• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

Hasil Kegiatan MBS (Mass Blood Survey) yang dilakukan pada tanggal 2 April 2009 terhadap 116 sampel darah malaria, sebanyak 13 orang positif

Plasmodium yang terdiri dari 9 orang positif P. falciparum, 1 orang positif P. vivax dan 3 orang merupakan kasus gabungan antara P. falciparum + P. Vivax (Mix). Bila dibedakan berdasarkan kelompok umur maka dapat diketahui hasil

pemeriksaan darah pada kelompok anak-anak antara usia 0 – 11 bulan dan 12 – 23 bulan tidak ditemukan sampel darah positif. Pada kelompok umur 2 – 9 tahun ditemukan 4 positif P. falciparum dan 2 orang positif P. Falciparum + P.vivax (Mix). Pada sampel darah kelompok umur 10 – 14 tahun di temukan 2 orang positif P.falciparum dan berjenis kelamin laki-laki. Sedangkan usia diatas 15 tahun ditemukan 3 orang positif P. falciparum, 1 orang positif P.vivax dan terdapat 1 orang penderita gabungan P. Falciparum +P.vivax (mix). (Lampiran 1).

4.2 Perilaku menggigit nyamuk Anopheles balabacensis 4.2.1 Jenis Anopheles yang ditemukan

Nyamuk Anopheles yang ditemukan atau tertangkap di Desa Lembah Sari selama penelitian dari bulan April – Juli 2009 hanya satu spesies yakni nyamuk

Anopheles balabacensis. Jenis Anopheles yang pernah ditemukan di daerah

pegunungan/perbukitan di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat ada dua jenis yaitu A. balabacensis dan A. maculatus, kedua spesies tersebut sudah dikonfirmasi menjadi vektor utama malaria ( Depkes RI 2007d).

Berdasarkan kunci identifikasi O’Conor dan Soepanto (1979) nyamuk A.

balabacensis dan A. maculatus dapat di bedakan sebagai berikut :

Anopheles balabacensis (Gambar 7) mempunyai ciri-ciri antara lain pada

kosta dan urat 1 ada 3 atau kurang noda-noda pucat, dan pada sambungan tibia-tarsus kaki belakang ada gelang pucat yang lebar. Gelang pucat yang terang pada pangkal tarsal ruas 4 kaki belakang, tanda gelap presektor urat 1 kurang lebih sama

(2)

Sumber : www.remarag.org/images/malari1.jpg

Gambar 7 Nyamuk Anopheles balabacensis betina.

sama panjangnya dengan tanda gelap pada kosta, kalau memanjang ke pangkal, jarang melebihi tengah-tengah tanda gelap humeral pada costa. Habitat A.

balabacensis di Pulau Lombok pada umumnya di perbukitan yang tinggi dan

banyak mata air.

Adapun nyamuk Anopheles maculatus mempunyai ciri-ciri antara lain pada costa dan urat 1 ada 4 atau lebih noda-noda pucat. Pada persambungan tibia-tarsus kaki belakang tidak ada gelang seperti pucat. Sekurang-kurangnya tibia-tarsus ke 5 kaki belakang putih, femur dan tibia berbintik pucat. Habitatnya A. maculatus di Pulau Lombok pada umumnya di perbukitan yang banyak pohon kelapa dan lokasinya lebih terbuka.

4.2.2 Perilaku Mencari Darah

Dari hasil penangkapan menggunakan magoon trap selama penelitian terbukti bahwa nyamuk A. balabacensis lebih menyukai darah hewan (zoofilik). Tidak ada nyamuk A. balabacensis yang diperoleh pada magoon dengan umpan manusia, sedangkan dari penangkapan menggunakan magoon dengan umpan hewan (sapi) diperoleh A. balabacensis rata-rata 10,83 ekor/bulan atau 2,71 ekor/malam dari total tangkapan 43,33 ekor selama penelitian. Penangkapan tertinggi pada bulan Mei sejumlah 14,00 ekor/ bulan dan terendah pada bulan April sejumlah 9,00 ekor/bulan (Tabel 1).

(3)

Tabel 1 Nyamuk A. balabacensis tertangkap dengan perangkap magoon di Desa Lembah Sari selama bulan April - Juli 2009.

Bulan

MBR

(ekor/bulan) TOTAL

Manusia Hewan (Sapi)

April 0,00 9,00 9,00 Mei 0,00 14,00 14,00 Juni 0,00 9,33 9,33 Juli 0,00 11,00 11,00 TOTAL 0,00 43,33 43,33 Rata-Rata /bulan 0,00 10,83 10,83 Rata-rata/malam 0,00 2,71 2,71

Boewono dan Ristiyanto (2004) menyatakan bahwa di Kecamatan Srumbung Kabupaten Magelang Jawa Tengah, A. balabacensis banyak ditemukan di kandang ternak dan kandang kambing. Demikian juga dengan hasil Penelitian Effendi (2002) di Daerah Kokap Kulonprogo DI Yogyakarta memperlihatkan bahwa nyamuk A. balabacensis paling banyak ditemui di kandang ternak. Dari berbagai metode penangkapan nyamuk yang digunakan oleh Salam (2005), ternyata nyamuk yang diperoleh lebih banyak yang berasal dari kandang sapi dan sekitarnya.

Hewan merupakan obyek yang disukai oleh sebagian nyamuk Anopheles untuk mendapatkan darah sebagai sumber makanan. Orientasi nyamuk pada inang ditentukan oleh faktor antara lain CO2 yang dikeluarkan, bau spesifik inang, serta suhu dan kelembaban udara. Di India sebagian besar nyamuk Anopheles diketahui menghisap darah domba dan sapi di daerah urban dan sekitarnya, selain juga dapat menggigit binatang lainnya seperti monyet, rusa, dan tikus serta burung (Rao 1981).

Pemasangan New Jersey light trap dengan menambahkan karbon dioksida selama dua jam dapat meningkatkan jumlah nyamuk yang tertangkap menjadi empat kali lipat (Headley 1974 dalam service 1976). Karbondioksida yang merupakan sisa metabolisme tubuh diekskresikan melalui saluran pernapasan, sehingga nyamuk lebih banyak hinggap di bagian kepala daripada anggota tubuh lain (Daykin et al. 1965). Aroma sebagai salah satu rangsangan yang menuntun

(4)

serangga dalam mencari darah. Aroma darah sapi dilaporkan mempunyai daya tarik terhadap nyamuk Ae. aegyptiempat kali lebih besar dari pada air, dan plasma darah lima kali lebih besar dibandingkan air (Burgess dan Brown 1957 dalam Aprianto 2002).

4.2.3 Perilaku Menggigit di Dalam dan Luar Rumah

Dari hasil penangkapan nyamuk menggunakan umpan orang di dalam rumah (UOD) dan di luar rumah (UOL) menunjukkan bahwa nyamuk A.

balabacencis lebih banyak menggigit di luar rumah. Rata-rata gigitan A. balabacensis dengan metode UOD adalah 0,17 ekor/bulan dibandingkan dengan

UOL 3,67 ekor/bulan. Nyamuk yang diperoleh dengan metode UOD hanya diperoleh pada bulan Juni saja sebesar (0,67 ekor), sebaliknya penangkapan dengan metode UOL tertinggi diperoleh pada bulan Juni (6,00 ekor). Jumlah nyamuk tertangkap melalui UOL yang terendah (1,33 ekor) diperoleh pada bulan April 2009, jumlah ini masih diatas total nyamuk tertangkap dengan metode UOD selama penelitian (Tabel 2). Banyaknya nyamuk A. balabacensis yang ditemukan menggigit umpan orang di luar rumah menunjukkan bahwa nyamuk nyamuk ini lebih bersifat eksofagik.

Tabel 2 Nyamuk Anopheles balabacensis tertangkap dengan umpan orang di desa Lembah Sari selama bulan April - Juli 2009.

Bulan MBR

(Ekor/Bulan)

Jml nyamuk Tertangkap UOD & UOL

UOD UOL April 0,00 1,33 1,33 Mei 0,00 3,00 3,00 Juni 0,67 6,00 6,67 Juli 0,00 4,33 4,33 TOTAL 0,67 14,67 15,33 Rata-Rata/bulan 0,17 3,67 3,83 Rata-Rata/malam 0,04 0,92 0,96

(5)

Hasil penelitian di atas didukung oleh penelitian Suwasono et al. (2005) di Kabupaten Banjar Negara Provinsi Jawa Tengah, fluktuasi padat populasi A.

balabacensis lebih banyak di luar rumah dibandingkan didalam rumah dengan

kepadatan 0,08 ekor/orang/jam di luar rumah dan 0,05 ekor/orang/jam di dalam rumah. Penelitian yang dilakukan Mahmud (2002) di desa Hargotirto Kabupaten Kulonprogo D.I.Yogyakarta membuktikan bahwa nyamuk A. balabacensis bersifat eksofagik. Di Dukuh Krajan Kabupaten Purworejo Jawa Tengah nyamuk ini bersifat eksofagik dan endofagik. Nyamuk A. balabacensis adalah nyamuk yang banyak menggigit di luar rumah atau bersifat eksofagik, tetapi bisa juga masuk ke dalam rumah bila di luar tidak ditemukan inang utama yang paling disenangi (Susana 2005).

4.2.4 Aktivitas menggigit Sepanjang Malam

Aktivitas menggigit nyamuk A. balabacensis yang tertangkap di desa Lembah Sari dengan umpan orang di dalam dan di luar memperlihatkan bahwa rata-rata nyamuk nyamuk aktif menggigit sepanjang malam mulai pukul 20.00 - 05.00 Wita, dengan rata-rata gigitan di dalam rumah 0.01 ekor/jam dan di luar rumah 0.14 ekor/jam. Aktivitas pertama puncak gigitan di luar rumah antara pukul 22.00-23.00 dengan rata-rata gigitan 0,44 ekor/jam, dan puncak aktivitas berikutnya pada pukul 01.00-02.00 dengan rata-rata gigitan 0,37 ekor/jam. Aktivitas menggigit A. balabacensis di dalam rumah cenderung datar serta tidak ditemui aktivitas menggigit yang menyolok (Tabel 3 dan Gambar 8)

A. balabacensis di desa Hargotirto Kabupaten Kulonprogo Daerah

Istimewa Yogyakarta aktif menggigit sepanjang malam mulai pukul 20.00 - 05.00, dengan rata-rata 0.44 gigitan per orang/jam di luar rumah dan 0.02 gigitan per orang/jam di dalam rumah Aprianto (2002). Menurut Lestari et al. (1999) di Muara Bungo Jambi A. balabacensis aktif menggigit orang pukul 22.00 sampai 03.00, sedangkan di Tanah Laut Kalimantan Selatan, nyamuk ini aktif menggigit orang pukul 19.00-24.00. Di perkampungan Palao-u Thailand A. balabacensis aktif menggigit orang malam hari antara pukul 18.00-23.00 (Rattanarithikul et

(6)

Kepadatan A. balabacensis sangat dipengaruhi oleh ketersediaan tempat perindukan, suhu, intensitas cahaya dan kelembaban. Aktivitas menghisap darah vektor malaria A. balabacensis cenderung sepanjang malam (Kesley et al. 1990 dalam Boewono 2004).

Tabel 3 Hasil Penangkapan Nyamuk A. balacensis berdasarkan waktu/jam penangkapan dengan UOD dan UOL di Desa Lembah Sari selama bulan April-Juli 2009

Waktu / Jam

MHD (Ekor/Jam)

Anopheles balabacensis Jumlah Nyamuk

Penangkapan UOD UOL Tertangkap UOD & UOL

18.00 – 19.00 0,00 0,00 0,00 19.00 – 20.00 0,00 0,00 0,00 20.00 – 21.00 0,00 0,07 0,07 21.00 – 22.00 0,00 0,30 0,30 22.00 – 23.00 0,04 0,44 0,48 23.00 – 24.00 0,00 0,15 0,15 00.00 – 01.00 0,00 0,15 0,15 01.00 – 02.00 0,00 0,37 0,37 02.00 – 03.00 0,00 0,04 0,04 03.00 – 04.00 0,04 0,07 0,11 04.00 – 05.00 0,00 0,04 0,04 05.00 – 06.00 0,00 0,00 0,00 T o t a l 0,07 1,63 1,70 Rata-rata tangkapan 0,01 0,14 0,14 0,37 0,44 0,04 0,04 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 0,40 0,45 0,50 18.00 -19.00 19.00 -20.00 20.00 -21.00 21.00 -22.00 22.00 -23.00 23.00 -24.00 00.00 -01.00 01.00 -02.00 02.00 -03.00 03.00 -04.00 04.00 -05.00 05.00 -06.00 Jam Penangkapan N y a m u k A .b a la b a c e n s is ( e k o r/ o ra n g /j a m ) UOD UOL

Gambar 8 Aktivitas menggigit A. balabacensis di dalam dan di luar rumah di Desa Lembah Sari selama bulan April - Juli 2009.

(7)

Penggunaan magoon trap (Tabel 4 dan Gambar 9) dengan umpan manusia, ternyata menunjukkan, tidak ada seekorpun nyamuk A. balabacensis yang tertangkap. Pada magoon dengan umpan sapi, dijumpai aktivitas nyamuk A.

balabacensis sepanjang malam mulai pukul 18.00 sampai 06.00, dengan rata-rata

tertangkap 1,20 ekor/jam. Adapun puncak aktivitas tertinggi antara pukul 21.00 – 22.00 dengan kepadatan 2,67 ekor/jam, hal ini berkaitan dengan mulai meningkatnya kelembaban udara saat itu mencapai 80% hingga 90%.

Aprianto (2002) menyatakan bahwa A. balabacensis di desa Hargotirto Kabupaten Kulonprogo DIY, aktif menggigit sepanjang malam pada umpan sapi mulai pukul 20.00. sampai 06.00 dengan rata-rata gigitan 0.14 per sapi/jam, sedangkan menurut Boewono dan Ristiyanto (2004) A. balabacensis di Kecamatan Srumbung Kabupaten Magelang Jawa Tengah banyak ditemukan di kandang ternak sekitar pukul 01.00-03.00. Perilaku puncak menggigit A.

balabacensis di atas pukul 24.00 belum banyak diketahui penyebabnya (Takken

dan Knols 1990 dalam Boewono 2004).

Tabel 4 Hasil Penangkapan Nyamuk A. balacensis berdasarkan waktu/jam penangkapan dengan magoon trap di Desa Lembah Sari selama bulan April-Juli 2009

Waktu / Jam

MHD (Ekor/Jam)

Penangkapan Nyamuk Total Nyamuk tertangkap Penangkapan Magoon Manusia Magoon Sapi Magoon trap

18.00 - 19.00 0,00 0,67 0,67 19.00 - 20.00 0,00 1,56 1,56 20.00 - 21.00 0,00 1,67 1,67 21.00 - 22.00 0,00 2,67 2,67 22.00 - 23.00 0,00 1,44 1,44 23.00 - 24.00 0,00 1,22 1,22 00.00 - 01.00 0,00 1,78 1,78 01.00 - 02.00 0,00 1,00 1,00 02.00 - 03.00 0,00 1,22 1,22 03.00 - 04.00 0,00 0,22 0,22 04.00 - 05.00 0,00 0,78 0,78 05.00 - 06.00 0,00 0,22 0,22 T o t a l 0,00 14,44 14,44 Rata-rata tangkapan 0,00 1,20 1,20

*) MHD : Jumlah nyamuk A. balabacensis tertangkap di bagi jumlah jam penangkapan di kalikan jumlah penangkap.

(8)

0,22 0,22 2,67 0,67 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 18.00 -19.00 19.00 -20.00 20.00 -21.00 21.00 -22.00 22.00 -23.00 23.00 -24.00 00.00 -01.00 01.00 -02.00 02.00 -03.00 03.00 -04.00 04.00 -05.00 05.00 -06.00 Jam Pe nangkapan N y a m u k A .b a la b a c e n s is (e k o r/ s a p i/ ja m )

Magoon Manusia Magoon Hewan

Gambar 9 Aktivitas nyamuk A. balabacensis yang tertangkap dengan magoon

trap di Desa Lembah Sari bulan April - Juli 2009.

Kondisi iklim makro akan menentukan distribusi, padat populasi dan peran dari suatu spesies vektor penyakit, sedangkan iklim mikro akan berpengaruh terhadap distribusi lokal suatu spesies di daerah tertentu dalam iklim makro yang sama (Sukowati 2004).

4.3 Hubungan Cuaca dengan Kepadatan Nyamuk Tertangkap

Selama penelitian berlangsung keadaan curah hujan dari awal sampai dengan akhir penelitian tidak teratur. Indeks curah hujan tertinggi (30,10) terdapat pada bulan April dengan kepadatan nyamuk tertangkap (umpan manusia dan

magoon trap) sejumlah 10,33 ekor/bulan, sedangkan indeks curah hujan terendah

terjadi pada bulan Juni dengan kepadatan nyamuk tertangkap meningkat 16,00 ekor/bulan (Tabel 5 dan Gambar 10).

Hubungan antara indeks curah hujan dengan kepadatan nyamuk A.

balabacensis tertangkap berbanding terbalik. Pada saat indeks curah hujan tinggi,

jumlah nyamuk A. balabacensis tertangkap rendah, sedangkan ketika indeks curah hujan rendah, jumlah nyamuk A. balabacensis yang tertangkap meningkat. Dari analisis statistik ada kaitan antara indeks curah hujan dengan kepadatan nyamuk

(9)

Effendi (2002) menyatakan 44,9% rata-rata kepadatan nyamuk Anopheles tertangkap di daerah Kokap Kabupaten Kulonprogo dipengaruhi oleh keadaan curah hujan. Curah hujan berpengaruh terhadap tipe dan jumlah tempat perkembangbiakan nyamuk (breeding places), temperatur dan kelembaban nisbi. Bertambah atau berkurangnya hari dan jumlah curah hujan akan berpengaruh terhadap peningkatan habitat perkembangbiakan vektor malaria yang merupakan kombinasi faktor-faktor iklim dan lingkungan (Sukowati 2004).

Tabel 5 Data Curah Hujan di Kecamatan Batulayar selama bulan April – Juli 2009

Bulan Jlh Hari Per bulan Jumlah Hari Hujan Curah Hujan (mm) Indeks Curah Hujan Kepadatan Nyamuk (Umpan manusia &

Magoon trap)* April April 30 7 129 30,10 10,33 Mei 31 3 33 3,19 17,00 Juni 30 2 12 0,80 16,00 Juli 31 3 24 2,32 15,33

Sumber : Station meteorologi Mataram 2009 &* Data Primer.

0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00 18,00

April Mei Juni Juli

K e p a d a ta n n y a m u k A .b a la b a c e n s is (e k o r/ b u la n ) 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 In d e k s C u ra h H u ja n Nyamuk ICH

Gambar 10 Hubungan antara indeks curah hujan dengan jumlah nyamuk

Anopheles balabacensis tertangkap bulan April - Juli 2009 di Desa

(10)

Suhu dan kelembaban selama empat bulan penelitian, berkisar antara 26 – 29 °C, dengan kelembaban antara 74 - 80 %. Suhu tertinggi 29 °C pada bulan April, sedangkan suhu terendah pada bulan Juli 24 °C (Tabel 6 dan Gambar 11). Nyamuk yang tertangkap dengan umpan manusia dan magoon sapi cenderung meningkat tetapi pada suhu rendah bulan Juli nyamuk yang tertangkap juga rendah.

Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara suhu dengan jumlah nyamuk A. balabacensis yang tertangkap (p > 0,05 ). Brown (1951) melaporkan jika salah satu tangan manusia didinginkan sampai suhu 22 °C dan tangan yang lainnya pada suhu 30 °C, maka tangan yang lebih dingin kurang menarik untuk digigit nyamuk.

Tabel 6 Data suhu dan kelembaban nisbi dibandingkan dengan total nyamuk

A. balabacencis yang tertangkap selama bulan April - Juli 2009 di

Desa Lembah Sari.

Bulan

Suhu Udara

(°C) Kelembaban Nisbi (%)

Umpan

(ekor/umpan/bulan)* Total Jumlah Nyamuk Tertangkap*

Min Max Orang Sapi

April 26 29 80 1,33 9,00 10,33

Mei 26 28 78 3,00 14,00 17,00

Juni 25 27 76 6,67 9,33 16,00

Juli 24 27 74 4,33 11,00 15,33

Sumber : Station meteorologi Mataram 2009 & *Data Primer.

0 5 10 15 20 25 30 35

April Mei Juni Juli

S u h u U d a ra ( ° C ) 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00 18,00 K e p a d a ta n N y a m u k (e k o r/ b u la n )

Min Max Nyamuk

Gambar 11 Hubungan antara suhu dengan total jumlah nyamuk A. balabacensis tertangkap selama bulan April - Juli 2009 di Desa Lembah Sari.

(11)

Tabel 6 dan Gambar 12 menunjukkan bahwa rata-rata kelembaban tertinggi pada bulan April (80%), sedangkan yang terendah pada bulan Juli (74%). Kelembaban mempengaruhi kelangsungan hidup (survival rate), kebiasaan menggigit, dan istirahat dari nyamuk. Kelembaban yang rendah akan memperpendek umur nyamuk. Pada kelembaban tinggi, nyamuk akan menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit (Gunawan 2000 dalam Susana 2005). Nyamuk umumnya menyukai kelembaban di atas 60% (Marten 1995 dalam Susana 2005). Penularan lebih mudah terjadi ketika kelembaban tinggi, sebaliknya di daerah yang gersang penularan tidak terjadi karena usia nyamuk tidak panjang sehingga parasit tidak dapat menyelesaikan siklusnya (WHO 1969).

Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kelembaban dengan jumlah nyamuk A. balabacensis tertangkap (p > 0,05 ). Menurut Reuter 1936 (dalam Clement 1963) bahwa di lapangan tidak ada bukti yang menunjukkan pentingnya tingkat kelembaban bagi orientasi kepada inang, di simpulkan bahwa kelembaban mungkin merupakan sebagian dari faktor penting yang berasal dari inang dan merupakan daya tarik nyamuk pada jarak dekat.

71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81

April Mei Juni Juli

K e le m b a b a n U d a ra ( % ) 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00 18,00 N y a m u k t e rt a n g k a p (e k o r/ u m p a n /b u la n ) Kelembaban Nyamuk

Gambar 12 Hubungan antara kelembaban udara dengan jumlah nyamuk A.

balabacensis tertangkap selama bulan April - Juli 2009 di Desa

(12)

4.4 Angka Kejadian Malaria di Desa Lembah Sari Kecamatan Batulayar 4.4.1 Penyebab malaria (Agen)

Angka kejadian malaria di Desa Lembah Sari Kecamatan Batulayar Kabupaten Lombok Barat diperoleh melalui kegiatan PCD (Passive Case

Detection). Deteksi kasus penyakit malaria secara pasif artinya pengambilan dan

pemeriksaan darah diperoleh dari pasien yang yang datang berobat ke tempat pelayanan kesehatan kemudian di periksa secara mikroskopik di Laboratorium Puskesmas.

Selama penelitian berlangsung terlihat jelas bahwa pasien yang ditemukan positif malaria dari bulan April-Juli 2009 mengalami peningkatan. Adapun hasil pemeriksaan tersebut sebanyak 23 kasus (72%) adalah P. falciparum dan 9 kasus (28 %) positif P.vivax. (Gambar 13). Ditemukannya kasus malaria yang disebabkan oleh P. falciparum mengindikasikan bahwa telah terjadi penularan setempat (indigenus) di wilayah Desa Lembah Sari. Malaria tropika yang telah dibuktikan positif mengandung P. falciparum dapat menyebabkan kematian bila menyerang otak dan malaria jenis ini tidak bisa kambuh atau ‘relaps’. Berdasarka kedua alasan tersebut maka malaria tropika yang disebabkan oleh P. falciparum merupakan kasus penularan setempat atau penularan indegeneus di suatu daerah (Susana 2005). Dengan demikian malaria yang terjadi di Desa Lembah Sari Kecamatan Batulayar Kabupaten Lombok Barat sebagian besar dapat di golongkan terjadi secara indigenus (penemuan angka P. falciparum tinggi) atau telah terjadi transmisi penularan setempat.

P.f alciparum P.vivax

Gambar 13 Perbandingan jumlah kasus P. falciparum dan P.vivax di Desa Lembah Sari melalui PCD selama bulan April-Juli 2009.

( 9 Kasus ) P.vivax 28% ( 23 Kasus ) P.falciparum 72%

(13)

4.4.2 Manusia dan Nyamuk (Inang) 1). Manusia (inang antara )

Pada dasarnya setiap orang bisa terinfeksi oleh agen penyebab penyakit malaria. Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin sebenarnya berkaitan dengan perbedaan derajat kekebalan karena variasi seringnya terpapar gigitan nyamuk yang menjadi vektor malaria.

Tabel 7 menunjukkan bahwa kasus malaria di Desa Lembah Sari umumnya terjadi pada seluruh golongan umur dan jenis kelamin. Kasus malaria secara umum pada pria lebih banyak 62% (20 orang) dibandingkan dengan wanita 38% (12 orang) (Gambar 14). Adanya kasus malaria yang lebih besar pada pria biasanya dipengaruhi oleh pekerjaan dan aktivitas. Umumnya pria lebih sering keluar rumah dibandingkan wanita, sehingga peluang kontak dengan nyamuk vektor semakin besar.

Perempuan mempunyai respon imun yang lebih kuat dibandingkan dengan laki-laki, namun kehamilan menambah risiko malaria. Malaria pada ibu hamil mempunyai dampak yang buruk terhadap kesehatan ibu dan anak, antara lain berat badan bayi rendah, keguguran, kelahiran prematur dan kematian janin di dalam kandungan (Harijanto, 2000).

Tabel 7 Hasil penemuan kasus positif malaria di Desa Lembah Sari melalui kegiatan PCD di tempat pelayanan kesehatan berdasarkan golongan umur dan Jenis kelamin selama Bulan April – Juli 2009.

Umur Jenis Kelamin Jumlah

L P 0 – 11 Bln 1 1 2 1 – 4 Thn 3 1 4 5 – 9 Thn 6 1 7 10 – 14 Thn 1 2 3 ≥15 Thn 9 7 16 Total 20 12 32

(14)

Perempuan 38% Laki 62% Laki Perempuan ( 20 Orang ) (12 Orang )

Gambar 14 Perbandingan jumlah penderita positif malaria menurut jenis kelamin di Desa Lembah Sari bulan April – Juli 2009.

Kasus malaria pada anak kelompok usia 0-11 bulan ditemukan ada 2 kasus ( 6,25%) , 1 - 4 tahun ada 4 kasus (12,5%), 5 - 9 tahun berjumlah 7 kasus ( 21,9%) dan pada kelompok umur 10-14 tahun berjumlah 3 kasus (9,38%). Adanya kasus pada bayi umumnya sebagai indikator penularan penyakit setempat sebab pada usia ini mereka jarang keluar rumah dan ini menggambarkan bahwa vektor mampu masuk ke dalam rumah untuk kontak dengan bayi. Hal yang sama juga ditemukan dari hasil survei dinamika penularan (SDP) malaria di Dusun Walandimu Desa Tuna Mada Kabupaten Sumba Barat, ditemukan penderita malaria bayi umur 2 bulan, hal ini merupakan indikasi adanya penularan setempat (indigenus) yang relatif tinggi meskipun tidak menutup kemungkinan terjadi penularan di tempat lain, karena ada kebiasaan ibu-ibu membawa bayi ke sungai walaupun berusia 2 bulan (Depkes 2003 dalam Susana 2005).

2). Nyamuk Anopheles (Inang Definitif)

Nyamuk A. balabacensis adalah satu-satunya spesies nyamuk Anopheles yang ditemukan di Desa Lembah Sari selama 16 kali penangkapan mulai bulan April-Juli 2009. Nyamuk A. balabacensis di pegunungan/perbukitan wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat telah di konfirmasi menjadi vektor utama malaria (Depkes RI 2007d). Terhadap 15 sampel nyamuk A.balabacensis yang dikirim ke Lembaga Eijkman di Jakarta hasilnya nihil artinya tidak ditemukan sporozoit di

(15)

dalam tubuh nyamuk disebabkan karena jumlah sampel yang dapat dikirim sangat kurang.

Siklus sporogoni disebut siklus seksual karena menghasilkan bentuk sporozoit yang siap ditularkan ke manusia, terjadi di luar tubuh manusia. Siklus ini disebut juga siklus ekstrinsik karena terjadi gametosit, mulai dari bentuk gametosit hingga menjadi sporozoit terdapat di dalam kelenjar ludah nyamuk.

Menurut Pribadi dan Sungkar (1994), siklus sporogoni di dalam tubuh nyamuk memerlukan waktu 8 - 12 hari. Siklus seksual dalam tubuh nyamuk umumnya sama untuk semua Plasmodium, siklus berlangsung 22 hari pada suhu 200C ; 15 sampai 17 hari pada suhu 230C dan 10-11 hari pada suhu 25-280C Gandahusada et al. (2000). Menurut Bruce-Chwatt (1985) lama siklus sporogoni

Plasmodium paling cepat adalah 9 hari, khusus untuk P. falciparum adalah 12 hari

pada suhu 28 0C. Nyamuk yang umurnya kurang dari lamanya siklus sporogoni tidak dapat menularkan infeksi melalui sporozoitnya.

Sporozoit Plasmodium dapat dideteksi lebih kurang 10-12 hari setelah nyamuk menghisap darah orang yang terinfeksi (Burkot et al. 1984), meskipun demikian pengaruh suhu dan jenis Plasmodium tetap menentukan (Service, 1996). Sejalan dengan perkembangan dunia penelitian, telah dilaporkan bahwa 50% sporozoit P. falciparum ada dalam kelenjar ludah 2-3 minggu setelah terinfeksi (Bangs 1989 dalam Susana 2005).

4.4.3 Lingkungan (enviroment)

Berdasarkan data dari Badan Meteorologi dan Geofisika Selaparang Mataram selama bulan April - Juli 2009, suhu udara rata-rata di daerah Batulayar berkisar antara 24 – 29 °C, dan kelembaban antara 60 - 90 %. Kondisi tersebut cukup optimal untuk perkembangbiakan P.falciparum yaitu pada suhu 20 – 30 ºC (Bruce-Chwaat 1985) dan nyamuk umumnya menyukai kelembaban diatas 60% (Martens 1995).

Kondisi lingkungan wilayah Desa Lembah Sari sebagian besar adalah daerah berupa hutan lindung (800 ha) yang memiliki mata air dan sungai yang tidak pernah kering sepanjang tahun dengan ketingian tempat antara 200-400 dpl

(16)

(BPMPD 2008). Tempat perindukan jentik A. balabacencis banyak terdapat di genangan air, bekas jejak kaki binatang pada tanah berlumpur yang berair, tepi sungai pada musim kemarau, kolam/sungai yang berbatu di hutan atau daerah pedalaman (Gandahusada et al. 2000).

Lingkungan sosial budaya masyarakat di lokasi penelitian memperlihatkan bahwa kelompok pria usia remaja sering berkumpul di luar rumah malam hari sampai larut malam, sambil menonton pertunjukan televisi di rumah tetangga. Beberapa pria dewasa juga bekerja malam hari sebagai petani gula aren yang biasanya dilakukan setelah selesai sholat Isya atau diatas jam 20.00 Wita, bahkan banyak juga yang langsung bermalam di bale-bale (berugak) yang sengaja di buat di kebun. Kebiasaan untuk selalu berada di luar rumah sampai larut malam memperbesar peluang kontak dengan vektor malaria, karena sifat nyamuk yang eksofagik.

4.5 Peta Tematik Jarak Tempat Perkembangbiakan Nyamuk (TPN) dengan Kasus Positif malaria

Analisis yang dilakukan terhadap titik kasus positif malaria adalah analisis binomonik, yaitu model pengolahan ruang dengan cara tumpang tindih (overlay) dua jenis peta tematik. Kedua jenis peta tematik tersebut adalah peta tematik kasus dan peta tematik sungai sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk. Peta tematik sungai (TPN) di buat buffer lingkaran dengan jarak 0 – 500 meter dan 500-1000 meter dari tepi sungai (TPN potensial) (Titik koordinat TPN terlampir). Jumlah kasus yang terdapat pada masing-masing area buffer di catat dan hasilnya dapat dilihat pada Gambar 15 dan Tabel 8.

Dari 13 kasus positif malaria yang ditemukan pada kegiatan MBS, tiga kasus ditemukan pada titik koordinat yang sama, sehingga jumlah titik koordinat yang dilakukan pada pemetaan berjumlah 10 titik. Adapun 10 titik koordinat kasus tersebut terdapat di area dengan jarak dari kasus ke sungai antara 0 – 500 meter, tidak terdapat kasus dengan jarak diatas 500 meter. Hal ini berarti ada hubungan yang erat sekali antara keberadaan rumah penduduk yang jaraknya sangat dekat (0-500 meter) dengan sungai (TPN), karena mempunyai risiko lebih

(17)

Y 9062228.786 9062228.786 9062351.825 9062021.850 9062422.318 9061889.828 9062761.942 9062144.063 9062144.063 9062426.895 9062426.895 9062425.454 9062431.999 X 399183.317 399183.317 399101.238 399208.397 399004.112 400091.398 399700.488 399086.295 399086.295 399129.461 399129.461 399300.813 399461.937 Penderita Fahrurrozi Irvan jayadi Antok Zulkarnain Muhammad Sanimah Najamudin Sri Rahmawati Rinawati Fatimatuzzahrah Rizkiatun Ahmad Zaini Supardi Nomor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 # # # # # # # # # # # # # # 6 # 10 # 5 # 4 # 8 # 9 # 2 # 7 # 1 # 3 # # # # ## # # # # # # #12345 678 910 PETA LOKASI Lokasi Studi

4

PETA KASUS POSITIF BERDASARKAN HASIL MBS DI DUSUN KEDONDONG ATAS

DESA LEMBAH SARI KAB. LOMBOK BARAT

393400 393400 394100 394100 394800 394800 395500 395500 9 0 6 08 0 0 90 6 08 0 0 9 06 1 5 0 0 906 1 5 00 9 0 6 2 20 0 90 62 2 0 0 9 0 6 2 9 0 0 906 2 9 0 0 0.3 0 0.3 0.6 Km

Jarak dari sungai 500 m Jarak dari sungai 1000 m

Gambar 15 Peta Tematik jarak antara sungai (TPN) dengan lokasi Kasus Positif Malaria di dusun Kedondong Atas Desa Lembah Sari

tinggi untuk terjadi transmisi penularan setempat oleh gigitan nyamuk dibandingkan dengan rumah yang jaraknya lebih jauh atau diatas 500 meter.

Distribusi kasus malaria di daerah perbukitan Krajan Kapbupaten Purworejo banyak terdapat pada area dengan radius 84,824 meter dari titik pusat kasus. Kasus di Redin Kidul Kabupaten Purworejo banyak terdapat pada area dengan radius 29,50 meter dari titik pusat kasus. Pada kedua dukuh ini terjadi penularan setempat (indigeneus). Hal ini menunjukkan bahwa kasus di Redin Kidul lebih padat atau rapat, sedangkan di Krajan lebih luas penularannya. Lokasi rumah penderita kebanyakan berjarak sekitar 400 meter dari TPN (Susana 2005).

(18)

Tabel 8 Titik koordinat lokasi kasus positif malaria dan Jaraknya dengan Sungai (TPN) di Kedondong Atas Desa Lembah Sari

No N a m a Titik Koordinat

Jumlah Kasus Pada Titik Koordinat

KK Penderita X Y 0 - 500 (M) 500-1000 (M) 1 Mahyudin Fahrurrozi 399183,322 9062228,786 2 0 Irvan jayadi 0 2 Antok Antok 399101,236 9062351,825 1 0 3 M.Zaini Zulkarnain 399208,399 9062021,85 1 0 4 Muhammad Muhammad 399004,115 9062422,318 1 0 5 Abdullah Sanimah 400091,402 9061889,828 1 0 6 Bahrun Najamudin 399700,488 9062761,942 1 0

7 H. Rasidi Sri Rahmawati 399086,299 9062144,063 2 0

Rinawati 0

8 Murdan Fatimatuzzahrah 399129,459 9062426,895 2 0

Rizkiatun 0

9 Ahmad Zaini Ahmad Zaini 399300,813 9062425,454 1 0

10 Ummah Supardi 399461,937 9062431,999 1 0

J u m l a h K a s u s 13 0

Bila tempat tinggal penderita di kaitkan dengan jarak TPN dan kemampuan terbang nyamuk A. aconitus, A. maculatus, A. balabacensis dan A.

barbirostris yang mempunyai jarak terbang kurang lebih 1-2 km (Depkes RI

2003), maka diperkirakan jarak terbang nyamuk ini lebih dekat yaitu kira-kira 400 meter karna adanya inang yang dekat dengan TPN.

Hasil penelitian di Kecamatan Sambelia Kabupaten Lombok Timur menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan antara tempat perindukan nyamuk

Anopheles dengan kejadian malaria pada balita yaitu jumlah balita sakit malaria

pada jarak < 1000 meter (49 orang) dan jarak > 1000 meter (35 orang), hasil uji statistik (p = 0.028) (Kazwaini dan Santi 2006). Sebagai pembanding jarak terbang A. aconitus hanya menyebar sejauh 350 meter dari tempat berkembang biaknya (Mangkoewinoto 1923 dalam Depkes RI 2007a). (Lallement dan Soerono 1931 dalam Depkes RI 2007a) mempelajari jarak terbang A. aconitus dan beberapa jenis nyamuk lainnya, dari penelitiannya bahwa jarak terbangnya A.

aconitus 550 meter, A. sinensis 200 meter sampai 800 meter dan A. barbirostris

(19)

Nyamuk A. punctulatus group tidak terbang jauh dari tempat berkembangbiak nya (Bruce Chwatt 1980 dalam Depkes RI 2007a). Selama pengkapan A. punctulatus group yang dilakukan di Sentani, Abepura, Merauke, dan Manokwari, Irian Jaya pada tahun 1985, mendapatkan bahwa kelompok nyamuk ini tidak sampai pada rumah-rumah dengan jarak 200 meter sampai 300 meter dari tepi hutan (Depkes RI 2007a).

4.6 Pemahaman dan kebiasaan masyarakat terhadap penyakit malaria Untuk mengetahui pemahaman masyarakat terhadap malaria berkaitan dengan kebiasaan sehari-hari masyarakat di daerah endemis, maka dilakukan wawancara langsung menggunakan kuesioner. Dari 46 orang yang diwawancarai diperoleh beberapa informasi mengenai pengetahuan, sikap serta kebiasaan masyarakat yang erat hubungannya dengan dengan risiko penularan malaria.

Karakteristik tingkat pendidikan responden sebagian besar tamat SD 39,1% kemudian tidak tamat SD 30,4%, tidak sekolah 19,6%, tamat SLTA 6,5%, dan tamat SLTP 4,3%. Berdasarkan jawaban dari kuesioner, seluruh (100%) responden pernah mendengar tentang penyakit malaria. Informasi tentang nama penyakit diketahui responden dari petugas kesehatan dan media elektronik seperti televisi dan radio. Sebanyak 100% responden menyatakan pernah mendengar penyakit dengan tanda-tanda demam, menggigil, pucat, mual dan nafsu makan berkurang. Jumlah responden yang mengetahui nama penyakit dengan tanda-tanda tersebut sebanyak 84,8% dan sisanya 15,2% menyatakan tidak tahu nama penyakitnya.

Sebagian besar responden 63,0% menyatakan penyebab malaria adalah nyamuk 63,0 %, dan sisanya (23,9%) tidak mengetahui, bahkan ada responden yang menyatakan bahwa penyakit ini disebabkan oleh makanan dan roh halus. Sebanyak 60,9% responden menyatakan bahwa bila seseorang terkena malaria dapat terkena kembali dan 39,1% menyatakan tidak tahu. Terhadap pertanyaan apakah penyakit malaria bisa menular maka sebagian besar responden 63,0% menjawab tidak menular, sisanya (37,0%) mengatakan bisa menular melalui gigitan nyamuk.

(20)

Dari 46 responden di lokasi penelitian 100% tidak mengetahui nama nyamuk penular malaria dan mengatakan semua nyamuk dapat menularkan malaria. Sebanyak 37,0% responden mengatakan mengetahui tanda-tanda nyamuk malaria yaitu menungging waktu menggigit dan sangat berbeda dengan ciri nyamuk lainnya. Terhadap pertanyaan mengenai waktu, tempat menggigit dan tempat berkembang biak, sebagian besar responden (58,7%) mengatakan nyamuk malaria menggigit pada malam hingga dini hari. Terhadap perilaku nyamuk menggigit di dalam dan di luar rumah sebanyak 82,6% responden mengetahui hal ini. Sebanyak 60,9% responden mengatakan tempat berkembang biak nyamuk di parit/saluran air/sungai dan genangan air, sisanya 39,1 % mengatakan tidak tahu tempat berkembang biak nyamuk malaria.

Upaya pencegahan terhadap gigitan nyamuk Anopheles yang dilakukan masyarakat sebagian besar (73,9%) dengan anti nyamuk bakar dan menggunakan kelambu tidur, membuat asap (15,2%) dan sisanya (10,9%) mengatakan tidak tahu. Karakteristik pekerjaan dari 46 responden adalah petani 56,5%, tidak bekerja 34,8% dan pelajar 8,7%. Berdasarkan jenis kelamin laki-laki 58,7% dan perempuan 41,3%. Sebanyak 47,8% responden mengaku sering keluar pada malam hari, hal ini sesuai dengan pengamatan yang ada di lokasi penelitian. Laki-laki yang keluar rumah pada malam hari umumnya tidak menutup seluruh tubuh terutama tangan dan kaki. Kebiasaan keluar malam mempunyai risiko kontak terhadap gigitan nyamuk Anopheles jika tidak memakai pakaian yang tertutup. Sikap responden (100%) menyatakan setuju terhadap pengendalian malaria, . namun perilaku mereka sangat bertolak belakang jika melihat kebiasaan masyarakat yang keluar pada malam hari tanpa pakaian yang tertutup.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Suprapto (2009) di Desa Dulanpokpok Kabupaten FakFak Papua Barat yang menyatakan bahwa pengetahuan masyarakat sudah cukup baik, tetapi sikap dan perilaku masyarakat masih berisikotinggi untuk terkena gigitan nyamuk Anopheles, dengan masih seringnya mereka melakukan kegiatan di luar rumah pada malam hari tanpa melindungi diri dari gigitan nyamuk.

(21)

4.7 Pembahasan Umum

Pemilihan hospes adalah suatu sifat yang sangat mempengaruhi peranan nyamuk sebagai vektor penyakit. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan umpan inang orang dan sapi mempunyai banyak arti dibidang pemberantasan penyakit malaria.

Pada penelitian ini tertangkap 176 spesimen nyamuk Anopheles dan semua telah diidentifikasi sebagai spesies nyamuk A. balabacensis. Secara umum nyamuk A. balabacencis banyak tertangkap dengan umpan sapi (73,86 %) sedangkan umpan manusia hanya (26,14%) sehingga lebih cenderung bersifat zoofilik. Perilaku menggigit nyamuk A. balabacensis lebih bersifat eksofagik. Rata-rata nyamuk A. balabacensis aktif menggigit sepanjang malam mulai pukul 20.00 - 05.00, dengan rata-rata 0,01 gigitan per orang/jam (di dalam rumah) dan 0.14 gigitan per orang/jam (di luar rumah).

Selama penelitian dilakukan (April–Juli 2009) Desa Lembah Sari memiliki curah hujan berkisar 3 – 30 mm, suhu udara rata-rata berkisar antara 25 – 29 °C, dan kelembaban antara 60 - 90%. Faktor lingkungan terutama suhu sangat berperan bagi perkembangan parasit malaria dalam tubuh nyamuk. Suhu efektif untuk perkembangan sporogoni P. falciparum dalam tubuh nyamuk Anopheles adalah 22-30°C, dan bila terjadi peningkatan suhu dapat menyebabkan kematian parasit (Verdrager 1964 dalam Wernsdorfer 1988). Pada penelitian ini belum dapat di gambarkan pengaruh iklim (curah hujan, suhu dan kelembaban) terhadap kepadatan nyamuk karena memerlukan waktu penelitian sedikitnya satu tahun (longitudinal study). Gambaran hubungan antara kepadatan A. balabacensis dengan iklim dapat diperoleh apabila waktu penangkapan diperpanjang dan jumlah rumah yang diteliti serta kolektor diperbanyak.

Malaria terjadi karena adanya interaksi dari tiga faktor yaitu adanya (1) agen penyebab penyakit dengan inangnya, (2) vektor dan (3) lingkungan yang mendukung agen untuk hidup pada inangnya. Kasus malaria di Desa Lembah Sari yang terus menerus terjadi menunjukkan keberadaan ketiga faktor (agent, host

and environment) di wilayah tersebut. Adanya penderita dan vektor malaria yaitu

(22)

sakit ke orang sehat. Kasus malaria lebih banyak diderita oleh pria karena kebiasaan pria yang sering keluar malam tanpa menggunakan pakaian tertutup terutama tangan dan kaki.

Berdasarkan data kasus malaria selama penelitian berlangsung yang didapatkan dari kegiatan PCD di Puskesmas Meninting dan Puskesmas Gunungsari ditemui kasus malaria positif pada golongan umur 0-11 bulan. Adanya kasus pada bayi umumnya sebagai indikator penularan penyakit setempat sebab pada usia ini mereka jarang keluar rumah. Hal ini menggambarkan bahwa vektor mampu masuk ke dalam rumah untuk kontak dengan bayi.

Pemeliharaan ternak sapi oleh masyarakat, secara tidak langsung merupakan suatu tindakan yang mengurangi kontak antara nyamuk Anopheles dengan manusia. Nyamuk A. balabacensis lebih bersifat zoofilik artinya lebih menyukai darah hewan (sapi) dibandingkan darah manusia. Usaha pengembangan ternak sapi oleh masyarakat ini dapat memberikan suatu sumbangan yang positif, dalam mencegah penularan penyakit malaria.

Usaha yang telah dilaksanakan oleh petugas kesehatan di desa Lembah Sari untuk mencegah meluasnya penularan penyakit malaria di antaranya dengan penggunaan kelambu celup dan menyemperotkan insektisida ke rumah penduduk.

Diperlukan kerjasama antara Dinas Peternakan, Dinas Kesehatan dan masyarakat dalam pengendalian terhadap nyamuk anopheles, tidak hanya pada manusianya tetapi juga pada hewan, misalnya dengan penyemprotan insektisida pada hewan.

Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis dengan penginderaan jarak jauh (remote sensing) menggunakan analisis binomonik yaitu model pengolahan ruang dengan cara tumpang tindih (overlay) dua jenis peta tematik untuk mendapatkan jarak TPN dengan lokasi kasus positif malaria. Pada peta tematik TPN yang telah di buat buffer lingkaran dengan jarak 0-500 meter dan 500-1000 meter yang di

overlay dengan peta tematik kasus sehingga terdapat area buffer kasus sesuai

jarak lingkaran. Semua kasus positif malaria berada pada buffer lingkaran dengan jarak 0-500 meter dan tidak terdapat kasus dengan jarak diatas 500 meter. Adanya SIG dengan alat bantunya, dapat mempermudah mengetahui besaran dan

(23)

distribusi kasus terhadap jarak tempat perkembangbiakan nyamuk yang ada di suatu wilayah, dengan demikian strategi pengendalian vektor dapat di tangani lebih baik..

Dari pengamatan selama penelitian, masyarakat Desa Lembah Sari kerap melakukan aktivitas pada malam hari seperti menonton televisi ke tetangga sampai larut malam, bekerja malam hari sebagai petani gula aren dan menghadiri pengajian rutin/ zikiran di tiap rumah yang telah ditentukan. Perlu dianjurkan kepada masyarakat apabila keluar rumah pada malam hari agar menggunakan pakaian tertutup dan mengoleskan repelen. Bila malam hari tidur di bale-bale (berugak) masyarakat dianjurkan menggunakan kelambu tidur. Selanjutnya masyarakat Desa Lembah Sari diharapkan untuk peduli dengan lingkungan terutama untuk mengurangi tempat-tempat potensial perindukan nyamuk

Anopheles.

Pengetahuan dan perilaku masyarakat yang masih menganggap bahwa malaria bukan suatu ancaman perlu diperbaiki. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara dan hasil pemeriksaan darah pada saat MBS, mereka yang ditemukan positif malaria mengatakan dirinya tidak merasa sakit karena masih dapat melakukan kegiatan seperti biasa. Bila dilihat dari sudut kesehatan masyarakat, sikap atau perilaku seseorang yang demikian akan mempunyai efek yang negatif. Penderita yang positif jika tidak ditemukan oleh tenaga kesehatan dan tidak segera mendapat pengobatan akhirnya dapat menjadi sumber penularan yang baru. Persepsi dan perilaku masyarakat yang menganggap bahwa malaria bukan suatu ancaman, di tambah tidak aktifnya Posmaldes (Pos Malaria Desa) menyebabkan mereka tidak berusaha mencari pengobatan. Apabila mereka menganggap bahwa malaria adalah suatu ancaman, maka teori “ Health Believe Model” (Sarafino 1998), membuat mereka akan berobat ke Posmaldes atau tempat-tempat pelayanan kesehatan antuk memeriksakan dan mendapatkan pengobatan, sehingga jalur penularan malaria dapat segera dikurangi atau kasus malaria dapat menurun.

Gambar

Gambar 7  Nyamuk Anopheles balabacensis betina.
Tabel 3   Hasil  Penangkapan  Nyamuk  A.  balacensis  berdasarkan  waktu/jam  penangkapan  dengan  UOD  dan  UOL  di  Desa  Lembah  Sari  selama  bulan April-Juli 2009
Gambar  9    Aktivitas  nyamuk  A.  balabacensis  yang  tertangkap  dengan  magoon  trap di Desa Lembah Sari  bulan April - Juli 2009
Tabel 5 Data Curah Hujan di Kecamatan Batulayar selama bulan April – Juli 2009
+5

Referensi

Dokumen terkait

Handphone Nokia merk Lumia memiliki teknologi dan fitur yang mengikuti perkembangan jaman..

Senyawa asam 3-okso-24-sikloarten-21-oat yang dapat menghambat pertumbuhan tumor kulit pada aktivasi virus Epstein Barr telah diisolasi dari daun duku (Nishizawa

Hasil penelitian tersebut tidak sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan ekstrak etanol rimpang lengkuas merah memilki daya

Ia juga boleh ditakrifkan sebagai satu sistem politik yang memberi peluang kepada rakyat membentuk dan mengawal pemerintahan negara (Hairol Anuar 2012). Dalam hal

Adalah sebuah fakta bahwa jumlah perempuan di dunia ini lebih banyak dari

(BOS) based on instruction and technical in aspects of application, distribution, and stakeholders engagement in planning, forming, and reporting of BOS in SMA Negeri 37

Kelompok Kerja Jasa Konsultansi Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Kabupaten Lamandau mengumumkan pemenang seleksi sederhana untuk Pekerjaan Pengawasan Rehabilitasi /

Saudara dianjurkan untuk membawa Berkas Dokumen Asli yang berkenaan dengan data isian sebagaimana yang telah saudara sampaikan pada Dokumen Penawaran Admnistrasi,