• Tidak ada hasil yang ditemukan

Alat yang digunakan dalam penelitian Palmeira adalah seperti di bawah ini:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Alat yang digunakan dalam penelitian Palmeira adalah seperti di bawah ini:"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 4

TINJAUAN PUSTAKA

Beberapa penelitian untuk mengetahui perilaku sistem dinding penahan tanah dengan menggunakan material perkuatan sudah sejak lama dilakukan terutama sejak mulai tahun 1965 saat Henri Vidal dari Perancis memperkenalkan sistem Reinforced Earth dengan menggunakan metal strip sebagai material perkuatan tanah. Demikian juga penggunaan material geosintetik juga telah berkembang sangat pesat, Zornberg (2007) mengutarakan bahwa penggunaan materil geosintetik dapat diterima sangat luas disebabkan oleh beberapa alasan yakni alasan estetika (arsitektural), realibilitas, sederhana dalam teknik konstruksinya, memberikan kehandalan yang memadai terhadap beban gempa dan kemampuan mentoleransi adanya deformasi yang cukup besar tanpa menimbulkan kerusakan struktural yang dapat membahayakan.

4.1 PENGUJIAN DARI PENELITI LAIN

Palmeira (1987) telah melakukan penelitian perilaku interkasi tanah dengan material perkuatan dengan menggunakan test laboratorium skala besar. Ukuran box yang digunakan berukuran 1m x 1m x 1m. Dalam penelitian ini didapat perilaku deformasi dari beberapa jenis material perkuatan geosintetik dengan menggunakan material tanah timbunan standard. Dimana perilaku interaksinya sangat dipengaruhi oleh tipe dan bentuk dari material perkuatan yang digunakan. Selain itu juga sangat dipengaruhi ukuran partikel tanah timbunan yang digunakan. Peneliti ini melakukan uji geser dan pull out. Tanah yang digunakan dalam pengujian ini adalah pasir dengan gradasi seragam yakni tiga jenis pasir Leighton Buzzard sand 7/14, 14/25 dan 25/52. Alasan penggunaan lebih dari satu jenis pasir adalah bertujuan mempelajari pengaruh ukuran partikel tanah terhadap kenerja dari perkuatan geogrid. Sedangkan material perkuatan yang diuji terdiri dari beberapa tipe geogrid, woven geotekstil dan juga metal strip.

(2)

Gambar 4.1. Alat Uji Geser Sumber: Palmeira (1997)

Gambar 4.2. Persiapan Sampel Uji Test Geser Sumber: Palmeira (1997)

Berikut ini adalah tipikal hasil dari pengujian geser:

Gambar 4.3. Tipikal Hasil Dari Pengujian Geser Dengan Sudut 300 Sumber: Palmeira (1997)

(3)

Gambar 4.4. Tipikal Hasil Dari Pengujian Geser Dengan Sudut 00 Sumber: Palmeira (1997)

Untuk mengujian pull out, alat yang digunakan sama dengan pengujian untuk geser hanya berbeda pada pola pembebanannya.

Gambar 4.5. Persiapan Sampel Uji Test Pull Out Sumber: Palmeira (1997)

(4)

Gambar 4.6. Tipikal Hasil Pengujian Test Pull Out Sumber: Palmeira (1997)

Ather Mohiuddin (2002) melakukan analisa laboratorium dan test pull out lapangan terhadap material perkuatan tanah pada tanah timbunan jenis lempung. Dimana peneliti ini a) membandingkan hasil di laboratorium dengan test lapangan, b) menganalisa kontribusi ketahanan pasif terhadap ketahanan pull out total, c) mengevaluasi koefisien interaksi (Ci) dan evaluasi faktor koreksi skala (α). Material perkuatan yang diuji adalah beberapa tipe geogrid dan geotekstil.

Skema alat yang digunakan di laboratorium adalah seperti gambar di bawah ini :

Gambar 4.7. Potongan Melintang Pull Out Box Sumber: Mohiuddin (2002)

(5)

Gambar 4.8. Detail Dari Bagian Box Yang Dapat Bergerak Sumber: Mohiuddin (2002)

Nilai ϕ tanah adalah 240, dengan γmax 104 pcf dan nilai kohesi 3 psi. Sedangkan nilai PI 6%, LL 27%, kandungan silt 72% dan kandungan clay 19%.

Untuk test lapangan dibangun suatu dinding dengan tinggi 6.10 m dan 47 m panjang. Facing menggunakan modular blok yang diperkuat dengan berbagai macam tipe geogrid. Gambar skemanya plant dan tampak depannya adalah sebagai berikut :

Gambar 4.9. Plan Test Pull Out Lapangan Sumber: Mohiuddin (2002)

(6)

Gambar 4.10. Tampak Depan Test Pull Out Lapangan Sumber: Mohiuddin (2002)

Adapun hasil yang didapat adalah seperti table di bawah ini:

Tabel 4.1. Perbandingan Hasil Pull Out Laboratorium Dan Lapangan Sumber: Mohiuddin (2002)

Dari penelitian yang dilakukan Ather Mohiuddin (2002) di dapat hasil bahwa: a. Hasil test di laboratorium dan lapangan adalah berdekatan satu sama lain

dan menunjukkan hasil yang lebih konsisten untuk geosintetik dengan kuat tarik tinggi.

b. Kontribusi pasif resistensi berkisar antara 5-30 persen dari total kapasitas pull out.

(7)

c. Rentang nilai koefisien interaksi (Ci) adalah 0.5-1 untuk test laboratorium 0.3-1.2 untuk test lapangan.

d. Sedangkan nilai faktor koreksi skala (α) diestimasi 0,32 sampai 0.82 untuk material geogrid.

Pinho-Lopes dan Silvano, R. Lopes, M.L. (2006) telah melakukan studi interaksi antara tanah dan material geosintetik di dalam tanah berbutir halus menggungakan tes pull out. Material yang diuji adalah geotekstil woven PP-tape (GTXw), geogrid woven-PET (GGRw), geogrid composite -PET dicoating dengan PP- (GGRc), geogrid exstruded-HDPE (GGRe) dan geotekstil composite (GTXc). Sedangkan tanah timbunan yang digunakan adalah 93 % merupakan dengan diameter lebih kecil dari 2 mm dan 20 % berdiameter lebih kecil dari 0.074mm. Gambar di bawah ini adalah distribusi ukuran butirnya.

Gambar 4.11. Distribusi Ukuran Butiran Sumber: Lopes (2006)

Parameter engineering yang lain D30: 0.19mm, D50 : 0.39mm, D60 : 0.55mm dan Dmax : 38.10mm, γ min 17.20 kN/m3, γ max : 13.59 kN/m3 dan γID=50% : 15.18 kN/m3. Untuk nilai c’peak : 0 kPa dan ϕ’peak : 41.10 untuk c’residual : 0.5 kPa dan ϕ’residual : 36.60. Alat tes yang digunakan berukuran panjang 1.5 m, lebar 0.9 m dan tinggi 0.60 m seperti dalam foto di bawah ini:

(8)

Gambar 4.12. Alat Pull Out Box Sumber: Lopes (2006)

Di dalam penelitian ini digunakan tegangan normal yang diberikan adalah 50 kPa dan kecepatan penarikan adalah 2mm/menit. Masing-masing tipe material perkuatan yang diuji dites sebanyak tiga kali, berikut hasil pengujian seperti grafik berikut ini:

Gambar 4.13. Plot Dari Hasil Tes Pull Out Sumber: Lopes (2006)

(9)

Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa material perkuatan tipe GTXw atau geotekstil woven PP-tape mempunyai kapasitas pull out yang paling besar. Sedangkan untuk tipe perkuatan geogrid (GGR) justru menunjukkan hasil kapasitas pull out yang lebih rendah. Dan bahwa dengan pengunaan material timbunan berbutir halus, mekanisme transfer gaya yang terjadi lebih dipengaruhi oleh luasan bidang kontak dan bukan mekanisme tahanan pasif yang secara teoritis akan banyak terjadi pada perkuatan tipe geogrid.

Ju, J.W. et.al. (2006) melakukan test pull out test dengan menggunakan peralatan yang relatif kecil yakni 30 cm x 30 cm x 20 cm. Test ini dilakuakan untuk mengetahui perilaku adhesi antara material perkuatan yakni geogrid biaxial 90 kN/m’ dan tanah timbunan. Pada test tersebut dilakukan dengan menggunakan pasir standard Jumunjin sebagai material timbunannya. Salah satu kesimpulan dari riset tersebut adalah pada tekanan kekang kecil, maka sudut geser kapasitas pull out –nya ternyata lebih besar dibandingkan dengan sudut geser internal tanah. Pada tahun 2008, Jones & Gwede melakukan suatu penelitian yang sangat menarik yaitu melakukan pengujian dengan membangun suatu vertical pull out box test. Secara prinsip alat yang digunakan sama seperti alat pull out yang lain, namun gaya yang diberikan adalah dalam arah vertikal atau tegak lurus dengan arah perkuatannya. Penelitian ini dipicu oleh suatu kejadian dalam tahun 1986 dimana terjadi keruntuhan pada sejumlah konstruksi dinding perkuatan tanah di Tennessee, USA. Pada saat itu menurut hasil observasi bahwa pada kebanyakan spot-spot kegagalan ditemukan defleksi yang sangat besar pada strip perkuatannya. Beberapa test skala penuh telah dilakukan untuk melakukan simulasi jika terjadi perbedaan settlement antara tanah timbunan dan struktur dinding. Dan hasilnya, jika hal tersebut terjadi akan mengakibatkan implikasi yang sangat serius terhadap keseluruhan sistem dinding penahan tanah. Dan dikatakan bahwa potensi terjadinya diferensial settlement harus diperhitungakan, khususnya jika timbunan yang harus dibangun relatif tinggi. Skema alat test

(10)

vertical pull out bos atau disebut settlement box yang digunakan adalah seperti gambar berikut ini:

Gambar 4.14. Settlement Box Test Sumber: Jones & Gwede (2008)

Alat ini dapat mensimulasi terjadinya efek dari diferensial settlement pada konstruksi dinding penahan tanah. Dimana pada bagian facing dibuat dapat bergerak vertikal dengan menggunakan jack hydraulic sebagai simulasi adanya pergerakan relatif antara struktur dinding dengan tanah timbunannya. Ukuran dari settlement box adalah : 3.00m x 0.70m x 0.60m, dan tanah timbunan sebagai beban vertikal normal berupa air bag yang dapat memberikan tekanan normal hingga 140 kPa atau sama dengan kurang lebih 7 m timbunan tanah. Jadi diharapkan pengetesan ini dapat mewakili kondisi real di lapangan di Tennessee.

Tanah yang digunakan adalah pasir Leighton Buzzard dengan kepadatan rata-rata : 16 kN/m3. Spesifik gravity 2.65 dan sudut geser internal ϕresidual = 320 dan ϕpeak = 420. Untuk jenis perkuatan yang ditest adalah digunakan di lapangan yakni material perkuatan tipe “high adherence” steel strip. Dan sebagai pembanding diuji juga material perkuatan berupa geogrid dari high density polyethelene (HDPE). Hasil dari pengujian untuk kedua jenis perkuatan yang diuji adalah sebagai berikut:

(11)

Gambar 4.15. Defleksi Pengujian Dengan Perkuatan Steel Strip Sumber: Jones & Gwede (2008)

Gambar 4.16. Defleksi Pengujian Dengan Perkuatan Geogrid Sumber: Jones & Gwede (2008)

Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa profile dari hasil pengujian laboratorium berkorelasi dengan deflesi yang diobservasi di lapangan. Pada saat tanah timbunan turun >120 mm perkuatan besi akan slip. Kegagalan slip akan akan menghasilkan rupture pada material perkuatan. Segera setelah terjadi slip maka konsep sistem komposit perkuatan tanah telah hilang dan model analitik yang digunakan didalam model ini menjadi tidak valid lagi. Ketika material perkuatan slip, maka akan terjadi pergerakan ke depan yang mengakibatkan penambahan diferensial settlement antara timbunan dan struktur

(12)

dinding/facing-nya. Yang selanjutnya akan mengakibatkan tegangan bending dalam koneksi yang biasanya tidak diperhitungakan pada saat disain. Ini dapat menjadi sebagian dari sebab kenapa kegagalan yang diobservasi termasuk didalamnya kegagalan pada sistem koneksi antara elemen facing dan material perkuatan. Namun, material perkuatan polymer geogrid lebih mampu mengakomodasi diferensial settlement dan tidak terobservasi terjadi adanya slip. Akan tetapi, material perkuatan mengalami regangan yang lebih besar dari yang biasa dapat diterima.

4.2 PEMBUATAN ALAT UJI PULL OUT

Menurut Wood (2004) di dalam pemodelan geoteknik terdapat beberapa macam pemodelan yakni : model empirik, model teori, model numerik, model konstitutif, model fisik, model geologi dan model klasifikasi. Khusus untuk model fisik yang akan dibangun di dalam penelitian ini terdiri dari dua yakni : model fisik skala penuh (full scale) dan model fisik skala kecil (small scale). Model fisik ini dilakukan dengan tujuan untuk mevalidasi hipotesa teoritik atau hipotesis empirik. Dimana model fisik dapat menggunakan material real yang digunakan dalam aplikasi aktual di lapangan.

Pembuatan alat uji sistem dinding penahan tanah dengan menggunakan material perkuatan tanah seperti dalam penjelasan Bab 3.6 dimana pada Gambar 3.6 digambarkan tentang mekanisme keruntuhan sistem dinding dengan perkuatan tanah seperti gambar di bawah ini:

Gambar 4.17. Mekanisme Keruntuhan Sistem Dinding Untuk Pemodelan Alat Sumber: Palmeira (1997)

(13)

Di dalam penelitian ini bentuk keruntuhan yang diuji yakni keruntuhan cabut/pull out (area 5-6) material perkuatan tanah, dimana karena panjang penjangkaran tidak mencukupi. Dari mekanisame di atas maka komponen-komponen alat uji yang harus ada yaitu:

a. Bisa memberikan gaya tarik cabut,

b. Bisa dipasang beberapa tipe material perkuatan tanah, c. Bisa menggunakan tanah timbunan yang aktual digunakan,

d. Tekanan normal vertikal yang bisa diatur untuk disesuaikan dengan elevasi material perkuatan tanahnya.

Dari studi literatur di atas, pada peneliti-peneliti sebelumnya menggunakan ukuran box yang berbeda-beda. Jadi hingga saat ini memang belum ada standarisasi ukuran box uji atau standarisasi sebagai kondisi batas yang diberikan dalam pengujian. Namun dalam Palmeira (1987) menyatakan bahwa beberapa peneliti misalnya McGrown et al (1987), Jewell (1980) dan Dyer (1985) mencapai beberapa kesimpulan yang sama bahwa :

a. Cara efektif peletakan material perkuatan tanah adalah di daerah yang mengalami regangan tarik atau secara khusus searah dengan regangan tarik minor.

b. Kekakuan longitudinal dari material perkuatan merupakan variable yang sangat penting untuk mengetahui respon sampel tanah yang diperkuat. c. Kekakuan bending dari material perkuatan tanah bukan merupakan faktor

utama dalam perilaku sampel tanah yang diperkuat yang mengalami uji geser langsung.

d. Bentuk dan derajat kekasaran dari material perkuatan adalah hal paling penting dalam mekanisame transfer beban antara tanah dan material perkuatan tanah.

Sedangkan mengenai ukuran dan disain dari peralatan yang digunakan seharusnya dapat meminimalkan efek-efek yang dapat mempengaruhi keakuratan hasil uji misalkan:

(14)

1. Di dalam volume tanah yang besar, perkuatan tanah yang diuji dapat diletakkan jauh dari dinding box-nya, ini untuk mengurangi gangguan akibat interkasi tanah dengan dinding box-nya.

2. Peralatan yang lebih besar akan semakin mendekati kondisi nyata di lapangan.

3. Di dalam sampel tanah yang besar memungkinkan untuk menempatkan instrumentasi terkubur di dalam massa tanah (misal : pressure cells) tanpa adanya konsekuensi ganguan yang berarti.

Dari kriteria-kriteria di atas secara skema, alat pengujian dibangun berdasarkan rekomendasi dari Koerner (2005) untuk test pull out resistance dengan beberapa modifikasi terhadap ukurannya sesuai dengan gambar skema di bawah ini:

Gambar 4.18. Skematik Alat Uji Pull Out Sumber: Koerner (2005)

(15)

Dari skema di atas selanjutnya dibangun alat uji seperti gambar berikut ini:

Gambar 4.19. Alat Uji Pull Out Material Perkuatan Tanah

Penjelasan selengkapnya dari alat ini akan diuraikan dalam Bab 5 selanjutnya tentang Prosedur Test Kapasitas Cabut (Pull Out Test).

(16)

BAB 5

PROSEDUR TEST KAPASITAS CABUT (PULL OUT TEST)

Seperti disampaikan pada bab-bab sebelumnya bahwa parameter penting dari struktur dinding penahan tanah dengan menggunakan perkuatan tanah adalah kuat tarik material dan parameter interaksi tanah dengan material perkuatan tanah yang dalam hal ini adalah kemampuannya menahan cabut (pull out). Berbagai macam alat dikembangkan untuk mengetahui parameter ini. Misalnya dalam ASTM D5321 dan ISO 12957 untuk uji geser langsung material perkuatan geosintetik.

5.1 METODOLOGI

Metode penelitian yang digunakan adalah memodelkan fenomena fisik sistem dinding penahan tanah dengan menggunakan material perkuatan tanah yang ada di lapangan ke dalam skala pengujian yang dapat dilakukan di laboratorium. Sehingga bisa dilakukan untuk berbagai macam simulasi tipe material perkuatan tanahy, berbagai jenis tanah timbunan dan berbagai bentuk pembebanan. Dimana massa tanah yang diperkuat oleh elemen perkuatan dapat dianalogikan seperti beton bertulang, dimana properti mekanik dari massa tanah diperbaiki dengan meletakan elemen perkuatan sejajar arah regangan utama untuk mengkompensasi ketidak adanya ketahanan tanah terhadap gaya tarik. Perbaikan properti tarik adalah merupakan hasil dari interaksi antara elemen perkuatan dengan tanah. Dimana komposit antara tanah dan elemen perkuatan mempunyai karakteristik sebagai berikut:

a. Terjadinya transfer tegangan antara tanah dan material perkuatannya. b. Efek perkuatan dari eleman perkuatan tersebar di dalam massa tanah.

Sehingga pengujian yang akan dilakukan dalam riset ini dapat melihat fenomena tersebut dan sekaligus dilakukan instrumentasi untuk bisa melakukan akuisasi data hasil pengujian dan dapat diamati secara real time.

(17)

5.2 ALAT TEST PULL OUT

Alat test pull out yang dibangun oleh penulis berdasarkan rekomendasi dari Koerner (2005) untuk test pull out resistance dengan melakukan beberapa modifikasi terhadap ukurannya sesuai dengan gambar skema di bawah ini:

Gambar 5.1. Skematik Alat Uji Pull Out Sumber: Koerner (2005)

(18)

Gambar 5.2.

Alat Uji Pull

Out Material Perkuatan

(19)

Secara prinsip alat ini terdiri dari tujuh komponen utama yakni:

a. Pull out box dari struktur besi plat tebal 5.00 mm dengan dimensi dalam : 2.2 m x 0.5m x 0.5m. Dalam pemilihan ukuran box, sebenarnya tidak ada suatu aturan tertentu yang baku. Ini terlihat juga dari beberapa studi literatur yang telah diuraikan di dalam Bab 4 sebelumnya, dimana para peneliti-peniliti tersebut tidak ada yang menggunakan ukuran box yang sama. Pertimbangan yang digunakan penulis saat ini lebih pada ukuran semaksimal mungkin, namun masih dapat dikerjakan dalam skala laboratorium khususnya di dalam pengisian dan pemadatan volume tanah yang diperlukan. Volume tanah yang diperlukan kurang lebih 0.44 m3 dalam setiap pengujian. Material perkuatan tanah diletakan pada elevasi 20 cm dari dasar box, diatasnya terdapat tanah 20 cm dan sisa ruang setinggi sebelum ditutup plat besi 10 cm digunakan untuk kantong udara (air bag).

Gambar 5.3. Pull Out Box

b. Sistem clamping material uji. Sistem clamping ini lebih sulit pada pengetesan material polyester strip, dikarenakan sering terjadinya slip pada sistem penjepitnya karena baut yang kurang kencang. Salah satu jalan untuk mengurangi resiko ini digunakan cara looping dimana material polyester diikatkan pada clamping seperti gambar 5.4 di bawah ini. Sedangkan pada material metal strip lebih mudah karena tinggal membuat lubang di ujung metal stripnya.

(20)

Gambar 5.4. Sistem Clamping

c. Power pack dan hidraulik jack dengan kapasitas tarik maksimum 100 kN (10 ton) dan kapasitas pompa 0.85 KW. Stroke hidraulik jack ini berdiameter 10 cm dengan panjang 20 cm, dengan arah beban dapat maju dan mundur dengan kecepatan beban (loading rate) yang bisa diatur secara manual melalui rangkaian selenoid. Hidraulik ini dapat berfungsi memberikan beban dorong maupun tarik secara terus menerus sampai panjang stroke maksimalnya tercapai.

Gambar 5.5. Power Pack Dan Hidraulik Jack

d. Load cell dan display indicator guna membaca beban tarik yang diberikan. Load cell yang digunakan adalah type S-standard. Load cell adalah suatu peralatan eletronik yang digunakan untuk mengkonversi suatu besaran gaya ke dalam signal elektrik. Konversi ini tidak langsung dan terjadi dalam dua tahap. Pertama melalui prisip mekanika, gaya di tangkap

(21)

sebagai sebagai deformasi oleh pengukur regangan (strain gauge). Kemudian kedua strain gauge mengkonversi regangan menjadi signal elektrik. Signal elektrik regangan ini yang kemudian diterjemahkan secara algoritma menjadi besaran gaya, yang kemudian ditampilkan pada display indicator.

Gambar 5.6. Load Cell Dan Display Indicator

e. Caliper digital yang berfungsi sebagai instrumen LVDT (linear variable differential transformer) untuk mencatat deformasi yang terjadi pada material perkuatan tanah yang terhubung dengan sistem akuisisi data melalui kabel data. Caliper digital ini terhubungkan oleh kawat nickel diameter 0.25mm pada titik empat pengukuran displacement material perkuatan. Pemilihan kawat nickel (alloy) dengan pertimbangan bahwa modulus elastisitas dari bahan ini paling tinggi diantara logam yang ada di pasaran. Sehingga diharapkan kesalahan pengukuran displacement lebih akurat karena tidak tercampur dengan elongasi dari material kawatnya. Pada media tanah, kawat nickel ini dimasukkan ke dalam pipa kuningan dengan diameter luar 2.5mm, hal ini untuk menghindari friksi kawat nickel dengan tanahnya. Sedangkan pengikatan kawat nickel pada material perkuatan dilakukan dengan mur-baut berukuran kecil diameter 2.50 mm. Detail pengikatan dapat dilihat pada gambar 5.8.

(22)

Gambar 5.7. Caliper Digital Dengan Kabel Data

Gambar 5.8. Pengikatan Kawat Nickel Ke Material Perkuatan Tanah f. Air bag dan kompresor untuk memberikan tekanan normal vertikal pada

tanah. Beberapa peneliti menggunakan peralatan hidraulik untuk memberikan tekanan normal, namun cara ini membutuhkan peralatan yang jauh lebih banyak dan mahal. Selain itu juga diperlukan konstruksi yang cukup kuat untuk dapat memberikan reaksi terhadap gaya hidrauliknya. Adanya efek beban titik juga menjadi kendala tersendiri penggunaan system hidraulik ini. Akhirnya penulis memutuskan menggunkan air bag atau kantong udara yang cukup sederhana dari bahan karet sintetis. Sesuai dengan sifat udara yang memberikan tekanan sama kedalam segala arah, maka kantong udara cukup diberikan tekanan sesuai keperluan. Untuk reaksi arah atas dan samping akan tertahan oleh konstruksi box-nya, sedangkan arah bawah merupakan tekanan normal yang akan diterima oleh tanah dan diteruskan ke material perkuatan tanah.

(23)

Gambar 5.9. Air Bag

g. Peralatan akuisisi data dari load cell dan caliper digital. Alat akuisisi data berikut softwarenya juga dibangun oleh penulis dengan bantuan seorang teknisi elektronika dan sekaligus programmer dari PRASIMAX dengan menggunakan bahasa pemograman Visual Basic. Secara umum alat akuisisi data ini terdiri dari :

1. Displacement sensor, menggunakan digital caliper merk Mitutoyo seri 500-171. Peralatan ini merupakan kombinasi caliper convensional “jangka sorong” yang ditambahkan sensor digital pengukuran panjang, sehingga data yang diambil dan diolah merupakan data telah terkalibrasi dan yang sedang ditampilkan pada layar LCD caliper secara real time.

2. Kabel data, dikarenakan ketidaksediaan data kabel standard dari pabrik, maka kabel data sensor displacement ini langsung ditempelkan/ disolderkan pada port caliper digital yang kemudian dihubungkan pada alat converter yang dirakit sendiri.

3. Converter box, merupakan satu set rangkaian elektronik yang berfungsi untuk meng-conversi data digital dari caliper digital ke format UART (universal asynchronous receive transmit) sehingga dapat terbaca pada processor laptop untuk diolah oleh software. Alat converter ini memiliki maksimum empat port input dari empat digital caliper. Yang selanjutnya dari converter ini, terdapat satu kabel USB yang terhubung dengan laptop.

(24)

4. Load cell, merk Zemic type H3-C3-10-6B kapasitas kerja maksimum 10 ton. Merupakan tipe S-tarik yang diaplikasikan untuk mengukur beban tarik. Load cell ini terhubung dengan alat display indicator. 5. Display indicator, merupakan peralatan out put yang digunakan untuk

menangkap besaran beban dalam satuan kilogram yang terukur di load cell. Display indicator ini merk SGW type 3015S dengan terminal output RS 232. Setiap beban tarik yang terukur langsung ditampilkan pada layar indicator. Kabel output standard RS 232 dari display indicator kemudian ditambahkan kabel converter dari port RS 232 ke port USB untuk masuk ke laptop

6. Software “Terminal”, software ini dibangun dengan bahasa visual basic. Fungsi software ini menangkap dan mengolah sinyal digital dari display indicator untuk bacaan beban dan dari alat converter untuk empat port data displacement. Selanjutnya data-data tersebut ditampilkan pada grafik scatter x-y hubungan displacement-beban secara real time. Periode akuisisi data dapat diatur sesuai kebutuhan kerapatan data yang diperlukan yakni dari tiap 1,000 milidetik, 500, 200 dan 100 milidetik. Pada akhir pengujian, software akan menyimpan seluruh data dalam format spreadsheet excel dalam enam kolom data yakni: waktu, beban, caliper a, caliper b, caliper c dan caliper d. Selanjutnya untuk keperluan presentasi data-data ini dapat diolah sesuai kebutuhan.

(25)

Gambar 5.11. Display Software “Terminal”

Secara diagram, peralatan dapat digambarkan seperti gambar 5.12 di bawah ini: 31200 ms 46.35 39.25 38.12 37.30 1765

(26)

Gambar 5.12. Diagram Alat Pull Out Test

4 set

caliper digital converter box material

perkuatan tanah

kawat nickel (dlm pipa kuningan)

tanah

Pull out box

1000 kg  display indicator pompa hidraulik PC / Note book load cell hidraulik jack

(27)

5.3 PERSIAPAN BENDA UJI

Sebelum dilakukan pengujian maka kedua komponen dari sistem perkuatan tanah yakni material perkuatan dan tanah timbunan harus diketahui terlebih dahulu karakterik engineeringnya. Untuk material perkuatan tanah parameter yang harus diketahui adalah kuat tarik ultimate dan elongasi pada saat material tersebut. Parameter ini bisa didapat dari pengujian tarik sehingga didapat grafik stress-strain dari material tersebut. Karena keterbatasan peralatan uji tarik material perkuatan yang ada, maka kurva stress-strain material diambil dari technical specification yang telah dipublikasikan pabrik pembuatnya. Material perkuatan yang akan diuji adalah tipe polyester strip dan metal strip.

Sedangkan untuk tanah timbunan parameter yang harus diketahui adalah : berat unit (γ), nilai sudut geser internal (ϕ) dan kohesi jika digunakan tanah yang mengandung butiran halus (lempung dan lanau). Dikarenakan dalam pengujian diusahakan sesuai kondisi kenyataan di lapangan maka parameter kapadatan maksimum juga harus diketahui dari tanah yang akan digunakan, dan digunakan pengujian standard proctor untuk mencari γ dry max dan optimum water content (OMC). Jenis tanah yang akan diuji adalah tanah non-kohesif -sirtu- dan tipe tanah kohesif –tanah merah-, yang memang sangat umum digunakan sebagai bahan timbunan pilihan di Indonesia.

Material perkuatan tanah yang akan diuji terdiri dari :

a. Polyester strip dengan lebar 9 cm tebal 0.2 cm kuat tarik ultimate 50 kN. b. Metal strip RE standard dengan lebar 5 cm tebal 0.4 cm.

Sedangkan jenis tanah timbunan yang akan diuji adalah:

a. Jenis non-kohesif atau granular yang diambil dari tanah timbunan pilihan proyek oprit jembatan Fly Over Duku Padang Sumatera Barat.

b. Dan jenis tanah kohesif –tanah merah super- diambil dari borrow area di daerah Cibubur-Bogor.

(28)

Jenis tanah tersebut bukanlah tanah standar yang biasa digunakan oleh peneliti-peneliti lain dalam skala laboratorium, tapi merupakan jenis tanah timbunan aktual yang memang digunakan pada aplikasi sesungguhnya pada konstruksi sistem penahan tanah dengan menggunakan material perkuatan tanah.

Kondisi tanah diusahkan sedekat mungkin dengan kondisi di lapangan. Untuk mendapatkan tingkat kepadatan mendekati nilai kepadatan maksimum laboratorium baik pada jenis tanah sirtu maupun tanah merah, maka dilakukan langkah-langkah sebagai beikut:

a. Mencari besarnya kadar air aktual dari tanah yang akan digunakan.

b. Pengisian dan pemadatan tanah ke dalam box dilakukan pada tiap tebal 5 cm lapisan tanah dalam box. Ukuran bersih dalam box adalah panjang 220 cm dengan lebar rata-rata 48.5 cm, sehingga volume yang diperlukan adalah: 53,350 cm3 atau 0.053 m3.

c. Dilakukan pengujian standard proctor laboratorium sehingga didapat berat jenis kering maksimum (γdry max) dan OMC (optimum moisture content). d. Membuat kondisi tanah mendekati atau sama dengan OMC. Jika terlalu

basah maka dikeringkan/dijemur terlebih dahulu, juga jika terlalu kering maka ditambahkan air dengan memperhitungkan kondisi awal dan nilai OMC yang harus dicapai.

e. Selanjutnya dengan data pada item c, dihitung kebutuhan berat tanah yang diperlukan untuk mengisi 5 cm lapisan tanah dalam box.

f. Tanah dimasukan selapis demi lapis dan dilakukan usaha pemadatan mekanis dengan menggunakan alat bantu silinder besi diameter 15 cm atau menggunakan stamper plat besi. Sedemikian rupa sehingga seluruh tanah yang telah ditimbang dapat masuk kedalam ketebalan 5 cm dalam box. g. Untuk pengujian kedua, ketiga dan seteruskan tanah yang telah dibongkar

dikembalikan dan dipadatkan kembali hingga mencapai volume yang sama dengan pengujian berikutnya. Secara random dicek kadar air nya, untuk memastikan bahwa kadar airnya masih tetap mendekati nilai OMC-nya.

(29)

Usaha pemadatan tanah granular (silty sand) digunakan silinder besi diameter 15 cm dengan berat kurang lebih 65 kg, sedangkan pada tanah merah (clayey silt) digunakan stamper tangan dengan berat kurang lebih 15 kg .

Gambar 5.13. Alat Pemadatan Tanah

Penyiapan benda uji material perkuatan tanah jenis material polyester strip dilakukan dengan cara material di-loop-kan pada clamping dengan besi bar diameter 2.5 cm. Cara ini ditempuh sesuai dengan cara aplikasi di lapangan serta hal ini juga menghindari terjadinya slip pada sistem clamping saat proses pembebanan lihat gambar 5.4. Sehingga terdapat dua strip material perkuatan yang masuk ke dalam massa tanah timbunan. Panjang material perkuatan tanah yang ditanam mengkuti panjang box yakni 220 cm. Sedangkan penyiapan material jenis metal strip lebih sederhana, pada ujung cukup dibuatkan lubang yang dimatikan dengan baut pada sistem clampingnya. Panjang metal strip ini juga memanjang ukuran panjang box yakni 220 cm.

(30)

Gambar 5.14. Peletakan Material Uji Pada Pull Out Box

5.4 PERSIAPAN ALAT TEST PULL OUT

Sistem hidraulik jack ini harus diset dulu kecepatan pistonnya (loading rate). Setting loading rate ini dilakukan secara manual. Pada sistem jack hidraulik yang dibangun oleh penulis terdapat dua sistem kontrol. Satu pengontrol tekanan cairan minyak hidraulik dan satu tekanan kecepatan melalui rangkaian selenoid. Pengontrol tekanan minyak hidraulik ditetapkan konstan 100 bar. Sedangkan guna mendapatkan kecepatan yang diinginkan dilakukan pengaturan rangkaian bukaan solenoid-nya. Dilakukan trial and error bukaan selenoid katup tarik, mulai dari bukaan kecil kemudian semakin membesar. Setiap bukaan tertentu diukur dalam waktu satu menit berapa besar pergerakan piston yang terjadi. Demikian seterusnya untuk besar bukaan solenoid yang lain. Kemudian ditetapkan pada bukaan berapa besar didapat kecepatan loading rate-nya sekitar 2 mm/menit.

Sebelumnya digunakan load cell dan display indicator ini telah dilakukan kalibrasi di work shop hingga beban 200 kg. Sebenarnya untuk mendapatkan akurasi yang baik minimal beban kalibrasi minimum 10 % dari kapasitasnya atau kurang lebih 1 ton. Namun karena keterbatasan peralatan yang ada maka kalibrasi maksimum belum dapat dilakukan. Gambar di 5.14 di bawah ini adalah proses kalibarasi load cell dilakukan dengan menggunakan beban standard hingga 200 kg. Sebenarnya untuk kalibrasi resmi seharusnya dilakukan di lembaga sertifikasi seperti B4T (Balai Besar Bahan dan Barang Teknik) di Bandung milik Departemen Perindustrian RI, namun dengan segala keterbatasan yang ada proses sertifikasi ini belum dapat dilakukan.

(31)

Gambar 5.15. Proses Kalibrasi Load Cell

Variasi tegangan normal total yang akan digunakan adalah tekanan air bag : 5 psi, 10 psi, 20 psi dan 120 kPa yang terukur oleh manometer (lihat gambar 5.9) atau 34.47 kPa, 68.95 kPa dan 137.9 kPa. Nilai ini akan ditambahkan beban tanah setebal 20 cm di atas material perkuatan tanah dengan berat jenisnya yang akan diukur. Ini kira-kira sama dengan 2 m, 3.8 m dan 7.50 m jika tanah timbunan memiliki berat unit rata-rata 19 kN/m3. Tegangan normal ini diberikan oleh air bag yang difabrikasi secara manual oleh penulis dari lembaran karet sintetis yang difabrikasi/dilem menyerupai kasur. Konstruksi ini mempunyai resiko kebocoran sangat besar dan karena tidak terdapat sistem otomatis penambahan tekanan pada air bag ini, maka selama pengetasan secara berkala besarnya tekanan air bag dicek dengan manometer dan jika drop maka ditambahkan angin dengan kompresor.

Pemasangan sensor displacement pada kedua jenis material perkuatan tanah ini dilakukan dengan menempelkan kawat nickel diameter 0.25 mm pada jarak 10 cm, 75 cm, 140 cm dan 205 cm dari titik beban atau muka clamping menggunakan mur-baut kecil. Selanjutnya kawat-kawat nikel ini dihubungkan pada stroke caliper digital di belakang alat box. Untuk menghindari friksi dari kawar nickel maka diselongsongkan pada pipe tembaga diameter luar 2mm atau menggunakan selang silicon dengan diameter 2.50mm. Guna mendapatkan posisi pengukuran yang tepat dan seragam pada semua seri pengujian, maka pemasangan kawat nickel pada material perkuatan dilakukan setelah terpasang pada posisi clamping-nya. Detail pemasangan dapat dilihat pada gambar 5.15 di bawah ini.

(32)

Gambar 5.16. Pemasangan Kawat Nickel

5.5 URUTAN PENGUJIAN

Tahapan setiap suatu tipe pengujian satu jenis tanah dan satu jenis material perkuatan tanah tertentu dilakukan urutannya sebagai berikut:

a. Persiapan material uji yang berupa tanah timbunan yang telah diuji parameter engineeringnya di laboratorium mekanika tanah dan material perkuatan tanah yang juga telah diketahui karakteristik tegangan-regangan dari pabrik pembuatnya.

b. Tanah timbunan dimasukan dan dipadatkan ke dalam pull out box sesuai dengan berat yang telah dihitung sebelumnya tiap layer pemadatannya. c. Material perkuatan diletakkan pada sistem clamping.

d. Pemasangan kawat nickel pada material perkuatan tanah tercover dalam copper tubing yang terhubung dengan caliper digital. Selanjutnya digital caliper di re-set pada posisi 0.00 mm.

e. Pengisian tanah timbunan dilanjutkan dan dipadatkan hingga menyisakan ketinggian kurang lebih 10 cm untuk ruang air bag.

f. Penempatan air bag sebagai pemberi tekanan normal pada sistem test ini. g. Penutupan tutup pull out box dari plat besi.

h. Pemberian tekanan normal dengan memompa air bag hingga tekanan tertentu dengan melihat manometer yang telah terpasang pada nozzle pompa. Pemberian tekanan air bag ini dilakukan oleh kompresor.

i. Proses pembebanan hidraulik dilakukan hingga terjadi slip dan juga hingga besar beban pada load cell telah relatif konstan, yang kejadian ini

(33)

data terlihat secara real time di display komputer software “terminal”. Proses pembebanan ini untuk semua seri pengujian akan dilakukan langsung tanpa ada proses semacam konsolidasi terlebih dahulu seperti pada pengujian triaksial setelah pemberian beban normal. Semua seri pengujian dilakukan dengan prosedur yang sama, baik itu untuk tanah granular maupun untuk tanah merah. Juga dikarenakan tidak terdapat alat untuk mengukur tekanan air pori yang mungkin timbul akibat adanya tekanan normal yang cukup besar, maka terdapat kesulitan bagaimana menentukan perilaku drain atau un-drained pengujian ini. Dengan loading rate yang relatif kecil yakni sekitar 2 mm/menit, secara umum dapat dikatakan pengujian ini dalam kondisi ter-drainasi.

j. Pada saat proses pembebanan berlangsung secara berkala 4 hingga 5 kali di cek apakah tekanan manometer berkurang. Jika berkurang maka dilakukan penambahan tekanan anginnya.

k. Proses akuisisi data berjalan pada saat proses pembebanan yang berupa data waktu, beban dari load cell dan displacement pada empat titik lokasi material perkuatan.

l. Setelah proses pembebanan berhenti, software di “closed” dan secara otomatis semua data akuisisi tersimpan dalam format spreed sheet excel. m. Selanjutnya tanah dibongkar hingga kurang lebih 5 cm di bawah posisi

material perkuatan tanah. Dan proses diulang dari item b s/d l untuk tekanan normal yang berbeda. Pada perkuatan tipe polyester strip selalu digunakan material perkuatan baru sedangkan untuk tipe metal strip materialnya dapat digunakan berulang-ulang.

n. Pengujian pertama dilakukan pada media tanah granular, material perkuatan tanah yang diuji adalah material polyester strip dan kemudian metal strip secara berganti-ganti. Kemudian yang kedua dilakukan pada tanah merah. Urutan pengujian material perkuatan tanahnya dilakukan secara acak.

(34)

5.6 AKUISISI DATA

Data dasar dari hasil pengujian ini adalah time history hubungan antara besar beban dengan besarnya displacement pada keempat titik pengukuran untuk masing-masing jenis perkuatan dengan jenis tanah tertentu dan tegangan normal tertentu juga. Data-data ini yang dikembangkan untuk mengetahui perilaku pull out elemen perkuatan tanah pada sistem dinding perkuatan tanah.

Sebagai referensi, salah satu pengujian sejenis yang pernah dilakukan oleh Palmeira (1987) secara tipikal didapat hasil test sebagai berikut:

Gambar 5.17. Tipikal Hasil Pengujian Pull Out Sumber: Palmeira (1987)

Akusisi data dilakukan dengan dua cara yakni pertama cara manual dengan mencatat bacaan beban pada display indicator, bacaan digital caliper pada keempat terminal a,b,c dan d tiap 30 detik sekali. Cara ini dilakukan hanya sebagai back up data, jika seandainya dalam proses akuisisi data automatic oleh sistem akuisisi datanya mengalami gangguan akibat overload data atau oleh

(35)

sebab-sebab yang lain. Sedangkan cara kedua merupakan akusisi data dilakukan secara automatik seperti penjelasan item 5.2.

5.7 RENCANA ANALISA DATA

Dari tipikal data seperti di atas, maka akan dapat dilakukan analisa beberapa hal sebagai berikut:

a. Analisa potensi deformasi dari dinding perkuatan tanah karena adanya pembebanan yang terjadi akibat slip dan regangan material perkuatan. b. Analisa kapasitas pull out (cabut) dari suatu jenis material perkuatan pada

jenis dan beban normal tertentu.

c. Sudut geser adhesi antara tanah dan material perkuatan yang merupakan fungsi dari sudut geser internal tanah (ϕ) dan jenis material perkuatan yang diuji.

d. Juga akan dianalisa perbandingan perbedaan karakteristik pull out dengan menggunakan tanah timbunan granular dan tanah merah terhadap semua jenis material perkuatan tanah dan pembebanan yang diuji.

Data-data diatas sangat berguna sekali di dalam melakukan justifikasi apakah material perkuatan dan tanah timbunan tersebut layak digunakan atau tidak. Dan secara umum akan dapat menjastifikasi apakah secara sistem terbukti kehandalannnya atau tidak. Selain itu diharapkan dari berbagai perilaku yang didapat pada pengujian ini dapat dijelaskan bagaimana perbedaan perilaku transfer tegangan antara material polyester strip dan metal strip. Demikian juga apakah ada perbedaan perilaku transfer tegangan antara material granular dengan tanah kohesif.

Gambar

Gambar 4.1. Alat Uji Geser  Sumber: Palmeira (1997)
Gambar 4.4. Tipikal Hasil Dari Pengujian Geser Dengan Sudut 0 0 Sumber: Palmeira (1997)
Gambar 4.6. Tipikal Hasil Pengujian Test Pull Out  Sumber: Palmeira (1997)
Gambar 4.8. Detail Dari Bagian Box Yang Dapat Bergerak  Sumber: Mohiuddin (2002)
+7

Referensi

Dokumen terkait

besar maupun perusahaan kecil dapat melakukan transaksi antar pihak berelasi. Hal tersebut dikarenakan dalam perkembangannya, praktek transfer pricing dimanfaatkan

Untuk membuat objek pada WebGL, yang pertama kali dilakukan adalah dengan menentukan vertex dari objek dan disimpan pada sebuah array. Lalu dengan menggunakan

Ketika daya yang dihasilkan generator tidak mencapai/kurang dari daya yang dibutuhkan maka akan dilakukan pengulangan tahap mencari debit dan head pada lokasi lain,

Pengembangan manajemen SDM dan peningkatan mutu di lembaga pendidikan merupakan hal yang penting dalam menentukan kualitas pendidikan, maka diperlukan langkah dan upaya

Guru memberi penjelasan pada pertemuan berikutnya, tiap kelompok wajib mempresentasikan hasil diskusinya dan kelompok lain memberi tanggapan atas presentasi yang disajikan..

6. Informed consent yang sudah di tanda tangani oleh pasien atau keluarga pasien disimpan dalam rekam medic.. Bila informed consent yang diberikan oleh pihak lain atau pihak ke

2) Guru membentuk kelompok yang terdiri dari 3 orang siswa secara heterogen dengan kemampuan berbeda-beda (tinggi, sedang, rendah). 3) Guru mengatur kelompok tersebut di

- Pada pertemuan berikutnya siswa diminta menyiapkan diri, menguasai dialog, dan mampu mengembangkan keterampilan berbicara sesuai dengan topik diskusi yang akan disampaikan