MODEL BASED, SPARSE SPIKE DAN BAND LIMITED UNTUK KARAKTERISASI RESERVOAR DAERAH NATUNA BARAT
Meli Mariana Siboro*,Fatkhan**, Intan Andriani Putri***, Joko Wiyono*** 1Teknik Geofisika, Institut Teknologi Sumatera, Lampung Selatan, Indonesia 35365
Corresponding E-mail: melisiboro@gmail.com
ABSTRACT
This research is located in West Natuna, which aims to determine the comparison of the acoustic impedance inversion model-based, sparse spike, and band-limited for reservoir characterization. The data used are well data and 3D Post-Stack Time Migration seismic data. Determination of the target zone is used to indicate the zone of interest to be studied. This zone has a low gamma ray and there is a crossover between porosity and density. In the well seismic tie process, the correlation value of JHS2 well 0.621, and JHS1 well was 0.746. The results of the sensitivity test used a cross plot between porosity and acoustic impedance where gamma ray was the color key. Low acoustic impedance is associated with high porosity values and low gamma ray values are associated with sandstone zones. The pre-inversion generated in the JHS2 well-based model has a correlation of 0.97 and an error of 0.24, while the correlation of JHS1 well is 0.98 and an error of 0.20. Model-based inversion has the best inversion value compared to sparse spike inversion and band-limited inversion based on pre inversion value. The results of the inversion model based on the sandstone reservoir have a susceptible acoustic impedance value of 18,679 - 21,580 (ft / s) * (gr/cc).
Keywords: Acoustic Impedance Inversion, Model-Based, Sparse-Spike, Band-Limited, Reservoir.
* ITERA
** ITB *** ITERA
I. Pendahuluan
Eksplorasi hidrokarbon dilakukan untuk menemukan cadangan hidrokarbon yang bernilai ekonomis. Salah satu metode untuk eksplorasi hidrokarbon adalah metode seismik refleksi. Seismik refleksi termasuk metode geofisika eksplorasi yang menggunakan prinsip seismologi untuk dapat mengetahui sifat-sifat batuan yang ada di bawah permukaan bumi dari respon gelombang seismik refleksinya. Gelombang refleksi ini dihasilkan dari sifat batuan yang heterogen, sehingga menghasilkan perbedaan kecepatan gelombang pada medium tersebut.
Beberapa pemanfaatan metode seismik refleksi yaitu untuk mengkarakterisasi reservoar menggunakan analisa inversi seismik
model based, sparse spike dan band limited. Analisa ini didasarkan pada
parameter fisis batuan di bawah permukaan bumi dengan melakukan perbandingan ketiga inversi tersebut. Parameter fisis seismik refleksi seperti Densitas, kecepatan gelombang P, kecepatan gelombang S, porositas batuan, permeabilitas batuan, dan penyusun batuan. Parameter fisi ini mempengaruhi nilai
impedansi dari medium yang dilalui gelombang seismik. Perbedaan
impedansi dari medium
menghasilkan koefisien gelombang pantul yang disebut sebagai koefisien refleksi gelombang seismik. Koefisien refleksi ini mencerminkan kondisi geologi bawah permukaan.
Karakterisasi reservoar merupakan suatu proses untuk menjabarkan karakter batuan reservoir secara kuantitatif dan kualitatif dengan menggunakan data yang ada (Sukmono, 2002). Pada penelitian ini dilkukan analisa menggunakan perbandingan ketiga inversi tersebut (inversi model based,
sparse spike, dan band limited)
dengan tujuan untuk mendapatkan informasi yang memisahkan antara
shale dan sand. Dari hasil ini
dilakukan analisa keberadaan batuan reservoar hidrokarbon.
II. Teori Dasar
1. Persamaan gelombang seismik
Persamaan kecepatan menggunakan koefisien Lamda (λ), modulus Bulk (K), dan modulus Shear (𝞵) dan dituliskan sebagai berikut (Lee, S.S.,Wu, S.S.C., Hsu, C.H., Lin, J.Y.,
Yang, Y.L., Huang, C.S., and Jewng, L.D, 1998): 𝑉𝑝 = √𝐾 + 4 3 𝜇 𝜌 = √ 𝜆 + 2𝜇 𝜌 𝑉𝑠 = √𝜇 𝜌
Dengan 𝜆 menytakan koefisien Lamda yang setara dengan K-2/3, K menyatakan modulus bulk, 𝜌 merupakan densitas batuan dan 𝜇 menyatakan modulus shear.
2. Klasifikasi Gelombang Seismik
Gelombang seismik merupakan gelombang yang merambat melalui bumi yang bergantung pada sifat elastisitas batuan. Ada dua tipe gelombang seismik:
a. Body wave
Gelombang body merupakan gelombang yang menjalar melalui medium bumi, biasa juga disebut sebagai free wave karena dapat menjalar ke segala arah di dalam permukaan bumi. Gelombang badan (body) dibagai menjadidua jenis
berdasarkan waktu tiba
gelombangnya, yaitu gelombang P (primer) dan gelombang s (sekunder). Gelombang primer merupakan gelombang yang pergerakan
partikelnya sejajar dengan arah penjalarannya (Brown, 2005). Gelombang P dapat merambat pada medium fluida maupun solid. Secara matematis kecepatan gelombang primer dituliskan sebagai berikut:
𝑉𝑝 = √𝑘+ 4 𝜇 𝜌 (1) Arti fisis: Vp: kecepatan gelombang P (m/s} K: modulus bulk (menyatakan
Incompressibility) (N/m²)
µ: modulus geser (konstanta lame/ menyatakan Rigidity) (N/m²)
𝜌: Densitas (kg/mᶾ)
Gelombang sekunder (S) merrupakan gelombang badan yang pergerakan partikelnya tegak lurus terhadap arah penjalarannya. Gelombang S tidak dapat merambat melalui fluida karena modulus geser gelombang ini bernilai nol. Waktu tiba gelombang S lebih awal dibandingkan dengan waktu tiba gelombang P. Kecepatan rata-rata gelombang P pada kerak bumi 5-7Km/s, mantel dan inti bumi 8 Km/s, air 1,5 Km/s, dan udara 0,3 Km/s. Secara matematis persamaan gelombang P dituliskan sebagai berikut :
𝑉𝑠 = √𝜇𝜌
b. Surface wave
Gelombang surface merupakan gelombang seismik yang merambat di permukaan bumi dan tidak mengalami penetrasi ke dalam
medium bumi. Gelombang
permukaan diklasifikasikan menjadi dua berdasarkan arah rambatnya, yaitu gelombang Rayleigh dan gelombang love.
3. Komponen Seismik Refleksi a. Akuistik Impendansi
Akustik impedansi merupakan kemampuan suatu batuan untuk melewatkan gelombang seimik. Pada dasarnya secara fisis impedansi akustik merupakan produk yang dihasilkan dari perkalian antara kecepatan gelombang seismik dengan densitas batuan (Simanjuntak, 2014). Secara matematis dituliskan sebagai berikut:
𝑍 = 𝜌𝑉
Dengan Z (akustik impedansi), 𝜌 (Densitas batuan), V (kecepatan gelombang seismik).
b. Koefisien Refleksi (R)
Koefisien refleksi (R) adalah perbandingan besar amplitudo (A) gelombang datang dengan gelombang pantul. Koefisien refleksi dihasilkan dari sifat medium di bawah permukaan yang heterogen. Koefisien refleksi dituliskan secara matematis pada persamaan berikut:
𝑅 = 𝐴1 𝐴0 = 𝑍2− 𝑍1 𝑍2+ 𝑍1 𝑍 = 𝜌𝑉 Keterangan: 𝜌 : Densitas 𝑉: Kecepatan 𝑍: Akustik Impedansi c. Wavelet
Wavelet merupakan gelombang harmonic yang mempunyai interval amplitudo, frekuensi, dan fasa tertentu (Sismanto, 2006). Wavelet terbagi atas 4 jenis berdasarkan jenis konsentrasi energinya yaitu:
Gambar 2. 1 Jenis-jenis wavelet berdasarkan konsentrasi energinya, yaitu mixed phase
wavelet (1), minimum phase wavelet (2), maximum phase wavelet (3), dan zero phase wavelet (4) (Sismanto, 2006).
d. Seismogram sintetik
Seismogram sintetikadalah data seismik buatan yang diperoleh dari data sumur, yaitu log kecepatan, Densitas, dan wavelet dari data seismik. Seismogram sintetik diperoleh dengan mengkonvolusikan data log dengan wavelet. Secara matematis dutuliskan sebagai berikut (Tabah dan Danusaputro, 2010):
𝑠(𝑡) = 𝑤(𝑡) ∗ 𝑟(𝑡)
Dengan 𝑠(𝑡) adalah seismogram sintetik, 𝑤(𝑡) adalah wavelet, dan 𝑟(𝑡) adalah deret koefisien refleksi.
4. Inversi Seismik
a. Model based Inversion
Inversi seismik model based merupakan inversi yang digunakan dengan langkah awal membuat model geologi, kemudian dibandingkan dengan data seismik. Hasil keluaran berupa model yang sesuai dengan data masukan. Kecocokan antara model ini dengan data seismik dilihat dari nilai error yang dihasilkan, semakin banyak iterasinya maka
koefisien korelasi antara sesmik sintetik dan seismic rillnya semakin besar dan error semakin kecil. Hubungan antara model dengan data
seismic dapat dijelaskan dengan data seismic dapat di jelaskan dengan
metode Generalized Linear Inversion (GLI). GLI menganalisis deviasi kesalahan antara model keluaran dan data observasi, kemudian parameter model diperbaharui untuk menghasilkan keluaran dengan kesalahan sekecil mungkin.
b. Inversi Seismik sparse-spike
Prinsip metode sparse-spike adalah mengasumsikan bahwa reflektifitas yang sebenarnya dapat diasumsikan sebagai seri dari
spike-spike besar yang bertumpukan dengan spike-spike yang lebih kecil sebagai
back ground, kemudian dilakukan estimasi wavelet berdasarkan asumsi model tersebut. Inversi ini mencari lokasi spike yang besar dari trace seismik. Spike-spike tersebut terus ditambahkan sampai trace
dimodelkan secara cukup akurat. Parameter yang yang ditambahkan pada model ini adalah menentukan jumlah maksimum spike yang dideteksi pada tiap trace seismik.
c. Inversi Seismik Band Limit
Inversi Band Limited (rekursif) adalah algoritma inversi
yang mengabaikan efek wavelet seismik dan memperlakukan seolah-olah trace sesmik merupakan kumpulan koefisien refleksi yang telah difilter oleh wavelet fase nol. Metode ini paling awal digunakan untuk menginversi data seismic.
5. Geologi Regional
Daerah lokasi penelitian berada pada Cekungan Natuna Barat di lapangan minyak Anambas, yang berbatasan langsung dengan negara-negara lain pada bagian barat dan utara cekungan Malay di bagian barat. Telah banyak sumur-sumur yang berproduksi di area sekitarnya, sehingga dapat membantu menginterpretasi migas.
a. Fisiografis
Secara fisiografis, daerah penelitian berada pada Cekunagan Natuna Barat yang terletak pada Laut Natuna. Daerah Laut Natuna adalah daerah selatan dari Laut Cina Selatan, yang termasuk dalam territorial Indonesia. Daerah Cekunagan natunas Diibagi menjadi dua yaitu Cekungan
Natuna Barat sampai ke Cekungan Malay terpatnya barat Malaysia dan Cekungan natuna Timur yang mana merupakan daeraah dari cekungan Sarawak di timur Malaysia.
Gambar 2.1 Citra satelit Natuna
menggunakan google earth
b. Stratigrafi Regional
Stratigrafi cekungan Natuna Barat Dimulai dari basement pra-tersier dan seluruh pengendapan tersier. Menurut studi yang dilakukan Conoco Block B-Team (1997), urutan lithostratigrafinya di Cekungan Natuna Barat dari yang paling tua (basement) sampai ke yang muda yaitu:
1. Batuan Dasar atau
Basement, berumur
Pra-Tersier.
2. Formasi Benua/Lama, berumur antara Eosen sampai Oligosen Awal.
3. Formasi Gabus, berumur Oligosen Awal - Akhir. 4. Formasi Keras, berumur
antara akhir Oligosen Akhir.
5. Formasi Barat, berumur Miosen Awal.
6. Formasi Arang, berumur antara Miosen Awal sampai Miosen Tengah.
7. Formasi Muda, berumur antara Miosen Akhir sampai Pleistosen.
Gambar 2.2 Stratigrafi Reginal Cekungann Natuna Barat (Darman, 2000) III. Hasil dan Pembahasan
a. Well to seismic tie
Pada proses well seismic tie korelasi yang didapat belum optimum, maka dilakukan proses penggeseran
(shifting), setelah itu dilakukan proses
peregangan (stretch) dan perapatan
(squeeze) untuk mendapatkan hasil
yang baik. Hasil well seismic tie pada umur JHS2 dan JHS1 didapatka nilai
korelasi antara nilai seismogram sintetik dengan trace seismkiknya adalah di table berikut.
Tabel 3. 1 Korelasi sintetik seismogram setiap sumur Sumur Hasil korelasi Time Shift JHS2 0.621 0 JHS1 0.746 0 b. crossplot
Gambar 3.1 Crossplot antara porositas
dan gamma ray dengan P-impedance sebgai color key pada sumur JHS2
Gambar 3.2 Crossplot antara porositas
dan gamma ray dengan P-impedance sebgai color key pada sumur JHS1
Uji sensitivitas digunakan untuk memperoleh penyebaran litologi dan karakteristik dari zona interest atau
zona target. Pemisahan litologi digunakan dengan analisa crossplot antara prositas dengan P-impedance dengan color key gammay. Pada kedua sumur yaitu JHS2 dan JHS1 dilakukan uji sensitivitas Crossplot di target zona Lower Arang hinga Barat. Hasil crossplot dapat melihat pemisahan antara zona sand, shallysand dan shale. Dapat dilihat
dari gambar zonasi, sand adalah litologi berwarna kuning dimana memiliki nililai porostas yang tinggi
>26% dan P-impedance
<20500(ft/s)*(g/cc) dan dapat dilihat sebaran gamma ray yang rendah berwarna kuning dan hijau (52-70 GAPI). Untuk zona shale porositas <26% dan P-impedance > 20500(ft/s)*(g/cc) dan dapat dilihat sebaran gamma ray yang tinggi berwarna kuning hingga ungu (70-132 GAPI). dan shally sand dengan porositas <26% dan P impedance <20500(ft/s)*(g/cc). Pada crossplot ini dilakukan pada zona target di Lower Arang hingga Barat. Crossplot dilakukan pada log porosity pada sumbu x dan log gamma ray pada sumbu y, p-impedance sebagai color
key.
c. Analisa pra Inversi
Tabel 3.2 Hasil nilai korelasi
inversi sesimik
Metode
Inversi Nilai korelasi
Sumur JHS2 JHS1 Band Limited (error) 0.82 ( - ) 0.87 ( - ) Sparse Spike (error) 0.60 (0.89) 0.86 (0.53) Model Based (error) 0.97 (0.24) 0.98 (0.20) Pada table tersebut, metode inversi model based menghasilkan model impedansi akustik yang lebih baik dengan koefisien korelasi masing-masmg. Besar error yang dihasilkan metode model based pada sumur JHS2 0.24 dan sumur JHS1 0.20. Nilai error ini dihasilkan dari selisih antara trace seismic dan trace sintetik hasil inversinya, sehingga didapatkan
trace error.
IV. Kesimpulan
Berdasarkan analisis pengolahan data yang dilakukan dapat disimpulkan: Inversi seismik yang terbagi atas 3 yaitu model based, sparspike dan
band limited, dari ketiga inversi
tersebut hasil model impedansi akustik dengan menggunakan metode Model based menunjukkan korelasi yang lebih baik dan error kesalahan
yang lebih kecil dibanding metode
sparse spike dan model based dimana
didapat nilai korelasi sumur JHS2 0.97 dan error 0.24 dan pada sumur JHS1 korelasi sebesar 0.98 dan error 0.20. Hasil inversi model based reservoar batu pasir berada antara AI 18.679 – 21.580 (ft/s)*(gr/cc). Zona batu pasir identik dengan zona prospek hidrokarbon karna memiliki porositas yang tinggi, dan
p-impedance rendah dan menunjukkan
nilai gamma ray yang rendah. Pada penelitian ini juga terlihat pada time
structur map memperlihatkan adanya
struktur antiklin sebagai tempat jebakan hidrokarbon, dimana pada daerah kedua sumur memiliki perbedaan fasies antara sumur JHS 1 dan JHS 2.
Daftar Pustaka
[1] T. F.R and H. Danusaputro, "Inversi model based untuk gambaran litologi bawah permukaan," Jurnal Sains &
Matematika (JSM), vol. 18, pp.
88-93, Juli 2010. [2] Y. Arianto, pemodelan
impedansi akustik untuk karakterisasi reservoar pada daerah "x", sumatera selatan, Depok: Universitas Indonesia, 2011.
[3] Rendy, Karakterisasi reservoir batu pasir menggunakan
metode sismik multi atribut dan seismik inversi pada
lapangan"Barlian", cekungan Bonaparte, Lampung Selatan: ITERA, 2017.
[4] D. M. Sihombing, "Estimasi Volumetric Cadangan Hydrocarbon Menggunakan Metode Monte Carlo Pada Cekungan Bonaparte," ITERA, Lampung Selatan, 2020. [5] Randy, "Karakterisasi
Reservoir Batu Pasir
Menggunakan Metode Seismic Multi Atribut Dan Seismic Inversi Pada Lapangan Barlin Cekungan Bonaparte," ITERA, Lampung Selatan, 2017. [6] Isniarno, Triyoso and Amukti,
"Implementasi metode seismic inversi impedansi akustik dalam memetakan batuan pasir dengan pengoptimasian
parameter error dan korelasi serta mentransformasikan penyebaran porositas," Jurnal
Physical Science and
Enggineering, pp. 21-27, 2017.
[7] B. Riyanto, Inversi Seismik, Depok: Universitas Indnesia, 2010.
[8] Guspriandoko, B. S. Mulyatno and O. Dewanto, "Analisis seismik amplitude versus offset (AVO) reservoar batu gamping formasi kujung pada
lapangan"GPH" cekungan Jawa Timur Utara," Jurnal
Geofisika Eksplorasi.
[9] I. Z. Alfatih, D. D. Warnana and P. H. Wijaya, "Klasifikasi fasies pada reservoir
menggunakan crossplot data log p-wave dan data log
density," Jurnal Teknik ITS, pp. B-127-B-131, 2017.
[10] M. Souisa, "Analisis modulus eastisitas dan angka poisson bahan dengan uji tarik," Jurnal
Barekeng, pp. 9-14, 2011.
[11] T. F. R and H. Danusaputro, "Inversi model base untuk gambaran litologi bawah permukaan," Jurnal Sains &
Matematika (JSM), pp. 88-93,
Juli 2010.
[12] F. Rachmawati, S. Maryanto and M. Razi, "Analisa
penyebaran litologi sandstone dengan menggunakan inversi impedansi elastik pada lapangan kalimaya formasi talang akar cekungan Jawa Barat Utara".
[13] Rachman, Pemetaan distribusi permeabilitas berdasarkan multiatribut dan inversi seismik, Depok: Universitas Indonesia, 2001.
[14] meli, makan, banten: ITERA, 2019.
[15] H. Arifien, Inversi seismik berbasis model untuk karakterisasi reservoir: studi kasus Haurgeulis, Depok: Universitas Indonesia, 2010.
Gambar 1 - Hasil inversi seismik Model Based pada penampang seismik dengan
sumur dengan sebaran nilai AI
Gambar 2 - Peta sebaran Amplitude AI pada Top horizon inversi Model Based
Gambar 4 - Hasil inversi seismik Sparse Spike pada penampang seismik dengan
sumur dengan sebaran nilai AI
Gambar 5 - Peta sebaran Amplitude AI pada top horizon inversi Sparse Spike
Gambar 7 - Hasil inversi seismik Band Limited pada penampang seismik
dengan sumur dengan sebaran nilai AI
Gambar 8 - Peta sebaran Amplitude AI pada top horizon inversi Band Limited