• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS AKHIR STUDI KAPASITAS EKSPERIMENTAL PENJANGKARAN PADA TANAH PASIR DENGAN VARIASI KEDALAMAN DISUSUN OLEH : CHLEMENS S

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TUGAS AKHIR STUDI KAPASITAS EKSPERIMENTAL PENJANGKARAN PADA TANAH PASIR DENGAN VARIASI KEDALAMAN DISUSUN OLEH : CHLEMENS S"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

STUDI KAPASITAS EKSPERIMENTAL PENJANGKARAN

PADA TANAH PASIR DENGAN VARIASI KEDALAMAN

DISUSUN OLEH :

CHLEMENS S. TANDIRERUNG D111 08 269

JURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2015

(2)
(3)

STUDI EKSPERIMENTAL PENJANGKARAN PADA TANAH PASIR DENGAN VARIASI KEDALAMAN

Abd. R. Djamaluddin1, Ariningsih Suprapti1, Chlemens S.Tandirerung2

Abstrak: Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki garis pantai yang sangat panjang. Khusus untuk daerah pantai (shore) pemanfaatan sumber daya daerah pantai dan lepas pantai sangat sering kita jumpai maka dari itu banyak terdapat bangunan seperti floating dec, mooring dolphin, anjungan lepas pantai, bagang dan sebagainya. untuk menjaga stabilitas bangunan akibat pergerakan air laut vertikal akibat pasang surut maupun pergerakan hoizontal akibat arus, angin dan gelombang maka diperlukan suatu struktur penjangkaran (anchors). Berbagai tipe jangkar telah banyak digunakan seperti drag, helical, jangkar plat bentuk lingkaran dan persegi. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengembangan dalam bentuk modifikasi plat jangkar berbentuk lingkaran menjadi plat jangkar tipe bintang dengan 4 (empat ) daun dengan diamater efektif yang tetap dan variasi kedalaman yang berbeda. Metodologi penelitian terlebih dahulu dilakukan dengan melaksanakan pemeriksaan karakteristik tanah dan penyiapan sampel plat jangkar. Model jangkar terbuat dari besi siku sebagai daun jangkar dengan ketebalan 25 x 25 x 2.5 mm dengan ketebalan 25 mm dan diameter efektif 27,5 cm. Jangkar akan di uji pada tanah non kohesif dalam wadah yang telah dilengkapi dengan instrument tes cabut (pullout) dan tes tanam (pullin). Pengujian kapasitas cabut dan kapasitas tanam untuk masing-masing variasi dilakukan pada kedalaman 30 cm. 60 cm dan 90 cm. Hasil dari penelitian ini menunjukan kenaikan signifikan kapasitas cabut batas dan kapasitas tanam terjadi pada kedalaman 30 cm ke 60 cm.

Kata kunci: Jangkar Bintang, Kapasitas Cabut, Kapasitas Tanam, Plat Jangkar

(4)

Abstrak: Indonesia is known as a country that has a very long coastline. Especially for the beach (shore) resource utilization and offshore coastal areas very often encountered and therefore there are many buildings like floating dec, mooring dolphin, offshore platforms, butterflyfish and so on. to maintain the stability of the building due to the vertical movement of the sea water due to tidal or hoizontal movement caused by currents, wind and waves. required an anchoring structure (anchors). Various types of anchors have been widely used as a drag, helical, anchor plate circle and square shapes. This study aims to carry out development in modified form circular plate anchors into the anchor plate-type star with 4 (four) leaf with an effective diameter variations were fixed and different depths. Methodology research first done by carrying out inspection of the soil characteristics and sample preparation anchor plate. The model is made of angle iron anchor as the anchor leaves measuring the size of 25 x 25 x 2.5 mm with a thickness of 25 mm and an effective diameter of 27.5 cm. The anchor will be tested on non-cohesive soil in containers that have been fitted with a pull test instrument (pullout) and pullin test (pullin). Pullout and pullin capacity for each variation performed at a depth of 30 cm. 60 cm and 90 cm. Results from this study showed a significant increase in pullin capacity and pullout capacity limits unplug the planting occurred at a depth of 30 cm to 60 cm.

Key Words: Anchor plate-type star, Pullout capacity, Pullin capacity, Anchors Plate

1Staf Pengajar Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Makassar

2

Staf Pengajar Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan km. 10 Makassar

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas

akhir yang berjudul“STUDI EKSPERIMENTAL PENJANGKARAN PADA

TANAH PASIR DENGAN VARIASI KEDALAMAN”, sebagai salah satu syarat yang diajukan untuk menyelesaikan studi pada Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Hasanuddin. Tugas akhir ini disusun berdasarkan hasil penelitian dan pengujian yang dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah dan Laboratorium Eco Material Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Hasanuddin.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa selesainya tugas akhir ini berkat bantuan dari berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati, saya juga ingin menyampaikan terima kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Ayah dan ibu tercinta atas pengorbanan selama ini dan doa yang tulus kepada saya, sehingga sampai saat ini saya masih mampu menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Bapak DR. Ing Ir. Wahyu H. Piarah, MS, ME., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Hasnuddin

3. Bapak Dr. Ir. . Muhammad Arsyad Thaha, MT selaku ketua Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.

4. Bapak Ir. Abd. Rahman Djamaluddin, M.T selaku dosen pembimbing I, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan mulai dari awal penelitian hingga selesainya penulisan ini. 5. Ibu Ariningsih Suprapti, ST.,MT. selaku dosen pembimbing II, yang telah

banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada kami.

6. Seluruh dosen, staf dan karyawan Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Hasanuddin.

(6)

7. Asisten Laboratorium dan kordinator laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Hasanuddin atas segala bimbingan dan pengarahan selama pelaksanaan penelitian di Laboratorium. 8. Penulis juga menghaturkan terima kasih kepada teman-teman angkatan

2008.

9. Tugas akhir ini kami persembahkan kepada kedua orang tua kami tercinta

yang telah menjadi sumber semangat dan inspirasi tanpa batas.

Kami menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kepada para pembaca, kiranya dapat memberikan sumbangan pemikiran demi kesempurnaan dan pembaharuan tugas akhir ini.

iv Makassar, Juli 2015

Penyusun Penulis

(7)

DAFTAR ISI Halaman LEMBAR JUDUL ... i LEMBAR PENGESAHAN ... ii ABSTRAK ... iii KATA PENGANTAR ... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR NOTASI ... viii

BAB. I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah... I - 1 1.2. Rumusan Masalah ... I - 3 1.3. Maksud dan Tujuan ... I - 3 1.4. Batasan Masalah... I - 4 1.5. Sistematika Penyusunan... I - 5

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Tanah ... II - 1 2.1.1. Sifat Fisis Tanah ... II - 2 2.1.2. Sifat Mekanis Tanah ... II - 15 2.2. Jangkar Tanah ... II - 19

(8)

BAB. III METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1. Kerangka Penelitian ... III - 1 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... III - 4 3.3. Alat dan Bahan Penelitian ... III - 4 3.3.1.Alat Pengujian Karakteristik Tanah... III - 4 3.3.2.Alat Uji Jangkar... ... III - 4 3.4. Pengujian Sifat Fisis Tanah... III - 5 3.5. Pemeriksaan Sifat Mekanis Tanah ... III - 9 3.6. Penyiapan Jangkar... III - 10 3.7. Pelaksanaan Penelitian ... III - 11 3.8. Sketsa Pengujian ... III - 14

BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Tanah ... IV - 1 4.1.1. Kadar Air dan Berat Jenis Spesifik... IV - 1 4.1.2. Analisa Gradasi Butiran ... IV - 2 4.1.3. Pemadatan Standar (Kompaksi) ... IV - 2 4.1.4. Sifat Mekanis Tanah ... IV - 3 4.2. Klasifikasi Tanah... IV - 5 4.2.1. AASHTO... IV - 4 4.2.2. USCS ... IV - 4 4.3. Kapasitas Tanam (pullin capacity) Dan Proses Pembukaan

Jangkar Tanah………... IV - 5 4.3.1.Hasil Pullin Test Pada Setiap Kedalaman ... IV - 5 4.3.2. Proses Pembukaan Jangkar Tanah... IV – 7

(9)

4.4. Kapasitas Cabut (cabut capacity) Jangkar Tanah... IV - 8 4.4.1. Hubungan Antara Kapasitas Cabut (Pullout Capacity)

dengan Perpindahan Jangkar (Uplift Displacement Pada Setiap Kedalaman ... IV - 8 4.4.2. Penentuan Kapasitas Cabut (Pu)Berdasarkan Grafik

Hubungan Antara Kapasitas Cabut (Pullout Capacity) dengan Perpindahan Jangkar (Uplift Displacement) Pada Setiap Kedalaman ... IV - 10 4.4.2. Hasil Pullout Pada Setiap Kedalaman ... IV - 13

BAB. V PENUTUP

5.1. Kesimpulan... V - 1 5.2. Saran... V - 3

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Lampiran 1 Data hasil pemeriksaan karakteristik tanah Lampiran 2 Data hasil pengujian kapasitas cabut plat jangkar Lampiran 3 Foto Dokumentasi

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Batas Batas Atterberg ... II - 5

Gambar 2.2. Sistem Klasifikasi USCS... II - 16

Gambar 2.3. Geometrik Dari Alat Uji Baling Baling ... II - 18

Gambar 2.4. Faktor Korekji Bjerrum (1992) ... II - 18

Gambar 2.5. Tipe Jangkar Tanah ... II - 20

Gambar 3.1. Flowchart Penelitian... III - 1

Gambar 3.2. Flowchart Proses Penyiapan Contoh Tanah... III - 2

Gambar 3.3. Flowchar Proses Penyiapan Jangkar ... III - 3

Gambar 3.4. Alat Pengujian Kadar Air ... III - 5

Gambar 3.5. Alat Pengujian Berat Jenis ... III - 5

Gambar 3.6. Alat Pengujian Batas-Batas Atterberg ... III – 7

Gambar 3.7. Alat Pengujian analisa Saringan ... III - 8

Gambar 3.8. Alat Pengujian Direct Shear Test ... III – 9

(11)

Gambar 3.9. Detail Jangkar... III - 11

Gambar 3.10. Plat Jangkar Yang Telah Dirakit ... III – 12

Gambar 3.11. Sketsa Penanaman Jangkar... III - 13

Gambar 3.12.Sketsa Uji Kuat Tarik Jangkar ... III – 14

Gambar 4.1. Hubungan Kadar air dengan berat isi kering... IV - 2

Gambar 4.2. Grafik Hubungan Kapasitas Tanam Dengan Kedalaman

Penanaman Jangkar ... IV – 6

Gambar 4.3. Proses Pembukaan Jangkar ... IV – 7

Gambar 4.4. Grafik hubungan perpindahan jangkar dengan beban

pullout pada kedalaman 30 cm... IV - 8

Gambar 4.5. Grafik Hubungan Perpindahan Jangkar Dengan Beban

Pullout Pada Kedalaman 60 cm. ... IV - 9

Gambar 4.6. Grafik Hubungan Perpindahan Jangkar Dengan Beban

Pullout Pada Kedalaman 90 cm... IV - 9

Gambar 4.7. Grafik gabungan hubungan perpindahan jangkar dengan

beban pullout dengan pada setiap kedalaman ... IV -10

(12)

Gambar 4.8. Grafik Penentuan Kapasitas cabut batas (Pu) Pada

Kedalaman 30 cm ... IV - 11

Gambar 4.9. GrafikPenentuan Kapasitas cabut batas (Pu) Pada

Kedalaman 60 cm ... IV - 11

Gambar 4.10. Grafik Penentuan Kapasitas cabut batas (Pu) Pada

Kedalaman 90 cm ... IV - 10

Gambar 4.11. Grafik Hubungan Kapasitas cabut batas (Pu) dengan

Kedalaman Penanaman Jangkar ... IV - 13

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Faktor Koreksi Suhu ... II – 6

Tabel 2.1 Diskripsi Tanah Berdasarkan Berat Jenis ... II – 7

Tabel 2.3 Sistem Klasifikasi Tanah AASHTO ... II – 13

Tabel 4.1 Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan Karakteristik Tanah... IV – 1

Tabel 4.2 Rekapitulasi Kapasitas cabut tanam (P)... IV – 5

Tabel 4.3 Rekapitulasi kapasitas cabut batas (Pu)... IV – 13

Tabel 4.4 Hubungan perubahan kedalaman dengan perubahan

kapasitas cabut pada setiap kedalaman penanaman jangkar.IV – 14

Tabel 4.5 Hubungan kapasitas tanam dan kapasitas cabut batas pada setiap kedalaman penanaman jangkar...IV – 15

(14)

DAFTAR NOTASI LL = Batas Cair PL = Batas Plastis IP = Indeks Plastisitas SL = Batas Susut W = Kadar Air

Gs = Berat Jenis Spesifik

Wopt = Kadar Air Optimum

b = Berat Isi basah

Ø = Sudut Geser

c = Kohesi

Pu = Kapasitas cabut batas

(15)
(16)

I-1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia yang dikenal sebagai negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia. Di wilayah pantai terdapat banyak deposit tanah non kohesif (non cohesif soil). Pemanfaatan sumber daya daerah pantai dan lepas pantai menjadi hal yang sering dijumpai seperti aktiftas transportasi, perikanan, sumber pembangkit listrik, pertambangan dan lain-lain. Pembangunan infrastruktur merupakan suatu strategi untuk menunjang pemanfaatan sumber daya pantai dan lepas pantai.

Untuk menjaga stabilitas akibat pergerakan vertikal akibat gaya cabut (uplift) akibat gelombang angin dan arus maka diperlukan suatu struktur penahan yang dikenal dengan penjangkaran ( anchors).

Jangkar tanah umumnya digunakan pada struktur penahan gaya angkat/cabut dan gaya lateral seperti pada struktur menara transmisi, turap, dermaga terapung, mooring dolphin dan bangunan lepas pantai.

jangkar telah banyak dikembangkan untuk berbagai keperluan seperti pada perkuatan lereng, dinding penahan tanah (turap), stabilitas terowongan, pondasi menara transmisi untuk menahan gaya cabut, guling dan sebagainya. Terdapat banyak tipe jangkar yang telah dikembangkan untuk berbagai keperluan tergantung kepada besar dan tipe beban, tipe struktur, dan kondisi lapisan tanah setempat dan sebagainya. Penelitian tentang penggunaan jangkar telah banyak dilakukan sebelumnya.

(17)

I-2 Adapun perilaku jangkar di lapangan yang terindikasi dari mekanisme keruntuhan dan kapasitas dukung jangkar ditentukan oleh banyak factor. Kebanyakan penelitian menggunakan model jangkar yang massif berbentuk pelat dengan berbagai bentuk (lingkaran,persegi) dengan variasi dimensi, kedalaman dan tipe bahan yang diberikan.

Studi tentang variasi tipe jangkar dan kesesuaian di lapangan telah dilakukan oleh datta et all (1985). hasil penelitian lainnya berusaha untuk memahami perilaku pada jangkar pada tanah kohesif dan non kohesif baik karena beban statis maupun dinamis, memungkinkan untuk dilakukan inovasi dengan menggunakan elemen jangkar tipe bintang (stars anchor).

Penggunaan tipe jangkar bintang ini akan dilakukan suatu rangkaian tes terhadap beberapa variasi kedalaman. Modifikasi jangkar pelat menjadi bentuk menyerupai bintang dengan mekanisme mekar didalam tanah menyerupai mekanisme kerja payung.

Kinerja jangkar tipe bintang yang dibenamkan pada tanah pasir meliputi kapasitas cabut dan kapasitas tanam akan dievaluasi akibat pengaruh variasi kedalaman penanaman jangkar.

Berdasarkan alasan tersebut diatas maka pada penelitian ini akan didesain dan dibangun model jangkar tipe bintang sekaligus mengkaji kinerja jangkar yang dibangun terutama dalam hal kapasitas cabut (pullout capacity) kedalaman pembenaman jangkar tipe bintang yang dibenamkan dalam tanah pasir dengan judul:

(18)

I-3 “Studi Eksperimental Penjangkaran Pada Tanah Pasir Dengan Variasi

Kedalaman”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan ditinjau adalah Bagaimana kapasitas cabut (pullout capacity) dari plat jangkar tipe bintang yang ditanam pada tanah pasir Berikut ini detail permasalahannya :

1. Bagaimana karakteristik tanah yang digunakan sebagai media dalam penelitian ?

2. Bagaimana pengaruh kedalaman terhadap kapasitas Tanam (pullin capasity) dari plat jangkar tipe bintang?

3. Bagaimana pengaruh kedalaman terhadap kapasitas cabut (pullout capacity) dari plat jangkar tipe bintang?

4. Perbandingan antara kapasitas cabut dan kapasitas tanam pada setiap kedalaman?

1.3 Maksud dan Tujuan

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengkaji kapasitas cabut jangkar tipe bintang yang ditanam pada tanah pasir, yang merupakan pengembangan dari jangkar bentuk bintang masif dengan melakukan variasi mekanisme pembukaan pelat jangkar menyerupai mekanisme payung dengan kedalaman penanaman yang bervariasi.

(19)

I-4 Adapun tujuan studi ini adalah sebagai berikut :

1. Menentukan karakteristik tanah yang digunakan sebagai media dalam penelitian.

2. Menentukan pengaruh kedalaman terhadap kapasitas tanam (pullin capacity) dari plat jangkar tipe bintang.

3. Menentukan pengaruh kedalaman terhadap kapasitas cabut (pullout capacity) dari plat jangkar tipe bintang.

4. Menentukan perbandingan antara kapasitas cabut dan kapasitas tanam pada setiap kedalaman.

1.4 Batasan Masalah

Demi tercapainya penelitian diperlukan suatu batasan dalam penulisan agar pembahasan tidak meluas ruang lingkupnya sehingga tujuan dari penulisan dapat tercapai dan dipahami.

Adapun ruang lingkup penulisan yang dijadikan sebagai batasan dalam penulisan adalah :

1. Jangkar yang digunakan merupakan pengembangan dari jangkar bentuk bintang dengan mekanisme pembukaan pelat menyerupai mekanisme payung.

2. Regangan yang terjadi pada tali sling baja dan katrol diabaikan. 3. Sampel tanah yang dipakai adalah tanah pasir.

(20)

I-5

1.5 Sistematika Penyusunan

Sistematika penyusunan Tugas Akhir adalah sebagai berikut :  BAB I : PENDAHULUAN

 Pendahuluan berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, maksud dan tujuan studi, pembatasan masalah, serta sistematika penyusunan Tugas Akhir

 BAB II : STUDI PUSTAKA

Bab ini berisi mengenai tinjauan umum, teori dasar dan literatur yang relevan dengan pemeriksaan karakteristik tanah serta pengujian jangkar tipe bintang.

 BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang lokasi penelitian dan metode-metode yang dilakukan mulai dari pemeriksaan karakteristik sampai pengujian kapasitas cabut.

 BAB IV : ANALISA DATA

Bab ini merupakan inti dari pembahasan masalah yang akan menyajikan analisis hasil pemeriksaan dan pengujian serta memberikan gambaran mengenai kondisi saat penelitian berlangsung.

 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Merupakan penutup yang berisi kesimpulan dari hasil dan pembahasan serta memberikan saran-saran sehubungan dengan penelitian yang telah dilakukan.

(21)

II-1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Tanah

Tanah adalah bagian kerak bumi yang tersusun dari mineral dan bahan organik.Tanah sangat vital peranannya bagi semua kehidupan di bumi karena tanah mendukung kehidupan tumbuhan dengan menyediakan hara dan air sekaligus sebagai penopang akar. Struktur tanah yang berongga-rongga juga menjadi tempat yang baik bagi akar untuk bernapas dan tumbuh. Tanah juga menjadi habitat hidup berbagai mikroorganisme. Bagi sebagian besar hewan darat, tanah menjadi lahan untuk hidup dan bergerak. Dari segi klimatologi, tanah memegang peranan penting sebagai penyimpan air dan menekan erosi, meskipun tanah sendiri juga dapat tererosi.

Komposisi tanah berbeda-beda pada satu lokasi dengan lokasi yang lain. Air dan udara merupakan bagian dari tanah.Istilah-istilah seperti kerikil, pasir, lanau dan lempung digunakan dalam teknik sipil untuk membedakan jenis-jenis tanah. Pada kondisi alam, tanah dapat terdiri dari dua atau lebih campuran jenis-jenis tanah dan kadang-kadang terdapat pula kandungan bahan organik. Material campurannya, kemudian dipakai sebagai nama tambahan dibelakang material unsur utama. Sebagai contoh, pasir berlempung adalah pasir yang mengandung lempung, dengan material utama pasir: lempung berlanau adalah lempung yang mengandung lanau, dengan material utamanya adalah lempung dan seterusnya.

(22)

II-2

2.1.1. Sifat Fisis Tanah

Kadar Air Dari Tanah

Kadar air (W) yang juga disebut sebagai water content didefenisikan sebagai perbandingan antara berat air dan berat butiran padat dari volume tanah yang diselidiki. ... 2.1 ... 2.2

Dimana :

Berat Jenis Spesifik

Berat jenis tanah sering juga disebut specific gravity, dapat dinyatakan sebagai perbandingan antara berat isi butir tanah dengan berat isi air. Nilai daripada berat isi butir tanah adalah perbandingan antara berat butir tanah dengan volumenya. Sedangkan berat isi air adalah perbandingan antara berat air dengan volume airnya, biasanya mendekati nilai 1 g/cm3. Jika terdapat keadaan dimana volume butiran tanah sama dengan volume air, maka dengan demikian berat jenis tanah dapat diambil sebagai perbandingan, diukur pada suhu tertentu, antara berat butir tanah dengan berat air suling. Berat spesifik suatu massa tanah (Gs) dapat dihitung dengan rumus berikut :

(23)

II-3

dimana : Gs = Berat Jenis

w1 = Berat piknometer

w2 = Berat piknometer + bahan kering w3 = Berat piknometer + bahan kering + air w4 = Berat piknometer + air pada temperatur ( ToC)

Faktor koreksi suhu dapat dilihat pada Tabel 2.1 :

Batas- Batas Atterberg

Tanah yang berbutir halus biasanya memiliki sifat plastis. Sifat plastis tersebut merupakan kemampuan tanah menyesuaikan perubahan bentuk tanah setelah bercampur dengan air pada volume yang tetap. Tanah tersebut akan berbentuk cair, plastis, semi padat atau padat tergantung jumlah air yang bercampur pada tanah tersebut. Batas Atterberg memperlihatkan terjadinya bentuk tanah dari benda padat hingga menjadi cairan kental sesuai dengan kadar airnya. Dari test batas Atterberg akan didapatkan parameter batas cair, batas plastis, batas lengket dan batas kohesi yang merupakan keadaan konsistensi tanah.

Kadar air dinyatakan dalam persen, dimana terjadi transisi dari keadaan padat ke dalam keadaan semi padat didefinisikan sebagai batas susut. Kadar air dimana transisi dari keadaan semi padat ke dalam keadaan plastis terjadi dinamakan batas plastis, dan dari keadaan plastis ke keadaan cair dinamakan batas cair. Batas-batas ini dikenal juga sebgai batas-batas atterberg.

(24)

II-4

1) Batas Cair (Liquid Limit)

Batas cair (LL) adalah kadar air tanah yang untuk nilai-nilai diatasnya, tanah akan berprilaku sebagai cairan kental (batas antara keadaan cair dan keadaan plastis), yaitu batas atas dari daerah plastis.

2) Batas Plastis (Plastic Limit)

Batas plastis (PL) adalah kadar air yang untuk nilai-nilai dibawahnya, tanah tidak lagi berpengaruh sebagai bahan yang plastis. Tanah akan bersifat sebagai bahan yang plastis dalam kadar air yang berkisar antara LL dan PL. Kisaran ini disebut indeks plastisitas.

3) Indeks Plastisitas (Plasticity Index)

Indeks Plastisitas merupakan interval kadar air, yaitu tanah masih bersifat plastis. Karena itu, indeks plastis menunjukan sifat keplastisitas tanah. Jika tanah mempunyai interval kadar air daerah plastis kecil, maka keadaan ini disebut dangan tanah kurus. Kebalikannya, jka tanah mempunyai interval kadar air daerah plastis besar disebut tanah gemuk. Nilai indeks plastisitas dapat dihitung dengan persamaan berikut ini :

IP = LL – PL ... 2.4 Dimana : IP = Indeks Plastisitas

LL = Batas cair PL = Batas plastis

(25)

II-5

Batasan mengenai indeks plastis, sifat, macam tanah dan kohesi diberikan oleh Atterberg dapat dilihat pada Gambar 2.1:

Gambar 2.1 Batas Batas atterberg 4) Batas Susut / Shrinkage Limit (SL)

Kondisi kadar air pada kedudukan antara daerah semi padat dan padat, yaitu prosentase kadar air dimana pengurangan kadar air selanjutnya tidak mengakibatkan perubahan volume tanah disebut Batas Susut.

( ) ... 2.5 Dimana : SL = batas Susut

m1 = berat tanah basah dalam cawan percobaan

m2 = berat tanah kering oven

v1 = volume tanah basah dalam cawan

v2 = volume tanah kering oven

(26)

II-6

Kompaksi dan Pemadatan

Kompaksi adalah proses memadatkan tanah dengan mengeluarkan udara dari dalam pori-pori tanah tesebut dengan mekanis (dipukul, digilas dan sebagainya ).pemadatan/kompaksi dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki sifat-sifat teknis tanah yaitu memperoleh keadaan tanah yang paling padat (keadaan padat maksimum). kepadatan yang tercapai tergantung pada banyaknya air didalam tanah tersebut, yaitu kadar airnya. Apabila kadar air rendah mempunyai sifat keras atau kaku sehingga sukar dipadatkan.

Pada kadar air yang lebih tinggi lagi kepadatannya akan turun karena pori-pori tanah menjadi penuh terisi air yang tidak dapat lagi dikeluarkan dengan cara memadatkan. Pemadatan dilakukan dengan dengan digilas atau menumpuk dan menimbulkan pemadatan pada tanah dengan mengusir udara dari pori-pori.

Tabel 2.1 Faktor koreksi suhu α

Dengan nilai berat jenis maka tanah dapat dideskripsikan (Tabel 2.2): 16

4

Temp. ( C ) Unit Weight of Water 0,99897 1 17 0,99862 18 0,99844 19 0,99880 25 24 0,99568 0,99598 29 22 0,99682 27 0,99870 0,99802 0,99655 0,99733 0,99757 0,99708 21 30 0,99267 28 0,99823 26 23 20 o

(27)

II-7

Tabel 2.2 Diskripsi Tanah Berdasarkan Berat jenis

Tipe Tanah Gs

Sand (Pasir) 2,65 - 2,67

Silty Sand (Pasir Berlanau) 2,67 - 2,70 Inorganic Clay (Lempung Inorganic) 2,70 - 2,80

Soil with mica or iron 2,75 - 3,00

Gambut < 2,00

Humus Soil 1,37

Grafel > 2,70

Bilamana kadar airnya ditambah maka air itu akan berlaku sebagai pelumas sehingga tanah akan lebih mudah dipadatkan. Pada kadar air yang lebih tinggi lagi kepadatannya akan turun karena pori-pori tanah menjadi penuh terisi air yang tidak dapat lagi dikeluarkan dengan cara memadatkan. Pemadatan dilakukan dengan menggilas atau menumpuk dan menimbulkan pemadatan pada tanah dengan mengusir udara dari pori-pori.

Berat isi kering maksimum (γd max) adalah berat isi terbesar yang dicapai

pada pengujian kompaksi pada energi tertentu. Kadar air optimum adalah nilai kadar air dimana pada energi kompaksi tertentu dicapai γdry maksimum.

Berat isi kering (γdry) dapat dihitung dengan rumus :

... 2.6 Dimana :

V mould = Volume mold

(28)

II-8

Untuk menggambarkan Zero Air Voids Curve dihitung dengan rumus : γdry = (G x γw) / (1+(w x Gs / Sr)) ... 2.7

Dimana : Gs = Berat Jenis tanah γw = Berat Volume Air w = Kadar Air

Sr = Derajat Kejenuhan

Garis ZAV adalah hubungan antara Berat Isi Kering dengan Kadar Air bila derajat kejenuhan 100%, yaitu bila pori tanah sama sekali tidak mengandung udara. Grafik ini berguna sebagai petunjuk pada waktu menggambarkan grafik kompaksi tersebut akan selalu berada di bawah ZAV biasanya tidak lurus tetapi agak cekung keatas. Hasil percobaan pemadatan biasanya dinyatakan sebagai grafik hubungan antara Berat Isi Kering dengan Kadar Air.Kadar Air Optimum didapatkan dengan cara sebagai berikut:

Dari enam contoh dengan kadar air berbeda-beda kita dapat menghitung γdry masing-masing. Setelah itu digambarkan dengan skala biasa w (%) sebagai

absis dan γdry sebagai ordinat sehingga akan diperoleh lengkung kompaksi.. Dari puncak lengkung kompaksi ditarik garis vertikal dan horisontal sampai memotong sumbu-sumbu grafik. Dari garis horisontal akan diperoleh harga γdry maksimum sedangkan dari garis vertikal akan diperoleh wopt (kadar air optimum) yang dicari.Pada pelaksanaannya dilapangan, biasanya nilai γdry maksimum sulit untuk dicapai, lagi pula sulit untuk menjaga agar nilai kadar air tetap konstan pada wopt .

(29)

II-9

Untuk mengatasi hal tersebut, makabiasanya diberikan tolerasi sebesar 5%, sehingga nilai kepadatan tanah yang harus dicapai adalah minimum 95% maksimum. Pada nilai ini, akan diperoleh suatu rentang nilai kadar air, sehingga yang perlu dijaga pada pelaksanaan di lapangan adalah kadar air pada rentang ini.

Klasifikasi Tanah

Klasifikasi tanah adalah ilmu yang berhubungan dengan kategorisasi tanah berdasarkan karakteristik yang membedakan masing-masing jenis tanah. Klasifikasi tanah merupakan sebuah subjek yang dinamis yang mempelajari struktur dari sistem klasifikasi tanah, definisi dari kelas-kelas yang digunakan untuk penggolongan tanah.

Klasifikasi tanah memiliki berbagai versi. Terdapat kesulitan teknis dalam melakukan klasifikasi untuk tanah karena banyak hal yang memengaruhi pembentukan tanah. Tanah terbentuk dari batuan yang aus/lapuk akibat terpapar oleh dinamika di lapisan bawah atmosfer, seperti dinamika iklim, topografi/geografi, dan aktivitas organisme biologi. Intensitas dan selang waktu dari berbagai faktor ini juga berakibat pada variasi tampilan tanah.

Mendiskripsi suatu tanah dibutuhkan pengetahuan tentang sifat-sifat asli tanah, formasi batuannya, ukuran butirnya, warna, tekstur dan konsistensi dari tanah yang bersangkutan. Untuk memperoleh hasil klasif ikasi yang obyektif, biasanya tanah secara sepintas dibagi dalam tanah berbutir kasar dan berbutir halus berdasarkan suatu hasil analisa mekanis.

(30)

II-10

Ada 2 sistem klasifikasi yang paling sering digunakan untuk menentukan klasifikasi tanah, yaitu sistem klasifikasi AASHTO dan USCS.

1. Sistem Klasifikasi AASHTO

Sistem Klasifikasi yang di kembangkan oleh American Association Of State Highway And Transportation (AASHTO), yang berguna untuk menentukan kualitas tanah dalam perancangan timbunan jalan, subbase dan subgrade. Sistem klasifikasi ini pertama kali di kembangkan oleh Hogentogler dan Terzaghi pada tahun 1929, tetapi telah direvisi beberapa kali.

Sistem klasifikasi AASHTO (Tabel 2.2) membagi tanah ke dalam 7 kelompok, A-1 sampai A-7 termasuk sub-sub kelompok. Tanah yang diklasifikasikan kedalam A-1, A-2, dan A-3 adalah tanah berbutir dimana 35% atau kurang dari jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan No. 200. Tanah dimana lebih dari 35% butiran lolos ayakan No. 200 diklasifikasikan kedalam kelompok A-4, A-5, A-6, dan A-7. Tanah-tanah dalam tiap kelompoknya dievaluasi terhadap indeks kelompoknya yang dihitung dengan rumus-rumus empiris. Pengujian yang digunakan hanya analisis saringan dan batas-batas Atterberg.

Sistem klasifikasi ini didasarkan pada kriteria dibawah ini: a. Ukuran butiran:

 Kerikil: bagian tanah yang lolos ayakan dengan diameter 75 mm (3 inci) dan yang tertahan pada ayakan No. 20 (2 mm)

(31)

II-11

 Pasir: bagian yang lolos ayakan No. 10 (2 mm) yang tertahan pada ayakan No. 200 (0,075 mm).

 Lanau dan lempung: bagian tanah yang lolos ayakan No. 200 (0,075 mm)

b. Plastisitas:

Nama berlanau dipakai apabila bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks plstisitas (plasticity indeks, PI) sebesar 10 atau kurang. Nama berlempung dipakai bilamana bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks plastis sebesar 11 atau lebih.

c. Apabila batuan (ukuran lebih besar dari 75 mm) ditemukan didalam contoh tanah yang akan ditentukan klasifikasi tanahnya, maka batuan-batuan tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu. Tetapi, persentase dari batuan yang dikeluarkan tersebut harus dicatat.

2. Sistem Klasifikasi USCS (Unified Soil Classification System)

Sistem Klasifikasi USCS adalah sistem klasifikasi tanah yang di gunakan pada pekerjaan pembuatan lapangan terbang. Sistem klasifikasi ini biasanya juga digunakan untuk menggambarkan tekstur dan ukuran dari tanah.

Pada Sistem Klasifikasi Tanah USCS (Tabel 2.3 ) mengelompokkan tanah ke dalam dua kelompok besar, yaitu:

Tanah berbutir kasar (coarse-grained-soil), yaitu: tanah kerikil dan pasir dimana kurang dari 50 % berat total contoh tanah lolos ayakan

(32)

II-12

No. 200. Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G atau S. G adalah untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil, dan S adalah untuk pasir (sand) atau tanah berpasir.

Tanah berbutir halus (fine-grained-soil), yaitu: tanah dimana lebih dari 50 % berat total contoh tanah lolos saringan No. 200. Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal M untuk lanau (silt) anorganik, C untuk lempung (clay) anorganik, dan O untuk lanau organic dan lempung-organik. Simbol PT digunakan untuk tanah gambut (peat), muck dan tanah-tanah lain dengan kadar organik yang tinggi.

(33)

II-13

Tabel 2.3 Sistem Klasifikasi Tanah AASHTO

Klasifikasi Umum Material Granular (< 35% lolos saringan no.200) Tanah lanau-lempung (Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan no 200)

Klasifikasi Kelompok

A-1

A-3

A-2

A-4 A-5 A-6

A-7

A-1-a A-1-b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7

A-7-5 A-7-6 Analisis ayakan

Maks 35 Maks 35 Maks 35 Maks 35 Min 36 Min 36 Min 36 Min 36 (% lolos)

No.10 Maks 50

No. 40 Maks 30 Maks 50 Maks 51 No. 200 Maks 15 Maks 25 Maks 50

Sifat fraksi yang lolos

ayakan No.40

Batas Cair (LL) Maks 40 Maks 41 Maks 40 Maks 41 Maks 41 Min 41 Maks 40 Min 41 Indeks Plastisitas (PI) Maks 6 NP Maks 10 Maks 10 Min 11 Min 10 Maks 10 Maks 10 Min 11 Min 11 Tipe material yang paling dominant Batu pecah kerikil dan pasir Pasir Halus Kerikil dan pasir yang berlanau atau berlempung Tanah Berlanau Tanah Berlempung Penelitian sebagai bahan tanah dasar Baik sekali sampai baik Biasa sampai jelek

Catatan :

untuk subkelompok A-7-5 apabila IP < (LL-30), untuk subkelompok A-7-6 apabila IP >(LL-30)

(34)

II-14

Tanah berbutir kasar ditandai dengan symbol kelompok seperti: GW, GP, GM, GC, SW, SP, SM, dan SC. Untuk klasifikasi yang benar, faktor-faktor berikut ini perlu diperhatikan:

1. Persentase butiran yang lolos ayakan No. 200 (ini adalah fraksi halus)

2. Persentase fraksi kasar yang lolos ayakan No. 40

3. Koefisien keseragaman (uniformity coefficient, Cu) dan koefisien gradasi (gradation coefficient, Cc) untuk tanah dimana 0 - 12% lolos ayakan No. 200

4. Batas cair (LL) dan indeks plastisitas (PI) bagian tanah yang lolos ayakan No.40 (untuk tanah dimana 5% lebih lolos ayakan No.200).

Bilamana persentase butiran yang lolos ayakan No. 200 adalah antara 5– 12%, simbol ganda seperti GW-GM, GP-GM, GW-GC, GP-GS, SM, SW-SC, SP-SM, dan SP-SC diperlukan.

Klasifikasi tanah berbutir halus dengan simbol seperti ML, CL, OL, MH, CH, dan OH didapat dengan cara menggambar batas cair dan indeks plastisitas tanah yang bersangkutan pada bagan plastisitas (Casagrande, 1948) yang diberikan dalam tabel 2.2. garis diagonal pada bagan plastisitas dinamakan garis A, dan garis A tersebut diberikan dengan persamaan:

PI = 0,73 (LL – 20) ………...………….. (2.8) Dimana: PI = indeks plastisitas

(35)

II-15

2.1.2. Sifat Mekanis Tanah

Pengujian yang dilakukan pada sifat mekanis tanah adalah uji geser langsung (Direct shear test).

Uji Geser Langsung (Direct Shear Test)

Kekuatan geser dapat diukur langsung dengan pemberian beban konstan vertikal(normal) pada sampel dan pemberian gaya geser tertentu dengan kecepatan konstan danperlahan-lahan untuk menjaga tegangan air pori tetap nol hingga tercapai kekuatangeser maksimum.Tegangan normal didapat dengan pembagian besarnya gaya normal dengan luas permukaan bidang geser atau S = P/A.Tegangan geser didapat dengan menghitung gaya geser (G) yang didapat daripembacaan maksimum load ring dial setelah dikalikan dengan nilai kalibrasi proving.

(36)

II-16

Gambar 2.2 Sistem Klasifikasi USCS (Unified Soil Classification System)

Tabel 2.2. Sistem Klasifikasi Tanah USCS

TA N A H B U TI R K A S A R Le b ih d ar i 5 0 % t er ta h an a y ak an 0 ,0 7 5 m m ( N o .2 0 0 ) K ER IK IL 5 0 % a ta u l eb ih f ra k si k as ar n y a te rt ah an A y ak an 4 ,7 5 m m ( N o .4 ) K ER IK IL B ER S IH K ER IK IL d g f ra k si H al u s P A S IR Le b ih d ar i 5 0 % F ra k si k as ar n y a Lo lo s A y ak an 4 ,7 5 m m ( N o .4 ) P A S IR B ER S IH P A S IR d g f ra k si H al u s GW

Kerikil dan campuran kerikil pasir, sedikit atau tanpa fraksi halus,

bergradasi baik K la si fi k as i b er d as ar p er se n ta se f ra k si h al u s K u ra n g d r 5 % l o lo s ay ak an 0 ,0 7 5 m m : G W , G P , S W , S P Le b ih d r 1 2 % l o lo s ay ak an 0 ,0 7 5 m m : G M , G C , S H , S C 5 % s am p ai 1 2 % l o lo s ay ak an 0 ,0 7 5 m m : P er b at as an K la si fi k as i p er lu m en g g u n ak an s im b o l g an d a

Cu = D60 / D10 Lebih besar dari 4 diantara 1 dan 3

GP

Kerikil dan campuran kerikil pasir, sedikit atau tanpa fraksi halus,

bergradasi jelek

Tidak memenuhi kedua kriteria bagi GW

GM Kerikil berlanau, campuran Krikil pasir lanau

Batas2 Atterberg di bawah grs "A" atau indeks plastisitas kurang dr.4

Batas2 Atterberg dlm daerah diarsir adalah peralihan klasifikasi

perlu menggunakn simbol ganda GC Kerikil berlempung, campuran

Krikil pasir lempung

Batas2 Atterberg di atas grs "A" atau indeks plastisitas lebih dr.4

SW

Pasir dan pasir berkerikil, Sedikit atau tanpa fraksi Halus, bergradasi

baik

Cu = D60 / D10 Lebih besar dari 6 diantara 1 dan 3

SP

Pasir dan pasir berkerikil, Sedikit atau tanpa fraksi Halus, bergradasi

jelek

Tidak memenuhi kedua kriteria bagi SW

SM Pasir berlanau, campuran pasir lanau

Batas2 Atterberg di bawah grs "A" atau indeks plastisitas kurang dr.4

Batas2 Atterberg dlm daerah diarsir adalah peralihan klasifikasi

perlu menggunakn simbol ganda SC Pasir berlempung, campuran pasir

lempung

Batas2 Atterberg di atas grs "A" atau indeks plastisitas lebih dr.4

6 0 1 0 2 3 0) ( D X D D z C 60 10 2 30) ( D X D D z C

(37)

II-17 T an ah be rbu ti r ha lus 50 % atau l eb ih l ol os s arin ga n n o 2 00 (0,0 75 mm )

Lanau dan lempung batas cair 50% atau

kurang

ML

Lanau anorgnik, pasir halus sekali, serbuk batuan, pasir halus

berlanau atau berlempung

Lanau dan lempung batas cair lebih dari

50%

Lempung organik dengan plastisitas sedang sampai tinggi CL

Lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai dengan lempung berkerikil, lempung berpasir, lempung berlanau, lempung "kurus" (ican OL

Lanau organik dan lemping berlanau orgnik dengn plastisitas

rendh

MH

Lanau anorganik atau pasir halus diatomae, atau lanau diatomae,

lanu yg elastis

CH

Lempung anorganik dengan plastisitas tinggi lempung

"gemuk" (fat clays )

OH

Sumber: Joseph E Bowles, 1993 hal 128 Tanah-tanah dengan kandungan

organik sangat tinggi PT

Peat (gambut), muck, dan tanah-tanah lain dengan kandungan

organik tinggi

Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat dalm ASTM Designation D - 2488

(38)

II-18

Gambar 2.3 Geometri dari alat uji baling-baling

(39)

II-19

Perlu diperhatikan bahwa kekuatan geser uji baling-baling yang diukur serta dihitung dengan formula belum merupakan kekuatan geser tidak alir (undrained shear strength) dari tanah yang diukur. Banyak faktor yang mempengaruhi hasil uji antara lain kecepatan uji, pengaruh isotopri tanah liat sendiri, sejarah tegangan regangan dll. Berdasarkan hasil pengamatan lapnagn, Bjerrum (1972) memperkenalkan faktor koreksi untuk mendapatkan kekuatan geser tanah tdak alir dari kekuatan geser baling-baling seperti yang ditunjukan oleh gambar berikut:

2.2 Jangkar Tanah

Jangkar tanah merupakan suatu jenis pondasi yang cukup tipis/kecil yang didesain dan dikonstruksi khusus untuk menahan gaya cabut/angkat atau menahan gaya guling dari berbagai struktur. Variasi dari berbagai macam jangkar digunakan dalam bangunan sipil seperti jangkar tanah yang dikombinasikan dengan grouting, helical system, system plate, soil hook system (SHS), tiang pancang, drag anchor dan sebagainya. Gambar 2.6 memperlihatkan tipe-tipe dari jangkar tanah yang lazim digunakan dalam praktek.

(40)

II-20

Gambar 2.5. Tipe Jangkar Tanah

Uji laboratorium plat jangkar dengan media tanah lempung dengan variasi konsistensi telah dilakukan oleh Mayerhof dan Adams (1968), Das (1978). Hampir semua investigasi tentang kapasitas uplift dari pelat jangkar diperoleh dari test dengan tegangan yang dikontrol atau regangan yang dikontrol dengan kecepatan pembebanan yang tetap. Pada umumnya tes dilakukan pada plat jangkar berbentuk lingkaran, bujur sangkar, dan persegi empat.

Mayerhof dan Adams (1968) memberi catatan tentang teori yang berdasarkan pada bidang slip tidak dapat diprediksi. Mula-mula mengkaji tentang faktor bentuk kemudian faktor kedalaman. Teori yang sama diaplikasikan pada jangkar plat lainnya.

Vasic (1971) mengamsumsikan bahwa kapasitas tarik merupakan kombinasi antara berat efektif dari jangkar, berat efektif dari tanah, komponen vertikal dari tahanan geser tanah disepanjang bidang longsor. Hasil observasinya

(41)

II-21

menyatakan bahwa semakin meningkat kedalaman penetrasi akan semakin besar kapasitas cabutnya.

Das (1978,1980) mengusulkan prosedur yang didasarkan pada percobaan model di laboratorium, untuk mengestimasi kapasitas cabut batas dari jangkar pelat berbentuk lingkaran, persegi, dan kepingan pelat yang ditanam di dalam tanah kohesif lunak. Model jangkar yang digunakan memiliki ukuran lebar 38–50 mm dan panjang antara 38-190 mm.

Sejumlah hasil tes di laboratorium dan tes lapangan yang dipublikasikan untuk menetukan kapasitas angkat dari jangkar pelat untuk kondisi jangka pendek yang ditanam di dalam tanah lunak dirangkum oleh Das (1990).

(42)

III-1 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah

metode eksperimen di laboratorium dengan beberapa metode pengujian untuk

mengetahui karakteristik tanah dan kapasitas cabut plat jangkar.

Hal-hal yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mempersiapkan

material yang akan digunakan dan alat yang akan digunakan dalam pengujian di

laboratorium.

3.1. Kerangka Penelitian

Gambar 3.1 Flowchart Penelitian

START

Studi Eksperimental Kapasitas Cabut Jangkar Tanah Tipe Bintang Pada Tanah Pasir

Hasil penelitian

Kesimpulan

STOP

Penyiapan Jangkar Tanah

A

B Metodologi Penelitian

Menyiapkan sampel tanah Masalah, maksud dan tujuan penelitian

Batasan masalah penelitian

(43)

III-2 Gambar 3.2 Flowchart Proses Penyiapan contoh tanah

Sampel Tanah Pasir

Selesai

Pengujian Laboratorium Mekanika Tanah : 1. Berat jenis

2. Analisa Saringan dan Hidrometer 3. Kadar air

4. Pemadatan Standar (kompaksi) A

Pengujian Sifat Mekanis Tanah 1. Direct Shear Test (uji Geser Langsung)

(44)

III-3 Gambar 3.3. Flowchart Proses Penyiapan Jangkar

B

Model Jangkar

Selesai

Jangkar tipe bintang dengan 4 daun dengan mekanisme pembukaan pelat menyerupai mekanisme payung dengan diameter efektif 27,5 cm

Pengujian Kapasitas Cabut

Ditanam dengan H/D = 30cm , 60 cm , 90 cm

(45)

III-4

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Maret 2015, dengan lokasi

penelitian di Laboratorium Mekanika Tanah dan Laboratorium Struktur dan

Bahan Universitas Hasanuddin Makassar.

3.3 Alat dan Bahan Penelitian :

3.2.1 Alat Uji Karakteristik Tanah

1. Satu set alat pengujian berat jenis.

2. Satu set alat analisa saringan.

3. Satu set alat pengujian batas-batas atterberg.

4. Satu set alat pengujian kuat tekan bebas

3.3.2 Alat Uji Jangkar

1. Sling Baja

2. Dial gauge

3. Besi rod

4. Wadah Beban

5. Dongkrak Hidrolik bottle Jack

6. Drum (wadah sampel tanah)

7. Katrol (pulley).

8. Timbangan.

(46)

III-5

3.4 Pengujian Sifat Fisis Tanah

Penyiapan sampel tanah yang disediakan untuk dilakukan pengujian

karakteristik tanah yang meliputi:

Kadar Air

Kadar air agregat adalah perbandingan antara berat air yang dikandung

oleh agregat dalam keadaan kering. Untuk menentukan kadar air tanah, disiapkan

2 sampel tanah masing-masing ditempatkan dalam tinbox yang beratnya sudah

diketahui terlebih dahulu, kemudian ditimbang dan dimasukkan kedalam oven

selama 24 jam, setelah itu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang.

(47)

III-6

Berat Jenis Spesifik (Gs)

Dalam pemeriksaan ini disiapkan 2 sampel tanah yang sudah dikeringkan yang

lolos saringan no.40 dan air suling. Kemudian di uji dengan alat piknometer

Gambar 3.5 Alat pengujian berat jenis

Analisa Saringan dan Hidrometer

Pemeriksaan analisa butiran ditentukan dengan percobaan analisa saringan

(gradien size analysis coarses part). Analisa saringan ditentukan dengan cara

ambil tanah tanah kering oven sebanyak 1500 gr, lolos saringan no.4. Masukkan

sampel dalam satu set saringan kemudian getarkan dengan alat sieve shaker

selama 15 menit, kemudian timbang masing-masing saringan beserta tanah yang

tertahan didalamnya.

Tanah yang butirnya sangat kecil yakni lebih kecil dari No.200 (0,075

mm) tidak effektif lagi disaring dengan saringan yang lebih kecil dari No.200 bila

ingin menentukan besaran butirnya. Oleh sebab itu tanah dicampur dengan air

(48)

III-7 dipantau dengan alat hidrometer. Kecepatan mengendap butiran dihubungkan

dengan rumus stoke guna mendapatkan distribusi butiran tanah.

Gambar 3.6 Alat pengujian analisa saringan dan hidrometer

Kompaksi

Pemeriksaan ini dilakukan dengan pemadatan standar (standar compaction

text), dimulai dengan menyiapkan tanah yang lolos saringan no.4, kemudian

pisahkan 5 buah sampel tanah masing-masing seberat 2,5 kg, masukkan ke dalam

kantong plastik. Ambil salah satu sampel kemudian tambahkan air sedikit demi

sedikit hingga rata, lalu disimpan selama 24 jam dalam keadaan tertutup. Timbang

mould standard dalam keadaan bersih dan kosong, kemudian olesi dengan oli,

setelah itu masukkan tanah kedalam mould lalu padatkan dalam 3 tahapan dengan

jumlah tumbukan tiap tahapan adalah 25 kali tumbukan, lalu ditimbang. Ambil

(49)

III-8

3.5 Pemeriksaan Sifat Mekanis Tanah

Uji Geser Langsung (Direct Shear Test)

Kekuatan geser dapat diukur langsung dengan pemberian beban

konstan vertikal(normal) pada sampel dan pemberian gaya geser tertentu dengan

kecepatan konstan danperlahan-lahan untuk menjaga tegangan air pori tetap nol

hingga tercapai kekuatangeser maksimum.Tegangan normal didapat dengan

pembagian besarnya gaya normal dengan luaspermukaan bidang geser atau S =

P/A.Tegangan geser didapat dengan menghitung gaya geser (G) yang didapat daripembacaan

maksimum load ring dial setelah dikalikan dengan nilai kalibrasi prooving

(50)

III-9

3.6 Penyiapan Jangkar

Penyiapan sampel jangkar yang digunakan pada pengujian meliputi:

Permodelan Jangkar

Model jangkar tanah yang diusulkan dan akan didesain pada penelitian ini

berbentuk bintang dengan kemampuan membuka menutup daun menyerupai

mekanisme payung. Permodelan tipe bintang ini diharapkan dapat memberikan

kapasitas yang lebih besar untuk menahan gaya angkat (uplift) pada kedalaman

tanah tertentu terutama pada media tanah pasir dengan konsistensi lunak sampai

sedang.

Jangkar bintang akan terdiri dari besi siku sebagai daun jangkar, ujung

konus berbentuk kerucut, pelat baja yang menghubungkan pipa baja dengan daun

jangkar, dan pipa baja yang menyelimuti pipa utama sehingga dapat membuka

menutup. No . Detail Jangkar 1. Besi Siku 25 x 25 x 2.5

(51)

III-10 2. Besi Plat 25mm 3. Pipa baja 4. Pipa Baja

(52)

III-11

3.7 Pelaksanaan penelitian

Adapun tahapan pelaksanaan percobaan adalah:

1. Tahap persiapan jangkar tanah.

Persiapan dimulai dengan permodelan plat yang akan digunakan

.setelah itu barulah plat jangkar yang baru dimodel atau didesain

dengan dimensi yang telah ditentukan dibuat di tukang bubut besi

dengan menggunakan besi siku dan pipa baja sebagai bahan pembuatan

jangkar.

Gambar 3.10 Plat jangkar yang telah dirakit.

2. Tahapan pelaksanaan.

a. Menyiapkan drum sebagai wadah dengan ukuran 90 x 61 cm

b. Kemudian isi drum dengan sampel tanah, hingga kedalaman 90 cm

c. Pasang jangkar yang ujung atasnya akan disambung dengan tali sling

baja.

(53)

III-12 e. Tekan jangkar dengan menggunakan dongkrak hidraulik, catat tekanan

yang diberikan setiap kedalaman 5 cm, lakukan hingga kedalaman 30

cm.

f. Pasang beban mekanis yang dihubungkan dengan sling untuk menarik

jangkar.

g. Mulai melakukan pengujian sambil mengamati kenaikan (deformasi)

yang terjadi dan menghitung besarnya beban yang di berikan.

h. Lakukanlah percobaan a sampai e dengan variasi kedalaman yang

(54)

III-13 3.8. Sketsa Pengujian

Gambar 3.11 Sketsa Penanaman Jangkar Keterangan

Presure Gauge : Digunakan untuk melihat berapa besar gaya untuk

menanam jangkar

Dongkrak Hidrolik : Digunakan untuk menancapkan jangkar pada tanah pasir

(55)

III-14 Gambar 3.12 Potongan memanjang

Keterangan

Dial Gauge : Digunakan untuk melihat berapa besar gaya untuk

mencabut jangkar

Katrol : Digunakan untuk mengubah arah gaya kuasa yang

diberikan oleh beban statis

(56)
(57)

IV-1

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Tanah

Pengujian karakteristik tanah dilakukan untuk mengklasifikasi jenis tanah

yang digunakan pada penelitian. Dari hasil pemeriksaan karakteristik tanah (Tabel

4.1) :

Tabel 4.1. Rekapitulasi hasil pemeriksaan karakteristik tanah

Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan

Pemeriksaan Sifat Fisis Tanah 1. Kadar Air

2. Berat Jenis Spesifik 3. Gradasi Butiran 4. Klasifikasi tanah 5. Kompaksi

3.83 % 2,66

Tanah berbutir kasar = 92,3 % Tanah berbutir halus = 7,7 %

USCS Pasir dg Fraksi Halus AASHTO A-3

wopt = 13,09 %

b = 0,95 gr/cm3 Pemeriksaan Sifat Mekanis Tanah Tanah 1. Direct Shear Test

Ø = 27,767º

C = 0,13139 Kg/cm2

sumber hasil pengujian laboratorium 4.1.1. Kadar Air dan Berat Jenis Spesifik

Dari hasil pemeriksaan kadar air sampel diperoleh kadar air alami / kadar

(58)

IV-2 4.1.2. Analisa Gradasi Butiran

Dari hasil pengujian gradasi yang dilakukan dengan analisa saringan

diperoleh hasil tanah tersebut lebih dari 50 % lolos saringan No. 200 yaitu 7,7 %.

Tanah tersebut merupakan tanah Berbutir Kasar.

Hal ini menunjukkan persentase butiran halusnya sangat dominan.

Menurut Unified soil classification system, tanah ini termasuk dalam kelas SC

yaitu Pasir Dengan Fraksi Halus. Tanah ini bersifat non plastis. Sedangkan menurut AASHTO tanah ini termasuk dalam tipe A-3 jenis tanah Pasir.

Peninjauan klasifikasi tanah yang mempunyai ukuran butir lebih kecil

dari 0,075 mm, tidak didasarkan secara langsung pada gradasinya sehingga

penentuan klasifikasinya lebih didasarkan pada batas-batas Atterbergnya.

4.1.3. Pemadatan standar (kompaksi)

Dari hasil pengujian pemadatan standar (proctor test) diperoleh kadar air

maksimum adalah wopt= 13,09 % berat isi basahnya adalahb = 0,95gr/cm3dan berat isi kering maksimumnyadry = 0,90 gr/cm3.

(59)

IV-3 4.1.4. Sifat Mekanis Tanah

Direct Shear Test (Uji Geser langsung)

Dari hasil pemeriksaan uji geser langsung (direct shear test) diperoleh

nilai rata-rata c = 0,13139 Kg/cm2 dan sudut geser Ø = 27,767º . Pasir merupakan tanah yang mempunyai butiran yang kasar dan memiliki sifat non

kohesif. Dari hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa kepadatan relative sangat

mempengaruhi sudut geser dan kuat geser pada pasir berbutir kasar. Semakin

(60)

IV-4 4.2. Klasifikasi Tanah

4.2.1 AASHTO (American Association of State Highway and Transpottation

Officials)

Berdasarkan analisa persentase bagian tanah yang lolos saringan no. 200

diperoleh hasil tanah tersebut lebih dari 50 % (> 35 %) sehingga tanah

diklasifikasikan dalam kelompok (A-3). Berdasarkan bagan plastisitas tanah ini

termasuk tanah Non Plastis, maka tanah tersebut masuk dalam kelompok A-3.

Tanah yang masuk kategori A-3 termasuk dalam klasifikasi tanah pasir.

4.2.2 USCS (Unified Soil Classification System)

Dari analisis saringan didapatkan tanah lolos saringan No. 200 lebih dari

50 % sehingga masuk ke dalam klasifikasi tanah berbutir kasar. Dari bagan

plastisitas, menurut USCS tanah ini termasuk dalam klasifikasi SC yaitu tanah

(61)

IV-5 4.3. Kapasitas Tanam (pullin capacity) dan Proses Pembukaan Jangkar

Tanah

Berdasarkan hasil pengujian jangkar dengan variasi kedalaman penanaman

jangkar yang berbeda dengan kedalaman 30 cm, 60 cm, dan 90 cm diperoleh

grafik hubungan seperti berikut:

4.3.1 Hasil Pull In Test Pada Setiap Kedalaman

Nilai kapasitas tanam (P) ditentukan berdasarkan besar gaya yang diberikan dongkrak hidrolik kepada jangkar tanah, hingga jangkar tertanam pada

kedalaman tertentu

Diperoleh kapasitas tanam (P) dari model jangkar tiap kedalaman sebagai berikut:

Tabel 4.2 Rekapitulasi kapasitas tanam (P)

No Kedalaman(cm) P (kgf) 1 5 2.13 2 10 2.56 3 15 3.12 4 20 4.35 5 25 5.23 6 30 6.93 7 35 8.67 8 40 10.56 9 45 13.98 10 50 18.12 11 55 23.12 12 60 26.19 13 65 28.12 14 70 29.11 15 75 30.01 16 80 32.45 17 85 33.98 18 90 34.16

(62)

IV-6 Dari hasil yang kami peroleh maka dapat dilihat bahwa untuk mencapai

kedalaman 30 cm diperlukan gaya sebesar 6.93 kgf, untuk mencapai kedalaman

60 cm diperlukan gaya sebesar 26.19 kgf, dan untuk mencapai kedalaman 90 cm

diperlukan gaya sebesar 34.16 kgf.

Hasil kapasitas tanam jangkar juga dapat dilihat pada grafik 4.1 dibawah :

Gambar 4.2 Grafik hubungan kapasitas tanam (P) dengan kedalaman penanaman

(63)

IV-7

4.3.2 Proses Pembukaan Jangkar Tanah

Jangkar setelah tertanam, akan mengalami proses pembukaan didalam

tanah. Proses ini terjadi sebelum proses perhitungan kapasitas cabut jangkar,

proses pembukaan jangkar dapat dilihat pada gambar 4.2 dibawah:

Gambar 4.3 Proses pembukaan jangkar

Pada no.1 tampak posisi jangkar sesaat setelah tertanam, pemberian beban

mekanis secara bertahap membuat jangkar mulai membuka seperti pada gambar

no. 2. Setelah mengalami penambahan yang menyebabkan jangkar mengalami

pergerakan sebesar 6cm, jangkar berada dalam kondisi terbuka sepenuhnya,

(64)

IV-8 4.4 Kapasitas Cabut (pullout capacity) Jangkar Tanah

Berdasarkan hasil pengujian jangkar dengan variasi kedalaman 30 cm,

60 cm, dan 90 cm diperoleh grafik hubungan seperti berikut:

4.4.1 Hubungan antara kapasitas cabut (pullout capacity) dengan

perpindahan jangkar (Uplift Displacement) pada setiap kedalaman.

Dari hubungan kapasitas cabut dengan perpindahan pada setiap model

jangkar kemudian dibuatkan grafik gabungan untuk setiap kedalaman sebagai

berikut :

Gambar 4.4 Grafik hubungan perpindahan jangkar dengan beban pullout pada kedalaman 30 cm

(65)

IV-9 Gambar 4.5 Grafik hubungan perpindahan jangkar dengan beban pullout dengan

pada kedalaman 60 cm

Gambar 4.6 Grafik hubungan perpindahan jangkar dengan beban pullout dengan pada kedalaman 90 cm

(66)

IV-10 Gambar 4.7. Grafik gabungan hubungan perpindahan jangkar dengan beban

pullout dengan pada setiap kedalaman

Pada Gambar 4.4 – 4.6 merupakan grafik hubungan perpindahan jangkar

dan beban yang diberikan pada kedalaman 30, 60, 90 cm. Untuk melihat

perpindahan yang terjadi digunakan dial yang dihubungkan dengan jangkar. Pada

dial beban pembacaan menunjukkan peningkatan seiring dengan bertambahnya

perpindahan-jangkar secara terus menerus.

4.4.2 Penentuan kapasitas cabut batas (Pu) berdasarkan grafik hubungan

antara kapasitas cabut (pullout capacity) dengan perpindahan jangkar

(uplift displacement) pada setiap kedalaman

Dari grafik hubungan antara kapasitas cabut dengan perpindahan jangkar

(67)

IV-11 . Gambar 4.8 Grafik penentuan kapasitas cabut batas (Pu) pada

kedalaman 30 cm.

Gambar 4.9 Grafik penentuan kapasitas cabut batas (Pu) pada

kedalaman 60 cm.

(68)

IV-12 Gambar 4.10 Grafik penentuan kapasitas cabut batas (Pu) pada

kedalaman 90 cm

Pada Gambar 4.8 – 4.10 terdapat grafik hubungan perpindahan jangkar

dan beban yang diberikan untuk setiap jangkar. Pengambilan data dilakukan saat

deformasinya sudah dianggap besar meskipun beban masih terus meningkat,

karena sulit untuk mengamati keruntuhan tanah di permukaan pada kondisi tanah

jenuh.

Dari grafik menunjukan perilaku jangkar yang berbeda pada kedalaman

yang berbeda dimana pada kedalaman 90 cm kapasitas cabut pada jangkar lebih

besar dibandingkan pada kedalaman 60 cm dan 30 cm. Untuk kedalaman 60 cm

memiliki kapasitas cabut lebih besar dari pada kedalaman 30 cm.

(69)

IV-13 4.4.3 Hasil Pull Out Test pada Setiap Kedalaman.

Untuk menentukan nilai kapasitas cabut (Pu) pada grafik dimana nilainya ditentukan pada kondisi beban mulai menunjukkan perubahan konstan sedangkan

perpindahannya terus bertambah. Adapun penentuan kapasitas cabut batas (Pu) ditunjukkan pada Gambar 4.5 – 4.7.

Dari grafik diperoleh kapasitas cabut batas (Pu) dari model jangkar tiap kedalaman sebagai berikut:

Tabel 4.3 Rekapitulasi kapasitas cabut batas (Pu)

No Kedalaman (cm) P (kgf)

1 30 33

2 60 97

3 90 122

Dari hasil yang kami peroleh maka dapat dilihat bahwa kapasitas cabut

mengalami peningkatan signifikan pada kedalaman 60 cm, dan tidak mengalami

peningkatan yang signifikan pada kedalaman 90 cm.

Gambar 4.11 Grafik hubungan kapasitas cabut batas (Pu) dengan kedalaman penanaman jangkar.

(70)

IV-14

4.4.4 Hubungan Perubahan Kedalaman Terhadap Kapasitas cabut batas

(Pu).

Dari hasil rekapitulasi kapasitas cabut batas (Pu), dapat diperoleh

persentase perubahan kapasitas cabut batas untuk setiap kedalaman penanaman

jangkar.

Dengan membandingkan dengan kapasitas cabut batas pada kedalaman 30

cm, peningkatan kapasitas cabut ditunjukan pada tabel 4.4 sebagai berikut:

Tabel 4.4 Hubungan perubahan kedalaman dengan perubahan kapasitas cabut pada setiap kedalaman penanaman jangkar

No. Kedalaman (cm) Kapasitas Cabut

Batas (kgf) Perubahan Kapasitas Cabut Batas (%) 1. 30 33 -2. 60 97 38 3. 90 122 14

Dari tabel 4.4 diatas dapat diketahui mengenai persentase kenaikan dari

kapasitas cabut batas jangkar pada setiap kedalaman. Pada kedalaman penanaman

30 cm diperoleh kapasitas cabut batas sebesar 33 kgf mengalami kenaikan

signifikan pada kedalaman penanaman 60 cm yaitu 97 kgf atau sebesar 38 %,

dan cenderung mengalami peningkatan yang relatif kecil pada kedalaman 90 cm

(71)

IV-15 Perbandingan Kapasitas Tanam (P) Terhadap Kapasitas cabut batas (Pu).

Berdasarkan hasil rekapitulasi kapasitas tanam (P) dan kapasitas cabut

batas (Pu), dapat diperoleh persentase perbandingan antara kapasitas tanam (P)

dengan kapasitas cabut batas (Pu) pada setiap kedalaman penanaman jangkar,

yang dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut :

Tabel 4.5 Hubungan kapasitas tanam dan kapasitas cabut batas pada setiap kedalaman penanaman jangkar.

No. Kedalaman (cm) Kapasitas Tanam (kgf) Kapasitas Cabut Batas (kgf) Perbandingan Kapasitas Tanam & Kapasitas Cabut Batas (%) 1. 30 6.93 33 21 2. 60 26.19 97 27 3. 90 34.16 122 28

Dari tabel 4.5 diatas dapat diketahui besarnya perbandingan antara

kapasitas tanam dan kapasitas cabut batas pada setiap kedalaman penanaman

jangkar. Pada kedalaman 30 cm diperoleh nilai kapasitas tanam sebesar 6.93 kgf

dan kapasitas cabut batas sebesar 33 kgf, sehingga didapatkan nilai perbandingan

antara kapasitas tanam dan kapasitas cabut batas sebesar 21%. Pada kedalaman

60 cm diperoleh nilai kapasitas tanam sebesar 26.19 kgf dan kapasitas cabut batas

(72)

IV-16 dan kapasitas cabut batas sebesar 27%. Pada kedalaman 90 cm diperoleh nilai

kapasitas tanam sebesar 34.16 kgf dan kapasitas cabut batas sebesar 122 kgf,

sehingga didapatkan nilai perbandingan antara kapasitas tanam dan kapasitas

(73)

V-1

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Diperoleh hasil pemeriksaan karakteristik sifat fisik tanah asli, berdasarkan

bagan plastisitasnya, maka menurut USCS termasuk dalam klasifikasi SC

yaitu pasir dengan fraksi halus, sedangkan menurut AASHTO termasuk dalam

klasifikasi kelompok A-3 termasuk dalam klasifikasi tanah pasir.

2. Kapasitas tanam (P) pada kedalaman 30 cm sebesar 6.93 kgf. Pada kedalaman

60 cm sebesar 26.19 kgf, sedangkan pada kedalaman 90 cm sebesar 34.16 kgf.

Dari hasil yang diperoleh maka dapat dilihat hubungan parameter kapasitas

tanam jangkar dengan kedalaman penanaman, dimana terjadi peningkatan

kapasitas tanam (P) yang signifikan pada kedalaman 30 cm ke 60 cm, namun

pada kedalaman 60 cm ke 90 cm mengalami kenaikan yang relatif kecil.

Setelah ditanam dalam kondisi tertutup, jangkar akan mengalami proses

pembukaan didalam tanah apabila diberikan beban mekanis. Jangkar akan

terbuka secara sempurna dengan diameter efektif sebesar 27,5 cm setelah

mengalami penambahan beban yang menyebabkan terjadinya pergerakan

sebesar 6 cm.

3. Kapasitas cabut batas (Pu) pada kedalaman 30 cm sebesar 33 kgf, pada

(74)

V-2 Dari hasil yang diperoleh maka dapat dilihat hubungan parameter kapasitas

tanam jangkar dengan kedalaman penanaman, dimana terjadi peningkatan

kapasitas cabut batas (Pu) yang signifikan pada kedalaman 30 cm ke 60 cm,

namun pada kedalaman 60 cm ke 90 cm mengalami kenaikan yang relatif

kecil. Pada kedalaman penanaman 30 cm ke 60 cm mengalami peningkatan

kapasitas cabut batas sebesar 38 %, dan 60 cm ke kedalaman 90 cm sebesar 14

%. Hubungan parameter kedalaman penanaman terhadap kapasitas cabut

masing-masing jangkar terjadi peningkatan kapasitas cabut batas (Pu) yang

signifikan pada kedalaman 30 cm ke 60 cm, namun pada kedalaman 60 cm ke

90 cm mengalami kenaikan yang relative kecil.

4. Pada kedalaman penanaman 30 cm diperoleh perbandingan antara kapasitas

tanam (P) dan kapasitas cabut batas (Pu) sebesar 21 %. Pada kedalaman

penanaman 60 cm diperoleh perbandingan antara kapasitas tanam (P) dan

kapasitas cabut batas (Pu) sebesar 27 %. Pada kedalaman penanaman 90 cm

diperoleh perbandingan antara kapasitas tanam (P) dan kapasitas cabut batas

(Pu) sebesar 28 %. Dari hasil yang diperoleh maka dapat dikatakan bahwa

(75)

V-3

5.2 Saran

1. Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut mengenai jangkar tipe

bintang ini. Hal ini mengantisipasi kebutuhan dilapangan dan

kemudahan para praktisi teknis.

2. Diharapkan lebih banyak penelitian lebih lanjut dengan menggunakan

(76)

DAFTAR PUSTAKA

Christady Hardiyatmo, Hary .2011. Analisa dan Perancangan Fondasi I Edisi Kedua. Yogyakarta. Gadja Mada University Press.

Gouw, Tjie Liong .2010, Workshop Sertifikasi (G-1) Himpunan ahli Teknik Indonesia. Vol.1.

Das, B.M., 1998, Mekanika Tanah, jilid 2. Erlangga, Jakarta.

Das, B.M., 1993, Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis), Jilid 1, Erlangga, Jakarta.

S.P. Singha and S.V. Ramaswamyb. 2007. Effect of shape on holding capacity of plate anchors buried in soft soil. Geomechanics and Geoengineering: An International Journal Vol. 3, No. 2, June 2008, 157—166

E. A. Dickin and M. Laman.2007. Uplift Response of Horizontal Strip Anchor Plates in Cohesionless Soil. Journal Volume 38 Issue 8-9, August, 2007 Pages 1967-1974.

Hamed Niroumand,Khairul Anuar Kassim,Amin Ghafooripour,Ramli Nazir. 2012. Uplift Capacity of Enlarged Base Piles in Sand. Journal Vol. 17 [2012], Bund. R Pages 2721-2736.

Birjukumar Mistri dan Baleshwar Singh. 2011. Pullout Behavior of Plate Anchors in Cohesive Soils. Journal Vol. 16 [2011], Bund. K Pages 1173-1184. Team Penyusun. 2011. Penuntun Praktikum Laboratorium Rekayasa

Transportasi, Edisi ke-7. Makassar: Laboratorium Rekayasa Transportasi, Jurusan Sipil Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin.

Team Penyusun. 2011. Penuntun Praktikum Laboratorium Mekanika Tanah Edisi ke-8. Makassar: Laboratorium Mekanika Tanah, Jurusan Sipil Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin.

(77)

Gambar

Tabel 2.3 Sistem Klasifikasi Tanah AASHTO
Tabel 2.2. Sistem Klasifikasi Tanah USCS
Gambar 2.4 Faktor Koreksi  Bjerrum (1992)
Gambar 3.1 Flowchart PenelitianSTART
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Hadari Nawawi (2007: 27) mengemukakan ada empat macam teknik pengumpulan data antara lain: 1) teknik observasi langsung 2) teknik observasi tidak langsung 3)

Using their own of proxy of discretionary permanent differences (DTAX), Frank et al (2009) include that tax and financial reporting aggressiveness are significantly and

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perubahan penggunaan lahan di DAS Garang Jawa Tengah Tahun 1994, 2001 dan 2008 terhadap retensi potensial maksimum air oleh

tertinggi dalam kuning telur ditemukan pada konsentrasi 10%, sehingga tepung kaki ayam broiler dapat dijadikan alternatif pengganti tepung ikan sebab pada

Kinship Solidarity of Bantik Tribe in County of Malalayang I Manado. As one of the tribe in Minahasa, the Bantik tribe scattered in some locations. It is in

Wacana penciptaan video seni melalui representasi kekerasan dalam program OVJ tersebut muncul sebagai refleksi atas realitas tayangan OVJ, di mana tayangan OVJ tersebut

dari sisi partisipasi yang lain, adalah parti- sipasi masyarakat dalam pembangunan de- ngan bentuk uang ataupun material (bahan bangunan). Selama ini dana-dana

309 Singapore Hainanese Chicken Rice Mall Kelapa Gading 3, Jakarta 310 Singapore Hainanese Chicken Rice Neo Soho Mall, Jakarta Barat 310 Singapore Hainanese Chicken Rice Neo Soho