• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III. METODE PENELITIAN"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada areal lahan pasca tambang batubara di Kabupaten Kutai Kartanegara. Lokasi penelitian terdapat di dua kecamatan yaitu Kecamatan Tenggarong Seberang dan Kecamatan Sebulu. Pemilihan kedua kecamatan tersebut diambil secara purposive sampling karena mempunyai luas wilayah dan potensi terbesar batubara yaitu hampir mencapai 97% dari seluruh cadangan batubara yang terdapat di Kabupaten Kutai Kartanegara.

Sampel perusahaan pertambangan batubara dipilih areal PT Kitadin yang terdapat di Kecamatan Tenggarong Seberang dan areal PT Tanito Harum yang terdapat di Kecamatan Sebulu. Kedua perusahaan tersebut merupakan perusahaan terbesar dan memiliki wilayah operasional terluas. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 6. Penelitian dilaksanakan dari bulan April 2008 hingga Desember 2009.

3.2. Jenis Data dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer meliputi kondisi ekologi-fisik lingkungan (tanah, air dan vegetasi) serta persepi masyarakat terhadap keberadaan tambang batubara. Data sekunder terdiri dari data sosial, ekonomi, dan kebijakan terkait pertambangan batubara. Jenis data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data serta output yang di harapkan untuk tiap tujuan penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.

3.3. Metode Pengumpulan Data dan Analisis Data

Metode pengumpulan data dan analisis data disesuaikan dengan tiga dimensi yaitu dimensi ekologi, dimensi ekonomi dan dimensi sosial. Komponen masing-masing dimensi yang diperlukan untuk justifikasi dan dibandingkan dengan sumber data referensi dan standar baku mutu. Metode pengumpulan dan analisis data dapat dilihat pada Tabel 2.

(2)

Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian

(3)

Tabel 1. Tujuan, Jenis Data, Sumber Data, Teknik Analisis dan Keluaran Tujuan Penelitian Jenis data Yang dikumpulkan Sumber Data Teknik pengumpulan data Teknik Analisis Data Keluaran (output) yang diharapkan 1. Mengetahui

kondisi saat ini faktor fisik lingkungan meliputi tanah, air dan vegetasi

• Tanah • Air • Vegetasi ™ Primer ¾ Pengambilan sampel air, tanah ¾ Pengamatan vegetasi ƒ Analisis laboratorium ƒ Jalur petak Kualitas tanah, air dan vegetasi 2. Mengetahui indeks keberlanjutan kondisi saat ini pasca tambang batubara, berdasarkan dimensi ekologi, ekonomi dan sosial • Ekologi • Sosial • Ekonomi ™ Primer ™ Sekunder ¾ Hasil uji laboratorium dan jalur petak pengamatan ¾ Kuesioner ¾ Wawancara ¾ Data dari instansi terkait ¾ Studi literatur ¾ FGD ƒ MDS Nilai indeks keberlanjutan kawasan pasca tambang batubara 3. Mengetahui faktor kunci pengelolaan kawasan pasca tambang batubara berkelanjutan • Kebijakan terkait tambang batubara • Leverage of Attributes hasil MDS

™ Sekunder ¾ Studi literatur ¾ FGD ƒ Telaah kebijakan ƒ Analisis kebutuhan stakeholder ƒ Analisis prospektif Menemukan faktor kunci kebijakan kawasan pasca tambang batubara berkelanjutan 4. Merumuskan arahan kebijakan dan strategi implementasi pengelolaan kawasan pasca tambang batubara berkelanjutan • Linkage analisis dari tujuan 1, 2 dan 3

™ Sekunder ¾ Sintesa tujuan 1, 2, dan 3 ¾ FGD ƒ Analisis deskriptif Disain kebijakan dan strategi implementasi pengelolaan kawasan pasca tambang batubara berkelanjutan

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data primer untuk tiap variabel dibagi menjadi tiga bagian besar. Pertama, komponen ekologi-fisik lingkungan (tanah, air dan vegetasi). Kedua, komponen ekonomi melalui wawancara dengan stakeholder.

(4)

Tabel 2. Metode Pengumpulan dan Analisis Data

Komponen Parameter Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data Metode Lokasi

Dimensi Ekologi

Tanah • Jenis tanah • Kesuburan tanah • Erosi Data Primer Areal pasca tambang dilokasi reklamasi dan non reklamasi • Analisis Laboratorium • Analisis silang baku mutu

Air • Sifat fisik • Sifat kimia

Data Primer Air dilokasi reklamasi dan non reklamasi • Analisis Laboratorium • Analisis silang baku mutu Vegetasi • Jenis vegetasi

• Frekwensi vegetasi

Data primer Areal pasca tambang dilokasi reklamasi dan non reklamasi • Petak pengamatan Dimensi Ekonomi • Kontribusi PDRB • Sarana dan prasarana transportasi • Status penguasaan lahan • Sarana perekonomian • Aktivitas perekonomian • Mata pencaharian • Tingkat pendapatan • Aksesibilitas

Data primer dan data sekunder Desa-desa terdekat dilokasi wilayah studi • Deskriptif • Penilaian ahli Dimensi Sosial • Kesehatan masyarakat • Persepsi masyarakat terhadap pertambangan • Tatanan adat dan

kebiasaan masyarakat • Angka beban

tanggungan keluarga • Rasio relatif Jenis

kelamin

• Migrasi penduduk • Konflik sosial • Tingkat pendidikan

Data primer dan

data sekunder Desa-desa terdekat di lokasi wilayah studi

• Deskriptif • Penilaian ahli

Ketiga, komponen sosial, data primer juga dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan stakeholder. Komponen ekologi-fisik lingkungan didapatkan dari hasil uji laboratorium dan pengamatan vegetasi dengan

(5)

mengambil contoh tanah, air dan melihat vegetasi di areal bekas penambangan batubara yang legal, baik yang melakukan reklamasi maupun yang tidak melakukan reklamasi. Tanah dan air di analisis di laboratorium sedangkan vegetasi diamati tanaman apa saja yang tumbuh di tiap lokasi.

Tanah. Perusahaan yang dipilih untuk analisis fisik-lingkungan adalah PT. Kitadin dan PT. Tanito Harum. Tanah ditiap areal perusahaan ditentukan lebih dahulu berdasarkan lokasi umur yang paling tua berdasarkan lamanya waktu terhitung sejak terakhir kali penambangan batubara (pasca tambang batubara). Setelah ditentukan lokasi umur kawasan paling tua dibagi menjadi tiga kategori umur yaitu umur paling tua, interval dan umur paling muda dengan penggolongan untuk lokasi yang direklamasi dan untuk lokasi yang tidak direklamasi. Contoh tanah kemudian diberi label dengan kode-kode agar tidak tercampur satu dengan yang lainnya. Untuk memudahkan dalam pembahasan huruf A digunakan lebih dahulu untuk umur kawasan paling muda, huruf B digunakan untuk umur interval, dan huruf C digunakan untuk umur paling tua. Dari masing-masing umur diambil dua contoh tanah dari pembagian dua wilayah sehingga tiap golongan umur diperoleh dua sampel.

Umur pasca tambang batubara yang paling tua berdasarkan lamanya waktu terhitung sejak terakhir kali penambangan batubara (pasca tambang batubara) adalah sekitar 10 tahun (C), sekitar 5 tahun (B), dan sekitar 1 tahun (A). Sampel 24 contoh tanah terdiri dari 12 contoh tanah dari PT. Kitadin (6 reklamasi; 6 non reklamasi) dan 12 contoh tanah dari PT. Tanito Harum (6 reklamasi; 6 non reklamasi).

Kawasan pasca tambang batubara di PT. Kitadin yang melakukan reklamasi maupun yang tidak melakukan reklamasi (Non Reklamasi) penggolongannya dapat dilihat sebagai berikut:

1. Berdasarkan umur pasca tambang batubara dan melakukan reklamasi:

a. PT. Kitadin dengan kode sampel RASK1 (Reklamasi umur A Soil Kitadin contoh 1) dan RASK2 (Reklamasi umur A Soil Kitadin contoh 2).

b. PT. Kitadin dengan kode sampel RBSK1 (Reklamasi umur B Soil Kitadin contoh 1) dan RBSK2 (Reklamasi umur B Soil Kitadin contoh 2).

(6)

c. PT. Kitadin dengan kode sampel RCSK1 (Reklamasi umur C Soil Kitadin contoh 1) dan RCSK2 (Reklamasi umur C Soil Kitadin contoh 2).

2. Berdasarkan umur pasca tambang batubara dan non reklamasi:

a. PT. Kitadin dengan kode sampel NASK1 (Non Reklamasi umur A Soil Kitadin contoh 1) dan NASK2 (Non Reklamasi umur A Soil Kitadin contoh 2).

b. PT. Kitadin dengan kode sampel NBSK1 (Non Reklamasi umur B Soil Kitadin contoh 1) dan NBSK2 (Non Reklamasi umur B Soil Kitadin contoh 2).

c. PT. Kitadin dengan kode sampel NCSK1 (Non Reklamasi umur C Soil Kitadin contoh 1) dan NCSK2 (Non Reklamasi umur C Soil Kitadin contoh 2).

Kawasan pasca tambang batubara di PT. Tanito Harum yang melakukan reklamasi maupun yang tidak melakukan reklamasi (Non Reklamasi) penggolongannya dapat dilihat sebagai berikut:

1. Berdasarkan umur pasca tambang batubara dan melakukan reklamasi:

a. PT. Tanito Harum dengan kode sampel RAST1 (Reklamasi umur A Soil Tanito contoh 1) dan RASK2 (Reklamasi umur A Soil Tanito contoh 2). b. PT. Tanito Harum dengan kode sampel RBST1 (Reklamasi umur B Soil

Tanito contoh 1) dan RBST2 (Reklamasi umur B Soil Tanito contoh 2). c. PT. Tanito Harum dengan kode sampel RCST1 (Reklamasi umur C Soil

Tanito contoh 1) dan RCST2 (Reklamasi umur C Soil Tanito contoh 2). 2. Berdasarkan umur pasca tambang batubara dan non reklamasi:

a. PT. Tanito Harum dengan kode sampel NAST1 (Non Reklamasi umur A Soil Tanito contoh 1) dan NAST2 (Non Reklamasi umur A Soil Tanito contoh 2). b. PT. Tanito dengan kode sampel NBST1 (Non Reklamasi umur B Soil Tanito

contoh 1) dan NBST2 (Non Reklamasi umur B Soil Tanito contoh 2).

c. PT. Kitadin dengan kode sampel NCST1 (Non Reklamasi umur C Soil Tanito contoh 1) dan NCST2 (Non Reklamasi umur C Soil Tanito contoh 2).

Cara pengambilan contoh tanah sebagai berikut:

(7)

2. Dari tiap lokasi tanah diambil komposit 5 titik masing-masing ½ kg, yaitu dari Timur, Barat, Utara, Selatan dan bagian Tengah, pengambilan tanah dilakukan dengan menggunakan bor dengan kedalaman 30 cm, kemudian tanah dari lima titik dicampur menjadi tanah komposit sebanyak 1kg, contoh tanah dimasukan ke dalam kantung plastik dan diberi label.

Kriteria kesuburan tanah berdasarkan kimia tanah dari sifat tanah dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kriteria Kesuburan Tanah Berdasarkan Kimia Tanah Dari Sifat Tanah

Kriteria Sangat

rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi

C (%) <1,00 1,00 – 2,00 2,01-3,0 3,01-5,0 > 5,00 N (%) <0,10 0,10 – 0,20 0,21 – 0, 5 0,51 – 0,75 >0,75 C/N <5 5 – 10 11 – 15 16 – 25 > 25 P2O5 Bray I (ppm) P2O5HCL (mg/100g) < 10 <10 10 – 15 10 – 20 16 – 25 21 – 40 26 – 35 41 – 60 > 35 >60 K2OHCL 25% (mg/100g) <10 10-20 21-40 41-60 >60 KTK ( me/100g) <5 5-16 17 – 24 25 – 40 > 40 Susunan kation: K ( me/100 g) Na( me/100 g) Mg( me/100 g) Ca( me/100 g) < 0,1 < 0,1 < 0,4 < 2 0,1 – 0,2 0,1 – 0,3 0,4 – 1,0 2 – 5 0,3 – 0,5 0,4 – 0,7 1,1 – 2,0 6 - 10 0,6 – 1,0 0,8 – 1,0 2,1 – 8,0 11 – 20 > 1,0 > 1,0 > 8,0 > 20 Kejenuhan Basa(%) < 20 20 – 35 36 – 50 51 – 70 > 70 Aluminum (%) <10 10-20 21-30 31-60 >60 pHH2O <4,5 Sangat masam 4,5 – 5,5 Masam 5,6 – 6,5 Agak masam 6,6 – 7,5

Netral Agak alkalis 7,6 – 8,5

Sumber : Pusat Penelitian Tanah, 1983.

Air. Dalam melakukan analisis air, langkah pertama adalah melakukan pengecekan terhadap keberadaan air di PT. Kitadin dan PT. Tanito Harum dilokasi reklamasi maupun yang non reklamasi sesuai lokasi tempat contoh tanah tadi diambil. Jika di lokasi terdapat air maka akan diambil sampel. Ditemukan 11 contoh air yaitu 6 contoh air di PT. Kitadin (3 reklamasi; 3 non reklamasi, masing-masing terdiri dari satu air rawa dan dua air parit) dan 5 contoh air di PT. Tanito Harum (2 reklamasi, satu air danau satu air parit; 3 non reklamasi, dua air danau satu air rawa). Contoh air diambil sebanyak satu botol (sekitar 250 cc) dan diberi label.

(8)

Erosi dan Banjir. Analisis untuk erosi dan banjir dilakukan dengan menggunakan pendugaan erosi melalui pendekatan Universal Soil Loss Equation (USLE). Rumus untuk pendugaan erosi yang dikenalkan oleh Wischmeier dan Smith 1962 dalam Hardjowigeno (2007) tersebut adalah :

A = R.K.L.S.C.P dimana :

A = jumlah tanah yang hilang rata-rata setiap tahun (ton/ha/tahun) R = indeks daya erosi curah hujan(erosivitas hujan)

K = indeks kepekaan tanah terhadap erosi (erodibilitas tanah) LS= Faktor panjang (L) dan curamnya (S) lereng

C = Faktor tanaman (vegetasi) P = Faktor-faktor pencegahan erosi.

Pengembangan model pendugaan prediksi banjir yang dilakukan oleh Hakim (2008) didasarkan pada permodelan fungsi produksi (perhitungan curah hujan netto/sisa dari perubahan curah hujan bruto) dan permodelan fungsi transfer (perhitungan debit aliran permukaan dari perubahan curah hujan sisa melalui jaringan drainase). Perhitungan curah hujan sisa (curah hujan netto) didasarkan pada tiga metode, yaitu (A) perhitungan curah hujan sisa berdasarkan koefisien runoff (Kr), (B) perhitungan curah hujan sisa berdasarkan intersepsi dan infiltrasi, dan (C) perhitungan curah hujan sisa berdasarkan sifat fisik tanah (kapasitas tanah menyimpan air) pada lapisan atas (20 cm). Klasifikasi model pendugaan banjir metode A adalah model kotak kelabu dan untuk metode B dan C adalah model terdistribusi.

Perhitungan model curah hujan efektif berdasarkan koefisien runoff (Kr) adalah sebagai berikut :

Pn (t) = Pb(t)*Kr...(1) Pn(t) adalah curah hujan netto/sisa (mm), Pb(t) adalah curah hujan bruto (mm) dan Kr adalah koefisien runoff.

Perhitungan koefisien runoff (Kr) didasarkan pada persamaan sebagai berikut : Kr = Vro.1000/PbT.A...(2) Vr adalah volume aliran permukaan (m3), PbT adalah total curah hujan bruto (mm), dan A adalah luas DAS (m2).

(9)

Perhitungan curah hujan sisa berdasarkan selisih antara curah hujan bruto yang tercatat di penangkaran hujan (Pb) dengan jumlah air yang diintersepsi oleh tanaman (INTCP) dan air diinfiltrasi ke dalam tanah f(t) adalah sebagai berikut :

Pn(t) = Pb – { INTCP (t) + f (t) } ...(3) Perhitungan curah hujan sisa berdasarkan sifat fisik tanah (kapasitas tanah menyimpan air) pada lapisan atas disusun berdasarkan analisis regresi berganda antara curah hujan bruto dan sifat fisik tanah (kapasitas tanah menyimpan air) sebagai variabel bebas dengan curah hujan sisa sebagai variabel tak bebas dan persamaan matematisnya adalah sebagai berikut :

Pn(t) = a + b1.Pb + b2Ws...(4) A adalah intersep, b1 adalah koefisien curah hujan bruto, Pb adalah curah hujan bruto (mm), b2 adalah koefisien penyimpan air, dan Ws adalah kapasitas tanah menyimpan air (mm).

Perhitungan fungsi transfer (debit simulasi) dihitung berdasarkan produk konvolusi antara curah hujan netto/sisa (Pn) dengan fungsi kerapatan peluasng (pdf) dan luas DAS. Secara matematis persamaannya adalah sebagai berikut :

Qsim = {Pn Θρ (L)}*A...(5) Qsim adalah debit air permukaan simulasi (m3/detik), Pn adalah curah hujan netto/sisa (mm/6 menit), ρ(L) adalah fungsi kerapatan peluang (pdf), dan A adalah luas DAS (m2).

Klasifikasi kemampuan lahan. Klasifikasi kemampuan lahan adalah pengelompokkan lahan ke dalam satuan-satuan khusus menurut kemampuannya untuk penggunaan intensif dan perlakuan yang diperlukan untuk dapat digunakan secara terus menerus (Soil Conservation Society of America, 1982 dalam Sitorus, 2004). Klasifikasi kemampuan lahan ini akan menetapkan jenis penggunaan yang sesuai dan jenis perlakuan yang diperlukan untuk dapat digunakan bagi produksi tanaman secara lestari. Klasifikasi kemampuan lahan oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) merupakan salah satu dari sejumlah pengelompokkan lahan melalui interpretasi yang dibuat terutama untuk keperluan pertanian. Sistem USDA (Klingebiel dan Montgomery, 1961 dalam Sitorus, 2004) membagi lahan ke dalam sejumlah kecil kategori yang diurut menurut jumlah dan intensitas faktor

(10)

penghambat yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dari kategori tertinggi ke kategori terendah (kelas, sub-kelas dan satuan pengelolaan). Kelas kemampuan lahan berkisar dari kelas I di mana tanah tidak mempunyai penghambat utama bagi pertumbuhan tanaman, sampai kelas VIII di mana tanah mempunyai penghambat-penghambat yang sangat berat sehingga tidak memungkinkan penggunaannya untuk produksi tanaman-tanaman komersil.

Ketersediaan Air. Ketersediaan air dapat didekati dengan melihat curah hujan yang terdapat di lokasi penelitian. Menurut Oldeman, kriteria iklim dapat dikelompokkan menjadi :

ƒ Bulan basah : Bila rata-rata curah hujan lebih dari 200 mm/bulan.

ƒ Bulan kering: Bila rata-rata curah hujan kurang dari 100 mm/bulan.

ƒ Bulan lembab: Bila rata-rata curah hujan antara 100 mm – 200 mm/bulan. Atas dasar kriteria Bulan Basah (CH > 200mm/bulan) dan Bulan Kering (CH<100 mm/bulan), maka batasan iklim menurut Oldeman yaitu :

1. Tipe Utama A = panjang bulan basah > 9 bulan. 2. Tipe Utama B = panjang bulan basah 7- 9 bulan. 3. Tipe Utama C = panjang bulan basah 5-6 bulan. 4. Tipe Utama D = panjang bulan basah 3-4 bulan. 5. Tipe Utama E = panjang bulan basah < 3 bulan. Adapun Sub Tipe dapat digolongkan menjadi : 1. Sub Tipe 1 = panjang bulan kering < 1 bulan. 2. Sub Tipe 1 = panjang bulan kering 2 - 3 bulan. 3. Sub Tipe 1 = panjang bulan kering 4 – 6 bulan. 4. Sub Tipe 1 = panjang bulan kering > 6 bulan.

Vegetasi. Analisis vegetasi alami dilakukan untuk melihat pengaruh perubahan fisik dan kimia tanah setelah kegiatan penambangan terhadap vegetasi. Untuk mendapatkan data mengenai keragaan jenis vegetasi di kawasan pasca tambang batubara PT. Kitadin dan PT. Tanito Harum dilakukan analisis vegetasi sesuai lokasi tempat contoh tanah masing-masing satu contoh pengamatan untuk kawasan reklamasi dan non reklamasi. Ada 12 contoh petak pengamatan yaitu 6 contoh petak pengamatan di PT. Kitadin (3 reklamasi; 3 non reklamasi) dan 6 contoh petak pengamatan di PT. Tanito Harum (3 reklamasi; 3 non reklamasi).

(11)

Pengumpulan data dilakukan melalui inventarisasi jenis tegakan dengan metode jalur petak menggunakan peralatan meteran, phi band, kompas dan tally sheet. Pada setiap jalur pengamatan dibuat beberapa petak ukur dengan cara kuadrat yang berbentuk segi empat dengan ukuran 20 x 20 meter (pengamatan tingkat pohon), 10 x 10 meter (pengamatan tingkat tiang), 5 x 5 meter (pengamatan tingkat pancang) dan 2 x 2 meter (pengamatan tingkat semai). Jarak petak ukur sesuai dengan 4 lokasi yang ditentukan pada saat pengambilan sampel tanah. Cara melakukannya tertera pada Gambar 7.

Gambar 7. Jarak dan Jalur Petak Pengamatan

20 M 20 M 20 M 20 M 10m 10m 5m 5m 5m 5m 2m 2m 2m 2m

Jalur Pengamatan

Jarak antar petak sampel ± 100

(12)

Ekonomi dan Sosial. Data primer untuk bagian ekonomi dan sosial diperoleh dengan cara melakukan wawancara pada setiap kelompok masyarakat yang berkepentingan, mulai dari masyarakat di sekitar kawasan pasca tambang batubara di wilayah lokasi studi. Responden sampel meliputi kepala desa, sekretaris desa, lurah, kepala dusun, tokoh masyarakat dan masyarakat setempat. Penggalian informasi dilakukan pula terhadap pemegang ijin pertambangan, penambang batubara, pemerintah daerah, akademisi yang berhubungan dengan aktivitas penambangan batubara, lembaga keuangan, dan LSM.

Peraturan dan Kebijakan. Pengumpulan data yang terkait dengan produk aturan dan kebijakan di tingkat pusat-propinsi-kabupaten dilakukan dengan studi literatur. Data sekunder diambil langsung dari instansi terkait ditingkat pusat (Kementerian Lingkungan Hidup, Departemen Energi Sumberdaya Mineral, Departemen Kehutanan, Departemen Dalam Negeri, dan Badan Pusat Statistik), ditingkat propinsi Badan Penanganan dan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda), Dinas Kehutanan, dan Dinas Energi Sumberdaya Mineral ditingkat Kabupaten.

3.5. Teknik Penentuan Responden

Penentuan responden ditentukan secara sengaja (purposive sampling) sebanyak 77 orang. Penentuan indikator keberlanjutan dan kebutuhan stakeholder dilakukan dengan kuesioner dan focus group discussion (FGD). Dasar pertimbangan dalam penentuan peserta FGD untuk dijadikan responden menggunakan kriteria: (1) keberadaan responden dan kesediaan untuk menjadi responden, (2) memiliki reputasi, jabatan dan telah menunjukkan kredibilitasnya sebagai ahli atau pakar pada bidang yang diteliti, (3) telah memiliki pengalaman dalam bidangnya.

Secara rinci, responden sampel yang diambil meliputi :

1. Masyarakat masyarakat yang terdapat di sekitar pertambangan yang menerima dampak pasca tambang batubara sebanyak 50 orang. Jumlah responden masyarakat tersebut melingkupi Kecamatan Tenggarong Seberang sebanyak 20 orang dan Kecamatan Sebulu sebanyak 30 orang.

(13)

2. Pemerintah (Pusat, Provinsi, dan Kabupaten) sebanyak sembilan orang, dimana responden sampel yang diambil merupakan pejabat yang memiliki kewenangan dalam penanganan pasca tambang.

3. Perusahaan pemegang ijin pertambangan masing-masing sebanyak lima orang. Sampel responden merupakan para pengambil keputusan di perusahaan sehingga informasi kebutuhan yang diinginkan perusahaan dapat diperoleh. 4. Akademisi, sebanyak empat orang. Pemilihan responden dari kelompok

akademisi dilakukan untuk memberikan penilaian kebijakan berdasarkan perkembangan keilmuan yang ada di kampus.

5. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), sebanyak empat orang. Pengambilan sampel ini dimaksudkan untuk mengetahui pendapat dan kebijakan yang diharapkan dari organisasi kemasyarakatan/ LSM yang peduli akan lingkungan dan pertambangan.

Keseluruhan responden yang akan diwawancarai dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Responden Penelitian

Lokasi Perusahaan dan Masyarakat Responden Kecamatan Tenggarong Seberang PT. Kitadin 5 orang

Masyarakat 20 orang

Kecamatan Sembulu PT. Tanito Harum 5 orang

Masyarakat 30 orang

Pemerintah Pusat 3 orang

Pemerintah Provinsi 3 orang

Pemerintah Daerah 3 orang

Akademisi 4 orang

LSM 4 orang

Jumlah responden 77 orang

3.6. Analisis Data

Dalam penelitian ini teknik analisis data yang akan dilakukan dibagi dalam beberapa pendekatan. Pendekatan tersebut saling terkait yang diharapkan dapat mendeskripsikan dan mengintegrasikan semua komponen data serta membantu memudahkan peneliti memotret secara rinci permasalahan pengelolaan kawasan pasca tambang batubara.

(14)

3.6.1. Analisis Laboratorium

Analisis laboratorium dilakukan untuk mengindentifikasi kondisi saat ini kawasan pasca tambang batubara dengan mengambil sampel tanah, air dan vegetasi. Analisis dilakukan dengan memperhatikan lokasi yang melakukan reklamasi maupun yang tidak melakukan reklamasi. Data hasil uji analisis laboratorium kemudian di uji silang dengan baku mutu.

3.6.2. Identifikasi Indeks Keberlanjutan

Penilaian status keberlanjutan lahan pasca tambang batubara dapat menggunakan alat tools Multidimentional Scalling (MDS). Metode ini merupakan modifikasi dari Rapfish. Rapfish adalah multi-disciplinary rapid appraisal technique untuk mengevaluasi sustainability of fisheries. Keberlanjutan merupakan hal penting terkait dengan eksploitasi sumberdaya alam yang meliputi faktor ekologi, ekonomi dan sosial secara bersamaan. Perhitungan indeks keberlanjutan dari sumberdaya alam dapat dilakukan penilaiannya dengan menggunakan MDS.

Penggunaan metode MDS di Indonesia telah dilakukan oleh Fauzi dan Anna (2005) dalam menilai aspek-aspek keberlanjutan ekologi (ecologycal sustainability), keberlanjutan sosio-ekonomi (sosio-economic sustainability), keberlanjutan sosial budaya (sosio-culture sustainability) dan keberlanjutan kelembagaan (institutional sustainability) di perairan Teluk Jakarta.

Analisis keberlanjutan terhadap lahan pasca tambang batubara dalam penelitian ini dilengkapi dengan analisis kebutuhan stakeholder, produk kebijakan atau regulasi. Metode MDS dapat menunjukkan tingkat keberlanjutan kawasan pasca tambang batubara pada saat ini yang dilihat dari konsep pembangunan. Konsep pembangunan berkelanjutan dapat didekati dari tiga dimensi yaitu ekologi, ekonomi dan sosial (Munasinghe, 1993). Mengacu pada konsep tersebut, dalam penelitian ini ditentukan pula tiga dimensi yang digunakan untuk menunjukkan tingkat keberlanjutan kawasan pasca tambang batubara.

Penilaian terhadap setiap dimensi dilakukan dengan membuat atribut penilaian yang dinilai dengan skala ordinal. Model pendekatan yang dilakukan adalah menggunakan model yang telah dikembangkan dalam prikanan yaitu

(15)

model RAPFISH (Rapid Apraisal for Fisheries) yang dikembangkan oleh University of British Colombia, Canada, pada tahun 1998.

Teknik rapfish menggunakan pendekatan multi dimensional scaling (MDS), yang memetakan obyek atau titik yang diamati dalam satu ruang (Pitcher dan Preikshot, 2001) dalam Fauzi (2002). Obyek atau titik yang sama dipetakan saling berdekatan dan obyek atau titik yang berbeda dipetakan berjauhan. Teknik penentuan jarak dalam MDS didasarkan pada Euclidian Distance yang dapat digambarkan sebagai berikut: d = ([X1 – X2]2 + [Y1 – Y2 ]2 + [Z1 – Z2 ]2 + ....)

Konfigurasi dari objek atau titik didalam MDS kemudian diaproksimasi dengan meregresikan jarak Eucledian (dij ) dari titik i ke titik j dengan titik asal (dij ) seperti persamaan berikut : dij = a + bdij + e. Teknik yang digunakan untuk meregresikan dengan metoda least square adalah metoda ALSCAL.

Metoda ALSCAL mengoptimasi jarak kuadrat (square distance = dij ) terhadap data kuadrat (titik asal = Oijk ) yang dalam tiga dimensi ditulis dalam formula S-stress sebagai berikut:

S =

(

)

∑∑

= ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − m k j i i j ijk O ijk O ijk d m 1 4 2 2 2 1

Dimana jarak kuadrat merupakan jarak Euclidian yang dibobot sebagai

berikiut: d2ijk =

=

r

a 1

wia (Xia - Xja )2

Goodnes of fit dalam MDS dicerminkan dari besaran S-stress yang dihitung berdasarkan nilai S. Nilai stres yang rendah menunjukan good fit, dan S yang tinggi menunjukan sebaliknya. Didalam model Rapfish yang baik memperlihatkan nilai sterss lebih kecil dari 0,25 ( S < 0,25). (Fauzi, 2002)

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, hasil perhitungan atau data sekunder yang tersedia, setiap atribut diberikan skor atau peringkat yang mencerminkan keberlanjutan dari dimensi pembangunan ekologi, ekonomi dan sosial. Skor ini menunjukkan nilai yang “buruk” di satu ujung dan nilai “baik” di ujung yang lain (Alder et al.,2000). Nilai “buruk” mencerminkan kondisi yang paling tidak menguntungkan, sebaliknya nilai “baik” mencerminkan kondisi yang paling menguntungkan. Diantara dua ekstrim nilai ini terdapat satu atau lebih

(16)

nilai antara tergantung dari jumlah peringkat pada setiap atribut. Jumlah peringkat pada setiap atribut ditentukan oleh tersedia tidaknya literatur yang dapat digunakan untuk menentukan jumlah peringkat (Susilo, 2003).

Pemilihan dimensi dilakukan dengan acuan studi literatur tentang analisis keberlanjutan beberapa sistem yang telah dikaji yaitu sistem perikanan, sistem peternakan sapi perah, sistem pertanian jeruk dan sistem pengembangan wilayah transmigrasi yang hanya meliputi dimensi ekologi, sosial dan ekonomi. Pemilihan dimensi dilakukan melalui Focussed Group Discussion (FGD) sebanyak tiga kali dengan masing-masing topik bahasan, yaitu FGD untuk membangun asumsi, FGD untuk membuat kerangka dan FGD untuk memverifikasi dimensi (Eriyatno.2005/pers.com dalam Iswari 2008).

Keberlanjutan dimensi ekologi adalah stabilitas global untuk seluruh ekosistem, khususnya sistem fisik dan biologi. Keberlanjutan ekologi dalam pengembangan kawasan pasca tambang batubara melakukan reklamasi agar degradasi lahan, air dan vegetasi segera diatasi dengan rehabilitasi lahan baik dengan cara restorasi maupun reklamasi.

Tabel 5. Dimensi Ekologi dan Atribut Keberkelanjutan Pengelolaan Kawasan Pasca Tambang Batubara, Kabupaten Kutai Kartanegara

Dimensi dan Atribut

Skor Baik Buruk Kategori Pengukuran Referensi

Persentase

tumbuhan 0; 1 ; 2 ; 3 ; 4 4 0 (0) Tidak ada (1) 25% tertutup (2) 50% tertutup (3) 75% tertutup (4) > 75% tertutup Hardjowigeno, 2007 Pergantian pertumbuhan tanaman 0; 1 ; 2 2 0 (0) Sangat lambat (1) Lambat (2) Cepat Hardjowigeno, 2007 Banjir 0; 1 ; 2 2 0 (0) Selalu (1) Sering (2) Jarang Hardjowigeno, 2007 Ketersediaan air 0; 1 ; 2 2 0 (0) Tidak ada (1) Sedikit (2) Banyak PP No 82/ 2001 Erosi 0 ; 1 ; 2 2 0 (0) Tinggi, (1) Sedang, (2) Rendah Morgan, 1979 Kemampuan lahan

0; 1 ; 2 2 0 (0) Tidak dapat digarap sama sekali (1) Digarap dengan perlakuan (2) Dapat digarap Sitorus, 2004 Tingkat kesuburan tanah 0; 1 ; 2 ; 3 3 0 (0) Tidak subur, (1) Kurang subur, (2) Subur (3) Sangat subur Pusat Penelitian Tanah, 1983

(17)

Atribut dimensi ekologi berkelanjutan dalam pengembangan kawasan pasca tambang batubara di Kabupaten Kutai Kartanegara adalah tingkat kesuburan tanah, jenis tanah, erosi, keberadaan air, banjir, pergantian pertumbuhan tanaman dan persentase tumbuhan dapat dilihat pada Tabel 5.

Keberlanjutan ekonomi adalah arus maksimum pendapatan yang dapat diciptakan dari aset (modal) yang minimal dengan manfaat yang optimal (Maler, 1990). Keberlanjutan dimensi ekonomi dalam pengembangan kawasan pasca tambang batubara adalah meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar kawasan pasca tambang batubara dan masyarakat lokal, peningkatan ekonomi daerah, dan penyerapan tenaga kerja.

Tabel.6. Dimensi Ekonomi dan Atribut Keberkelanjutan Pengelolaan Kawasan Pasca Tambang Batubara, Kabupaten Kutai Kartanegara

Dimensi dan Atribut

Skor Baik Buruk Keterangan

Kontribusi terhadap PDRB relatif untuk desa sekitar lokasi

0; 1 ; 2 ; 3 ;4 4 0 (0) Lebih rendah (1) Rendah (2) Sama (3) Tinggi (4) Lebih tinggi Sarana dan prasarana transportasi 0; 1 ; 2 ; 3 3 0 (0) Buruk (1) Cukup (2) Baik (3) Sangat baik Status penguasaan

lahan masyarakat 0; 1 ; 2 2 0 (1) Tetap (0) Berkurang, (2) Bertambah Sarana

perekonomian 0; 1 ; 2 2 0 (0) Berkurang (1) Tetap

(2) Bertambah Aktivitas perekonomian pasca tambang batubara 0 ; 1 ; 2 2 0 (0) Menurun (1) Tetap (2) Meningkat Mata Pencaharian masyarakat pasca tambang batubara 0; 1 ; 2 2 0 (0) Menganggur (1) Berpindah mata pencaharian (2) Tetap pada mata

pencaharian awal Pendapatan

masyarakat pasca tambang batubara dibandingkan dengan pra tambang

0; 1 ; 2 2 0 (0) Berkurang,

(1) Tetap (2) Bertambah

Keberlanjutan dimensi sosial adalah terjaganya stabilitas sistem sosial dan budaya, termasuk reduksi konflik yang merusak (UNEP et al.,1991). Terkait

(18)

dengan pengelolaan kawasan pasca tambang batubara, keberlanjutan dimensi sosial adalah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia (pangan, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan), mencegah terjadinya berbagai konflik, menciptakan keadilan dalam kehidupan masyarakat, terjadinya pemerataan pendapatan, terbukanya kesempatan berusaha, dan partisipasi masyarakat. Atribut dimensi sosial berkelanjutan pengembangan kawasan pasca tambang batubara di Kabupaten Kutai Kartanegara adalah konflik sosial, migrasi penduduk, rasio relatif jenis kelamin, angka beban tanggungan keluarga, tatanan adat dan kebiasaan masyarakat, persepsi masyarakat terhadap keberadaan tambang batubara, serta epidemi penyakit pernafasan dan diare dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Dimensi Sosial dan Atribut Keberkelanjutan Pengelolaan Kawasan Pasca

Tambang Batubara, Kabupaten Kutai Kartanegara Dimensi dan

Atribut

Skor Baik Buruk Keterangan

Epidemi penyakit

pernafasan dan diare 0 ; 1 ; 2 ; 3 3 0 (0) Tinggi (1) Sedang (2) Rendah (3) Tidak terjadi Persepsi masyarakat terhadap keberadaan tambang batubara 0 ; 1 ; 2 ; 3 3 0 (0) Tidak bermanfaat (1) Kurang bermanfaat (2) Bermanfaat (3) Sangat bermanfaat Tatanan adat dan

kebiasaan masyarakat 0; 1 ; 2 2 0 (0) Sangat berubah (1) Sedikit berubah (2) Tidak berubah Angka beban

tanggungan keluarga 0; 1; 2 2 0 (0) Tinggi (1) Sedang (2) Rendah Rasio relatif Jenis

kelamin

0; 1 ; 2 2 0 (0) L/ W lebih kecil

(1) L/W sama (2) L/W lebih besar

Migrasi penduduk 0; 1 ; 2 2 0 (0) Tinggi

(1) Sedang (2) Rendah

Konflik sosial 0; 1 ; 2 2 0 (0) Sering

(1) Jarang (2) Tidak pernah

Pembuatan peringkat disusun berdasarkan urutan nilai terkecil ke nilai terbesar baik secara kuantitatif maupun kualitatif, dan bukan berdasarkan urutan nilai terburuk ke yang terbaik. Untuk selanjutnya nilai skor dari masing-masing atribut dinalisis secara multi dimensional untuk menentukan satu atau beberapa titik yang mencerminkan posisi keberlanjutan pengelolaan kawasan pasca

(19)

tambang batubara yang dikaji relatif terhadap dua titik acuan yaitu titik “baik” (good) dan titik “buruk” (bad). Untuk memudahkan visualisasi posisi ini digunakan analisis ordinansi.

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan software Rapfish (Rapid Appraisal for Fisheries). Teknik Rapfish adalah suatu metode multi disiplin yang digunakan untuk mengevaluasi perbandingan perikanan berkelanjutan berdasarkan jumlah atribut yang banyak tetapi mudah untuk dinilai. Setiap data yang diperoleh diberi skor yang menunjukkan status sumberdaya tersebut. Ordinasi MDS dibentuk oleh aspek ekologi, ekonomi dan sosial, hasil statusnya menggambarkan keberlanjutan di setiap aspek yang dilaporkan dalam bentuk skala 0 sampai 100%. Rapfish didasarkan pada teknik ordinasi (menempatkan sesuatu pada urutan atribut yang terukur) dengan MDS.

Prosedur analisis MDS dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu:

1. Analisis data kawasan pasca tambang batubara di Kabupaten Kutai Kartanegara melalui data kondisi saat ini ekologi (fisik-lingkungan), ekonomi dan sosial; data statistik; studi literatur juga pengamatan di lapangan.

2. Melakukan skoring dengan mengacu pada literatur.

3. Melakukan analisis MDS dengan software SPSS untuk menentukan ordinasi dan nilai stress melalui ALSCAL Algoritma.

4. Melakukan “rotasi” untuk menentukan posisi pada ordinasi “bad” dan “good” dengan Excell dan Visual Basic. Goodness of fit dalam MDS dicerminkan dari besaran nilai S-Stress yang dihitung berdasarkan nilai S. Nilai stress yang rendah menunjukkan good fit, sementara nilai S yang tinggi menunjukkan bad fit, model yang baik ditunjukkan jika nilai stress lebih kecil dari 0.25 (S < 0.25). 5. Melakukan sensitivity analysis dan Monte Carlo Analysis untuk

memperhitungkan aspek ketidakpastian.

Tahap proses ordinasi menggunakan perangkat lunak modifikasi Rapfish (Kavanagh, 2001). Perangkat lunak Rapfish merupakan pengembangan MDS yang ada di dalam perangkat lunak SPSS, untuk proses rotasi, kebalikan posisi (fliping), dan beberapa analisis sensitivitas telah dipadukan menjadi satu perangkat lunak. Melalui MDS, posisi titik keberlanjutan tersebut dapat divisualisasikan dalam dua dimensi (sumbu horizontal dan vertikal). Untuk

(20)

memproyeksikan titik-titik tersebut pada garis mendatar dilakukan proses rotasi, dengan titik ekstrem “buruk” diberi nilai skor 0% dan titik ekstrim “baik” diberi skor nilai 100%. Posisi keberlanjutan sistem yang dikaji akan berada di antara dua titik ekstrem tersebut. Nilai inilah yang merupakan nilai indeks keberlanjutan pengembangan kawasan pasca tambang batubara di Kabupaten Kutai Kartanegara yang dilakukan saat ini.

Analisis ordinasi ini juga dapat digunakan hanya untuk satu dimensi saja dengan memasukkan semua atribut dari dimensi yang dimaksud, dalam penelitian ini digunakan tiga dimensi, hasil analisis akan mencerminkan seberapa jauh status keberlanjutan dimensi tersebut. Jika analisis setiap dimensi telah dilakukan maka analisis perbandingan keberlanjutan antar dimensi dapat divisualisasikan dalam bentuk diagram layang-layang (kite diagram) dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Diagram Layang-Layang (Kite Diagram) Nilai Indeks Keberlanjutan Pengelolaan Kawasan Pasca Tambang Batubara, Kabupaten Kutai Kartanegara

Skala indeks keberlanjutan pengembangan kawasan pasca tambang batubara mempunyai interval 0% - 100%. Jika sistem pengelolaan yang dikaji mempunyai nilai indeks lebih dari 75% maka pengelolaan kawasan pasca tambang batubara tersebut masuk dalam kategori berkelanjutan (sustainable) dan sebaliknya jika kurang dari 75% masuk kategori cukup berkelanjutan, kurang dari

20,0 40,0 60,0 80,0 100 EKONOMI SOSIAL EKOLOGI

(21)

50% kategori kurang berkelanjutan, dan kurang dari 25% tidak berkelanjutan. Kategori status keberlanjutan tersebut dapat dilihat pada Tabel 8.

Tahap selanjutnya dilakukan analisis sensitivitas untuk melihat atribut apa yang paling sensitif memberikan kontribusi terhadap indeks keberlanjutan kawasan pasca tambang batubara di lokasi penelitian. Pengaruh dari setiap atribut dilihat dalam bentuk perubahan root mean square (RMS) ordinasi, khususnya pada sumbu-X atau skala keberlanjutan (Alder et al. 2000). Semakin besar nilai perubahan RMS dimensi akibat hilangnya suatu atribut dimensi tertentu maka semakin besar pula peranan atribut tersebut dalam pembentukan nilai indeks keberlanjutan kawasan pasca tambang batubara pada skala sustainabilitas, makin sensitif atribut tersebut.

Tabel 8. Kategori Status Berkelanjutan Pengelolaan Kawasan Pasca Tambang Batubara Berdasarkan Nilai Indeks

Nilai IKKPTBB Kategori

0 - 25 Tidak berkelanjutan

>25 - 50 Kurang berkelanjutan

>50 - 75 Cukup berkelanjutan

>75 – 100 Berkelanjutan

Analisis “Monte Carlo” digunakan untuk mengevaluasi pengaruh galat (error) acak pada proses pendugaan nilai ordinasi pengelolaan kawasan pasca tambang batubara di Kabupaten Kutai Kartanegara. Menurut Kavanagh (2001) analisis Monte Carlo juga berguna untuk mempelajari:

1. Pengaruh kesalahan pembuatan skor atribut yang disebabkan oleh pemahaman kondisi lokasi penelitian yang belum sempurna atau kesalahan pemahaman terhadap atribut atau cara pembuatan skor atribut.

2. Pengaruh variasi pemberian skor akibat perbedaan opini atau penilaian oleh peneliti yang berbeda.

3. Stabilitas proses analisis MDS yang berulang-ulang (iterasi).

4. Kesalahan pemasukan data atau adanya data yang hilang (missing data). 5. Tingginya nilai “stress” hasil analisis keberlanjutan.

Kecukupan jumlah atribut dari seluruh dimensi dalam penelitian di lapangan menggunakan metode MDS. Terdapat dua parameter statistik untuk

(22)

menilai kualitas hasil analisis tersebut. Pertama disebut nilai “stress” dan kedua adalah koefisien determinasi, biasanya ditulis dengan lambang huruf R2, keduanya dinilai untuk setiap dimensi dan multidimensi. Makin kecil nilai “stress” tidak melebihi angka < 25%, dan makin besar nilai koefisien determinasi R2 yang mendekati nilai satu (1) dikatakan analisis dengan metode MDS adalah kualitas bagus (Fisheries.com 1999).

3.6.3. Analisis Kebutuhan

Pembangunan desain kebijakan dan strategi pengelolaan pasca tambang batubara dilakukan dengan melibatkan stakeholder terkait. Salah satu tahapan yang dilakukan adalah dengan analisis kebutuhan stakeholder. Analisis kebutuhan (need analysis) bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan setiap pelaku yang terlibat dalam pengelolaan pertambangan batubara. Pelaku tersebut meliputi : pemerintah pusat dan pemerintah daerah, swasta/perusahaan/investor, masyarakat sekitar kawasan tambang, dan LSM. Mengidenfikasi kebutuhan stakeholder dimulai dari mengetahui permasalahan pengelolaan kawasan pasca tambang batubara saat ini melalui wawancara.

3.6.4. Analisis Prospektif

Analisisi prospektif digunakan untuk merumuskan kebijakan pengelolaan kawasan pasca tambang batubara di Kabupaten Kutai Kartanegara. Analisis prospektif merupakan suatu upaya untuk mengeksplorasi kemungkinan di masa yang akan datang sesuai dengan kebutuhan dari pada stakeholder yang terlibat. Hasil analisis prospektif adalah faktor-faktor kunci yang harus diperhatikan untuk mencapai tujuan pengembangan kawasan pasca tambang batubara berkelanjutan di Kabupaten Kutai Kartanegara yang telah disepakati bersama stakeholder di masa mendatang. Penentuan faktor kunci dan tujuan pengembangan tersebut penting dan sepenuhnya merupakan pendapat pihak yang berkompeten sebagai pelaku dan ahli dalam bidang pengelolaan kawasan pasca tambang batubara berkelanjutan, yang diperoleh dari kuesioner dan wawancara langsung di wilayah studi.

(23)

Tahapan dalam melakukan analisis prospektif adalah:

1. Menentukan faktor kunci untuk masa depan dari sistem yang dikaji. Pada tahap ini dilakukan identifikasi seluruh faktor penting, menganalisis pengaruh dan ketergantungan seluruh faktor dengan melihat pengaruh timbal balik dengan menggunakan matriks, dan menggambarkan pengaruh dan ketergantungan dari masing-masing faktor ke dalam 4 kuadran utama, dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Tingkat Pengaruh dan Ketergantungan Antar Faktor dalam Sistem

Pengaruh langsung antar faktor dalam sistem yang dilakukan pada tahap pertama analisis prospektif dengan menggunakan matriks pengaruh langsung antar faktor. Skor pengisian adalah: skor 0 apabila tidak ada pengaruh, skor 1 apabila pengaruhnya kecil, skor 2 apabila pengaruhnya sedang dan skor 3 apabila pengaruhnya sangat kuat, dapat dilihat pada Tabel 9.

2. Menentukan tujuan strategis dan kepentingan pelaku utama.

3. Mendefinisikan dan mendeskripsikan evolusi kemungkinan masa depan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi bagaimana elemen kunci dapat berubah dengan menentukan keadaan (state) pada setiap faktor.

4. Menentukan keadaan (state) suatu faktor. Ketentuan-ketentuan yang harus diikuti pada tahap ini adalah: (a) keadaan harus memiliki peluang sangat besar untuk terjadi di masa yang akan datang, (b) keadaan bukan merupakan suatu tingkatan atau ukuran suatu faktor tetapi merupakan deskripsi tentang situasi

P enga ru h Ketergantungan Faktor Penentu INPUT Faktor Penghubung STAKES Faktor Bebas UNUSED Faktor Terikat OUTPUT

(24)

dari sebuah faktor, (c) setiap keadaan harus diidentifikasikan dengan jelas, (d) bila keadaan dalam suatu faktor lebih dari satu maka keadaan-keadaan tersebut harus dibuat secara kontras, dan (e) mengidentifikasi keadaan yang peluangnya sangat kecil untuk terjadi atau berjalan bersamaan (mutual compatible).

Tabel 9. Pengaruh Langsung Antar Faktor dalam Pengelolaan Kawasan Pasca Tambang Batubara Berkelanjutan, Kabupaten Kutai Kartanegara.

Dari Terhadap A B C D E F G H I A B C D E F G H I Keterangan : A – I = Faktor-faktor dalam sistem yang dikaji

5. Membangun skenario yang mungkin terjadi. Langkah-langkah dalam membangun skenario terhadap tahapan faktor-faktor yang mungkin terjadi adalah: (a) skenario yang memiliki peluang besar untuk terjadi di masa datang disusun terlebih dahulu, (b) skenario merupakan kombinasi dari faktor-faktor, oleh sebab itu sebuah skenario harus memuat seluruh faktor, tetapi untuk setiap faktor hanya memuat satu tahapan dan tidak memasukkan pasangan keadaan yang mutual incompatible, (c) setiap skenario (mulai dari alternatif paling optimis sampai alternatif paling pesimis) diberi nama, dan (d) memilih skenario yang paling mungkin terjadi.

6. Implikasi skenario merupakan kegiatan terakhir dalam analisis prospektif yang meliputi: (a) skenario yang terpilih pada tahap sebelumnya dibahas kontribusinya terhadap tujuan studi, (b) skenario tersebut didiskusikan implikasinya, dan (c) menyusun rekomendasi kebijakan dari implikasi yang sudah disusun (Hardjomidjojo, 2004).

(25)

Pembahasan tentang strategi implementasi skenario pengelolaan kawasan pasca tambang batubara di Kabupaten Kutai Kartanegara dilakukan dengan melibatkan semua stakehoder utama secara partisipatif. Metode pembahasan yang digunakan adalah Focus Group Discussion (FGD) yang dilakukan di Tenggarong, juga dilakukan metode wawancara dan kuesioner. Wakil stakeholder dipilih secara sengaja. Dasar pertimbangan dalam menentukan atau memilih pakar untuk dijadikan responden adalah: (1) mempunyai pengalaman yang memadai sesuai bidangnya, (2) mempunyai reputasi, kedudukan/jabatan dan konsisten pada bidang keahliannya, dan (3) kesediaan untuk menjadi responden.

Berdasarkan hasil analisis kebutuhan pada (Tabel 8) terlihat kebutuhan-kebutuhan yang sejalan (sinergis) maupun yang kontradiktif. Sebagai contoh dapat dilihat pada kebutuhan semua stakeholder untuk meningkatkan pendapatan. Secara umum, kebutuhan yang saling kontradiktif dapat dikenali dalam dua hal yaitu kelangkaan sumberdaya (lack of resources) dan konflik kepentingan (conflict of interest). Rincian dari kebutuhan aktor yang saling bertentangan memerlukan solusi penyelesaian.

Gambar

Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian
Tabel 1. Tujuan, Jenis Data, Sumber Data, Teknik Analisis dan Keluaran  Tujuan  Penelitian  Jenis data Yang  dikumpulkan  Sumber Data  Teknik  pengumpulan data  Teknik  Analisis Data  Keluaran (output) yang  diharapkan 1
Tabel 2. Metode Pengumpulan dan Analisis Data
Tabel 3. Kriteria Kesuburan Tanah Berdasarkan Kimia Tanah Dari Sifat Tanah  Kriteria Sangat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Apabila ekonomi di Indonesia telah didasari oleh norma-norma hukum Islam, tentu tidak ditemukan orang miskin atau paling tidak orang miskin dapat diperdayakan

Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Rubaltelli di Italia, menemukan perbedaan yang tidak signifikan antara kadar bilirubin serum pada kelompok neonatus yang

Perhitungan sensitivitas yang telah dilakukan untuk mengetahui kelayakan produk siomay dan produk kekian dapat dilihat pada nilai B/C ratio setelah kenaikan harga

Each State Party undertakes to cooperate in international exchange of seismological data to assist in the verification of compliance with the Comprehensive Nuclear-Test-Ban

17/2000 membedakan tarip dan lapisan penghasilan kena pajak untuk Adanya perubahan tarip dan lapisan penghasilan kena pajak dapat memberikan insentif bagi manajemen untuk

asuransi sosial ini merupakan suatu lapangan jang boleh dikatakan agak

Pada pelaksanaan layanan informasi oleh guru pembimbing tentang kedisiplinan masuk sekolah terdiri atas 6 tahapan yaitu (1) Menyebarkan angket kepada siswa (2)

Pada hybrid value merupakan gabungan dari trapped value dan new-to- the-world value. Perusahaan dapat membentuk sebuah hybrid value yaitu.. dengan cara melakukan