• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH OTOMIKOSIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKALAH OTOMIKOSIS"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI... 1

1. CASE OVERVIEW...2

2. DEFINISI... 3

3. ILMU KEDOKTERAN DASAR...4

3.1. ANATOMI... 4 3.2. HISTOLOGI... 6 3.3. SERUMEN... 8 3.4. MIKROBIOLOGI...9 4. ETIOLOGI... 11 5. PATOFISIOLOGI... 11 6. PEMERIKSAAN PENUNJANG...13 7. PENATALAKSANAAN...14 8. KOMPLIKASI... 16 9. EPIDEMIOLOGI...16 10. PROGNOSIS... 16 11. BIOETIK HUMANIORA...16 DAFTAR PUSTAKA... 18

(2)

1. CASE OVERVIEW

SKENARIO KETERANGAN

1. Perempuan usia 42 thn datang dengan keluhan utama otalgia dekstra sejak 2 hari yang lalu

DD : otomikosis, otitis eksterna difus, otitis eksterna sirkumskripta, perikondritis, OMA 2. 3 hari lalu pasien merasa telinga

gatal dan dikorek dengan cotton buds

Korek dengan cotton buds : F. Risiko 3. Keluhan disertai telinga penuh,

telinga tersumbat, suara berdengung Tanda & gejala otomikosis 4. Keluhan tidak disertai demam, batuk

pilek, maupun keluar cairan dari liang telinga

Singkirkan DD : OMA

5. Riwayat terbentur pada telinga, berenang disangkal

Singkirkan DD perikondritis (benturan disangkal

Singkirkan DD otitis eksterna (berenang disangkal)

6. Riwayat sering bersin di pagi hari, gatal hidung, hidung tersumbat, hidung beringus disangkal

Singkirkan alergi 7. Keluhan yang sama dialami pasien

hampir 2 bulan sekali walaupun sudah berobat ke dokter yang berbeda

Rekurensi (khas pada otomikosis) 8. Pemeriksaan fisik :

Keadaan umum : compos mentis, kesan sakit ringan

Vital sign : d.b.n

Normal 9. Pemeriksaan telinga luar :

Auricula simetris, bentuk normal, CAE terbuka

Normal 10. Pemeriksaan otoskopi

Kulit CAE hiperemis/tenang, hifa & spora +/-, sekret -/-, serumen -/-, tragal sign -/-, membran timpani sulit dinilai/intak, refleks cahaya sulit dinilai/+

Hifa & spora + : otomikosis Serumen - : faktor risiko

Kulit CAE hiperemis : peradangan 11. Pemeriksaan audiologi sederhana

1. Mampu mendengar &

mengulang kata – kata dengan suara bisik pada jarak 1 m pada

(3)

2. Tes garpu tala a. Rinne : +/+

b. Weber : tidak ada lateralisasi c. Schwabach : sama dengan

pemeriksa/sama dengan pemeriksa

DD : 1. Otomikosis auris dekstra

2. Otitis eksterna difus auris dekstra

3. Otitis eksterna sirkumsripta auris dekstra DK : Otomikosis auris dekstra

2. DEFINISI

Otomikosis adalah infeksi telinga yang disebabkan oleh jamur, atau infeksi jamur yang superficial pada kanalis auditorius eksternus. Otomikosis ini sering dijumpai pada daerah tropis. Infeksi dapat bersifak akut , dan subakut, dan khas adanya inflamasi, rasa gatal, dan ketidaknyamanan. Mikosis ini menyebabkan adanya pembengkakak, pengelupasan epitel superficial, adanya penumpukan debris yang berbentuk hifa, disertai supurasi dan nyeri.

Gambar 1. Otomikosis di kanal externa (Aspergillus Niger).

3. ILMU KEDOKTERAN DASAR

3.1. ANATOMI

(4)

Gambar 2. Kanalis Akustikus Eksterna.

Telinga luar berfungsi untuk

menangkap rangsang getaran bunyi

atau bunyi dari luar. Telinga luar

terdiri dari beberapa bagian : 3.1.1. Auriculla

Terdiri dari tulang rawan yang tertutup oleh kulit dan tersusun dalam bentuk banyak elevasi dan depresi.

Terdapat otot di auriculla :

 Instrinsik : berjalan diantara cartilage auricalare dan dapat mengubah bentuk auriculla

 Ekstrinsik : berperan dalam memposisikan auriculla Vascularisasi

 Arteri: auricularis posterior dan a. Temporalis superficialis Inervasi :

 N. Auricularis mayor  N. auriculotemporalis 3.1.2. Meatus Acusticus Externa

Meatus acusticus externa merupakan pintu masuk menuju canalis acusticus externa (liang telinga luar).

(5)

Berbentuk “s” dengan panjang ± 1 inci (2,5 cm).dindingnya terdiri dari tulang dan tulang rawan. 1/3 merupakan CAE pars kartilago lateral, dan 2/3nya merupakan CAE pars ossea medial. Bagian yang tersempit dari liang telinga adalah dekat perbatasan tulang dan tulang rawan. Persimpangan jalan kartilaginous dan bagian bagian tulang kanal merupakan bagian sempit yang disebut istmus.

Lapisan kulit di kartilaginous lebih tebal dari pada lapisan kulit di bagiantulang. Selain itu juga lapisan kulit di kartilaginous ini mempunyai banyak sel rambut dan glandula sebacea dan glandula ceruminosa, sekresi dari glandula glandula ini nantinya akan membentuk serumen.

Batas batas canalis acusticus externus :

 Anterior : fossa mandibular dan kelenjar parotis  Posterior : mastoid

 Superior : resesus epitimpani (medial), cavitas kranial (lateral)  Inferior : kelenjar parotis

Bagian depan CAE, depan auricular dan bagian depan pelipis dipersarafi oleh Nervus V cabang III. Bagian posterior CAE, eminentia concha dan cabang korda timpani dipersarafi oleh N. Vagus. Sedangkan bagian posterior pars osseus dipersarafi oleh N. Facialis.

Hubungan struktur anatomi dengan terjadinya otomikosis adalah adanya istmus atau bagian yang sempit di dalam CAE memudahkan terjadinya infeksi (akibat lembab).

Gambar 3. Istmus dari kanalis auditorius externa.

(6)

3.2.1. Kulit Liang Telinga

Sebenarnya mempunyai lapisan kulit yang sama dengan lapisan kulit pada bagian tubuh lainnya yaitu dilapisi epitel skuamosa. Kulit liang telinga merupakan lanjutan kulit daun telinga dan kedalam meluas menjadi lapisan luar membran timpani. Lapisan kulit liang telinga luar lebih tebal pada bagian tulanga rawan dari pada bagian tulang. Pada liang telinga rulang rawan tebalnya 0,5 – 1 mm, terdiri dari lapisan empidermis dengan papillanya, dermis dan subkutan merekat dengan perikondrium. Lapisan kulit liang telinga bagian tulang mempunyai yang lebih tipis, tebalnya kira-kira 0,2 mm, tidak mengandung papilla, melekat erat dengan periosteum tanpa lapisan subkutan, berlanjut menjadi lapisan luar dari membran timpani dan menutupi sutura antara tulang timpani dan tulang skuama kulit ini tidak mengandung kelenjar dan rambut. Epidermis dari laing telinga bagian tulang rawan biasanya terdri dari 4 lapis yaitu sel basal, skuamosa, sel granuler dan lapisan tanduk.

Gambar 4. Histologi dari Meatus Akustikus Extena. 3.2.2. Folikel-folikel Rambut

Folikel rambut banyak terdapat pada 1/3 bagian luar liang telinga tetapi pendek tersebar secara tidak teratur. Dinding luar folikel rambut dibentuk oleh invaginasi epidermis yang mana menipis ketika mencapai dasar polikel, dinding sebelah dalam folikel adalah rambut sendiri. Ruang potensial yang terbentuk disebut kanalisfolikularis. Kelenjar sebasea atau kelenjar lemak banyak terdapat pada liang telinga dan hamper semuanya bermuara kefolikel rambut.

(7)

Kelenjar sebasea pada telinga berkembang baik pada daerah konka, ukuran diameternya 0,5 -2,2 mm. Kelenjar ini banyak terdapat pada liang telinga luar bagian tulang rawan, dimana kelenjar ini berhubungan dengan rambut. Pada bagian luar liang telnga bagian tulang rawan, kelenjar sebasea menjadi lebh kecil, berkurang jumlahnya dan lebih jarang atau tidak ada sama sekali pada kulit liang telinga bagian tulang

Kelenjar sebasea terletak secara berkelompok pada bagian superficial kulit. Umumnya, beberapa alveoli yang berdekatan terbuka dalam saluran ekskresi yang pendek. Saluran-saluran ini dilapisi dengan epitel tatah berlapisan yang mana ini berlanjut dengan bungkus luar akar rambut dan dengan lapisan basal epidermis bagian sekresi kelenjar-kelenjar sebasea berupa alveoli yang bundar berdiameter 0,5 – 2,0 mm. kearah sentral alveoli, sebagian kecil sel-sel mengalami penandukan tetapi ukuran bertambah besar, menjadi polihidral dan secara bertahap terisi butir- butir lemak.

Lambat laun intinya mengkerut dan menghilang, dan sel-sel pecah menjadi serpihan-serpihan lemak bercambur dengan sisi bertanduk. Campuran ini merupakan sekresi berminyak dari kelenjar, lalu dieksresikan dalam kanalisfolikularis dan keluar kepermukaan kulit. Kelenjar apokrin terutama terletak pada dinding liang telinga superior dan inferior.kelenjar-kelenjar ini terletak pada sepertiga tengah dan bawah dari kulit dan ukurannya berkisar 0 ,5-2,0mm. seperti kelenjar sebasea ,kelenjar apokrin terbentuk dari local dari pembungkus luar akar folikel rambut.kelenjar –kelenjar ini dapat dibagi kedalam 3 bagian , yaitu bagian sekresi, saluran sekresi didalam kulit dan saluran termilal atau komponen saluran epidermal.

Bagian saluran yang melingkar adalah struktur tubular dimana jarang bercabang dan terdiri dari lapisan epitel sebelah dalam, lapisan mioepitelditengah dan membran eproria disebalah luar. Disekeliling tabular adalah jaringan ikat padat. Epitelnya berupa lapisan tunggal bervariasi dari bentuk silinder hingga kuboidal sangat gepeng (pipih). Didalam sitoplasma, biasanya terletak supranuklear terlihat sebagai granullipoid dan pigmen dalam ukuran yang berpariasi.

Lapisan mioepitelium yang tebalnya satu lapis sel berbentuk pipih dan mengandung otot polos membentuk pembungkus berkesinambungan disekeliling bagian melingkar dari kelenjar, dan apabila berkontraksi akan menekan lumen tubuli sehingga sekret akan keluar. Apabila sampai dipermukaan epidermis, sekret ini sebagian masuk folikel rambut dan sebagian lagi kepermukaan bebas liang telinga, secara perlahan-lahan akan mengering dan berbentuk setengah padat dan berwarna menjadi lebih gelap. Saluran sekresi relatif panjang dan berbelok-belok dan mempunyai diameter yang bervariasi, berbatas tegas dari bagian sekresi kelenjar.

(8)

Gambar 5. Lapisan kulit liang telinga luar dengan unit apopillosebasea, kelenjar sebasea dan apokrin.

3.3. SERUMEN

3.3.1. Definisi serumen

Cerumen adalah sekret kelenjar sebasea dan apokrin yang terdapat pada bagian kartilago telinga yang memiliki fungsi sebagai pelindung kanalis auditorius eksternal dari kerusakan oleh air, infeksi, trauma dan benda asing. Jumlah cerumen yang terbentuk dan konsistensinya sangat bervariasi cerumen juga berfungsi sebagai pelumas dan dapat mencegah kekeringan dan pembentukan fisura pada epidermis. Pada keadaan normal cerumen tidak akan tertumpuk diliang telinga, tetapi akan keluar sendiri pada waktu mengunyah dan setelah sampai diluar liang telinga akan menguap oleh panas. Penumpukan cerumen yang Berlebihan akan menimbulkan gangguan pendengaran, juga bila liang telinga kemasukan air maka cerumen akan mengembang sehingga menyebabkan rasa tertekan yang mengganggu pendengaran.

3.3.2. Fungsi serumen

Fungsi serumen adalah: (1). Membersihkan external auditory canal yang terjadi sebagai hasil dari proses yang disebut “conveyor belt”process, hasil dari migrasi epitel ditambah dengan gerakan seperti rahang (jaw movement). Cerumen pada external auditory canal juga membawa kotoran, debu, dan partikel-pertikel yang dapat ikut keluar; (2). Sebagai lubricant untuk mencegah gatal dan iritasi; dan (3). Sebagai antibakterial, antifungal dan antiviral. Serumen ditemukan efektif menurunkan kemampuan hidup bakteri antara lain Haemophiluss influenzae, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Pertumbuhan jamur yang biasa menyebabkan otomikosis juga dapat dihambat dengan signifikan oleh serumen. Kemampuan anti mikroba ini dikarenakan adanya asam lemak tersaturasi lisozim dan khususnya pH yang relatif rendah pada serumen.

3.3.3. Klasifikasi Cerumen

Serumen secara umum dibagi menjadi: (1) Tipe Basah

Tipe Basah, terdiri dari dua sub-tipe yaitu;

(9)

b. Serumen coklat (light-brown), sifatnya seperti jeli, lengket. (2) Tipe Kering

a. Serumen gelap/ hitam, sifatnya keras, biasanya erat menempel pada dinding liang telinga bahkan menutup liang sehingga menimbulkan gangguan pendengaran.

External auditory canal memiliki banyak struktur yang berperan dalam produksi serumen. Yang terpenting adalah kelenjar ceruminous yang berjumlah 1000-2000 buah, kelenjar keringat apokrin tubular yang mirip dengan kelenjar keringat apokrin yang terdapat pada ketiak. Kelenjar ini memproduksi peptide, padahal kelenjar sebasea terbuka ke folikel rambut pada kanalis akustikus eksternus yang mensekresi asam lemak rantai panjang tersaturasi dan tidak tersaturasi, alkohol, skualan, dan kolesterol.

3.4. MIKROBIOLOGI

3.4.1. Klasifikasi Aspergillus Niger

Klasifikasi jamur Aspergillus niger adalah sebagai berikut: Domain : Eukaryota Kingdom : Fungi Phylum : Ascomycota Subphylum : Pezizomycotina Class : Eurotiomycetes Order : Eurotiales Family : Trichocomaceae Genus : Aspergillus Species : Aspergillus niger

3.4.2. Morfologi Aspergillus Niger

Aspergillus niger merupakan jamur multiselluler (mempunyai inti lebih dari satu) yang membentuk benang-benang hifa / filament. Kumpulan dari hifa disebut misellium yang membentuk suatu anyaman. Hifa yang dibentuk ada yang bersekat ataupun tidak bersekat. Hifa yang berada di atas permukaan media disebut hifa aerial yang berfungsi sebagai alat perkembangbiakan. Hifa yang berada di dalam media disebut hifa vegetatif berfungsi sebagai alat untuk menyerap makanan. Secara makroskopik (pada media SGA+Antibiotik) jamur yang berbentuk mold membentuk koloni yang berserabut / granuler koloninya tampak kasar.

3.4.3. Deskripsi Aspergillus Niger

Aspergillus niger termasuk kedalam jamur jenis kapang. Aspergillus niger mempunyai ciri-ciri yang khas yaitu tubuh terdiri dari benang yang bercabang-cabang disebut hifa, kumpulan hifa disebut miselium, tidak mempunyai klorofil dan hidup heterotrof.

(10)

Aspergillus niger memiliki bulu dasar bewarna putih atau kuning dengan lapisan konidiospora tebal bewarna coklat gelap sampai hitam. Kepala konidia bewarna hitam, bulat, cenderung memisah menjadi bagian-bagian yang lebih longgar dengan bertambahnya umur. Konidiospora memiliki dinding yang halus, hialin juga bewarna coklat. Aspergillus niger berkembang biak secara vegetatif dan generatif melalui pembelahan sel dan spora-spora yang dibentuk didalam askus atau kotak spora

Aspergillus niger mempunyai bagian yang khas yaitu hifanya yang berseptat, spora yang bersifat aseksual dan tumbuh memanjang diatas stigma, mempunyai sifat aerobik, sehingga alam pertumbuhannya memerlukan oksigen dalam jumlah yang cukup. Aspergillus niger dapat tumbuh pada suhu 350 C-370C (optimum), 60C-80C (minimum), 450C-470C

(maksimum). Kisaran pH yang dibutuhkan 2,8-8,8 dengan kelembaban 80-90%.Habitat Aspergillus niger kosmopolit di daerah tropis dan subtropis, mudah didapatkan dan di isolasi dari udara, tanah dan air

(11)

4. ETIOLOGI

Faktor predisposisi terjadinya otomikosis, meliputi ketiadaan serumen, kelembapan yang tinggi, peningkatan temperature, dan trauma local, yang biasanya sering disebabkan oleh kapas telinga dan alat bantu dengar. Serumen sendiri memiliki pH yang berkisar antara 4-5 yang berfungsi menekan pertumbuhan bakteri dan jamur. Olahraga air misalnya berenang dan berselancar sering dihubungkan dengan keadaan ini oleh karena paparan ulang dengan air yang menyebabkan keluarnya serumen, dan keringnya kanlis auditorius eksternus. Bisa juga disebabkn oleh adanya prosedur invasive pada telinga. Predisposisi lainnya meliputi riwayat menderita otitis eksterna, rhinitis alergika, dan asthma.

Infeksi ini disebabkan oleh beberapa spesies dari jamur yang bersifat saprofit, terutama aspergillus niger. Agen penyebab lainnya meliputi A. flavus, A. fumigatus, Allescheria boydii, Scopulariopsis, Penicillium, Rhizopus, Absidia, dan Candida spp. Sebagai tambahan, otomikosis dapat merupakan infeksi sekunder dari predisposisi tertentu misalnya otitis eksterna yang disebabkan bakteri yang diterapi dengan kortikosteroid dan berenang.

Banyak factor yang menjadi penyebab perubahan jamur saprofit ini menjadi jamur patogenik, tetapi bagaiman mekanismenya sampai sekarang belum dimengerti. Bebebrapa dari factor dibawah ini dianggap berperan dalam terjadinya infeksi, seperti perubahan epitel, peningkatan kadar pH, gangguan kualitatif dan kuantitatif dari serumen, factor sistemik (seperti gangguan imun tubuh, kortikosteroid, antibiotic, sitostatik, neoplasia), factor lingkungan (panas, kelembaban), riwayat otomikosis sebelumnya, otitis media supuratif kronik, post mastoidektomi, atau penggunaan substansi seperti antibiotika spectrum luas pada telinga.

Aspergillus niger dilaporkan sebagai penyebab paling terbanyak dari otomikosis ini. Aspergillus niger, juga telah dilaporkan sebagai penyebab otomikosis pada pasien immunokompromis, yang tidak berespon terhadap berbagai regimen terapi yang tela diberikan.

5. PATOFISIOLOGI

Dilihat dari faktor predisposisi terjadinya otomikosis, meliputi ketiadaan serumen, kelembapan yang tinggi, peningkatan temperature, dan trauma local, yang biasanya sering disebabkan oleh kapas telinga dan alat bantu dengar. Serumen sendiri memiliki pH yang berkisar antara 4-5 yang berfungsi menekan pertumbuhan bakteri dan jamur. Mulai dari mengorek telinga menyebabkan serumennya terdorong dan serumennya tidak ada. Serumen yang tidak ada menjadi suasana pH di kanalis akustikus ekstenusnya menaik dan suasananya menjadi basa. Karena serumen yang tidak ada sehingga menyebabkan hilangnya fungsi proteksi dan memudahkan terpaparnya telinga dengan mikroorganisme. Dari serumen yang terdorong dan menumpuk di istmus membua serumen jarang terpapar dengan udara luar sehingga serumen menjadi lembab suasan kanalis akustikus eksternus menjadi lembab. Terjadilah invasi dari jamur Aspergillus niger pada epitel squamosa kanalis akustikus

(12)

eksternus dan terjadi pengelupasan epitel superfisial. Jamur yang berupa hifa dan spora bergabung dengan epitel menyebabkan penumpukan masa debris yang basah dan iritan di kanalis akustikus eksternus yang menjadi telinga terasa penuh, telinga terasa tersumbat, membuat masa debris menempel di membran timpani yang akan mengganggu getaran timpani yang akan menghantarkan suara terjadilah tinitus. Ada juga rangsangandari mediator inflamasi yang menjadi nyeri yang minimum berupa gatal atau pruritus faktor penyebabnya yaitu sering dikorek dengan cotton bud yang akan mencetuskan inflamasi merangsang mediator nyeri berupa bradikinin sehingga terjadi nyeri pada telinga disebut juga otalgia, dan dari inflamasi tersebut merangsang mediator radang terjadi vasokontriksi sehingga menjadi hiperemi atau kemerahan di kanalis akustikus eksternus.

(13)

Gambar 8 dan gambar 9. Perjalanan penyakit dari Otomikosis akibat jamur Aspergillus Niger.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

o PemeriksaanLaboratorium

 Preparat langsung : skuama dari kerokan kulit liang telinga diperiksa dengan KOH 10% akan tampak hifa-hifa lebar, berseptum, dan kadang-kadang dapat ditemukan spora-spora kecil dengan diameter 2-3 u.

 Cara pemeriksaan KOH 10%:

[1] letakkan skuama di bagian tengah kaca objek. [2] teteskan larutan KOH 10% di atas skuama. [3] tutup dengan deck glass.

[4] panaskan di atas api hingga timbul gelembung udara yang pertama. [5] lihat di mikroskop dengan pembesaran objektif 40 kali.

(14)

 Cara pemeriksaan KOH Parker (KOH ditambah tinta hitam merk Parker): [1] letakkan skuama di tengah kaca objek.

[2] teteskan larutan KOH Parker di atas sediaan. [3] tutup dengan deck glass.

[4] lihat di mikroskop dengan pembesaran objektif 40 kali.

Sediaan basah dibuat dengan meletakkan bahan di atas gelas alas, ditambah 1-2 tetes larutan KOH (konsentrasi 10% untuk rambut dan untuk kulit, dan untuk kuku 20%), tujuan sedian dicampur dengan KOH adalah untuk melarutkan jaringan. Biasanya memakan waktu 15-20 menit, maka untuk mempercepat pelarutan dilakukan pemanasan sediaan basah di atas api kecil. Untuk melihat elemen jamur lebih nyata dapat ditambahkan zat warna pada sedian KOH, misalnya tinta parker superchroom blue black.

 Pembiakan :Skuama dibiakkan pada media Agar Saboraud, dan dieramkan pada suhu kamar. Koloni akan tumbuh dalam satu minggu berupa koloni filament berwarna putih. Dengan mikroskop tampak hifa-hifa lebar dan pada ujung-ujung hifa dapat ditemukan sterigma dan spora berjejer melekat pada permukaannya.

7. PENATALAKSANAAN

Pengobatan non-medikamentosa yaitu berupa menjaga agar liang telinga tetap kering, jangan lembab, dan disarankan untuk tidak mengkorek-korek telinga dengan barang-barang yang kotot seperti korek api, garukan telinga atau kapas atau mengorek dengan benda yang kotor.

Pengobatan medikamentosa yang dapat diberikan berupa:

Larutan asamasetat 2-5% dalam alcohol yang diteteskan kedalam liang telinga dan biasanya dapat menyembuhkan.

Larutantimol 2% dalam spiritus dilutes (alcohol 70%) atau meneteskan larutan burrow 5% satu atau dua tetes dan selanjutnya dibersihkan dengan desinfektan biasanya memberikan hasil pengobatan yang memuaskan.

Neosporin danlarutan gentian violet 1-2%.

Fungisida topical spesifik, seperti preparat yang mengandung nystatin, ketoconazole, klotrimazole, dan anti jamur yang diberikansecara sistemik.

(15)

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa penggunaan anti jamur tidak secara komplit mengobati proses dari otomikosis ini, oleh karena agen-agen diatas tidak menunjukkan keefektifan untuk mencegah otomikosis ini relaps kembali. Hal ini menjadi penting untuk diingat bahwa, selain memberikan anti jamur topikal, juga harus dipahami fisiologi dari kanalis auditorius eksternus itu sendiri, yakni dengan tidak melakukan manuver-manuver pada daerah tersebut, mengurangi paparan dengan air agar tidak menambah kelembaban, mendapatkan terapi yang adekuat ketika menderita otitis media, juga menghindari situasi apapun yang dapat merubah homeostasis local. Kesemuanya apabila dijalankan dengan baik, maka akan membawa kepada resolusi komplit dari penyakit ini.

Obat yang akan diberikan kepada pasien yaitu ketokonazol a. Mekanisme kerja

Seperti azole jenis yang lain, ketoconazole berinterferensi dengan biosintesis ergosterol, sehingga menyebabkan perubahan sejumlah fungsi sel yang berhubungan dengan membran.

b. Farmakokinetik

 Absorbsi : diserap baik melalui saluran cerna dan menghasilkan kadar plasma yang cukup untuk menekan aktivitas berbagai jenis jamur. Penyerapan melalui saluran cerna akan berkurang pada penderita dengan pH lambung yang tinggi,pada pemberian bersama antasid.

 Distribusi : ketokonazol setelah diserap belum banyak diketahui.

 Ekskresi : Diduga ketokonazol diekskresikan bersama cairan empedu ke lumen usus dan hanya sebagian kecil saja yang dikeluarkan bersama urin, semuanya dalam bentuk metabolit yang tidak aktif.

c. Efek samping

 Efek toksik lebih ringan daripada Amfoterisin B.

 Mual dan muntah merupakan ESO paling sering dijumpai

 ESO jarang : sakit kepala, vertigo, nyeri epigastrik, fotofobia, parestesia, gusi berdarah, erupsi kulit, dan trombositopenia.

d. Indikasi

Ketokonazol terutama efektif untuk histoplasmosis paru, tulang, sendi dan jaringan lemak.

(16)

Obat ini sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil karena pada tikus, dosis 80 mg/kgBB/hari menimbulkan cacat pada jari hewan coba tersebut.

dr.sebelas SIP.7887887878 Jl.ruang tutorial no. 11 cimahi

022-777777-77

Cimahi 15,April 2016

R/ Ketoconazole cream 2% No. I ∫ 1 dd 1 u.e

_______________________________ҩ

Pro : Pasien Usia : 42 tahun

8. KOMPLIKASI

Komplikasi dari otomikosis yang pernah dilaporkan adalah perforasi dari membrane timpani dan otitis media serosa, tetapi hal tersebut sangat jarang terjadi, dan cenderung sembuh dalam pengobatan. Patofisiologi dari perforasi membrane timpani mungkin berhubungan dengan nekrosis vaskuler dari membrane timpani sebagai akibat dari thrombosis pada pembuluh darah.

9. EPIDEMIOLOGI

Angka insidensi otomikosis tidak diketahui, tetapi sering terjadi pada daerah dengan cuaca yang panas, juga pada orang-orang yang senang dengan olahraga air. Angka prevalensi Otomikosis ini dijumpai pada 9 % dari seluruh pasien yang mengalami gejala dan tanda otitis eksterna. Otomikosis ini lebih sering dijumpai pada daerah dengan cuaca panas, dan banyak literatur menyebutkan otomikosis berasal darinegara tropis dan subtropis. Di United Kingdom (UK), diagnosis otitis eksterna yang disebabkan oleh jamur ini sering ditegakkan pada saat berakhirnya musim panas. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ali Zarei tahun 2006, Otomikosis dijumpai lebih banyak pada wanita (terutama ibu rumah tangga) daripada pria. Otomikosis biasanya terjadi pada dewasa, dan jarang pada anak-anak. Pada penelitian tersebut, dijumpai otomikosis sering pada remaja laki-laki, yang juga sesuai dengan yang dilaporkan oleh peneliti lainnya.

(17)

10.

PROGNOSIS

Umumnya baik bila diobati dengan pengobatan yang adekuat. Pada saat terapi dengan antijamur dimulai, maka akan dimulai suatu proses resolusi (penyembuhan) yang baik secara imunologi. Bagaimanapun juga, resiko kekambuhan sangat tinggi, jika factor yang menyebabkan infeksi sebernya tidak dikoreksi dan fisiologi lingkungan normal dari kanalis auditorius eksternus masih terganggu.

11. BIOETIK HUMANIORA

Aspek bioetik dan humaniora dengan pendekatan metode menurut Jonsen, Siegler, dan Winslade:

a. Medical Indication

Prinsip kaidah dasar moral (KDM) yang terdapat dalam skenario tersebut:

 KDM Beneficence: Kriteria meminimalisir akibat buruk. Dokter menangani pasien tersebut dengan tepat, sehingga pasien tersebut dapat meminimalisir akibat buruk. KDM Beneficence: Kriteria Golden Rule Principle. Dokter menegakan diagnosis pasien mengalami otomikosis auris dextra

b. Patient Preferrences

Pada prinsip ini dokter melihat bagaimana penilaian pasien tersebut tentang manfaat dan beban dari tindakan tindakan medis yang akan diterima oleh pasien. KDM yang di nilai adalah:

 KDM Autonomy: dalam kasus ini pasien berumur 42 tahun dengan penyakit otomiokosi auris dextra dikategorikan sebagai pasien yang kompeten dalam mengambil keputusan. Dalam hal ini informed consent segera diberikan kepada pasien. Lalu pada kasus pasien diberikan hak second opinion.

c. Quality of Live

Dalam prinsip ini dokter melakukan penilaian kualitas hidup pasientersebut dengan menilai bagaimana prognosis dari pasien tersebut. KDM yang terkait:

 Beneficence: Prognosis pasien tersebut dubia ad bonam . Dokter harus menjaga kondisi pasien agar tetap stabil pada kondisi tersebut

 Nonmaleficence: Dokter dapat mengobati secara proposional sehingga dapat mencegah komplikasi yang akan timbul dengan cara mengedukasi pasien

d. Contextual Features

Dalam prinsip ini dokter diharapkan mampu menilai aspek non medis yang mempengaruhi keputusan yang dibuatoleh pasien berkaitan dengan tindakan medis seperti faktor keluarga, ekonomi, agama dan budaya. KDM yang terkait:

 Justice: kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian atas tindakan medis kepada pasien dengan memperhatikan apakah ada permasalahan dari ekonomi sosial dan budaya dari pasien atau keluarga pasien yang mempengaruhi keputusan pasien terhadap tindakan medis yang akan dilakukan dokter.

Pada kasus tersebut pasien sebelumnya sudah pernah berobat ke dokter lain namun tidak juga mengalami kesembuhan. Jika dikaitkan dengan kode etik maka bagaimana sikap kita

(18)

terhadap pasien yang sudah pernah berobat namun tidak juga mengalami kesembuhan. Diatur dalam pasal 52 UU no. 29 tentang hak pasien:

1. Mendapatkan penjelasan lengkap tentang medis 2. Meminta pendapat doker lain

3. Mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan medis 4. Menolak tindakan medis

5. Mendapatkan isi rekam medis

Dibahas juga pada pasal 14 (KODEKI) bahwa “Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan persetujuan dan berdasarkan prosedut yang etis”. Jadi disini kita sebagai dokter harus melihat terlebih dahulu apakah ini keinginan pasien atau tidak jika keinginan pasien maka sebagai dokter kita harus menghormati autonomi pasien tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

1. K Murat Ozcan, Muge Ozcan, Aydin Karaarslan, & Filiz Karaarslan. (2003). Otomycosis in Turkey: Predisposing factors, aetiology and therapy. The Journal of Laryngology and Otology, 117(1), 39-42. Retrieved July 6, 2009, from ProQuest Medical Library. (Document ID: 280962791).

2. Tang Ho, Jeffrey T Vrabec, Donald Yoo, Newton J Coker. (2006). Otomycosis : Clinical features and treatment implications. The Journal of Otolaryngology-Head and neck Surgery, 135,787-791.

3. P Hueso Gutirrez, S Jimenez Alvarez, E Gil-carcedo Sanudo, et al. (2005). Presumed diagnosis : Otomycosis. A study of 451 patients. Acta Otorinolaringol Esp, 56, 181-186.

4. Rusmarjono, Kartosoediro S. Odinofagi. Dalam : Soepardi E, Iskandar N (eds). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga - Hidung – Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : FK UI. 2001. h. 9-15.

5. Figure 1, ear diagram, available from www.entusa.com

6. Otomycosis, available from www.wikipedia.com, last update on June 1, 2009.

7. Dixon, Bernard. (1995). Treating swimmer's ear. British Medical Journal, 310(6976), 405. Retrieved July 6, 2009, from ProQuest Medical Library. (Document ID: 6308792).

(19)

9. Ali Zarei Mahmoudabadi. (2006). Mycological Studies in 15 Cases of Otomycosis. Pakistan Journal of Medical Sciences, 22 (4 ),486-488

10. Ashish Kumar.(2005). Fungal Spectrum in Otomycosis Patients. JK Sciences, 7 (3)152-155.

11. Rutt, A., & Sataloff, R.. (2008). Aspergillus otomycosis in an immunocompromised patient. Ear, Nose & Throat Journal, 87(11), 622-3. Retrieved July 6, 2009, from ProQuest Medical Library. (Document ID: 1608819481).

12. Trelia Boel. (2003).Mikosis Superfisial.Retrieved from USU digital Library. 13. External Ear Canal. Available from www.entusa.com, last update on June 29, 2009 14. Jack L Pulec, & Christian Deguine. (2002). Otomycosis. Ear, Nose & Throat Journal,

81(6), 370. Retrieved July 6, 2009, from ProQuest Medical Library. (Document ID: 683078111).

15. Arif Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri,dkk. (2001). Otomikosis.Kapita Selekta Kedokteran ,Jakarta: Media Aesculapius, 3 ( 1),75.

16. George L Adams, Lawrence R Boies, Peter A Higler.(1997).Otomikosis.Buku Ajar Penyakit THT.Jakarta: PT.EGC,85.

Gambar

Gambar 1. Otomikosis di kanal externa (Aspergillus Niger).
Gambar 2. Kanalis Akustikus Eksterna.
Gambar 3. Istmus dari kanalis auditorius externa.
Gambar 4. Histologi dari Meatus Akustikus Extena.
+4

Referensi

Dokumen terkait

dalam cairan lambung pada fase terlarut dan sebagai lapisan jeli mukus yang tidak. larut, kira-kira tebalnya 0,2 mm, yang melapisi permukaan

Dari gambaran tomografi komputer pada pasien ini didapatkan adanya destruksi pada tulang liang telinga pada 1/3 lateral posterior liang telinga kiri, kolesteatom dan

Lagi  pula, kulit dan tulang rawan 1/3 luar liang telinga bersambung dengan kulit dan tulang rawan daun telinga sehingga gerakan yang sedikit saja dari daun telinga akan dihantarkan

Pada hari ke-9 pasca operasi, tampon sofratul pada liang telinga kanan diangkat lagi, tampak tulang dinding posterior liang telinga sepertiga luar masih terpapar

 Berat : destruksi seluruh osikel, tulang labirin, kanalis fasialis dan liang telinga

Pada hari ke-9 pasca operasi, tampon sofratul pada liang telinga kanan diangkat lagi, tampak tulang dinding posterior liang telinga sepertiga luar masih terpapar

 Kulit dan tulang rawan pada 1/3 luar liang telinga luar bersambung dengan kulit dan tulang rawan daun telinga sehingga gerakan sedikit saja pada daun telinga

Kulit dan tulang rawan pada 1/3 luar liang telinga luar bersambung dengan kulit dan tulang rawan daun telinga sehingga gerakan sedikit saja pada daun telinga akan dihantarkan