• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sahabat Senandika. Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sahabat Senandika. Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Sahabat Senandika

Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

Yayasan Spiritia

No. 19, Juni 2004

Daftar Isi

Laporan Kegiatan 1

Laporan Penguatan Daerah ke Jambi 1 Peran Bandung Plus Support terhadap

ketersediaan obat ARV di Bandung 2 Malam renungan AIDS Nusantara 2004

di Padang 2

Peristiwa 3

Kisah Bayi HIV+ yang Menjadi Headline 3

Pengetahuan adalah Kekuatan 4

Pil dan Perjanjian—Kisah Pribadi dari

Uganda 4

Pojok Info 5

Lembaran Informasi Baru 5

Program Hibah AFAO Internasional

Mengundang Permohanan 5

Tips 5

Tips untuk orang dengan HIV 5

Tanya-Jawab 6

Tanya jawab 6

Positif Fund 6

Laporan Keuangan Positif Fund 6

Laporan Kegiatan

Laporan Penguatan Daerah

ke Jambi

Oleh: Hertin Setyowati

Tim dalam kunjungan ini adalah Daniel dan Hertin di Spiritia, Ginan dari Bandung dan Tuti dari Bengkulu. Kunjungan kami ke Jambi dibantu oleh Yayasan Sikok yang bergerak dibidang kesehatan remaja dan PKBI. Jambi dengan jumlah penduduk 3 juta jiwa, terdiri 1 kotamadya dan 10 kabupaten. Menurut data dinas kesehatan diketahui ada 54 kasus HIV berdasarkan sero survey di Lokalisasi pekerja seks dan panti pijat, juga 2 kasus dari PMI dan 5 kasus AIDS.

RSU punya keinginan besar membentuk tim Pokja dan melaksanakan VCT. Salah satu dokter baru saja ikut pelatihan VCT yang difasilitasi dari Depkes di Jakarta. Diskusi kami dengan

manajemen, dokter dan perawat cukup menarik, kami membahas tentang pengobatan dan perawatan. 2 teman Odha yang sudah pakai obat akhirnya membagi pengalamannya tentang memakai obat ARV. Pihak RSU sudah pernah menangani 5 pasien AIDS. Komitmen wakil direktur, dokter dan perawat membentuk pokja dan meningkatkan pelayanan pengobatan dan

perawatan menjadi awal yang baik.

KPAD propinsi/kotamadya dan kabupaten tidak berfungsi. Pertemuan kami dengan KPAD Propinsi batal karena tim KPAD sebetulnya boleh dibilang belum berperan.

Kami menggunakan kesempatan talk show di 2 radio, melakukan penyuluhan di lokalisasi yang dihuni sekitar 400 PSK. Penyuluhan di Lapas yang dihuni sekitar 600 orang dan 40% pengguna narkoba. Sayangnya kami hanya diijinkan menyuluh sebahagian kecil dari penghuni lokalisasi dan lapas. 70-80% dari mereka meminta untuk di tes. Ini memang menjadi tantangan buat Yayasan Sikok, mereka berencana akan menindaklanjutinya.

Diskusi kami dengan para lsm dan media massa dapat membuka pikiran mereka bahwa HIV/AIDS

masalah yang serius tetapi kelihatannya belum ada rencana yang jelas atas peran mereka selanjutnya. Belum ada 1 lsm pun yang melakukan kegiatan terkait dengan HIV/AIDS selain Yayasan Sikok.

Alat tes HIV di PMI hanya ada di Unit Transfusi Darah Kotamadya, sementara di 10 kabupaten lainnya semua darah tidak di screening. Wakil Ketua PMI mengatakan tantangan ini belum terpecahkan.

Alat tes HIV di Jambi hanya ada di PMI (rapid test) dan laboratorium kesehatan daerah (elisa dan rapid test), dinas kesehatan propinsi. Ada cukup banyak orang yang ingin melakukan tes di Jambi apakah remaja dampingan Yayasan Sikok, penghuni lapas, atau pekerja seks di lokalisasi. Sayangnya tidak ada fasilitas tes yang tersedia.

Kami mendiskusikan hal ini dengan Kadinkes dan Yayasan Sikok, sementara belum ada tempat tes swasta, kami mengusulkan kepada Kadinkes agar reagen test untuk sero survey yang selalu sisa tiap tahun dapat mendukung orang ingin yang tes secara sukarela. Akhirnya disepakati bersama, konseling akan dilakukan oleh yayasan Sikok dan dokter di

(2)

RSU, setelah itu darah akan dikirmkan ke Labkesda dengan prinsip VCT.

Diskusi kami dengan wakil ketua DPRD pripinsi dan ketua Komisi E serta anggotanya sangat menarik. Mereka sangat tersentuh dan sadar bahwa ternyata mereka punya peran penting. 3 hal penting kami angkat tentang pemberdayaan KPAD dan lsm, alat tes dan obat ARV didukung oleh mereka. Pihak DPRD berjanji akan mendiskusikan segera dengan jajaran dinas kesehatan.

Malam renungan AIDS

Nusantara 2004 di Padang

Oleh: Pompi di Cemara PKBI Padang

Setiap tahun, Cemara PKBI Sumbar

melaksanakan peringatan Malam Renungan AIDS Nusantara (MRAN). Peringatan untuk tahun ini dilaksanakan bekerjasama dengan Pemda Propinsi Sumatera Barat, Pemko Padang, Dinas Pariwisata kota Padang, Dinas Kesehatan Propinsi Sumbar, Harian Umum Singgalang, TVRI Padang, Radio Boss FM dan BKKBN Propinsi Sumatera Barat.

Rangkaian acara sudah dimulai sejak tanggal 21 Mei 2004 yaitu penerbitan artikel di media cetak yang bertemakan HIV/AIDS dan Malam

Renungan AIDS 2004 selanjutnya ‘nonton bareng’ beberapa film seri “Kupu-kupu Ungu” (Yuni dan Api serta Emilia dan Piano) di Pantai Padang tepatnya di Gelanggang Terbuka Dinas Pariwisata kota Padang. Acara puncak pada tanggal tanggal 29 Mei 2004, merupakan perpaduan antara malam kesenian dan renungan juga dilaksanakan di tempat tersebut. Hal ini dilakukan mengingat Pantai Padang merupakan tempat rekreasi yang sangat digemari oleh warganya bahkan merupakan tujuan wisata bagi warga diluar kota Padang.

Satu hal yang sangat berbeda dari MRAN sebelumnya adalah komitmen Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat sepakat merealisasikan VCT di kota Padang yang diungkapkan dalam konferensi pers pada hari Rabu, 25 Mei 2004 di ruang pertemuan PKBI Sumatera Barat.

Kedatangan mbak Karni dari Yayasan Spiritia ke Padang merupakan point penting juga dari semua peringatan MRAN ini. Hal ini membuat mata masyarakat Padang terbuka bahwa memang benar persoalan HIV bukan hanya persoalan moral, dosa dan pahala saja. Tetapi merupakan persoalan kita semua. Semau yang hadir bisa menerima bahkan mengajak diskusi intensif setelah sesi ‘talkshow interaktif’ selesai.

Satu harapan yang muncul bersamaan dengan pembakaran lilin-lilin kecil diakhir acara, bahwa setelah ini akan ada langkah konkrit dari siapa saja, baik individu, organisasi, institusi pemerintah untuk menanggulangi HIV/AIDS di Sumatera Barat.

Peran Bandung Plus

Support terhadap

ketersediaan obat ARV di

Bandung

Oleh: Anto -Wakil ketua Bandung Plus

Support

(Bandung Plus Support (BPS) adalah sebuah kelompok dukungan sebaya yang berdiri berdasarkan rasa kesepian dari para Odha yang berlatar belakang IDU, merasa tidak ada wadah untuk bertanya dan berbagi rasa antar sesama. Target sasarannya untuk jangka pendek adalah IDU yang non aktif dan sasaran jangka panjang adalah semua Odha dari berbagai latar belakang. Sekarang BPS beranggotakan 30 Odha dan Ohidha dari berbagai latar belakang.)

Tahun 2003 obat ARV belum bisa didapatkan di kota Bandung. Odha di Bandung harus mengambil ARV di Pokdiksus Jakarta sehingga hal ini

membuat BPS harus berbuat sesuatu. Pada tahun 2004 obat ARV generik diproduksi oleh Kimia Farma. Namun pada awal peluncuran obat tersebut, Odha di Bandung masih tetap harus mengambil obat ARV ke Pokdiksus sehingga hal ini membuat BPS perlu untuk mengadvokasi pihak-pihak terkait agar ARV dapat tersedia di Bandung karena Kimia Farma (produsen ARV generik) terletak di

Bandung dan secara logika harusnya obat itu bisa didapat di Bandung, karena Bandung sudah punya dokter dan rumah sakit yang dapat melayani Odha dan pengobatan ARV.

Dengan bekal keberanian untuk berbicara di depan umum, serta mengadvokasi pihak-pihak terkait seperti KPAD dan Dinkes Jabar serta Tim Penanggulangan HIV/AIDS RS Hasan Sadikin Bandung. Akhirnya pada bulan April berkat advokasi yang dilakukan BPS di forum-forum

(3)

Peristiwa

Kisah Bayi HIV+ yang

Menjadi Headline

Oleh: Frika

Kalau teman-teman membaca di Koran-koran tentang bayi yang terlibat dalam sindikat penjualan bayi ke Singapore itu, kedengarannya memang sangat boombastis. Tapi kalau yang saya dengar sendiri dari Brenda (ibu yang ingin mengadopsi bayi itu), ceritanya lain loh dari cerita yang di koran-koran.

Jadi ceritanya begini: Brenda (Singaporean) ingin mengadopsi anak, jadi dia melalui perantaranya di Singapore, sebutlah (A). Si A, mengontak perantara di Indonesia (B). B cari-carilah bayi yang bisa dijual. Lalu dibawalah si bayi ini (D) ke S’pore. Brenda sendiri bermaksud untuk mengadopsi D dengan jalan hukum legal yang berlaku. Maka Bayi D yang berusia 3 bulan itu harus melewati tes kesehatan.

Waktu bertemu pertama kali, si perantara ini bilang ke Brenda kalau bayi D, mempunyai masalah kesehatan kekurangan sel darah putih, jadi dipikir Brenda dan keluarga, mungkin hanya leukemia, buat mereka itu nggak jadi masalah. Lalu tes HIV-nya positif, 2 kali tes hasilHIV-nya positif. (Pada waktu itu, yang kami dengar tesnya adalah tes PCR- untuk melihat virus yang ada di darah), jadi biasanya kalau 2 kali tes PCR positif itu artinya dia positif HIV. Lalu menurut undang-undang S’pore, maka bayi D di deportasi. Baliklah dia ke Jakarta, bersama perantara dari Indonesia (B).

Brenda, sudah keburu jatuh cinta dengan bayi D, jadi dia tidak sampai hati kalau bayi D sampai di tangan orang yang tidak bertanggung jawab atau Brenda berharap, bayi D bisa di gereja atau di yayasan yang bisa memahami HIV/AIDS. Akhirnya Brenda berkunjung ke Jakarta, dia berusaha

mencari tempat yang tepat untuk bayi D. Brenda menghubungi Babe Chris, menceritakan

keadaannya, Babe Chris berpikir dan mulai mencari-cari bantuan. Nah, yayasan Pelita Ilmu, mengatakan siap untuk membantu. Lalu Brenda dan Babe Chris merencanakan pertemuan.

Pertemuan itu untuk mengambil si bayi D ini, supaya bisa ditaruh di YPI. Brenda mengajak perantara B untuk bertemu di YPI, dia tidak mau, takut bertemu banyak orang. Lalu perjanjian di lobby hotel, pada saat itu, perantara B meminta Brenda untuk membayar US$ 2500 untuk membayar semua pengeluarannya. Dalam hati, Brenda tidak mau bayar US$ 2500, kalau dia bayar sebesar itu, bisa berarti Brenda membeli bayi D secara illegal. Tapi melalui telepon, Brenda tidak mengatakan bahwa dia tidak akan memberikan uang itu. Ini strategi untuk memancing perantara B datang ke loby hotel dengan bayinya. Brenda menyiapkan US$300 untuk sekedar upah terima kasih.

Nah… Dalam pertemuan ini, Brenda sudah barang tentu tidak mau sendirian, dia ingin ada orang dari yayasan, untuk menjadi saksi. Lantaran Brenda juga berpikir, dia ingin orang yayasan tau siapa dan bagaimana muka perantara B, agar lain kali, perantara B tidak bisa lagi ke YPI untuk mengambil bayi D dengan alasan yang macam-macam. Apa yang dilakukan Brenda adalah strategi cari aman. Babe Chris, mencari tahu informasi dari Depsos dan minta bantuan Depsos…(Yang ternyata di Koran-koran, kedengarannya jadi pahlawan pembongkar sindikat). Padahal, kalau Babe Chris tidak menceritakan ke mereka, mereka juga tidak akan tahu.

Yang berangkat dari Spiritia: babe Chris, Frika dan Bayu. Ada teman-teman dari YPI, Depsos juga. Gak taunya, orang Depsos ini membawa polisi-polisi, menyergap perantara B dan Brenda beserta ibu Brenda, yang mendampinginya saat itu. Langsung dibawa ke kantor polisi. Sekarang perantara-perantara itu ditangkap. Tapi tetap, pahlawan dibalik itu semua yang tidak kedengaran adalah Babe Chris. Terima kasih ya Babe…. Berkatmu, sindikat penjualan bayi ini terungkap.

(4)

Pengetahuan

adalah Kekuatan

Pil dan Perjanjian—Kisah

Pribadi dari Uganda

Oleh Alex Coutinho, TASO Uganda, 27

Maret 2004

Saya pertama kali bertemu dengan HIV pada 1982 saat saya bekerja di Lembaga Kanker Uganda. Pada saat itu, saya tidak sadar bahwa kasus Sarkoma Kaposi yang saya obati sebenarnya terkait dengan HIV. Selama 22 tahun terakhir sebagai dokter dan petugas kesehatan masyarakat, saya sudah merawat ratusan Odha, banyak di antaranya sanak saudara saya atau teman dekat. Saya harus melihatnya meninggal secara pelan dan dengan rasa sangat sakit.

Saya tamat fakultas kedokteran dengan antusiasme yang tanpa batas dan idealisme yang tinggi. Saya ingin menyelamatkan dunia dan melayani umat manusia. Saya yakin, saya sebagai dokter dapat menghadapi semua penyakit. Jadi, dengan menghadapi penyakit yang pada saat ini, lambat laun pasti mengakibatkan kematian adalah sulit diterima dan membuat frustrasi.

Tahun demi tahun, pasien demi pasien, teman demi teman, dan sembilan sanak saudara lagi, saya merasa saya sudah berperang selama 22 tahun, dengan hanya sedikit kemenangan untuk meningkatkan semangat saya. Selama tiga tahun terakhir sejak menjadi pimpinan The AIDS Service Organization (TASO), saya juga ambil tanggung jawab untuk membantu 30.000 Odha di Uganda yang belum mendapatkan ARV dan yang tergantung pada TASO untuk menyelamatkan jiwanya. Tanggung jawab ini merasa sangat besar, dan menghalangi tidur malam saya.

Kedatangan ARV yang terjangkau sepertinya dikirim oleh Tuhan. Akhirnya pasien kami mendapatkan harapan untuk melengkapi strategi hidup positifnya; anaknya dapat bermimpi masa depan bersama dengan orang tuanya; akhirnya petugas layanan kesehatan mempunyai senjata terhadap virus ini.

Saya tidak sekadar memandang ARV sebagai pengobatan—obat ini dapat mencegah yatim piatu, kematian, kesengsaraan, stigma, dan diskriminasi.

Memang, tidak semuanya dapat segera menerima obat, tetapi untuk mereka yang mendapatkannya, pengobatan ini membuat perbedaan yang sangat besar dan memberi semangat pada pasien lain.

Jadi apakah prakarsa “3 pada 5” akan sukses? Apakah program tersebut mencoba melakukan sesuatu yang mustahil? Ini tergantung pada bagaimana kita mengukur keberhasilan. Bila kita mencoba menjangkau rembulan, mungkin kita dapat menyentuh puncak gunung!

Pengobatan, terutama ART adalah bagian yang sangat penting dari rangkaian pencegahan infeksi HIV dan mendukung Odha. WHO tidak

mempunyai dana untuk membeli obat untuk tiga juta orang, tetapi bersama dengan UNAIDS mempunyai wewenang moral untuk menentukan bahwa hambatan pada pengobatan dapat dikurangi. Secara berlawan asas, tantangan terbesar pada “3 pada 5” dalam beberapa bulan berikut bukan dana untuk obat, melainkan kekurangan kemampuan dalam negara-negara untuk meningkatkan program pengobatan secara cepat, dan juga kadang kala permintaan obat yang kurang karena ketakutan orang dan ketidaktahuannya tentang status HIV-nya, yang disebabkan oleh stigma dan diskriminasi.

Sebagai orang yang terpengaruh setiap hari oleh HIV, yang setiap hari melihat anak-anak adik perempuan dan laki-laki saya yang menjadi yatim piatu, yang setiap hari mendengar cerita klien TASO, saya hanya dapat mendukung “3 pada 5” dan semuanya yang diwakilinya secara penuh— sebuah pemikiran baru dan desakan baru untuk menghadapi HIV/ADIS.

Sumber: The Lancet, Volume 363, Number 9414

URL: http://www.thelancet.com/journal/vol363/iss9414/full/ llan.363.9414.health_and_human_rights.29163.1

(5)

Tips...

Tips untuk orang dengan

HIV

Sangat penting untuk Odha yang sudah memakai ARV. Tes Hb dan tes fungsi hati, sebelum memakai ARV , 3 bulan pertama dan rutin 6 bulan sekali. Jika mempunyai sejarah anemia sebaiknya minum tablet tambah darah atau tidak memakai AZT agar tidak memperparah anemia.

Program Hibah AFAO

Internasional Mengundang

Permohanan

Australian Federation of AIDS Organisations (AFAO) bergembira mengumumkan bahwa permohonan untuk program hibah internasional telah dibuka. Semua informasi tentang program hibah ini, termasuk persyaratan dan formulir permohonan, dapat dilihat di situs web AFAO di http://www.afao.org.au (klik ‘The AFAO International Grants Scheme’ di bawah ‘Whats New’ di sebelah kanan).

Siapa yang dapat mengajukan permohonan untuk hibah?

Persyaratan

Organisasi yang mengajukan permohonan harus memenuhi semua kriteria berikut:

• Adalah LSM atau organisasi komunitas lokal • Odha harus terlibat dalam perancangan dan penerapan proyek oleh organisasi

• Harus bekerja di Indonesia atau beberapa negara lain di Asia-Pasifik

• Batas waktu mengajukan permohonan: 27 Agustus 2004

Ms Alex Turner, International Programs Officer AFAO, akan hadir pada Konferensi AIDS

Internasional di Bangkok. Pesan untuk dia tentang program hibah ini dapat dititipkan di Seven Sisters Bar di Global Village.

Yayasan Spiritia siap membantu kelompok yang ingin mengajukan permohonan.

Lembaran Informasi Baru

Pada Juni 2004, Yayasan Spiritia telah menerbit empat lagi lembaran informasi baru untuk Odha, sbb:

• Topik Khusus

Lembaran Informasi 624—Afte (Seriawan) • Advokasi

Lembaran Informasi 811—Kewaspadaan Universal

Lembaran Informasi 813—Kerahasiaan dalam Sarana Medis

Dengan ini, sudah diterbitkan 84 lembaran informasi dalam seri ini.

Juga ada 12 lembaran informasi yang direvisi: • Informasi Dasar

Lembaran Informasi 001—Daftar Lembaran Informasi

• Terapi Antiretroviral

Lembaran Informasi 422—ddI Lembaran Informasi 423—d4T • Infeksi Oportunistik

Lembaran Informasi 503—Meningitis Kriptokokus

Lembaran Informasi 506—Hepatitis C (HCV) & HIV

• Obat untuk Infeksi Oportunistik Lembaran Informasi 530—Azitromisin Lembaran Informasi 531—Siprofloksasin • Efek Samping

Lembaran Informasi 555—Neuropati Perifer Lembaran Informasi 556—Toksisitas Mitokondria

• Topik Khusus

Lembaran Informasi 617—Terapi Antiretroviral untuk Anak

Lembaran Informasi 620—Masalah Kulit • Referensi

Lembaran Informasi 900—Daftar Istilah

Untuk memperoleh lembaran baru/revisi ini atau seri Lembaran Informasi komplet, silakan hubungi Yayasan Spiritia dengan alamat di halaman

belakang. Anggota milis WartaAIDS dapat akses file ini dengan browse ke:

<http:// groups.yahoo.com/group/wartaaids/files/ Lembaran%20Informasi/>

(6)

Sahabat Senandika

Diterbitkan sekali sebulan oleh

Yayasan Spiritia

dengan dukungan THE FORD THE FORD THE FORD THE FORD THE FORD FOUND FOUND FOUND FOUND

FOUNDAAAAATIONTIONTIONTIONTION

Kantor Redaksi: Jl Radio IV/10 Kebayoran Baru Jakarta 12130 Telp: (021) 7279 7007 Fax: (021) 726-9521 E-mail: yayasan_spiritia@yahoo.com Editor: Hertin Setyowati

Copyright 2002 Yayasan Spiritia. Izin dikeluarkan bukan untuk diperdagangkan, sehingga bila mengutip isinya Anda harus mencantumkan sumber (termasuk alamat dan nomor telepon). Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar

Tanya-Jawab

Tanya jawab

T: Tes HIV dilakukan dengan sukarela, tidak dipaksa dan kerahasiaannya dijamin. Sebelum tes dilakukan, mereka harus diberi pre dan post konseling terlebih dahulu. Sebuah lembaga dapat dituntut bila tes dilakukan tanpa keinginan yang bersangkutan. Tetapi bagaimana dengan rumah sakit yang harus mengambil darah pasien, dengan melihat diagnosa penyakit yang ada pada pasien? Kita tahu bahwa dengan pemeriksaan

laboratoriumlah pihak RS dapat mendiagnosis penyakit seseorang untuk penyembuhannya.

Masih seputar kerahasiaan hasil tes. Apakah kita tetap menunggu persetujuan dari Odha untuk memberitahukan hasilnya kepada keluarga? Saya juga ada kasus nih… ada Odha (Lk. 29 th, Narkoba suntik) yang saya dampingi, tidak mengizinkan saya memberitahukan kepada keluarganya bahwa dia HIV+. Saya menyetujui keinginannya, keluarganya tidak tahu bahwa dia terinfeksi HIV. Adik

perempuan dan neneknya memberitahukan bahwa dia akan dinikahkan dalam waktu dekat ini

(dijodohkan). Saya tidak tahu harus bagaimana mendengar berita ini. Disatu sisi, saya ingin tetap menjaga kerahasiaan itu, tetapi bila itu saya lakukan, bagaimana nanti dengan istri dan anaknya?

J: Tes HIV harus diikuti konseling pre dan post. Untuk kasus di rumah sakit, jika pasien dicurigai AIDS, pasien juga harus dikonseling sebelum darah diambil dan diberi konseling lagi setelah hasil tesnya keluar. Kerahasiaan juga harus dijunjung tinggi. (baca Lembar Informasi: Kerahasiaan Dalam Sarana Medis)

Ya, kita harus mendapatkan persetujuan dari Odha-nya sendiri untuk memberitahukan tentang status HIV+. Kita tidak berhak memberitahukan kepada orang lain. Memang banyak dilema jika kita mendampingi Odha. Hal yang harus dilakukan mengkonseling Odha, memberitahukan

pencegahan penularan melalui hubungan seksual dan kemungkinan mempunyai anak.

Positif Fund

Laporan Keuangan Positive Fund Yayasan Spiritia

Periode Juni 2004

Saldo awal 1 Juni 2004 6,475,675 Penerimaan di bulan Juni 2004 300,000 _________+

Total penerimaan 6,775,675

Pengeluaran selama bulan Juni :

Item Jumlah Pengobatan 516,500 Transportasi 0 Komunikasi 0 Peralatan / Pemeliharaan 34,500 Modal Usaha 0 __________+ Total pengeluaran 551,000

Saldo akhir Positive Fund

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) koreksi at-sensor dan at-surface reflectance merupakan metode koreksi yang paling efektif dan sekaligus stabil untuk dijadikan basis

nasabah dan/atau Perusahaan termasuk atau tidak terbatas pada ilustrasi produk, brosur, kuitansi, polis dan/atau dokumen lainnya milik Perusahaan, yang dari waktu ke waktu

Dalam konteks penyuluhan kelautan dan perikanan, seseorang tersebut adalah lingkup PUSLUHDAYA KP dalam ruang lingkup yang kecil atau BPSDMP KP dalam ruang lingkup yang lebih

simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap rentabilitas ekonomi. Sedangkan untuk mengetahui signifikan pengaruh tingkat perputaran piutang dan tingkat perputaran

Pengumpulan data atau survei dilakukan hanya pada tempat yang biasanya menjadi asal dan tujuan responden, seperti: pusat-pusat perbelanjaan, sekolah, perkantoran dan perumahan.

Sebelum program KATPD semester 2, mahasiswa diwajibkan menyerahkan rencana judul penelitian Disertasi ke Ketua Program Studi atau ke bagian akademik.. KATPD semester 2

Untuk mengatakan bahwa hasil ulangan IPS terpadu adalah valid untuk mengukur tingkat kompetensi IPS terpadu siswa, maka perlu dibuktikan bahwa soal-soal tersebut telah

Setelah melaksanakan tindakan dan mengumpulkan berbagai data sesuai dengan tujuan perbaikan pembelajaran, maka langkah selanjutnya yang harus dilakukan oleh guru