• Tidak ada hasil yang ditemukan

ETIKA PENDIDIKAN. Etika Profesi dan Kode Etik Teknologi Pendidikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ETIKA PENDIDIKAN. Etika Profesi dan Kode Etik Teknologi Pendidikan"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

ETIKA PENDIDIKAN

“Etika Profesi dan Kode Etik Teknologi Pendidikan”

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Pendidikan yang diampu oleh Bapak Dr. Ibnu Syamsi, M. Pd.

Disusun Oleh:

Fahrizqi Afif S P (13105241063)

Teknologi Pendidikan

Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan

Fakultas Ilmu Pendidikan

(2)

KATA PENGANTAR

Puji beserta syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah Penelitian Pendidikan dengan judul “Etika Profesi dan Kode Etik Teknologi Pendidikan” ini tepat pada waktunya.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan makalah ini secara umumnya dan kepada Dosen Etika Pendidikan yaitu bapak Dr. Ibnu Syamsi, M.Pd. secara khususnya.

Penulis menyadari dalam peyusunan makalah ini banyak terdapat kekurangan karena penulis masih dalam tahap pembelajaran. Namun, penulis tetap berharap agar makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Kritik dan saran dari penulisan makalah ini sangat penulis harapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan pada makalah penulis berikutnya. Untuk itu penulis ucapkan terima kasih.

Yogyakarta, 18 Mei 2015

(3)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ……….………... i

Kata Pengantar ………... ii

Daftar isi ………... iii

BAB I PENDAHULUAN ……….. 1

A. Latar belakang ……….…… 1

B. Rumusan masalah ……… 2

C. Tujuan ……….……... 2

BAB II Pembahasan ………..……….. 3

A. Pengertian Etika Profesi …….……...……….……….. 3

B. Pengertian Kode Etik …...…………..………... 4

C. Pengertian Teknologi Pendidikan .…………..………... 5

D. Pengertian Kode Etik Profesi Teknologi Pendidikan …………... 14

E. Kode Etik Profesi Teknologi Pendidikan Menurut AECT ……... 15

BAB III Penutup ….………..………... 19

A. Kesimpulan ……….….……...……….……...……….. 19 Daftar Pustaka

(4)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Etika profesi merupakan hubungan manusia dengan sesamanya dalam satu lingkup profesi serta bagaimana mereka harus menjalankannya profesinya secara profesional agar diterima oleh masyarakat yang menggunakan jasa profesi tersebut. Dengan etika profesi diharapkan kaum profesional dapat bekerja sebaik mungkin, serta dapat mempertanggung jawabkan tugas yang dilakukannya dari segi tuntutan pekerjaannya. Profesional adalah merupakan yang ahli dibidangnya, yang telah memperoleh pendidikan atau pelatihan khusus untuk pekerjaannya tersebut. Profesional merupakan suatu profesi yang mengandalkan keterampilan atau keahlian khusus yang menuntut pengemban profesi tersebut untuk terus memperbaharui keterampilannya sesuai dengan perkembangan teknologi. Setiap profesi memiliki kode etik yang berbeda-beda sesuai dengan kebijakan dari profesi tersebut, namun dengan tujuan yang sama untuk mencegah adanya pelanggaran yang dilakukan individu ataupun kelompok. Etika profesional tidak secara langsung mengontrol dan tidak bisa memaksa perilaku seseorang menjadi baik. Hal ini tergantung bagaimana pemahaman setiap orang .Sebuah organisasi memiliki kode etik yang berfungsi sebagai tanda status professional.

Penerapan Etika Profesional mengacu pada Kode AECT tentang Etika , Sebuah kode baru etika profesi disusun sebagian didasarkan pada kode NEA, dan disetujui pada tahun 1974 oleh Gerald M. Torkelson (JA Davis, komunikasi pribadi, 7 Juni 2005). Peraturan yang ada terus mengakui Kode NEA etik profesi pendidikan selama 10 tahun (Asosiasi untuk Komunikasi Pendidikan dan Teknologi, 1984, hal.12). Versi dari kode AECT telah disetujui oleh Direksi pada tanggal 6 November 2001. Meskipun AECT memiliki kode sendiri etik pada pertengahan 1970-an, didukung kebebasan intelektual, tindakan affirrmative, dan “manusiawi” teknologi, dan menentang stereotip, tidak “menegakkan posisi etika dan nilainya, dan profesional di bidang teknologi pendidikan tidak menunjukkan besar kepedulian terhadap pentingnya posisi tersebut" (Silber, 1978, hal. 179).

Dalam AECT 1994 telah dirumuskan definisi teknologi pendidikan seperti telah disebutkan dalam Latar Belakang di atas bahwa: “Teknologi pembelajaran adalah

(5)

teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan serta penilaian proses dan sumber untuk belajar”. Dari kedua definisi itu maka pengertian profesi teknologi penddidikan adalah tenaga ahli yang melakukan teori dan praktek dalam mendesain, mengembangkan, memanfaatkan serta menilai proses dan sumber untuk membelajarkan peserta didik.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian etika profesi?

2. Apa pengertian kode etik profesi? 3. Apa pengertian Teknologi Pendidikan?

4. Apa pengertian kode etik profesi Teknologi Pendidikan?

5. Bagaimana kode etik profesi Teknologi Pendidikan menurut AECT? C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian etika profesi.

2. Untuk mengetahui pengertian kode etik profesi. 3. Untuk mengetahui pengertian Teknologi Pendidikan.

4. Untuk mengetahui pengertian kode etik profesi Teknologi Pendidikan. 5. Untuk mengetahui kode etik profesi Teknologi Pendidikan menurut AECT.

BAB II PEMBAHASAN A. Etika Profesi

Etika profesi adalah sikap etis sebagai bagian integral dari sikap hidup dalam menjalankan kehidupan sebagai pengemban profesi. Etika profesi adalah cabang filsafat yang mempelajari penerapan prinsip-prinsip moral dasar atau norma-norma etis umum pada bidang-bidang khusus (profesi) kehidupan manusia.

(6)

Etika Profesi adalah konsep etika yang ditetapkan atau disepakati pada tatanan profesi atau lingkup kerja tertentu, contoh: pers dan jurnalistik, engineering (rekayasa), science, medis/dokter, dan sebagainya.

Etika profesi Berkaitan dengan bidang pekerjaan yang telah dilakukan seseorang sehingga sangatlah perlu untuk menjaga profesi dikalangan masyarakat atau terhadap konsumen (klien atau objek).

Etika profesi adalah sebagai sikap hidup untuk memenuhi kebutuhan pelayanan profesional dari klien dengan keterlibatan dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka kewajiban masyarakat sebagai keseluruhan terhadap para anggota masyarakat yang membutuhkannya dengan disertai refleksi yang seksama, (Anang Usman, SH., MSi.)

Prinsip dasar di dalam etika profesi: 1. Tanggung jawab

a. Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya.

b. Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya.

2. Keadilan.

3. Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya.

4. Prinsip Kompetensi, melaksanakan pekerjaan sesuai jasa profesionalnya, kompetensi dan ketekunan.

5. Prinsip Prilaku Profesional, berprilaku konsisten dengan reputasi profesi 6. Prinsip Kerahasiaan, menghormati kerahasiaan informasi

Definisi Etika Profesi Menurut Ahli:

1. Etika profesi adalah sikap etis sebagai bagian integral dari sikap hidup dalam menjalankan kehidupan sebagai pengemban profesi.

2. Etika profesi adalah cabang filsafat yang mempelajari penerapan prinsip-prinsip moral dasar atau norma-norma umum pada bidang-bidang khusus (profesi) kehidupan manusia.

3. Etika profesi adalah konsep etika yang ditetapkan atau disepakati pada tatanan profesi atau lingkup kerja tertentu. Contoh: pers dan jurnalistik, engineering (rekayasa), science, medis/dokter, dsb.

4. Etika profesi berkaitan dengan bidang pekerjaan yang telah dilakukan seseorang sehingga sangatlah perlu untuk menjaga profesi dikalangan masyarakat atau terhadap konsumen (klien atau objek).

5. Etika profesi adalah sebagai sikap hidup untuk memenuhi kebutuhan pelayanan profesional dari klien dengan keterlibatan dan keahlian sebagai pelayanan dalam

(7)

rangka kewajiban masyarakat sebagai keseluruhan terhadap para angglta masyarakat yang membutuhkannya dengan disertai refleksi yang seksama. (Anang Usma, SH., MSi)

B. Pengertian Kode Etik Profesi

Kode etik profesi merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sangsi yang agak berat, maka masuk dalam kategori norma hukum. Kode etik profesi merupakan sarana untuk membantu para pelaksana sebagai seseorang yang professional supaya tidak dapat merusak etika profesi.

Kode Etik juga dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku. Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional. Dengan demikian, kode etik profesi mengatur perilaku keprofesian dari setiap individu. Dan individu itu harus mematuhinya selama dia berada dalam lingkup profesi tadi.

Profesional adalah merupakan yang ahli dibidangnya, yang telah memperoleh pendidikan atau pelatihan khusus untuk pekerjaannya tersebut. Profesional merupakan suatu profesi yang mengandalkan keterampilan atau keahlian khusus yang menuntut pengemban profesi tersebut untuk terus memperbaharui keterampilannya sesuai dengan perkembangan teknologi. Setiap profesi memiliki kode etik yang berbeda-beda sesuai dengan kebijakan dari profesi tersebut, namun dengan tujuan yang sama untuk mencegah adanya pelanggaran yang dilakukan individu ataupun kelompok.

Untuk menjadi seseorang yang profesional, seseorang yang melakukan pekerjaan dituntut untuk memiliki beberapa sikap sebagai berikut:

1. Komitmen Tinggi

Seorang profesional harus mempunyai komitmen yang kuat pada pekerjaan yang sedang dilakukannya.

2. Tanggung Jawab

Seorang profesional harus bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaan yang dilakukannya sendiri.

(8)

Seorang yang profesional harus mampu berpikir sitematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya.

4. Penguasaan Materi

Seorang profesional harus menguasai secara mendalam bahan / materi pekerjaan yang sedang dilakukannya.

5. Menjadi bagian masyarakat professional

Seyogyanya seorang profesional harus menjadi bagian dari masyarakat dalam lingkungan profesinya.

C. Pengertian Teknologi Pendidikan

Konsep teknologi pendidikan telah berkembang dari tahun ke tahun, dan konsep tersebut terus berkembang hingga sekarang. Oleh karena itu, konsep teknologi pendidikan saat ini merupakan konsep sementara, sebuah potret waktu. Dalam konsep saat ini, teknologi pendidikan bisa didefinisikan sebagai konsep abstrak atau sebagiai bidang praktek. Teknologi pendidikan adalah kajian dan praktik yang berlandaskan etika dalam memfasilitasi belajar dan meningkatkan kinerja melalui penciptaan, penggunaan, dan pengelolaan berbagai proses dan sumber teknologi yang tepat.

1. Unsur-unsur Teknologi Pendidikan

a. Study (Kajian)

Pemahaman teoritis dari teknologi pendidikan seta praktek memerlukan pembentukan pengetahuan dan perbaikan secara terus-menerus melalui penelitian dan praktek reflektif (berfikir) yang dicakup dalam istilah study. Study mengacu pada pangumpulan informasi dan analisis terhadap konsep-konsep tradisional penelitian. Penelitian disini termasuk penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif serta bentuk-bentuk lain dari inquiri disiplin seperti teori, analisis filosofis, penyelidikan historis, proyek-proyek pembangunan, analisis kesalahan, analisis sistem, dan evaluasi. Secara tradisional, penelitian merupakan sebuah generator ide-ide baru dan proses evaluative untuk membantu memperbaiki praktek. Penelitian dalam teknologi pendidikan telah berkembang dari penyelidikan yang mencoba untuk membuktikan bahwa media dan teknologi merupakan alat-alat yang efektif untuk belajar, pemeriksaan-pemeriksaan yang dirumuskan untuk memeriksa penerapan proses dan teknologi yang tepat untuk peningkatan pembelajaran.

(9)

Letak masalah inquiry dalam teknologi pendidikan saat ini sering ditentukan oleh masuknya teknologi baru dalam praktek pendidikan. Sejarah dalam lapangan menunjukkan banyaknya program penelitian yang dimulai dengan adanya perhatian terhadap munculnya teknologi baru, meneliti bagaimana cara terbaik dalam merancang, mengembangkan, menggunakan, dan mengatur produk-produk teknologi baru. Namun, baru-baru ini program penyelidikan dalam teknologi pendidikan telah dipengaruhi oleh pertumbuhan dan perubahan di posisi teoritis utama dalam teori belajar, manajemen informasi, dan bidang-bidang sejenis lainnya.

Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa istilah studi merujuk pada pemaknaan studi sebagai usaha untuk mengumpulkan informasi dan menganalisisnya melebihi pelaksanaan riset yang tradisional, mencakup kajian-kajian kualitatif dan kuantitatif untuk mendalami teori, kajian filsafat, pengkajian historik, pengembangan projek, kesalahan analisis, analisa sistem, dan penilaian. Studi dalam teknologi pendidikan telah berkembang terutama dalam kaitannya dengan pengembangan model pembelajaran, efektifitas kedudukan media dan teknologi dalam pelaksanaan pembelajaran, dam penerapan teknologi dalam perbaikan belajar. Kajian mutakhir banyak difokuskan pada penempatan posisi teori belajar, managemen informasi, dan perkembangan pemanfaatan teknologi untuk memecahkan masalah belajar yang dihadapi peserta didik. Istilah studi dalam definisi tersebut pada hakekatnya ditujukan untuk memberi kemudahan belajar dan perbaikan kinerja belajar peserta didik melalui kegiatan belajar yang memanfaatkan sumber belajar yang tepat.

b. Ethical Practice (Etika Praktek)

Teknologi pendidikan telah lama memiliki kode etik. Komite etik AECT telah aktif mendefinisikan standar etik lapangan dan memberikan contoh-contoh kasus untuk mendiskusikan dan memahami maksud etika praktek. Sebenarnya, menurut komite AECT, perhatian masyarakat akhir-akhir ini terhadap penggunaan etika media massa dan terhadap kekayaan intelektual telah ditujukan untuk bidang teknologi pendidikan.

Telah ada peningkatan dan perhatian terhadap masalah-masalah etik dalam teknologi pendidikan. Etik bukan hanya peraturan-peraturan atau

(10)

harapan-harapan, tetapi etik merupakan sebuah dasar untuk melakukan praktek. Sebenarnya, etika praktek bukanlah kumpulan harapan, batasan ataupun hukum-hukum baru, etika praktek merupakan sebuah pendekatan atau gagasan untuk bekerja. Definisi sekarang mempertimbangkan praktek etik penting untuk kesuksesan professional, tanpa pertimbangan etik, sukses tidak mungkin. Etika kontemporer menugaskan para teknolog pendidikan untuk memperhatikan peserta didik, lingkungan belajar, kebutuhan, masyarakat ketika mengembangkan praktek.

Kode etik AECT dibagi menjadi tiga kategori yaitu komitment kepada individu, seperti perlindungan terhadap hak mengakses materi dan usaha untuk melindungi kesehatan dan keselamatan professional; komitment kepada masyarakat, seperti pernyataan jujur publik berhubungan dengan masalah-masalah pendidikan, praktek yang jujur dan merata dengan memberikan pelayanan kepada profesi; dan komitment kepada profesi, seperti peningkatan pengetahuan dan kecakapan professional dan memberikan penghargaan yang tepat untuk pekerjaan serta ide-ide yang dipublikasikan. Masing-masing tiga bidang utama tersebut telah mencatat beberapa komitmen yang membantu menginformasikan pendidikan teknologi professional yang berhubungan dengan tindakan-tindakan yang tepat, tanpa mamperhatikan kontek ataupun perannya. Pertimbangan diberikan untuk mereka yang bekerja sebagai peneliti, professor, consultan, designer (perancang), pimpinan sumber-sumber belajar, sebagai contoh untuk membantu membentuk perilaku professional mereka dan etika perilaku.

c. Facilitating (memfasilitasi)

Perubahan pandangan dalam istruksi dan belajar yang tercermin dalam teori pembelajaran konstruktif dan kognitif telah menimbulkan asumsi tentang hubungan antara istruksi dan belajar. Definisi yang sebelumya menggambarkan sebuah hubungan sebab akibat yang langsung antara intervensi instruksional dan belajar. Misalnya, definisi AECT formal yang pertama (Ely, 1963) disebut “design and penggunaan pesan yang mengendalikan proses pembelajaran.” Definisi yang selanjutnya kurang begitu jelas, namun menunjukkan sebuah hubungan langsung secara keseluruhan antara instruksi yang dirancang dan disampaikan dengan baik

(11)

dan pembelajaran efektif. Dengan pergeseran paradigm terakhir dalam teori belajar menyebabkan munculnya pengakuan yang lebih besar tentang peran peserta didik sebagai seorang konstruktor pengetahuan bukan penerima pengetahuan. Dengan pengakuan tanggung jawab dan kepemilikan peserta didik ini membuat peran teknologi bersifat lebih fasilitatif daripada hanya pengendali (to control).

Selain itu, ketika tujuan belajar di sekolah, kampus, dan organisasi-organisasi lain bergeser kearah yang lebih dalam, lingkungan belajar harus menjadi lebih imersif dan otentik. Dalam lingkungan ini, kunci utama teknologi tidak banyak untuk menyampaikan informasi dan memberikan latihan dan praktek (mengontrol pembelajaran), namun untuk memberi ruang masalah dan alat untuk menyelidikinya (mendukung proses belajar). Teknologi pendidikan lebih digunakan untuk memfasilitasi belajar dari pada untuk menyebabkan atau mengendalikan belajar, oleh kerena itu, teknologi pendidikan dapat membantu menciptakan lingkungan yang membuat proses belajar lebih mudah berlangsung.

Memfasilitasi meliputi merancang lingkungan, mengorganisasikan sumber-sumber, dan menyediakan peralatan yang kondusif untuk mendukung proses pembelajaran sesuai kebutuhan, efektif, efisien dan menarik. Peristiwa belajar dapat terjadi secara tatap muka atau lewat dunia maya, seperti microworld dan pendidikan jarak jauh.

d. Learning (belajar)

Istilah learning tidak mengandung arti seperti apa yang dikonotasikan 40 tahun yang lalu ketika pertama kali definisi AECT dikembangkan. Ada kesadaran perbedaan yang tinggi antara sekedar penyimpanan informasi untuk tujuan pengujian dan perolehan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang digunakan diluar kelas.

Salah satu unsur kritis design pembelajaran adalah untuk mengidentifikasi tugas-tugas belajar dan memilih metode penilaian untuk mengukur pencapaian. Tugas-tugas belajar dapat dikategorikan menurut berbagai taksonomi. Salah satu tipe belajar yang disarankan oleh Perkins (1992), adalah penyimpanan informasi. Di sekolah dan perguruan tinggi, belajar bisa dinilai dengan alat-alat test (pensil dan kertas) yang perlu disimpan. Unit

(12)

pembelajaran berbasis computer (seperti dalam system pembelajaran terintegrasi) dapat memasukkan tes multiple-choice, matching (pencocokan), dan tes dengan jawaban singkat sebanding dengan tes yang menggunakan kertas dan pensil. Tujuan belajar bisa meliputi pemahaman serta daya ingat dalam belajar. Penilaian yang memerlukan penyelesaian masalah bisa membuka jalan adanya pemahaman dalam belajar. Berbagai bentuk penilaian lebih menantang bagi para perencana karena mereka lebih intensive dalam menyusun dan mengevaluasi.

e. Improving (Meningkatkan)

Untuk sebuah bidang yang mengklaim dukungan publik harus bisa membuat argumen yang masuk akal untuk menawarkan beberapa keuntungan kepada publik. Argumen itu harus memberikan cara yang unggul untuk mencapai beberapa tujuan yang berharga. Misalnya, koki yang mengklaim menjadi seorang kuliner professional, mereka harus bisa menyajikan makanan yang lebih baik dari mereka yang bukan spesialis dalam bidang masakan, lebih menarik, lebih aman, lebih bernutrisi, lebih cepat dalam mempersiapkan, dan lainnya. Dalam hal teknologi pendidikan, meningkatkan kinerja sering mensyaratkan keefektifan, yaitu suatu proses untuk membuat produk berkualitas, perubahan dalam kemampuan terbawa dalam penerapan dunia nyata.

Efektif sering kali berdampak pada efisiensi, yaitu hasil yang dicapai dengan penggunaan waktu, tenaga, dan biaya seminim mungkin. Namun apa yang dimaksud dengan efisien sangatlah tergantung pada tujuan yang hendak dicapai. Jika anda ingin mengemudi dari San Fransisco ke Los Angeles dalam waktu yang paling singkat, Interstate Highway 5 merupakan jalan yang paling efisien. Namun, jika tujuan anda sesungguhnya adalah untuk melihat pemandangan laut selama perjalanan, State Highway 1 yang dipenuhi dengan hembusan angin sepanjang pantai, akan menjadi lebih efisien. Demikian juga, perancang/perencana pembelajaran mungkin tidak setuju pada suatu metode pembelajaran jika mereka tidak memiliki tujuan pembelajaran yang sama. Untuk sebagian besar, gerakan pengembangan instruksional secara sistematis

(13)

telah didorong oleh perhatian terhadap efisiensi. Hal ini untuk membantu pelajar mencapai tujuan yang ditetapkan sebelumnya yang diukur oleh penilaian-penilaian yang objective.

Konsep efisiensi digambarkan secara berbeda dalam pendekatan kostruktifis. Dalam pendekatan ini, perencana/perancang pembelajaran lebih menekankan pada daya tarik instruksi dan pada sejauh mana siswa di berdayakan untuk memilih tujuan dan jalan mereka sendiri dalam belajar. mereka lebih suka mengukur kesuksesan dalam istilah pengetahuan yang sangat dipahami, dialami, dan dapat diterapkan ke dalam masalah-masalah di dunia nyata. Pihak-pihak yang telah menyetujui tujuan, keefisiensian dalam mencapai tujuan akan dianggap sebagai nilai lebih.

f. Performance (Kinerja)

Performance mengacu pada kemampuan peserta didik untuk menggunakan dan mengaplikasikan kompetensi baru yang telah dicapainya. Secara historis, teknologi pendidikan selalu memiliki komitmen khusus untuk hasil. Teknologi pendidikan dicontohkan dengan instruksi terprogram yaitu proses pertama yang akan diberi label “teknologi pendidikan”. Materi instruksi terprogram dinilai sejauh mana pengguna teknologi pendidikan dapat melaksanakan tujuan akhir setelah adanya instruksi. Tujuan akhir dibentuk dalam hal kondisi sebenarnya dimana orang dilatih atau dididik, mereka dinilai menurut seberapa baik mereka berfungsi dibawah kondisi ini.

g. Creating (menciptakan)

Creating mencakup berbagai macam aktivitas, tergantung pada pendekatan design yang digunakan. Pendekatan desain bisa berkembang dari pola pikir pengembang yang berbeda seperti estetika, ilmiah, teknik, psikologis, prosedural atau sistematis yang bisa digunakan untuk menciptakan materi serta kondisi yang diperlukan untuk pembelajaran yang efektif.

Proses perancangan dan pengembangan dipengaruhi oleh berbagai macam teknologi digital dan analog untuk menciptakan materi pembelajaran dan lingkungan belajar. Yang diciptakan bukan hanya materi pembelajaran dan lingkungan belajar sekitar, tetapi juga alat-alat yang mendukung sebagai database untuk managemen pengetahuan.

(14)

Unsur ini mengacu pada teori dan praktek untuk membawa peserta didik berhubungan dengan kondisi dan sumber belajar. Dengan demikian, pemanfaatan merupakan pusat tindakan, dimana solusi mengatasi masalah. Pemanfaatan dimulai dengan penyeleksian proses serta sumber-sumber materi dan metode yang tepat, baik dilakukan oleh peserta didik maupun seorang pengajar. Penyeleksian yang baik didasarkan pada evaluasi materi untuk menentukan apakah sumber-sumber yang ada itu cocok untuk para peserta serta tujuan yang ditetapkan atau tidak. Kemudian, pertemuan peserta didik dengan sumber belajar terjadi dalam beberapa lingkungan yang mengikuti beberapa prosedur, dan sering dibawah bimbingan seorang instructor, dimana perencanaan dan pelaksanaan sesuai dengan label pemanfaatan. Jika sumber daya melibatkan media asing atau metode, kegunaan mereka dapat diuji sebelum digunakan.

Dalam pendekatan system, tim perancang juga akan bertanggung jawab terhadap perubahan managemen, mengambil tahapan-hahapan untuk setiap perkembangan yang meyakinkan stakeholder dan pengguna untuk menerima, mendorong, dan menggunakan hasil akhir produk.

i. Managing (Pengelolaan)

Salah satu tanggung jawab profesional bidang teknologi pendidikan adalah tugas mengelola media dan proses pengembangan pembelajaran dalam skala yang lebih rumit dan besar. Sebagai contoh, program pendidikan jarak jauh yang berbasis pada pengembangan teknologi informasi dan komunikasi (ICT), teknologi pendidikan terlibat dalam pengelolaan sistem pengiriman, yang memerlukan langkah-langkah pengendalian mutu untuk memantau tindakan dan hasilnya untuk perbaikan secara berkelanjutan dalam proses pengelolaan (manajemen). Dalam semua fungsi managerial, ada beberapa subfungsi managemen personal dan informasi yang berkenaan dengan masalah-masalah pengorganisasian pekerjaan dan perencanaan serta pengawasan proses informasi. Pengelolaan juga memerlukan program evaluasi. Dalam pendekatan system juga memerlukan langkah-langkah pengontrol kualitas untuk memantau hasil guna kelanjutan proses pengelolaan.

(15)

Istilah tepat dimaksudkan menerapkan proses dan sumber yang cocok untuk tujuan yang dimaksud.Istilah “Teknologi yang tepat guna” digunakan secara luas secara di dunia internasional di bidang pengembangan masyarakat untuk merujuk pada alat atau praktik yang merupakan solusi yang paling sederhana terhadap suatu masalah. Konsep ini tumbuh dari gerakan lingkungan tahun 1970-an, dipicu oleh buku berjudul Small is Beautiful (Schumacher, 1975), di mana istilah itu diciptakan. Dalam hal ini, teknologi yang tepat guna adalah mereka yang terhubung dengan pengguna dan budaya lokal dan berkelanjutan sampai keadaan ekonomi lokal. Keberlanjutan ini sangat penting dalam pengaturan negara-negara berkembang, untuk memastikan bahwa solusi tersebut menggunakan sumber daya dengan hati-hati, meminimalkan kerusakan lingkungan, dan akan tersedia untuk generasi mendatang.

Standar profesional AECT telah mengakui bahwa ketepatan memiliki dimensi etika. Sebuah praktek atau sumber daya dikatakan tepat jika ia cenderung mampu menghasilkan suatu hasil. Hal ini mengindikasikan sebagai suatu kriteria efektivitas atau kegunaan untuk mencapai tujuan yang dimaksud. Sebagai contoh, sebuah permainan simulasi berbasis komputer tertentu mungkin akan dipilih oleh seorang guru ilmu sosial jika pengalaman masa lalu mampu mampu mendorong jenis diskusi yang dimaksudkan. Ini akan dinilai tepat dalam hal kegunaan. “Ketepatan” kadang-kadang digunakan sebagai upaya untuk menyensor buku atau bahan instruksional lainnya. Singkatnya, pemilihan metode dan media harus dibuat atas dasar “praktek terbaik” yang dapat diterapkan pada situasi tertentu.

k. Technological (teknologi)

Dalam istilah leksikografi, tidak diinginkan menggunakan kata teknologi dalam definisi teknologi pendidikan. Dalam hal ini, penggunaan itu dibenarkan karena teknologi adalah sebuah istilah singkat yang mendeskripsikan sebuah pendekatan aktivitas manusia berdasarkan definisi teknologi yaitu “sebagai aplikasi ilmiah yang sistematis atau pengetahuan lain yang diatur untuk tujuan praktek” (Galbraith, 1967, hal. 12). Teknologi merupakan cara berfikir yang diringkas secara rapi dalam satu kata. Akan lebih janggal jika menguraikan konsep teknologi dalam definisi baru dari pada hanya menggunakan istilah singkatan.

(16)

Istilah mengubah prosses dan sumber. Yang pertama, mengubah proses, ada proses non-teknologi yang dapat digunakan dalam merencanakan dan menerapkan instruksi, seperti proses pembuatan keputusan oleh guru setiap hari yang sungguh dapat berbeda dari mereka yang dianjurkan di bidang ini. Yang kedua, istilah juga mengubah sumber, hardware dan software yang diperlukan dalam mengajar yaitu gambar, video, audiokaset, satelit, program computer, DVD, dan sebagainya. Ini merupakan aspek teknologi pendidikan yang paling diketahui oleh masyarakat.

l. Process (Proses)

Sebuah proses dapat didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan yang diarahkan untuk suatu hasil tertentu. Teknologi pendidikan sering menggunakan proses khusus untuk merancang, mengembangkan, dan memproduksi sumber belajar, termasuk dalam proses yang lebih besar pengembangan instruksional.

m. Resource (Sumber Daya)

Sumber belajar adalah pusat untuk identitas lapangan. Kelompok sumber daya telah berkembang dengan inovasi teknologi dan pengembangan pemahaman tentang bagaimana alat-alat teknologi dapat membantu peserta didik. Sumber daya dapat berupa manusia, peralatan, teknologi, dan materi yang dirancang untuk membantu peserta didik. Sumber daya dapat mencakup teknologi tinggi sistem TIK, sumber daya masyarakat seperti perpustakaan, kebun binatang, museum, dan orang-orang dengan pengetahuan khusus atau keahlian. Mereka termasuk media digital, seperti CD-ROM, situs Web dan WebQuests, dan sistem pendukung elektronik kinerja (EPSS). Dan mereka termasuk media analog, seperti buku dan materi cetak lainnya, rekaman video, dan bahan audiovisual tradisional.

D. Pengertian Kode Etik Profesi Teknologi Pendidikan

Secara umum, teknologi pendidikan terikat oleh norma atau kode etik akademik sebagaimana ilmu-ilmu lain. Dengan demikian, kode etik profesi Teknologi Pendidikan mengatur perilaku semua pihak yang terlibat di dalam disiplin ilmu dan profesi teknologi pendidikan. Sebagai contoh, menghormati karya orang lain, tidak melakukan plagiat, dan tidak melakukan pembajakan terhadap karya orang lain perlu diperhatikan oleh seluruh anggota ikatan profesi. Contoh lain, seorang peneliti

(17)

bidang teknologi pendidikan tidak hanya terikat dengan kode etik keteknologi pendidikanan saja, melainkan ia juga perlu mematuhi aturan penyelenggaraan penelitian umum yang berlaku bagi seluruh bidang atau disiplin ilmu lain.

Profesi Teknologi pendidikan bukanlah merupakan profesi yang bersifat netral, tetapi merupakan profesi yang memihak, yaitu memihak pada kepentingan si belajar, agar mereka memperoleh kemudahan untuk belajar. Penerapan teknologi pendidikan pasti mempengaruhi komponen-komponen lain dalam sistem pendidikan. Pengaruh ini pada gilirannya akan membawa akibat terhadap kelembagaan, dan tanggung jawab pendidikan. Seterusnya akan mempengaruhi ekonomi dan masyarakat secara keseluruhan.

Ciri utama dalam profesi Teknologi Pendidikan adalah adanya kode etik, pendidikan dan latihan yang memadai, serta pengabdian yang terus menerus. Tujuan kode etik ini secara umum adalah:

1. Melindungi dan memperjuangkan kepentingan peserta didik; 2. Melindungi kepentingan masyarakat, bangsa dan Negara; 3. Melindungi dan membina diri serta sejawat profesi dan;

4. Mengembangkan kawasan dan bidang kajian teknologi pendidikan.

E. Kode Etik Profesi Teknologi Pendidikan Menurut AECT

Kode etik hendaknya dianggap sebagai prinsip-prinsip etik. Prinsip-prinsip ini dimaksudkan untuk membantu para anggota baik secara perorangan maupun kolektif dalam mempertahankan sikap profesional yang tinggi. Komisi profesional akan menyusun dokumentasi pendapat yang berkaitan dengan rumusan rumusan etika yang secara spesifik. Pendapat-pendapat tersebut mungkin ditimbulkan sebagai tanggapan terhadap kasus-kasus tertentu yang disampaikan pada komisi etika profesional. Uraian dan atau penjelasan tentang prinsip-prinsip etis mungkin ditimbulkan oleh komisi sebagai tanggapan atas permintaan anggota.

Kode Etik AECT Mukadimah

1. Dengan kode etik berikut, dianggap dan dijadikan sebagai prinsip-prinsip etika, prinsip-prinsip ini digunakan untuk memandu para anggota profesi baik secara individu maupun secara kelompok dalam menerapkan dan memperkokoh sikap dan perilaku profesi, dengan cara professional.

(18)

2. Komisi Etika Profesi akan menyusun dokumentasi pendapat (bersifat interpretative atau penjabarannya dengan mendalam) berkaitan dengan pernyataan etik khusus tersusun mulai dari sini.

3. Pendapat-pendapat yang dihasilkan/dirumuskan sebagai jawaban atas kasus khusus sebelum (terbentuknya) Komisi Etika Profesi.

4. Uraian atau penjelasan prinsip etika dapat dihasilkan oleh Komisi ini sebagai jawaban atas (terhadap) permohonan anggota.

Seksi 1

Tanggung jawab dan Kewajiban terhadap individu (anggota) Dalam memenuhi kewajiban terhadap setiap individu, para anggota:

1. Selalu mendorong aksi mandiri bagi upaya individu untuk belajar dan menciptakan berbagai kemudahan belajar atas berbagai pendapat.

2. Selalu melindungi dan menghormati hak individu atas kemudahan rujukan atau materi dari berbagai pendapat.

3. Selalu menjamin masing-masing individu kesempatan untuk berperan serta dalam program-program yang sesuai.

4. Selalu melaksanakan kegiatan secara professional, sebagaimana upaya untuk melindungi kepentingan pribadi individu dan menjaga integritas pribadi.

5. Selalu mengikuti prosedur atau langkah kerja secara professional untuk evaluasi dan pemilihan rujukan/materi dan perangkat keras.

6. Selalu menyusun dan melaksanakan usaha pragmatis untuk melindungi individu dari situasi merusak menuju situasi sehat dan aman.

7. Selalu memasarkan/memperkenalkan terapan canggih dan terbaru dalam penggunaan teknologi.

8. Selalu dalam rancangan dan pemilihan dari suatu program kependidikan atau media mencari upaya untuk menghindari isi yang memperkokoh atau meningkatkan/memperkenalkan model (stereotype) perbedaan jenis kelamin, etnik, atau suku tertentu, ras, atau keagamaan. Selalu mencari/mengupayakan untuk mendorong pengembangan program dan media yang menekankan keragaman dari masyarakat (kita) sebagai suatu lingkungan/komunitas multibudaya.

(19)

Seksi 2

Tanggung jawab dan Kewajiban terhadap Masyarakat

Dalam melaksanakan kewajibannya terhadap masyarakat, para anggota: 1. Selalu, dengan jujur, mewakili lembaga atau organisasi dimana orang

tersebut terdaftar, dan selalu siap melaksanakan tindakan pencegahan untuk membedakan kepentingan pribadi, dengan kepentingan lembaga atau (pandangan) organisasi.

2. Selalu, secara tepat dan cepat, mewakili atau menyampaikan fakta menyangkut kepentingan atau masalah kependidikan kepada publik, baik secara langsung maupun tidak langsung.

3. Tidak akan memanfaatkan situasi kelembagaan atau sikap ikatan profesi untuk keuntungan pribadi.

4. Tidak akan menerima berbagai bentuk ucapan atau ungkapan terima kasih dalam bentuk apapun juga, seperti bingkisan, hadiah, yang dapat melumpuhkan atau menyimpang dalam menentukan pertimbangan keprofesian, atau memperoleh kepentingan atau keuntungan tertentu.

5. Selalu melaksanakan terapan secara adil dan sama dengan siapapun juga dalam memberikan jasa atas/terhadap profesi.

Seksi 3

Tanggung jawab dan kewajiban terhadap Profesi Dalam memenuhi kewajibannya terhadap profesi, anggota:

1. Selalu menyesuaikan dan memperlakukan sama terhadap semua anggota profesi sehubungan dengan hak professional dan tanggung jawab.

2. Tidak pernah memanfaatkan cara coersive untuk memperkenalkan perlakuan khusus untuk mempengaruhi keputusan professional atas rekanan. 3. Selalu menghindari eksploitatif profesi secara komersial atas keanggotaan

individu yang tergabung dalam organisasi profesi.

4. Selalu memperjuangkan upaya peningkatan keahlian dan pengetahuan dan menyebarkannya kepada rekan seprofesi demi kemajuan profesi itu sendiri. 5. Selalu memperlihatkan dan berlaku jujur sesuai persyaratan profesi, serta

(20)

6. Melakukan kegiatan-kegiatan profesional melalui saluran-saluran semestinya

7. Hanya mendelegasikan tugas-tugas yang diberikan kepada personel-personel yang berkualifikasi. Personel yang berkualifikasi adalah orang-orang yang telah memperoleh latihan atau surat-surat kepercayaan yang sesuai dan atau mereka yang dapat membuktikan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas tertentu

8. Memberikan penjelasan-penjelasan kepada para pemakai tentang syarat-syarat dan penafsiran-penafsiran dari hukum hak cipta dan hukum-hukum lain yang mempengaruhi profesi serta mendukung keterlibatan

9. Memperhatikan semua peraturan yang berhubungan atau mempengaruhi profesi; harus melaporkan, tanpa ragu-ragu tindakan-tindakan yang tidak etis atau tidak legal dari sesama anggota profesi ke komisi etika profesional AECT; harus berperan serta dalam pencari tahuan profesional bila diminta oleh organisasi.

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN

Dengan adanya kode etik profesi Teknologi Pendidikan, maka akan ada majelis kehormatan yang akan mengawal pelaksanaan kode etik tersebut. Jika ada seorang teknolog pendidikan yang melanggar kode etiknya, maka dewan kehormatan ini yang akan memberi sangsi kepada orang yang melanggar.

(21)

Dari pihak teknolog pendidikan sendiri, pengakuan bahwa profesi teknologi pendidikan merupakan sebuah profesi akan memiliki beberapa arti. Pertama, dengan diakui sebagai sebuah profesi tentu akan meningkatkan salary mereka, sehingga mereka tidak perlu mencari obyekan lain untuk menutupi kebutuhan hidupnya. Dengan demikian mereka lebih memiliki waktu dan biaya untuk mengembangkan keahliannya. Kedua, pengakuan tadi juga akan meningkatkan prestasi profesi teknolog itu tersendiri.

DAFTAR PUSTAKA

B. Seels, Barbara., dan Rita C. Richey. 1994. Teknologi Pembelajaran: Definisi dan Kawasannya. Diterjemahkan oleh: Dewi S. Prawiradilaga, dkk. Jakarta: Unit Percetakan UNJ.

Bareb, Supra. 2013. Teknologi Pendidikan. Diambil dari:

(22)

Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Jurnal Teknodik. Jakarta: Pustekkom. Miarso, Yusufhadi. 2004. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana. Roiful, Muhammad. 2014. Pengertian Etika Profesi. Diambil dari:

http://m-roiful.blogspot.com/2014/10/tugas-3-pengertian-etika-profesi.html (17 Mei 2015). Suryani, Sri. 2014. Etika Profesional dan Teknologi Pendidikan. Diambil dari:

http://srisuryani20.blogspot.com/2014/01/makalah-etika-profesional-dan-teknologi.html

Referensi

Dokumen terkait

Masalah yang komplek yang secara nyata dihadapi siswa antara lain seperti dikemukakan oleh Purwanto (2002: 171-172), yaitu “banyak diantara anak- anak kita yang

Hasil penelitian ini menyimpulkan, bahwa Etika profesi hakim dan hukum adalah merupakan satu kesatuan yang secara inheren terdapat nilai-nilai etika Islam yang

Masalah yang komplek yang secara nyata dihadapi siswa antara lain seperti dikemukakan oleh Purwanto (2002: 171-172), yaitu “banyak diantara anak- anak kita

Masalah yang komplek yang secara nyata dihadapi siswa antara lain seperti dikemukakan oleh Purwanto (2002: 171-172), yaitu “banyak diantara anak- anak kita

Penulis memfokuskan etika profesi personal berdasarkan kode etik yang diatur secara de jure pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 21 Tahun

Prinsip etika secara keseluruhan disimpulkan bahwa antara akuntan publik, akuntan pendidik, dan mahasiswa akuntansi mempunyai perbedaan persepsi yang signifikan

Dari pelacakan arti masing-masing istilah tersebut, maka dalam tulisan ini yang dimaksud tata krama akademik secara sederhana adalah norma sopan santun dalam kaitan dengan