Studi Identifikasi Faktor-Faktor yang Meminimalkan Ketergantungan (Adiktif) pada Pengguna Narkoba Suntik di Galatea
Mulia Siregar Fakultas Psikologi Universitas Medan Area
Jaka Lukman Fakultas Psikologi Universitas Medan Area
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang meminimalkan ketergantungan (adiktif) pada pengguna narkoba suntik di Galatea. Skala faktor-faktor yang meminimalkan ketergantungan (adiktif) ini dikembangkan peneliti berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Andriyani (2007) dan Simandjuntak (2002), adapun faktor-faktor yang meminimalkan ketergantungan (adiktif): adanya kemauan, berusaha menghindari intensitas pertemuan dengan sumbernya, menambah informasi tentang narkoba, meningkatkan komunikasi dengan anggota keluarga, memahami dampak buruk ketergantungan (adiktif), aktif berolah raga, kembali pada ajaran agama, memiliki daya juang terhadap cita-citanya, serta aktif mengkampanyekan anti narkoba.
Kata kunci: Ketergantungan; Adiktif, Pengguna narkoba, Narkoba suntik PENDAHULUAN
Narkoba bukanlah sesuatu yang asing lagi bagi kita. Penyebaran narkoba sudah hampir tak bisa dicegah, mengingat hampir seluruh penduduk dunia dengan mudah mendapatkan narkoba dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Di Indonesia, masalah penggunaan narkoba ini sangat mengkhawatirkan karena sudah memasuki sekolah, kampus dan seluruh lapisan masyarakat. Sekarang tidak ada satupun bangsa atau umat yang bebas dari atau kebal terhadap penyalahgunaan narkoba dan tidak ada lagi provinsi, kota, atau kabupaten bahkan hingga tingkat kecamatan yang bebas dari penyalahgunaan dan pengedaran gelap narkoba. Jenis narkoba yang banyak
digunakan adalah ganja, ectassy, heroin dan alkohol yang gejalanya terlihat pada pemakainya seperti mata merah, pupil mengecil, apatis, mengantuk, bicara cadel, gangguan konsentrasi, serta daya ingat menurun.
Para penasun yang sudah lama ketergantungan dan mengalami keterlambatan dalam masa penyembuhan, mereka merasa tidak berdaya, merasa tidak berguna, atau merasa tidak diharapkan. Simandjuntak (2002), menjelaskan bahwa pengguna semua jenis narkoba ibarat “lingkaran setan”, dimana selalu berkejaran antara keinginan untuk mengunakan, berusaha terus mencari, atau para pengguna sendiri yang dikejar-kejar “barang haram” tersebut. Bila para pengguna sudah
masuk ke dalam lingkaran tersebut, sulit melepaskan diri. Bahkan untuk dapat sembuh pun, sepertinya cuma mimpi.
Dilema yang dialami oleh pengguna narkoba suntik, antara ketergantungan dan usaha untuk sembuh merupakan mata rantai yang tidak terputus. Sayangnya, jarang sekali usaha yang dilakukan memberikan hasil sesuai yang diharapkan. Semua usaha yang dilakukan
masih terbatas meminimalkan
ketergantungan (adiktif).
Dalam usaha meminimalkan ketergantungan (adiktif), Wahyu (2003), menyatakan bahwa seperti halnya untuk sembuh, maka usaha mengurangi pun hampir sama sulitnya, terlebih lagi pada pecandu berat. Usaha tersebut membutuhkan proses dan waktu yang lama. Dibutuhkan perhatian ekstra dari pihak keluarga untuk membantunya. Namun bila niat pengguna sendiri sudah
kuat untuk meminimalkan
ketergantungan, maka prosesnya akan lebih mudah.
Dari beberapa subjek yang mengalami ketergantungan, maka peneliti ingin melihat faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi subjek dalam
meminimalkan ketergantungan (adiktif). KAJIAN PUSTAKA
Pengertian dan Jenis Narkoba
Narkoba singkatan dari narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lain. Narkoba termasuk bahan adiktif dan disebut juga zat psikoaktif. Sebagai bahan adiktif lain, narkoba menyebabkan ketergantungan. Sebagai zat psikoaktif, narkoba mempengaruhi otak dan perilaku pemakainya (Pribadi, 2007).
Narkoba adalah suatu zat yang jika dimasukan kedalam tubuh akan memengaruhi fungsi fisik dan atau psikologis. Narkoba terdiri dari beberapa kategori, yaitu: narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya yang sangat berbahaya apabila disalah gunakan. Penyalahgunaan narkoba menimbulkan dampak jangka panjang terhadap kesehatan jasmani dan rohani, gangguan fungsi sampai kerusakan organ vital seperti otak, jantung, hati, paru-paru dan ginjal serta dampak sosial termasuk putus sekolah, kuliah, kerja, hancurnya kehidupan rumah tangga serta penderitaan dan kesengsaraan yang berkepanjangan (BNN RI, 2008).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa narkoba adalah sejenis obat-obatan terlarang yang penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan bagi pemakaianya yang berdampak pada gangguan perilaku dan aktivitas.
Menurut O’Brein (2006), jenis-jenis narkoba adalah sebagai berikut:
a. Candu: merupakan getah yang berasal dari poppi tanaman yang diperoleh dari tanaman papaver somnivera).
b. Marijuana: merupakan daun dan kepala bunga yang dikeringkan untuk dihisap sebagai rokok (grass).
Hashish adalah damarnya.
Marijuana ini berasal dari tanaman cannabis sativca. Bahan aktifnya adalah tetrahydrocannabinol/THC). c. Kokain: diperoleh dari tanaman erythroxylon coca yang banyak dihasilkan di Amerika Selatan).
d. Amphetamyn: merupakan
stimulant untuk meningkatkan daya kerja dan induksi perasaan senang. Satu cc bentuk murni dapat
diinhalasi seperti rokok.
Amphetamyn ini dipakai pelajar untuk ujian, dipakai pengendara truk untuk tahan tidur dan bisnis yang mengejar waktu).
e. Ectassy/Methylenedioxy Methamphetamine/MDMA:
merupakan kelompok amfetamin yang di pasaran disebut adam, ice, dan crystal. Ectassy ini diproduksi oleh laboratorium kecil karena keuntungan komersilnya besar.
Sedangkan menurut Soewandi (dalam Afiatin, 2003), zat-zat yang sering disalahgunakan sehingga menyebabkan gangguan penggunaan zat dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Opioida: misalnya, morfin, heroin, petidin dan candu.
b. Ganja (kanabis, marijuana dan hashish).
c. Kokain (daun koka).
d. Alkohol yang terdapat pada minuman keras.
e. Amphetamyn.
f. Halussinagen: misalnya, LSD, meskaln dan psisolin).
g. Dedativa dan hipnotika: misalnya, metal, riva dan nipam. h. Fensiklidin (PCP).
i. Solven dan inhalansia.
j. Nikotin, terdapat pada tembakau. k. Kafein, terdapat pada kopi. Jenis-jenis Pemakaian Narkoba
Menurut Wahyu (2003), jenis pemakaian narkoba ada beberapa cara, antara lain:
a. Heroin, dikenal dengan
namaputau atau PTW.
Karakteristiknya merupakan narkoba yang sangat tinggi dan cepat
menimbulkan ketergantungan,
berupa serbuk putih dengan rasa pahit. Dalam pasaran warnanya putih atau dadu. Cara penggunaannya
dapat disuntikkan, dihirup dan dimakan
b. Ganja, dikenal dengan nama mariyuana, hashish, gelek, stick, cimeng, grass. Pribadi (2007), menjelaskan bahwa ganja yang dipakai biasanya berupa tanaman kering yang dirajang, dilinting dan
disulut seperti rokok.
Karakteristiknya menimbulkan
ketergantungan psikis yang diikuti oleh kecanduan fisik dalam waktu lama, terutama bagi mereka yang telah rutin menggunakannya. Cara penggunaannya melalui hisap.
c. Ecstasy, dikenal dengan nama Inex, XTC, huge drig, Yupie drug, essence, darity, butterfly, black, heart, ice. Mengandung banyak campuran bahan lain dan meningkatkan resiko overdosis, keracunan dan pengalaman tidak menyenangkan (bad trips), (Pribadi, 2007). Menurut Sasangka (2003), ecstasy merupakan salah satu jenis psikotropika yang bekerja sebagai stimulansia (perangsang). Zat yang terkandung dalam ecstasy adalah 3,4 metilen dioksi metamfetamin atau MDMA. Karakteristik bentuknya berupa tablet dan kapsul warna-warni. Cara penggunaannya ditelan secara langsung.
d. Memthamphetamine, dikenal dengan nama shabu-shabu atau ubas sebagai nama gaulnya, senyawa sintetis yang kemurniannya berkisar 80-100%. Bubuk putih / kuning, tablet dalam berbagai bentuk / ukuran, kristal bening seperti vetsin dan bongkahan es. Karakteristik bentuknya berupa kristal dan cairan, mudah larut dalam alkohol dan air. Cara penggunaannya dihisap dengan bantuan alat (bong).
e. Alkohol. Alkohol adalah
minuman yang mengandung etanol yang diproses dari bahan asli pertanian ataupun secara sintetis yang mengandung karbonhidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi, maupun yang diproses dengan cara pengeceran minuman yang mengandung etanol. Alkohol menekan kerja otak (depresansia). Cara penggunaannya dihisap dengan diminum. Setelah diminum, alkohol diserap oleh tubuh dan masuk ke
pembuluh darah. Alkohol
menyebabkan mabuk, jalan sempoyongan, bicara cadel, kekerasan, atau perbuatan merusak (Pribadi, 2007).
Simandjuntak (2002), mengatakan bahwa secara internal, meminimalkan ketergantungan (adiktif) terhadap narkoba dapat terjadi bila: a) memahami dampak buruk ketergantungan (adiktif). Hampir setiap individu yang menjadi pengguna narkoba mengetahui dampak buruk yang timbul dari ketergantungan.
Hanya saja mereka tidak
memahamkannya ke dalam diri mereka sehingga yang sudah sangat ketergantungan merasa tidak berdaya untuk bangkit memperbaiki diri. Dengan
memahami dampak buruk
ketergantungan (adiktif) terhadap narkoba, diharapkan ada rasa takut dalam diri pengguna untuk melanjutkan kebiasaan mereka; b) kembali pada ajaran agama. Bila pengguna narkoba menyadari bahwa menjadi pecandu adalah sebuah kesalahan dan dosa, maka efek ketergantungan dengan sendirinya dapat menurun dan menghilang; c) memiliki daya juang terhadap cita-citanya. Banyak hal yang dilupakan individu setelah menjadi pengguna narkoba. Cita-cita yang murni dan tinggi menjadi terabaikan disebabkan keterlenaan individu dalam dunia narkobanya. Pikiran dan kegiatan pengguna berada terus dalam lingkungan narkoba sehingga individu malas atau bahkan tidak memikirkan lagi masa
depannya. Bila individu menyadari akan kesuksesan yang dapat diraih dengan cita-cita tersebut, maka memperjuangkan kembali cita-cita adalah jalan yang dapat menggantikan kebiasaan baik mereka menjadi kerja yang positif.
Adapun secara eksternal, faktor ini meliputi: a) aktif berolah raga. Kecenderungan pengguna terhadap ketergantungan sering disebabkan kurangnya olah raga. Olah raga dapat memicu energi dan stamina untuk melawan tantangan dan frustrasi. Olah raga juga menghilangkan malas dan kejenuhan, serta angan-angan. Individu yang rajin berolah raga dapat menjadi aktif dan produktif, yang mana hal ini mampu mengurangi kebiasaan bermalas-malasan pengguna yang sudah
ketergantungan; b) aktif
mengkampanyekan anti narkoba. Meskipun tidak semua pengguna mau ikut bergabung dengan gerakan anti narkoba, namun secara pribadi dapat mengkampanyekan anti narkoba dengan memberikan keterangan tentang keburukan narkoba. Dari pengalaman yang sudah ada, pengguna dapat lebih mudah menjelaskan bagaimana caranya mencegah, menghindari, atau berusaha bangkit dari ketergantungan.
Dalam KPA Kabupaten Pasuruan: World Education–khan35.blogspot.com,
(2014), dijelaskan bahwa proses yang dapat dilakukan dalam upaya meminimalkan ketergantungan (adiktif) yang juga menjadi program Harm Reduction (HR) adalah suatu strategi praktis yang bertujuan untuk mengurangi konsekuensi negatif dari penggunaan napza, termasuk di dalamnya suatu spektrum strategi dari penggunaan yang lebih aman, menuju kondisi yang
seminimal mungkin sampai
menghilangkannya. Adapun prosesnya adalah:
a. Melakukan sosialisasi layanan pengurangan dampak buruk penasun kepada kepolisian, Pemda, kesehatan, aparat penegak hukum lainnya, tokoh agama, tokoh masyarakat dan lain-lain yang penting dan berkaitan dengan layanan.
b. Gubernur / Bupati / Walikota selaku Ketua KPA Provinsi / Kabupaten / Kota menetapkan tempat layanan komprehensif HR dalam satu atap atau terpisah-pisah sesuai standar, pedoman, dan petunjuk operasional yang telah ditetapkan oleh Depkes dan KPA.
c. Mendukung pembentukan
kelompok Pengguna Napza sebagai wadah advokasi dan pemberdayaan
kelompok yang terdampak penggunaan Napza dan HIV.
d. Mendukung kelompok pengguna yang sudah terbentuk dan melibatkan mereka secara aktif dalam proses pembuatan keputusan yang akan berdampak terhadap kehidupan sehari-hari mereka termasuk rancangan kebijakan.
e. Melibatkan pengasuh dalam program: meningkatkan kredibilitas program di mata penasun, mendorong terbentuknya kelompok-kelompok pengguna napza sehingga
memungkinkan teraspirasinya
kebutuhan dan kepentingan mereka dalam program, serta memperluas
cakupan program dengan
mempromosikan advokasi
pencegahan melalui kegiatan pendidikan sebaya.
f. Terapi methadone. Dalam
prakteknya, terapi methadon adalah terapi yang menggunakan sejenis narkoba untuk mengurangi dosis pemakaian yang memang bertujuan untuk kepentingan terapi dan mampu memenuhi kebutuhan subjek akan narkoba. Penggunaan narkoba yang sebelum menjalani terapi sangat tinggi dosisnya, maka ketika menjalani terapi dosis tersebut dikurangi sedikit demi sedikit
disesuaikan dengan sudah atau belum dapat memenuhi kebutuhan
pemakaian. Apabila dalam
pengurangan dosis ternyata subjek merasa kebutuhannya sudah terpenuhi, maka pada hari berikutnya pengurangan terus dilakukan. Diharapkan terapi methadon ini benar-benar dapat membantu subjek dalam upaya meminimalkan bahkan
menghilangkan ketergantungan
(adiktif).
METODE PENELITIAN
Adapun teknik yang akan dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kuantitatif, yakni melakukan penyebaran skala. Adapun proses pelaksanaannya adalah terlebih dahulu peneliti menyebarkan skala, setelah melakukan skoring dan kesimpulan hasil, maka peneliti mengidentifikasikan faktor-faktor yang paling dominan dalam meminimalkan ketergantungan. Selanjutnya berdasarkan faktor-faktor yang paling dominan tersebut, barulah peneliti mengadakan wawancara dengan subjek sebagai responden.
Tipe skala yang digunakan adalah tipe skala Psikologi. Skala penelitian ini berbentuk tipe pilihan dan tiap butir diberi dua (2) pilihan jawaban. Pada skala
faktor-faktor yang meminimalkan
ketergantungan (adiktif) ini
menggunakan tipe jawaban Ya (1) dan Tidak (0).
Rumus yang dipakai dalam menghitung persentase pola jawaban adalah sebagai berikut:
Sebelum hasil persentase maupun frekuensi untuk setiap faktor yang
terdapat pada meminimalkan
ketergantungan (adiktif), maka terlebih dahulu dibuat tabel pola jawaban subjek penelitian untuk seluruh faktor sebagai berikut:
HASIL PENELITIAN
Faktor-faktor Meminimalkan Ketergantungan (adiktif)
Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat 11 faktor yang membuat seseorang mampu meminimlkan ketergantungannya terhadap narkoba, yaitu: 1) adanya kemauan; 2) berusaha menghindari intensitas pertemuan dengan sumbernya; 3) menambah informasi tentang narkoba; 4) meningkatkan komunikasi dengan anggota keluarga; 5) trauma yang pernah dialami pada saat menggunakan narkoba; 6) kesulitan sumber dana; 7) memahami dampak buruk ketergantungan (adiktif); 8)
kembali pada ajaran agama; 9) memiliki daya juang terhadap cita-citanya; 10) aktif berolah raga; dan 11) aktif mengkampanyekan narkoba.
Berikut di bawah ini tiga faktor yang benar-benar paling dapat mengurangi ketergantungan terhadap sesuatu. Faktor yang paling kuat / tinggi persentasenya adalah: 1) adanya kemauan: skor 228; 2) aktif mengkampanyekan narkoba: skor 222; serta 3) memiliki daya juang terhadap cita-cita: skor 221.
PENUTUP
Dari hasil penelitian yang diperoleh dan pembahasan, serta kesimpulan, maka hal-hal yang disarankan oleh peneliti adalah sebagai berikut:. Terhadap masyarakat / Galatea / Lembaga Pendidikan: Disarankan agar terus berperan dalam memberikan informasi tentang narkoba serta dampak buruknya, terlebih lagi penjelasan tentang kenyataan yang menjadi akibat buruk dari pemakaian narkoba yang dapat menjadi
penguatan dalam memberikan
pemahaman terhadap responden dan masyarakat. Peran lembaga pendidikan dan masyarakat yang terus aktif mengkampanyekan anti narkoba sangat membantu sekali bagi responden dalam upaya meminimalkan ketergantungah (adiktif), serta galatea dan lembaga-lembaga lainnya mau melibatkan penasun
untuk aktif mengkampanyekan narkoba kepada masyarakat. Karena dari hasil penelitian ini, dengan melibatkan penasun untuk aktif mengkampanyekan/ mensosialisasikan narkoba ke masyarakat sangat membantu penasun dalam upaya meminimalkan ketergantungan (adiktif) pada narkoba.
DAFTAR PUSTAKA
Abrar, AD. 2010. Merebaknya Napza di Kota Pelajar. Jurnal Psikologi. Yogyakarta.
Andriyani. 2007. Pengaruh Motivasi Terhadap Upaya Menanggulangi
Ketergantungan Narkoba.
(Skripsi). Medan: Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
Badan Narkotika Nasional, R.I, 2008.
Dariyo, A. 2003. Psikologi
Perkembangan Remaja. Bogor Selatan: Ghalia Indonesia.
Departemen Kesehatan. 2011. HIV / AIDS. Jakarta: Dirjen Depkes. Gonzales, L. 2005. Why Drug
Enforcement Doesn’t Work. Play Boy, December. (Terjemahan). O’Brein, C.P. 2006. Drug Addiction and
Drug Abuse.In: Hardman, J.G Gilman, A.G. Limbird, L.E (eds). The Pharmalogical Basic of Therapeutics, 9 th Mc.
Sari. 2003. Zat dan Nikotin yang Merusak Tubuh. Jurnal Psikologi, No.2. 811-90.
Sarwono, S.W. 2002. Psikologi Remaja: Edisi Revisi. Jakarta: PT. Remaja Grafindo Persada.
Simandjuntak, D. 2002. Penyalah Gunaan Narkoba. Jakarta: Bina Aksara.
Sitanggang, B.A, SH. 2005. Masalah Narkotika. Padang: Dinas Pendidikan Dasar dan Kebudayan. Sudjadi. 2009. Napza Pembunuh Nomor Satu. Yogyakarta: Pradipta Publishing.
Sugiono. 2006. Metode penelitian Administrasi, dilengkapi dengan Metode R&D. Bandung: Alfabeta. Wahyu, P. 2003. Efektivitas Strategi Intenensi. Jakarta: C.V. Rajawali. Zein, M. 2008. Narkoba dan Permasalahannya. Bandung: CV. MandarMaju.