• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Mengemudi Berisiko. Perilaku mengemudi dengan kecepatan tinggi, tailgating, menerobos rambu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Mengemudi Berisiko. Perilaku mengemudi dengan kecepatan tinggi, tailgating, menerobos rambu"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

9

A. Mengemudi Berisiko 1. Pengertian Mengemudi Berisiko

Perilaku mengemudi berisiko merupakan suatu perilaku mengemudi yang membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan di sekitarnya. Perilaku mengemudi dengan kecepatan tinggi, tailgating, menerobos rambu lalu lintas, belok tanpa memberi tanda dan sering berubah-ubah jalur saat mengemudi merupakan suatu perilaku mengemudi berisiko (Dulla & Geller, 2004). Steinberg (dalam Ross, Jongen, Brijis, Ruiter, Brijis & Wets, 2014) menjelaskan bahwa mengemudi berisiko merupakan suatu perilaku mengemudi yang dapat menjadi ancaman bagi diri sendiri dan orang lain di sekitarnya.

Iversen (2004) menjelaskan bahwa mengemudi berisiko berkaitan dengan perilaku pelanggaran lalu lintas, mengemudi dengan kecepatan tinggi, pengemudi yang nekat, tidak menggunakan sabuk pengaman serta meminum minuman keras dan mengemudi. Penjelasan lain mengenai mengemudi berisiko dijelaskan oleh Willemsen, Dula, DcClercq dan Verhaeghe (2008) yaitu mengemudi berisiko merupakan perilaku mengemudi kendaraan yang membahayakan namun tidak ditujukan secara sengaja untuk membahayakan atau menyakiti diri sendiri maupun pengendara lain dan penumpangnya. Selanjutnya Ferreira, Martinez dan Guisande (2009) menjelasan bahwa

(2)

mengemudi berisiko merupakan perilaku mengemudi yang dapat menimbulkan bahaya maupun ancaman. Bahaya tersebut dapat berupa kerusakan dan kecelakaan yang merugikan diri sendiri, orang lain dan fasilitas jalan raya serta menimbulkan ancaman berupa kematian dari perilaku mengemudi berisiko tersebut.

Jonah (1997) menjelaskan bahwa perilaku mengemudi berisiko dapat didasarkan oleh perasaan mencari sensasi atau pengalaman, sehingga menyebabkan seseorang terdorong untuk melakukan perusakan atau mengemudi dengan kecepatan tinggi dan mengemudi secara bahaya demi tercapainya pengalaman dan sensasinya dalam dirinya. Lebih lanjut lagi Jonah (1997) menjelaskan bahwa keterlibatan dalam sebuah kecelakaan lalu lintas merupakan tolok ukur dari mengemudi berisiko, dimana pengemudi kendaraan dianggap bersalah dalam kecelakaan tersebut.

Blows, Ameratunga, Ivers, Lo dan Norton (2005) mengemukakan bahwa mengemudi berisiko berkaitan dengan cedera pada pengemudi. Sedangkan Begg dan Langley (2001) menjelaskan bahwa perilaku mengemudi berisiko dianggap sebagai bagian dari sindrom perilaku yang bermasalah atau perilaku nekat. Penjelasan lain mengenai mengemudi berisiko diungkapkan oleh Zimbaro, Keough dan Boyd (1997) yang menjelaskan bahwa perilaku mengemudi berisiko merupakan interaksi dari keterampilan mengemudi dan etika sosial dan mengemudi berisiko dapat menyebabkan kecelakaan yang berupa cedera bahkan hingga kematian.

(3)

Pola mengemudi berisiko dapat diprediksi melalui sifat kepribadian seseorang (Seibokaite, Endriulaitine, Marksaityte, Matulaiteine & Pranckeviciene, 2014). Schwebel, Severson, Ball dan Rizzo (2006) menjelaskan bahwa perilaku mengemudi berisiko dapat dilihat dari sifat kepribadian mencari sensasi, sifat berhati-hati dan sifat marah atau bermusuhan. Beck, Daughters dan Ali (2013) menjelaskan bahwa perilaku mengemudi berisiko dapat dilihat dari perilaku mengemudi dengan kecepataan tinggi, mengemudi dalam keadaan mabuk, mengemudi dalam keadaan marah dan agresif serta mendapatkan surat tilang dari berbagai kecelakaan maupun pelanggaran.

Berdasarkan penjelasan dari beberapa tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa mengemudi berisiko merupakan suatu perilaku membawa kendaraan yang dapat menimbulkan bahaya seperti melakukan pelanggaran lalu lintas, mengemudi dengan kecepatan tinggi dan tidak menggunakan atribut keselamatan berkendara saat mengemudi. Perilaku tersebut dapat membahayakan pengemudi itu sendiri maupun orang lain di sekitarnya.

2. Aspek-aspek Mengemudi Berisiko

Mengemudi berisiko merupakan perilaku membawa kendaraan yang dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Terdapat beberapa aspek yang mempengaruhi mengemudi berisiko. Beck dkk (2013) menjelaskan terdapat empat hal yang menjadi aspek mengemudi berisiko, yaitu:

(4)

a. Speed over the limit, yaitu mengemudikan kendaraan dengan sangat kencang dan melebihi batas kecepatan yang sewajarnya, yaitu lebih dari 60 km/jam di jalan raya dan 80 km/jam di jalan bebas hambatan.

b. Using cell phone, yaitu menggunakan telepon seluler saat mengemudikan kendaraan.

c. Drowsy, yaitu mengemudikan kendaraan dengan keadaan mengantuk. d. Drinking, yaitu mngemudikan kendaraan dengan kondisi mabuk atau

setelah meminum minuman keras (alkohol).

Lebih lanjut mengenai aspek mengemudi berisiko diungkapkan oleh Elliott, Baughan dan Sexton (2007) terdapat 5 aspek dari mengemudi berisiko yaitu kesalahan lalu lintas (traffic errors), kesalahan kontrol (control errors), pelanggaran kecepatan (speed violations), kinerja yang berbahaya (performance of stunts) dan penggunaan peralatan keselamatan (use of safety equipment).

Iversen (2004) menjelaskan ada tujuh aspek mengemudi berisiko, yaitu:

a. Pelanggaran lalu lintas atau mengemudi dengan kecepatan tinggi (violation of traffic rules/speeding), yaitu perilaku pengemudi yang mengemudi kendaraannya dengan kecepatan di atas rata-rata dan melakukan berbagai pelanggaran-pelanggaran lalu lintas seperti menerobos lampu merah dan melanggang rambu-rambu lalu lintas.

(5)

b. Pengemudi yang nekat (reckless driving/funriding), yaitu perilaku pengemudi yang mengemudi kendaraannya secara nekat dan tanpa perhitungan.

c. Tidak menggunakan sabuk pengaman (not using seat belts), yaitu pengemudi yang tidak menggunakan peralatan keselamatan selama mengemudi seperti tidak menggunakan sabuk pengaman bagi pengendara mobil dan tidak menggunakan helm bagi penggendara sepeda motor. d. Mengemudi dengan hati-hati dan waspada (cautions and watchful driving),

yaitu perilaku pengemudi yang mengendarai kendaraannya dengan penuh hati-hati dan waspada dengan keadaan sekitarnya.

e. Mengemudi dan meminum minuman keras (dringkin and driving), yaitu pengemudi yang mengendarai kendaraannya setelah meminum minuman keras.

f. Perhatian terhadap anak-anak di lalu lintas (attentiveness towards children in traffic), yaitu pengemudi yang memperhatikan keberadaan anak-anak di sekitar lalu lintas.

g. Mengemudi di bawah kecepatan (driving below speed limits), yaitu pengemudi yang mengemudi dengan kecepatan yang rendah, yaitu di bawah 30 km/jam di jalan raya dan di bawah 50 km/jam di jalan bebas hambatan.

Berdasarkan beberapa penjelasan mengenai aspek mengemudi berisiko, dapat disimpulkan bahwa aspek Iversen yang akan digunakan dalam penelitian ini, karena aspek-aspek tersebut sudah mewakili berbagai perilaku

(6)

mengemudi yang berisiko dan dapat diadaptasi untuk pengguna sepeda motor. Sehingga terdapat dugaan bahwa aspek dari Iversen dapat mengungkap bagaimana perilaku mengemudi seseorang apakah ada kecenderungan pada mengemudi berisiko atau tidak.

3. Faktor-faktor Mengemudi Berisiko

Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu, ditemukan faktor-faktor yang dapat memprediksi munculnya perilaku mengemudi berisiko. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah:

a. Kepribadian

Penelitian Schwebel, dkk. (2006) menyebutkan bahwa kepribadian mencari sensasi terkait dengan perilaku mengemudi berisiko. Hal yang sama ditunjukkan oleh Arnett (1997) yang mengungkapkan bahwa kepribadian mencari sensasi mempengaruhi perilaku mengemudi berisiko seseorang. Selain kepribadian mencari sensasi, sifat kepribadian berhati-hati dan sifat marah atau bermusuhan dipandang menjadi faktor kepribadian yang dapat mempengaruhi perilaku mengemudi berisiko seseorang (Schwebel, dkk, 2006).

b. Demografis

Berdasarkan beberapa penelitian usia dipandang sebagai prediktor yang kuat dalam memperngaruhi perilaku mengemudi berisiko. Hartos, Eitel dan Morton (2001) menemukan bahwa dibandingkan dengan pengemudi yang lebih tua, remaja dilaporkan lebih berperilaku

(7)

mengemudi berisiko seperti ngebut, mengikuti kendaraan lain dengan jarak yang sangat dekat dan belok secara agresif yang meningkatkan kemungkinan kecelakaan (Jonah, 1986; Jonah & Dawson, 1987).

Faktor jenis kelamin atau gender juga dipandang sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku mengemudi berisiko. Fernandes, Hatfield dan Job (2006) mengungkapkan bahwa laki-laki menunjukkan perilaku mengemudi berisiko lebih besar dibanding perempuan. Laki-laki lebih menunjukkan perilaku tidak menyenangkan di jalan raya dibandingkan perempuan.

c. Situasional

Kehadiran penumpang merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi mengemudi berisiko. Penelitian yang dilakukan oleh Rhodes, Pivik dan Sutton (2015) mengungkapkan bahwa seseorang yang mengemudi dengan membawa penumpang cenderung lebih memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi dan berisiko, hal tersebut dikarenakan pengemudi lebih merasa lebih tertantang bila mengemudi dengan kehadiran penumpang.

Selanjutnya Rhodes, dkk (2015) juga mengungkapkan bahwa suasana hati atau mood seseorang dapat mempengaruhi perilaku mengemudinya. Penelitian yang dilakukan Rhodes, dkk (2015) menunjukkan bahwa pengemudi laki-laki yang mengemudi dengan suasana hati yang bahagia cenderung lebih kencang ketika mengemudi

(8)

sedangkan pengemudi dengan suasana hati yang sedih cendrung mengemudi dengan kecepatan yang lambat di jalan raya.

d. Kognisi Sosial

Penelitian yang dilakukan oleh Beck, dkk (2013) menunjukkan bahwa pengemudi yang memiliki distress tolerance atau kemampuan menahan emosi negative dan kemampuan bertoleransi dengan orang lain yang rendah, cenderung lebih dapat melakukan perilaku mengemudi yang berisiko serta mengemudi secara terburu-buru.

B. Mencari Sensasi 1. Pengertian Mencari Sensasi

Mencari sensasi merupakan sifat kepribadian seseorang yang ditandai oleh sejauh mana orang tersebut melakukan suatu hal yang baru atau hal luar biasa dan intensitas pengalaman (Arnett, 1994). Zuckerman (dalam Schwebel, dkk, 2006) mendefenisikan mencari sensasi sebagai sebuah sifat yang ditandai oleh kebutuhan berbagai macam sensasi dan pengalaman-pengalaman yang baru dan luar biasa, serta perilaku yang berisiko baik fisik, sosial, hukum maupun finansial untuk memperoleh suatu pengalaman tertentu. Zuckerman (dalam Lynne-Landsman, Graber, Nichols & Botvin, 2011) juga menjelaskan bahwa mencari sensasi dianggap sebagai ciri kepribadian yang berasal dari keturunan genetik atau biologi.

Selanjutnya, Anton (dalam Lynne-Landsman, Graber, Nichols & Botvin, 2011) menjelaskan bahwa mencari sensasi merupakan ciri kepribadian

(9)

yang ditandai dengan kecenderungan untuk mencari pengalaman yang menarik dan memiliki kecenderungan untuk bertindak tanpa memperhatikan konsekuensinya. Lynne-Landsman, Graber, Nichols dan Botvin (2011) menjelaskan bahwa mencari sensasi merupakan suatu sifat kepribadian seseorang yang menjadi prediktor kuat dari perilaku-perilaku yang berisiko.

Selanjutnya, Sanbonmatsu, Strayer, Medeiros-Ward dan Watson (2013) menjelaskan bahwa mencari sensasi merupakan sifat kepribadian seseorang yang mempunyai penilaian rendah terhadap hal-hal atau situasi yang berisiko dan memiliki tingkat yang rendah terhadap rasa malu dan kecemasaan. Mencari sensasi merupakan sifat kepribadian seseorang yang dikatikan dengan hal-hal yang membangkitkan gairah, mencari perhatian dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang menarik bagi dirinya sendiri (Donohew, Zimmerman, Cupp, Novak, Colon & Abell, 2000).

Kern dkk (1986) dan Pedersen (1991) mengungkapkan bahwa mencari sensasi merupakan konstruk psikologis yang berhubungan dengan kepribadian, kognitif dan berbagai jenis pengalaman serta kerelaan seseorang untuk melakukan suatu percoban atau kegiatan yang tidak biasa (dalam Dubey & Arora, 2008). Hansen dan Breivik (2001) menjelaskan bahwa sifat mencari sensasi pada masa remaja awal merupakan prediktor yang kuat dari kurangnya perilaku menaati hukum dan perilaku sosial yang menyebabkan tidak dapat menyesuaikan diri di kemudian hari.

Berdasarkan penjelasan dari beberapa tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa sifat mencari sensasi merupakan sifat kepribadian seseorang yang

(10)

ditandai dengan melakukan hal-hal yang baru dan luar biasa, serta kecenderungan seseorang untuk mencari perhatian dari orang di sekitarnya.

2. Aspek-aspek Mencari Sensasi

Menurut Zuckherman (dalam Rachmahana, 2002) terdapat beberapa aspek dari mencari sensasi, yaitu:

a. Pencarian Gairah dan Petualangan (thrill and adventure seeking), yaitu keinginan untuk terlibat dalam aktifitas fisik, berisiko tinggi dan mengandung unsur petualangan, yang mengandung aspek kecepatan (speed), bahaya (danger) serta sesuatu yang baru dan luar biasa (novelty) seperti olahraga yang berisiko tinggi atau akivitas lainnya yang berkaitan dengan aspek penyimpangan.

b. Pencarian Pengalaman Baru (experience seeking), merupakan kecenderungan untuk melakukan aktivitas tertentu yang bertujuan untuk mendapatkan pengalaman baru melalui pikiran dan sensasi, dengan cara berpergian melalui aktivitas seni atau musik atau aktivitas yang menolak kebiasaan umum, kejutan (surprise) dan individu terdorong untuk mengeksploitasi stimulus-stimulus yang mengandung sejumlah informasi baru misalnya bergabung dengan kelompok homoseksual atau komunitas seniman.

c. Perilaku Tanpa Ikatan (disinhibition), yaitu sesuatu yang dilakukan karena individu mengetahui bahwa perilaku tersebut menyimpang dari kebiasaan umum atau tidak disetujui oleh teman, lingkungan mereka. Perilaku ini

(11)

biasanya tanpa aktivitas social yang bebas (tanpa ikatan) seperti mabuk bersama secara berlebihan, berganti-ganti pasangan intim atau berpesta diluar batas.

d. Mudah merasa bosan (boredom susceptibility), adalah penolakan terhadap hal-hal yang bersifat rutin, berulang, mudah ditebak atau penolakan terhadap orang-orang yang dianggap membosankan. Pada saat seseorang individu merasa bosan, maka individu mencari cara untuk membuat mereka merasa tertarik atau segera mencari aktivitas-aktivitas baru penambahan stimulasi ini merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kegembiraan dan kepuasaan.

Selanjutnya, Arnett (1994) menjelaskan terdapat dua aspek dari mencari sensasi (sensation seeking), yaitu:

a. Novelty (mencari sesuatu yang baru) yaitu merupakan kenginan seseorang untuk melakukan suatu hal yang menggairahkan untuk memperoleh suatu pengalaman yang baru. Hal ini ditunjukkan dengan melakukan sesuatu yang berbeda dari umumnya dan luar biasa, sehingga dapat menarik perhatian orang lain.

b. Intensity, merupakan tanggapan atau respon yang dilakukan oleh individu dalam menanggapi stimulus yang diterimanya.

Berdasarkan beberapa penjelasan mengenai aspek mencari sensasi, dapat disimpulkan bahwa aspek Arnett (1994) yang akan digunakan dalam penelitian ini, karena aspek tersebut lebih memperhatikan sosialisasi sebagai dasar dari mencari sensasi, sehingga terdapat dugaan bahwa aspek dari Arnett

(12)

(1994) dapat mengungkap keterkaitan anatara mengemudi berisiko dengan mencari sensasi.

C. Hubungan antara Mencari Sensasi dan Mengemudi Berisiko Perilaku mengemudi berisiko sangat sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, terutama pada pengemudi sepeda motor. Hal tersebut terbukti dari tingginya angka kecelakaan lalu lintas yang ada di Indonesia. Mengemudi berisiko merupakan suatu perilaku mengemudi yang tidak taat pada aturan mengemudi yang ada seperti melanggaran rambu lalu lintas, menerobos lampu merah, tidak mengenakan helm dan mengemudi dengan kecepatan tinggi sehingga perilaku tersebut berdampak buruk bagi pengemudi itu sendiri maupun orang lain di sekitarnya. Di jalan raya, sering kali dijumpai pengendara sepeda motor yang mengemudi dengan kecepatan tinggi dan mengemudi dengan berubah-ubah jalur. Hal tersebut tentu saja sangat membahayakan dan berisiko bagi pengemudi sepeda motor tersebut.

Ada banyak faktor penyebab seseorang berperilaku mengemudi berisiko di jalan raya. Salah satu faktor yang diduga mempengaruhi perilaku mengemudi berisiko di jalan raya adalah sifat kepribadian. Penelitian yang dilakukan oleh Nordfjaern, dkk (2014) menyatakan bahwa sifat kepribadian merupakan suatu hal yang penting bagi seorang pengemudi karena sifat kepribadian dapat mempengaruhi bagaimana sikap dan perilaku seseorang saat membawa kendaraan. Salah satu sifat kerpibadian yang mempengaruhi seseorang dalam mengemudi adalah sifat kepribadian mencari sensasi.

(13)

Arnett (1994) menjelaskan bahwa mencari sensasi merupakan sifat kepribadian seseorang yang ditandai oleh sejauh mana orang tersebut melakukan suatu hal yang baru atau hal yang luar biasa dan intensitas pengalaman. Perilaku mengemudi berisiko yang dilakukan oleh pengendara sepeda motor seperti mengemudi dengan berpindah-pindah atau berubah-ubah jalur dapat didasari oleh sifat mencari sensasi dari pengendara itu sendiri, karena dengan mengemudi secara berpindah-pindah atau berubah-ubah jalur pengendara tersebut akan merasa mendapatkan suatu pengalaman yang baru saat mengemudi.

Selnajutnya, pengendara sepeda motor yang mengemudi dengan kecepatan yang tinggi di jalan raya dapat didasari oleh sifat mencari sensasi karena dengan mengemudi pada kecepatan yang tinggi pengendara sepeda motor tersebut akan merasa terpuaskan keinginannya untuk mendapatkan pengalaman yang luar biasa. Hal tersebut juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Arnett, dkk (1997) yang mengungkapkan bahwa seseorang yang mempunyai sifat mencari sensasi yang tinggi akan mempengaruhi perilakunya dalam mengemudi yaitu berhubungan dengan perilaku mengemudi dengan kecepatan tinggi.

Menurut Donohew, dkk (2000) seseorang yang memiliki sifat mencari sensasi yang tinggi sangat berkaitan dengan perilaku pengambilan risiko dan cenderung melakukan hal-hal yang berisiko. Hal ini ditunjukkan oleh pengendara sepeda motor yang mengemudi setelah ia meminum obat yang menyebabkan kantuk. Mengemudi dalam keadaan mengantuk merupakan hal yang sangat berisiko dan hal tersebut dapat didasari oleh sifat mencari sensasi yang tinggi.

(14)

Sifat kepribadian seseorang sangat mempengaruhi bagaimana cara ia mengemudi di jalan raya. Setiap individu memiliki sifat kepribadian yang berbeda-beda, salah satunya adalah sifat mencari sensasi. Seorang pengemudi yang memiliki sifat mencari sensasi yang tinggi akan lebih memiliki kecenderungan untuk mengemudi secara berisiko. Sebaliknya, jika seeorang memiliki sifat mencari sensasi yang rendah maka kecil kemungkinan untuk ia berperilaku mengemudi secara berisiko. Mengemudi berisiko dapat ditunjukkan dengan perilaku membawa kendaraan dengan kecepatan tinggi dan melakukan berbagai pelanggaran lalu lintas.

D. Hipotesis Penelitian

Dari sejumlah penjelasan, penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut: ada hubungan positif antara mencari sensasi dan mengemudi berisiko. Semakin tinggi mencari sensasi seseorang maka semakin tinggi pula tingkat mengemudi berisiko pada orang tersebut. Begitu pula sebaiknya, semakin rendah mencari sensasi seseorang maka semakin rendah pula tingkat mengemudi berisiko yang muncul.

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya untuk model investasi dengan tambahan dana tabarru’ diberlakukan aturan sebagai berikut; (a) dana tabarru’ merupakan perwujudan profit and loss sharing

Agak menarik apabila kajian yang dilaksanakan baru-baru ini dalam bidang program pementoran kolej dan universiti mendapati bahawa keupayaan mentor berkomukasi dengan menti

Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik (Menurut Undang,Undang Dasar

Sebagaimana yang disampaikan merton dalam teori fungsional dimana setiap sistem mempunyai fungsi yaitu fungsi manifes dan fungsi laten, maka begitu juga dalam

• IDENTIFIKASI SELURUH DATA YANG AKAN DIGUNAKAN UNTUK MENGUKUR KINERJA DARI SELURUH KEGIATAN.

selama periode penyelidikan, sebagaimana tertera pada Tabel 5 dan 6. Pada saat konsumsi nasional mengalami peningkatan selama periode penyelidikan dengan tren 7,45%, volume

Hasil pendugaan model logit untuk faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan nasabah yang telah melakukan pembiayaan di BMT menunjukkan tiga variabel yang

Untuk analisis berdasarkan kegrafikaan buku PAI untuk kelas VI SD terbitan DPP Hidayatullah dengan terbitan Erlangga adalah penilaiannya sama-sama kategori sangat baik