasional terhadap biaya dan manfaat dari berbagai alternatif destinasi yang berasal dari sumber informasi eksternal, salah satunya ulasan dari orang lain. Penelitian ini juga menggunakan minat berkunjung sebagai anteseden untuk mengukur efektivitas konten bersponsor dengan dukungan selebriti dan YouTube vlogger dalam pemasaran pariwisata. Skala pengukuran minat berkunjung calon wisatawan untuk penelitian ini diadaptasi dari penelitian Chen et al. (2014), yaitu skala likelihood atau kecenderungan. Skala tersebut dimodifikasi agar sesuai dengan kebutuhan penelitian saat ini.
2.5 Involvement
Keterlibatan (involvement) dipandang sebagai hubungan seseorang terhadap objek berdasarkan kebutuhan dasar, nilai, dan ketertarikan (Zaichkowsky, 1994). Objek dalam definisi ini bisa dideskripsikan sebagai produk, brand, iklan, berbagai jenis promosi, hingga situasi pembelian (Huang et al, 2010). Celsi dan Olson (1988) (dalam Japarianto & Sugiharto, 2012) berpendapat bahwa selama
involvement konsumen tinggi, konsumen akan memerhatikan
informasi yang berhubungan dengan objek tersebut, dan akan memberi lebih banyak upaya untuk memahami dan memfokuskan perhatian pada informasi yang terkait didalamnya. Michaelidou &
17
Dibb, 2008 membuat klasifikasi involvement dalam kelompok-kelompok yang berbeda berdasarkan sifat (enduring dan situational), objek (product dan media), dan intensitasnya (high dan low). Penelitian ini menganalisis involvement berdasarkan intensitas (high dan low), bagaimana tingkat keterlibatan calon wisatawan terhadap produk pariwisata akan memengaruhi proses pengambilan keputusan mereka. High involvement terjadi ketika seseorang memiliki keterikatan personal maupun emosional dengan produk atau brand tertentu yang memiliki resiko lebih tinggi. Produk seperti properti, asuransi, jasa, dan pengalaman adalah jenis produk yang membutuhkan keterlibatan yang tinggi. Low involvement di sisi lain, terjadi ketika konsumen tidak begitu terikat dengan sebuah produk atau brand (Ghafelehbashi et al, 2011).
Dalam penelitian mengenai keterlibatan konsumen dan hubungannya dengan komunikasi pemasaran, dikenal teori
Elaboration Likelihood Model (ELM) yang mengemukakan bahwa
pemrosesan pesan persuasi konsumen melewati dua jalur berbeda.
Central route adalah jalur yang digunakan ketika konsumen secara
aktif terlibat (involved) dalam mengevaluasi suatu upaya persuasi sehingga pembentukan perilaku berasal dari pemrosesan informasi yang sistematis, sedangkan peripheral route adalah jalur sebaliknya, yakni pemrosesan informasi yang bergantung pada isyarat-isyarat yang relatif sederhana (Petty & Cacioppo, 1986). Dalam tingkat
involvement yang rendah, konsumen akan menggunakan isyarat
periferal seperti kredibilitas sumber informasi sebagai tolak ukur pembentukan perilaku (Mazursky, Schul et al, 1992). Semakin tinggi keterlibatan konsumen, maka semakin besar usaha untuk memroses
18
informasi kognitif sehingga perilaku lebih dipengaruhi oleh pertimbangan logis seperti kekuatan argumen, karakteristik produk, biaya, kepuasan, dan persepsi risiko. Pengukuran terhadap
involvement yang dianggap cukup lengkap dan cocok digunakan
dalam penelitian ini adalah skala Consumer Involvement Profile (CIP) oleh Laurent & Kapferer (1985) yang terdiri atas dimensi
interest/importance, pleasure, sign, risk, dan probability of error.
2.6 Kerangka Konseptual dan Pengembangan Hipotesis
2.6.1 Pengaruh Atribut Endorser terhadap Sikap pada Konten bersponsor
Ketika suatu kegiatan pemasaran, dalam hal ini konten bersponsor didukung oleh endorser yang kredibel (Hovland & Weiss, 1951) dan memiliki daya tarik Royan (2004) (dalam Wihayati, 2017) sebagai sumber informasi, konsumen diduga akan membentuk persepsi dan sikap yang cenderung positif. Berdasarkan asumsi tersebut, dengan pengukuran atribut TEARS Shimp (2003), maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H1: Kredibilitas endorser secara signifikan memengaruhi sikap pada
konten bersponsor.
H2: Daya tarik endorser secara signifikan memengaruhi sikap pada konten bersponsor.
2.6.2 Pengaruh Sikap pada Konten Bersponsor terhadap Minat Berkunjung
Konsep Theory of Planned Behavior (Ajzen, 1991) menjelaskan bahwa sikap adalah faktor kuat yang mampu memprediksi
19
kecenderungan perilaku seseorang. Tidak terkecuali dalam pemasaran secara online melalui media sosial, peran sikap dalam memengaruhi minat juga dianggap penting. Penelitian Samat, et al. (2016) adalah salah satu yang menemukan bahwa sikap mampu menjadi mediator dalam memprediksi efektivitas endorser terhadap minat beli konsumen. Peran sikap yang esensial dalam proses pengambilan keputusan konsumen, membuat penelitian ini menduga bahwa sikap pada konten bersponsor memengaruhi minat berkunjung. Dengan demikian, hipotesis yang diusulkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H3: Sikap pada konten bersponsor secara signifikan memengaruhi minat berkunjung.
H4: Sikap pada konten bersponsor secara signifikan memediasi hubungan antara kredibilitas endorser dan minat berkunjung. H5: Sikap pada konten bersponsor secara signifikan memediasi
hubungan antara daya tarik endorser dan minat berkunjung. 2.6.3 Peran Moderasi Involvement
Menurut teori Teori Elaboration Likelihood Model (ELM) of
Persuasion, tingkat keterlibatan (involvement) membagi jalur
pemrosesan informasi konsumen menjadi central dan peripheral (Petty & Cacioppo, 1986). Penelitian ini menduga bahwa faktor
involvement mampu memoderasi hubungan antara kredibilitas endorser dan sikap pada konten bersponsor. Semakin tinggi
keterlibatan calon wisatawan dengan kegiatan berwisata, makan mereka akan berfokus pada kekuatan argumen atau isi pesan yang diterima (central route) dibandingkan atribut dari sumber informasi
20
(peripheral). Penelitian ini tidak menguji peran moderasi involvement dalam hubungan antara variabel daya tarik (attractiveness) dan sikap. Hal ini didasarkan pada beberapa penelitian empiris seperti penelitian Van der Veen (2008), Khalid & Siddiqui, (2018), dan Ku et
al., (2019), di mana involvement tidak digunakan, ataupun tidak
mampu memoderasi daya tarik. Pengaruh faktor involvement baik sebagai moderator maupun prediktor (independen) lebih kuat pada persepsi kredibilitas yang lebih terkait dengan informasi atau argumen, dibandingkan daya tarik yang bersifat afektif dan emosional. Selanjutnya, mengacu pada hasil penelitian Hopkins et al. (2004), penelitian ini menduga bahwa involvement memoderasi hubungan antara sikap pada konten bersponsor dan minat berkunjung, di mana sikap pada konten bersponsor yang dimoderasi
involvement akan menyebabkan minat berkunjung juga semakin
rendah. Dengan demikian, hipotesis yang diusulkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H6: Involvement memoderasi hubungan antara kredibilitas endorser dan sikap pada konten bersponsor.
H7: Involvement memoderasi hubungan antara sikap pada konten bersponsor dan minat berkunjung.
21
2.6.4 Pengaruh Jenis Endorser (Selebriti vs. YouTube Vlogger) terhadap Sikap pada Konten Bersponsor dan Minat Berkunjung
Fenomena menarik dalam pemasaran media sosial saat ini adalah status influencer yang berasal dari sesama pengguna semakin meningkat dan hampir menyamai pengaruh selebriti konvensional sebagai pendukung pemasaran. Hal ini dibuktikan dalam beberapa temuan penelitian, di antaranya penelitian Schouten et al., (2019) dan Evelina & Handayani (2018) bahwa para influencer non-selebriti mampu menyebarkan pesan produk dengan cepat dan menumbuhkan kepercayaan yang tinggi terhadap produk dibandingkan selebriti. Penelitian ini menduga bahwa perbedaan efektivitas tersebut juga terjadi dalam pemasaran produk destinasi wisata. Oleh karena itu, hipotesis yang diusulkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H8: Pengaruh kredibilitas endorser selebriti vs. YouTube vlogger terhadap sikap pada konten bersponsor berbeda secara signifikan.
H9: Pengaruh daya tarik endorser selebriti vs. YouTube vlogger terhadap sikap pada konten bersponsor berbeda secara signifikan.
H10: Pengaruh sikap pada konten bersponsor unggahan endorser selebriti vs. YouTube vlogger terhadap minat berkunjung berbeda secara signifikan.
Hubungan antar variabel dalam hipotesis dapat dijelaskan melalui bagan kerangka konseptual berikut ini:
22
Gambar 2. 1 Kerangka Konseptual Penelitian