• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN LUASAN HUTAN KOTA BERDASARKAN PENYERAPAN KARBONDIOKSIDA (CO 2 ) DI KOTA SAMARINDA, KALIMANTAN TIMUR FENY DWI KASIH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENENTUAN LUASAN HUTAN KOTA BERDASARKAN PENYERAPAN KARBONDIOKSIDA (CO 2 ) DI KOTA SAMARINDA, KALIMANTAN TIMUR FENY DWI KASIH"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN LUASAN HUTAN KOTA

BERDASARKAN PENYERAPAN KARBONDIOKSIDA (CO

2

)

DI KOTA SAMARINDA, KALIMANTAN TIMUR

FENY DWI KASIH

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(2)

PENENTUAN LUASAN HUTAN KOTA

BERDASARKAN PENYERAPAN KARBONDIOKSIDA (CO

2

)

DI KOTA SAMARINDA, KALIMANTAN TIMUR

FENY DWI KASIH

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(3)

RINGKASAN

FENY DWI KASIH. E34061800. Penentuan Luasan Hutan Kota Berdasarkan Penyerapan Karbondioksida (CO2) di Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Dibimbing oleh ENDES NURFILMARASA DAHLAN dan RACHMAD HERMAWAN.

Kota Samarinda sebagai pusat pemerintahan merupakan ibukota Propinsi Kalimantan Timur yang telah mengalami perkembangan pesat pada berbagai bidang. Hal ini dapat terlihat dari semakin banyaknya industri, perkantoran, perumahan, pusat-pusat perbelanjaan dan berbagai infra struktur penunjang lainnya. Perkembangan pembangunan ini membawa dampak negatif terhadap lingkungan. Dengan semakin banyaknya ruang terbuka hijau yang dikonversi menyebabkan pasokan O2 yang dihasilkan tumbuhan semakin berkurang, sebaliknya keberadaan CO2 di udara meningkat. Meningkatnya kadar CO2 dapat menyebabkan naiknya suhu permukaan bumi akibat efek rumah kaca. Hal ini memungkinkan lingkungan hidup menjadi tercemar dan dapat menurunkan kualitas lingkungan. Salah satu cara yang efektif dan efisien untuk mengurangi dampak tersebut adalah dengan penerapan konsep hutan kota. Oleh karena itu diperlukan penentuan luasan hutan kota yang tepat agar fungsi hutan kota dapat dirasakan secara maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui luasan hutan kota berdasarkan penyerapan karbondioksida (CO2) di Kota Samarinda.

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Samarinda pada bulan Januari 2011-Juni 2011. Data yang dikumpulkan meliputi data tingkat konsumsi bahan bakar (bensin, solar, minyak tanah dan LPG), jumlah penduduk dan Rencana Tata Ruang Wilayah. Perhitungan kebutuhan luas hutan kota berdasarkan fungsi sebagai penyerap karbondioksida dilakukan 2 skenario. Skenario pertama laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,33 % dan skenario kedua laju pertumbuhan penduduknya sebesar 4,39 %.

Luas hutan kota di Kota Samarinda saat ini sebesar 732,777 ha atau hanya 1,02 % dari luas wilayah. Dari hasil perhitungan, kebutuhan luas hutan kota berdasarkan penyerapan CO2 pada skenario 1 tahun 2012 dan 2050 masing-masing sebesar 11.907,06 ha dan 19.672,07 ha. Pada skenario 2 kebutuhan luas hutan kota tahun 2012 dan 2050 masing-masing sebesar 14.324,67 ha dan 73.303,23 ha. Kebutuhan luasan tersebut sudah terkecukupi dengan lahan yang telah dialokasikan sebagai kawasan perlindungan dalam RTRW Kota Samarinda 2005-2015 yaitu sebesar 29.972,14 ha, namun untuk kebutuhan luas hutan kota pada skenario 2 hanya terkecukupi hingga tahun 2025. Kebutuhan luas hutan kota di Kota Samarinda berdasarkan PP No. 63 Tahun 2002 adalah sebesar 7.180 ha. Luasan tersebut sudah sangat terkecukupi dengan lahan yang telah dialokasikan sebagai kawasan perlindungan dalam RTRW. Kebutuhan luas hutan kota berdasarkan penyerapan CO2 jauh lebih besar dibandingkan kebutuhan luas hutan kota berdasarkan PP No. 63 Tahun 2002.

(4)

SUMMARY

FENY DWI KASIH. E34061800. Determination of Urban Forest Area Based on Carbondioxide (CO2) Absorption on Samarinda City, East Borneo. Under Supervision of ENDES NURFILMARASA DAHLAN and RACHMAD HERMAWAN.

Samarinda is administration center and capital city of East Borneo. This city has rapid development on various field. The city development evidence could be observed with many industries, offices, housing areas, malls, and others city infrastructures. The development progress brings negative effect for environment. Conversion of green open spaces on this city caused reduce of O2 supply which produced by plants, whereas the amount of CO2 was increased. The rising of CO2 level can cause increasing of earth surface temperature by reason of green house effect. It can contaminate the environment and decrease quality of environment. One of effective and efficient way to diminish that negative effect is urban forest concept application. Therefore, it needed to decide appropriate urban forest area, so the function of urban forest can be optimal. This research was conducted to know urban forest area based on CO2 absorption on Samarinda City.

This research was located on Samarinda City and held on January-Juni 2011. The data collection are consumption level of fuel (gasoline, diesel fuel, kerosene, and LPG), number of population, and area planning (RTRW). The measurement of requirement urban forest area based on the function as CO2 absorbent with two scenarios. The first scenario for population growth is 1,33 % and second scenario for population growth is 4,39 %.

Urban forest area on Samarinda city in the amount of 732,777 ha, its amount only 1,02 % from total area of city. From the result, requirement of urban forest based on absorption of CO2 under first scenario on 2012 and 2050 are 11.907,06 ha and 19.672,07 ha. Scenario two says that requirement of urban forest on 2012 and 2050 are 14.324,67 ha and 73.303,23 ha. The requirement of area is enough towards areal which allocated as conservation area on Samarinda City areal planning 2005-2015 is 29.972,14 ha, but according to scenario two, the requirement of urban forest on Samarinda City adequate only until 2025. Requirement of urban forest area on Samarinda City under the PP No. 63 Tahun 2002 is 7.180 ha. It’s compatible with total areal which allocated as conservation area on Samarinda City area planning. Urban forest area requirement based on CO2 absorption larger than its requirement based on PP No. 63 Tahun 2002.

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Penentuan Luasan Hutan Kota Berdasarkan Penyerapan Karbondioksida (CO2) di Kota Samarinda, Kalimantan Timur” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Mei 2012

Feny Dwi Kasih

(6)
(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penentuan Luasan Hutan Kota Berdasarkan Penyerapan Karbondioksida (CO2) di Kota Samarinda, Kalimantan Timur”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran umum mengenai luasan hutan kota berdasarkan penyerapan karbondioksida (CO2) di Kota Samarinda agar manfaat hutan kota tersebut dapat terasa secara maksimal.

Penulis menyadari ketidaksempurnaan penulisan karya ilmiah ini sehingga besar harapan adanya saran dan kritik dari pembaca yang dapat membangun bagi penulisan selanjutnya.

Bogor, Mei 2012

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sangkulirang, Propinsi Kalimantan Timur pada tanggal 15 Februari 1988 sebagai anak kedua dari empat bersaudara pasangan Bapak Dahlan dan Ibu Hadijah. Penulis memulai pendidikan formal di SD Negeri 003 Loa Janan tahun 1994-2000. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Loa Janan tahun 2000-2003 dan SMA Negeri 2 Tenggarong tahun 2003-2006.

Tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Kutai Kartanegara dan pada tahun 2007 masuk ke dalam Mayor Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (DKSHE) dengan Minor Perlindungan Hutan. Selama kuliah di Fakultas Kehutanan IPB, penulis aktif mengikuti kegiatan organisasi, seperti Kelompok Pemerhati Goa (KPG), Kelompok Pemerhati Ekowisata (KPE), Himpunan Profesi (Himpro) DKSHE yaitu Himpunan Mahasiswa Konservasi (HIMAKOVA) tahun 2008, dan Paduan Suara Fahutan (2008-2009). Tahun 2008 penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Baturaden- Cilacap (Jawa Tengah) dan tahun 2009 melakukan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW). Penulis pernah mengikuti kegiatan Eksplorasi Fauna, Flora, dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA) di Cagar Alam Gunung Simpang, Kabupaten Cianjur-Bandung, Jawa Barat tahun 2008. Penulis juga pernah mengikuti kegiatan Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) yang merupakan kegiatan Himpro di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) Kalimantan Barat tahun 2008. Penulis melakukan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) tahun 2010 di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), Pulau Sumatera.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis menyusun skripsi dengan judul “Penentuan Luasan Hutan Kota Berdasarkan Penyerapan Karbondioksida (CO2) di Kota Samarinda, Kalimantan Timur” di bawah bimbingan Dr. Ir. Endes Nurfilmarasa Dahlan, MS dan Dr. Ir. Rachmad Hermawan, M.Sc.F.

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penentuan Luasan Hutan Kota Berdasarkan Penyerapan Karbondioksida (CO2) di Kota Samarinda, Kalimantan Timur”. Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis telah banyak menerima bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Orang tua ku tersayang (Bapak Dahlan, S.Pd, M.Si dan Ibu Hadijah), kakak tersayang (Adi Putrawan, ATT II dan Nur Wahidah, S.Pdi), adik-adik tercinta (Julianur dan Afi Defisah), serta seluruh keluarga besar atas segala doa dan kasih sayang serta dukungan moral dan materi pada penulis hingga skripsi ini selesai.

2. Pemerintah Daerah Kutai Kartanegara yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Beasiswa Utusan Daerah (BUD).

3. Bapak Dr. Ir. Endes Nurfilmarasa Dahlan, MS dan Bapak Dr. Ir. Rachmad Hermawan, M.Sc.F selaku dosen pembimbing skripsi, atas kesabaran dan keikhlasan dalam memberikan ilmu, bimbingan, dan nasehat kepada penulis. 4. Bapak Soni Trison, S.Hut, M.Si dari Departemen Manajemen Hutan selaku

dosen penguji atas kritik dan sarannya kepada penulis.

5. Seluruh dosen dan staf Fakultas Kehutanan IPB yang telah membantu penulis selama kuliah.

6. Pertamina Unit Pemasaran Balikpapan, Bappeda Kota Samarinda, BPS Kota Samarinda, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Samarinda serta Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kota Samarinda atas bantuan data-datanya.

7. Kak Ali Maturrahim, S.Pdi atas doa dan kasih sayangnya serta keluarga terkasih di Jakarta (Bibi Asni, Paman Neo, K’maya, Nita, Onne) yang menjadi tempat kedua selain rumah.

8. Nanno, Aje, Chacha, Arga, Arilis, Muis, Ebay yang memberikan bantuan saat sedang dibutuhkan.

(10)

9. Fiona, Fitri, Andin, Breth, Adit, Indri, Jatil, Yunus, Nina, Arie serta seluruh teman KSHE angkatan 43 atas segala canda tawa, bantuan, motivasi dan kebersamaanya selama ini.

10. Seluruh anggota Forum Mahasiswa Beasiswa Utusan Daerah Kutai Kartanegara (FM-BUD Kukar) atas bantuan dan kebersamaannya selama ini. 11. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis juga sangat mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dalam penyempurnaan skripsi ini.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR………. vi

DAFTAR ISI……… x

DAFTAR TABEL……… xii

DAFTAR GAMBAR……….. xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………. 1

1.2 Tujuan ………... 3

1.3 Manfaat ………... 3

1.4 Kerangka Pemikiran………. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Kota………... 5

2.2 Karbondioksida (CO2) ……… 5

2.3 Hutan Kota sebagai Penyerap Karbondioksida (CO2)………. 7

2.4 Kebutuhan Luasan Hutan Kota……… 8

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian……….. 12

3.2 Bahan dan Alat. ………. 12

3.3 Tahapan Penelitian……….. 12

3.3.1 Pengumpulan data.………..………... 12

3.3.2 Analisis data….………... 13

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Fisik………... 16

4.1.1 Letak dan luas…….………... 16

4.1.2 Iklim………... 17

4.2 Keadaan Sosial, Ekonomi dan Budaya……….. 18

4.2.1 Kependudukan………... 18

4.2.2 Fasilitas sosial budaya…….………... 18

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hutan Kota yang ada di Kota Samarinda………...…… 19

(12)

xi

 

5.2.1 Kebutuhan luas hutan kota berdasarkan fungsi sebagai

penyerap karbondioksida (CO2)……….………...…… 20 5.2.2 Kebutuhan luas hutan kota berdasarkan Peraturan

Pemerintah RI No. 63 Tahun 2002………..…..…… 27 5.3 Analisis Penentuan Luas Hutan Kota Berdasarkan Fungsi

sebagai Penyerap Karbondioksida (CO2)………...……… 28 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan………. 37

6.2 Saran……… 37

(13)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Jenis, Bentuk dan Sumber Data Penelitian……….. 12 2. Banyaknya Kelurahan/Desa dan Luas Wilayah per Kecamatan

di Kota Samarinda Tahun 2010………... 16 3. Lokasi dan Luas Hutan Kota di Kota Samarinda……… 19 4. Jumlah Penduduk Kota Samarinda Tahun 2004-2009……… 21 5. Jumlah Karbondioksida yang Dihasilkan Penduduk Kota

Samarinda Tahun 2012-2050 (skenario 1)……….. 21 6. Jumlah Penduduk Kota Samarinda Tahun 2004-2010……… 22 7. Jumlah Karbondioksida yang Dihasilkan Penduduk Kota

Samarinda Tahun 2012-2050 (skenario 2)……….. 22 8. Tingkat Pemakaian BBM dan LPG di Kota Samarinda

Tahun 2006-2009………. 24 9. Tingkat Pemakaian BBM dan LPG di Kota Samarinda

Tahun 2012-2050 (skenario 1)……… 25 10. Jumlah Karbondioksida yang Dihasilkan dari Pembakaran BBM

dan LPG di Kota Samarinda Tahun 2012-2050 (skenario 1)……….. 25 11. Tingkat Pemakaian BBM dan LPG di Kota Samarinda

Tahun 2006-2010………. 26 12. Tingkat Pemakaian BBM dan LPG di Kota Samarinda

Tahun 2012-2050 (skenario 2)……… 26 13. Jumlah Karbondioksida yang Dihasilkan dari Pembakaran BBM

dan LPG di Kota Samarinda Tahun 2012-2050 (skenario 2)………….……. 27 14. Luas dan Persentase Penggunaan Tanah Kota Samarinda

Tahun 2010………. 28 15. Luas Hutan Kota yang Dibutuhkan di Kota Samarinda

Tahun 2012-2050 (skenario 1)……… 29 16. Luas Hutan Kota yang Dibutuhkan di Kota Samarinda

Tahun 2012-2050 (skenario 2)……… 29 17. Rencana Proporsi Luas Kawasan Lindung Terhadap Luas Wilayah……….. 34

(14)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman 1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran……….. 4

2. Hutan Kota Samarinda……… 20 3. Grafik Jumlah Penduduk di Kota Samarinda...………... 23 4. Grafik Emisi CO2 yang dihasilkan Penduduk di Kota Samarinda………….. 24 5. Grafik Emisi CO2 yang dihasilkan Penduduk, BBM dan LPG………... 30 6. Grafik Luas Hutan Kota di Kota Samarinda………... 31

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kota merupakan pusat aktivitas masyarakat yaitu sebagai tempat tinggal, bekerja, dan belajar serta pusat pemerintahan dan produksi ekonomi. Kota juga merupakan pusat kreativitas, budaya, dan perjuangan keras manusia. Kota melambangkan kemajuan sosial dan ekonomi. Di kota, terdapat jutaan orang yang menikmati berbagai fasilitas umum, pelayanan kesehatan dan kesejahteraan, rekreasi, pekerjaan, pendidikan dan berpartisipasi dalam menegakkan demokrasi. Jumlah pertambahan penduduk di kota semakin meningkat seiring dengan perkembangan kota.

Pertambahan penduduk memberi dorongan terhadap penggunaan ruang dan tanah pada kota untuk mendukung aktivitas mereka sehingga akan memicu adanya pembangunan. Pembangunan yang dilakukan di perkotaan mempunyai kecenderungan untuk meminimalkan ruang terbuka hijau dan meningkatkan konsumsi energi fosil (bahan bakar minyak). Hal ini memungkinkan lingkungan hidup kota menjadi tercemar dan dapat menurunkan kualitas lingkungan. Pencemaran udara yang disertai dengan meningkatnya kadar CO2 di udara akan menjadikan lingkungan kota yang tidak sehat dan dapat menurunkan kesehatan manusia. Meningkatnya kadar CO2 dapat menyebabkan naiknya suhu permukaan bumi akibat efek rumah kaca, oleh karena itu konsentrasi CO2 di udara harus diupayakan tidak terus bertambah naik. Salah satu cara untuk mereduksi CO2 di daerah perkotaan adalah mengurangi emisi karbon dan membangun hutan kota (Dahlan, 1992).

Kota Samarinda sebagai pusat pemerintahan merupakan ibukota Propinsi Kalimantan Timur yang telah mengalami perkembangan pesat pada berbagai bidang. Hal ini dapat terlihat dari semakin banyaknya industri, perkantoran, perumahan, pusat-pusat perbelanjaan dan berbagai infrastruktur penunjang lainnya. Perkembangan pembangunan ini membawa dampak negatif terhadap lingkungan karena dapat meminimalkan ruang terbuka hijau. Dengan semakin banyaknya ruang terbuka hijau yang dikonversi menyebabkan pasokan oksigen

(16)

2

 

yang dihasilkan tumbuhan semakin berkurang, sebaliknya keberadaan CO2 di udara meningkat.

Peningkatan pembangunan di Kota Samarinda dapat terlihat pula dari meningkatnya konsumsi BBM yang ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan kendaraan bermotor. Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di Kota Samarinda dari tahun ke tahun tumbuh secara positif. Penambahan jumlah kendaraan rata-rata empat ribu hingga lima ribu unit per bulan. Berdasarkan data di Samsat Samarinda, pertumbuhan kendaraan bermotor pada tahun 2010 sebesar 54 .573 unit, terdiri dari 46.129 unit motor dan 8.444 unit mobil. Jumlah tersebut meningkat tajam dibanding pada tahun 2009 yang jumlahnya hanya mencapai 48.668 unit.

Perkembangan Kota Samarinda yang pesat juga terlihat dari peningkatan jumlah penduduk yang tajam. Laju pertumbuhan penduduk pada tahun 2010 sebesar 19,72%, meningkat tajam dibanding tahun 2009 yang hanya sebesar 0,92% (BPS Samarinda, 2011). Peningkatan jumlah penduduk ini menyebabkan meningkatnya pembangunan dan konsumsi energi fosil (bahan bakar minyak). Hal ini memungkinkan lingkungan hidup Kota Samarinda menjadi tercemar dan dapat menurunkan kualitas lingkungan.

Dalam suasana seperti ini, maka munculah pemikiran bagaimana mengatasi masalah lingkungan hidup akibat meningkatnya kadar CO2 tersebut, yaitu dengan membangun hutan kota. Penerapan konsep hutan kota dalam pembangunan kota merupakan cara yang efektif dan efisien dalam mengatasi menurunnya kualitas lingkungan hidup perkotaan. Komponen hutan kota berupa jalur hijau, taman kota, tanaman pekarangan, kebun, dan keberadaan ruang terbuka hijau lainnya diharapkan dapat meningkatkan produksi oksigen diudara, menyaring partikel debu dan partikel-partikel pencemar lainnya sehingga akan meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan. Namun demikian fungsi-fungsi yang diharapkan dari hutan kota tidak akan terasa jika luasan hutan kota tidak mencukupi. Oleh karena itu diperlukan penentuan luasan hutan kota yang tepat agar fungsi hutan kota dapat dirasakan secara maksimal.

(17)

3

 

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui luasan hutan kota berdasarkan penyerapan karbondioksida (CO2) di Kota Samarinda, agar manfaat hutan kota dapat maksimal dan mewujudkan motto Kota Samarinda yaitu “Teduh, Rapi dan Nyaman” (TEPIAN).

1.3 Manfaat

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi Pemerintah Daerah Kota Samarinda dalam membangun kota yang berwawasan lingkungan.

1.4 Kerangka Pemikiran

Kota merupakan pusat aktivitas masyarakat. Jumlah penduduk kota selalu bertambah sejalannya waktu. Pertambahan penduduk tersebut memberi dorongan terhadap pembangunan sehingga meminimalkan RTH. Kegiatan di perkotaan membutuhkan energi penggerak dan pemanas yang sebagian besar diperoleh dari pembakaran bahan bakar fosil. Proses pembakaran ini akan menghasilkan CO2 dan menyebabkan konsentrasi CO2 meningkat sehingga kualitas lingkungan menurun. Dengan semakin banyaknya RTH yang dikonversi menyebabkan pasokan oksigen yang dihasilkan tumbuhan semakin berkurang dan sebaliknya keberadaan CO2 di udara meningkat. Oleh karena itu perlu adanya hutan kota. Penerapan konsep hutan kota dalam pembangunan kota merupakan cara yang efektif dan efisien dalam mengatasi menurunnya kualitas lingkungan hidup perkotaan. Fungsi-fungsi yang diharapkan dari hutan kota tidak akan terasa jika luasan hutan kota tidak mencukupi. Atas dasar pemikiran tersebut maka diperlukan penentuan luasan hutan kota yang tepat dengan kerangka pemikiran penelitian seperti pada Gambar 1.

(18)

4                                

Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran

Ya

Tidak

Jumlah penduduk bertambah, sejalan waktu

Pertambahan penduduk memberi dorongan terhadap penggunaan ruang

dan tanah (pembangunan) pada kota sehingga meminimalkan RTH  Kegiatan di perkotaan baik bergerak maupun

tidak bergerak seperti: kendaraan bermotor, rumah tangga, hotel, industri dan kegiatan lainnya membutuhkan energi penggerak dan pemanas yang sebagian besar diperoleh dari pembakaran bahan bakar fosil seperti: bensin,

solar, minyak tanah dan batubara

Kualitas lingkungan menurun

Hutan kota Kota

Penambahan luas hutan kota Samarinda Kualitas lingkungan

meningkat (kota menjadi nyaman)

Jumlah karbondioksida meningkat

Analisis data :

1. Penentuan luas hutan kota berdasarkan fungsi sebagai penyerap CO2

2. PP No. 63 Tahun 2002 Perhitungan kebutuhan luas

Mencukupi Luas existing hutan kota

Samarinda

(19)

5

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hutan Kota

Menurut Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002, hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Hutan kota adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitar kota, berbentuk jalur, menyebar atau bergerombol (menumpuk) dengan struktur meniru (menyerupai) hutan alam, membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan bagi satwa liar dan menimbulkan lingkungan sehat, suasana nyaman, dan estetis (Irwan 2004).

Menurut Fakuara (1987), hutan kota adalah tumbuhan atau vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya dalam kegunaan-kegunaan proteksi, estetika, rekreasi dan kegunaan-kegunaan khusus lainnya.

2.2 Karbondioksida (CO2)

Udara merupakan suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Komposisi campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Komponen yang konsentrasinya paling bervariasi adalah air dalam bentuk uap H2O dan CO2. Pembusukan sampah tanaman, pembakaran atau disekitar kumpulan massa manusia di dalam ruangan terbatas, yaitu karena pernafasan manusia merupakan beberapa proses-proses yang menghasilkan CO2 (Kristanto, 2004). Karbondioksida adalah gas yang tidak berwarna dengan rumus kimia CO2 dimana molekulnya terdiri dari suatu atom karbon dan dua atom oksigen, yang merupakan bahan pembentuk udara paling banyak keempat (Neirburger 1995).

Prawirowardoyo (1996) menyatakan bahwa CO2 yang masuk ke atmosfir dapat berasal dari dua sumber yaitu:

(20)

6

 

a. Sumber alami

Sumber alami yang paling penting adalah proses pernapasan mahluk hidup, baik di darat maupun di lautan dan perubahan bahan organik.

b. Sumber buatan

Sumber buatan adalah CO2 hasil pembakaran bahan bakar fosil, industri semen, pembakaran hutan dan perubahan tata guna lahan. Dahlan (2004) menyatakan bahwa kegiatan di perkotaan baik bergerak maupun tidak bergerak seperti: kendaraan bermotor, rumah tangga, hotel, industri, dan kegiatan lainnya membutuhkan energi penggerak dan pemanas yang sebagian besar diperoleh dari pembakaran bahan bakar fosil seperti: bensin, solar, minyak tanah, dan batu bara, proses pembakaran ini akan menghasilkan CO2. Karbondioksida dihasilkan dari oksidasi karbon yang terdapat di dalam bahan bakar selama proses pembakaran terjadi.

Berdasarkan Laporan Kualitas Lingkungan Hidup Indonesia (Menteri Negara PPLH 1997, diacu dalam Wisesa 1988), CO2 adalah salah satu zat pencemar udara yang berpengaruh terhadap manusia dan lingkungan.

Menurut Soemarwoto (2004), kenaikan kadar CO2 dipercepat dengan berkembangnya teknologi yang menggunakan bahan biomassa fosil yaitu batu bara, minyak bumi, dan gas alam, sebagai bahan bakar. Dengan naiknya kadar CO2 dalam atmosfer kita menghadapi bahaya terjadinya kenaikan intensitas efek rumah kaca sehingga suhu permukaan bumi akan naik. Kristanto (2004) juga mengatakan bahwa peluang terjadinya perubahan iklim akibat adanya efek rumah kaca oleh gas-gas yang dilepaskan ke atmosfir. Gas paling utama adalah CO2 yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil. Bahan bakar fosil merupakan sumber utama terjadinya pencemaran udara. Pencemaran udara yang terjadi berbanding lurus dengan perkembangan industri modern, pembangkit tenaga listrik, penggunaan batu bara dan kemajuan sektor transportasi. Pembakaran sempurna bahan bakar fosil menghasilkan CO2 dan H2O bersama beberapa nitrogen oksida yang muncul dari fiksasi nitrogen dari atmosfir pada suhu tinggi. Sedangkan pembakaran yang tidak sempurna menghasilkan asap hitam yang terdiri dari partikel-partikel karbon atau hidrokarbon kompleks atau CO dan

(21)

7

 

senyawa organik yang teroksidasi sebagian. Hingga saat ini belum ada teknologi yang dapat menghilangkan emisi CO2 dari penggunaan bahan bakar fosil.

2.3 Hutan Kota Sebagai Penyerap Karbondioksida (CO2)

Menurut Salim (1986), kota lahir sebagai akibat pemusatan penduduk pada satu tempat dan ruang tertentu, dimana lingkungan alam diubah menjadi lingkungan buatan manusia. Masalahnya sekarang ialah, dapatkah fungsi lingkungan alam diambil alih oleh lingkungan buatan manusia. Jika hutan berfungsi memberi kebersihan udara bagi kehidupan manusia maka pembangunan lingkungan buatan manusia harus tetap mengusahakan agar fungsi hutan yang diubah ini bisa dilaksanakan oleh pohon-pohon yang sengaja ditumbuhkan di pinggir jalan atau taman-taman di tengah kota.

Menurut Dahlan (2004) berbagai kegiatan di perkotaan baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak seperti kendaraan bermotor, rumah tangga, hotel, industri dan kegiatan lainnya membutuhkan energi penggerak dan pemanas yang sebagian diperoleh dari pembakaran bahan bakar fosil seperti solar, minyak tanah, dan batu bara. Proses pembakaran akan menghasilkan gas CO2. Keberadaan gas ini di perkotaan akhir-akhir ini mengalami peningkatan konsentrasinya di udara ambient yang sangat berarti. Bahaya paling utama dari peningkatan konsentrasi gas CO2 di udara adalah terjadinya peningkatan suhu udara bumi secara global melalui efek rumah kaca.

Ogawa (1991) dalam Gusmailina (1995), melaporkan bahwa konsentrasi CO2 selam 250 tahun belakangan ini (sejak tahun 1740) naik dari 280 ppm menjadi 350 ppm, dan diperkirakan apabila 100 tahun mendatang (sekitar 2090) terjadi kenaikan konsentrasi CO2 dua kali lipat akan mengakibatkan peningkatan suhu permukaan bumi. Keadaan ini akan mengakibatkan mencairnya es sehingga akan menambah volume air laut. Penambahan volume air laut ini diperkirakan sekitar 50-80 cm. Indonesia sebagai Negara kepulauan yang terletak di khatulistiwa tidak akan terlepas dari pengaruh pemanasan global dan perubahan iklim tersebut. Pengaruh itu terutama akan dirasakan daerah delta yang rendah, daerah pasang surut, kota-kota yang permukaan tanahnya rendah dan kota-kota yang terletak di pinggiran pantai.

(22)

8

 

Hutan merupakan penyerap gas CO2 yang cukup penting selain dari fitoplankton, ganggang dan rumput laut di samudera. Cahaya matahari akan dimanfaatkan oleh semua tumbuhan baik hutan kota, hutan alami, tanaman pertanian dan lainnya dalam proses fotosintesis yang berfungsi untuk mengubah gas CO2 dan air menjadi karbohidrat dan oksigen. Dengan demikian proses ini sangat bermanfaat bagi manusia karena dapat menyerap gas yang bila konsentrasinya meningkat akan beracun bagi manusia dan hewan serta akan mengakibatkan efek rumah kaca (Dahlan, 1992). Menurut Heriansyah dan Mindawati (2005) bahwa hutan dapat mencegah pemanasan global dengan menyerap CO2 dari atmosfir dan menyimpannya sebagai karbon dalam bentuk materi organik tanaman.

Tanaman hutan kota baik di dalam maupun luar kota akan menyerap gas CO2 melalui proses fotosintesis. Suatu sifat fisiologis yang hanya dimiliki khusus oleh tumbuhan yaitu kemampuannya untuk menggunakan zat karbon dari udara untuk diubah menjadi bahan organik serta diasimilasikan didalam tubuh tanaman. Menurut Fakuara (1987), fotosintesis adalah suatu proses penangkapan energi sinar matahari oleh klorofil dan kemudian diubah menjadi energi kimia. Proses utama dari fotosintesis adalah terbentuknya karbohidrat yang merupakan energi bagi proses-proses fisiologis tanaman. Selain dari itu dihasilkannya O2 yang sangat diperlukan oleh seluruh makhluk hidup di dunia untuk pernapasan. Adapun rumus dari fotosintesis adalah sebagai berikut:

6CO2 + 6H2O + Energi cahaya → C2H12O6 + 6O2

Menurut Salisbury dan Cleon (1995), jumlah karbon yang ditambat melalui proses fotosintesis tiap tahunnya diperkirakan berkisar antara 70-120 trilyun ton dan diperkirakan sekitar duapertiga dari produktivitas ini terjadi di daratan. Hanya sepertiganya yang berlangsung di laut dan samudra. Dengan demikian keberadaan tumbuhan di wilayah perkotaan sangat diperlukan dalam menyerap gas CO2 dan mengatasi efek rumah kaca.

2.4 Kebutuhan Luasan Hutan Kota

Penetapan besarnya luasan hutan kota sangatlah diperlukan karena fungsi hutan kota akan terasa jika luasan hutan kota cukup untuk mengoptimalkan dari fungsi hutan tersebut.

(23)

9

 

Menurut Dahlan (2004), penentuan luasan hutan kota dapat dilakukan melalui pendekatan parsial, yakni menyisihkan sebagian dari kota untuk kawasan hutan kota. Ada beberapa metoda yang dapat dilakukan untuk menetapkan luasannya yakni berdasarkan perhitungan: (a) Persentase, (b) Luasan per kapita, (c) Berdasarkan isu penting yang muncul di perkotaan tersebut.

a. Berdasarkan Persen Luas

Menurut Inmendagri No. 5 Tahun 1988, luasan RTH kota sebesar 30%, sementara PP No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota menyatakan luasan hutan kota sekurang-kurangnya 10% dari luasan kota. Luasan lahan untuk hutan kota selama ini merupakan sisa dari berbagai peruntukan. Misalnya Kepres No. 53 Tahun 1989 tentang Kawasan Industri menetapkan 70% lahan untuk industri, 10% untuk jaringan jalan, 5% untuk jaringan utilitas, 5% untuk fasilitas umum dan 10% untuk ruang terbuka hijau. Sedangkan di kawasan permukiman digunakan pendekatan Koefisien Dasar Bangunan (KDB). Bangunan sebesar 60-70%, prasarana antara 15-20%, sarana berkisar antara 20-25% yang terdiri dari: sarana lingkungan seperti sarana peribadatan, pendidikan, olahraga dan perbelanjaan. Sisanya sebesar 8-10% untuk penghijauan.

b. Berdasarkan luasan per kapita

Pendekatan yang kedua yaitu penentuan luasan hutan kota dihitung berdasarkan jumlah penduduk. Luasan hutan kota di Malaysia ditetapkan sebesar 1,9 m2/penduduk, sedangkan Jepang 5,0 m2/penduduk (Tong Yiew 1991, diacu dalam Dahlan 2004). Dewan kota Lancashire Inggris menentukan 11,5 m2/penduduk dan Amerika telah menetapkan 60 m2/penduduk sedangkan di DKI Jakarta taman untuk bermain dan olahraga 1,5 m2/penduduk (Rifai 1989, diacu dalam Dahlan, 2004), sedangkan Soeseno (1993) diacu dalam Dahlan (2004) menetapkan 40 m2/penduduk kota. Sementara KepMen PU No. 378 Tahun 1987 menetapkan luasan RTH kota untuk fasilitas umum adalah 2,53 m2/jiwa dan untuk penyangga lingkungan kota sebesar 15 m2/jiwa.

c. Pendekatan yang ketiga ditentukan berdasarkan isu penting

Kota dengan penduduk yang padat dan jumlah kendaraan bermotor dan industri yang tinggi, maka luasan hutan kota yang dibangun harus berdasarkan

(24)

10

 

kemampuan hutan kota dalam menjerap dan menyerap polutan. Sedangkan kota yang kurang dipengaruhi oleh angin darat dan angin laut sementara jumlah kendaraan, industri besar, menengah, dan kecilnya sangat banyak yang kesemuanya itu membutuhkan oksigen, maka penetapan luasan hutan kota harus berdasarkan analisis kebutuhan oksigen.

Beberapa penelitian yang berkaitan dengan penentuan luasan hutan kota antara lain: Dahlan (2007) dalam disertasinya yang berjudul Analisis Kebutuhan

Hutan Kota Sebagai Sink Gas CO2 Antropogenik dari Bahan Bakar Minyak dan

Gas di Kota Bogor dengan Pendekatan Sistem Dinamik telah menghitung kebutuhan luasan hutan kota di Kota Bogor. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa luas hutan kota dengan simulasi menggunakan tanaman yang memiliki daya sink sangat tinggi, pada tahun 2007 membutuhkan 147,87 ha hutan kota. Kebutuhan luasan tersebut terus meningkat dan tertinggi terjadi pada tahun 2019-2021 seluas 302,45 ha hutan kota. Kemudian pada tahun 2100 kebutuhan luas hutan kota menurun menjadi 277,39 ha.

Wisesa (1988) dalam skripsinya yang berjudul Studi Pengembangan Hutan Kota di Wilayah Kotamadya Bogor telah menghitung kebutuhan luasan hutan kota sebagai pemasok oksigen. Kebutuhan luasan hutan kota untuk Kotamadya Bogor yang luas keseluruhannya 11.850 ha pada tahun 1988 adalah 1.136,8 ha (9,59 % dari luas Kotamadya Bogor) dan pada tahun 1995 menjadi 1.843,96 ha (15,56 % dari luas Kotamadya Bogor). Penelitian lainnya yang berkaitan dengan kebutuhan luasan hutan kota yang telah dilakukan di Kota Bogor adalah penelitian yang dilakukan oleh Herdiansah tahun 2006 yang berjudul Penentuan Luasan Optimal Hutan Kota sebagai Rosot Gas Karbondioksida. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa luasan hutan kota yang diperlukan pada tahun 2005 dan 2020 masing-masing seluas 1.970,97 ha (16,63 %) dan 3.108,08 ha (26,23 %). Penelitian serupa dilakukan oleh Rosa (2005) di Kota Palembang yang memiliki luas 40.051 ha. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa luasan hutan kota yang dibutuhkan berdasarkan kemampuan hutan kota dalam menyerap CO2 sebesar 2.465,88 ha (6,16 %) pada tahun 2005 dan kemudian menjadi 3.456,36 ha (8,63 %) pada tahun 2020.

(25)

11

 

Apriani (2009) juga melakukan penelitian kebutuhan luasan hutan kota di Pasir Pangaraian Kabupaten Rokan Hulu. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa luasan hutan kota yang dibutuhkan berdasarkan penyerapan CO2 pada tahun 2008 sebesar 3.096 ha (7,81 %) dan pada tahun 2020 sebesar 8.060 ha (20,32 %).

(26)

12

 

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian mengenai penentuan luasan hutan kota sebagai penyerap gas CO2 ini dilakukan di Kota Samarinda, Propinsi Kalimantan Timur. Waktu pelaksanaannya dilakukan pada bulan Januari 2011 sampai Juni 2011.

3.2 Bahan dan Alat

Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Kamera Digital untuk mendokumentasikan bentuk dan tipe hutan kota yang ada, software Microsoft Office Excel 2007 untuk perhitungan, dan seperangkat PC komputer yang digunakan dalam proses penyusunan skripsi. Bahan yang digunakan antara lain data Tata Guna lahan dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Samarinda.

3.3 Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian penentuan luasan hutan kota di Kota Samarinda meliputi kegiatan sebagai berikut:

3.3.1 Pengumpulan data a. Studi pustaka

Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan data yang dianggap penting yang dapat menunjang penelitian yang dilakukan di lapangan. Adapun instansi yang terkait antara lain: BAPPEDA Kota Samarinda; Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota; Badan Pusat Statistik; Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan; Pertamina Unit Pemasaran 1 Balikpapan (Tabel 1).

Tabel 1. Jenis, bentuk dan sumber data penelitian

No Jenis Data Bentuk Data Sumber Data

1 Keadaan iklim, curah hujan, suhu udara, kelembaban, dll.

Deskripsi BPS 2 Geografi, luas wilayah, batas wilayah Deskripsi

dan Peta

BPS, BAPPEDA

3 Tata guna lahan Deskripsi BPS

4 Rencana Tata Ruang Wilayah Deskripsi BAPPEDA

5 Demografi penduduk Deskripsi BPS

6 Tingkat konsumsi bahan bakar (Bensin, Solar, LPG dan Minyak Tanah)

Deskripsi Pertamina Unit Pemasaran Balikpapan

7 Luas dan jumlah hutan kota Deskripsi Dinas Kebersihan dan

Pertamanan; Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan

(27)

13

 

b. Observasi

Observasi dilakukan dengan cara melihat langsung ke lokasi tempat beradanya hutan kota. Hal ini dilakukan untuk memperoleh gambaran nyata di lapangan mengenai kondisi lokasi-lokasi hutan kota.

3.3.2 Analisis data

Analisa data ini digunakan untuk mengetahui apakah luasan hutan kota yang ada di Kota Samarinda saat ini telah memenuhi terutama berdasarkan kemampuan hutan kota dalam menyerap CO2 yang dihasilkan dari metabolisme manusia, pembakaran BBM (bensin, solar, dan minyak tanah) dan LPG serta berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.

Pada penelitian diasumsikan bahwa yang menyerap CO2 adalah pepohonan dalam hutan kota dan yang menghasilkan CO2 adalah metabolisme manusia, pembakaran BBM (bensin, solar, dan minyak tanah) dan LPG. Kota Samarinda diasumsikan tertutup, dimana tidak ada pengaruh adanya emisi dan serapan CO2 dari luar Kota Samarinda.

a. Penentuan luasan hutan kota berdasarkan fungsi sebagai penyerap karbondioksida (CO2)

Kebutuhan akan luasan hutan kota berdasarkan daya serap CO2 dapat diperoleh dari kemampuan hutan kota dalam menyerap CO2. Pendekatan yang digunakan untuk menentukan luasan tersebut adalah dengan memprediksikan kebutuhan luas hutan kota berdasarkan daya serap CO2 hingga tahun 2050 serta membandingkannya dengan kondisi hutan kota sekarang (eksisting).

Kebutuhan hutan kota diperoleh dari jumlah emisi CO2 yang dihasilkan oleh penduduk dan pembakaran BBM (bensin, solar dan minyak tanah) dan LPG yang terdapat di Kota Samarinda dibagi dengan kemampuan hutan kota dalam menyerap CO2. Perhitungan emisi CO2 yang dihasilkan dari pembakaran BBM dan LPG ialah dengan mengalikan tingkat pemakaian BBM dan LPG dengan faktor emisi dari setiap jenis bahan bakar.

(28)

14

 

Menurut AEA (2010), faktor emisi atau jumlah karbondioksida yang dihasilkan oleh pembakaran 1 liter BBM dan LPG adalah sebagai berikut:

Bensin : 2,30 kgCO2/lt Solar : 2,64 kgCO2/lt Minyak tanah : 2,53 kgCO2/lt LPG : 1,49 kgCO2/kg

Dalam pernapasannya manusia juga menghasilkan CO2. Menurut Goth (2012), jumlah CO2 yang dihasilkan dari pernapasan manusia dalam 1 jam sebanyak 39,6 g CO2.

Rumus :

Keterangan:

L : Luas Hutan Kota (ha)

a : Karbondioksida yang dihasilkan seorang manusia (g/jam) b : Karbondioksida yang dihasilkan dari pembakaran bensin (g/lt) c : Karbondioksida yang dihasilkan dari pembakaran solar (g/lt)

d : Karbondioksida yang dihasilkan dari pembakaran minyak tanah (g/lt) e : Karbondioksida yang dihasilkan dari pembakaran LPG (g/lt)

V : Jumlah penduduk (jiwa)

W : Jumlah konsumsi bensin (lt/jam) X : Jumlah konsumsi solar (lt/jam)

Y : Jumlah konsumsi minyak tanah (lt/jam) Z : Jumlah konsumsi LPG (g/jam)

K : Kemampuan hutan dalam menyerap karbondioksida (8.000 g/jam/ha) Prabang (2009)

(29)

15

 

Perhitungan kebutuhan luasan hutan kota berdasarkan fungsi sebagai penyerap karbondioksida dilakukan dua skenario. Skenario pertama menggunakan data jumlah penduduk tahun 2004 sampai 2009, dan skenario kedua menggunakan data jumlah penduduk tahun 2004 sampai 2010.

b. Penentuan luasan hutan kota berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 63 Tahun 2002

Analisis kebutuhan luas hutan kota dilakukan berdasarkan PP RI No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota. Dalam pasal 8 ditetapkan bahwa presentase luas hutan kota paling sedikit 10% dari wilayah perkotaan dan atau disesuaikan dengan kondisi setempat.

Qodriyanti (2010) dalam skripsinya yang berjudul Distribusi dan Kecukupan Luasan Hutan Kota sebagai Rosot Karbondioksida dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan Jauh di Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara mengatakan bahwa Kota Pematangsiantar yang luasnya sebesar 8.016,3 ha telah memenuhi PP No. 63 Tahun 2002. Luas hutan kota sebesar 1.161,45 ha atau 14,49 % dari luas wilayah Kota Pematangsiantar.

(30)

16

 

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Letak dan luas

Kota Samarinda merupakan ibukota Propinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Kutai Kartanegara. Luas wilayah Kota Samarinda adalah 71.800 ha dan terletak antara 117°03’00” Bujur Timur dan 117°18’14” Bujur Timur serta diantara 00°19’02” Lintang Selatan dan 00°42’34” Lintang Selatan. Saat ini Kota Samarinda dibagi menjadi 10 Kecamatan yaitu, Kecamatan Palaran, Samarinda Ilir, Samarinda Kota, Sambutan, Samarinda Seberang, Loa Janan Ilir, Sungai Kunjang, Samarinda Ulu, Samarinda Utara dan Sungai Pinang. Sedangkan jumlah desa di Kota Samarinda sebanyak 53 Desa.

Tabel 2. Banyaknya kelurahan/desa dan luas wilayah per kecamatan di Kota Samarinda tahun 2010

No Kecamatan Kelurahan Luas Wilayah

(Ha)

1 Palaran 1. Handil Bhakti

2. Simpang Pasir 3. Rawa Makmur 4. Bukuan 5. Bantuas 72.00 65.00 11.89 28.40 44.00

2 Samarinda Ilir 1. Selili

2. Sungai Dama 3. Sidodamai 4. Sidomulyo 5. Pelita 1.49 2.50 2.87 1.40 8.92

3 Samarinda Kota 1. Bugis

2. Pasar Pagi 3. Pelabuhan

4. Sungai Pinang Luar 5. Karang Mumus 0.58 0.48 0.72 8.85 0.49

4 Sambutan 1. Pulau Atas

2. Sindang Sari 3. Makroman 4. Sambutan 5. Sungai Kapih 29.59 1.70 20.96 31.00 17.70

5 Samarinda Seberang 1. Mesjid

2. Baqa

3. Sungai Keledang

2.53 2.31 7.65

6 Loa Janan Ilir 1. Sengkotek

2. Simpang Tiga 3. Tani Aman 4. Harapan Baru 5. Rapak Dalam 4.95 4.21 3.92 6.33 6.72

(31)

17

 

Tabel 2 (Lanjutan)

No Kecamatan Kelurahan Luas Wilayah

(Ha)

7 Sungai Kunjang 1. Loa Buah

2. Loa Bakung 3. Teluk Lerong Ulu 4. Lok Bahu 5. Karang Asam Ulu 6. Karang Asam Ilir 7. Karang Anyar 16.90 16.59 1.20 3.42 2.25 1.29 1.39

8 Samarinda Ulu 1. Teluk Lerong Ilir

2. Jawa 3. Dadi Mulya 4. Sidodadi 5. Gunung Kelua 6. Air Hitam 7. Air Putih 8. Bukit Pinang 0.69 7.68 2.89 1.37 1.19 2.65 2.16 3.49

9 Samarinda Utara 1. Lempake

2. Sempaja Selatan 3. Sungai Siring 4. Tanah Merah 5. Sempaja Utara 32.83 40.34 75.83 22.16 58.36

10 Sungai Pinang 1. Temindung Permai

2. Bandara

3. Sungai Pinang Dalam 4. Mugirejo 5. Gunung Lingai 1.30 8.59 8.97 10.94 4.36

Jumlah 53 Kelurahan / Desa 71.800

Sumber: BPS Kota Samarinda (2011)

Batas administrasi Kota Samarinda adalah:

a. Sebelah Utara : Kec. Muara Badak (Kab. Kutai Kartanegara)

b. Sebelah Timur : Kec. Anggana dan Sanga-Sanga (Kab. Kutai Kartanegara) c. Sebelah Selatan : Kec. Loa Janan (Kab. Kutai Kartanegara)

d. Sebelah Barat : Kec. Muara Badak (Kab. Kutai Kartanegara)

4.1.2 Iklim

Kota Samarinda yang beriklim tropis mempunyai musim yang hampir sama dengan wilayah Indonesia pada umumnya, yaitu adanya musim kemarau dan musim penghujan. Selain itu, karena letaknya di daerah khatulistiwa maka iklim di Kota Samarinda juga dipengaruhi oleh angin Muson. Kota Samarinda mempunyai kelembaban udara dan curah hujan yang relatif tinggi. Sedangkan rata-rata curah hujan mencapai 162,7 mm denga curah hujan tertinggi 278,9 mm pada bulan Maret dan terendah 41,2 mm pada bulan Juni. Persentase penyinaran

(32)

18

 

matahari di Kota Samarinda rata-rata 39 %, dan jumlah hari hujan rata-rata tahun 2009 adalah 16 HH.

4.2 Keadaan Sosial, Ekonomi dan Budaya 4.2.1 Kependudukan

Jumlah penduduk Kota Samarinda pada tahun 2010 sebesar 727.500 jiwa dengan komposisi penduduk laki-laki sebesar 377.283 jiwa dan penduduk perempuan sebesar 350.217 jiwa.

Sementara itu jika dibandingkan per kecamatan terlihat penduduk Kota Samarinda terakumulasi di Kecamatan Samarinda Utara sebesar 27,85 % (202.607 jiwa), urutan kedua di Kecamatan Samarinda Ulu sebesar 17,41 % (126.651 jiwa) dan diurutan ketiga di Kecamatan Samarinda Ilir sebesar 16,62 % (120.936 jiwa).

Kepadatan penduduk Kota Samarinda tahun 2010 sebesar 1013 jiwa per km2. Kecamatan yang terpadat adalah Samarinda Seberang dengan tingkat kepadatan sebesar 2.821 jiwa per km2, sedangkan tingkat kepadatan yang terendah adalah Kecamatan Palaran sebesar 269 jiwa per km2.

4.2.2 Fasilitas sosial budaya

Sarana kesehatan yang dimiliki Kota Samarinda terdiri dari: 7 Rumah Sakit Umum, 5 Rumah Sakit Bersalin, 1 Rumah Sakit Jiwa, 1 Rumah Sakit Bedah, 21 Puskesmas, 41 Puskesmas Pembantu, 19 Balai Pengobatan, 198 Dokter Praktek, dan 26 Apotek. Untuk sarana ibadah, terdapat 282 buah Masjid, 383 Langgar/Surau, 145 Mushola, 71 Gereja, 3 Pura, dan 6 Vihara.

(33)

19

 

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hutan Kota yang ada di Kota Samarinda

Menurut PP RI No. 63 Tahun 2002 hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Kota Samarinda memiliki luas 71.800 ha, dan dari luasan tersebut yang teridentifikasi sebagai hutan kota berdasarkan keputusan Walikota Samarinda Nomor: 178/HK-KS/2005 tentang Penetapan Hutan Kota Dalam Wilayah Kota Samarinda bahwa total luas hutan kota di Kota Samarinda sebesar 732,777 ha. Lokasi dan luas hutan kota di Kota Samarinda disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Lokasi dan luas hutan kota di Kota Samarinda

No Lokasi Luas (ha)

1 SMU 10 MELATI 5

2 Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS) 300

3 Tanah Pemkot 5

4 Hutan Kota Belakang Rumah Walikota 1,75

5 Asih Manuntung 0,25

6 Pesantren Hidayatullah 1

7 Tanah Pemkot di Makroman 167

8 Tanah Pertanian Terpadu 20

9 Kas Desa Lempake 3,5

10 Fakultas Pertanian Unmul 49

11 Pesantren Nabil Husein 9,75

12 Pesantren Syachona Cholil 0,25

13 Rumah Potong Hewan 2

14 Hotel Mesra 2,3

15 Jalan Pembangunan Voorvo 0,48

16 Lingkungan Balaikota 6,9

17 Lingkungan Lapangan Softball GOR Segiri 0,5

18 Perpustakaan Kota Samarinda 0,6

19 Ujung Jembatan Mahakam 1,5

20 PT. HARTATY 60

21 PT. Gani Mulya 0,097

22 PT. Sumber Mas 85

23 PT. Sumalindo 3,6

24 Taman Makam Pahlawan 1,3

25 PT. KIANI (Teluk Cinta di Selili) 6

Jumlah 732,777 Sumber: Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Samarinda (2010)

(34)

  G Hu adalah mi Kehutanan lokasi hut adalah lok pemkot M Ke satu lokas berada pad sebesar 30 ha dan arb lebar, huta bambu (A 5.2 Kebu 5.2.1 Ke ka a. Ka Ma pernapasa hembus d CO2 yang (Goth 201 ambar 2. Hu utan kota y lik masyara n Kota Sam tan kota be kasi tanah p Makroman. ebun Raya U si yang dite da Kelurah 00 ha. Kaw boretum hu an tanaman Anonim 1999 utuhan Lua ebutuhan l arbondioksi arbondioks anusia seba an. Menurut ari sekali n dihasilkan 2). (a) utan Kota ( yang terdap akat dan sw marinda me erada pada pemkot Sam Unmul Sam tapkan seba an Lempak wasan ini me utan buatan n konifer, ke 9, diacu dal as Hutan K luas hutan ida (CO2) sida yang d agai makhl t Guyton & napas sebesa dari pernap a) Lingkung pat di Kota wasta. Sekre engatakan b lokasi tanah marinda Seb marinda atau agai hutan k ke Kecamata emiliki kara seluas 62 ebun bunga lam Oktavia Kota n kota ber dihasilkan p luk hidup m & Hall (19 ar ± 500 m pasan manu gan Balaiko a Samarind etaris Dinas bahwa sem h milik Pem erang, lingk u biasa diseb kota oleh W an Samarin akteristik hu ha yang me a, kebun bua aningsih L & rdasarkan penduduk d menghasilk 96), volum ml pada rata-usia dalam ota, (b) Keb da tersebut Pertanian, mbilan dari merintah K kungan Bal but KRUS m Walikota Sa nda Utara da utan alam t eliputi huta ah, kebun p & Oktavian fungsi seb di Kota Sam kan karbond me normal u -rata orang 1 jam seban (b bun Raya Un sebagian Perkebunan dua puluh Kota, dianta laikota dan merupakan amarinda. K an memilik tropis selua an tanaman palma dan k a T 2009). bagai peny marinda dioksida m udara hisab dewasa. Ju nyak 39,6 g b) 20 nmul besar n dan lima ranya tanah salah KRUS i luas s 238 daun kebun yerap elalui b dan umlah g CO2

(35)

21

 

Skenario 1

Tabel 4. Jumlah penduduk Kota Samarinda tahun 2004-2009

No Tahun Jumlah (jiwa) Perkembangan Rata-rata Perkembangan Per Tahun (%) Jumlah % 1 2004 569.004 7.043 1,24 1,33 2 2005 576.047 12.088 2,10 3 2006 588.135 5.692 0,97 4 2007 593.827 8.290 1,40 5 2008 602.117 5.558 0,92 6 2009 607.675 - -

Sumber : BPS Kota Samarinda (2010)

Berdasarkan data di atas maka diperoleh laju rata-rata pertumbuhan penduduk pertahun sebesar 1,33 %. Dengan laju pertumbuhan rata-rata ini, tanpa adanya perubahan nilai laju pertumbuhan penduduk maka dapat diduga jumlah penduduk Kota Samarinda sampai tahun 2050. Pada tahun 2012 jumlah penduduk Kota Samarinda adalah 632.245 jiwa, sedangkan tahun 2050 adalah 1.044.554 jiwa.

Mengacu pada tabel 4, jumlah penduduk Kota Samarinda tahun 2009 adalah sebesar 607.675 jiwa. Jika diketahui jumlah penduduk sebesar 607.675 jiwa, maka dapat dihitung jumlah karbondioksida yang dihasilkan oleh penduduk Kota Samarinda yaitu: (607.675 jiwa x 39,6) g/jam = 24.063.930 g/jam. Dengan metode yang sama dapat diduga jumlah karbondioksida yang dihasilkan dari penduduk Kota Samarinda sampai tahun 2050 seperti disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah karbondioksida yang dihasilkan penduduk Kota Samarinda tahun 2012-2050 (skenario 1)

Tahun Jumlah Penduduk

(jiwa)

Karbondioksida yang Dihasilkan (g/jam) 2012 632.245 25.036.902 2015 657.808 26.049.196,8 2020 702.732 27.828.187,2 2025 750.723 29.728.630,8 2030 801.992 31.758.883,2 2035 856.762 33.927.775,2 2040 915.273 36.244.810,8 2045 977.779 38.720.048,4 2050 1.044.554 41.364.338,4

(36)

22

 

Skenario 2

Tabel 6. Jumlah penduduk Kota Samarinda tahun 2004-2010

No Tahun Jumlah (jiwa) Perkembangan Rata-rata Perkembangan Per Tahun (%) Jumlah % 1 2004 569.004 7.043 1,24 4,39 2 2005 576.047 12.088 2,10 3 2006 588.135 5.692 0,97 4 2007 593.827 8.290 1,40 5 2008 602.117 5.558 0,92 6 2009 607.675 119.825 19,72 7 2010 727.500 - -

Sumber : BPS Kota Samarinda (2011)

Berdasarkan data di atas maka diperoleh laju rata-rata pertumbuhan penduduk pertahun sebesar 4,39 %. Dengan laju pertumbuhan rata-rata ini, tanpa adanya perubahan nilai laju pertumbuhan penduduk maka dapat diduga jumlah penduduk Kota Samarinda sampai tahun 2050. Pada tahun 2012 jumlah penduduk Kota Samarinda adalah 792.776 jiwa, sedangkan tahun 2050 adalah 4.056.849 jiwa.

Mengacu pada tabel 6, jumlah penduduk Kota Samarinda tahun 2010 adalah sebesar 727.500 jiwa. Jika diketahui jumlah penduduk sebesar 727.500 jiwa, maka dapat dihitung jumlah karbondioksida yang dihasilkan oleh penduduk Kota Samarinda yaitu: (727.500 jiwa x 39,6) g/jam = 28.809.000 g/jam. Dengan metode yang sama dapat diduga jumlah karbondioksida yang dihasilkan dari penduduk Kota Samarinda sampai tahun 2050 seperti disajikan dalam Tabel 7.

Tabel 7. Jumlah karbondioksida yang dihasilkan penduduk Kota Samarinda tahun 2012-2050 (skenario 2)

Tahun Jumlah Penduduk

(jiwa)

Karbondioksida yang Dihasilkan (g/jam) 2012 792.776 31.393.929,6 2015 901.836 35.712.705,6 2020 1.117.949 44.270.780,4 2025 1.385.851 54.879.699,6 2030 1.717.952 68.030.899,2 2035 2.129.636 84.333.585,6 2040 2.639.976 104.543.049,6 2045 3.272.611 129.595.395,6 2050 4.056.849 160.651.220,4

Perhitungan kebutuhan luas hutan kota berdasarkan fungsi sebagai penyerap karbondioksida dilakukan 2 skenario, dimana skenario pertama

(37)

23

 

menggunakan data jumlah penduduk tahun 2004 sampai 2009 sedangkan skenario kedua menggunakan data jumlah penduduk tahun 2004 sampai 2010. Berdasarkan data jumlah penduduk yang diperoleh dari Bapan Pusat Statistik Samarinda, terlihat perkembangan jumlah penduduk tiap tahunnya berbeda-beda. Namun terjadi peningkatan tajam pada tahun 2010, menurut Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil setempat hal ini disebabkan banyaknya pendatang atau urbanisasi dari kota-kota besar ke Samarinda seperti Jawa Timur, Sulawesi dan Kalimantan Selatan. Faktor lain adalah kelahiran baru.

Terjadi perbedaan yang sangat mencolok antara prediksi jumlah penduduk pada skenario 1 dan skenario 2. Jumlah penduduk Kota Samarinda pada tahun 2050 dengan menggunakan skenario 2 empat kali lipat lebih banyak dari jumlah penduduk menggunakan skenario 1. Hal ini karena laju pertumbuhan pada skenario 2 lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan pada skenario 1. Perbandingan jumlah penduduk dan jumlah karbondioksida yang dihasilkan antara skenario 1 dan skenario 2 dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4.

0 500000 1000000 1500000 2000000 2500000 3000000 3500000 4000000 4500000 2012 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045 2050 jum lah penduduk (jiwa) tahun

Gambar 3. Grafik Jumlah Penduduk di Kota Samarinda

Skenario 1 Skenario 2

(38)

24

 

b. Karbondioksida yang dihasilkan dari proses pembakaran BBM (bensin, solar, dan minyak tanah) dan LPG

Oksigen merupakan faktor penting dalam proses pembakaran. Hasil dari proses pembakaran itu akan menghasilkan salah satu unsur yaitu CO2. Pembakaran BBM (bensin, solar, minyak tanah) dan LPG akan menghasilkan CO2.

Skenario 1

Berdasarkan data dari Pertamina Unit Pemasaran I Balikpapan, diketahui data tingkat pemakaian BBM dan LPG tahun 2006-2009 di Kota Samarinda yaitu sebagai berikut :

Tabel 8. Tingkat pemakaian BBM dan LPG di Kota Samarinda tahun 2006-2009

Tahun Bensin (kl) Solar (kl) Minyak Tanah (kl) LPG (ton) 2006 123.686 55.161 49.824 3.478,858 2007 129.675 59.300 51.813 4.067,564 2008 132.313 68.202 51.618 4.921,042 2009 129.629 49.948 46.200 5.894,593

Sumber : Pertamina Unit Pemasaran Balikpapan (2011) 0 20000000 40000000 60000000 80000000 10000000 12000000 14000000 16000000 18000000 2012 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045 2050 em isi CO 2 (g/jam ) tahun

Gambar 4. Grafik Emisi CO2yang dihasilkan Penduduk di Kota Samarinda

skenario 1 skenario 2

(39)

25

 

Berdasarkan data pada tabel 8, apabila dibagi dengan jumlah penduduk total pada tahun yang bersangkutan maka diperoleh laju kebutuhan rata-rata BBM dan LPG sebesar:

Bensin : 0,215 kl/orang/tahun Solar : 0,097 kl/orang/tahun Minyak Tanah : 0,083 kl/orang/tahun LPG : 0,008 ton/orang/tahun

Sesuai dengan peningkatan penduduk rata-rata sebesar 1,33 % tiap tahunnya, maka kebutuhan rata-rata BBM dan LPG ini dapat digunakan untuk memprediksi tingkat pemakaian BBM dan LPG sampai tahun 2050.

Tabel 9. Tingkat pemakaian BBM dan LPG di Kota Samarinda tahun 2012-2050 (skenario 1) Tahun Bensin (kl) Solar (kl) Minyak Tanah (kl) LPG (ton) 2012 135.932,675 61.327,765 52.476,335 5.057,960 2015 141.428,720 63.807,376 54.598,064 5.262,464 2020 151.087,380 68.165,004 58.326,756 5.621,856 2025 161.405,445 72.820,131 62.310,009 6.005,784 2030 172.428,280 77.793,224 66.565,336 6.415,936 2035 184.203,830 83.105,914 71.111,246 6.854,096 2040 196.783,695 88.781,481 75.967,659 7.322,184 2045 210.222,485 94.844,563 81.155,657 7.822,232 2050 224.579,110 101.321,738 86.697,982 8.356,432

Dari data di atas, dapat diketahui jumlah karbondioksida yang dihasilkan dari pembakaran BBM dan LPG seperti yang tertera pada Tabel 10.

Tabel 10. Jumlah karbondioksida yang dihasilkan dari pembakaran BBM dan LPG di Kota Samarinda tahun 2012-2050 (skenario 1)

Tahun Bensin (g/jam) Solar (g/jam) Minyak Tanah (g/jam) LPG (g/jam) 2012 35.690.085,90 18.482.340,14 15.155.836,48 860.315,11 2015 37.133.111,42 19.229.620,16 15.768.618,94 895.099,47 2020 39.669.060,96 20.542.877,92 16.845.512,86 956.228,93 2025 42.378.141,95 21.945.792,90 17.995.927,26 1.021.531,75 2030 45.272.265,30 23.444.533,26 19.224.920,10 1.091.295,05 2035 48.364.019,29 25.045.617,92 20.537.837,03 1.165.822,26 2040 51.666.951,88 26.756.062,77 21.940.431,20 1.245.439,97 2045 55.195.401,31 28.583.292,96 23.438.791,35 1.330.493,80 2050 58.964.834,82 30.535.318,30 25.039.485,67 1.421.356,58

(40)

26

 

Skenario 2

Berdasarkan data dari Pertamina Unit Pemasaran I Balikpapan, diketahui data tingkat pemakaian BBM dan LPG tahun 2006-2010 di Kota Samarinda yaitu sebagai berikut :

Tabel 11. Tingkat pemakaian BBM dan LPG di Kota Samarinda tahun 2006-2010

Tahun Bensin (kl) Solar (kl) Minyak Tanah (kl) LPG (ton) 2006 123.686 55.161 49.824 3.478,858 2007 129.675 59.300 51.813 4.067,564 2008 132.313 68.202 51.618 4.921,042 2009 129.629 49.948 46.200 5.894,593 2010 142.223 56.315 7.749 11.577,8

Sumber : Pertamina Unit Pemasaran Balikpapan (2011)

Berdasarkan data pada tabel 11, apabila dibagi dengan jumlah penduduk total pada tahun yang bersangkutan maka diperoleh laju kebutuhan rata-rata BBM dan LPG sebesar:

Bensin : 0,211 kl/orang/tahun Solar : 0,093 kl/orang/tahun Minyak Tanah : 0,069 kl/orang/tahun LPG : 0,009 ton/orang/tahun

Sesuai dengan peningkatan penduduk rata-rata sebesar 4,39 % tiap tahunnya, maka kebutuhan rata-rata BBM dan LPG ini dapat digunakan untuk memprediksi tingkat pemakaian BBM dan LPG sampai tahun 2050.

Tabel 12. Tingkat pemakaian BBM dan LPG di Kota Samarinda tahun 2012-2050 (skenario 2) Tahun Bensin (kl) Solar (kl) Minyak Tanah (kl) LPG (ton) 2012 167.275,736 73.728,168 54.701,544 7.134,984 2015 190.287,396 83.870,748 62.226,684 8.116,524 2020 235.887,239 103.969,257 77.138,481 10.061,541 2025 292.414,561 128.884,143 95.623,719 12.472,659 2030 362.487,872 159.769,536 118.538,688 15.461,568 2035 449.353,196 198.056,148 146.944,884 19.166,724 2040 557.034,936 245.517,768 182.158,344 23.759,784 2045 690.520,921 304.352,823 225.810,159 29.453,499 2050 855.995,139 377.286,957 279.922,581 36.511,641

Dari data di atas, dapat diketahui jumlah karbondioksida yang dihasilkan dari pembakaran BBM dan LPG seperti yang tertera pada Tabel 13.

(41)

27

 

Tabel 13. Jumlah karbondioksida yang dihasilkan dari pembakaran BBM dan LPG di Kota Samarinda tahun 2012-2050 (skenario 2)

Tahun Bensin (g/jam) Solar (g/jam) Minyak Tanah (g/jam) LPG (g/jam) 2012 43.919.428,40 22.219.447,89 15.798.505,29 1.213.598,88 2015 49.961.302,60 25.276.115,84 17.971.861,93 1.380.550,31 2020 61.933.864,12 31.333.200,74 22.278.579,56 1.711.380,83 2025 76.775.512,59 38.841.796,52 27.617.352,63 2.121.491,09 2030 95.173.756,35 48.149.723,18 34.235.488,66 2.629.878,57 2035 117.980.862,0 59.688.154,19 42.439.561,25 3.260.093,47 2040 146.253.464,9 73.991.656,11 52.609.658,71 4.041.333,12 2045 181.301.155,1 91.722.768,58 65.216.860,99 5.009.784,65 2050 224.747.582,2 113.702.918,5 80.845.220,31 6.210.313,37

5.2.2 Kebutuhan luas hutan kota berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 63 Tahun 2002

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 63 Tahun 2002 Pasal 8 ditetapkan bahwa luas hutan kota dalam suatu hamparan yang kompak paling sedikit 0,25 ha. Persentase luas hutan kota paling sedikit 10 % dari wilayah perkotaan dan atau disesuaikan dengan kondisi setempat. Dengan mengacu pada peraturan tersebut, jika diperlukan 10 % dari wilayah Kota Samarinda yang mana mempunyai luas 71.800 ha maka hutan kota yang dibutuhkan ialah seluas 7.180 ha.

Berdasarkan data dari Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kota Samarinda 2011 tentang luas baku dan persentase penggunaan tanah di Kota Samarinda terdapat lahan sawah, lahan pertanian bukan sawah dan lahan bukan pertanian. Lahan sawah seluas 7.562 ha atau setara dengan 10,53 % dari luas Kota Samarinda. Lahan pertanian bukan sawah seluas 27.220 ha atau setara dengan 37,91 % dari luas Kota Samarinda. Lahan pertanian bukan sawah ini terdiri dari tegal/kebun, ladang/huma, lahan yang sementara tidak diusahakan, dan lainnya (perkebunan, hutan rakyat, tambak, kolam/empang, dll). Lahan bukan pertanian terdiri dari rumah, bangunan dan halaman, hutan Negara, rawa-rawa yang tidak ditanami, dan lain-lain memiliki luas sebesar 37.018 ha atau setara dengan 51,56 % dari luas Kota Samarinda. Rincian detail luas penggunaan lahan disajikan pada Tabel 14.

(42)

28

 

Tabel 14 Luas dan persentase penggunaan tanah Kota Samarinda tahun 2010

Uraian Luas Wiayah

(ha)

Persentase (%) 1. Lahan sawah (yang ditanami padi)

a. Sawah irigasi b. Sawah non irigasi

c. Sementara tidak diusahakan 2. Lahan pertanian bukan sawah

a. Tegal/kebun b. Ladang/huma

c. Lahan yg sementara tidak diusahakan

d. Lainnya (perkebunan, hutan rakyat, tambak, kolam/empang, dll)

3. Lahan bukan pertanian

(rumah, bangunan dan halaman, hutan Negara, rawa-rawa yang tidak ditanami)

730 1.781 5.051 4.238 2.538 3.845 16.599 37.018 1,02 2,48 7,03 5,90 3,53 5,36 23,12 51,56 Jumlah 71.800 100,00

Sumber : BPS Kota Samarinda (2011)

Luas hutan kota di Kota Samarinda berdasarkan keputusan Walikota Samarinda saat ini adalah 732,777 ha atau hanya 1,02 % dari luas wilayah Kota Samarinda. Jika dibutuhkan luasan hutan kota sebesar 7.180 ha, maka ada kekurangan sebesar 6.447,22 ha. Tentunya kekurangan luasan ini dapat diatasi dengan menambah luasan, karena luas kawasan tak terbangun di Kota Samarinda yang berupa lahan sawah dan lahan pertanian bukan sawah masih sangat luas yaitu sebesar 34.782 ha.

5.3 Analisis Penentuan Luas Hutan Kota Berdasarkan Fungsi sebagai Penyerap Karbondioksida (CO2)

Berdasarkan data perkiraan jumlah karbondioksida yang dihasilkan dari proses metabolisme manusia dan pembakaran BBM dan LPG, maka dengan menggunakan metode kemampuan hutan kota dalam menyerap karbondioksida diperoleh perhitungan kebutuhan luasan hutan kota pada tahun 2012 sampai tahun 2050. Berdasarkan Prabang (2009), karbondioksida dapat terserap sebesar 8.000 g/jam/ha.

Skenario 1

Luasan hutan kota yang dibutuhkan Kota Samarinda pada tahun 2012 adalah sebagai berikut:

L 25.036.902 + 35.690.085,90 + 18.482.340,14 + 15.155.836,48 + 860.315,11 8.000

(43)

29

 

Pada tahun 2012 dibutuhkan luasan hutan kota sebesar 11.903,18 ha atau 16,58 % dari luas wilayah Kota Samarinda. Untuk tahun-tahun berikutnya dengan menggunakan cara yang sama akan diperoleh luasan hutan kota seperti yang tertera pada Tabel 15.

Tabel 15. Luas hutan kota yang dibutuhkan di Kota Samarinda tahun 2012-2050 (skenario 1)

Tahun Total emisi CO2 yang dihasilkan

(g/jam)

Luas Hutan Kota (ha) Persentase Luas Hutan Kota (%) 2012 95.225.479,63 11.903,18 16,58 2015 99.075.646,79 12.384,45 17,25 2020 105.841.867,9 13.230,23 18.43 2025 113.070.024,7 14.113,75 19.68 2030 120.791.896,9 15.098,99 21.03 2035 129.041.071,7 16.130,13 22,46 2040 137.853.696,6 17.231,71 24.00 2045 147.268.027,8 18.408.50 25.64 2050 157.325.333,8 19.665,67 27,39 Skenario 2

Luasan hutan kota yang dibutuhkan Kota Samarinda pada tahun 2012 adalah sebagai berikut:

L=31.393.929,6 + 43.919.428,40 + 22.219.447,89 + 15.798.505,29 + 1.213.598,88 8.000

L= 14.318,11ha

Pada tahun 2012 dibutuhkan luasan hutan kota sebesar 14.318,11 ha atau 19,94 % dari luas wilayah Kota Samarinda. Untuk tahun-tahun berikutnya dengan menggunakan cara yang sama akan diperoleh luasan hutan kota seperti yang tertera pada Tabel 16.

Tabel 16. Luas hutan kota yang dibutuhkan di Kota Samarinda tahun 2012-2050 (skenario 2)

Tahun Total emisi CO2 yang dihasilkan

(g/jam)

Luas Hutan Kota (ha) Persentase Luas Hutan Kota (%) 2012 114.544.910,1 14.318,11 19,94 2015 130.302.536,3 16.287,82 22,68 2020 161.527.805,7 20.190,97 28,12 2025 200.235.852,4 25.029,48 34,86 2030 248.219.746,0 31.027,47 43,21 2035 307.702.256,5 38.462,78 53,57 2040 381.439.162,5 47.679,89 66,41 2045 472.845.964,9 59.105,74 82,32 2050 586.157.254,8 73.269,66 102,05

(44)

30

 

Dari hasil perhitungan skenario 1, total karbondioksida yang dihasilkan oleh penduduk, pembakaran BBM dan LPG pada tahun 2012 adalah 95.225.479,63 g/jam dan pada tahun 2050 mencapai 157.325.333,8 g/jam. Total karbondioksida yang dihasilkan berdasarkan skenario 2 pada tahun 2012 adalah 114.544.910,1 g/jam dan pada tahun 2050 mencapai 586.157.254,8 g/jam. Perbandingan total karbondioksida yang dihasilkan oleh penduduk, pembakaran BBM dan LPG antara skenario 1 dan skenario 2 dapat dilihat pada Gambar 5.

Berdasarkan kemampuan hutan kota dalam menyerap karbondioksida, kebutuhan luas hutan kota menggunakan skenario 1 pada tahun 2012 sebesar 11.903,18 ha dan pada tahun 2050 sebesar 19.665,67 ha. Kebutuhan luas hutan kota menggunakan skenario 2 pada tahun 2012 sebesar 14.318,11 ha dan pada tahun 2050 sebesar 73.269,66 ha. Perbandingan kebutuhan luas hutan kota di Kota Samarinda antara skenario 1 dan skenario 2 dapat dilihat pada Gambar 6.

0 10000000 20000000 30000000 40000000 50000000 60000000 70000000 2012 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045 2050 total em isi CO 2 (g/jam ) tahun

Gambar 5. Grafik Emisi CO2yg dihasilkan Penduduk, BBM & LPG

skenario 1 skenario 2

(45)

31

 

Keberadaan karbondioksida di udara semakin tinggi karena semakin meningkatnya aktivitas di perkotaan seperti kendaraan bermotor, jumlah industri dan aktivitas lainnya dari penduduk kota. Peningkatan gas ini di udara bebas akan mengakibatkan terjadinya efek rumah kaca yaitu terjadinya peningkatan suhu udara. Selain itu juga pencemaran udara oleh gas ini dengan kadar 3 % dapat menimbulkan keracunan pada tubuh bila terisap waktu bernapas dan menyebabkan sesak napas, serta kepala pusing. Bila kadarnya di udara mencapai 10 % akan mengakibatkan gangguan pada penglihatan, pendengaran, tremor dan akhirnya pingsan setelah karbondioksida berada 1 menit di udara (Supardi, 1994). Oleh karena itu, keberadaan tanaman di kawasan perkotaan merupakan hal yang sangat mutlak. Tanaman akan menyerap karbondioksida melalui proses fotosintesis dan menghasilkan oksigen yang sangat diperlukan oleh makhluk hidup untuk pernapasan. Dengan demikian adanya hutan kota akan memberikan banyak manfaat terhadap wilayah perkotaan, dan agar manfaat yang diharapkan hutan kota dapat dirasakan secara maksimal tentunya harus diketahui luasan hutan kota di suatu wilayah perkotaan.

Penentuan luasan hutan kota di suatu wilayah dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain pendekatan berdasarkan isu penting dan berdasarkan luasan per kapita. Pendekatan berdasarkan isu penting dilakukan berdasar permasalahan sentral yang ada di suatu kota yaitu berdasarkan pemenuhan

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000 2012 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045 2050

luas hutan kota

(ha)

tahun

Gambar 6. Grafik Luas Hutan Kota di Kota Samarinda

skenario 1 skenario 2 PP No.63 Th 2002 RTRWK

(46)

32

 

kebutuhan akan air bersih, pemenuhan kebutuhan oksigen dan kemampuan hutan kota dalam menyerap dan menjerap polutan. Penentuan luasan hutan kota berdasarkan luasan per kapita dihitung berdasar jumlah penduduk.

Penentuan luasan hutan kota di Kota Samarinda didasarkan pada kemampuan hutan kota dalam menyerap karbondioksida. Perhitungan penentuan luasan dilakukan dengan menggunakan 2 skenario. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan skenario 1, jumlah karbondioksida yang dihasilkan dari penduduk, BBM (bensin, solar dan minyak tanah) dan LPG pada tahun 2012 adalah 95.225.479,63 g/jam atau setara dengan 11.903,18 ha hutan kota atau 16,58 % dari luas total wilayah Kota Samarinda. Pada tahun 2050 jumlah karbondioksida yang dihasilkan sebesar 157.325.333,8 g/jam atau setara dengan 19.665,67 ha hutan kota atau 27,39 % dari luas total wilayah Kota Samarinda. Perhitungan dengan menggunakan skenario 2, jumlah karbondioksida yang dihasilkan dari penduduk, BBM (bensin, solar dan minyak tanah) dan LPG pada tahun 2012 adalah 114.544.910,1 g/jam atau setara dengan 14.318,11 ha hutan kota atau 19,94 % dari luas total wilayah Kota Samarinda. Pada tahun 2050 jumlah karbondioksida yang dihasilkan sebesar 586.157.254,8 g/jam atau setara dengan 73.269,66 ha hutan kota atau 102,05 % dari luas total wilayah Kota Samarinda.

Dari hasil yang diperoleh, luas hutan kota yang dibutuhkan Kota Samarinda menggunakan skenario 2 jauh lebih besar dibandingkan menggunakan skenario 1. Hal ini terjadi karena, adanya lonjakan jumlah penduduk di Kota Samarinda pada tahun 2010 yang digunakan pada perhitungan skenario 2 sehingga menyebabkan emisi karbondioksida meningkat. Melihat situasi ini, maka pendekatan yang lebih tepat digunakan dalam menentukan luas hutan kota di Kota Samarinda ialah dengan berdasarkan perhitungan skenario 2.

Jumlah penduduk, tingkat pemakaian BBM dan LPG pada Kota Samarinda mengalami peningkatan tiap tahunnya, sehingga jumlah karbondioksida yang dihasilkan juga meningkat. Besarnya jumlah karbondioksida yang dihasilkan dalam setiap tahunnya sudah cukup memprihatinkan. Meningkatnya jumlah karbondioksida di udara sangat membahayakan karena mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan hidup yang akan mengancam kesehatan manusia. Cara untuk menanggulangi permasalahan tersebut diantaranya adalah dengan

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari pembangunan system ini adalah mempermudah pengolahan data absensi dan penghitungan honor guru dan mempermudah kinerja staf TU dalam mempermudah

Dari tabel diatas terlihat bahwa dalam masyarakat Gunuang Malintang khususnya dari Tradisi Alek Bakajang ini bisa tercipta hubungan yang harmonis antar masyarakat. Bentuk

[r]

Definisi konsepsional dari penelitian ini adalah Evaluasi Strategi Dinas Tenaga Kerja Dalam Penyaluran Tenaga Kerja adalah kegiatan mencari informasi dan menilai strategi

778 D20161074128 MUHAMAD ZAKI IMRAN BIN MUHAMAD ZAWAWI Sarjana Muda Pendidikan (Teknologi Maklumat) 779 D20161074129 KHAIRUNNISA NUR AFIFAH BINTI NASIL Sarjana Muda

 Metode pembentukan deskriptor histogram dari fitur SIFT menunjukkan hasil yang relatif baik yaitu dengan nilai akurasi yang diperoleh mencapai 97,34% , nilai TPR mencapai 0,8200,

prapenlitian yang peniliti lakukan tradisi Mbembeng dan Nenurou hanya dilakukan di lubuk nipis dengan cara menurunkan tradisi inidari generasi ke generasi dengan