• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. KELAYAKAN FINANSIAL PEMANFAATAN SUMBER ENERGI TERBARUKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "VI. KELAYAKAN FINANSIAL PEMANFAATAN SUMBER ENERGI TERBARUKAN"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

VI. KELAYAKAN FINANSIAL PEMANFAATAN SUMBER ENERGI TERBARUKAN

Kelayakan finansial pemanfaatan sumber energi terbarukan dimaksudkan untuk mengkaji apakah manfaat yang diperoleh dari pemanfaatan energi terbarukan sesuai dengan dana yang diinvestasikan. Kajian kelayakan finansial dilakukan terhadap PLTB dan PLTS, serta usahatani jarak pagar sebagai sumber BBN. Berikut ini dikemukakan hasil analisis kelayakan finansial pemanfaatan masing-masing sumber energi.

6.1. Kelayakan Finansial PLTB

Sebagaimana dikemukakan pada Bab Potensi Sumber Energi Terbarukan, bahwa sampai dengan tahun 2007 di Nusa Penida telah dibangun 9 unit PLTB, tetapi baru 2 unit yang beroperasi. Berdasarkan informasi yang diperoleh di lapang, bahwa operasionalisasi PLTB dilaksanakan oleh koperasi, dalam hal ini adalah Koperasi Serba Usaha Surya Sejahtera yang ditunjuk oleh Pemerintah Kabupaten Klungkung. Koperasi pengelola berkewajiban mengoperasikan dan melakukan pemeliharaan rutin, serta menyetor 40% dari hasil penjualan listrik kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Klungkung. Dalam kajian kelayakan finansial PLTB difokuskan kepada operasional kedua unit PLTB tersebut. Dengan asumsi bahwa umur ekonomis PLTB mencapai 25 tahun dan harga jual listrik Rp 700/kWh, pada tingkat bunga 12% pengembangan PLTB di Nusa Penida tidak layak secara finansial, ditandai nilai NPV negatif dan B/C <1 (Tabel 6.1). Ketidaklayakan tersebut karena biaya investasi untuk pembangunan PLTB sangat besar, mencapai Rp 7,5 miliar untuk 2 unit PLTB, sedangkan energi listrik yang dihasilkan rata-rata 92.130 kWh/th.

Penetapan harga jual listrik PLTB mengacu kepada biaya pokok penyediaan listrik oleh PLN yang diatur berdasarkan Permen Energi dan Sumberdaya Mineral nomor 269-12/26/600.3/2008. Berdasarkan Permen tersebut, biaya pokok penyediaan tenaga listrik tegangan menengah (BPP-TM), dan tegangan rendah (BPP-TR) untuk daerah Bali, masing-masing Rp859/kWh, dan Rp 1.012/kWh. BPP tersebut dapat juga dijadikan sebagai acuan dalam penetapan harga jual tenaga listrik Pembangkit Skala Kecil Tersebar sebagaimana ditetapkan dalam Permen Energi dan Sumberdaya Mineral nomor 1122 K/30/MEM/2002 tahun 2002, yaitu sebesar 80% atau 60% dari BPP pada titik interkoneksi di jaringan tegangan menengah atau tegangan rendah. Mengingat

(2)

jaringan listrik di Nusa Penida terpisah dari jaringan listrik Jawa-Madura-Bali dan lokasi di daerah terpencil, perlu dipertimbangkan penetapan harga jual listrik PLTB mengacu kepada biaya pokok penyediaan listrik oleh PLN setempat. Menurut informasi dari PT. PLN unit jaringan Nusa Penida, biaya pokok penyediaan listrik di Nusa Penida mencapai Rp2.500/kWh. Disamping itu sejalan dengan perkembangan ekonomi global, penetapan discount rate juga cenderung dinamis. Oleh karena itu dalam kajian ini dilakukan analisis sensitivitas pengembangan PLTB terhadap peubah kritis yang mungkin mengalami perubahan baik sebagai akibat perubahan kondisi sosial, politik dan ekonomi, maupun peubah yang dapat dijadikan komponen kebijakan pengelolaan energi di pulau-pulau kecil. Hasil analisis sensitivitas pengembangan PLTB terhadap perubahan harga jual listrik dan discount rate disajikan pada Tabel 6.2 dan Tabel 6.3. Tabel 6.1 Analisis kelayakan finansial PLTB pada tingkat harga Rp 700/kWh dan

tingkat bunga 12% (Rp000) Tahun

ke Investasi Operasional Biaya Jumlah Biaya Penerimaan Nilai Sisa Penerimaan Kotor Penerimaan Bersih Sekarang Nilai

0 7.500.000 0 7.500.000 0 0 0 -7.500.000 -7.500.000 1 0 33.600 33.600 64.491 0 64.491 30.891 27.581 2 0 33.600 33.600 64.491 0 64.491 30.891 24.626 3 0 33.600 33.600 64.491 0 64.491 30.891 21.988 4 0 33.600 33.600 64.491 0 64.491 30.891 19.632 5 0 33.600 33.600 64.491 0 64.491 30.891 17.529 6 0 33.600 33.600 64.491 0 64.491 30.891 15.650 7 0 33.600 33.600 64.491 0 64.491 30.891 13.974 8 0 33.600 33.600 64.491 0 64.491 30.891 12.476 9 0 33.600 33.600 64.491 0 64.491 30.891 11.140 10 0 33.600 33.600 64.491 0 64.491 30.891 9.946 11 0 33.600 33.600 64.491 0 64.491 30.891 8.880 12 0 33.600 33.600 64.491 0 64.491 30.891 7.929 13 0 33.600 33.600 64.491 0 64.491 30.891 7.079 14 0 33.600 33.600 64.491 0 64.491 30.891 6.321 15 0 33.600 33.600 64.491 0 64.491 30.891 5.644 16 0 33.600 33.600 64.491 0 64.491 30.891 5.039 17 0 33.600 33.600 64.491 0 64.491 30.891 4.499 18 0 33.600 33.600 64.491 0 64.491 30.891 4.017 19 0 33.600 33.600 64.491 0 64.491 30.891 3.587 20 0 33.600 33.600 64.491 0 64.491 30.891 3.202 21 0 33.600 33.600 64.491 0 64.491 30.891 2.859 22 0 33.600 33.600 64.491 0 64.491 30.891 2.553 23 0 33.600 33.600 64.491 0 64.491 30.891 2.279 24 0 33.600 33.600 64.491 0 64.491 30.891 2.035 25 0 33.600 33.600 64.491 5.250.000 5.314.491 5.280.891 332.698 NPV -6.926.835 B/C 0,076 IRR -0,93%

Hasil analisis sensitivitas pada Tabel 6.2 dan Tabel 6.3 menunjukkan bahwa tingkat harga minimum yang diperlukan untuk mencapai pengembangan PLTB yang layak secara finansial adalah Rp 10.350 /kWh (Hasil analisis selengkapnya pada Lampiran 9). Penetapan harga jual listrik PLTB sebesar biaya pokok penyediaan listrik

(3)

65

membuat pengembangan PLTB di daerah tersebut layak secara finansial. Pengembangan PLTB layak secara finansial pada tingkat harga jual listrik Rp2.500/kWh disertai penurunan discount rate menjadi <1,64%.

Tabel 6.2 Analisis sensitivitas pengembangan PLTB terhadap perubahan harga jual listrik pada tingkat bunga 12%

Indikator Kelayakan Finansial Harga Jual Listrik (Rp/kWh) NPV (Rp) B/C IRR (%)

700 -6.950.069.346 0,076 -0,93 2.500 -5.649.405.980 0,247 1,64 10.350 22.931.481 1,003 12,04

Tabel 6.3 Analisis sensitivitas pengembangan PLTB terhadap perubahan discount rate pada tingkat harga jual listrik R2.500/kWh

Indikator Kelayakan Finansial

Discount rate(%) NPV (Rp) B/C IRR (%)

9 -4.960.339.835 0,339 1,64 6 -3.763.976.585 0,498 1,64 1,5 191.079.421 1,025 1,64

Hasil analisis titik impas menunjukkan bahwa pada tingkat harga jual listrik Rp 700/kWh, maka produksi listrik dari 2 unit PLTB harus mencapai 476.571 kWh/th, yang berarti bahwa diperlukan peningkatan produksi lebih dari lima kali produksi yang dicapai selama ini.

Hasil analisis periode pengembalian menunjukkan bahwa pada tingkat harga Rp700/kWh, dengan tingkat produksi 92.130 kWh/th diperlukan waktu 60,79 tahun untuk mengembalikan modal yang diinvestasikan dalam pembangunan 2 unit PLTB.

Mengingat bahwa PLTB sudah dibangun oleh pemerintah, maka yang perlu mendapat perhatian adalah operasionalisasinya agar memberikan manfaat yang optimal bagi upaya mewujudkan kawasan mandiri energi di Nusa Penida. Oleh karena itu, dalam kajian ini juga dilakukan analisis kelayakan usaha yang dilakukan oleh koperasi dalam mengoperasionalkan PLTB, dalam arti bahwa yang diperhitungkan adalah biaya operasional yang meliputi upah operator dan pemeliharaan bulanan, ditambah dengan setoran wajib kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Klungkung. Hasil analisis pada Tabel 6.4 menunjukkan bahwa usaha koperasi mengoperasionalkan 2 unit PLTB layak secara finansial ditandai dengan nilai NPV positif, B/C>1, dan IRR>12%.

(4)

Tabel 6.4 Analisis kelayakan finansial operasinal PLTB pada tingkat bunga 12%

Tahun

ke Investasi Operasional Biaya Jumlah Biaya Penerimaan Penerimaan Bersih Nilai Sekarang

0 0 33.600.000 33.600.000 0 -33.600.000 -33.600.000 1 0 59.396.484 59.396.484 64.491.210 5.094.726 4.548.863 2 0 59.396.484 59.396.484 64.491.210 5.094.726 4.061.484 3 0 59.396.484 59.396.484 64.491.210 5.094.726 3.626.325 4 0 59.396.484 59.396.484 64.491.210 5.094.726 3.237.790 5 0 59.396.484 59.396.484 64.491.210 5.094.726 2.890.884 6 0 59.396.484 59.396.484 64.491.210 5.094.726 2.581.147 7 0 59.396.484 59.396.484 64.491.210 5.094.726 2.304.595 8 0 59.396.484 59.396.484 64.491.210 5.094.726 2.057.674 9 0 59.396.484 59.396.484 64.491.210 5.094.726 1.837.209 10 0 59.396.484 59.396.484 64.491.210 5.094.726 1.640.365 11 0 59.396.484 59.396.484 64.491.210 5.094.726 1.464.612 12 0 59.396.484 59.396.484 64.491.210 5.094.726 1.307.689 13 0 59.396.484 59.396.484 64.491.210 5.094.726 1.167.580 14 0 59.396.484 59.396.484 64.491.210 5.094.726 1.042.482 15 0 59.396.484 59.396.484 64.491.210 5.094.726 930.787 16 0 59.396.484 59.396.484 64.491.210 5.094.726 831.060 17 0 59.396.484 59.396.484 64.491.210 5.094.726 742.018 18 0 59.396.484 59.396.484 64.491.210 5.094.726 662.516 19 0 59.396.484 59.396.484 64.491.210 5.094.726 591.532 20 0 59.396.484 59.396.484 64.491.210 5.094.726 528.154 21 0 59.396.484 59.396.484 64.491.210 5.094.726 471.566 22 0 59.396.484 59.396.484 64.491.210 5.094.726 421.041 23 0 59.396.484 59.396.484 64.491.210 5.094.726 375.929 24 0 59.396.484 59.396.484 64.491.210 5.094.726 335.651 25 0 59.396.484 59.396.484 64.491.210 5.094.726 299.689 NPV 6.358.645 B/C 1,189 IRR 14,67% 6.2. Kelayakan Finansial PLTS

PLTS yang sudah dibangun memiliki kapasitas modul surya 32,4 kWp, dengan output harian 130 kWh. Investasi yang dilakukan oleh Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral untuk pembangunan PLTS tersebut sebesar Rp 3.500.000.000. Berbeda dengan operasionalisasi PLTB yang memerlukan biaya relatif besar, menurut informasi dari PT. PLN unit jaringan Nusa Penida, bahwa biaya operasionalisasi PLTS relatif kecil. Dalam analisis kelayakan finansial PLTS di Nusa Penida, diasumsikan biaya operasional sebesar Rp 600.000/bl untuk upah operator, tingkat bunga 12% dan umur teknis PLTS mencapai 25 tahun dengan produksi listrik rata-rata 39.000 kWh/th. Pada tingkat harga jual listrik PLTS Rp700/kWh pengembangan PLTS tidak layak secara finansial ditandai dengan nilai NPV negatif, B/C <1 dan IRR < 12% (Tabel 6.5)

Hasil analisis sensitivitas pada Tabel 6.6 dan Tabel 6.7 menunjukkan bahwa tingkat harga minimum yang diperlukan untuk mencapai pengembangan PLTS yang layak secara finansial adalah Rp 11.250 /kWh (Hasil analisis selengkapnya pada Lampiran 10). Seperti halnya pada pengembangan PLTB, penetapan harga jual listrik PLTS sebesar biaya pokok penyediaan listrik oleh PLN di Nusa Penida (Rp2.500/kWh)

(5)

67

pada tingkat bunga 12% belum mampu membuat pengembangan PLTS di daerah tersebut layak secara finansial. Pengembangan PLTS layak secara finansial pada tingkat harga jual listrik Rp2.500/kWh disertai penurunan discount rate menjadi <1,589%. Tabel 6.5 Analisis NPV dan B/C dan IRR pengembangan PLTS pada tingkat harga

listrik Rp700/kWh dan tingkat bunga 12% (Rp000) Tahun

ke Investasi Operasional Biaya Jumlah Biaya Penerimaan Nilai Sisa Penerimaan Kotor Penerimaan Bersih Sekarang Nilai

0 3.500.000 0 3.500.000 0 0 0 -3.500.000 -3.500.000 1 0 7.200 7.200 27.300 0 27.300 20.100 17.946 2 0 7.200 7.200 27.300 0 27.300 20.100 16.024 3 0 7.200 7.200 27.300 0 27.300 20.100 14.307 4 0 7.200 7.200 27.300 0 27.300 20.100 12.774 5 0 7.200 7.200 27.300 0 27.300 20.100 11.405 6 0 7.200 7.200 27.300 0 27.300 20.100 10.183 7 0 7.200 7.200 27.300 0 27.300 20.100 9.092 8 0 7.200 7.200 27.300 0 27.300 20.100 8.118 9 0 7.200 7.200 27.300 0 27.300 20.100 7.248 10 0 7.200 7.200 27.300 0 27.300 20.100 6.472 11 0 7.200 7.200 27.300 0 27.300 20.100 5.778 12 0 7.200 7.200 27.300 0 27.300 20.100 5.159 13 0 7.200 7.200 27.300 0 27.300 20.100 4.606 14 0 7.200 7.200 27.300 0 27.300 20.100 4.113 15 0 7.200 7.200 27.300 0 27.300 20.100 3.672 16 0 7.200 7.200 27.300 0 27.300 20.100 3.279 17 0 7.200 7.200 27.300 0 27.300 20.100 2.927 18 0 7.200 7.200 27.300 0 27.300 20.100 2.614 19 0 7.200 7.200 27.300 0 27.300 20.100 2.334 20 0 7.200 7.200 27.300 0 27.300 20.100 2.084 21 0 7.200 7.200 27.300 0 27.300 20.100 1.860 22 0 7.200 7.200 27.300 0 27.300 20.100 1.661 23 0 7.200 7.200 27.300 0 27.300 20.100 1.483 24 0 7.200 7.200 27.300 0 27.300 20.100 1.324 25 0 7.200 7.200 27.300 2.450.000 2.477.300 2.470.100 145.299 NPV -3.199.411 B/C 0,076 IRR -0,740%

Tabel 6.6 Analisis sensitivitas pengembangan PLTS terhadap perubahan harga jual listrik pada tingkat bunga 12%

Indikator Kelayakan Finansial Harga Jual Listrik (Rp/kWh) NPV (Rp) B/C IRR (%)

700 -3.199.411.566 0,076 -0,740 2.500 -2.648.823.200 0,247 1,589 11.250 27.648.022 1,008 12,104 Tabel 6.7 Analisis sensitivitas pengembangan PLTS terhadap perubahan discount rate

pada tingkat harga jual listrik R2.500/kWh

Indikator Kelayakan Finansial

Discount rate(%) NPV (Rp) B/C IRR (%)

9 -2.330.425.176 0,334 1,589 6 -1.776.851.017 0,492 1,589

(6)

Hasil analisis titik impas menunjukkan bahwa pada tingkat harga jual listrik Rp 700/kWh, maka produksi listrik dari PLTS harus mencapai 210.286 kWh/th, yang berarti bahwa diperlukan peningkatan produksi lebih dari lima kali produksi yang dicapai selama ini.

Hasil analisis periode pengembalian menunjukkan bahwa pada tingkat harga Rp700/kWh, dengan tingkat produksi 39.000 kWh/th diperlukan waktu 36,97 tahun untuk mengembalikan modal yang diinvestasikan dalam pembangunan PLTS.

6.3. Kelayakan Finansial Pengembangan Tanaman Penghasil BBN

Pengembangan tanaman jarak pagar di Nusa Penida dilakukan atas kerjasama PT. PLN dengan Pemerintah Kabupaten Klungkung dan Universitas Udayana, Denpasar. Melalui program tersebut, disediakan bibit tanaman jarak pagar dan dilakukan pembinaan teknis budidaya kepada petani yang berkomitmen menanam jarak pagar. Sampai dengan tahun 2008, bibit yang didistribusikan sebanyak 125.250 batang, setara dengan 51,5 ha pertanaman jarak pagar. Pada saat penelitian dilaksanakan, bitbit yang sebagian besar ditanam pada bulan Nopember-Desember 2007 baru pada tahap tanaman berbunga, sehingga belum diperoleh data mengenai produktivitas tanaman. Oleh karena itu dalam analisis kelayakan finansial, proyeksi produksi biji jarak mengacu kepada tingkat kesesuaian lahan dan potensi produksi benih jarak pagar yang sudah dihasilkan di lembaga penelitian. Pada kondisi optimal, benih hasil seleksi populasi jarak pagar (IP-2M) yang sesuai untuk lahan kering, berpotensi hasil 1,7-2,0 ton/ha pada tahun pertama dan mencapai 6,6-7,5 ton/ha pada tahun keempat (ICERD, 2006). Sedangkan benih yang sudah disebarkan untuk pengembangan jarak pagar di berbagai daerah di Indonesia, yakni IP-1A, IP-1M, dan IP-1P memiliki potensi hasil 0,2-0,3 ton/ha pada tahun pertama dan mencapai 4-5 ton/ha pada tahun kelima (PUSLITBANG PERKEBUNAN, 2006). Namun mengingat terbatasnya sumber pengairan dan panjangnya musim kemarau di Nusa Penida, dalam kajian kelayakan finansial pengembangan usahatani jarak pagar di Nusa Penida diasumsikan produktivitas tanaman jarak pagar mencapai 0,2 ton/ha pada tahun pertama, kemudian meningkat secara gradual mencapai 2 ton/ha pada umur 5-25 tahun.

(7)

69

Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan pengembangan tanaman jarak di Nusa Penida, dalam kajian ini analisis ditujukan kepada tingkat harga yang dibutuhkan untuk mencapai usahatani jarak pagar yang layak secara finansial di daerah tersebut. Berdasarkan hasil simulasi kelayakan finansial usahatani jarak pagar, harga minimum yang diperlukan untuk mencapai usahatani yang layak secara finansial adalah Rp 2.070/kg biji jarak pagar, ditandai dengan nilai NPV mendekati nol, B/C mendekati 1, dan IRR mendekati 12% (Tabel 6.8). Hasil simulasi tersebut menunjukkan bahwa tingkat harga yang dapat memberi insentif bagi petani untuk mengembangkan usahatani jarak pagar >Rp 2.070/kg biji jarak pagar.

Tabel 6.8. Analisis kelayakan finansial usahatani jarak pagar perhektar pada tingkat harga biji = Rp 2.070/kg dan tingkat bunga 12%

Tahun

ke Investasi Biaya

Operasional Jumlah Biaya

Penerimaan Kotor

Penerimaan

Bersih Nilai Sekarang

0 8.497.500 0 8.497.500 0 -8.497.500 -8.497.500 1 2.054.167 2.054.167 369.000 -1.685.167 -1.464.435 2 1.717.917 1.717.917 922.500 -795.417 -544.417 3 2.184.583 2.184.583 1.845.000 -339.583 -81.558 4 1.794.583 1.794.583 2.952.000 1.157.417 964.346 5 2.367.917 2.367.917 3.690.000 1.322.083 1.005.528 6 1.867.917 1.867.917 3.690.000 1.822.083 1.151.108 7 2.367.917 2.367.917 3.690.000 1.322.083 801.601 8 1.867.917 1.867.917 3.690.000 1.822.083 917.656 9 2.367.917 2.367.917 3.690.000 1.322.083 639.031 10 1.867.917 1.867.917 3.690.000 1.822.083 731.550 11 2.367.917 2.367.917 3.690.000 1.322.083 509.432 12 1.867.917 1.867.917 3.690.000 1.822.083 583.187 13 2.367.917 2.367.917 3.690.000 1.322.083 406.116 14 1.867.917 1.867.917 3.690.000 1.822.083 464.913 15 2.367.917 2.367.917 3.690.000 1.322.083 323.753 16 1.867.917 1.867.917 3.690.000 1.822.083 370.626 17 2.367.917 2.367.917 3.690.000 1.322.083 258.094 18 1.867.917 1.867.917 3.690.000 1.822.083 295.461 19 2.367.917 2.367.917 3.690.000 1.322.083 205.751 20 1.867.917 1.867.917 3.690.000 1.822.083 235.540 21 2.367.917 2.367.917 3.690.000 1.322.083 164.023 22 1.867.917 1.867.917 3.690.000 1.822.083 187.771 23 2.367.917 2.367.917 3.690.000 1.322.083 130.758 24 1.867.917 1.867.917 3.690.000 1.822.083 149.690 25 2.367.917 2.367.917 3.690.000 1.322.083 104.240 NPV 12.264 B/C 1,001 IRR 12,01%

(8)

Pada saat penelitian dilaksanakan, harga biji jarak pagar belum terbentuk karena belum ada transaksi jual beli biji jarak pagar. Informasi yang beredar di masyarakat bahwa harga yang ditawarkan oleh PT.PLN antara Rp 500-700/kg. Tingkat harga tersebut jauh dibawah tingkat harga minimum yang diperlukan untuk kelayakan usahatani jarak pagar, berarti tidak memberikan insentif bagi petani untuk mengusahakan tanaman jarak pagar. Penetapan harga biji jarak pagar <Rp2.070/kg menimbulkan persepsi masyarakat bahwa penetapan harga hanya berpedoman kepada harga jual listrik kepada masyarakat, dan dijadikan indikasi bahwa sistem pengelolaan energi di Nusa Penida memposisikan petani jarak sebagai donatur untuk menanggung subsidi listrik. Berdasarkan hasil observasi di lapang, persepsi tersebut merupakan salah satu penyebab tersendatnya perkembangan areal pertanaman jarak pagar.

Kebijakan pemerintah yang pada awal tahun 2009 menurunkan harga solar menjadi Rp 4.500/l, mencerminkan bahwa tingkat harga solar kembali ke tingkat harga pada tahun 2005. Pada tingkat harga tersebut, harga solar untuk bahan bakar PLTD di Nusa Penida mencapai Rp6.300/l. Mengacu kepada rendemen minyak jarak 30% terhadap berat biji (Hambali et al 2007), dengan memperhitungkan biaya pengolahan dan marjin keuntungan bagi usaha pengolahan, maka harga keekonomian biji jarak di Nusa Penida mencapai Rp1.250-1.350/kg. Tingkat harga tersebut masih lebih kecil dibandingkan harga minimum yang diperlukan untuk mencapai usahatani jarak pagar yang layak secara finansial. Bagi pelaku pasar yang rasional tentu tidak mungkin mengharapkan harga biji jarak mencapai harga minimum yang diperlukan. Oleh karena itu, diperlukan inovasi teknologi untuk meningkatkan produktivitas usahatani jarak pagar, baik melalui penggunaan benih unggul maupun perbaikan kesesuaian lahan dengan cara mengupayakan pengairan. Dalam kajian ini dilakukan analisis sensitivitas usahatani jarak pagar terhadap produktivitas yang dicapai pada tahun ke 5-25 pada tingkat harga biji jarak Rp1.250/kg. Hasil analisis sensitivitas pada Tabel 6.9 menunjukkan bahwa pada tingkat produktivitas usahatani 3.500 kg/ha pada tahun ke 5-25, pengembangan usahatani jarak pagar di Nusa Penida layak secara finansial ditandai dengan nilai NPV positif, B/C >1 dan IRR >12%.

Hasil analisis titik impas menunjukkan bahwa pada tingkat harga biji jarak Rp 700/kg, maka rata-rata produktivitas usahatani jarak harus mencapai 3.484.29 kg/ha/th,

(9)

VII. DAMPAK LINGKUNGAN PEMANFAATAN ENERGI TERBARUKAN

7.1. Indikator Beban Lingkungan

Pemanfaatan sumberdaya alam sebagai sumber energi selain bertujuan untuk mengurangi ketergantungan daerah di pulau-pulau kecil terhadap bahan bakar minyak yang ketersediaannya semakin terbatas dan harganya terus meningkat, yang tidak kalah penting adalah untuk mengurangi beban lingkungan yang diakibatkan oleh limbah dalam proses pengelolaan energi. Dalam kasus pengelolaan energi di Nusa Penida, analisis beban lingkungan difokuskan kepada pengurangan beban lingkungan sebagai akibat pengurangan penggunaan bahan bakar fosil karena adanya kontribusi produksi energi listrik dari pembangkit listrik tenaga angin, tenaga matahari, dan penggunaan bahan bakar nabati sebagai substitusi solar untuk bahan bakar PLTD. Limbah yang dijadikan indikator pengurangan beban lingkungan dalam proses pengelolaan energi listrik adalah kandungan gas CO, SO2, NO2, dan partikel debu dalam emisi gas buang dari pembangkit listrik dan konsentrasinya di udara ambien.

Menurut Adel (1995) dan Hill (1984), CO merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau, mempunyai afinitas yang tinggi dengan hemoglobin, yaitu sekitar 240 kali lebih kuat dibandingkan afinitas O2 terhadap hemoglobin. Dengan demikian apabila CO masuk kedalam paru-paru akan berikatan dengan hemoglobin membentuk karboksi-hemoglobin (CO-Hb). Hill (1984) menyatakan bahwa gas CO sebagai gas mematikan, dampaknya tidak dapat berbalik (irreversible). Dengan demikian kemampuan darah untuk membawa oksigen sangat terhambat.

Sulfur dioksida (SO2) adalah gas asam yang bergabung dengan uap air di atmosfir menghasilkan hujan asam. Endapan SO2 baik dalam bentuk basah maupun kering dapat berdampak pada kerusakan vegetasi dan degradasi tanah, bahan bangunan dan badan-badan air. SO2 di udara sekitar dapat juga mempengaruhi kesehatan manusia, khususnya bagi yang menderita asma dan penyakit paru-paru kronis. Bahkan konsentrasi menengah dapat mengakibatkan kegagalan fungsi paru-paru bagi penderita asma. Pada konsentrasi SO2 yang tinggi, dapat terjadi dada sesak dan batuk, dan penderita asma dapat mengalami gangguan fungsi paru-paru memerlukan pertolongan medis. Pencemaran SO2 akan lebih berbahaya ketika partikulat dan pencemaran lain berada pada konsentrasi tinggi. Emisi sulfur dioksida (SO2) terutama timbul dari pembakaran bahan bakar fosil yang mengandung sulfur terutama batubara yang

(10)

digunakan untuk pembangkit tenaga listrik atau pemanasan rumah tangga. Gas yang berbau tajam tapi tak bewarna ini dapat menimbulkan serangan asma karena gas ini menetap di udara, bereaksi dan membentuk partikel-partikel halus dan zat asam (BPLH, 2007). Masalah pencemaran SO2 saat ini tidak hanya terjadi di perkotaan tetapi juga sudah menjadi masalah di pedesaan. Hal ini disebabkan karena pembangunan industri-industri cenderung berada di daerah luar perkotaan, sehingga emisi SO2 dapat mempengaruhi kualitas udara baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan.

Nitrogen dioksida (NO2) adalah gas berbau tajam berwarna merah-coklat. Emisi NO2 dapat secara langsung berasal dari proses pembakaran bersuhu tinggi dan sebagai akibat dari konversi gas NO di atmosfir. Nitrogen oksida dilepaskan ke atmosfir terutama dalam bentuk NO, yang kemudian teroksidasi menjadi NO2 oleh reaksi dengan ozon. Zat nitrogen oksida ini menyebabkan kerusakan paru-paru. Setelah bereaksi di atmosfir, zat ini membentuk partikel-partikel nitrat amat halus yang menembus bagian terdalam paru-paru. Partikel-partikel nitrat ini pula, jika bergabung dengan air baik air di paru-paru atau uap air di awan akan membentuk asam. Selain itu, nitrogen oksida memiliki paruh waktu sekitar 1 hari untuk berubah menjadi asam nitrat. Asam nitrat ini kemudian terlepas dari atmosfir dan mengendap di tanah, atau berpindah menjadi tetes air (misalnya awan atau air hujan), yang pada akhirnya berkontribusi terhadap pengendapan asam (BMDC, 2008).

Partikel debu yang terdapat di udara dapat menyebabkan penyakit kanker, memperberat penyakit jantung dan pernafasan, batuk, iritasi kerongkongan dan saluran pernafasan.

7.2. Dampak Lingkungan PLTD

Pengoperasian PLTD yang menggunakan bahan bakar fosil (HSD) dapat menimbulkan beberapa dampak terhadap lingkungan, yaitu dampak terhadap kualitas udara dan kesehatan masyarakat.

7.2.1. Kualitas Udara

Atmosfer merupakan tempat penampungan dari semua jenis zat pencemar baik berupa gas, cair maupun padat dan oleh atmosfer zat-zat pencemar tersebut dihamburkan karena adanya sirkulasi udara. Pencemaran udara diindikasikan oleh adanya kandungan kontaminan atau kombinasinya di dalam atmosfer. Dampak terhadap

(11)

74

cerobong asap (stack) dengan parameter pengukuran antara lain : kandungan CO, SO2, NO2, dan debu. Hasil pengukuran konsentrasi gas CO, SO2, NO2, dan partikel debu di udara ambien yang dilakukan PPLH-UNUD tanggal 16 Juni 2007 menunjukkan bahwa konsentrasi gas CO, SO2, dan NO2 masih di bawah ambang batas baku mutu udara ambien yang ditentukan berdasarkan Keputusan Gubernur Bali No. 8 tahun 2007, namun konsentrasi partikel debu telah melampaui baku mutu (PLN Distribusi Bali, 2007). Tingginya konsentrasi debu diduga berasal dari proses pembangkitan energi listrik yang menggunakan bahan bakar solar. Hasil pengukuran kualitas udara ambien disajikan pada Tabel 7.1.

Tabel 7.1 Kualitas udara ambien di Lokasi PLTD Kutampi, tahun 2007

Parameter Satuan Hasil Pengukuran Baku

Mutu

Metode

Debu total µg/m3 265,879 230 Gravimetri

CO µg/m3 483,019 30.000 Iodium Pentoksida SO2 µg/m 3 37,231 900 West Gaeka NO2 µg/m 3 22,326 400 Griess Saltzman 7.2.2. Kebisingan

Pengukuran tingkat kebisingan dilakukan baik di dalam maupun di luar ruangan pembangkit dengan alat Sound Level Meter. Hasil pengukuran tingkat kebisingan di sekitar lokasi PLTD Nusa Penida yang dilakukan oleh PPLH-UNUD menunjukkan bahwa baik di ruang mesin, di ruang kantor, maupun di luar ruangan telah melampaui nilai ambang batas (NAB). Data hasil pengukuran tingkat kebisingan disajikan pada Tabel 7.2.

Tabel 7.2 Tingkat kebisingan di sekitar lokasi PLTD Lokasi Pengukuran Hasil Pengukuran (dBA) NAB (dBA) Keterangan Ruang mesin 93,1 85 Melebihi NAB Ruang kantor 77,3 65 Melebihi NAB Depan kantor PLTD 84,0 55 Melebihi NAB

300 m dari depan kantor PLTD 72,9 55 Melebihi NAB Sebelah kiri kantor PLTD 79,4 55 Melebihi NAB 300 m sebelah kiri kantor PLTD 70,3 55 Melebihi NAB Sebelah kanan kantor PLTD 77,8 55 Melebihi NAB

(12)

7.3. Dampak Lingkungan PLTB

Berdasarkan neraca energi di unit jaringan listrik Nusa Penida tahun 2007, dengan beroperasinya 2 unit PLTB, rata-rata pengurangan penggunaan bahan bakar solar dalam proses produksi listrik mencapai 4.095 l/bulan (1,63%). Pengurangan penggunaan solar tidak sama setiap bulannya karena kontribusi produksi listrik dari pembangkit listrik tenaga angin berfluktuasi sesuai dengan kecepatan angin pada bulan yang bersangkutan. Kontribusi produksi listrik PLTB dan pengurangan penggunaan solar untuk bahan bakar PLTD perbulan disajikan pada Tabel 7.3.

Tabel 7.3 Kontribusi produksi listrik PLTB dan pengurangan penggunaan solar untuk bahan bakar PLTD unit jaringan Nusa Penida, tahun 2007

Produksi listrik (kWh) Penggunaan Solar (l) Pengurangan

Bulan Total PLTD PLTB Tanpa

PLTB Ada PLTB (l) (%) Januari 592.363 584.101 8.262 236.945 233.640 3.305 1.39 Pebruari 561.949 559.847 2.102 224.780 223.939 841 0.37 Maret 602.750 598.850 3.900 241.100 239.540 1.560 0.65 April 616.860 611.398 5.462 246.744 244.559 2.185 0.89 Mei 622.454 611.686 10.768 248.982 244.674 4.307 1.73 Juni 608.560 587.187 21.373 243.424 234.875 8.549 3.51 Juli 636.038 618.239 17.799 254.415 247.296 7.120 2.80 Agustus 649.546 623.297 26.249 259.818 249.319 10.500 4.04 September 638.049 627.254 10.795 255.220 250.902 4.318 1.69 Oktober 648.269 640.373 7.896 259.308 256.149 3.158 1.22 Nopember 658.815 652.944 5.871 263.526 261.177 2.348 0.89 Desember 687.332 684.969 2.363 274.933 273.988 945 0.34 Rata-rata 554.946 544.710 10.237 250.766 246.671 4095 1.63

Dengan pengurangan penggunaan bahan bakar solar sebesar 1,63%, maka jumlah gas dan partikel yang diemisikan melalui cerobong PLTD juga berkurang sebanyak 1,63%.

Meskipun pembangkit listrik tenaga angin memanfaatkan sumberdaya energi angin yang merupakan energi terbarukan, tetapi tidak berarti tidak menimbulkan dampak lingkungan. Beberapa dampak lingkungan yang dapat ditimbulkan dalam pemanfaatan tenaga angin sebagai sumber energi adalah kebisingan, strobo, dan kematian fauna.

7.3.1. Kebisingan

Konstruksi kincir angin yang terdiri atas komponen mekanik mengakibatkan terjadinya gesekan antar komponennya, sehingga menimbulkan suara (kebisingan) yang dapat mengganggu pendengaran manusia pada jarak tertentu. Komponen utama yang memiliki kontribusi besar memunculkan kebisingan adalah (Rostyono, 1998) :

(13)

76

• Gearbox dan Generator : frekuensi kebisingan yang ditimbulkan kedua komponen tersebut sesuai dengan frekuensi putarannya yang umumnya berkisar 1000-1500 Hz. • Blade : diameter blade yang lebar serta jumlah blade yang sedikit menyebabkan

gesekan dengan udara yang semakin besar dan kencang. Dengan frekuensi putaran 30-35 putaran/menit, maka putaran di ujung blade yang berdiameter 50 m dapat mencapai kecepatan 250 km/jam.

Untuk kasus pengembangan PLTB Puncak Mundi di Nusa Penida, kebisingan yang ditimbulkan oleh beroperasinya 2 unit PLTB belum dirasakan oleh masyarakat di sekitar lokasi PLTB, karena jarak atara PLTB dengan pemukiman penduduk relatif jauh (>500 m). Namun demikian dalam proses penambahan unit PLTB yang sampai dengan bulan April 2008 telah mencapai 9 unit, ada 1 unit diantaranya berlokasi di dekat pemukiman penduduk. Resiko dampak kebisingan yang dapat ditimbulkan oleh unit PLTB tersebut belum disadari oleh masyarakat setempat, karena belum dioperasikan. 7.3.2. Strobo

Strobo merupakan efek gelap terang yang diterima oleh panca indera (mata) akibat terhalangnya sinar matahari oleh blade yang berputar, maupun pantulan sinar matahari oleh permukaan blade . Lamanya efek tersebut tergantung pada letak geografis, ketinggian rotor, dan jarak antara lokasi kincir dengan pengamat (Rostyono, 1998). Seperti halnya dampak kebisingan, dampak strobo yang ditimbulkan oleh beroperasinya 2 unit PLTB juga belum dirasakan oleh masyarakat di sekitar lokasi PLTB.

7.3.3. Kematian Fauna

Putaran blade mempunyai pengaruh terhadap keberadaan mahluk hidup terutama fauna yang ada di sekitarnya. Sambaran blade dapat menyebabkan kematian burung dan serangga yang terbang di sekitar lokasi kincir. Sebagaimana diketahui bahwa Nusa Penida merupakan daerah yang dijadikan tempat penangkaran dan naturalisasi satwa terutama burung Jalak Bali yang dilindungi karena sudah langka. Di daerah ini masyarakat juga dilarang berburu berbagai jenis burung, sehingga populasi unggas tersebut sudah mulai meningkat.

(14)

7.4. Dampak Lingkungan PLTS

Mulai beroperasinya PLTS pada tahun 2009 juga akan menimbulkan pengurangan penggunaan solar sebagai akibat adanya kontribusi produksi listrik dari pembangkit tersebut. Seperti halnya kontribusi produksi listrik dari PLTB, kontribusi PLTS juga berfluktuasi sesuai dengan lama penyinaran setiap bulan. Berdasarkan rata-rata lama penyinaran pada masing-masing bulan dan kapasitas modul surya 32,4 kW, dapat diprediksi produksi listrik dari PLTS setiap bulannya sebagaimana disajikan pada Tabel 7.4.

Tabel 7.4 Prediksi produksi listrik dari PLTS

No. Bulan Jumlah Jam

per hari Lama penyinaran (%) Jumlah Hari Produksi listrik PLTS (kWh) 1. Januari 12 24 31 2.893 2. Pebruari 12 26 28 2.830 3. Maret 12 41 31 4.942 4. April 12 51 30 5.949 5. Mei 12 74 31 8.919 6. Juni 12 74 30 8.631 7. Juli 12 74 31 8.919 8. Agustus 12 82 31 9.883 9. September 12 82 30 9.564 10. Oktober 12 79 31 9.522 11. Nopember 12 46 30 5.365 12 Desember 12 34 31 4.098 Rata-rata 58,1 6.793

Tabel 7.5 Prediksi kontribusi produksi listrik PLTS dan pengurangan penggunaan solar untuk bahan bakar PLTD Unit Jaringan Nusa Penida

Produksi listrik (kWh) Penggunaan Solar (l) Pengurangan

Bulan Total PLTD PLTS Tanpa

PLTS Ada PLTS (l) (%) Januari 758.835 755.942 2.893 303.534 302.377 1.157 0.38 Pebruari 743.187 740.357 2.830 297.275 296.143 1.132 0.38 Maret 766.350 761.408 4.942 306.540 304.563 1.977 0.64 April 809.255 803.306 5.949 323.702 321.323 2.379 0.74 Mei 773.258 764.339 8.919 309.303 305.736 3.568 1.15 Juni 788.613 779.982 8.631 315.445 311.993 3.453 1.09 Juli 796.039 787.120 8.919 318.416 314.848 3.568 1.12 Agustus 788.274 778.391 9.883 315.310 311.356 3.953 1.25 September 772.118 762.554 9.564 308.847 305.021 3.826 1.24 Oktober 863.720 854.198 9.522 345.488 341.679 3.809 1.10 Nopember 849.623 844.258 5.365 339.849 337.703 2.146 0.63 Desember 872.499 868.401 4.098 349.000 347.360 1.639 0.47 Rata-rata 798.481 791.688 6.793 319.392 316.675 2.717 0.85

(15)

78

Dari data produksi listrik pada Tabel 7.4. diperoleh kontribusi produksi listrik PLTS dan pengurangan penggunaan solar untuk bahan bakar PLTD unit jaringan Nusa Penida (Tabel 7.5) yang menunjukkan bahwa pengurangan penggunaan solar untuk bahan bakar PLTD unit jaringan Nusa Penida sebagai akibat pengoperasian PLTS mencapai 0,85%. Dengan demikian pemanfaatan radiasi matahari sebagai sumber energi dengan PLTS berkapasitas 32,4 kW dapat mengurangi beban lingkungan sebesar 0,85%.

7.5. Dampak Lingkungan Pemanfaatan BBN

Pemanfaatan BBN yang dihasilkan dari pengembangan tanaman jarak pagar di Nusa Penida sebagai substitusi solar untuk bahan bakar PLTD, juga dapat menurunkan beban lingkungan dari emisi yang ditimbulkan dalam proses pembangkitan energi listrik. Hasil pengukuran emisi gas buang penggunaan minyak jarak menunjukkan bahwa konsentrasi gas CO, SO2, NO2, dan partikel debu dalam emisi gas buang lebih rendah dibandingkan konsentrasi kontaminan tersebut pada penggunaan solar (Tabel 7.6.). Penurunan konsentrasi tertinggi terjadi pada gas NO2 (70,65%) dan terendah pada gas CO (25%). Hasil pengukuran emisi gas buang selengkapnya disajikan pada Lampiran 9.

Tabel 7.6 Hasil pengukuran emisi gas buang penggunaan bahan bakar solar dan minyak jarak

Emisi Bahan Bakar Parameter Solar BBN Selisih (%) Nitrogen dioksida, NO2 (mg/m3) 34,72 10,19 70,65 Sulfur dioksida, SO2 (mg/m3) 0,02 0,01 50,00 Karbon monoksida, CO (ppm) 800 600 25,00 Partikel debu (mg/m3) 7,50 4,82 35,73 Sumber : Data primer, 2008

Pengembangan tanaman jarak pagar seluas 1000 ha dengan potensi produksi minyak jarak 600.000 l/th akan mampu mensubstitusi penggunaan solar 28,16%. Jadi sebagai akibat pemanfaatan bahan bakar nabati secara aktual berdampak kepada penurunan emisi gas NO2, SO2, CO, dan partikel debu masing-masing sebesar 19,90%, 14,08%, 7,04%, dan 10,06%. Namun demikian emisi akibat penggunaan bahan bakar nabati dapat diabaikan, karena bahan bakar nabati dihasilkan oleh tanaman melalui proses fotosintesa yang didalamnya terjadi penyerapan unsur-unsur nitrogen (N), sulfur (S),

(16)

dan karbon (C). Tanaman juga berperan dalam siklus ketiga unsur tersebut yang berjalan secara seimbang di alam. Berdasarkan 2006 IPCC Guidelines maka penggunaan BBN tidak dihitung emisi CO2 tetapi dicantumkan dalam bagian sendiri karena biomasa yang digunakan untuk BBN ini sudah dihitung emisinya dalam sektor

Agriculture, Forestry and Other Land Use (AFOLU). Emisi gas rumah kaca (GRK) dari

penggunaan BBN dianggap nol bila berasal dari perkebunan yang dikelola secara berkesinambungan.

Menurut Hanafiah (2007), siklus N dimulai dari fiksasi N2-atmosfir secara fisik/kimiawi yang menyuplai tanah bersama presipitasi (hujan), dan oleh mikrobia baik secara simbiotik maupun nonsimbiotik yang menyuplai tanah baik lewat tanaman inangnya maupun setelah mati. Fiksasi N terjadi secara fisik melalui pelepasan energi listrik pada saat terjadinya kilat dan secara kimia melalui proses ionisasi di atmosfir paling atas, kemudian turun ke tanah lewat presipitasi. Fiksasi N juga terjaddi secara biologis lewat simbiosis mutualistik tanaman legum dan nonsimbiotik oleh mikrobia tanah. Sumber N dalam proses fiksasi N secara biologis meliputi N2, NH4, NO3, NO2, dan Urea serta N-organik. Di dalam tanah, 99% N terdapat dalam bentuk organik, hanya 2-4% yang dimineralisasikan menjadi N-anorganik (NH3) oleh berbagai mikrobia heterotrof, kemudian sebagian mengalami nitrifikasi. Sebagian besar NH3 tersebut di dalam tanah segera berubah menjadi NH4+ (ion amonium) akibat adanya proses ikatan elektron yang kuat dengan ion-ion H+. Ion NH4+ tersedia bagi tanaman dan dapat terikat pada permukaan koloidal tanah yang bermuatan negatif atau bertukar kedudukan dengan ion K+. Ion amonium dan amoniak (NH3) dihasilkan dalam sel tanaman melalui proses fotorespirasi dalam siklus oksidasi karbon atau proses degradasi metabolik terhadap cadangan protein selama perkecambahan biji. Asimilasi amonia ini terjadi dengan cepat dan hasilnya segera digunakan untuk proses metabolisme lain. Setelah proses fiksasi, siklus N dilanjutkan dengan proses denitrifikasi yang merupakan reaksi reduksi nitrat menjadi gas N yang kemudian mengalami volatilisasi (penguapan) ke atmosfer. Proses ini pada ekosistem alami berlangsung secara berkesinambungan dan selaras dengan proses fiksasi N, sehingga jumlah N dalam tanah tetap stabil.

Hanafiah (2007) juga menyatakan bahwa sulfur merupakan unsur hara makro esensial yang diserap tanaman dalam jumlah yang hampir sama dengan unsur P (0,1-0,3%) dalam bentuk SO42- dan gas belerang (SO2) melalui daun dari atmosfir. Di dalam

(17)

80

tanah sulfur berasal dari pelapukan mineral tanah dan dekomposisi bahan organik. Sulfur berperan penting sebagai komponen asam-asam amino esensial penyusun protein tanaman dan dalam pembentukan polipeptida.

Dengan asumsi bahwa siklus unsur-unsur tersebut berjalan secara seimbang, maka jumlah unsur yang diemisikan dalam penggunaan BBN sebagai bahan bakar PLTD sama dengan jumlah yang diserap oleh tanaman dari alam melalui proses metabolisme tanaman. Jadi pengurangan beban lingkungan sebagai akibat penggunaan BBN didekati berdasarkan substitusi BBN terhadap solar sebagai bahan bakar PLTD, dalam kasus ini mencapai 28,16%.

Selain memberi manfaat dalam penurunan beban lingkungan dari pengurangan emisi, pengusahaan tanaman jarak pagar juga memberikan manfaat dari hasil samping pengolahan minyaknya. Kulit buah jarak pagar dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik dan ampas pengolahan minyak jarak dapat dibuat biogas dan briket. Proporsi bagian tanaman jarak pagar yang dapat dimanfaatkan disajikan pada Gambar 7.1 (Pranowo, 2008: komunikasi pribadi).

Buah Jarak Biji Basah 30 % Kulit Buah 70 % Biji Kering 55 % Ampas 68-70 % Briket Crude Oil 30-32 % Biodiesel 80-90 % Biogas Pupuk Organik

Pupuk Cair Pupuk Padat Gas Metan Gambar 7.1 Pohon industri buah jarak pagar.

Gambar

Tabel 6.1  Analisis kelayakan finansial PLTB pada tingkat harga Rp 700/kWh dan
Tabel 6.4  Analisis kelayakan finansial operasinal PLTB pada tingkat bunga 12%
Tabel 6.5  Analisis NPV dan B/C dan IRR pengembangan PLTS pada tingkat harga  listrik Rp700/kWh dan tingkat bunga 12%                                        (Rp000) Tahun
Tabel 6.8. Analisis kelayakan finansial usahatani jarak pagar perhektar pada tingkat  harga biji = Rp 2.070/kg dan tingkat bunga 12%
+4

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Penelitian ini dilakukan untuk membentuk portofolio LQ45 dengan merekomendasikan saham LQ45 emiten perusahaan mana saja yang lebih baik dimasukkan pada portofolio sekaligus bobot

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh diferensiasi produk terhadap Terhadap Keputusan Pembelian Sepeda Motor Honda Beat, pengaruh Brand Awareness Terhadap

Jumlah penduduk Kabupaten Sumbawa Hasil SP2010 (angka sementara) sebanyak 415.363 orang, sedangkan jumlah penduduk hasil SP2000 sebanyak 360.579 orang, dengan demikian

It is concluded that fraction of hexane extract of carica papaya seeds can decrease the mean number of cells spermatogonia A, spermatocyte of primary pakhiten, spermatid,

Dari Gambar 2.3 dapat disimpulkan bahwa landasan untuk meningkatkan produktivitas dan profitabilitas perusahaan adalah membangun sistem industri yang memperhatikan secara

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat, petunjuk, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya akhir

Tahap perencanaan sistem merupakan tahap awal dalam pengembangan sistem informasi yang bertujuan mencari inti permasalahan dan kendala- kendala yang ada pada sistem