• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Bandingan PEREKONOMIAN DAN PERDAGANGAN PADA MASA PERUNDAGIAN KAJIAN DATA MEGALITIK DI DATARAN TINGGI PASEMAH SUMATERA SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kajian Bandingan PEREKONOMIAN DAN PERDAGANGAN PADA MASA PERUNDAGIAN KAJIAN DATA MEGALITIK DI DATARAN TINGGI PASEMAH SUMATERA SELATAN"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

PEREKONOMIAN DAN PERDAGANGAN

PADA MASA PERUNDAGIAN

KAJIAN DATA MEGALITIK DI DATARAN TINGGI PASEMAH

SUMATERA SELATAN

Kristantina Indriastuti (Balai Arkeologi Palembang)

Abstract

Economics in the past as the refl ections of the economics act such as the activities of food and huntered gathered, fi sh catching, even farming activities either. To fullfi l of their various needs that were also made an exchange activities by barter system .The exchange is the central concept in archaeology, when referring to material goods, to commodities, it’s means much the same as trade. Tradding and economics activitivities that were happened in Pasemah plateau be recognized by the artifacts as the clues of their trading in the past.

Keywords: Artifacts, trading and economics

Pendahuluan

Masa perundagian sangat penting artinya dalam perkembangan sejarah di dataran tinggi Pasemah pada khususnya dan sejarah Indonesia pada umumnya, karena pada masa ini sudah terjadi hubungan dengan daerah-daerah disekitar kepulauan Indonesia. Peniggalan masa perundagian menunjukkan kekayaan dan keanekaragaman budaya, berbagai bentuk benda seni, peralatan hidup dan upacara menunjukkan bahwa kehidupan masyarakat masa itu sudah hidup secara teratur dan sudah berkecukupan. Hal ini salah satunya nampak pada berbagai tinggalan arkeologi pada masa lampau, melalui pertanian yang intensif dan berkembang pesat sehingga berdampak kepada kemajuan perekonomian, dengan ditandai dengan berkembangnya perdagangan dan pelayaran.

Di samping perdagangan dan pelayaran yang meningkat, kehidupan beragama pun juga berkembang pesat, hal ini dibuktikan dengan banyaknya bangunan megalitik

(2)

yang didirikan dalam rangka penghormatan dan pemujaan terhadap roh nenek moyang. Dalam kehidupan pada suatu perkampungan, matapencaharian pokok adalah pertanian yang mulai dilakukan secara lebih teratur dan maju, yaitu dengan menggunakan sistem pengairan irigasi dan sistem teras dalam pembuatan sawah-sawah. Hal ini juga didukung dengan semakin majunya sistem teknologi pertukangan dan pembuatan peralatan dari logam. Seiring kemajuan dan perkembangan dalam aspek teknologi ini pada akhirnya juga memunculkan adanya golongan-golongan tertentu dalam suatu kelompok masyarakat, seperti penggolongan berdasarkan pada ketrampilan dalam membuat dan menciptakan perkakas, golongan ini sering disebut dengan istilah undagi. Munculnya golongan-golongan tertentu tersebut pada perkembangan selanjutnya dapat pula memunculkan apa yang disebut dengan stratifi kasi sosial.

Pada teknologi pembuatan benda-benda logam juga mengalami perkembangan yang sangat pesat. Salah satu benda perunggu yang memiliki nilai estetika dan ekonomis sangat tinggi, dan ditemukan hampir di seluruh wilayah Asia Tenggara adalah nekara. Nekara tersebut merupakan hasil kebudayaan Dongson di Vietnam Utara yang kemudian menyebar hampir seluruh wilayah Asia Tenggara, hal ini sekali lagi telah membuktikan adanya hubungan secara sosial-ekonomis antara Indonesia dengan wilayah Asia Tenggara lainnya.

Di Sumatera Selatan, bukti-bukti adanya pemukiman pada masa Perundagian ditemukan di situs-situs megalitik Pasemah, hal ini dapat dilihat pada pahatan pada arca megalitik di situs Tegur wangi, situs Gunung Kaya, situs Kota Raya Lembak, situs Pulau Panggung, situs Tinggi hari, situs Pulau Pinang, situs Tanjung Sirih, dll. Selain itu pahatan orang membawa nekara juga ditemukan di situs Belumai, situs Tegurwangi dan situs Kotaraya Lembak (Kristantina, 2009 ). Di beberapa situs juga ditemukan sistem penguburan dengan menggunakan tempayan sebagai bekal kubur dan sering disertakan juga pemberian bekal kubur berupa, periuk, kendi, botol-botol tanah liat, senjata dari logam, manik-manik . dan beliung persegi, seperti temuan dari situs Muara Betung, situs Kunduran dan situs Muara Payang di Kabupaten Lahat dan Kota Pagar alam.

Berdasarkan bukti-bukti temuan tersebut menandakan pula bahwa daerah dataran tinggi Pasemah adalah merupakan suatu daerah yang relatif subur. Pertanian dalam bentuk perladangan atau persawahan menjadi mata pencaharian tetap dan untuk melengkapi

(3)

usaha pertanian ini maka diciptakanlah alat-alat dari wadah tanah liat dan juga alat logam untuk mengolah sawah. Untuk menjaga supaya tanah tetap subur, maka pada waktu tertentu diadakan upacara-upacara yang melambangkan permintaan kesuburan tanah dan kesejahteraan masyarakat, perdagangan dilakukan dengan jalan menukar barang yang diperlukan oleh masing-masing pihak. Permasalahan yang timbul dalam tulisan ini adalah seberapa besar masalah perekonomian dan perdagangan di wilayah dataran tinggi Pasemah ini dapat diungkap dalam konteks hasil budaya.

Tujuan Penulisan

Dengan memperhatikan permasalahan yang ada serta memperhatikan hasil-hasil budaya yang dihasilkan oleh masyarakat pendukung budaya megalitik di dataran tinggi Pasemah yang sangat variatif tentu memberikan suatu pemikiran tentang kehidupan mereka sudah pada tahap kehidupan yang baik dan kenyataan ini mengindiksikan kehidupan perekonomian mereka yang sudah relatif baik pula.

Tinggalan budaya megalitik pasemah di Sumatera Selatan dengan segala bentuk dan corak yang menunjukkan kedinamisan masyarakat masa itu dan dibuat dari kesadaran serta dari akar budaya maupun kearifan lokal manusia pada saat itu . Kemapanan dalam perekonomian sangat berperan besar dalam pembangunan megalithik dan kebudayaan mereka, sehingga dengan kemapanan dalam hal perekonomian tersebut membuka jalur perdagangan yang memberi warna bagi hasil budaya saat itu. Adapun tujuan dari penulisan ini adalah:

1. Memberikan wawasan kepada masyarakat tentang perekonomian dan perdagangan pada masa perundagian di Sumatera Selatan

2. Mengungkapkan kemungkinan adanya kontak perdagangan akibat keberhasilan perekonomian masa lalu di Pasemah berdasarkan temuan hasil budaya

Sasaran Penulisan

(4)

2. Terungkapnya kemakmuran masyarakat masa lalu melalui kehidupan perekonomian mereka serta terjadinya kontak perdagangan dengan bangsa lain yang memberikan nuansa bagi budaya mereka kala itu.

Kerangka Teori

Kebudayaan megalitik yang tersebar di dataran tinggi di perbukitan Bukit Barisan memberikan warna kemajuan peradaban manusia yang berbasiskan perekonomian bercocok tanam. Kehidupan pertanian ini merupakan dampak dari adanya migrasi besar-besaran yang membawa hasil-hasil karya tradisi megalitik dari daratan Asia ke Semenanjung Malaka, Indonesia Barat dan Timur, bahkan diperkirakan sampai Pasifi k (Geldern, 1945; Kusumawati, 1994:13).

Dari kandungan potensi alam di dataran tinggi Pasemah yang baik memberikan kenyamanan bagi manusia yang menghuninya karena kehidupan manusia prasejarah bersangkut paut dengan segala keperluan sehari-hari (Hole & Heizer, 1965:87), sehingga mereka bisa mengeksploitasi lahan tersebut yang pada saat itu bercocok tanam yang pada akhirnya menjadi saranan untuk mencapai kemakmuran mereka.

Kemakmuran ekonomi masyarakat megalitik di Pasemah tercermin dari hasil budaya yang ditinggalkan seperti kebudayaan megalitik di sana. Tinggalan tersebut memberikan gambaran tingkat kehidupan masyarakat mereka baik dari segi ekonomi, perdagangan, religi maupun teknologi dan kemasyarakatan mereka.

Metode Penulisan

Penulisan ini berangkat dari data –data arkeologis yang diperoleh dari hasil-hasil penelitian di wilayah Balai Arkeologi Palembang. Metode yang digunakan dalam penulisan ini meliputi metode pengumpulan data, analisis, dan interpretasi data.

Gambaran Umum

Provinsi Sumatera Selatan mempunyai dua keadaan alam yang berbeda yakni wilayah dataran tinggi dan wilayah dataran rendah yang berada di ibukota Palembang. Pada dataran tinggi (plateau) sebagian besar terletak di jajaran pegunungan Bukit Barisan yang mempunyai ketinggian antara 600 sampai 650 meter diatas permukaan laut. Satuan batuan yang menyusun daerah ini umumnya berupa batuan andesit, dengan ciri batuan

(5)

berwarna abu-abu kehitaman atau coklat muda. Sedangkan pada daerah hilir yang sebagian besar terletak didaerah dataran berawa. Iklim daerah ini tropis dengan suhu rata-rata 26,40 celcius, dengan kelembaban nisbi rata-rata 84 %. Musim hujan berlangsung pada bulan Oktober-Mei dan angin bertiup dari arah utara-barat laut, sedangkan musim kemarau berlangsung pada bulan Juni-September dan angin bertiup dari arah tenggara.

Secara umum wilayah Sumatera Selatan mempunyai dua satuan stratigrafi batuan yang diendapkan selama Zaman Kenozoikum, yakni kelompok Telisa dan kelompok Palembang. Runtutan litologinya memberi kesan bahwa kelompok Telisa merupakan himpunan batuan yang terbentuk dalam daur genang laut. Sebaliknya Kelompok Palembang terbentuk dalam daur susut laut. Kelompok Telisa terdiri dari formasi Lahat, formasi Talang Akar, formasi Baturaja, dan formasi Gumai, Kelompok Palembang terdiri dari formasi Benakat, formasi Muara Enim, dan formasi Kasai. Pada zaman Kuarter endapan gunung api yang terbentuk adalah merupakan batuan utama. Pengamatan geologi lokal memberikan kejelasan adanya satuan batuan tufa yang ditumpangi oleh endapan batuan beku andesit. Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan tektonik yang menghasilkan patahan

(fault) dan kekar (joint) pada batuan beku andesit. Satuan batuan tufa tersingkap di Muara

Tebat Paeranjauan yang lokasinya berada di situs Kota Raya Darat, Kecamatan Pajar Bulan, sedangkan batuan beku andesit berupa bongkahan tersebar di wilayah Kabupaten Lahat. Batuan penyusun daerah ini diduga berumur Plestosen Akhir, yang didasarkan pada keletakan di atas Formasi Kasi yang berumur Plio-Plestosen (LPA, 1993).

Secara geografi s kabupaten Lahat terletak pada posisi 3025’-4015’ Lintang Selatan dan 1020BT-103045’BT. Posisi dari Kabupaten Lahat sendiri berada di sebelah Barat Daya Provinsi Sumatera Selatan yang berbatasan dengan wilayah Bengkulu dengan luas wilayah 6.618,27km 2 yang terbagi atas 19 kecamatan dengan pusat kebupaten berada di Kecamatan Lahat.

Secara administratif kabupaten Lahat berbatasan dengan:

A. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Musi Rawas

B. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Muara Enim

C. Sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Bengkulu dan Kota Pagar Alam D. Sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Bengkulu.

(6)

Secara fi siografi s Lahat dibagi menjadi 3 satuan morfologi, yaitu satuan morfologi pegunungan, satuan morfologi bergelombang, dan satuan morfologi dataran. Satuan morfologi pegunungan dengan puncaknya, diantaranya Gunung Dempo (3159 m) dan Pegunungan Gumai (1700 m). Pada satuan morfologi ini, umumnya lereng agak terjal, lembah sempit dan di beberapa tempat terdapat jeram, Satuan berpola teranyam berkembang di lereng atau di kaki bukit. Satuan morfologi bergelombang mempunyai ketinggian puncak 250 m, dengan lereng umumnya landai serta sungai berlembah dan berkelok-kelok. Di beberapa tempat terdapat lubuk, pola saluran di daerah ini berbentuk dendritik. Adapun satuan morfologi dataran dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, dengan bentuk sungai berkelok-kelok dan umumnya ola salurannya bersifat dendritik. Daerah Lahat termasuk dalam sub-cekungan Palembang dan merupakan bagian dari cekungan Sumatera Selatan yang terbentuk pada zaman Tersier. Pada awal pembentukannya, di daerah ini terdapat Tinggian Pendopo yang membujur barat laut-tenggara.

Keadaan geografi s kepulauan Nusantara dan kondisi geologisnya telah mendukung perkembangan budaya bercocok tanam sejak masa prasejarah di Indonesia. Lingkungan alam tropis dan tersedianya sumber-sumber bahan untuk keperluan pertanian menyebabkan pertanian sudah dikenal di Indonesia sejak sebelum Masehi (Geertz,1983:38). Kondisi geografi s di daerah Pasemah ini pada umumnya berada pada ketinggian 750 m sampai 1000 m diatas permukaan air laut dengan curah hujan mencapai 2000-3000 milimeter per tahun. Seperti halnya daerah-daerah di wilayah dataran tinggi gunung berapi di Indonesia, daerah tinggi Pasemah termasuk zona tropis yang lembab dimana kurun waktu dua musim yakni musim penghujan dan musim kering adalah sama.

Perekonomian Masa Lalu di Pasemah

Perekonomian yang dilakukan masyarakat pendukung budaya megalitik di Pasemah Sumatera Selatan adalah di sektor pertanian dan peternakan. Pemenuhan kebutuhan mula-mula disediakan oleh alam, namun dalam perjalanan manusia selalu permintaan (demand) lebih besar dari penawaran (supply), maka untuk mensiasati persediaan bahan makanan yang oleh masyarakat pendukung tradisi megalithik Pasemah melakukan usaha pertanian dan peternakan serta tidak jarang masih pula dilakukan perburuan.

(7)

Pertanian pada lahan rawa kering (lahan pertanian tadah hujan) di beberapa daerah pegunungan kerap kita temui, daerah landai akibat cekungan pada saat musim penghujan menjadi rawa dan tergenang air, selama musim ini lahan ini diolah sebagai pertanian, oleh karena faktor stuktur tanah alluvial menjadikan tanah tersebut subur, kurun waktu ini sistem perladangan sangat mungkin dilakukan menjelang musim kering berikutnya. Data pendukung asumsi ini adalah hasil dari survei Belanda tahun 1866 tentang pertanian masa lalu dan pertukaran maupun upeti daerah dengan pusat yaitu Kesultanan Palembang, pada catatan tertentu dikemukakan adanya sistem pertanian campuran dengan sistem irigasi dan perladangan (Guillaud Dominique, 2003). Pendukung Budaya Megalitik sangat arif dalam menentukan pemukiman mereka, pertimbangan subsistensi sangatlah menjadi perhatian utama , dugaan ini didukung oleh pemilihan lokasi situs dekat mata air, subsistensi pertanian mereka terapkan disamping kebutuhan protein dari ikan yang sangat mudah didapatkan. Pemanfaatan sungai disamping sebagai sumber makanan juga sebagai sarana transportasi air dimana pertukaran sangat lazim dilakukan pada zaman itu. Disamping kuatnya intensitas interaksi mereka , kondisi ini menciptakan suasana atau kebangkitan teknologi akibat kebutuhan atau variasi kebutuhan yang beragam. Era kebangkitan teknologi diawali dari produktivitas rumah tangga menurut fungsinya, kemudian berkembang dan menimbulkan permintaan (demand) yang didukung oleh bahan baku (skill dan raw material ) (Howard 1981 dalam Soegondo, 1988).

Peta persebaran situs megalitik Pasemah

(8)

Dikenalnya domestikasi tumbuhan atau hewan merupakan bukti perekonomian pada masa lampau di dataran tinggi Pasemah. Berdasarkan bukti-bukti arkeologis dengan ditemukannya lumping dan lesung batu menunjukkan bahwa fungsi dari lumpang batu tersebut sebagai alat untuk mengolah hasil pertanian seperti untuk menumbuk sesuatu atau biji-bijian, hal ini masih bisa dilihat oleh beberapa penduduk masih menggunakan lumpang batu seperti unttuk menumbuk padi, begitu pula dalam melakukan aktivitas pertanian, penggunaan sarana produksi seperti beliung persegi, gerabah, kapak persegi juga ditemukan dalam beberapa penelitian arkeologis di beberapa situs di Pasemah.

Foto 1. Lesung batu situs Gunung Kaya

(dokumentasi Balai Arkeologi Palembang)

Foto 2. Lumpang batu situs Pulau Panggung

Disamping kegiatan pertanian yang kala itu dilakukan dengan sistem pertanian ladang atau pertanian tebang bakar (slash and burn farming ), juga dilakukan domestikasi hewan oleh masyarakat pendukung budaya megalithik di Pasemah, dalam Buku

Megalithic Remains in South Sumatra, Hoop menemukan temuan arca-arca megalitik

yang didiskripsikan tokoh manusia dengan kerbau, juga temuan lukisan pada kubur batu di situs Tanjung Aro, Tegur wangi, dan Kota Raya Lembak juga menggambarkan tokoh manusia dengan kerbau, sedangkan adanya domestikasi gajah dapat dilihat dari temuan arca orang menunggang gajah di situs Kota Raya Lembak dan di situs Tegurwangi (Hoop, 1932:33).

(9)

Foto 3

Foto 3. dan foto 4. arca menunggang gajah dari situs Belumai dan situs Gunung Megang (dokumentasi Balai Arkeologi Palembang)

Foto 4

Dengan melakukan usaha pertanian dan peternakan yang didukung teknologi pembuatan alat atau sarana pertanian disinyalir produktifi tas pertanian dan peternakan semakin meningkat dan kondisi ini membuat surplus bahan pangan, bukti adanya surplus dalam usaha pertanian terlihat dari banyaknya persebaran lumpang –lumpang batu hampir di semua situs arkeologis di dataran tinggi Pasemah yang menunjukkan adanya kemakmuran masyarakat saat itu (Kristantina, 2000).

Kemakmuran dalam bidang perekonomian ini membawa dampak yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat begitu pula dengan masyarakat pendukung tradisi megalitik Pasemah. Pemenuhan pangan dan kondisi nyaman membuka wawasan pikir manusia dan mengapresiasikannya di semua aspek kehidupan masyarakat seperti religi, seni, dan teknologi .

Kehidupan Religi

Aspek religi dalam kebudayaan megalitik mengacu dan berorientasi pada kekuatan supranatural yang mengkaitkan pada kepercayaan akan kekuatan gaib pada benda maupun mahluk hidup, kepercayaan pada roh dan yang paling menonjol seperti yang tersebar di daerah Asia Tengggara dan Indonesia adalah percaya pada kekuatan yang dimiliki

(10)

oleh arwah nenek moyang (Sukendar; ibid hlm 27), kemudian seiring dengan adanya perubahan konsepsi dasar pendirian megalitik yakni munculnya megalitik ini disebabkan oleh ide atau gagasan yang telah diilhami oleh kehidupan duniawi untuk menjaga harkat dan martabat serta nama dan kemasyuran (Geldern, 1945; Rumbi, 1981).

Mengacu kepada pernyataan di atas, munculnya megalitik Pasemah khususnya arca megalitik dilandasi maksud-maksud religius tertentu dan mencerminkan kekuatan atau keperkasaan dengan penuh keagungan dan kemewahan yang dilengkapi dengan pakaian, hiasan serta perhiasan seperti bisa kita perhatikan pada arca megalitik di situs Tegur Wangi, situs megalitik Tanjung Telang, situs Tinggihari, situs Belumai dan lainnya. Dengan kata lain pembuatan megalithik tersebut terjadi akibat kondisi perekonomian masyarakat pendukung tradisi megalitik Pasemah menunjukkkan tingkat kemakmuran yang maju sehingga gagasan atau ide masyarakat tersebut timbul dengan dilandasi terhadap kekuatan supranatural tadi dan menggabungkannya dalam penghormatan pada yang disegani atau diagungkan bahkan sebagai ungkapan “simbol kemakmuran “ para pembuatnya dengan pemberian ornamen perhiasan, maupun pakaian.

Foto 5

Arca Megalitik Situs Tegur Wangi

Foto 6

Arca Megalitik Situs Tinggi Hari

(11)

Foto.7 Arca Megalitik Situs Pulau Panggung

(dokumentasi Balai Arkeologi Palembang) Kehidupan Seni

Menurut pendapat Akhdiat Kartamiharja, seni adalah kegiatan rohani manusia yang merefl eksikan (kenyataan) dalam suatu karya yang berkat bentuk dan isinya mempunyai daya untuk membangkitkan pengalaman tertentu dalam alam rohani si penerimanya. Timbulnya nilai seni pada masyarakat megalitik Pasemah dapat kita amati melalui karya: seni pahat pada arca megalitik, pahatan pada arca ini jelas dipahatkan dengan getaran-getaran jiwa halus dan lembut, lukisan pada dinding kubur batu, dimana lukisan itu menggambarkan realita kehidupan masa itu yang dituangkan melalui obyek lukisannya baik berupa binatang, tumbuhan, adakalanya obyek manusia itu sendiri dengan pewarnaan bernuansa magis dan sakral, perhiasan yang dipahatkan dalam bentuk perhiasan kalung, untaian manik-manik, kalung dari logam, gelang juga busana atau pakaian.

(12)

Perasaan keindahan yang dituangkan dalam karya seni oleh pendukung tradisi megalithik pasemah mengandung pengertian yang mendalam tentang kehidupan secara keseluruhan dan penuh dengan dinamika kehupan sosial kultural akibat kemakmuran masyarakat saat itu.

Kebangkitan Teknologi

Menurut pendapat Akhdiat Kartamiharja, seni adalah kegiatan rohani manusia yang merefl eksikan (kenyataan) dalam suatu karya yang berkat bentuk dan isinya mempunyai daya untuk membangkitkan pengalaman tertentu dalam alam rohani si penerimanya. Timbulnya nilai seni pada masyarakat megalitik Pasemah dapat kita amati melalui karya: seni pahat pada arca megalitik, pahatan pada arca ini jelas dipahatkan dengan getaran-getaran jiwa halus dan lembut, lukisan pada dinding kubur batu, dimana lukisan itu menggambarkan realita kehidupan masa itu yang dituangkan melalui obyek lukisannya baik berupa binatang, tumbuhan, adakalanya obyek manusia itu sendiri dengan pewarnaan bernuansa magis dan sakral, perhiasan yang dipahatkan dalam bentuk perhiasan kalung, untaian manik-manik, kalung dari logam, gelang juga busana atau pakaian. Perasaan keindahan yang dituangkan dalam karya seni oleh pendukung tradisi megalithik pasemah mengandung pengertian yang mendalam tentang kehidupan secara keseluruhan dan penuh dengan dinamika kehupan sosial kultural akibat kemakmuran masyarakat saat itu.

Kreativitas manusia dalam mencipta sesuatu karya dilandasi oleh perasaan nyaman dan didukung oleh bekal ilmu pengetahuan dan mengaplikasikannya melalui teknologi serta kebutuhan sosial yang menghendaki suatu bentuk, struktur, pola atau sistem baru, karena apa yang telah ada dianggap tidak lagi memadai atau memenuhi kehidupan. Dalam kaitannya dengan keberadaan megalitik pasemah menggambarkan penguasaan teknologi pada saat itu yang diaplikasikan dalam kehidupan keseharian atau dalam kegiatan perekonomian mereka di bidang pertanian dan peternakan dengan menciptakan alat-alat produksi pertanian dari awal produksi dengan penggunaan beliung atau belincung sampai pada sarana pengolahan hasil pertanian melalui wadah dari tanah liat. Teknologi dan ilmu pengetahuan inilah yang mendorong naiknya produktivitas sehingga mencapai

(13)

kemakmuran dan kesejahteraan yang mempunyai implikasi bagi kehidupan masyarakat pada saat itu.

Kebangkitan Teknologi

Kreativitas manusia dalam mencipta sesuatu karya dilandasi oleh perasaan nyaman dan didukung oleh bekal ilmu pengetahuan dan mengaplikasikannya melalui teknologi serta kebutuhan sosial yang menghendaki suatu bentuk, struktur, pola atau sistem baru, karena apa yang telah ada dianggap tidak lagi memadai atau memenuhi kehidupan. Dalam kaitannya dengan keberadaan megalitik pasemah menggambarkan penguasaan teknologi pada saat itu yang diaplikasikan dalam kehidupan keseharian atau dalam kegiatan perekonomian mereka di bidang pertanian dan peternakan dengan menciptakan alat-alat produksi pertanian dari awal produksi dengan penggunaan beliung atau belincung sampai pada sarana pengolahan hasil pertanian melalui wadah dari tanah liat. Teknologi dan ilmu pengetahuan inilah yang mendorong naiknya produktivitas sehingga mencapai kemakmuran dan kesejahteraan yang mempunyai implikasi bagi kehidupan masyarakat pada saat itu.

Foto 8. Wadah-wadah dari tanah liat dan beliung persegi

(14)

Perdagangan Masa Prasejarah di Pasemah

Teknologi yang berhasil dikuasai masyarakat pendukung tradisi megalitik di Pasemah ini membawa akibat terbentuknya spesialisasi masyarakat dan juga membawa akibat terhadap kebutuhan mereka pula. Pemenuhan kebutuhan yang berbeda tersebut membawa akibat pertukaran (exchange), kemudian barang kebutuhan tersebut menjadi barang yang dibuat menjadi suatu komoditi dan perubahan ini menjadikan suatu perdagangan. Pendapat ini dik, emukakan oleh Renfrew seperti berikut: when reffering

to material goods to commodities it means much the same as trade (Renfrew and Bahn,

1991: 307).

Berdasarkan hasil budaya yang ditemukan pada penelitian di Pasemah khususnya pada masa perundagian terlihat pada persebaran manik-manik yang terdapat pada pahatan arca pasemah. Keberadaan pahatan manik-manik yang terdapat di situs Tanjung Sirih, situs Tebat Sibentur serta situs Sinjar Bulan dan Situs Tinggihari yang oleh Van der Hoop (1932) mengklafi sifi kasikan menjadi tipe pahatan kalung dengan manik-manik dengan tipe b, tipe c, d dan tipe e, sedangkan berdasarkan bahan yang dipakai dalam pembuatan manik-manik tersebut adalah terbuat dari batu, logam dan kaca (Wiyana, 1996: 20-23). Berdasarkan data persebaran ini menunjukkan bahwa telah terjadi pertukaran/ perdagangan dengan wilayah yang cukup luas.

Perdagangan masa lalu di wilayah Pasemah ini lebih intens terlihat sekitar tahun 3000-2500 BC,dimana orang-orang Austronesia mulai berlayar menyeberangi lautan menuju Taiwan dan kepulauan Filipina. Diaspora Austronesia berlangsung terus hingga tahun 2500 SM mereka mulai memasuki Sulawesi, Kalimantan dan pulau-pulau lain di sekitarnya. Dalam sekitar tahun 2000 SM kemungkinan mereka telah mencapai Maluku dan Papua. Dalam masa yang sama itu pula orang-orang Austronesia dari daratan Asia Tenggara berangsur-angsur memasuki Semenanjung Malaysia dan pulau-pulau bagian barat Indonesia. Migrasi ke arah pulau-pulau di Pasifi k berlanjut terus hingga sekitar tahun 500 SM hingga awal dihitungnya tarikh Masehi.

Ketika migrasi telah mulai jarang dilakukan, dan orang-orang Austronesia telah menetap di beberapa wilayah Asia Tenggara, terbukalah kesempatan untuk lebih mengembangkan kebudayaan secara lebih baik lagi. Berdasarkan temuan artefaknya, dapat ditafsirkan bahwa antara abad ke-5 SM hingga abad ke-2 M, terdapat bentuk kebudayaan

(15)

yang didasarkan kepada kepandaian seni tuang perunggu, dinamakan Kebudayaan Dong-son. Penamaan itu diberikan atas dasar kekayaan situs Dong-son dalam beragam artefaknya, semuanya artefak perunggu yang ditemukan dalam jumlah besar dengan bermacam bentuknya. Dong-son sebenarnya nama situs yang berada di daerah Thanh-hoa, di pantai wilayah Annam (Vietnam bagian utara). Hasil-hasil artefak perunggu yang bercirikan ornament Dong-son ditemukan tersebar meluas di hampir seluruh kawasan Asia Tenggara, dari Myanmar hingga Kepulauan Kei di Indonesia timur.

Bermacam artefak perunggu yang mempunyai ciri Kebudayaan Dong-son, contohnya nekara dalam berbagai ukuran, moko (tifa perunggu), candrasa (kapak upacara), pedang pendek, pisau pemotong, bejana, boneka, dan kapak sepatu. Ciri utama dari artefak perunggu Dong-son adalah kaya dengan ornamen, bahkan pada beberapa artefak hampir seluruh bagiannya penuh ditutupi ornamen. Hal itu menunjukkan bahwa para pembuatnya, orang-orang Dong-son (senimannya) memiliki selera estetika yang tinggi (Wagner 1995: 25-26). Kemahiran seni tuang perunggu dan penambahan bentuk ornamen tersebut kemudian ditularkan kepada seluruh seniman sezaman di wilayah Asia Tenggara, oleh karenanya artefak perunggu Dong-Son dapat dianggap sebagai salah satu peradaban pengikat bangsa-bangsa Asia Tenggara. Indikator terpenting lainnya yang menunjukkan kronologi kebudayaan Dongson ini adalah terdapat pahatan yang pada Batu Gajah yang ditemukan di situs Kota Raya Lembak, Jarai yang menunjukkan pahatan nekara tipe Heger I ( Bellwood, 1985:295) .

Penutup

Kepulauan Indonesia, pada zaman kuno terletak pada jalur perdagangan antara dua pusat perdagangan kuno. Letaknya dalam jalur perdagangan internasional ini memberikan pengaruh yang sangat besar pada perkembangan sejarah kuno Indonesia. Hal itu terjadi melalui proses akulturasi kebudayaan, yaitu proses percampuran antara unsur kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain sehingga terbentuk kebudayaan yang baru tanpa menghilangkan sama sekali masing-masing ciri khas dari kebudayaan lama.

Masuknya kebudayaan asing merupakan salah satu faktor yang membawa perubahan dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Kebudayaan tersebut yaitu

(16)

Kebudayaan Dongson, Kebudayaan Bacson-Hoabinh, Kebudayaan Sa-Huynh, dan Kebudayaan India. Kebudayaan Dongson, Kebudayaan Bacson-Hoabinh, Kebudayaan Sa Huynh terdapat di daerah Vietnam bagian utara dan selatan.

Masyarakat Dongson hidup di lembah Sungai Ma, Ca, dan Sungai Merah, sedang masyarakat Sa Huynh hidup di Vietnam bagian selatan. Ada pada tahun 40.000 SM- 500 SM. Kebudayaan tersebut berasal dari zaman Pleistosein akhir. Proses migrasi ke tiga kebudayaan tersebut berlangsung antara 2000 SM-300 SM. Menyebabkan menyebarnya migrasi berbagai jenis kebudayaan Megalithikum (batu besar), Mesolitikum (batu madya), Neolithikum (batu halus), dan kebudayaan Perunggu. Terdapat dua jalur penyebaran kebudayaan tersebut:

1. Jalur barat, dengan peninggalan berupa kapak persegi

2. Jalur timur, dengan ciri khas peninggalan kebudayaan kapak lonjong. Pada zaman perunggu, kapak lonjong ditemukan di Formosa, Filipina, Sulawesi, Maluku, Papua.

Kebudayaan Dongson di Indonesia diwujudkan melalui berbagai hasil kebudayaan perunggu, nekara, dan alat besi. Di Indonesia nekara ditemukan di Selayar, Sulawesi Selatan. Di Bali ditemukan nekara yang terbesar yaitu di daerah Pejeng. Nekara merupakan perlengkapan upacara persembahan yang dilakukan masyarakat prasejarah, dimana pada nekara tersebut terdapat hiasan mengenai sistem kehidupan dan kebudayaan saat itu. Moko (sejenis nekara yang bentuknya lebih kecil) ditemukan di Pulau Alor. Hal ini menunjukkan bahwa kebudayaan Indonesia merupakan salah satu bagian dari kebudayaan perunggu di Asia Tenggara. Kurang lebih 56 Nekara dapat ditemukan di beberapa wilayah Indonesia dan terbanyak nekara ditemukan di Sumatera, Jawa, dan Maluku Selatan.

Kebudayaan Pasemah jika dilihat dari peninggalannya terutama yang terjadi pada saat paleometalik sangat terpengaruh dari budaya Dongson yang terjadi akibat migrasi. Gelombang migrasi tersebut memberikan warna bagi kebudayaan Pasemah dan Nusantara melalui jalur-jalur perdagangan masa lalu.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Bellwood, Peter . 1985. Prehistory of the Indo-Malaysian Archipelago. Academic Press. Geertz,Clifford. 1983. Involusi Pertanian,Proses Perubahan Ekologi di Indonesia.

Jakarta: Bharatara Karya Aksara.

Guillaud, Dominique.2003. Menyusuri Sungai Merunut Waktu. Jakarta: Enrique Indonesia. Hoop,A.N.J.Th.a.Th.Van.der.1932. Megalithic Remains In South Sumatra. Zutpen

Netherland: W. J. Thieme & Cie.

Heine-Geldern,Robert Von. 1945. “Prehistoric Research in The Netherlands Indies”, edited by Pieter Honig and Frans Verdoorn, Science and Scientists in The

Netherlands Indies. New York: The Riverside Press. Hlm. 129—167.

Kusumawati. 1994. Persamaan Budaya Masyarakat NTT dan Timor-Timur dalam Tata cara Tradisi Megalitik (Studi kasus berbagai ritus kepercayaan ) dalam Forum

Arkeologi. Balai Arkeologi Denpasar.

Renfrew and Bahn . 1991. Archaeology, Theories Methods and Practice. New York: Thames and Hudson.

Kosasih, SA. 1995. Lukisan Gua di Sulawesi Bagian Selatan Refl eksi Kehidupan Masyarakat Pendukungnya. Jakarta: Fakultas Sastra U.I.

Khor, M. 2003. Globalisasi Perangkap Negara-Negara Selatan. Yogyakarta: CPRC. Kristantina, Indriastuti. 2000 . Perekonomian Masa Prasejarah di Dataran Tinggi Pasemah.

Jurnal Siddhayatra. Balai Arkeologi Palembang.

______. 2009. Laporan Penelitian Arkeologi. Penelitian Bilik Batu (stone chamber ) di Situs Megalitik Pasemah, Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan. Tidak diterbitkan. Balai Arkeologi Palembang.

Rumbi, Mulia. 1980. Beberapa Catatan Mengenai Arca-Arca yang Disebut Arca Tipe Polinesia, Pertemuan Ilmiah Arkeologi, Cibulan 21-25 Februari 1977. Jakarta: Puslit Arkenas.

Sukendar, Haris. 1988. Mata Pencaharian, Kemahiran Teknologi dan Sumberdaya Alam dalam Hubungannya dengan Eksistensi Megalit di Dataran Tinggi Pasemah,

(18)

______2003. Megalitik Bumi Pasemah. Jakarta: Depdiknas.

______1985. Anggapan Bangsa Austronesia Sebagai Nenek Moyang Bangsa Indonesia (Kajian Melalui Data Arkeologi di Asia dan Indonesia). EHPA Cipayung.

Wagner,Frizt. 1995. Indonesia: Kesenian Suatu Daerah Kepulauan. Diterjemahkan oleh Hildawati Sidharta. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud.

Wiyana, Budi.1996. “Manik-Manik Prasejarah : Studi kasus Manik-manik pada Arca di Pasemah” dalam Jurnal Arkeologi No.2/I/November 1996.

(19)

Gambar

Foto 2. Lumpang batu situs Pulau Panggung
Foto 8. Wadah-wadah dari tanah liat  dan beliung persegi  (dokumentasi Balai Arkeologi Palembang)

Referensi

Dokumen terkait

Dalam Kitab Hukum Kanonik, tentang anak luar kawin diatur dalam Kanon 1139 menyebutkan bahwa: “Anak yang tidak legitim dilegitimasi melalui perkawinan orang

(20 markah) 2- Penghasilan spesifikasi rekabentuk mempunyai beberapa kaedah (prosedur) untuk menjayakan proses merekabentukC. Bezakan analisis oUienif dengan

Banyak keterbukaan yang terjadi pada era reformasi dan hal ini adalah tak lain salah satunya peran kon fi gurasi politik yang telah membuat regulasi tentang pemberantasan

Para ahli Total Quality Management (TQM), seperti Nasution M.N (2004:18) menyatakan bahwa Total Quality Management merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan

Tujuan utama dari penugasan ini adalah untuk memberikan bantuan teknis dan menyiapkan bahan sebagai masukan dalam penyusunan rekomendasi kebijakan Standar Pelayanan

Alhamdulilahirobbil’alamin puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul

Hal ini akan menghasilkan tahanan ekstra badan kapal yang biasa disebut dengan augment of resistance atau da- lam hubungannya dengan daya dorong total T, yang

(7) Strategi Pelembagaan industrialisasi kearah karakter bangsa Uraikan secara Intervensi kebijakan dan perubahan perilaku masyarakat dan manajemen yang akan dilakukan