IMPLEMENTASI CREATIVE PROBLEM SOLVING DALAM PEMBELAJARAN MENGGAMBAR:
UPAYA PENINGKATAN KREATIVITAS SISWA SEKOLAH DASAR Oleh: PC.S. Ismiyanto, Syafii, Syakir
(Dosen Seni Rupa FBS Unnes)
Abstrak
Setiap anak pada hakikatnya dilahirkan membawa potensi kreatif. Potensi ini patut ditingkatkembangkan sesuai dengan kapasitas masing-masing, agar mampu mengarungi kehidupan global yang penuh tantangan dan ketidakpastian. Peningkatan dan pengembangan potensi tersebut juga menjadi tanggung jawab sekolah dasar (SD) melalui penyelenggaraan pembelajaran. Guru SD sebagai manajer pembelajaran diharapkan mampu merancang sekaligus melaksanakan kegiatan pembelajaran, termasuk pembelajaran menggambar yang belum kondusif bagi peningkatan kreativitas anak. Masalah penelitian ini adalah bagaimanakah bentuk implementasi dan keberdayaan Model Creative Problem Solving bagi peningkatan kreativitas anak SD dalam pembelajaran menggambar? Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif. Teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis datanya digunakan model interaktif melalui reduksi data, sajian data, dan verifikasi data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran menggambar belum dilaksanakan di setiap SD dan pembelajarannya acapkali sebagai pengisi waktu luang, juga belum kondusif bagi pengembangan kreativitas anak. Pembelajaran menggambar dilakukan dengan pemberian contoh atau menggambar bebas (baca ‘sesuka hati’) dan hanya sebagian kecil pelaksanaan pembelajaran dengan penyajian topik. Creative Problem Solving sebagai pendekatan pembelajaran belum familiar bagi para guru, sehingga hanya sebagian kecil yang mampu mengimplementasikan dalam pembelajaran menggambar secara konsisten, sesuai dengan langkah dan karakteristik setiap langkah pembelajarannya. Pembelajaran menggambar dengan Creative Problem Solving, apabila dikelola oleh guru yang profesional, secara signifikan dan efektif mampu meningkatkan kreativitas anak, terutama dalam mengekspresikan unsur gambar.
Kata Kunci: Implementasi, Creative Problem Solving, Pembelajaran Menggambar, Kreativitas, Anak SD
Pendahuluan
Setiap anak pada hakikatnya dilahirkan dengan potensi kreatif. Potensi kreatif patut ditingkatkembangkan semaksimal mungkin, sesuai dengan kapasitas setiap individu, sehingga yang bersangkutan kelak diharapkan mampu mengarungi kehidupan global yang penuh tantangan dan ketidakpastian.
Pengembangan potensi kreatif tersebut dapat dilakukan dan menjadi tanggung jawab berbagai institusi. Pemerintah, melalui pendidikan formal, mulai bertanggung jawab mengupayakan penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran yang kondusif bagi peningkatan kreativitas siswa melalui sajian setiap mata pelajaran.
Oleh karena kreativitas anak perlu ditingkatkembangkan sedini mungkin, maka peranan guru SD sangat strategis. Guru SD sebagai manajer pembelajaran, diharapkan mampu merancang dan melaksanakan pembelajaran, inklusif pembelajaran meng-gambar, sedemikian rupa sehingga kondusif bagi peningkatan kreativitas siswa. Namun mata pelajaran yang dipandang kurang atau bahkan tidak penting karena bukan mata pelajaran yang diujikan secara nasional, pembelajaran seni rupa di Semarang sering tidak dilaksanakan dan digantikan oleh mata pelajaran yang di-UNAS-kan (Ismiyanto 1994 dan 2002). Kondisi demikian juga terjadi di
Yogyakarta (Suryahadi 2008), bahwa pembe-lajaran seni di sekolah umum belum terlaksana dengan baik, antara lain karena ketidakmam-puan guru dan persepsi negatif masyarakat terhadap pendidikan seni.
Menyimak kondisi tersebut, diperlukan upaya pencarian alternatif model pembelajaran yang kondusif bagi pencapaian tujuan pembe-lajaran serta-merta memudahkan guru dalam melaksanakannya. Implementasi Creative Problem Solving (CPS)-Osborn dan Parnes-alternatif pengembangan model pembelajaran menggambar di SD.
Masalah penelitian ini adalah bagaimana-kah bentuk implementasi dan keberdayaan Model Creative Problem Solving (CPS) dalam pembelajaran menggambar di SD? Adapun tujuannya untuk mendeskripsikan dan menje-laskan bentuk implementasi dan keberdayaan Model Creative Problem Solving dalam pembe-lajaran menggambar. Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai evaluasi penyelenggaraan pembelajaran dan pembinaan kompetensi profesional guru, acuan pengembangan model pembelajaran, dan acuan penyelenggaraan penelitian sejenis dalam skala lebih makro.
Tinjauan Pustaka
Creative Problem Solving (CPS) dalam Pembelajaran
Creative Problem Solving (CPS) adalah salah satu model pembelajaran yang dipandang efektif dapat membantu pemecahan berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari (Baer 1997). Ditilik konsep dasarnya, model Creative Problem Solving (CPS) tersebut merupakan strategi pembelajaran yang mengacu kepada pendekatan heuristik, dengan konsep bahwa mengajar adalah upaya guru untuk menciptakan sistem lingkungan yang dapat mengoptimalkan kegaiatan belajar bagi peserta didik (Gulo 2002:6). Tugas guru
lebih sebagai fasilitator dan motivator belajar bagi peserta didiknya.
Guilford (dalam Baer 1997) menyatakan bahwa kemampuan berpikir divergen seseorang antara lain dapat diketahui dari kemampuannya memecahkan suatu masalah dengan berbagai cara, mampu memberikan berbagai alternatif pemecahan atas sebuah masalah dan kemampuan mengemukakan berbagai gagasan baru, dengan cara-cara baru yang tidak lazim dilakukan oleh orang lain dan berpikir konvergen adalah kemampuan memberikan sebuah alternatif jawaban secara tepat.
Oleh karena itu, berpikir divergen potensial sebagai “pemandu” dalam pengembangan kreativitas peserta didik. Baer (1997:22) menyatakan bahwa komponen-komponen berpikir divergen sama persis dengan karakteristik kreativitas. Fluency merujuk pada kelancaran seseorang dalam mengemukakan gagasan yang berbeda dari pendapat orang lain. Flexibility berkenaan dengan kemampuan seseorang dalam mengemukakan berbagai variasi gagasan baru. Originality menunjukkan bagaimana kemurnian gagasan-gagasan yang dikemukakan seseorang. Elaboration merujuk pada kemampuan seseorang dalam menjelas-kan secara detail atas gagasan yang dikemuka-kan (lihat Munandar dalam Hawadi, dkk. 2001:3).
Pembelajaran Menggambar di Sekolah Dasar
Pemahaman guru terhadap pembelajaran diwarnai oleh pemahamannya terhadap konsep anak, belajar, dan mengajar. Sejalan dengan perubahan zaman, terjadi pula perubahan cara pandang terhadap kedudukan anak, tujuan pendidikan, konsep belajar dan mengajar serta peranan guru dalam konteks kegiatan belajar-mengajar (pembelajaran). Dalam kaitan belajar-mengajar, Winkel (dalam
Ismiyanto 1994) menyatakan bahwa belajar adalah aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungannya dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai, dan sikap.
Dengan demikian telah terjadi perubahan konsep mengajar, dari content base trans-formation menjadi knowledge base environ-ment, sehingga peran guru pun berubah sebagai fasilitator dan motivator belajar. Peran dan tanggung jawab guru adalah menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif bagi belajar anak-anak. Proses atau upaya-upaya guru untuk membelajarkan peserta didik itulah yang disebut pembelajaran. Pembelajaran adalah proses kegiatan membuat anak-anak atau orang lain belajar sesuai dengan kapasitas masing-masing individu.
Kegiatan menggambar sebagai alat atau wahana (wehicle) agar anak-anak aktif, meng-alami, berinteraksi dengan lingkungannya, dan menggunakan lingkungannya yang diwujudkan ke dalam bentuk ekspresi estetis atau dalam bentuk gambar. Oleh karena ketika anak-anak menggambar mengekspresikan sesuatu yang dipikirkan, dilihat, dan dirasakan dengan caranya masing-masing (baca Lowenfeld dan Brittain 1984, McFee dalam Ismiyanto 1994, dan Lancaster 1990), maka dalam pembela-jaran menggambar, kegiatannya dapat lebih diarahkan dan ditekankan kepada upaya pengembangan kepribadian anak yang mencakupi pengembangan kreativitas, sensitivitas, kemampuan mengidentifikasi diri, dan evaluasi diri.
Sementara itu Tim Pengembang Pendi-dikan Seni Budaya P3G Kesenian Yogyakarta (dalam Suryahadi 2008:17) menyatakan bahwa tujuan pendidikan seni pada jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah sebagai wahana pengembangan aspek kemanusiaan melalui kepekaaan estetis,
kemampuan kreatif, dan kemampuan apresiasi.
Dalam konteks pembelajaran menggam-bar di SD, sasaran pengembangan kemam-puan kreatif (kreativitas) anak adalah pada pengembangan kemampuan berpikir kreatif, sehingga pembelajaran dan pelatihannya dapat secara langsung pada kemampuan inovatif dan kreatif, yang berorientasi kepada pengembangan aspek imajinatif-kreatif. Oleh karena itu, pengem-bangan kreativitas seni dalam pembelajaran menggambar bukan pada nilai akhir, tetapi lebih pada proses kreatif. Pembelajaran Menggambar dan Kreativitas
Kreativitas dalam bidang seni akan lebih mudah dipahami dari aspek komposisi sebagai sebuah hasil proses penciptaan. Dalam proses penciptaan karya seni sangat diperlukan kreativitas seseorang. Seseorang sebagai ‘seniman’ dalam proses berkarya melibatkan kemampuan imajinatif dan berpikir divergen, sehingga sanggup menangani berbagai masalah, mencari solusi, beraksi, mengana-lisis, dan sekaligus melakukan evaluasi.
Dalam pembelajaran menggambar, sebagai bentuk pendidikan seni pun diperlukan kreativitas, agar seseorang mampu berima-jinasi tentang sesuatu yang bakal terjadi, menemukan masalah, dan menemukan langkah-langkah pemecahan masalah, serta mampu mengevaluasi hasilnya. Dalam konteks pendidikan atau pembelajaran seni, kreativitas merupakan sebuah proses mobilisasi dan dapat memaksimalkan belajar (Salim 2008:8). Kreativitas dalam pembelajaran menggambar pada hakikatnya merupakan perwujudan keunikan kecerdasan seseoarang yang diperoleh melalui belajar dan proses tersebut sejalan dengan tingkat kematangan masing-masing individu (lihat Chandra 1997:57). Dalam konteks kegiatan menggambar, anak-anak mempunyai cara dan kecepatan yang
berbeda-beda ketika hendak menghadirkan gagasan, perasaan, dan hasil pengamatannya terhadap lingkungan sekitarnya (lihat Conrad, Steveni, dan McFee dalam Ismiyanto 1994 dan Lowenfeld-Brittain 1984). Oleh karena itu, dalam pembelajaran menggambar yang perlu dikembangkan adalah keunikan setiap anak. Urgensi Kreativitas dalam Kehidupan
Dalam konteks kehidupan sehari-hari, kreativitas bukan sekedar produktif atau asal berbeda dengan yang lain, tetapi lebih merupakan sebuah proses berpikir kreatif yang bersifat misterius, personal, dan subjektif serta sangat erat terkait dengan fungsi otak, belahan kanan dan kiri. Chandra (1997:17) menyatakan bahwa kreativitas sebagai kemampuan mental dan berbagai jenis keterampilan khas manusia yang dapat melahirkan pengungkapan yang unik, berbeda, orisinal, sama sekali baru, indah, efisien, tepat sasaran, dan tepat guna.
Berbekal kemampuan kreatif tersebut, seseorang mampu mewujudkan kinerja dan/ atau karya, baik dalam bentuk gagasan maupun hasil karya secara bermakna dan berkualitas. Hasil karya kreatif tersebut pada gilirannya dapat melahirkan kepuasan yang tidak terhingga bagi penciptanya, sehingga terpenuhilah salah satu kebutuhan pokok manusia itu. Dalam hal ini Maslow (Hawadi, dkk. 2001:13) menyatakan bahwa dalam perwujudan diri seseoarang, kreativitas merupakan manifestasi diri individu yang memiliki fungsi penuh.
Creative Problem Solving dalam Pembelajaran Menggambar
Creative Problem Solving (CPS) yang dikembangkan menjadi sebuah strategi pembelajaran oleh Osborn-Parnes merupakan sebuah strategi yang dikembangkan berdasakan pendekatan heuristik (Baer 1997 dan Gulo 2002). Strategi pembelajaran ini
menempatkan anak sebagai subjek yang sedang belajar sesuai dengan cara dan kecepatan masing-masing, sehingga terjadi proses pemanusiaan manusia muda.
Creative Problem Solving (CPS) merupa-kan strategi pembelajaran yang berbasis masalah (problem), artinya dalam proses pembelajaran dimulai dengan ‘munculnya masalah yang ada di benak anak-anak’; problem tersebut antara lain dapat berupa peristiwa, fenomena, harapan, dan sebagainya yang bersifat menantang. Baer (1997:117) menyatakan,”It refers to any situation that we might like to change or improve in some way. ... CPS can help guide one’s creative thinking and almost any kind of project”.
Menggambar pada hakikatnya juga berbasis masalah. Lowenfeld dan Brittain (1984) menulis bahwa ketika anak-anak menggambar atau melukis, anak-anak akan menghadirkan how he think, how he feel, and how he sees. Artinya dalam proses berkarya, anak-anak tersebut mengolah problem yang dipikirkan, dirasakan, dan diamatinya dari lingkungan sekitarnya dan selanjutnya diekspresikan ke dalam bentuk gambar. Pengekspresian peristiwa, fenomena, dan/atau harapan tersebut ke dalam karya seni, sifatnya sangat unik dan personal; sangat diwarnai oleh persepsi dan pengalaman masing-masing individu. Oleh karena itu, Creative Problem Solving (CPS) dapat dijadikan model pendekatan dalam kegiatan pembelajaran menggambar.
Implementasi Creative Problem Solving (CPS) di sekolah dapat dijadikan solusi bagi pemberdayaan guru dan peningkatan kualitas pembelajaran menggambar. Langkah-langkah pembelajaran menggambar Creative Problem Solving (CPS), yaitu mess finding, data finding, problem finding, idea finding, solution fainding, and action planning (Baer 1997:119).
Hakikat Seni Rupa Anak-anak
Menggambar bagi anak merupakan salah satu bentuk permainan yang mempunyai makna positif bagi perkembangan kepriba-diannya; antara lain: penyalur kelebihan tenaga dan emosional, media komunikasi, media imajinasi, sumber dan media belajar, dan perangsang kreativitas. Melalui menggambar, anak-anak dapat menyalurkan kelebihan tenaga dan emosional; mengekspresikan gagasan, perasaan, dan pengalamannya; terlatih keberaniannya mengemukakan pandangan terhadap dunia sekitarnya. Dengan demikian kegiatan menggambar merupakan media yang kondusif bagi pengembangan kreativitas, sensitivitas, keterampilan, dan media berekspresi bagi anak-anak.
Menggambar sebagai media pengem-bangan kreativitas dan sensitivitas. Lowenfeld dan Brittain (1984) menyatakan bahwa dalam kegiatan berekspresi, anak melakukan identifikasi diri dan mengekspresikan diri. Sementara itu oleh Yuanita (dalam Petty 1978) ditegaskan bahwa kegiatan identifikasi dan ekspresi diri dalam kegiatan seni rupa, memungkinkan seseorang terlatih kepeka-annya dalam menanggapi dunia sekitarnya sekaligus terlatih kemampuannya untuk mengembangkan gagasan-gagasannya.
Menggambar sebagai media berekspresi bagi anak, merupakan pengejawantahan gagasan seseorang dan sekaligus sebagai kebutuhan seseorang untuk mengkomunikasi-kan gagasannya. Perbedaan intensitas dan kualitas ekspresi seseorang menurut Lowenfweld dan Brittain (1984) dipengaruhi oleh pengalaman perasaan, pikiran, dan emosional seseorang. Pengalaman tersebut sangat mungkin diperoleh melalui kegiatan kesenirupaan, termasuk di dalamnya meng-gambar.
Menggambar sebagai media pelatihan keterampilan. Keterampilan tidak hanya
terbatas pada penggunaan alat, pengolahan bahan, dan penguasaan teknik; tetapi dalam arti menyangkut kemampuan seseorang untuk mengerjakan sesuatu dengan cara-cara yang tepat. Lowefeld dan Brittain (1984) berpen-dapat bahwa sebagai ‘artis’, anak-anak harus dilatih keterampilan dan teknik-teknik mengeks-presikan gagasan, selain pemahamannya terhadap material (media) berkarya seni rupa. Karakteristik Seni Rupa Anak-anak
Karakteristik gambar anak-anak dapat ditilik dari berbagai aspek sebagai berikut: periodesai, tipologi, dan perspektif gambar anak-anak.
Periodesasi Gambar Anak, hasil karya anak dapat diidentifikasi dari tahapan perkembangannya. Menurut Lowenfeld dan Brittain (1984) periodesasi gambar anak dapat dikelompokkan menjadi 5 (lima); yaitu masa coreng-moreng, praskematis, skematis, realisme awal, dan pseudonaturalistik.
Tipologi Gambar Anak, dalam dunia gambar anak, secara umum dikenal dua tipologi, yaitu tipe non-visual (haptik) dan tipe visual. Dalam pendidikan di sekolah dasar (SD) kedua tipe tersebut lazim ditemukan dan bahkan mungkin pula ditemukan anak yang bertipe campuran.
Perspektif Gambar Anak, perspektif gambar anak adalah cara anak menggambar-kan sesuatu (objek) sesuai dengan penglihat-an, apa yang dilihat, pada permukaan kertas atau bidang datar lain. Perspektif gambar anak-anak yang lazim ditemui ada 5 (lima); yaitu X-ray, tumpukan, rebahan, mata burung, dan tutup-menutup.
Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini pendekatan kualitatif. Latar penelitiannya SD-SD di Kabupaten Semarang
yang melaksanakan pembelajaran menggam-bar secara kontinu, dengan sasaran kajian perilaku guru dan murid, hasil karya, dan waktu dalam kegiatan pembelajaran menggambar dengan Creative Problem Solving. Teknik pengumpulan data yang digunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi (studi dokumen) dan untuk analisis data penelitian digunakan teknik analisis kualitatif-model interaktif yang mengacu pada langkah-langkah: reduksi data, sajian data, dan verifikasi data (Miles dan Huberman dalam Rohidi 1992:20).
Hasil Penelitian dan Pembahasan Gambaran Umum Pembelajaran Menggam-bar di SD
Pembelajaran menggambar di sekolah-sekolah dasar wilayah “Kabusem” hanya terselenggara di sekolah yang mempunyai reputasi akademik bagus dan sebagian besar pelaksanaannya apabila masih ada sisa waktu (waktu luang) dan bersifat enduring pattern. Kurang-lebih 90% penyelenggaraan pembe-lajaran menggambar di SD dilakukan dengan memberikan tugas ‘menggambar bebas’ kepada para murid, selebihnya memberikan contoh di papan tulis dan sebagian kecil berdasarkan tema.
Pembelajaran menggambar dengan tugas ‘menggambar bebas’ dan pemberian contoh oleh guru, karyanya berupa gambar peman-dangan dengan penampilan subjek dua gunung, sawah, jalan, matahari, dan awan. Kesamaan pola penempatan unsur dan penggambarannya, menegaskan bahwa dalam pembelajaran menggambar, ada kecenderung-an ‘mengikuti perintah’ gurunya, agar menda-pat nilai bagus. Penelitian Ismiyanto (1994) menunjukkan bahwa sekalipun guru memberi-kan kebebasan kepada anak-anak untuk berekspresi, namun bagi anak yang hasil karyanya tidak sesuai dengan contoh guru,
dinilai lebih rendah daripada nilai anak-anak yang ‘penurut’.
Sementara itu, dalam pembelajaran menggambar dengan acuan tema, diperoleh hasil yang agak berbeda, sekalipun masih ‘menghadirkan’ dua buah gunung, namun hasil karyanya telah berani menampilkan unsur-unsur atau subjek lain yang barangkali merupakan ekspresi situasi-kondisi lingkungan hidup masing-masing anak.
Menyimak model-model pembelajaran menggambar dan implikasinya terhadap hasil karya anak SD tersebut, masih sangat diperlukan pembimbingan dan pendampingan guru, dalam rangka menumbuhkembangkan imajinasi anak; misalnya dengan mengguna-kan media cerita, tanya jawab, curah pendapat berkenaan dengan tema atau peristiwa tertentu yang familiar bagi kehidupan anak.
Implementasi Creative Problem Solving dalam Pembelajaran Menggambar
Creative Problem Solving dalam pembe-lajaran, belum benar-benar familiar bagi para guru SD di wilayah “Kabusem”. Oleh karena ‘siswa aktif’ dalam konsep CBSA, dipahami guru semata-mata sebagai keaktifan melaku-kan suatu pekerjaan (misalnya tugas, PR, mencatat) yang diberikan oleh guru, sehingga aktivitas anak dalam suasana belajar yang sesungguhnya dan peran aktif guru untuk membelajarkan anak-anak belum terwujud di sekolah-sekolah. Creative Problem Solving (CPS) pada hakikatnya strategi pembelajaran yang selaras dengan prinsip-prinsip CBSA dan dapat diimplementasikan dalam pembelajaran berbagai mata pelajaran, termasuk dalam pembelajaran menggambar. Strategi pembe-lajaran CPS mengacu pada langkah-langkah mess finding, data finding, problem finding, idea finding, solution fainding, and action planning. Pada langkah mess finding, kebanyakan guru belum mampu ‘menghidupkan’ suasana
belajar yang demokratis-kooperatif, dominasi guru masih tampak mewarnai dalam interaksi belajar-mengajar. Guru lebih banyak hanya sampai pada penawaran tema, sementara masalah-masalah yang muncul kebanyakan dari pikiran guru.
Langkah kedua adalah data finding, yakni langkah pembimbingan untuk membantu murid mengembangkan informasi terkait dengan masalah-masalah yang telah teridentifikasi. Pada langkah kedua ini peranan guru sangat penting dan strategis, tetapi dalam praktik pembelajaran menggambar di sekolah, kebanyakan para guru belum dapat secara optimal membimbing murid-muridnya untuk menemukembangkan unsur (subjek) berdasar-kan tema menggambar karena berbagai alasan. Kiranya penyebab yang lebih hakiki adalah kompetensi guru dalam mengembang-kan gagasan berdasarmengembang-kan masalah dan pemahaman guru terhadap pembelajaran menggambar sebagai media belajar bagi anak. Langkah ketiga adalah problem finding, yaitu kegiatan pembimbingan kepada anak untuk memilih dan menetapkan masalah yang akan dijadikan tema dalam menggambar. Sekalipun pembimbingan oleh guru belum optimal, tetapi dalam problem finding atau penetapan tema kegiatan menggambar, pada umumnya berlangsung sangat kondusif bagi terjadinya iklim demokratis; anak-anak secara berani dan kritis mampu memberikan alasan atas pilihan-pilihan tema, anak-anak juga telah dapat menerima dan menghargai kebersama-an dalam kehidupkebersama-an berkelompok.
Langkah selanjutnya, idea finding, yakni langkah pematangan pilihan unsur (subjek) yang akan diekspresikan dalam kegiatan menggambar. Langkah idea finding pun sangat terbatas, belum semua guru mampu menunjuk-kan kemampuan profesionalnya dalam membantu anak-anak mengkonstruksi pengetahuan tentang dan berdasarkan
lingkungan-lingkungan sosial, budaya, dan alam. Dari 20 orang guru SD sebagai subjek penelitian, hanya 4 (empat) orang guru yang mampu ‘mengajak’ peserta didiknya mengembangkan unsur (subjek) gambar.
Pada hasil karya Andri (8,5 tahun) Kelas IIB dan hasil karya Devi (8 tahun) Kelas IIA keduanya dari SD “Pela”, terdapat perbedaan yang cukup menyolok dalam mengekspresikan unsur (subjek) gambar. Sekalipun usia keduanya relatif sama dan duduk di tingkat kelas yang sama, oleh karena perbedaan perlakuan dalam proses belajar, maka hasil belajarnya pun berbeda. Perbedaan hasil belajar (gambar) tersebut, selain dapat disimak dari kekayaan unsur (subjek), penataan unsur-unsurnya, juga terdapat pada tingkat kesa-daran masing-masing terhadap kehidupan sosial-budaya masyarakat pendukungnya serta lingkungan alamnya. Devi mampu menghadirkan unsur (subjek) dalam konstelasi dengan alam sekitarnya, kesan ruang ditampilkan dengan perspektif tumpukan sekalipun tanpa batas garis yang jelas, ‘garis’ diekspesikan dalam bentuk deretan peserta lomba dan penontonnya, yang sekaligus menunjukkan pemahaman anak terhadap tempat berpijak.
Solution finding, merupakan langkah pemilihan dan penetapan media berkarya (menggambar). Dalam hal penggunaan media dalam menggambar, hampir semua sekolah memberikan kebebasan kepada para murid, hal ini dilakukan semata-mata karena faktor ketersediaan, sesuai kemampuan ekonomis masing-masing murid. Selain pertimbangan ketersediaan dan kemampuan ekonomis anak tersebut, kiranya dalam pemiliham media dalam pembelajaran menggambar juga diwarnai oleh kekurangpahaman guru terhadap kegiatan menggambar berikut karakter medianya.
Langkah terakhir adalah action planning, yakni pemberian kesempatan kepada anak-anak untuk berkarya. Sebagaimana telah dipaparkan pada langkah-langkah pembelajar-an sebelumnya, secara empirik diperoleh informasi bahwa kebanyakan guru belum melakukan kinerja secara optimal.
Keberdayaan Creative Problem Solving bagi Pengembangan Kreativitas
Keberdayaan sebuah strategi atau metode pembelajaran tidak dapat dilepaskan dari peranan guru dalam proses pembelajaran. Secara empirik diperoleh informasi bahwa anak-anak yang secara terus-menerus dilibatkan secara aktif dalam proses belajar, juga memperoleh bimbingan dan pendamping-an dari guru secara optimal; lebih dapat mengekspresikan gagasan ke dalam gambar, berdasarkan pengalaman belajar masing-masing, anak-anak mampu mengeksplorasi unsur gambar sesuai dengan tema pembe-lajaran.
Penutup Simpulan
Pembelajaran menggambar belum terlaksana disetiap sekolah (SD) dan bagi sekolah yang melaksanakannya, kondisi pembelajarannya masih enduring pattern.
Creative Problem Solving merupakan hal baru bagi para guru, sehingga kebanyakan guru belum mampu mengimplementasikannya secara ‘penuh’ dalam kegiatan pembelajaran menggambar.
Creative Problem Solving yang dilak-sanakan dengan ‘penuh’ dan benar dapat berdayaguna (efektif) bagi peningkatan kreativitas peserta didik melalui pembelajaran menggambar.
Saran
Bagi para pengelola dan penyelenggara pendidikan tingkat sekolah dasar (SD), perlu memperbaiki situasi dan kondisi pembelajaran, khususnya pembelajaran menggambar di sekolah dasar (SD), sehingga efektif bagi peningkatan kreativitas peserta didik.
Bagi para pengelola dan penyelenggara pendidikan tingkat sekolah dasar (SD), perlu menyelenggarakan workshop dan pelatihan pembelajaran, khususnya pembelajaran menggambar.
Bagi para peneliti, temuan ini dapat dijadikan bahan acuan untuk melakukan penelitian sejenis dan relevan yang sifatnya lebih makro.
Daftar Pustaka
Baer, J. 1997. Creative Teachers, Creative Stu-dents. Boston: Allyn & Bacon.
Chandra, J. 1997. Kreativitas: Bagaimana Menanam, Membangun, dan Mengem-bangkannya. Yogyakarta: Kanisius. Gulo, W. 2002. Strategi Belajar-Mengajar.
Jakarta: PT. Grasindo.
Hawadi, RA R. Sihadi, D.W., dan Wiyono, M. 2001. Kreativitas: Panduan bagi Penye-lenggaraan Program Penciptaan Belajar (Buku 2). Jakarta: PT. Grasindo. Ismiyanto, PC. S. 1994. Proses Pembelajaran
Seni Rupa di Sekolah Dasar: Studi Deskriptif di Tiga SD Kota Semarang. Tesis S2 (tidak dipublikasikan). Bandung: PPS IKIP Bandung.
Ismiyanto, PC. S. 2002. Model Pengembang-an Kurikulum Seni Rupa Pasca Semi-loka Pendidikan Seni Rupa: Studi Kasus di Kecamatan Gunungpati, Hasil Penelitian (tidak dipublikasikan). Semarang: Lembaga Penelitian IKIP Semarang.
Ismiyanto, PC. S. 2007. Pembelajaran Inovatif, Makalah disampaikan pada PLPG bagi Guru Seni Budaya Periode 2007 di Diklat Provinsi Jawa Tengah, Semarang. Kerry, T. 1988. Invitition to Teaching. Singapura:
Longman.
Lancaster, J. 1990. Art in the Primary School. New York: Chapman & Hall, Inc. Lowenfeld, V. & Brittain, W.L. 1984. Creative
and Mental Growth (Seven Edition). New York: Macmillan Publishing Co, Inc. Miles, M.B. & Huberman, A.M. 1992. Analisis Data Kualitatif (terjemahan TR. Rohidi). Jakarta: Universitas Indonesia Press. Moleong, L.J. 1988. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: CV. Remaja Karya
Petty, W.T (Ed.) 1978. Curriculum for the Modern Elementary School. Chicago: Rand McNally College Publishing Company.
Salim, D. 2008. Anak dan Perkembangan Pendidikan Musik dalam Konteks Kreativitas, Makalah disajikan pada International Seminar on Arts for Teachers, tanggal 17 Juli 2008 di Yogyakarta.
Suryahadi, AAK. 2008. Esensi Pendidikan Seni, Makalah disajikan pada International Seminar on Arts for Teachers, tanggal 17 Juli 2008 di Yogyakarta.