• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

9

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pembelajaran IPA Terpadu Berbasis SALINGTEMAS a. Ilmu Pengetahuan Alam

Salah satu ilmu pengetahuan adalah ilmu pengetahuan alam atau IPA. IPA dikenal juga dengan istilah sains. Kata sains ini berasal dari bahasa Latin yaitu scientia yang berarti “saya tahu”. Dalam bahasa Inggris, kata sains berasal dari kata science yang berarti “pengetahuan”.

Science kemudian berkembang menjadi social science yang dalam bahasa

Indonesia dikenal dengan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan natural

science yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan Ilmu Pengetahuan

Alam (IPA).

IPA didefinisikan sebagai pengetahuan tentang alam yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan dan dedukasi untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya (Puskur, 2006: 5). Seharusnya dalam pembelajaran IPA tidak hanya mengajarkan penguasaan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga harus mengajarkan cara atau proses dalam menemukan sesuatu. Dalam pendidikan IPA diharapkan dapat digunakan sebagai wadah untuk siswa agar dapat mempelajari lingkungan sekitar, serta pengembangannya.

Menurut Prihantoro (1986) mengatakan bahwa IPA hakikatnya merupakan suatu produk, proses, dan aplikasi. Sebagai produk, IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan konsep. Sebagai suatu proses, IPA merupakan proses yang dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk sains, dan sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat member kemudahan bagi kehidupan (Trianto, 2011: 137).

(2)

commit to user

Menurut Carin dan Sund (Sarkim, 1998: 129) mengajukan tiga kriteria yang harus dipenuhi dalam IPA. kriteria tersebut yaitu mampu menjelaskan fenomena yang telah terjadi atau yang telah diamati, mampu memprediksi peristiwa yang akan terjadi, dapat diuji dengan eksperimen. Menurut White dan Frederikson (2000) IPA dipandang sebagai proses untuk membentuk hukum, model, dan teori yang memungkinkan orang untuk memprediksi, menjelaskan, dan mengendalikan tingkah laku alam (Darliana, 2007: 3).

Dasar terbentuknya konsep-konsep IPA berasal dari keingintahuan mengenai suatu konsep yang belum diketahui orang, keingintahuan itu menuntut ke arah mencari prinsip atau teori yang dapat diperoleh dari hasil pengkajian, yaitu melalui percobaan (Darliana, 2007: 3).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan pengetahuan tentang alam dan sekitar yang bersifat umum, berasal dari hasil tingkah laku manusia melalui kerja ilmiah dan selalu mengalami perkembangan.

Dalam Puskur (2006: 4) IPA meliputi empat unsur utama yaitu: 1) Sikap

Dengan adanya rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup serta hubungan sebab-akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang tepat.

2) Proses

Proses adalah prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah dimulai dari penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran hingga penarikan kesimpulan.

3) Produk

Produk dapat terdiri dari fakta, prinsip, teori, dan hukum. 4) Aplikasi

Aplikasi merupakan penerapan dari metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari.

Keempat unsur diatas merupakan ciri IPA yang sudah tidak dapat dipisahkan lagi satu sama lain. Di SMP/MTs, IPA meliputi pelajaran fisika, bumi antariksa, biologi dan kimia yang sebenarnya sangat berperan dalam membantu anak untuk dapat memahami fenomena alam.

(3)

commit to user

Untuk sekarang, bahan kajian IPA tersebut sudah tidak dapat dipisah lagi, karena banyak kegiatan yang kajiannya menyangkut semua hal tersebut.

b. IPA Terpadu

Bidang kajian dalam Ilmu Pengetahuan (IPA) di SMP/MTs meliputi energi dan perubahannya, bumi antariksa, makhluk hidup dan proses kehidupan, serta materi dan sifatnya yang dapat membantu peserta didik untuk dapat memahami fenomena alam. IPA merupakan pengetahuan ilmiah. Dikatakan seperti itu karena IPA merupakan ilmu pengetahuan yang telah diuji kebenarannya melalui metode ilmiah. Adapun ciri-ciri dari metode ilmiah yaitu objektif, metodik, sistematis, dan universal.

Konsep-konsep IPA dibentuk dari hasil mengkaji bagian-bagian yang sangat kecil dari alam. Karena alam yang dipelajari sangat luas, maka konsep-konsep IPA dibagi dalam 3 ilmu dasar yaitu, Fisika, Kimia, dan Biologi (Darliana, 2007: 6).

Namun pada aplikasinya, mata pelajaran IPA di SMP/MTs masih diajarkan secara terpisah (Fisika-Biologi-Kimia). Dan berdasarkan standar isi, IPA di SMP/MTs diharuskan untuk disajikan dalam satu mata pelajaran yaitu IPA Terpadu. IPA Terpadu mencakup bidang kajian IPA yaitu fisika, bumi antariksa, biologi, dan kimia. Memadukan materi-materi tersebut minimal harus ada 2 paduan bidang kajian, misalnya fisika-biologi, fisika-kimia, kimia-fisika-biologi, atau bahkan mencakup tiga bidang kajian fisika-kimia-biologi yang dijadikan satu materi berdasarkan tema yang telah ditentukan. Hal tersebut telah sesuai dengan karakteristik yang disampaikan oleh Puskur (2006), IPA merupakan gabungan dari unsur-unsur Fisika, Kimia, Biologi serta bumi dan antariksa. Oleh karena itu, kompetensi dasar mata pelajaran IPA dikemas dalam satu pokok bahasan dan tema tertentu. (hlm. 5)

Menurut Fogarty, tiga model yang sesuai untuk dikembangkan dalam IPA Terpadu di tingkat pendidikan di Indonesia yaitu model

(4)

commit to user

connected, webbed, dan integrated (Puskur, 2006: 8). Deskripsi dari ketiga

model tersebut yaitu: 1) Connected

Memiliki karakteristik untuk menggabungkan satu konsep dengan konsep lain, topik satu dengan topik lain, satu ketrampilan dengan ketrampilan yang lain, ide yang satu dengan ide yang lain, tetapi masih dalam satu cakupan bidang studi. Kekurangan dari model ini yaitu keterkaitan dengan interdisiplin kurang nampak. Model connected dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1. Model Connected

(Sumber: Puskur, 2006: 8)

2) Webbed

Model webbed memiliki karakteristik yaitu dimulai dengan menentukan tema yang kemudian mengembangkan subtemanya dengan disiplin ilmu yang lain. Model ini memiliki kelebihan jika temanya dekat dengan siswa akan mrmbuat motivasi siswa meningkat dan memberikan pegalaman berfikir serta kerja interdisipliner. Namun, kekurangan dari tema ini adalah masih banyak guru yang kesulitan menentukan tema. Berikut gambar model webbed.

Gambar 2.2. Model Webbed

(5)

commit to user 3) Integrated

Memiliki ciri-ciri yaitu identifikasi konsep, ketrampilan, sikap yang

overlap pada beberapa disiplin ilmu atau beberapa bidang studi.

Kelebihan dari model ini adalah terdapat hubungan antar bidang studi jelas, dan dapat dilihat dilihat dari kegiatan belajar. Model ini terlalu fokus pada kegiatan belajar, dan kadang mengabaikan target penguasaan konsep dan menuntut wawasan luas dari guru. Model

integrated dapat dilihat dari gambar berikut:

Gambar 2.3. Model Integrated

(Sumber: Puskur, 2006: 9)

IPA Terpadu dapat mengemas dengan tema tentang suatu wacana yang dibahas dari sudut pandang atau disiplin ilmu yang mudah dipahami oleh siswa. Suatu tema dibahas dari berbagai aspek bidang kajian dalam bidang kajian IPA. Maka, melalui pembelajaran yang tepadu ini beberapa konsep yang dapat dijadikan satu tidak akan diulang-ulang penyampaiannya dengan bidang kajian yang lain. Sehingga akan terbentuk penggunaan waktu yang efektif dan efisien dalam penyampaiannya.

c. Pembelajaran IPA Terpadu

Hal-hal yang dipelajari dalam IPA Terpadu yaitu sebab-akibat, hubungan dari setiap kejadian yang terjadi di alam. Melalui pembelajaran IPA Terpadu, diharapkan siswa dapat menambah kekuatan untuk menerima dan menerapkan ke dalam kehidupan sehari-hari konsep yang telah diterima. Sehingga, siswa dapat terlatih untuk dapat menemukan konsepnya sendiri yang dipelajari secara menyeluruh, bermakna, dan aktif. Kaitan konseptual yang dipelajari dengan sisi bidang kajian IPA yang relevan akan membentuk skema kognitif, sehingga anak memperoleh pengetahuan yang utuh. Pemerolehan pengetahuan yang utuh hanya dapat

(6)

commit to user

disajikan melalui pembelajaran terpadu. IPA adalah ilmu yang materinya mencakup alam dengan segala isinya (Puskur, 2006: 3).

Trianto (2011: 152-153) mengungkapkan bahwa pembelajaran IPA di sekolah sebaiknya:

1) Memberikan pengalaman pada peserta didik sehingga mereka kompeten melakukan pengukuran berbagai besaran fisis.

2) Menanamkan pada peserta didik pentingnya pengamatan empiris dalam menguji suatu pernyataan ilmiah (hipotesis). Hipotesis ini dapat berasal dari pengamatan terhadap kejadian sehari-hari yang memerlukan pembuktian secara ilmiah.

3) Latihan berpikir kuantitatif yang mendukung kegiatan belajar matematika, yaitu sebagai penerapan matematika pada masalah-masalah nyata yang berkaitan dengan peristiwa alam.

4) Memperkenalkan dunia teknologi melalui kegiatan kreatif dalam kegiatan perancangan dan pembuatan alat-alat sederhana maupun penjelasan berbagai gejala dan keampuhan IPA dalam menjawab berbagai masalah

Puskur (2006) menyatakan bahwa manfaat yang dapat dipetik melalui pelaksanaan pembelajaran terpadu antara laian sebagai berikut.

1) Dengan menggabungkan berbagai bidang kajian akan terjadi penghematan waktu, karena ketiga bidang kajian tersebut (Energi dan perubahannya, Materi dan sifatnya, dan Makhluk hidup dan proses kehidupan) dapat dibelajarkan sekaligus. Tumpang tindih materi juga dapat dikurangi bahkan dihilangkan.

2) Peserta didik dapat melihat hubungan yang bermakna antarkonsep Energi dan perubahannya, Materi dan sifatnya, dan Makhluk hidup dan proses kehidupan.

3) Meningkatkan taraf kecakapan berpikir peserta didik, karena peserta didik dihadapkan pada gagasan atau pemikiran yang lebih luas dan lebih dalam ketika menghadapi situasi pembelajaran. 4) Pembelajaran terpadu menyajikan penerapan/aplikasi tentang

dunia nyata yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, sehingga memudahkan pemahaman konsep dan kepemilikan kompetensi IPA.

5) Motivasi belajar peserta didik dapat diperbaiki dan ditingkatkan. 6) Pembelajaran terpadu membantu menciptakan struktur kognitif

yang dapat menjembatani antara pengetahuan awal peserta didik dengan pengalaman belajar yang terkait, sehingga pemahaman menjadi lebih terorganisasi dan mendalam, dan memudahkan memahami hubungan materi IPA dari satu konteks ke konteks lainnya.

(7)

commit to user

7) Akan terjadi peningkatan kerja sama antarguru bidang kajian terkait, guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, peserta didik/guru dengan narasumber; sehingga belajar lebih menyenangkan, belajar dalam situasi nyata, dan dalam konteks yang lebih bermakna (hlm.7).

Tujuan pembelajaran IPA Terpadu diungkapkan oleh Trianto (2011: 155-157) sebagai berikut:

1) Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran

Dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang harus dicapai peserta didik masih dalam lingkup bidang kajian energi dan perubahannya, materi dan sifatnya, makhluk hidup dan proses kehidupannya, dan bumi alam semesta. Apabila disajikan secara terpisah-pisah maka akan dapat menimbulkan adanya tumpang tindih materi dan pengulangan, sehingga membutuhkan waktu yang banyak dalam penyampaiannya, serta menyebabkan kebosanan bagi siswa. 2) Meningkatkan minat dan motivasi

IPA Terpadu dapat mempermudah dan memotivasi peserta didik untuk mengenal, menerima, menyerap, dan memahami keterkaitan antara konsep pengetahuan dan nilai atau tindakan yang termuat dalam tema tersebut. Peserta didik akan lebih termotivasi dalam belajar bila mereka merasa bahwa pembelajaran itu bermakna dan dapat diterapkan.

3) Beberapa kompetensi dasar dapat dicapai sekaligus

Model pembelajaran IPA terpadu dapat menghemat waktu, tenaga, dan sarana, serta biaya karena pembelajaran beberapa kompetensi dasar dapat diajarkan sekaligus.

Pembelajaran IPA Terpadu harus diarahkan pada proses pembentukan pengalaman belajar siswa dan perubahan tingkah laku. Guru diharuskan menggunakan bahan ajar yang lebih bervariasi sehingga siswa dapat terdorong untuk menemukan pengetahuan baru.

Panduan alur penyusunan perencanaan pembelajaran IPA Terpadu menurut Puskur (2006: 12) digambarkan pada Gambar 2.4.

(8)

commit to user

Gambar 2.4 Alur Penyusunan Pembelajaran IPA Terpadu

Langkah yang pertama dalam pembuatan perencanaan pembelajaran IPA Terpadu yaitu menetapkan bidang kajian yang harus dipadukan. Ketika menetapkan bidang kajian yang akan dipadukan sebaiknya memiliki alas an yang rasional dan berkaitan dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam pembelajaran. Langkah kedua yaitu mempelajari standar kompetensi dan kompetensi dasar bidang

Menetapkan bidang kajian yang akan dipadukan

Mempelajari Standar Kompetensi dan Kompetensi

dasar bidang kajian

Menetapkan

tema atau topik pemersatu

Menetapkan KD dan tema pemersatu

Membuat matrik atau bagan hubungan kompetensi dasar dan tema atau topik pemersatu

Merumuskan indikator pembelajaran terpadu Menyusun silabus pembelajaran terpadu Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran terpadu

(9)

commit to user

kajian akan dipadukan kemudian dipetakan berdasarkan kelompok kelasnya. Pemetaan ini difungsikan agar memperoleh gambaran secara menyeluruh dan utuh. ketentuan dalam pemetaan Kompetensi Dasar dalam pengembangan model pembelajaran IPA terpadu menurtu Puskur (2006) adalah:

1) Mengidentifikasi beberapa kompetensi dasar dalam berbagai standar komptensi yang memiliki potensi untuk dipadukan. 2) Beberapa kompetensi dasar yang tidak berpotensi dipadukan,

jangan dipaksakan untuk dipadukan dalam pembelajaran. Kompetensi dasar yang tidak diientegrasikan disajikan secara tersendiri.

3) Kompetensi dasar yang dipetakan tidak harus berasal dari semua standar kompetensi yang ada pada mata pelajaran IPA pada kelas yang sama, melainkan memungkinkan hanya dua atau tiga komptensi dasar saja.

4) Kompetensi dasar yang sudah dipetakan dalam satu topik atau tema masih bisa dipetakan dengan topik atau tema yang lain juga (hlm.15).

Matrik keterhubungan dibuat berdasarkan tema dan kompetensi dasar (KD) yang telah terbentuk. Tujuan dari dibuatnya matrik yaitu untuk menunjukkan hubungan antara tema dengan KD yang telah dipadukan. Selanjutnya, KD tersebut dijabarkan ke dalam indikator yang akan digunakan sebagai dasar pembuatan silabus. Penyusunan silabus dikembangkan menjadi beberapa kegiatan penelitian yang memiliki hubungan antara satu konsep dengan konsep lainnya dalam beberapa bidang kajian IPA. Komponen penyusunan silabus yaitu SK, KD, indikator, kegiatan pembelajaran, alokasi waktu, penilaian, dan sumber belajar. Setelah menyusun silabus, selanjutnya yaitu menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang merupakan realisasi dari pengalaman belajar siswa yang telah ditentukan dalam silabus IPA Terpadu.

Pembelajaran IPA Terpadu yang direncanakan akan memberikan dampak terhadap guru dan bahan ajar. Pada umumnya, guru-guru yang mengajar di sekolah terdiri atas disiplin ilmu yang berbeda seperti fisika, kimia, dan biologi. Guru dengan latar belakang yang berbeda tersebut

(10)

commit to user

tentunya akan mengalami kesulitan untuk dapat beradaptasi ke dalam pengintegrasian bidang kajian IPA. Misalkan untuk guru berlatabelakang fisika tidak memiliki kemampuan optimal pada kimia dan biologi, begitu pula sebaliknya. Di samping itu, beban jam mengajar yang diemban guru bidang kajian IPA tentunya akan berkurang, sementara ketentuan atas kewajiban beban mengajar setiap guru masih tetap sama. Untuk itu, dalam pembelajaran IPA Terpadu menurut Puskur (2006: 21-23) dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

1) Team Teaching

Pembelajaran terpadu dalam hal ini diajarkan dengan cara team

teaching; satu topik pembelajaran dilakukan oleh lebih dari satu

orang guru. Setiap guru memiliki tugas masing-masing sesuai dengan keahlian dan kesepakatan. Kelebihan sistem ini antara lain adalah: a) pencapaian KD pada setiap topik efektif karena dalam tim terdiri atas beberapa guru yang ahli dalam masing-masing bidang kajian (Fisika dan Biologi), b) pengalaman dan pemahaman peserta didik lebih kaya daripada dilakukan oleh satu orang guru karena dalam satu tim dapat mengungkapkan berbagai konsep dan pengalaman, dan c) peserta didik akan lebih cepat memahami karena diskusi akan berjalan dengan nara sumber dari berbagai disiplin ilmu.Kelemahan dari sistem ini antara lain adalah jika tidak ada koordinasi, maka setiap guru dalam tim akan saling mengandalkan sehingga pencapaian KD tidak akan terpenuhi. Selanjutnya, jika kurang persiapan, penampilan di kelas akan tersendat-sendat karena skenario tidak berjalan dengan semestinya, sehingga para guru tidak tahu apa yang akan dilakukan di dalam kelas.

2) Guru Tunggal

Pembelajaran IPA dengan satu orang guru merupakan hal yang ideal dilakukan. Hal ini disebabkan: a) IPA merupakan satu mata pelajaran, b) guru dapat merancang skenario pembelajaran sesuai dengan topik yang ia kembangkan tanpa konsolidasi terlebih dahulu dengan guru yang lain, dan c) oleh karena tanggung jawab dipikul seorang diri, maka potensi untuk saling mengandalkan tidak akan muncul. Namun demikian, terdapat beberapa kelemahan dalam pembelajaran IPA terpadu yang dilakukan oleh guru tunggal, yakni: a) oleh karena mata pelajaran IPA terpadu merupakan hal yang baru, sedangkan guru-guru yang tersedia merupakan guru bidang studi sehingga sangat sulit untuk melakukan penggabungan terhadap berbagai bidang studi tersebut, b) seorang guru bidang studi fisika tidak menguasai secara mendalam tentang kimia dan biologi sehingga

(11)

commit to user

dalam pembelajaran IPA terpadu akan didominasi oleh bidang studi yang selama ini diajarkannya (sesuai dengan latar belakangnya), serta c) jika skenario pembelajaran tidak menggunakan metode yang inovatif maka pencapaian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar tidak akan tercapai karena akan menjadi sebuah narasi yang kering tanpa makna.

Pembelajaran terpadu oleh guru tunggal dapat memperkecil masalah yang berhubungan dengan jadwal pelajaran. Secara teknis, pengaturan jadwal pelajaran dapat dilakukan di awal semester atau awal tahun pelajaran. Selain itu, guru tunggal juga dapat melakukan persiapan pembelajaran sesuai dengan target pencapaian SK dan KD sesuai dengan tema yang dihasilkan dari pemetaan. Modul IPA Terpadu berbasis SALINGTEMAS yang bertemakan Ekosistem Air Tawar ini merupakan salah satu literatur yang digunakan dalam mempermudah guru tunggal untuk mengajarkan IPA secara Terpadu.

d. Berbasis SALINGTEMAS

Indonesia sebagai negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah, yang tetap dimanfaatkan seiring dengan berkembangnya teknologi zaman. Pemanfaatan sumber daya alam harusnya diiringi dengan tetap menjaga kelestarian lingkungannya. Oleh karena itu, dalam pembelajaran IPA tidak hanya menekankan pemahaman IPA saja tetapi juga mampu menghubungkan unsur lain yaitu lingkungan, teknologi, dan masyarakat yang tergabung dalam SALINGTEMAS.

Pendekatan berbentuk SALINGTEMAS dalam bahasa inggris disebut “Science, Environment, Technology, and Society” sering disingkat menjadi SETS. Pembelajaran berbasis SALINGTEMAS ini merupakan perpaduan dari strategi pembelajaran STS (Science, Technology, and

Society) dan EE (Enviromental and Education).

Binadja berpendapat pendekatan SALINGTEMAS merupakan pembelajaran terpadu yang diharapkan mampu membelajarkan peserta didik untuk memiliki kemampuan memandang sesuatu secara terintegrasi

(12)

commit to user

dengan memperhatikan empat unsur yaitu sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat (Minarti, 2012: 106).

Collete dan Chiappetta (1994: 189) menyatakan bahwa “pendekatan SALINGTEMAS menunjukkan kepada siswa hubungan antara IPA dan teknologi”. Dalam pembelajaran SALINGTEMAS, siswa diharapkan mampu untuk menerapkan prinsip-prinsip IPA dan menghasilkan karya teknologi diikuti dengan pemikiran untuk dapat mengurangi bahkan menghilangkan dampak negatif yang muncul dari teknologi terhadap masyarakat dan lingkungan.

Pendekatan berbasis SALINGTEMAS harus sesuai dengan tingkatan pendidikan siswa. Hal tersebut digunakan agar sesuai dengan target yang pendidikan. Pembahasan SALINGTEMAS yang tepat yaitu yang ada keterkaitan topik dengan kehidupan sehari-hari. Maka, bahasan yang menyangkut kehidupan siswa sehari-hari yang diutamakan.

Ciri-ciri khusus program SALINGTEMAS menurut Sumaji (1998: 33-34), sebagai berikut:

1) Difokuskan pada masalah dan isu sosial di masyarakat karena IPA tidak dapat dipisahkan dari masyarakat.

2) Dilaksanakan menurut strategi pembuat keputusan baik untuk mencapai keputusan tentang kehidupan sehari-hari maupun tentang masa depan masyarakat.

3) Tanggap terhadap kesadaran akan karier masa depan. Kita hidup dalam masyarakat yang bergantung pada IPTEK, maka karier yang berhubungan dengan IPA dan teknologi perlu dipersiapkan.

4) Sejalan dengan masyarakat dan lingkungan setempat. IPA harus sejalan dengan setiap lingkungan yang makin berbeda.

5) Penerapan IPA dalam teknologi dapat membawa pada pertimbangan IPA sebagai pengetahuan murni.

6) Difokuskan pada kerja sama untuk menghadapi masalah nyata yang ditujukan pada pemecahan masalah.

(13)

commit to user

7) Penekanan pada dimensi IPA yang lebih beraneka ragam. Bagi kebanyakan siswa, dimensi historis, filosofis dan sisiologis mungkin akan lebih berarti daripada hanya isi (materi) saja.

8) Evaluasi ditujukan pada kemampuan untuk memperoleh dan mempergunakan informasi. Evaluasi hendaknya merupakan suatu bagian dari rangkaian kesatuan ilmiah dan karenanya merupakan dasar untuk penelitian IPA

Pendekatan berbasis SALINGTEMAS mampu membawa siswa lebih dekat dengan kehidupan nyata sehingga diharapkan siswa mampu menyelesaikan masalah-masalah yang mungkin akan muncul disekitarnya. 2. Pengembangan Bahan Ajar Berbentuk Modul dengan Tema Kerusakan

Ekosistem Air Tawar a. Pengertian Bahan Ajar

Bahan ajar termasuk salah satu contoh sumber belajar. Bahan ajar dipergunakan oleh guru dalam membantu proses kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan ajar dapat secara tertulis maupun tidak tertulis.

Bahan ajar dapat diartikan sebagai bahan-bahan atau materi pelajaran yang disusun secara lengkap dan sistematis berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran yang digunakan guru dan siswa dalam proses pembelajaran (Sungkono, 2009: 50). Bahan ajar harus disusun secara sistematis agar lebih mudah untuk digunakan oleh siswa dan guru dalam proses pembelajaran. Bahan ajar merupakan bagian terpenting dalam pendidikan, karena dari bahan ajarlah yang menentukan keberhasilan pendidikan bagi siswa dalam bersekolah. Maka dari itu, penyusunan bahan ajar bukan merupakan hal yang mudah karena bahan ajar harus baik dan bermutu sehingga mampu menunjang, mengarahkan, dan membimbing siswa ke arah pembelajaran yang bermutu. Selain itu, bahan ajar harus sesuai dengan kurikulum yang berlaku saat ini yaitu berbasis KTSP.

Bahan ajar dapat dikemas dalam bentuk cetakan, non cetak dan dapat bersifat visual auditif ataupun visual auditif. Bahan ajar yang disusun dalam buku ajar Pendidik dapat berbentuk buku teks, modul,

(14)

commit to user

handout, LKS dapat juga dikemas dalam bentuk lainnya. Bahan ajar yang digunakan merupakan sarana untuk mengkomunikasikan ilmu pengetahuan, oleh karena itu bahan ajar yang digunakan sekolah baik oleh siswa ataupun guru seharusnya jelas, lengkap, akurat, dan dapat mengkomunikasikan informasi, konsep serta pengetahuan proseduralnya. Maka, bahan ajar harus memenuhi standar yang sesuai dengan jenjang pendidikan, psikologi perkembangan siswa, kebutuhan dan tuntutan kurikulum, serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Menurut Depdiknas (2006: 9), sebuah bahan ajar seharusnya: 1) Petunjuk belajar (petunjuk siswa atau guru)

2) Kompetensi yang akan dicapai 3) Konten atau isi materi pembelajaran 4) Informasi pendukung

5) Latihan soal

6) Petunjuk kerja (lembar kerja) 7) Evaluasi

8) Respon hasil evaluasi

Berdasarkan teknologi yang digunakan, bahan ajar dapat dikelompokkan menjadi empat kategori (Depdiknas. 2006: 15), yaitu: 1) Bahan cetak (printed) seperti antara lain handout, buku, modul, lembar

kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto atau gambar, model atau maket.

2) Bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan

compact disk audio.

3) Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video compact disk, film.

4) Bahan ajar multimedia anteraktif (interactive teaching material), seperti Computer Assisted Instruction (CAI), Compact Disk (CD) multimedia pembelajaran interaktif, dan bahan ajar berbasis web (web

(15)

commit to user b. Pengembangan Bahan Ajar

Dalam pengembangan bahan ajar harus memiliki prinsip pengembagan bahan ajar. Menurut Depdiknas (2006: 4) ada beberapa prinsip pengembangan bahan ajar meliputi:

1) Prinsip relevansi

Arti dari prinsip relevansi yaitu keterkaitan. Materi pembelajaran yang disampaikan dalam bahan ajar hendaknya relevan atau ada kaitan atau terdapat hubungan dengan pencapaian standar kompetensi, kompetendi dasar, dan standar isi.

2) Prinsip konsistensi

Prinsip konsistensi memiliki arti keajegan. Apabila kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa dalam satu tema, maka materi pembelajaran yang akan disampaikan dalam bahan ajar juga harus meliputi tema tersebut.

3) Prinsip kecukupan

Prinsip kecukupan memiliki arti bahwa materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa untuk mampu menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi yang disampaikan harus sesuai dengan porsi, tidak terlalu berlebihan, tidak terlalu sedikit. Berdasarkan Depdiknas (2006: 8) pedoman untuk penyusunan bahan ajar dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Melakukan analisis kebutuhan bahan ajar, dengan cara: a) menganalisis Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar b) menganalisis sumber belajar

c) memilih dan menentukan jenis serta bentuk bahan ajar 2) Menyusun peta bahan ajar

3) Menentukan struktur bahan ajar 4) Menata tampilan bahan ajar

5) Melakukan evaluasi dan revisi, dengan teknik misalnya: evaluasi dari ahli, ujicoba kepada siswa secara terbatas.

(16)

commit to user

Pemanfaatan bahan ajar dalam proses pembelajaran memiliki peran penting. Peran tersebut menurut Tian Belawati (2003: 14-19) meliputi peran bagi guru, siswa, dalam pembelajaran klasikal, pembelajaran individual, maupun pembelajaran kelompok (Sungkono: 2009: 50). Agar diperoleh pemahaman yang lebih jelas akan dijelaskan masing-masing peran sebagai berikut (Sungkono, 2009: 51-52):

Bagi guru bahan ajar memiliki peran yaitu: 1) Menghemat waktu dalam mengajar

Adanya bahan ajar, siswa dapat ditugasi mempelajari terlebih dahulu topik atau materi yang akan dipelajarinya sehingga guru tidak perlu menjelaskan secara rinci lagi

2) Mengubah peran guru dari seorang pengajar menjadi seorang fasilitator.

Adanya bahan ajar dalam kegiatan pembelajaran maka guru lebih bersifat memfasilitasi siswa dari pada menyampaikan materi pelajaran.

3) Meningkatkan proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan interaktif.

Adanya bahan ajar maka pembelajaran akan lebih efektif karena guru memiliki banyak waktu untuk membimbing siswanya dalam memahami suatu topik pembelajaran, dan juga metode yang digunakannya lebih variatif dan interaktif karena guru tidak cenderung berceramah.

Bagi siswa bahan ajar memiliki peran yaitu:

1) Siswa dapat belajar tanpa kehadiran /harus ada guru

2) Siswa dapat belajar kapan saja dan di mana saja dikehendaki 3) Siswa dapat belajar sesuai dengan kecepatan sendiri

4) Siswa dapat belajar menurut urutan yang dipilihnya sendiri 5) Membantu potensi untuk menjadi pelajar mandiri

Dalam pembelajaran klasikal bahan ajar memiliki peran yaitu:

1) Dapat dijadikan sebagai bahan yang tidak terpisahkan dari buku utama

2) Dapat dijadikn pelengkap buku utama

3) Dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa 4) Dapat dijadikan sebagai bahan yang mengandung penjelasan

tentang bagaimana penerapan, hubungan, serta keterkaitan antara satu topic lainnya

Dalam pembelajaran individual bahan ajar memiliki peran yaitu: 1) Sebagai media utama dalam proses pembelajaran

2) Alat yang digunakan untuk menyusun dan mengawasi proses siswa memperoleh informasi

(17)

commit to user

Dalam pembelajaran kelompok bahan ajar memiliki peran yaitu: 1) Sebagai bahan terintegrasi dengan proses belajar kelompok 2) Sebagai bahan pendukung bahan belajar utama

c. Modul

Modul merupakan bahan ajar cetak yang dirancang untuk dapat dipelajari secara mandiri oleh peserta pembelajaran. Modul disebut juga media untuk belajar mandiri karena di dalamnya telah dilengkapi petunjuk untuk belajar sendiri (Depdiknas, 2008: 3). Sedangkan menurut Suprawoto (2009: 2) modul adalah alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode, batasan-batasan materi pembelajaran, petunjuk kegiatan belajar, latihan, dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan dan dapat digunakan secara mandiri.

Berdasarkan Depdiknas (2008: 3-5), modul yang baik dan menarik terdapat karakteristik:

1) Self Instructional

Bahan ajar berupa modul dapat menjadikan pembacanya dapat belajar secara mandiri, tanpa bantuan dari orang lain. Untuk memenuhi karakter self instructional, maka dalam modul harus:

a) Berisi tujuan yang dirumuskan dengan jelas

b) Berisi materi pembelajaran yang dikemas ke dalam unit-unit kecil/ spesifik sehingga memudahkan belajar secara tuntas

c) Menyediakan contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan materi pembelajaran

d) Menampilkan soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang memungkinkan pengguna memberikan respon dan mengukur tingkat penguasaannya

e) Kontekstual yaitu materi-materi yang disajikan terkait dengan suasana atau konteks tugas dan lingkungan penggunanya

f) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif g) Terdapat rangkuman materi pembelajaran

(18)

commit to user

h) Terdapat instrumen penilaian/assessment, yang memungkinkan penggunaan diklat melakukan self assesment

i) Terdapat instrumen yang dapat digunakan penggunanya mengukur atau mengevaluasi tingkat penguasaan materi

j) Terdapat umpan balik atas penilaian, sehingga penggunanya mengetahui tingkat penguasaan materi

k) Tersedia informasi tentang rujukan/pengayaan/referensi yang mendukung materi pembelajaran dimaksud.

2) Self Contained

Dalam satu modul terdapat satu materi pokok yang dibahas secara menyeluruh. Konsep self contained memiliki tujuan memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat mempelajari satu materi pokok dengan tuntas. Jika harus dilakukan pembagian atau pemisahan materi dari satu unit kompetensi harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan keluasan kompetensi yang harus dikuasai.

3) Stand Alone (berdiri sendiri)

Untuk mempelajari modul tidak digunakan bersama dengan media pembelajaran lainnya. Dalam mengerjakan tugas dalam modul pun, siswa tidak menggunakan bantuan dari media lain. Apabila modul masih menggunakan media lain dalam pembelajarannya maka tidak dapat dikategorikan media yang berdiri sendiri.

4) Adaptive

Modul yang adaptive yaitu modul yang dapat menyesuaikan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, serta mudah untuk digunakan. Hendaknya isi pembelajaran dalam modul yang adaptif dapat digunakan sampai dengan kurun waktu tertentu.

5) User Friendly

Modul hendaknya menggunakan bahasa yang komunikatif dengan pengguna, sehingga tidak menimbulkan kesulitan saat menggunakannya.

(19)

commit to user

Ada tiga teknik yang dapat dipilih dalam menyusun modul. Ketiga teknik tersebut menurut Sungkono (2003: 54-55) yaitu menulis sendiri, pengemasan kembali informasi, dan penataan informasi.

1) Menulis Sendiri (Starting from Scratch)

Penulis (guru) dapat menulis modul sendiri untuk kegiatan pembelajaran, karena diasumsikan bahwa guru merupakan pakar yang kompeten dalam menulis dan lebih mengetahui kemampuan siswanya dalam mata pelajaran tersebut.

2) Pengemasan Kembali Informasi (Information Repackaging)

Saat penulisan modul, penulis perlu memanfaatkan buku-buku teks dan informasi yang telah ada di pasaran untuk dikemas kembali menjadi modul yang baik. Informasi yang dikumpulkan, dikelompokkan sesuai dengan kebutuhan, kemudian disusun dengan bahasa yang komunikatif.

3) Penataan Informasi (Compilation)

Penataan informasi yang ditunjukkan dalam modul tidak mengalami perubahan apabila informasi tersebut diambil dari buku teks, jurnal ilmiah, artikel, dam lain-lain. Materi dipilih, dipilah dan disusun berdasarkan kompetensi yang akan dicapai dan silabus yang hendak digunakan.

Adapun struktur modul dari Depdiknas (2008: 21-26) yakni memuat komponen-komponen sebagai berikut:

1) Bagian Pembuka

Bagian pembuka ini terdiri dari judul, daftar isi, peta informasi, daftar tujuan kompetensi, dan tes awal. Dalam pembuatan modul, judul harus menarik dan memberikan gambaran tentang materi yang akan dibahas. Daftar isi menyajikan topik-topik yang akan dibahas. Peta informasi memperlihatkan kaitan antar topik-topik dalam modul. Daftar tujuan kompetensi membantu siswa untuk mengetahui pengetahuan, sikap, atau ketrampilan apa saja yang dapat dikuasai setelah menyelesaikan pelajaran. Tes awal memiliki tujuan untuk memeriksa apakah siswa telah menguasai materi prasyarat untuk mempelajari materi modul.

2) Bagian Inti

(20)

commit to user

a) pendahuluan atau tinjauan umum materi yang meliputi deskripsi pembelajaran, prasayarat menggunakan modul, petunjuk menggunakan modul, tujuan akhir, standar kompetensi dan kompetensi dasar dan tes awal

b) hubungan dengan meteri yang lain atau peta konsep, c) uraian materi yang sistematikanya sebagi berikut:

(1) Kegiatan Belajar I: Judul (a) Tujuan Kompetensi (b) Uraian Materi (c) Tes Formatif (d) Tugas (e) Rangkuman

(f) Umpan Balik atas penilaian

(2) Kegiatan Belajar II: Judul, struktur seperti Kegiatan Belajar I.

3) Bagian Penutup

Penutup dalam modul bisa terdiri atas glosasary atau daftar istilah, tes akhir dan indeks.

d. Tema Ekosistem Air Tawar

Air merupakan komponen terpenting dalam kehidupan. Dari berbagai macam jenis air, yang menyokong kebutuhan primer manusia adalah air tawar. Namun, tahukah kamu bahwa di bumi ini jumlah dari air tawar hanya 3% dari jumlah total air di bumi, dan hanya ada 0,003% yang bersih dan aman untuk dikonsumsi. Pada dasarnya, air merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Namun, apabila air sudah tercemar sangat membutuhkan banyak biaya hingga dapat dikonsumsi kembali.

Pencemaran air tawar sebagian besar berasal dari tingkah laku manusia. Contoh nyata tingkah laku manusia yang dapat mencemari kerusakan ekosistem air tawar yaitu pembuangan limbah rumah tangga seperti detergen ke sungai, penggunaan pestisida, pembuangaan zat kimia dari tempat industri ke sungai. Dari itu semua dapat mengganggu kesetimbangan ekosistem air tawar.

Materi kerusakan ekosistem air tawar ini dipilih karena, air tawar merupakan hal yang dekat dengan siswa. Setiap saat siswa membutuhkan air tawar untuk minum, membersihkan diri, dan kegiatan-kegiatan lainnya. Dengan hadirnya modul ini, diharapkan siswa mengetahui penyebab dan

(21)

commit to user

dampak kerusakan ekosistem air tawar. Selain itu siswa juga akan mampu memecahkan masalah kerusakan ekosistem air tawar sehingga siswa dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pengambilan tema yang dekat dengan lingkungan siswa diharapkan mampu memberi motivasi dan memberikan pengalaman berfikir dan kerja ilmiah pada siswa.

Berdasarkan tema kerusakan ekosistem air tawar ini, dapat mengaitkan beberapa Kompetensi Dasar (KD), yaitu KD 2.1 Mengelompok kan sifat larutan asam, larutan basa, dan larutan garam melalui alat dan indikator yang tepat, KD 4.1 Membanding kan sifat fisika dan sifat kimia zat, KD 7.1 Menentukan ekosistem dan saling hubungan antara komponen ekosistem, KD 7.3 Memprediksi pengaruh kepadatan populasi manusia terhadap lingkungan, dan KD 7.4 Mengaplikasikan peran manusia dalam pengelolaan lingkungan untuk mengatasi pencemaran dan kerusakan lingkungan. Kesemua itu dapat membantu siswa untuk dapat lebih mempermudah siswa dalam mempelajari kerusakan ekosistem air tawar secara lengkap.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian pengembangan pengembangan bahan ajar IPA Terpadu antara lain sebagai berikut:

1. Penelitian berjudul “Pengembangan Bahan Ajar IPA Terpadu Tema Letusan Gunung Berapi Kelas VII di SMP Negeri 1 Kamal” dilakukan oleh Amaliya Kurniawati, Suliyanah, dan Ahmad Qosim (2013). Hasil validasi kelayakan bahan ajar IPA Terpadu tema Letusan Gunung Berapi berdasarkan kriteria materi sebesar 90,00%; kriteria bahasa sebesar 82,00%; kriteria komponen sebesar 87,85% dan semua kriteria di atas termasuk dalam kategori sangat kuat karena berada dalam interval 81%-100%. Sedangkan untuk hasil respons siswa terhadap bahan ajar IPA Terpadu tema Letusan Gunung Berapi ditinjau dari keterbacaan bahan ajar diperoleh persentase sebesar 86,25% dan angket respons siswa terhadap bahan ajar tersebut sebesar 87,78%. Berdasarkan hasil tersebut, diketahui bahwa bahan ajar tersebut termasuk dalam kategori sangat

(22)

commit to user

kuat karena berada dalam interval 81%-100%. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada tahap penyebaran (disseminate) untuk menghasilkan bahan ajar yang lebih baik.

2. Penelitian pengembangan bahan ajar IPA Terpadu telah dilaksanakan oleh Anis F. Futihat (2010) dengan judul “Pengembangan Bahan Ajar IPA Terpadu Berbasis SALINGTEMAS dengan Tema Perubahan Partikel dan Wujud Zat oleh Kalor untuk SMP/MTs kelas VII”. Bahan ajar hasil pengembangan dalam bentuk buku teks 75 halaman yang terdiri dari bagian pendahuluan dan bagian isi. bagian pendahuluan meliputi halaman muka (cover), kata pengantar, daftar isi, daftar gambar, daftar tabel, SK, KD, indikator dan peta konsep. Bagian isi meliputi peta konsep untuk materi yang dibahas, uraian materi, rangkuman per subbab, contoh soal, latihan mandiri, tugas individu, tugas kelompok, panduan kegiatan eksperimen, latihan, rangkuman,glosarium, evaluasi, kunci jawaban, dan daftar pustaka. Hasil uji kelayakan bahan ajar yang dikembangkan mempunyai skor total rerata sebesar 3,16 dan termasuk dalam kriteria layak. Hal ini berarti bahwa bahan ajar hasil pengembangan dapat ditindaklanjuti melalui kegiatan uji coba di lapangan.

3. Oky Setyorini (2009) telah melakukan penelitian pengembangan dengan judul “Pengembangan Modul Pembelajaran IPA Terpadu Model Direct Instruction melalui Teknik Quest (Questions that Stimulate Thinking) untuk Siswa SMP/MTs dengan Tema Benda Optik”. Pengembangan modul ini mengikuti tahapan pengembangan model 4-D, yaitu: 1) Define (penentuan masalah), 2)

Design (pemilihan media), 3) Develop (Pengembangan produk), dan 4) Disseminate (Penyebarluasan Produk). Pengembangan modul IPA terpadu ini

hanya dilakukan sampai tahapan ketiga, yakni hingga tahap Develop. Validasi dilakukan oleh tiga subyek yaitu ahli materi, ahli media, dan guru. Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam pengembangan modul ini berupa angket. Data yang diperoleh berupa data kuantitatif dan data kualitatif. Hasil validasi yang dilakukan oleh ahli materi, ahli media, dan guru memperoleh nilai 78,14349%; 60,7153%; dan 88,93%. Data menunjukkan bahwa modul yang dikembangkan bersifat valid dan tidak perlu direvisi. Uji terapan dengan

(23)

commit to user

responden siswa kelas IX MTs Hidayatul Mubtadi’in Malang mendapatkan nilai 85,46%. Produk yang dihasilkan adalah modul dengan model Direct

Instruction dan teknik Quest (Questions that Stimulate Thinking) dengan tema

benda optik untuk pembelajaran SMP/MTs kelas VIII Hasil pengembangan menunjukkan bahwa modul ini mampu menyajikan materi secara terstruktur dan bersifat tematik. Modul ini dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.

4. Penelitian pengembangan yang berjudul “Pengembangan Bahan Ajar IPA Terpadu dengan Tema Pencemaran Air Sungai untuk Siswa SMP/MTs Kelas VII” telah dilaksanakan Nina Khusnah (2010). Hasil pengembangan terdiri atas dua bagian, yaitu bagian pendahuluan dan bagian isi. Bagian pendahuluan mencakup halaman muka (cover), kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator kompetensi yang digunakan serta peta konsep. Bagian isi mencakup materi pencemaran air sungai, kegiatan praktikum, kegiatan diskusi, latihan soal, rangkuman materi, glosarium, evaluasi, kunci jawaban, dan daftar pustaka. Berdasarkan hasil uji validitas, bahan ajar yang dikembangkan memperoleh nilai total rerata 3,35 atau sebesar 83,75% yang berarti memenuhi kriteria valid. Produk hasil pengembangan mengalami satu kali revisi yang berkaitan dengan penyusunan peta konsep, perbaikan indikator hasil belajar, dan pembatasan pada materi tertentu yang dianggap terlalu rinci untuk siswa SMP/MTs kelas VII. Hasil dari revisi tersebut merupakan produk akhir dari pengembangan bahan ajar IPA Terpadu.

5. Pelaksanaan pengembangan bahan ajar yang diteliti oleh Nuril Munfaridah (2010) menghasilkan produk yang berupa buku. Adapun judul penelitian yaitu

“Pengembangan Bahan Ajar IPA Terpadu Berbasis SALINGTEMAS dengan

Tema Air Limbah Rumah Tangga untuk Siswa SMP Kelas VII”. Pengembangan berupa buku ajar dalam bentuk teks 58 halaman yang terdiri dari bagian pendahuluan, isi dan akhir. Bagian pendahuluan terdiri dari cover, daftar isi/gambar, indikator hasil belajar, dan peta konsep. Bagian isi terdiri dari materi bahan ajar dan lembar kegiatan siswa serta bagian akhir terdiri dari

(24)

commit to user

rangkuman, soal evaluasi, kunci jawaban, glosarium dan daftar pustaka. Secara umum bahan ajar yang dikembangkan telah memenuhi kriteria sangat layak dengan nilai 3,26 dari skala 1-4. Nilai ini diperoleh dari rata-rata nilai kelayakan isi, kelayakan penyajian, dan komponen-komponen yang terdapat dalam bahan ajar.

6. Penelitian pengembangan yang berjudul “Pengembangan Bahan Ajar IPA Terpadu Berbasis SALINGTEMAS dengan Tema Global Warming untuk SMP/MTS Kelas IX telah dilaksanakan oleh Dwi Aryanti (2011). Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan bahan ajar IPA Terpadu berupa modul yang berbasis SALINGTEMAS untuk SMP kelas IX dengan tema Global Warming yang memenuhi kriteria baik.Penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif dengan didukung data kuantitatif ini merupakan penelitian pengembangan berdasarkan model yang dikembangkan oleh Borg dan Gall sampai tahap keenam yakni uji coba lapangan utama. Teknik pengumpulan data yang digunakan berupa angket dan observasi. Instrumen yang digunakan untuk mengambil data telah divalidasi oleh dosen pembimbing sebagai expert

judgment. Data-data yang diperoleh berasal dari validator yang terdiri atas 2

dosen ahli, 2 guru sebagai reviewer dan 2 peer reviewer serta responden yang terdiri atas 10 siswa dari SMP Negeri 12 Surakarta dan 30 siswa SSCi Surakarta yang berasal dari lima SMP di Surakarta. Teknik analisis data kualitatif yang digunakan yakni model interaktif dari Miles dan Huberman, sedangkan data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan penilaian skor standar dari Saifudin Azwar yang kemudian dibagi menjadi lima katerogi. Hasil validasi data yang dilakukan dengan triangulasi melalui proses iterasi menunjukkan bahwa pengembangan produk penelitian ini sangat baik dengan karakteristik sebagai berikut: (1) bahan ajar yang dihasilkan berupa modul dengan judul Global Warming, (2). total halaman sebanyak 96 lembar dengan panjang 21 cm dan lebar 16 cm, (3). bagian modul berupa: (a). pendahuluan yang terdiri atas deskripsi pembelajaran, prasayarat mempelajari modul, petunjuk penggunaan modul, tujuan akhir, peta konsep dan tes awal, (b). pembelajaran yang terdiri atas rencana belajar siswa, materi, rangkuman, tes

(25)

commit to user

formatif dan umpan balik, serta (c). penutup yang teridri atas evaluasi akhir, kunci jawaban dan glosarium.

C. Kerangka Berfikir

Dalam kurikulum SMP/MTs mata pelajaran IPA merupakan IPA Terpadu. Standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dicapai peserta didik masih dalam ruang lingkup bidang kajian energi dan perubahannya, materi dan sifatnya, dan makhluk hidup dan proses kehidupan. Bila konsep yang tumpang tindih dan pengulangan dapat dipadukan, maka pembelajaran akan lebih efektif dan efisien. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan bahan ajar IPA terpadu sebagai rujukan yang baik dan benar.

Namun, pelaksanaan pembelajaran IPA Terpadu susah untuk dapat direalisasikan di sekolah, karena terdapat banyak kendala di lapangan. Kendala yang dialami saat ini antara lain, guru lulusan IPA Terpadu masih sangat sedikit, guru masih kesulitan dalam menetukan tema, dan belum adanya bahan ajar yang disajikan secara terpadu seutuhnya. Oleh karena itu, dikembangkan bahan ajar IPA Terpadu berupa modul berbasis SALINGTEMAS untuk SMP Kelas VII dengan tema kerusakan ekosistem air tawar.

Agar dapat mengetahui sejauh mana kelayakan bahan ajar yang dikembangkan ini, maka penelitian ini menggunakan validasi dalam tiga aspek. Aspek yang akan divalidasi yaitu aspek kelayakan isi materi, penyajian, dan kebahasan.

Dalam pemuatan bahan ajar ini, akan menggabungkan beberapa kompetensi dasar (KD) yang dicuplikkan dari beberapa standar kompetensi (SK). Kumpulan dari beberapa KD tersebut akan dijadikan suatu kesatuan tema IPA Terpadu.

(26)

commit to user

Gambar 2.5 Kerangka Berfikir

D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berfikir di atas, maka diajukan pertanyaan penelitian berkaitan dengan pengembangan bahan ajar IPA terpadu berupa modul berbasis SALINGTEMAS untuk SMP kelas VII dengan tema Ekosistem Air Tawar, sebagai berikut “Apakah bahan ajar yang dikembangkan memenuhi kriteria yang baik?”.

IPA disajikan secara terpadu

SMP belum menerapkan pembelajaran terpadu

Penyebab

Bahan ajar belum disajikan secara terpadu Belum ada guru SMP lulusan IPA Guru kesulitan menentukan tema

KTSP

Masalah

Pengembangan bahan ajar IPA Terpadu

Modul IPA Terpadu dengan tema

Ekosistem Air Tawar

Validasi 1. Isi

2. Penyajian

3. Bahasa dan Gambar 4. Kegrafisan

Efektif dan Efisien

(27)

commit to user

Collette,Alfred T. & Chiapetta, Eugene L. 1994. Science Instruction in the Middle

and Secondary Schools. New York : Macmillan Publishing Company.

Darliana. 2007. IPA Terpadu. Bandung: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam

Depdiknas. 2006. Buram Pengembangan Bahan Ajar dan Media. Workshop Pengembang Kurikulum 22-24 Juni 2010 di Salatiga

________. 2006. Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu. Jakarta:Pusat Kurikulim, Balitbang

________. 2008. Teknik Penyusunan Modul. Jakarta:Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah

F Futihat, Anis. 2010. Pengembangan Bahan Ajar IPA Terpadu Berbasis

Salingtemas dengan Tema Perubahan Partikel dan Wujud Zat oelh Kalor untuk SMP/MTs kelas VII. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas

Negeri Malang

Khusnah, Nina. 2010. Pengembangan Bahan Ajar IPA Terpadu dengan Tema

Pencemaran Air Sungai untuk Siswa SMP/MTs Kelas VII. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang.

Ledoux, S.F. (2002). Defining Natural Science. Behaviorology Today _ Volume 5, Number 1, Spring

Munfaridah, Nuril. 2010. Pengembangan Bahan Ajar IPA Terpadu Berbasis

Salingtemas dengan Tema Air Limbah Rumah Tangga untuk Siswa SMP Kelas VII. Skripsi tidak diterbitkan. Malang : Universitas Negeri Malang.

Pedretti, EG., Bencze,L., Hewitt,J., Romkey,L., & Jivraj,A. (2006). Promoting

Issues-based STSE Perspectives in Science Teacher Education: Problems of Identify and Ideology. Kanada : University of Toronto

Puskur. 2006. Buram Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu, (online), (http://www.puskur.net/, diakses 18 Desember 2010).

Setyorini, Oky. 2009. Pengembangan Modul Pembelajaran IPA Terpadu Model

Direct Instruction melalui Teknik Quest (Questions that Stimulate Thinking) untuk Siswa SMP/MTs dengan Tema Benda Optik. Skripsi tidak

(28)

commit to user

Soegiranto, M.A. 2010.Acuan Penulisan Bahan Ajar Dalam Bentuk Modul. Pokja Kurikulum dan Supervisi Pusat Pengembangan Madrasah Kementrian Agama Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Sumanji dkk.1998. Pendidikan Sains yang Humanitis. Yogyakarta:Kanisius

Sungkono. 2003. Pengembangan dan Pemanfaatan Bahan Ajar Modul dalam Proses Pembelajaran. Yogyakarta:UNY

Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Minarti, Ipah Budi. (2012). Perangkat Pembelajaran IPA Terpadu Bervisi SETS

Berbasis Edutainment pada Tema Pencernaan. Journal of Innovative

Science Education, Vol. 1, No. 2 Tahun 2012, hlm 105-111.

Kurniawati, A., Suliyanah, & Qosyim, A. (2013). Pengembangan Bahan Ajar IPA

Terpadu Tema Letusan Gunung Berapi Kelas VII di SMP Negeri 1 Kamal. Jurnal Pendidikan Sains e-Pensa. Volume 01 Nomor 01 Tahun

2013, hlm 42-46.

Aryanti, Dwi. (2011). Pengembangan Bahan Ajar IPA Terpadu Berbasis

SALINGTEMAS dengan Tema Global Warming untuk SMP/MTS Kelas IX. Skripsi tidak diterbitkan. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Gambar

Gambar 2.1. Model Connected
Gambar 2.3. Model Integrated
Gambar 2.4 Alur Penyusunan Pembelajaran IPA Terpadu
Gambar 2.5 Kerangka Berfikir

Referensi

Dokumen terkait

Bila dibandingkan antar konsentrasi alginat pada CaCl 2 0,75 % aktivitas antioksidan saling tidak berbeda nyata, sedangkan antar konsentrasi alginat pada CaCl 2 1 %

Fakultas MIPA Universitas Islam Indonesia akan mengadakan Ujian Ulang PDQ di Semester Pendek 2019/2020 (Bulan Agustus 2021) untuk mengakomodasi mahasiswa angkatan

Penilaian hubungan jumlah pohon aren yang dimiliki dengan pendapatan pengrajin gula merah (Koefisien korelasi Pearson). Berdasarkan hasil pengolahan data dengan

Tujuan perawatan hygiene mulut pasien adalah pasien akan memiliki mukosa mulut utuh yang terhidrasi baik serta untuk mencegah penyebaran penyakit yang ditularkan melalui

Dengan adanya pernikahan yang berbeda agama dalam suatu masyarakat juga akan menumbuhkan rasa kekeluargaan dan dengan sendirinya tertanamnya sifat saling toleransi dalam

tuk spora. Mikroorganisme yang ada di udara akan cepat mati karena kelaparan dan radiasi UV. Bakteri yang mampu hidup di lingkungan udara bersifat gram positif

Kajian ini menunjukkan bahwa: (1) Kesulitan menghafal Al- Qur’an yang dialami oleh santri di Pondok Pesantren Taḥfiẓul Qur’an Asy-Syarifah Brumbung Mranggen Demak,

Hasil analisis cuplikan cairan hasil lindi peleburan pasir zirkon dengan alat analisis spektrograf emisi menunjukkan bahwa konsentrasi masing-masing unsur Si, Cu, dan