PENGARUH KERAPATAN TANAM DAN KUALITAS BENIH KRISAN
BUNGA POTONG TERHADAP PERKEMBANGAN
PENYAKIT KARAT DAN HAMA PENGGOROK DAUN
Wahyu Handayati dan D.Sihombing Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur
ABSTRAK
Krisan bunga potong merupakan salah satu tanaman hias yang popular, tetapi dalam budidayanya menghadapi berbagai masalah di antaranya adanya penyakit karat daun dan hama penggorok daun. Berkaitan dengan hal tersebut suatu pengkajian telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh kerapatan tanam dan mutu benih (sumber benih) terhadap intensitas serangan penyakit karat dan hama penggrok daun serta produksi dan kualitas hasil panen bunga potong krisan. Pengkajian dilaksanakan di rumah plastik petani koperator di Nongkojajar, Pasuruan, September s/d Desember 2009. Pengkajian menggunakan rancangan split plot dengan 4 ulangan. Sebagai petak utama adalah kerapatan tanam yakni 64 tanaman/m2 dan 100 tanaman/m2; dan anak petak adalah kualitas benih yakni kualitas A dan kualitas B. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa intensitas serangan penyakit karat daun dan hama penggorok daun lebih rendah pada kerapatan tanaman yang rendah. Demikian juga semakin baik kualitas benih, intensitas serangan penyakit karat dan hama penggorok daun makin rendah. Pada perlakuan kerapatan tanaman yang lebih rendah dan perlakuan benih kualitas A, diperoleh persentase bunga krisan potong kualitas A yang lebih tinggi.
PENDAHULUAN
Pengembangan usahatani bunga krisan yang pesat akibat permintaan yang terus meningkat, menghadapi masalah antara lain adanya penyakit karat daun (Pucchinia horiana) dan hama lalat penggorok daun Liriomyza sp. (Budiarto et al., 2006). Penyakit karat dapat menyebabkan kehilangan hasil sampai 100 % (Ockey dan Thomson, 2011). Sementara menurut Parella (1987) serangan Liriomyza pada tanaman hias menyebabkan kehilangan hasil dan menurunkan nilai estetika. Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan laju serangan hama penyakit tanaman antara lain adalah ada tidaknya sumber inokulum penyakit dan infestasi hama, kesesuaian tanaman inang dengan serangga hama dan penyebab penyakit tanaman serta kondisi iklim mikro sekitar tanaman.
Salah satu sumber inokulum penyakit dan infestasi hama adalah benih yang terinfeksi oleh patogen atau terserang hama. Sumber infestasi hama dan inokulum penyakit terutama berasal dan terbawa dari benih yang akan ditanam dan atau dari tanaman di sekitar rumah plastik. Oleh karena itu, untuk menghasilkan bunga potong yang berkualitas prima, dibutuhkan benih yang sehat dan bebas hama dan penyakit. Menurut Budiarto et al. (2006) penggunaan benih yang berkualitas memegang peran penting dalam proses produksi tanaman krisan. Benih berkualitas dalam pengertian kemurnian genetik, sehat
(bebas patogen terutama penyakit sistemik) dan tidak mengalami gangguan fisiologis, mempunyai daya tumbuh kuat dan memiliki nilai komersial di pasaran. Benih yang sehat dan prima berpotensi untuk menghasilkan tanaman yang tumbuh secara optimal dan responsif terhadap agro-input, serta menghasilkan bunga dengan kualitas optimum.
Sementara itu, iklim mikro antara lain dipengaruhi oleh kerapatan tanaman atau jarak tanam. Kesehatan benih dan kerapatan tanam berperan langsung terhadap laju perkembangan hama dan penyakit serta produksi dan kualitas hasil panen bunga potong krisan. Berkaitan dengan masalah tersebut, telah dilakukan kajian untuk mengetahui pengaruh kerapatan tanam dan mutu benih (sumber benih) terhadap intensitas serangan penyakit karat dan hama penggrok daun serta produksi dan kualitas hasil panen bunga potong krisan.
BAHAN DAN METODE
Pengkajian dilaksanakan di Nongkojajar kabupaten Pasuruan sejak September s/d Desember 2009, di rumah plastik milik petani koperator seluas 100 m2. Kajian menggunakan rancangan split plot dengan 3 ulangan. Sebagai petak utama adalah dua kerapatan tanam yaitu: (A) 64 tanaman/m2 (jarak tanam 12,5 cm x 12,5 cm), dan (B) 100 tanaman/m2 (jarak tanam 10 x 10 cm) seperti umumnya dilakukan oleh petani. Anak petak adalah benih varietas Puspita Nusantara yang terdiri dari 2 kelas kualitas benih yaitu kualitas A (bebas penyakit karat daun dan hama penggorok daun yang berasal dari UPBS Balai Penelitian Tanaman Hias), dan kualitas B (benih asalan yang biasa digunakan oleh petani dan telah terserang penyakit karat dan hama penggorok daun dengan intensitas rata-rata 10 %).
Sebelum tanam tanah dipacul dan dihaluskan sambil ditambahkan 20 ton/ha pupuk kandang. Pupuk kandang dan tanah diaduk sampai rata dan dibuat bedengan dengan lebar 1 m dan panjang 10 m. Sehari sebelum tanam, bedengan diberi pupuk NPK (15:15;15) dengan dosis 200 kg/ha dengan cara ditaburkan merata di atas permukaan bedengan dan ditutup tipis dengan tanah. Kemudian di atas bedengan dipasang jaring (net) penegak tanaman krisan sebelum bibit ditanam.
Lubang tanam dibuat dengan cara ditugal sesuai dengan jarak tanam perlakuan setelah diairi sampai kapasitas lapang. Benih yang telah disiapkan sesuai dengan kelas mutu ditanam sesuai dengan petak perlakuan. Untuk menambah cahaya, di atas bedengan dipasang lampu 18 watt dengan jarak 2 m x 2 dan 1,5 m di atas permukaan tanaman. Lampu dinyalakan setiap malam selama 3 jam sampai tinggi tanaman mencapai 45 cm (35 hari setelah tanam).
Pemeliharaan meliputi penyiraman dan penyiangan gulma dilakukan sesuai dengan yang biasa dilakukan oleh petani (tergantung pertumbuhan tanaman dan kondisi pertanaman). Pemupukan susulan berupa NPK (15;15:15) dengan dosis 100 kg/ha dilakukan pada umur 1 dan umur 2 bulan setelah tanam. Data yang dikumpulkan meliputi intensitas penyakit karat dan hama penggorok daun, tinggi tanaman,hasil panen dan penampilan bunga.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Intensitas Penyakit Karat dan Serangan Hama Penggorok Daun
Di antara kedua faktor perlakuan tidak terdapat pengaruh interaksi, dengan demikian masing-masing faktor berpengaruh bebas terhadap intensitas serangan penyakit karat daun dan hama penggorok daun. Oleh karena itu, uraian dan pembahasan selanjutnya difokuskan pada pengaruh dari masing-masing faktor perlakuan tersebut.
1. Intensitas penyakit karat daun
Jarak tanam mempengaruhi instensitas penyakit karat daun. Gambar 1 memperlihatkan makin rapat tanaman, intensitas penyakit karat daun semakin tinggi. Pada tanaman yang rapat kondisi ikllim mikronya menjadi lebih lembab, diduga memberikan kondisi yang kondusif untuk perkembangan penyakit tersebut. 14,55 19,22 26,33 32,02 36,03 2,7 5,25 6,67 12,5 17,33
0
10
20
30
40
50
3 mst
5 mst
7 mst
9 mst
11 mst
%10 x10 cm
12.5x12.5 cm
Gambar 1. Grafik intensitas penyakit karat daun pada jarak tanam yang berbeda
Menurut Budiarto et al. (2007) kondisi lembab dapat memicu perkembangan penyakit karat daun. Untuk mengatasinya disarankan agar menanam krisan dengan jarak tanam yang lebih lebar (kerapatan yang lebih renggang). Ockey dan Thomson (2011) melaporkan pengurangan kelembaban dengan mengurangi kerapatan tanaman dapat mengurangi infeksi penyakit karat. Dalam kajian ini, jarak tanam 12,5 cm x 12,5 cm menurunkan intensitas serangan 51,9%, dari 36,03% pada jarak tanam 10 cm x 10 cm menjadi 17,33% pada jarak 12,5 cm x 12,5 cm.
Hasil serupa ditampilkan pada Gambar 2 yang menjelaskan adanya pengaruh kualitas benih terhadap intensitas penyakit karat daun. Meskipun pola perkembangan penyakit karat daun sama (meningkat dengan bertambahnya umur tanaman) pada kualitas benih A dan B, tetapi intensitas penyakit karat daun lebih rendah pada kualitas benih A (14%) daripada kualitas benih B (35,33%). Dengan demikian, benih berkualitas (bebas penyakit karat daun dan
hama penggorok daun) menurunkan intensitas penyakit karat daun 60,4%, dari 35,33% pada benih tidak berkualitas menjadi 14% pada benih berkualitas.
15,33 19,27 25,67 31,97 35,33 2,53 4,67 9,73 12,33 14
0
10
20
30
40
50
3 mst
5 mst
7 mst
9 mst
11 mst
%Mutu B
Mutu A
Gambar 2. Graifk intensitas penyakit karat daun pada kualitas benih yang berbeda
Hal tersebut diduga berkaitan erat dengan kondisi benih kelas B yang telah terinfeksi oleh penyebab penyakit karat sekitar 10% sebelum tanam. Seiring dengan pertumbuhan tanaman, penyakit tersebut terus berkembang.
2. Intensitas serangan hama penggorok daun
Seperti halnya terhadap penyakit karat daun, jarak tanam dan kualitas benih juga mempengaruhi intensitas hama penggorok daun. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3 dan 4, perkembangan hama penggorok daun memiliki pola yang sama baik pada perbedaan jarak tanam maupun kualitas benih, yaitu makin tinggi intensitas serangannya seiring dengan makin bertambahnya umur tanaman. Namun demikian, intensitas serangan hama ini lebih rendah pada jarak tanam lebar (12,5 cm x 12,5 cm) daripada jarak tanam lebih rapat (10 cm x 10 cm). Dengan demikian jarak tanam 12,5 cm x 12,5 cm menurunkan intensitas serangan hama penggorok daun 58,3%, dari 46,23% pada jarak tanam 10 cm x 10 cm menjadi 19,27% pada jarak tanam 12,5 cm x 12,5 cm. Hasil yang sama juga terjadi pada perbedaan kualitas benih, intensitas serangan hama ini hanya 20,11% pada tanaman dari benih berkualitas (perlakuann A) sedangkan intensitas serangan pada tanaman dari benih tidak berkualitas (perlakuan B) mencapai 51,67%. Ini berarti, kualitas benih menurunkan intensitas serangan hama penggorok daun 61,1%.
10,17 15,17 28,53 37,17 46,23 3,67 11,73 14,53 17,22 19,27 0 20 40 60 3 mst 5 mst 7 mst 9 mst 11 mst % 10 x 10 cm 12,5 x 12,5 cm
Gambar 3. Grafik intensitas serangan hama penggorok daun pada jarak tanam yang berbeda 12,12 17,15 27,33 37,17 51,67 3,57 10,27 15,67 18,21 20,11 0 20 40 60 80 3 mst 5 mst 7 mst 9 mst 11 mst % Kualitas B Kualitas A
Gambar 4. Grafik intensitas serangan hama penggorok daun pada kualitas benih yang berbeda
B. Tinggi Tanaman
Pada kerapatan tanaman per satuan luas lebih rendah (jarak tanam 12,5 cm x 12,5 cm), tampak pertambahan tinggi (laju pertumbuhan) tanaman lebih cepat. Pada jarak tanam 12,5 cm x 12,5 cm, tanaman krisan umur 11 mst (minggu setelah tanam) tumbuh setinggi 81,77 cm, lebih tinggi daripada tanaman krisan pada jarak tanam 10 cm x 10 cm yang tingginya hanya 68,97 cm (Gambar 5). Dengan demikian, jarak tanam 12,5 cm x 12,5 cm meningkatkan pertumbuhan (tinggi) tanaman 18,6%, dari 68,97 cm pada jarak tanam 10 cm x 10 cm menjadi 81,77 cm pada jarak tanam 12,5 cm x 12,5 cm. Perbedaan ini diduga karena pada jarak tanam 12,5 cm x 2,5 cm, persaingan antara individu tanaman krisan untuk memperoleh nutrisi, CO2 dan sinar matahari menjadi lebih rendah daripada tanaman krisan pada jarak tanam 10 cm x 10 cm, sehingga tanaman krisan yang ditanam dengan jarak 12,5 cm x 12,5 cm tumbuh lebih
subur dan berkembang lebih cepat daripada tanaman krisan yang ditanam dengan jarak tanam 10 cm x 10 cm. Mitra dan Pal (2007) mengemukan bahwa kerapatan mempengaruhi pertumbuhan (tinggi) tanaman.
Gambar 5. Histogram tinggi tanaman krisan pada jarak tanam yang berbeda
6). Ini berarti kuaitas benih A mempercepat pertumbuhan tanaman 8,3%. 10 x 10 cm 12,5 x 12,5 cm 0 50 100 3 mst 5 mst 7 mst 9 mst 11 mst 15 35,23 48,71 59,93 68,97 19,43 41,39 59,27 72,15 81,77 cm
Tinggi tanaman krisan juga dipengaruhi oleh kualis benih. Kualitas benih A menghasilkan tanaman tumbuh setinggi 82,73 cm, lebih tinggi daripada tanaman berasal dari benih kualitas B yang hanya tumbuh setinggi 69,93 cm (Gambar
1
Gambar 6. Histogram tinggi tanaman krisan pada kualitas benih yang berbeda
C. Hasil Panen
Tinggi tanaman yang diukur dari ujung atas permukaan bunga teratas sampai pangkal batang, merupakan salah satu parameter penting dalam grading tanaman krisan. Grading tanaman krisan dibagi dalam tiga katagori, yaitu grade A (tinggi tanaman 70-80 cm), grade B (tinggi tanaman 60-70 cm), dan grade C (tinggi tanaman kurang dari 60 cm) (Anonim, 2009). Berdasarkan standar grade tersebut, tanaman asal benih petani (kuslitas B) menghasilkan bunga potong grade A sebanyak 62,61 %, lebih sedikit bila dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh benih kualitas A yaitu 91,21%. Demikian juga jarak tanam rapat (10 cm x 10 cm) menghasilkan bunga potong grade A sebanyak 60,90%, lebih
rendah daripada yang dihasilkan jarak tanam 12,5 cm x 12,5 cm sebanyak 85,90% (Tabel 1). Dengan hasil ini, kulitas benih dan jarak tanam masing-masing
s, maka jumlah untum bunga per tangkai bunga yang dihasilkan makin rendah.
Tabel 1. Pengaruh perlakuan terhadap penampilan bunga d b Perlakuan
ga (cm) cabang D
k
45,7% dan 41,1% mempengaruhi hasil panen.
Tabel 1 juga menunjukkan bahwa secara umum asal bibit (mutu bibit) dan kerapatan tanaman berpengaruh nyata terhadap penampilan dan kualitas bunga. Bibit dengan kualitas yang lebih baik (perlakuan A) menghasilkan bunga dengan jumlah cabang yang lebih banyak, diameter bunga kuncup dan mekar yang lebih besar, jumlah bunga mekar yang lebih banyak, vas life atau kesegaran bunga dalam vas yang lebih lama, dan persentase hasil panen bunga grade A yang lebih besar. Demikian juga dengan jarak tanam yang lebih lebar menghasilkan bunga potong dengan kualitas grade A yang lebih banyak. Carvalho et al. (2002) melaporkan semakin tinggi kerapatan tanaman per satuan lua
k an produksi unga Diameter tangkai bun Jumlah iameter bunga uncup (cm D mekar iameter bunga (cm) Jumlah bunga mekar ari) Vas life (h % hasil panen bunga grade ) A Kerapatan 2tanam * 100 tan/m tan/m2 64 ,71 0 0,83* 6,33 7,73* 0,75 0,92* 5,33 6,2* 8,30 11,70 ,30 5 6,10* 0,90 6 89,50* Kualitas benih 11.91* 6,30* 91,21* A B 0,69 0,81* 6,10 7,50* 0,73 0,90* 5,45 6,32* 8,51 5,50 62,61 Keterangan : * berbeda nyata berdasarkan uji t pada taraf 0,05
KESIMPULAN
kit karat dan hama penggorok daun, serta hasil panen
h
tanaman dari benih tidak berkualitas (perlakuan B)
man dari benih tidak berkualitas dan ditanam dengan jarak 10 cm 10 cm.
1. Kerapatan tanam (jarak tanam) dan kualitas benih mempengaruhi perkembangan penya
bunga ptong krisan..
2. Intensitas penyakit karat daun pada tanaman yang ditanam pada jarak 12,5 cm x 12,5 cm hanya 17,33%, lebih rendah daripada di tanaman yang ditanam dengan jarak 10 cm x 10 cm yaitu 36,03%. Intensitas penyakit karat daun pada tanaman dari benih berkualitas (perlakuan A) hanya 14%, lebih renda daripada di tanaman dari benih kualitas rendah (perlakuan B) yaitu 35,33%. 3. Hama penggorok daun, intensitas serangannya hanya 19,27% pada tanaman
yang ditanam dengan jarak 12,5 cm x 12,5 cm, lebih rendah dari pada di tanaman yang ditanam dengan jarak 10 cm x 10 cm. Intensitas serangan hama ini hanya 20,11% pada tanaman dari benih berkualitas (perlakuaan A), lebih rendah daripada di
yang mencapai 51,67%.
4. Tanaman dari benih berkualitas dan ditanam dengan jarak 12,5 cm x 12,5 cm tumbuh lebih baik dan berproduksi (kuantitatif dan kualitatif) lebih tinggi daripada tana
x
346
DAFTAR USTAKA
Anoni unggul baru Balithi. Monograf. Balai Penelitian Anon
P
m, 2000. Varietas-varietas Tanaman Hias. Cianjur.
im. 2009. Syarat mutu bunga potong krisan segar. SNI 01-4478-1998
http://www.bunga-rawabelong.com/index.php?modul= detailnews&id =10055 rto, K., Y. Sulyo, R. Maaswinkel dan S. Wuryan
Budia ingsih. 2006. Budidaya
Budia
own in two Carva
ouse
Effen rilaku Konsumen Bunga Potong. Bull.
Mahfu nsyah. 2008. Laporan akhir Prima
Mitra,
and stem
Ocke Rust Puccinia
Parella, M.P. 1987. Biology of Liriomyza. Ann. Rev. Entomol. 32: 201-204 krisan bunga potong. Puslitbang Hortikultura. 59pp
rto, K., Y. Sulyo, E. Dwi S.N. and R.H.M. Maaswinkel. 2007. Effects of
irrigation frequency and leaf detachment on chrysanthemum gr types of plastic house. Indonesian J. of Agric. Sci. 8(1): 39 – 42
lho, S.M.P., E.Heuvelink and Kooten, O. van. 2002. Effect of light intensity, plant density and flower bud removal on the flower size and number in cut chrysanthemum. Acta Horticulturae (2002) 593. Proceedings of the 4th International Symposium on Models For Plant Growth and Control in Greenhouses: Modeling for the 21st Century: Agronomic and greenh Crop Models, Beltsville, Maryland, USA, 25-29 March 2001 - p. 33 - 3 di, K. 1994. Tata niaga dan Pe
Penel. Tanaman Hias 2 (2): 1-17. d, M.C., S. Nurbanah, Ismiyati dan Ardia Tani kabupaten Pasuruan. BPTP Jatim.
M. and P. Phal. 2008. Performance of Chrysanthemum morifolium Ramat cv “Chandrama” grown of different levels of planting density
maintened per plant. Natural Product Radiance. 7 (2): 146 – 149 y, S.C. and S. V. Thomson. 2011. Chrysanthemum White