• Tidak ada hasil yang ditemukan

KELIMPAHAN DAN KEANEKARAGAMAN IKAN KARANG PADA TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI FISH AGGREGATING DEVICE DONI PERYANTO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KELIMPAHAN DAN KEANEKARAGAMAN IKAN KARANG PADA TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI FISH AGGREGATING DEVICE DONI PERYANTO"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

KELIMPAHAN DAN KEANEKARAGAMAN IKAN KARANG PADA

TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI FISH AGGREGATING DEVICE

DONI PERYANTO

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Kelimpahan dan Keanekaragaman Ikan Karang pada Tempurung Kelapa sebagai Fish Aggregating Device” adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Mei 2014

Doni Peryanto NIM C44100076

(3)

ABSTRAK

DONI PERYANTO. Kelimpahan dan Keanekaragaman Ikan Karang pada Tempurung Kelapa sebagai Fish Aggregating Device. Dibimbing oleh ROZA YUSFIANDAYANI dan M. DAHRI ISKANDAR.

Berbagai cara bisa dilakukan untuk mengurangi upaya penangkapan di ekosistem terumbu karang. Salah satunya adalah menggunakan alat bantu berupa rumpon dasar yang diletakkan di dasar perairan sekitar terumbu karang. Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Pramuka pada bulan Agustus-Oktober 2013. Tujuan penelitian ini adalah menghitung tingkat keanekaragaman, kelimpahan dan mengidentifikasi pola tingkah laku ikan karang pada Fish Aggregating Device (FAD). Pada penelitian ini dilakukan uji coba penggunaan FAD tempurung kelapa yang dipasang dengan jarak dari terumbu karang alami sebesar 15 m (FAD 1), 10 m (FAD 2) dan 8 m (FAD 3). Metode pengambilan data yang digunakan adalah metode visual sensus. Data yang diperoleh berupa jumlah ikan karang yang dianalisis dengan menggunakan indeks Shanon-Wiener dan Anova. Hasil uji menunjukkan bahwa terdapat pengaruh perbedaan jarak antara FAD dan terumbu karang alami terhadap jumlah dan kelimpahan ikan karang di sekitar FAD. Nilai keanekaragaman pada FAD 1, 2, dan 3 masing-masing sebesar 2.299, 3.334, dan 3.485, serta nilai kelimpahan masing-masing FAD 1, 2, dan 3 sebesar 2666,666 Ind/Ha, 1866,666 Ind/Ha dan 3000 Ind/Ha. Ikan karang yang dominan adalah famili dari Pomacentridae dan Caesionidae dengan tingkah laku berenang mengitari FAD. Hasil kelimpahan ikan karang dan keanekaragaman masih tergolong kategori baik dengan nilai indeks keanekaragaman >3. Ini bisa dikategorikan sebagai Fish Aggregating Device.

(4)

ABSTRACT

DONI PERYANTO. The Abundance and Diversity of Coral Fish in Coconut Shell as Fish Aggregating Device. Supervised by ROZA YUSFIANDAYANI and M. DAHRI ISKANDAR.

Various ways can be done to reduce of catches effort in coral reef ecosystem. One of them is the use of FAD placed in the bottom waters around coral reef. The research was held from August until October 2013. The purpose of this study is to calculate the rate of coral fish diversity, abundance and fish behaviour as a Fish Aggregating Device. In this research, the coconut shells FAD were deployed at the 15 m (FAD 1), 10 m (FAD 2), and 8 m (FAD 3) away from natural reef. The number of coral fishes was obtained by using visual census method, then it was analyzed by Shannon-wiener index and Annova. The results showed that there was an impact from placing FAD in different distance on the number and abundance of coral fish. The diversity values for FAD 1, 2, 3 are 2.299, 3.334, and 3.485 consecutively. In addition, the abundance values for each FAD is 2666,666 Ind/Ha (FAD 1), 1866,666 Ind/Ha (FAD 2) and 3000 Ind/Ha (FAD 3). Most of fish attracted by these device were Pomacentridae and Caesionidae, their swimming behavior showed that they were looking for food surround FAD.The abundance and diversity value of coral fish around FAD was good, which the biodiversity index is >3. It could be categorized as Fish Aggregating Device.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

KELIMPAHAN DAN KEANEKARAGAMAN IKAN KARANG PADA

TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI FISH AGGREGATING DEVICE

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

(6)
(7)

Judul Skripsi : Kelimpahan dan Keanekaragaman Ikan Karang pada Tempurung Kelapa sebagai Fish Aggregating Device Nama : Doni Peryanto

NIM : C44100076

Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Disetujui oleh

Dr Roza Yusfiandayani, SPi Pembimbing I

Ir Mokhamad Dahri Iskandar, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Budy Wiryawan, MSc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat, sehingga skripsi ini bisa diselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Departeman Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Institut Pertanian Bogor dengan judul “Kelimpahan dan Keanekaragaman Ikan Karang pada Tempurung Kelapa sebagai Fish Aggregating Device”

Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari peran berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr Roza Yusfiandayani SPi, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan masukan, arahan serta bimbingan dalam penelitian.

2. Ir M.Dahri Iskandar MSi, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini. 3. Dr Yopi Novita SPi, MSi, selaku dosen penguji.

4. Vita Rumanti Kurniawati SPi, MT, selaku Komisi Pendidikan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan.

5. Bapak Mahyudin, Bapak Halimun dan Bapak Leo yang membantu dalam penyediaan transportasi dan penginapan.

6. Keluarga besar ibu, ayah dan kakak-kakak yang selalu memberikan semangat serta dukungan yang tiada henti.

7. Fisheries Diving Club (FDC-IPB), terutama diklat 29 yang selalu memberikan semangat dan membantu dalam penyelesaian penelitian. 8. Teman-teman seperjuangan di keluarga besar PSP 47 yang selalu

memberikan motivasi yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

9. Yuliyandari , perempuan spesial yang selalu memberikan semangat dan dukungan selama menyusun skripsi ini.

Penulis juga menyadari akan kekurangan pada skripsi ini, sehingga Penulis mengharapkan kritikan dan saran para pembaca. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya.

Bogor, Mei 2014 Doni Peryanto

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR LAMPIRAN xii

PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 3 METODE PENELITIAN 5

Waktu dan Tempat Penelitian 5

Alat 5

Metode Penelitian 5

Analisis Data 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

KESIMPULAN DAN SARAN 18

Kesimpulan 18

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 18

(10)
(11)

xii

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian 4

2 Peta lokasi penelitian Fish Aggregating Device 5

3 Konstruksi Fish Aggregating Device 6

4 Metode Pengamatan dengan Visual Sensus 7

5 Posisi penempatan Fish Aggregating Device 7

6 Kelimpahan ikan karang pada FAD 1 9

7 Kelimpahan ikan karang pada FAD 2 10

8 Kelimpahan ikan karang pada FAD 3 10

9 Jumlah spesies ikan karang pada FAD 1 11 10 Jumlah spesies ikan karang pada FAD 2 11 11 Jumlah spesies ikan karang pada FAD 3 12 12 Nilai Indeks Keanekaragaman dari masing-masing FAD 12 13 Perbedaaan lokasi penempatan Fish Aggregating Device 17

DAFTAR TABEL

1 Posisi dan aktifitas tingkah laku ikan karang saat pengamatan 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Fish Aggregating Device 20

2 Hasil uji statistik 20

3 Perbandingan jumlah spesies pada masing-masing FAD 20

(12)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perikanan di Kepulauan Seribu memiliki potensi yang sangat besar, terutama kontribusinya di perikanan karang di Indonesia. Kontribusi perikanan karang terhadap kebutuhan karang dunia mencapai 9-12 %, sehingga perlu di tingkatkan untuk menjaga stabilitas kontribusi perikanan karang dunia (White, 1987 yang diacu dalam Risamasu, 2000). Seiring berjalannya waktu, perikanan karang di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu mengalami penurunan akibat dari aktivitas manusia, salah satunya adalah dengan menggunakan bahan peledak (Terumbu Karang Jakarta, 2009). Berkurangnya potensi perikanan karang ini mengakibatkan penurunan hasil tangkapan nelayan di Pulau Pramuka. Tidak hanya itu, hal ini juga berdampak pada aktivitas nelayan yang semakin sulit untuk mencari daerah penangkapan ikan dan membutuhkan biaya yang lebih besar lagi untuk mencari daerah penangkapan ikan karang yang optimal. Oleh karena itu, diperlukan suatu alat bantu yang bisa membantu nelayan dalam menentukan daerah penangkapan ikan yang tidak membutuhkan biaya yang besar dan mendapatkan hasil tangkapan yang optimal.

Berbagai cara dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan yang ada untuk mencari alternatif eksploitasi sumberdaya yang tidak merusak serta ramah lingkungan dan meningkatkan produktivitas perairan melalui penerapan alat bantu berupa rumpon. Menurut Risamasu (2000) ada berbagai material yang digunakan dalam pembuatan rumpon, seperti ban mobil bekas, kendaraan bekas, beton, kapal rusak, bambu, dan batu.

Salah satu cara alternatif yang dapat digunakan untuk mengurangi tekanan penangkapan ikan dan perusakan terumbu karang alami adalah dengan penerapan dan penggunaan tempurung kelapa sebagai rumpon. Penggunaan tempurung kelapa ini tidak memiliki dampak yang mencemari lingkungan dan bahan-bahannya masih tergolong mudah untuk didapatkan. Penerapan kontruksi tempurung kelapa ini dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif rumpon dasar.

Penerapan rumpon dasar sebagai teknologi yang memberikan kepastian dalam hal daerah penangkapan ikan dan memberikan solusi bagi produktivitas dan efisiensi penangkapan. Suatu teknologi dibutuhkan dalam upaya untuk meningkatkan jumlah ikan karang dan sekaligus sebagai tempat mengumpulkan ikan. Salah satu nya adalah rumpon atau yang lebih dikenal dengan istilah Fish Agregation Device (FAD). Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 02/Men/2011, Fish Agregation Device (FAD) adalah alat bantu untuk mengumpulkan ikan dengan menggunakan berbagai bentuk dan jenis pemikat atau atraktor dari benda padat yang berfungsi untuk memikat ikan agar berkumpul. Secara garis besar, rumpon terbagi ke dalam 2 jenis rumpon yaitu rumpon hanyut dan rumpon menetap. Rumpon menetap terdiri dari rumpon permukaan dan rumpon dasar. Secara umum, rumpon terbagi menjadi 4 komponen, yaitu pelampung (float), tali (rope), pengumpul ikan (atractor) dan pemberat (sinker) (Yusfiandayani, 2004). Keberadaan suatu rumpon bisa menjadi tempat berkumpulnya ikan-ikan di suatu perairan. Menurut Samples dan Sproul

(13)

2

(1985) yang diacu dalam Yusfiandayani (2004), tertariknya ikan yang berada di sekitar rumpon disebabkan oleh beberapa hal, antara lain sebagai tempat berteduh, tempat mencari makan, tempat meletaknya telur-telur, tempat berlindung dari predator dan tempat titik acuan navigasi bagi ikan-ikan tertentu. Pemasangan rumpon di atur dalam SK Mentan No. 51/Kpts/IK.250/1/97, dengan syarat-syaratnya antara lain tidak menggangu alur pelayaran, tidak di pasang dengan jarak antar rumpon kurang dari 10 mil dan tidak mengganggu pergerakan ikan.

Lokasi penempatan FAD ini memiliki peran yang penting terhadap kelimpahan ikan karang yang berkumpul di sekitar FAD. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan jarak lokasi pemasangan FAD terhadap terumbu karang alami. Pada penelitian ini ditempatkan 3 FAD dengan jarak pemasangan yang berbeda dari terumbu karang alami, yaitu sebesar 15 m (FAD 1), 10 m (FAD 2) dan 8 m (FAD 3). Adapun dasar penempatan jarak lokasi FAD yang berbeda terhadap terumbu karang alami adalah untuk mengetahui pengaruh jarak terhadap jumlah ikan karang yang berkumpul pada masing-masing FAD.

Perumusan Masalah

Permasalahan di Kepulauan Seribu adalah terumbu karang yang rusak akibat dari penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan dan dampaknya terhadap tingkat biodiversitas di perairan. Permasalahan lainnya adalah aktivitas masyarakat di sekitar Pulau Pramuka yang melakukan kegiatan yang berdampak terhadap kondisi ekosistem terumbu karang, seperti penangkapan ikan dengan cara menginjak karang dan jangkar kapal yang di turunkan di lokasi terumbu karang, serta pengambilan terumbu karang yang dijadikan sebagai pondasi rumah.

Permasalahan yang muncul semakin meningkat setiap tahunnya, sehingga dibutuhkan inovasi baru dalam pencarian teknologi alternatif yang sederhana, ramah lingkungan, murah dan dapat meningkatkan produksi nelayan serta biodiversitas perairan ekosistem terumbu karang. Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Menghitung nilai keanekaragaman ikan karang di tempurung kelapa., 2. Menganalisis tingkat kelimpahan ikan karang di tempurung kelapa., dan 3. Mengidentifikasi tingkah laku ikan karang yang berada di sekitar tempurung

(14)

3

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain:

1. Memberikan informasi tentang tingkat biodiversitas ikan karang pada tempurung kelapa sebagai Fish Aggregating Device., dan

2. Mengetahui pola tingkah laku ikan karang secara umum terhadap tempurung kelapa di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.

(15)

4 ……….….Latar belakang …..…..………...Permasalahan ………..……….….Input ………...Proses ………...Output ………...Tujuan Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

Fish Aggregating Device

Habitat Biota Laut Penunjang SDI Rehabilitasi terumbu karang Kemudahan tempurung kelapa Dampak aktivitas penangkapan Tekanan lingkungan tinggi Penggunaan tempurung kelapa sebagai terumbu buatan Indikator biologis

Analisis Kelimpahan dan Keanekaragaman Ikan Karang pada

Tempurung Kelapa sebagai FAD Pengamatan visual sensus

ikan karang

Analisis kelimpahan

Potensi untuk penangkapan ikan dan

sebagai FAD Tingkat keanekaragaman dan kelimpahan Tingkah laku ikan karang

(16)

5

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober 2013 di Selatan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Peta lokasi penelitian bisa di lihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian terumbu karang buatan

Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Terumbu karang buatan berbahan tempurung kelapa (Coconut Reef).,

2. Underwater Camera sebagai alat untuk dokumentasi ikan karang pada

tempurung kelapa.,

3. Penggaris untuk mengukur panjang ikan yang terdapat di sekitar tempurung kelapa.,

4. Alat Scuba Diving dan perlengkapannya yang digunakan dalam pengambilan data penelitian.,

5. Kapal untuk transportasi menuju lokasi penelitian.,

6. Pensil dan kertas newtop bawah air yang digunakan untuk mencatat data pada saat pengamatan.,

7. Roll meter yang digunakan untuk mengukur luasan tempurung kelapa., dan

8. Buku identifikasi ikan karang.

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan pengambilan data langsung di lapangan. Data yang dikumpulkan adalah data primer, dengan menggunakan metode visual sensus ikan karang. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dan monitoring terhadap kontruksi tempurung kelapa.

(17)

6

Pembuatan dan Perendaman Kontruksi Tempurung Kelapa

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tempurung kelapa yang dibuat sebanyak 3 unit. Bahan-bahan tersebut dibuat secara bertahap yaitu dasar tempat tempurung kelapa yang terbuat dari semen yang dicetak dengan ketebalan 5 cm dengan memasang besi dan paralon sejumlah 9 buah. Besi dan paralon tersebut untuk tempat meletakkan tempurung kelapa. Berat satu besi dan paralon adalah 50 gram. Setiap unit kontruksi terdiri dari 45 buah tempurung kelapa (Pardede, 2012), seperti yang terlihat pada Gambar 3.

Sumber: Pardede, 2012

Gambar 3 Konstruksi Fish Aggregating Device

Penempatan 3 unit kontruksi berbahan tempurung kelapa di kedalaman antara 17-18 meter yang dilakukan pada bulan Maret tahun 2012 di selatan Pulau Pramuka oleh Pardede (2012) dan penelitian lanjutan oleh Nurlina pada bulan Agustus tahun 2013. Berdasarkan komunikasi pribadi Yusfiandayani dengan Mahyudin (2012) selaku pelaku dan pakar dalam transplantasi karang, pada saat 3 bulan setelah perendaman kontruksi tempurung kelapa ini sudah terjadi pertumbuhan soft coral yang menempel pada substrat berbahan tempurung kelapa ini.

Pengambilan Data di Lapangan

Pengambilan data ikan karang dilakukan dengan cara penyelaman SCUBA, pada pengambilan data ini menggunakan metode Pencacahan Visual (Underwater Visual Census). Data ikan karang yang diperoleh dianalisis dengan indeks keanekaragaman dan kelimpahan.

Pengamatan ikan karang di Fish Aggregating Device

Menurut English et al 1994, metode pengambilan data ikan karang menggunakan metode visual sensus dengan menggunakan transek sepanjang 50 meter, dengan asumsi 2,5 meter ke kanan dan kiri pencatat. hal ini sesuai dengan kebutuhan dan luasan yang di butuhkan pencatat. Namun, pada penelitian ini, Pengamatan ikan karang pada terumbu karang buatan menggunakan roll meter

(18)

7

skala 100 meter. Roll meter dibentangkan sepanjang 30 meter sejajar dengan posisi tempurung kelapa dan kontur kedalaman. Pencatatan ikan karang dilakukan dengan metode visual sensus sepanjang 30 meter dengan jarak 2,5 meter ke kiri dan kanan pencatat (Gambar 4).

Gambar 4 Metode Pengamatan dengan Visual Sensus

Pengamatan ikan karang pada Fish Aggregating Device ini dilakukan sesuai dengan posisi penempatan awal. FAD masing-masing di letakan secara miring dengan jarak antara FAD yang satu dengan yang lainnya sejauh 5 meter dan jarak lokasi pemasangan dengan terumbu karang alami sebesar 15 m (FAD 3), 10 m (FAD 2), serta 8 m (FAD 3) seperti yang terlihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Posisi penempatan Fish Aggregating Device

Metode visual sensus yang digunakan ini termasuk dalam kategori Medium Scalle methods yang memiliki kelebihan dalam membantu mengetahui stok sumberdaya ikan yang tersedia serta tidak membutuhkan biaya yang besar. Namun, metode ini memiliki kekurangan dalam kemampuan yang di miliki oleh pengambil data yang bisa mempengaruhi keakuratan data yang di ambil. Oleh karena itu, di butuhkan kemampuan seorang penyelam sekaligus pengambil data yang berpengalaman (English, et al, 1994).

(19)

8

Pengamatan tingkah laku ikan karang

Pengamatan terhadap tingkah laku ikan karang di tempurung kelapa dilakukan dengan cara pengamatan secara langsung dengan cara penyelaman menggunakan SCUBA. Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui tingkah laku ikan karang dan interaksinya terhadap tempurung kelapa, seperti mengetahui posisi renang ikan karang secara vertikal atau horizontal, status ikan yang soliter atau bergerombol dan alasan yang lainnya.

Analisis Data Kelimpahan ikan karang

Kelimpahan ikan adalah jumlah ikan yang ditemukan per satuan luas transek. Menurut Krebs (1972) yang diacu dalam Alfian (2005), kelimpahan ikan karang dihitung dengan menggunakan rumus:

Xi = x 10.000

Keterangan :

Xi : Kelimpahan ikan jenis ke-i; .xi : Jumlah jenis ke-i; dan

n : Luas transek

Indeks keanekaragaman (H’)

Indeks keanekaragaman (H’) adalah ukuran kekayaan jenis komunitas ikan karang dilihat dari jumlah spesies dalam suatu kawasan berikut jumlah individu dalam setiap spesiesnya. Tingginya keanekaragaman menunjukkan suatu ekosistem yang seimbang dan memberikan peranan yang besar untuk menjaga keseimbangan terhadap kejadian yang merusak ekosistem dan suatu spesies dibandingkan spesies lain. Ekosistem yang tidak seimbang akan mempengaruhi pakan sehingga jika pakan tidak tersedia maka keseimbangan cenderung akan terancam (Krebs 1972 yang diacu dalam Alfian 2005). Nilai indeks keanekaragaman (H’) menunjukkan distribusi individu-individu antar spesies ikan dalam komunitasnya. Semakin tinggi nilai indeks keanekaragaman, menujukkan keseimbangan makin baik. Untuk perhitungan digunakan indeks Shanon-Wiener :

Keterangan :

H’: Indeks keanekargaman Shanon-Wiener n : Jumlah spesies ikan karang; dan

pi: Proporsi jumlah ikan karang spesies ke-i terhadap jumlah total ikan karang pada stasiun pengamatan.

Kisaran indeks keanekaragaman diklasifikasikan untuk ikan karang adalah : H’ 2 : Keanekaragaman kecil, tekanan lingkungan kuat;

(20)

9

H’ > 3 : Keanekaragaman tinggi, terjadi keseimbangan ekosistem.

Analisis pengaruh jarak FAD dari terumbu karang alami terhadap jumlah spesies

Data jumlah spesies yang di dapatkan pada masing-masing FAD di uji dengan menggunakan analisis Anova (Santoso, 1999 yang di acu dalam pardede, 2012). Hipotesis untuk Uji-F ini yaitu:

Ho : Tidak terdapat pengaruh jumlah spesies pada FAD 1,2, dan 3 H1 : Terdapat pengaruh jumlah spesies pada FAD 1,2, dan 3 Dasar pengambilan keputusan:

Jika Fhit>Ftabel, maka tolak Ho, terima H1 Jika Fhit<Ftabel, maka terima Ho, tolak H1

Setelah di dapatkan nilai hipotesis, kemudian di lanjutkan dengan uji lanjutan BNT. Uji lanjutan BNT ini di gunakan jika hipotesis yang di dapatkan tolak Ho dengan nilai Fhit>Ftabel.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pengamatan komposisi ikan karang dari ke-3 tempurung kelapa dilakukan dengan metode visual sensus. Berdasarkan penelitian yang didapatkan dari pengamatan tempurung kelapa tersebut, didapatkan hasil seperti yang terlihat pada Gambar 6 di bawah ini.

Gambar 6 Kelimpahan ikan karang pada FAD 1

Kelimpahan ikan karang tertinggi terdapat pada ikan karang dari famili Labridae sebesar 2666,666 (Ind/Ha). Kelimpahan terendah pada ikan karang dari famili Siganidae dan Nemipteridae sebesar 333,333 (Ind/Ha).

(21)

10

Kelimpahan ikan karang pada FAD 2 dapat dilihat pada Gambar 7, seperti yang terlihat di bawah ini. Famili Pomacentridae merupakan famili ikan yang mendominasi.

Gambar 7 Kelimpahan ikan karang pada FAD 2

Kelimpahan ikan karang tertinggi terdapat pada ikan karang dari famili Pomacentridae sebesar 1866,666 (Ind/Ha). Kelimpahan terendah pada ikan karang dari famili Nemipteridae sebesar 400 (Ind/Ha).

Kelimpahan ikan karang pada FAD 3 termasuk tertinggi dari ke-3 FAD. Kelimpahan tertinggi pada famili Pomacentridae dan terendah pada famili Caesionidae, seperti yang terlihat pada Gambar 8 di bawah ini.

Gambar 8 Kelimpahan ikan karang pada FAD 3

Kelimpahan ikan karang tertinggi terdapat pada ikan karang dari famili Pomacentridae sebesar 3000 (Ind/Ha). Kelimpahan terendah pada ikan karang dari Famili Caesionidae sebesar 400 (Ind/Ha).

(22)

11

Jumlah spesies tertinggi pada FAD 1 adalah ikan Caesio cuning dan terendah ikan Siganus virgatus serta Scolopsis bilineatus. Komposisi jumlah ikan karang tersebut dapat dilihat pada (Gambar 9).

Gambar 9 Jumlah spesies ikan karang pada FAD 1

Jumlah spesies ikan karang tertinggi terdapat pada ikan Caesio cuning sebanyak 10 ekor. Ikan karang terendah terdapat pada ikan Siganus Virgatus dan Scolopsis bilineatus masing-masing sebanyak 5 ekor.

Pada FAD 2, komposisi jumlah ikan karang sangat bervariatif. Ikan Cheilinus fasciatus memiliki jumlah spesies tertinggi dan terendah terdapat pada ikan Pomacentrus mileri, seperti yang terlihat pada Gambar 10.

(23)

12

Jumlah spesies ikan karang tertinggi terdapat pada ikan Cheilinus fasciatus sebanyak 10 ekor. Jumlah ikan karang terendah terdapat pada ikan Pomacentrus mileri sebanyak 5 ekor.

Pada FAD 3 ditemukan jumlah ikan karang yang cukup melimpah. Ikan Sphaeramia nematoptera memiliki jumlah spesies tertinggi dan terendah pada ikan Dischistodus perspicilatus (Gambar 11)

Gambar 11 Jumlah spesies ikan karang pada FAD 3

Jumlah spesies ikan karang tertinggi terdapat pada ikan Sphaeramia nematoptera sebanyak 9 ekor, sedangkan terendah terdapat pada ikan Dischistodus perspicilatus sebanyak 5 ekor pada FAD 3. Komposisi jumlah ikan karang pada FAD 3 ini merupakan komposisi ikan karang tertinggi dibandingkan dengan FAD 1 dan 2.

Tingkat keanekaragaman dari ke-3 Fish Aggregating Device memiliki nilai yang berbeda-beda. Nilai indeks keanekaragaman ikan karang dari masing-masing Fish Aggregating Device dapat dilihat pada Gambar 12 di bawah ini.

(24)

13

Nilai indeks keanekaragaman masing-masing FAD 1, FAD 2, dan FAD 3 sebesar 2.299, 3.334, 3.485 artinya perairan ini memiliki nilai keanekaragaman yang masuk dalam kategori tinggi.

Pola tingkah laku ikan karang yang berada pada kontruksi berbahan tempurung kelapa ini memiliki pergerakan tingkah laku yang berbeda-beda. Terdapat 3 spesies ikan karang yang mendominasi secara keseluruhan di sekitar tempurung kelapa pada saat pengamatan. Tingkah laku ikan karang terhadap tempurung kelapa dapat di lihat di bawah ini pada Tabel 1.

Tabel 1 Posisi dan aktifitas tingkah laku ikan karang saat pengamatan No Jenis Ikan Kedalaman

air (m) Posisi relatif terhadap rumpon Aktifitas Ikan 1 Betok susu (Dischistodus perspicilatus) 17-18 m di samping dan di depan berenang di samping rumpon, bergerak naik turun, soliter, menyentuh dan mematok rumpon sambil mencari makan 2 Ekor kuning (Caesio cuning) 17-18 m di samping dan di atas berenang di samping rumpon sambil bergerak mengitari rumpon, schooling dan mencari makan 3 Nori merah (Cheilinus fasciatus) 17-18 m di depan, di samping dan di atas bergerak turun naik mengitari rumpon, sambil mencari makan dan soliter

Uji statistik dengan menggunakan analisis Anova, didapatkan nilai Fhit>Ftabel, dengan nilai Fhit sebesar 85.21677 dan Ftabel sebesar 3.219942. Hipotesis ini menyatakan bahwa tolak Ho dan terima H1, dengan asumsi Ho merupakan tidak terdapat pengaruh jumlah spesies dan H1 merupakan terdapat pengaruh jumlah spesies pada FAD 1, 2, dan 3. Uji lanjutan BNT dilakukan untuk mengetahui pengaruh jarak terhadap jumlah spesies dari masing-masing FAD (Lampiran 2). Analisis statistik menunjukkan terdapat pengaruh jarak terhadap perbedaan jumlah spesies yang ditemukan di FAD 1, 2, dan 3. Pengaruh terbesar di pengaruhi oleh FAD 3 yang memiliki nilai uji beda nyata tertinggi dibandingkan dengan yang lainnya, sehingga keberadaan FAD 3 mempengaruhi jumlah spesies ikan yang ditemukan di masing-masing FAD. Pengaruh terbesar dari FAD 3 ini dikarenakan lokasi FAD 3 berada pada lokasi

(25)

14

yang lebih dekat dengan ekosistem terumbu karang alami di bandingkan dengan FAD yang lainnya.

Pembahasan

Kelimpahan ikan karang yang mendominasi dari masing-masing FAD adalah ikan karang dari famili Pomacentridae dan Labridae. Ikan-ikan karang dari famili ini merupakan ikan karang yang termasuk ke dalam kategori ikan target. Banyaknya ikan karang dari famili tersebut menunjukkan prospek yang sangat baik untuk perikanan karang.

Penempatan FAD berbahan tempurung kelapa ini juga didapatkan ikan-ikan karang yang tergolong kedalam kategori ikan indikator, seperti ikan dari famili Caetodontidae, kategori ikan mayor, seperti ikan dari famili Pomacentridae serta ikan target, seperti ikan dari famili Caesionidae. Tempurung kelapa ini juga bisa dijadikan sebagai rumpon dasar.

Ikan karang yang mendominasi pada FAD 1, FAD 2, FAD 3 adalah ikan karang dari famili Pomacentridae dan Labridae yang merupakan famili ikan yang menjadi target penangkapan oleh nelayan di Pulau Pramuka dan sekitarnya. Hal ini dikarenakan famili dari ikan karang tersebut memiliki nilai jual yang cukup tinggi seperti ikan Betok Susu (Dischistodus prosopotaenia) dan ikan Ekor Kuning (Caesio cuning). Hal ini juga sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pardede (2012) yang mengatakan bahwa famili ikan karang yang mendominasi pada kontruksi tempurung kelapa tersebut adalah famili Pomacentridae, Caesionidae, Labridae dan Scaridae. Keberadaan tempurung kelapa ini di setiap perairan akan menjadikan perairan tersebut memiliki ikan karang yang melimpah dan sekaligus bisa membantu meningkatkan hasil tangkapan nelayan pancing yang ada di Pulau Pramuka dan sekitarnya. Adapun jenis alat tangkap yang bisa digunakan untuk memanfaatkan kelimpahan ikan karang pada lokasi penempatan FAD adalah alat tangkap bubu tambun. Alat tangkap bubu tambun ini termasuk alat tangkap yang ramah lingkungan dan sangat cocok di operasikan di perairan sekitar terumbu karang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pardede (2012) di lokasi FAD yang sama mendapatkan hasil tangkapan bubu tambun sebanyak 97 ekor yang terdiri dari 13 spesies dan 10 famili.

Perbedaan jumlah spesies yang di temukan pada masing-masing FAD menunjukkan adanya pengaruh jarak FAD dari terumbu karang alami, sehingga mempengaruhi jumlah spesies yang di temukan. Semakin dekat jarak FAD dari terumbu karang alami, maka akan semakin tinggi jumlah spesies ikan karang yang ditemukan. Begitu juga sebaliknya, jika semakin jauh jarak FAD dari terumbu karang alami, maka akan semakin rendah jumlah spesies ikan karang yang di temukan.

Nilai indeks keanekaragaman masing-masing Fish Aggregating Device sebesar 2.299, 3.334, 3.485 artinya perairan ini memiliki nilai keanekaragaman yang masuk dalam kategori tinggi (Krebs 1972 yang diacu dalam Alfian 2005). Nilai indeks keanekaragaman masing-masing FAD 1, FAD 2, FAD 3 berbahan tempurung kelapa sebesar 2.299, 3.334, 3.485 artinya perairan ini memiliki nilai

(26)

15

keanekaragaman yang masuk dalam kategori tinggi. Tingkat keanekaragaman yang tinggi ini menunjukkan daya dukung dan keseimbangan yang sangat baik pada ekosistem tersebut (Krebs 1972 yang diacu dalam Alfian 2005). FAD ini juga memiliki peran dalam menigkatkan biodiversitas ikan karang yang ada di Pulau Pramuka, khususnya di wilayah selatan Pulau Pramuka. Hal ini terlihat dari nilai keanekaragaman ikan karang yang rata-rata memiliki nilai > 3 yang berarti bahwa terdapat keseimbangan ekosistem yang semakin baik, serta tidak adanya individu yang mendominasi pada ekosistem tersebut. Ini menunjukkan bahwa pada perairan tersebut nilai biodiversitas ikan karangnya cukup melimpah, hal ini juga di pengaruhi oleh adanya FAD ini yang juga merupakan tempat berkumpul dan memijah ikan karang di sekitarnya. Kemampuan FAD ini memikat ikan karang untuk berkumpul di sekitar terumbu karang buatan dapat dikategorikan sebagai rumpon dasar. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Subani (1972) yang diacu dalam Yusfiandayani (2004) bahwa rumpon merupakan alat bantu penangkapan ikan dengan cara memikat dan mengumpulkan ikan. FAD berbahan tempurung kelapa ini juga termasuk kedalam rumpon dasar yang bertanggungjawab, karena tidak berdampak buruk bagi lingkungan.

Hal lain yang juga mempengaruhi nilai indeks keanekaragaman adalah dari faktor aktivitas penangkapan ikan yang mulai menurun di sekitar lokasi penempatan FAD. Ini terbukti dari pengamatan dan komunikasi dengan masyarakat serta nelayan sekitar, sehingga nilai yang di dapatkan memiliki kategori yang cukup baik. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pardede pada tahun 2012, di dapatkan nilai indeks keanekaragaman ikan karang yang terdapat di FAD adalah sebesar 1,68, ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan keanekaragaman ikan karang pada lokasi FAD. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi FAD yang masih belum di penuhi seluruhnya oleh alga ataupun hewan karang, sehingga peningkatan keanekaragaman ikan karang dipengaruhi juga oleh pertambahan umur dan lamanya FAD di perairan. Meningkatnya kelimpahan dan keanekaragaman ikan karang pada FAD berbahan tempurung kelapa ini juga di pengaruhi oleh ukuran rongga dari susunan tempurung kelapa. Beberapa studi menunjukkan bahwa ukuran rongga (hole size) dan jumlah mempengaruhi assemblages (Bortone dan Kimmel, 1991 yang diacu dalam Mayasari, 2008). Menurut Shulman (1984) menyatakan bahwa rongga mampu menghindarkan ikan dari predator, meningkatkan rekrut juvenile, jumlah spesies dan densitas total ikan.

Keberadaan tempurung kelapa ini sebagai rumpon dasar di suatu perairan sangat penting bagi keberlanjutan ikan karang. Menurut Asikin (1985) yang diacu dalam Yusfiandayani (2004), fungsi rumpon bagi ikan antara lain sebagai tempat bersembunyi, tempat memijah, dan tempat berlindung bagi ikan-ikan tertentu. Hal ini juga terlihat dari hasil pengamatan secara langsung tingkah laku ikan karang yang berinteraksi dengan FAD. Tingkah laku ikan karang tersebut merupakan bagian dari cara ikan karang untuk berlindung, mencari makan atau tempat memijah. Keberadaan tingkah laku ikan karang terhadap FAD juga terlihat dari jenis ikan karang yang di temukan, yaitu ikan karang pemakan plankton dan alga yang menempel pada FAD (Tabel 1).

FAD berbahan tempurung kelapa ini tidak hanya membantu meningkatkan biodiversitas ekosistem terumbu karang, namun FAD berperan juga dalam merehabilitasi ekosistem terumbu karang yang sudah mengalami kerusakan. Hal

(27)

16

ini bisa di lihat dari tumbuhnya beberapa organisme baru yang menempel seperti tumbuhnya spesies jenis Didemnum molle. Pada kontruksi FAD berbahan tempurung kelapa ini terdapat Didemnum molle yang menempel pada tempurung kelapa. Hal ini karena kontruksi tempurung kelapa yang sangat cocok sebagai tempat untuk menempel dan tidak mudah terlepas dari pengaruh arus, sehingga dari ketiga FAD ini ditemukan 8 Didemnum molle dengan spesies yang sama. Tumbuhnya Didemnum molle ini memiliki prospek yang sangat penting bagi dunia perikanan dan kelautan Indonesia. Hal ini karena, Didemnum molle ini memiliki kandungan zat bioaktif antifouling (Aulia, 2011). Zat antifouling ini dimanfaatkan untuk melapisi cat pada permukaan lambung kapal, agar bisa bertahan lebih lama dari organisme perusak lambung kapal Sehinga dengan munculnya spesies jenis tersebut juga ikut membantu dalam menyeimbangkan siklus rantai makanan yang ada di sekitar terumbu karang buatan tersebut dan perlahan akan semakin membantu merehabilitasi ekosistem terumbu karang di sekitarnya.

Pada FAD juga terdapat siklus rantai makanan yaitu dengan ditemukannya ikan dari famili Caesionidae, Chaetodontidae dan Pomacentridae yang merupakan beberapa ikan pemakan plankton dan alga (Terumbu Karang Jakarta, 2009). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nurlina (2013), ditemukannya plankton Rhizosolenia dan Leptocylindricus pada isi perut ikan yang terdapat padaFAD. Plankton tersebut merupakan salah satu indikator kondisi perairan yang baik menurut Microbewiki (2010) dan red-tide (1999) yang diacu dalam Nurlina (2013).

Penelitian mengenai FAD berbahan tempurung kelapa ini juga pernah dilakukan sebelumnya, yaitu pada tahun 2008 oleh Ampou yang bekerjasama dengan Balai Penelitian dan Observasi Laut, yang dikenal dengan istilah “Bioreeftek” yang diletakan pada kedalaman 5-10 meter dengan ukuran 45x35 cm. Lokasi peletakan Bioreeftek ini telah dilakukan dibeberapa lokasi di perairan Indonesia, seperti Bali, NTT, Kupang, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Sumbawa. Bioreeftek ini diletakkan pada terumbu karang alami (TKA). Menurut Ampou (2012), penempatan Bioreeftek ini di perairan sebagai tempat menempel hewan atau larva planula yang akan nantinya merekrut larva planula karang secara alami. Pertumbuhan individu karang yang tumbuh pada Bioreeftek ini cukup banyak dan bervariasi. Hal ini berbeda dengan hasil yang didapatkan pada penelitian pada skripsi ini, Karena belum adanya pertumbuhan individu karang yang terlihat.

Terjadinya perbedaaan hasil pertumbuhan karang di FAD berbahan tempurung kelapa ini dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ampou (2012) disebabkan oleh penempatan kontruksi berbahan tempurung kelapa di daerah terumbu karang alami yang memiliki kondisi terumbu karang yang baik, hal ini bertujuan untuk membantu merangsang pertumbuhan individu karang di kontruksi tempurung kelapa. Namun, pada penelitian skripsi ini kontruksi FAD berbahan tempurung kelapa hanya diletakkan di daerah perairan yang tidak terdapat terumbu karang alami, sehingga hasil pertumbuhan terumbu karang ini juga berbeda hasil yang didapatkan (Gambar 13).

(28)

17

a) Tempurung kelapa diletakkan b) Tempurung kelapa diletakkan di TKA di subsrat pasir

c) Pertumbuhan karang belum jelas d) Pertumbuhan karang sangat jelas Sumber: Ampou (2012)

Gambar 10 Perbedaaan lokasi penempatan dan pertumbuhan kontruksi tempurung kelapa.

Perbedaan pertumbuhan individu karang pada kontruksi FAD berbahan tempurung kelapa ini juga di pengaruhi oleh faktor lokasi perairan, seperti tingkat kecerahan dan kedalaman. Hal itu sangat mempengaruhi tingkat intensitas cahaya yang masuk kedalam perairan, sehingga bisa mempengaruhi tingkat pertumbuhan individu karang. Tidak hanya berdampak secara ekologis, penerapan FAD juga memiliki dampak bagi pariwisata dan pendapatan daerah, yaitu sebagai tempat sport fishing dan wisata bawah air (diving). Sistem penerapan FAD dari tempurung kelapa ini sangat perlu di kembangkan lebih lanjut dan melalui penerapan yang sesuai prosedur agar tidak merusak atau berdampak negatif bagi lingkungan. Secara umum, jika semakin banyak FAD ini diletakkan di dasar perairan, maka akan semakin besar potensi peningkatan biodiversitas ikan karang. Namun, penempatan FAD ini harus mengikuti prosedur yang ada agar tidak berdampak buruk bagi lingkungan, hal ini sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian tentang Pemasangan rumpon yang di atur dalam SK Mentan No. 51/Kpts/IK.250/1/97, dengan syarat-syaratnya antara lain tidak menggangu alur pelayaran, tidak di pasang dengan jarak antar rumpon kurang dari 10 mil dan tidak mengganggu pergerakan ikan.

(29)

18

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini adalah:

1. Nilai keanekaragaman ikan karang pada FAD berbahan tempurung kelapa memiliki nilai masing-masing FAD 1, FAD 2, dan FAD 3 sebesar 2.299, 3.334, dan 3.485 yang termasuk dalam kategori sangat baik.

2. Tingkat kelimpahan ikan karang pada FAD berbahan tempurung kelapa memiliki kelimpahan masing-masing FAD 1, FAD 2, dan FAD 3 sebesar 666,666 Ind/Ha, 666,666 Ind/Ha, dan 600 Ind/Ha yang didominasi oleh famili Pomacentridae dan Caesionidae.

3. Pola tingkah laku ikan karang pada FAD berbahan tempurung kelapa menunjukkan pola tingkah laku ikan karang yang bergerak secara vertikal dan horizontal serta mengelilingi kontruksi tempurung kelapa.

Saran

Saran dari penelitian ini adalah perlu adanya penelitian lebih lanjut secara berkala mengenai kekuatan bahan tempurung kelapa sebagai Fish Aggregating Device dan faktor oseanografi yang dapat mempengaruhi kekuatan tempurung kelapa tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Ampou et al. 2012. Rehabilitasi Terumbu Karang dengan Bioreeftek Untuk Penguatan Katahanan Pangan di Nusa Penida dan Pemuteran, Bali. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Alfian F. 2005. Pemanfaatan Terumbu Karang Buatan sebagai Daerah Penangkapan Ikan Alternatif di Perairan Pulau Sebesi, Lampung. Skripsi. [tidak dipublikasikan] Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 56 hal.

Aulia, Ulfa Ni’mal. 2011. Eksplorasi Potensi dan Fungsi Senyawa Bioaktif Ascidian Didemnum Molle sebagai Antifouling. Skripsi. Bogor : Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

English, et al. 1994. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Townsville : Australian Institut of Marine Science.

Gerald Allen, et al. 2003. Reef Fish Identification Trofical Pacific. California, USA.

Mayasari, Dina. 2008. Perbandingan Hasil Tangkapan Bubu pada Terumbu Karang Buatan Bambu dan Ban di Sekitar Pulau Pramuka, Kepulauan

(30)

19

Seribu. PascaSarjana. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pardede, F.M. 2012. Efektivitas Terumbu Buatan Berbahan Dasar Tempurung Kelapa sebagai Fish Aggregating Device di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu. Skripsi. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Risamasu, Fonny. J.L. 2000. Studi Perbandingan Terumbu Karang Buatan: Modul Kayu, Modul Bambu, Modul Beton di Perairan Hansisi, Semau Kupang [thesis]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Shulman, M. 1984. Resource Limitation and Recruitment Patterns in a Coral Reef Assemblage. Journal Experimental of Marine Biology and Ecology 74:85-109.

SK MENTAN. 1997. Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 51/Kpts/IK250/1/97 Tentang Pemasangan dan Pemanfaatan Rumpon. Jakarta.

Permen KP. 2011. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.02/Men/2011. Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan dI Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Jakarta.

Yusfiandayani, R. 2004. Studi Tentang Mekanisme Berkumpulnya Ikan Pelagis Kecil di Sekitar Rumpon dan Pengembangan Perikanan di Perairan Pasauran, Propinsi Banten. [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(31)

20

LAMPIRAN

1 Kontruksi FAD berbahan tempurung kelapa

Sumber: Dokumentasi pribadi 2 Hasil metode uji statistik beda nyata

Uji beda nyata :

Perlakuan Rerata (x) Beda selisih BNT

0.05 (X-A) (X-B) FADs 1 3.33333333 -5.93333333 -2.73333 1.057598 FADs 2 6.06666667 -3.2 FADs 3 9.26666667 ANOVA

Source of Variation SS df MS F F crit

Between Groups 264.5778 2 132.2889 85.21677 3.219942

Within Groups 65.2 42 1.552381

(32)

21

Tabel 1 Perbandingan jumlah spesies pada masing-masing FAD

Ulangan ke-

Jumlah Spesies

FAD 1 FAD 2 FAD 3

1 2 4 9 2 4 8 10 3 4 4 9 4 2 5 8 5 3 6 11 6 3 8 10 7 5 7 8 8 4 9 9 9 3 4 9 10 3 8 10 11 4 5 8 12 4 5 11 13 3 6 9 14 4 7 8 15 2 5 10 Total 50 91 139

(33)

22

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Nelan Indah, Kecamatan Teramang Jaya, Kabupaten Muko Muko, Provinsi Bengkulu pada tanggal 31 Januari 1992 dari ayah Nasrun. M. dan ibu Rosmiati. Penulis adalah putra ke delapan dari sembilan bersaudara. Pada tahun 2010 penulis lulus dari SMA HUTAMA Pondok Gede, Bekasi dan pada tahun yang sama penulis lulus masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Talenta Mandiri IPB dan diterima di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten Praktikum Mata Kuliah Iktiologi, Rakayasa Tingkah Laku Ikan, Biologi Laut pada tahun 2012/2013 dan asisten Praktikum Mata Kuliah Avertebrata Air pada tahun 2013/2014. Penulis juga aktif dalam kegiatan di kampus seperti Anggota Gugus Disiplin Asrama TPB 2010/2011, Kadept Litbangprof HIMAFARIN IPB 2013/2014, Kadiv Divisi Peralatan Selam FDC-IPB 2013/2014, Ketua Hari Berlabuh FDC-IPB ke-25 tahun 2012. Penulis juga ikut serta dalam penulisan buku ilmiah simulasi penelitian ekosistem terumbu karang FDC-IPB di Pulau Pramuka tahun 2011 dan penulisan buku ilmiah Mariteam Expedition II HIMAFARIN IPB tahun 2013. Penulis pernah mengikuti kegiatan penelitian ekosistem terumbu karang bersama FDC-IPB dalam kegiatan Ekspedisi Zooxanthellae XII di Desa Temajuk, Kalimantan Barat pada tahun 2012 dan sebagai pemakalah pada Seminar Nasional Perikanan Tangkap V tahun 2013. Penulis juga merupakan peserta SKKNI bidang penangkapan ikan pada tahun 2013. Penulis pernah mempublishkan dua karya tulisannya di Indonesia Maritime Magazine pada tahun 2014.

Penulis menyelesaikan studi di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dengan melakukan penelitian yang berjudul “Kelimpahan dan Keanekaragaman Ikan Karang Pada Tempurung Kelapa sebagai Fish Aggregating Device” di bawah bimbingan Dr Roza Yusfiandayani,SPi. dan Ir M. Dahri Iskandar, MSi.

Gambar

Gambar 3 Konstruksi Fish Aggregating Device
Gambar 4 Metode Pengamatan dengan Visual Sensus
Gambar 7 Kelimpahan ikan karang pada FAD 2
Gambar 9 Jumlah spesies ikan karang pada FAD 1
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis Ability to Pay (ATP) pada responden calon pengguna Jalan Tol Solo - Karanganyar dapat disimpulkan bahwa rata-rata nilai ATP responden adalah

Sebaliknya apabila harga intrinsiknya lebih kecil dibandingkan dengan harga pasarnya sebaiknya investor tidak membeli ataupun menjual saham perusahaan tersebut

Namun terlepas dari itu semuanya kenya- taan tetaplah harus dihadapi, bahwa tidak semua warga Negara ini memiliki kemampuan dana yang cukup mendapatkan rumah

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga Agustus 2015 dengan menggunakan metode pengukuran secara time series selama tiga tahun (2013, 2014, dan 2015) pada

Simpan file dengan nama “Nikel” dan save as .txt (tab delimited) dengan cara klik file, klik save as, isikan pada “file name” Nikel, dan pada “save as type” pilih Text

Tahapan pengembangan LKPD yaitu: menganalisa kebutuhan dan karakteristik siswa, persiapan desain awal produk dengan mengumpulkan materi dan gambar-gambar yang disajikan

Sebelumnya kalian telah mempelajari grafik fungsi kuadrat. Daerah Sebelumnya kalian telah mempelajari grafik fungsi kuadrat. Daerah grafik fungsi kuadrat berupa

• Degree of bodily arousal influences the intensity of emotion felt Schachter’s Theory Type Intensity Emotion (Fear) Perception (Interpretation of stimulus-- danger) Stimulus