• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEORI DAN IDEOLOGI NEO-LIBERALISME

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEORI DAN IDEOLOGI NEO-LIBERALISME"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

TEORI DAN IDEOLOGI NEO-LIBERALISME

Pengantar

Diam-diam sebuah kata baru masuk ke dalam perbendaharaan kita: neoliberalisme-inti ideologi dan kiprah globalisasi. Memang belum sepopuler kata "komunisme" atau "kapitalisme", tapi kata ini benar-benar telah merasuki berbagai macana entah ekonomi, politik, kebudayaan. Di kalangan aktivis yang tergabung dalam berbagai organisasi massa dan LSM, kata "neoliberal" menjadi semacam kata anatema. Sebaliknya, bagi pendukung-pendukungnya, kata itu menjadi semacam kata mantra. Dengan kata lain "neoberalisme" tidak hanya mengacu pada sebuah referen baru tali juga membelah orang-orang menjadi kelompok-kelompok: Pendukung, pengagum, penolak, bahkan orang yang tidak bersikap.

Kalau mau dikatakan baru, memang ia baru saja menjadi buah bibir, yaitu kurang-lebih 10-15 tahun terakhir. Orang melihat sebuah gejala baru, yang belum pernah ada sebelumnya. Ada gerakan yang serentak mengarah kepada pemujaan pasar (istilah lain: fundamentalisme pasar). Orang-orang ini begitu percayanya bahwa tidak hanya produksi, distribusi dan konsumsi yang tunduk pada hukum pasar, tetapi seluruh kehidupan. Tapi sekaligus juga kelihatan bahwa "kekuatan pasar" yang sedang berjaya ini lain sekali dari jaman Adam Smith hidup tiga abad yang lalu karena di sini tingkatnya sudah pada tingkat global. Bukan hanya bahwa mekanisme pasar harus dipakai untuk mengatur ekonomi sebuah negara, tetapi juga untuk mengatur ekonomi global. Produk tidak boleh hanya dipasarkan di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Begitu juga halnya dengan investasi yang tidak ditanamkan secara lokal, melainkan harus merambat ke seluruh pelosok bumi mengikuti hukum supply and

demand. Dengan kata lain, gejala yang baru ini

(2)

meninggalkan wilayah "political economy" biasa dan memasuki wilayah yang kini ramai disebut "international political economy".

Inilah jaman baru, jaman ketika kapitalisme menemukan mantelnya yang baru yang lebih radikal. Marx pada abad ke-19 memang pernah mengatakan bahwa kapitalisme akan ke luar dari batas-batas nasional negara. Lenin pada abad ke-20 juga meramalkan bahwa kapitalisme akan menjelma menjadi imperialisme. Tapi jaman "neoliberal" yang menjadi matang pada abad ke-21 ini m,asih belum ada dalam jangkauan bayangan mereka karena memang sama sekati baru. Pada saat ini, dengan dukungan teknologi komputer dan informasi yang canggih, kekuatan kapitalis lokal bergabung dengan kekuatan kapitalis global, bersama-sama mencoba mengeruk kakayaan planet bumi, sementara itu dijanjikan bahwa kemakmuran global akan menjadi kenyataan lebih cepat daripada yang diinginkan.

Apakah neoberalisme memang membawa kemakmuran seperti yang dijanjikan? Jawabannya negatif. Memang hujan berita dalam surat kabar terus-menerus mengatakan bahwa hanya neoberalisme saja dapat "menyelematkan" umat manusia. Kalau ekonomi neoliberal membawa kemakmuran mengapa 1'3 milyar manusia di bumi ini masih hidup dengan uang kurang dari US$ 1, sementara 2,8 milyar (hampir separus penduduk bumi) hidup dengan US$2? Bandingkanlah, bagaimana seperlima penduduk bumi menikmati 80 persen dari pendapatan dunia.

(The Independent, 18 Maret 2002). Ketimpangan-ketimpangan ini dan banyak lagi

dibeberkan secara mendetail oleh banyak tokoh dari David Korten, William Greider, Will Hutton, Edward Luttwak, Noreena Hertz, Paul Krugman, sampai pemenang hadiah Nobel Ekonomi 2001, Joseph Stiglitz. Dunia ini tidak menjadi lebih makmur, apa lagi adil, semata-mata karena kapitalisme yang menjelman menjadi neoliberalisme itu. Lebih menarik lagi, ketimpangan ini tidak hanya menimpa negara-negara berkembang, tetapi juga negara-negara maju sekalipun.

Apa yang terjadi di tanah air kita barangkali perlu diangkat untuk lebih meyakinkan melihat dampak dari praktek ekonomi neoliberal. Seandanya pada tahun 1983 dan 1988 Indonesia tidak membebaskan sistem perbankan dan lagi pada tahun

(3)

tahun mengarahkan ekonominya ke rejim perdagangan bebas, dan ini dipandang oleh pemegang keputusan ekonomi pada waktu itu sebagai suatu hal yang "wajar" dalam rangka pikir neoliberal. Nyatanya pada tahun 1998 begitu para spekulan mata uang "memainkan" uang mereka di pasar uang yang sedemikian bebas, runtuhnya ekonomi Indonesia dengan akibat perusahaan-perusahaan bangkrut, dan buruh-buruh mengalami pemutusan hubungan kerja alias dipecat. Bukan hanya itu, terjadilah

capital flight dalam jumlah ratusan juta dollar Amerika, yang pada gilirannya membuat

kehancuran ekonomi Indonesia semakin parah. IMF yang mencoba membantu, justru menambah problem baru baik di sektor finansial maupun riil.

Faktor-faktor penyebab munculnya Neo-Liberalisme.

Ada bebarapa faktor yang mendorong munculnya neoliberalisme. Yang pertama adalah munculnya perusahaan multinasional (multinational

corporations-MNC) sebagai kekuatan yang nyata dan bahkan memiliki aset kekayaan yeng lebih

besar daripada negara-negara kecil di dunia. Mereka ini rata-rata mempunyai kantor pusat di negara-negara maju (Amerika Serikat, Uni Eropa, Kanada, Jepang, Australia) memanfaatkan fasilitas infrastruktur yang dimiliki oleh negara-negara itu. Akan tetapi, gerak mereka dibimbing bukan oleh nasionalisme, tetapi sematamata oleh insting, mengeruk laba di manapun kesempatan itu ada di dunia. Pada saat kritis, mereka dapat mengubah ,odal yang begitu besar yang mereka miliki menjadi barganing

power, dan memaksa tidak sedikit negara-negara bertekuk lutut, nahkan juga negara

rumah asal mereka (home country). Tidak berlebihlebihanlah kalau mereka sering disebut "new rulers of the world" oleh Wartawan BBC, John Pilger.

Kedua, munculnya organisasi atau "rejim internasional" yang berfungsi sebagai

surveillance system. Untuk menjamin bahwa negara-negara di seluruh dunia patuh

menjalankan prinsip pasar bebas dan perdagangan bebas, di dunia saat ini dikenal organisasi dan institusi internasional yang terus-menerus memantau negara-negara. Tiga yang utama yang harus disebut di sini adalah World Trade Organization (WTO) yang dapat menjatuhi hukuman pada negara-negara

(4)

yang tidak patuh pada perdagangan bebas. Dua yang lain berkaitan dengan institusi keuangan, yaitu World Bank dan lnternasional Monetary Fund (IMF). Dengan mengandalkan tim yang kuat tersebar ke seluruh dunia, mereka ini mampu membuat evaluasi dan laporan tahuan (annual report) atas negara-negara di seluruh dunia, menyebarkan informasi itu ke seluruh dunia yang akan diacu oleh berbagai lembaga keuangan dan lembaga konsultasi untuk membuat evaluasi.

Ketiga, sebagai variabel independen dari semuanya ini adalah revolusi di bidang teknologi komunikasi dan transportasi yang amat dahsyat selama 20 tahun terakhir ini. Teknologi informasi dan transportasi mencapai tingkat kemajuan sedemikian rupa sehingga terjadilah apa yang oleh Anthony Giddens disebut

"time-space distanciation" atau oleh David Harvey "time-"time-space compression" Keduanya

ingin mengatakan bahwa ruang dan waktu sekarang tidak relevan lagi. Bagi perilaku bisnis perkembangan ini memang diharapkan karena dengan demikian mereka tidak lagi mengalami hambatan apapun untuk menggerakkan barang maupun modal ataupun mengkoordinasikan produksi ke manapun di dunia. Tanpa kemajuan teknologi seperti ini tidak mungkin terjadi kemajuan-kemajuan neoliberal.

Terakhir, dari perspektif realis harus disebutkan bagaimana negara-negara kuat (umumnya negara maju) memakai kekuatan yang dimilikinya untuk menaklukkan negara yang lebih lemah (umumnya negara yang sedang berkembang). Secara khusus perlu disebut di sini peran Amerika Serikat, satusatunya negara yang mempunyai kekuatan militer maupun ekonomi yang tiada tandingannya di planet bumi. Mengingat ukuran ekonominya yang sedemikian besar, negara superpower ini jelas mempunyai kepentingan besar terhadap perdagangan bebas dan investasi di tingkat global. Tapi, seperti yang diamati oleh Stephen Krasner, sesudah ambruknya sistem Bretton Woods, ditambah krisis minyak pada awal tahun 1970-an, Amerika Serikat kehilangan perannya sebagai "hegemon" (penguasa total) dan memperlihatkan kelakuan yang tidak beda dari negara-negara Dunia Ketiga, yaitu sebagai "free rider" (pendompleng). Sistem keuangan dan sistem perdagangan internasional yang ia dulu ikut ciptakan untuk kesejahteraan dunia, kini diobokobok dan dimanipulasi untuk

(5)

ia berusaha mengubah atau menghancurkan sistem tersebut. Sebagai free-reder, Amerika Serikat amat berkepentingan menjadi penjamin kelangsungan sistem

ekonomi neoliberal, dan akan mempertahankannya mati-matian seperti dulu membela kapitalisme dari serangan komunisme Uni Soviet dan sekutu-kutunya.

Ironi Neo-Liberalisme.

Dengan demikian kita temukan sebuah situasi yang benar-benar penuh ironi dalam alam neoliberalisme sekarang. Ironi pertama adalah dominasi dari perusahaan multinasional (MNC). Sebagai perusahaan swasta semestinya mereka tunduk kepada otoritas politik tempat mereka berada, justru negara-negara yang mengakui memiliki kedaulatan (sovereignty) malah melepaskannya kepada perusahaan multinasional. Orang-orang yang tidak dipilih oleh rakyat (elected representatives), malah mampu mendiktekan jenis kebijakan yang harus diambil oleh penguasa negara yang mendapat mandat dari rakyat.

Ironi kedua menyangkut negara. Di mana-mana selalu dituntut agar negara tidak lagi memainkan peran dalam ekonomi Negara harus menjalankan kebijakan

"laissez faire", membiarkan mekanisme pasar mengatur produksi, distribusi, maupun

konsumsi. Tetapi, pada saat yang sama, justru muncul organisasi daninstitusi internasional yangtelah disebutkan di atas yang menjalankan survellance. Organisasi-organisasi ini pada hakekatnya telah menjelma menjadi sebuah birokrasi baru yang berskala global, sebuah "supra state", yang mempunyai jangkauan kekuasaan amat luas, yang lucunya justru dipakai untuk mengawasi pelaksanaan pasar bebas. Muncullah "ekonomi global terpimpin".

Ironi ketiga adalah tentang pelaksanaan ideologi neoliberalisme itu sendiri. Ideologi ini mengajarkan bahwa masa depan umat manusia akan bertambah ge,ilang jika semua orang dan semua negara setuju menjalankan pasar bebas dan perdagangan bebas. Ideologi yang dipromosikan oleh negara maju, ternyata dipatahkan oleh negara-negara maju sendiri karena alasan vested interest. Dengan kata lain, lagi merdu perdagangan bebas dan pasar bebas ternyata dijadikan "lagu wajib" bagi negara berkembang, sementara negara maju tetap membentengi diri

(6)

dengan aneka macam non-tariff barriers maupun aneka subsidi pertanian (Uni Eropa, Jepang maupun Amerika Serikat).

Pada akhirnya yang kita dapatkan adalah bukan kebebasan dan kemakmuran global, melainkan (1) situasi perekonomian dunia secara umum yang semakin terpuruk; (2) organisasi internasional yang dimanipulasi habis dan (3) dominasi negara maju atas negara berkembang mirip kolonialisme abad ke-19. Tiga hal ini kiranya yang memberi inspirasi bagi gerakan yang kini disebut "Anti-globalisasi", sebuah gerakan yang lahir pada tahun 1999 (di Seattle, Amerika Serikat) dan kini makin mendapat dukungan luas di selurus dunia. Gerakan ini memang baru dan unik karena gerakan ini mempersatukan semua aliran yang secara tradisional terbagai menjadi "kiri" dan "kanan": buruh, petani, pejuang lingkungan, kelompok feminis, mahasiswa, intelektual, dsb. Pembagian "kiri dan kanan" hilang, semuanya dipersatukan oleh tujuan menentang gagasan ekonomi neoliberal yang dikemas dalam "globalisasi".

Referensi

Dokumen terkait

Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan secara global dengan maksud dan tujuan yang bersifat umum, contohnya adalah Perserikatan Bangsa Bangsa ;.. Organisasi

Secara umum desakan komunitas internasional dengan berbagai metode dan jejaringnya di dunia global sangat mempengaruhi terhadap konstelasi sosial politik masyarakat

Interaksi sosial secara global memberikan gambaran bahwa dalam dunia pendidikan maupun masyarakat luas diperlukan pemahaman yang baik dalam pencapaian kehidupan

Dengan mengacu pada keterkaitan ideologi dan sistem perekonomian di suatu negara, maka secara umum aliran koperasi yang dianut oleh berbagai negara di dunia dapat

Melihat keadaan dan situasi dunia secara umum dan Indonesia secara khusus, di mana pandemi Covid-19 yang dianggap sebagai sampar modern sedang merajalela, serta

Dari sudut pandang manajemen organisasi secara umum baik dari sisi organisasi profit maupun publik dan non-profit, perubahan-perubahan tersebut dari satu sisi dapat dianggap

Pada sisi lain, faktor-faktor yang menentukan permintaan dan pendapatan, jumlah penduduk, kebiasaan dan adat istiadat, serta pembangunan dan kemakmuran masyarakat secara umum.77 Dalam

Sejarah dan Konsep dari Teori Organisasi Hugo Munsterberg Lahirnya teori organisasi dimulai sejak zaman kerajaan mesir kuno dan kekaisaran China dan Romawi, secara umum teori