• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI BEBERAPA JENIS SERANGGA DALAM PENYEBARAN PENYAKIT DARAH PISANG (Ralstonia solanacearum Yabuuchi et al.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POTENSI BEBERAPA JENIS SERANGGA DALAM PENYEBARAN PENYAKIT DARAH PISANG (Ralstonia solanacearum Yabuuchi et al.)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI BEBERAPA JENIS SERANGGA DALAM PENYEBARAN

PENYAKIT DARAH PISANG (Ralstonia solanacearum Yabuuchi et al.)

Ch. Leiwakabessy

Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Pattimura

ABSTRACT

Potential of Some Insects in Dispersal of Banana Blood Disease (Ralstonia solanacearum Yabuuchi et

al.)

The Objectives of this research was to identify dominant insects in banana flower that has potential in dispersal of the banana blood disease (Ralstonia solanacearum). The field investigation was conducted in sub district of Kalianda, province of Lampung, consists of four villages. The insects were collected by using two types of insect trapping : sticky trap (STR) and sweep net (SWPN). The research was carried out since August 1998 until February 1999. The results indicated that insects from orders Diptera (the family Chloropidae, Platypezidae and Drosophilidae) were potential as disease vectors. Meanwhile, insects from orders Diptera (the family Chloropidae, Platypezidae, Tephritidae, Dolichopodidae, Culicidae, Calliphoridae, Anthomyiidae, Drosophilidae and Muscidae) ; order Lepidoptera (the family Coleophoridae) ; order Hymenoptera (the family Apidae) and order Blattaria (the family Blattidae) were the carrier in dispersing bacteria R. solanacearum.

Key words : Ralstonia solanacearum, insects, banana blood disease.

ABSTRAK

Potensi Beberapa Jenis Serangga Dalam Penyebaran Penyakit Darah Pisang (Ralstonia

solanacearum Yabuuchi et al.)

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis-jenis serangga pada bunga pisang yang berpotensi dalam penyebaran penyakit darah (Ralstonia solanacearum) pada tanaman pisang. Survei dilakukan di Kecamatan Kalianda, Provinsi Lampung, yang terdiri dari 4 desa sampel. Penangkapan serangga dilakukan dengan menggunakan 2 jenis perangkap serangga yaitu : perangkap lekat (STR) dan perangkap jaring serangga (SWPN). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis-jenis serangga dari ordo Diptera (famili Chloropidae, Platypezidae dan Drosophilidae) kemungkinan berpotensi sebagai vektor penyakit darah pisang. Serangga-serangga ordo Diptera (famili Chloropidae, Platypezidae, Tephritidae, Dolichopodidae, Culicidae, Calliphoridae, Anthomyiidae, Drosophilidae dan Muscidae); ordo Lepidoptera (Coleophoridae); ordo Hymenoptera (Apidae) dan ordo Blattaria (Blattidae) diduga sebagai carier bakteri R. solanacearum.

Kata kunci : R. solanacearum, serangga, penyakit darah pisang.

PENDAHULUAN

Ralstonia solanacearum, salah satu bakteri fitopatogenik yang menyebabkan penyakit layu dan mematikan lebih dari 200 spesies tumbuhan (Hayward, 1995). Beberapa komoditi agronomis penting merupakan inang bagi patogen ini, termasuk

kacang tanah, kentang, tomat, tembakau dan pisang. Namun patogen ini lebih banyak ditemukan di daerah tropik dan sub tropik, dan menjadi ancaman untuk daerah yang beriklim dingin, khususnya bagi tanaman kentang (Denny, 2000).

Penyakit darah pisang (blood disease) yang disebabkan oleh bakteri R. solanacearum merupakan

(2)

Pengamatan kejadian penyakit terhadap penyakit layu bakteri R. solanacearum dihitung dengan menggunakan rumus :

%

100

x

N

n

KP 

Penyakit ini di daerah Amerika Tengah dan Amerika Selatan dikenal dengan nama Moko Disease (Wardlaw, 1961 ; Stover, 1972). Di Indonesia penyakit ini dilaporkan pertama kali kira-kira 80 tahun yang lalu di pulau Selayar, Sulawesi Selatan dengan nama Darah Pisang. Patogennya diidentifikasi pertama kali oleh Gaumman pada tahun 1923 sebagai Pseudomonas celebensis (Eden-Green, 1994 ; Eden-Green dan Sastraatmadja, 1990). Penyakit ini juga mirip dengan Layu Fusarium di Amerika Tengah (Tjahjono dan Eden-Green, 1988). Menurut Sahlan dan Nurhadi (1994), dari tiga provinsi yaitu Lampung, Sumatera Barat dan Jawa Barat intensitas serangan tertinggi terjadi di Provinsi Lampung ( 1800 ha). Cahyaniati et al. (1997), mengatakan bahwa di Kabupaten Lampung Selatan selama bulan Mei-Juni 1993 telah terjadi peningkatan areal serangan dari 13,18 ha menjadi 963,38 ha. Sedangkan hasil pemantauan serangan penyakit ini di Provinsi Jambi pada tahun 2002 diketahui kira-kira satu juta rumpun tanaman pisang terserang oleh penyakit darah (Kompas, 2003).

Penyebaran penyakit ini dapat terjadi melalui bibit (anakan pisang), tanah, alat-alat pertanian dan serangga. Penyebaran bakteri melalui serangga telah dilaporkan oleh Harrison et al. (1980), Erwinia stewartii dapat ditularkan oleh kumbang Chaetonema pulicularia dan C. denticulata (Coleoptera : Chrisomelidae). Selanjutnya Buddenhagen dan Elssaser (1962) mengatakan bahwa penyebaran penyakit Moko dilakukan oleh lebah Trigona spp. (Hymenoptera: Trigonalidae), tabuhan Polybia spp. (Hymenoptera: Vespidae) dan lalat buah Drosophilidae spp. (Diptera: Drosophilidae). Peranan serangga dalam penyebaran penyakit darah pisang di daerah Lampung belum pernah diteliti, meskipun diketahui bahwa lebah dan lalat buah sering mengunjungi bunga pisang (Cahyaniati et al. 1997). Berdasarkan uraian di atas, dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi potensi jenis-jenis serangga pengunjung bunga pisang dalam penyebaran penyakit darah (R. solanacearum).

Identifikasi serangga dilakukan di Laboratorium Taksonomi Serangga, Jurusan Hama dan Penyakit Fakultas Pertanian IPB, Bogor. Sedangkan pengamatan bakteri R. solanacearum dilakukan di Laboratorium Bakteriologi, Balitbio, Departemen Pertanian Cimanggu, Bogor. Penelitian ini berlangsung dari Agustus 1998 sampai dengan Februari 1999.

Bahan-bahan yang digunakan: kapas, alkohol, media TTC (tetrazolium klorida), media SPA, media M523, natrium hipoklorit 5%, aquades dan lain-lain. Alat-alat yang digunakan: perangkap jaring serangga (sweep net) dan perangkap lekat (sticky trap), kotak es (ice box), botol kecil steril, tabung ependorf, tabung uji, mortar, pestle, aquades dan alat tulis menulis. Pengamatan lapangan dilakukan terhadap beberapa varietas pisang yang rentan terhadap penyakit darah pisang antara lain : barangan, raja, ambon dan kepok.

Pengumpulan dan Identifikasi Serangga

Pengumpulan data dilakukan dengan cara survei lapangan secara purposive sampling, dan berdasarkan luasan serangan penyakit, ditetapkan empat desa sampel yaitu desa Banding, Hargo Pancuran, Pauh Tanjung Iman dan Palembapang.

Penangkapan serangga dilakukan dengan dua jenis alat tangkap yaitu perangkap jaring serangga (SWPN/sweep net) dan perangkap lekat (STR/sticky trap) yang dilapisi dengan warna kuning dan digantungkan dekat bunga pisang. Setiap jenis serangga yang tertangkap dipisahkan dengan cara dimasukkan ke dalam botol kecil berisi air steril dan tabung ependorf. Kemudian sampel-sampel serangga dimasukkan dalam kotak es untuk diidentifikasi lebih lanjut. Identifikasi serangga dilakukan dengan menggunakan kunci identifikasi serangga (Borror et al. 1989 dan Mc Alphine et al. 1993). Jenis-jenis serangga yang tertangkap di lapangan diidentifikasi sampai tingkat famili.

salah satu penyakit penting yang menyerang tanaman pisang, di samping penyakit lainnya seperti Layu Fusarium dan Sigatoka.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung.

(3)

Dimana : KP = Kejadian penyakit

n = Jumlah tanaman yang layu N = Jumlah tanaman yang diamati Selanjutnya diamati juga jenis-jenis serangga yang tertangkap dan berpotensi dalam penyebaran penyakit darah. Isolasi patogen dilaksanakan dalam dua cara dengan menggunakan metode modifikasi isolasi penyakit darah pisang (Cahyaniati et al. 1997) antara lain :

(a.). Isolasi R. solanacearum dari bagian luar/ permukaan tubuh serangga

- Mula-mula air bekas cucian dari tubuh serangga digoreskan ke media TTC, kemudian diamati ciri-ciri koloni dari R. solanacearum setelah biakan berumur 48-72 jam. Selanjutnya biakan ini di-inkubasikan pada suhu 28oC. Koloni

bakteri yang sudah murni dipindahkan ke media SPA selama 1 – 2 hari pada suhu 28oC dan disimpan dalam air steril. (b). Isolasi R. solanacearum dari bagian dalam jaringan tubuh serangga

- Sampel serangga yang disimpan

dalam tabung ependorf didesinfeksi dengan larutan natrium hipoklorit 5% selama 5 menit. Kemudian dibilas dengan air steril sebanyak 3 – 4 kali untuk menghilangkan sisa natrium hipoklorit. Jaringan ini digerus sampai hancur dan ditambahkan air steril sebanyak 10 ml. Selanjutnya suspensi bakteri digoreskan ke media TTC dan diinkubasikan pada suhu 28oC. Koloni

bakteri yang sudah murni dipindahkan ke media SPA selama 1 – 2 hari pada suhu yang sama dan disimpan dalam air steril.

Pengujian patogenisitas terhadap isolat R. solanacearum menggunakan pisang varietas barangan berumur 40 hari (hasil kultur jaringan BPPT, Ciampea-Bogor). Jumlah isolat R. solanacearum yang dipakai dalam pengujian ini adalah 51 buah isolat asal serangga dan 4 isolat asal tanaman (Pauh Tanjung Iman, Cimanggu, Bugtog disease dan T644 (Balitro)). Isolat

T644 (Balitro) digunakan sebagai pembanding

terhadap seluruh tanaman yang diuji kemampuan patogenisitasnya. Media M523 sebagai digunakan sebagai media perbanyakan bagi populasi sel bakteri.

Jumlah populasi awal sel bakteri sebelum diinokulasikan sebesar 108 cfu/ml  OD 650 = 0.1,

sedangkan suspensi bakteri yang diinokulasikan sebesar 25 ml/tanaman. Setiap nomor isolat diulang sebanyak 4 kali sehingga jumlah seluruh tanaman yang diamati yaitu 55 x 4 = 220 tanaman. Pengamatan dilakukan mulai dari saat inokulasi sampai munculnya gejala kelayuan.

Pengamatan gejala kelayuan dilakukan dengan menggunakan skala perkembangan penyakit menurut Winstead dan Kelman (1953) dalam Supriadi (1994), dimana : skor 0 (tidak ada gejala kelayuan); skor 1 (1 daun layu); skor 2 (2 – 3 daun layu); skor 3 (semua daun layu, kecuali 2 atau 3 daun pucuk); skor 4 (semua daun layu); dan skor 5 (tanaman mati). Penentuan virulensi dari setiap nomor isolat menggunakan skala virulensi sebagai berikut: skor 0 (avirulen); skor 1-2 (virulensi rendah / +); skor 3-4 (virulensi sedang / ++); dan skor 5 (virulensi tinggi / +++).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan kejadian penyakit darah pisang di keempat desa sampel menunjukkan bahwa rataan persentase kejadian penyakit pada varietas kepok (40,04%) dan varietas raja (15,14%) (Tabel 1). Tabel 1. Rataan kejadian penyakit darah pada beberapa varietas pisang

Ke pok Raja

Banding 34,13 10,85

Hargo Pancuran 44,04 19,44

Palembapang 30,28 0,00 *

Pauh Tanjung Iman 53,15 0,00 *

Rataan 40,04 15,14

De sa Ke jadian Penyakit (%)

Ket : * = tidak ditemukan jenis pisang yang terserang penyakit darah

Berdasarkan Tabel 1. terlihat bahwa persentase kejadian penyakit di keempat desa sampel pada varietas Raja lebih rendah dibandingkan dengan varietas Kepok, dan hal ini sesuai pula dengan hasil pengamatan visual di lapangan yang menunjukkan bahwa varietas Kepok lebih banyak terserang daripada varietas Raja. Hal ini sejalan dengan pendapat Sulyo (1992), gejala penyakit darah pisang di lapangan lebih banyak ditemukan pada

(4)

varietas Kepok dan Ambon jepang, namun jarang dijumpai pada varietas Raja bulu. Selain itu, ditemukan juga beberapa jenis inang R. solanacearum yang lain, seperti Heliconia spp. yang tumbuh liar di sepanjang aliran sungai. Kondisi ini menyebabkan bakteri tersebut mampu bertahan, dan memperbanyak diri pada tumbuhan ini meskipun tidak ada tanaman inang. Menurut Lelliot dan Stead (1987), strain-strain R. solanacearum mampu bertahan pada tanaman Heliconia spp. Selanjutnya Berg (1971), mengatakan hal yang sama bahwa inang lain bagi R. solanacearum adalah Heliconia spp. dan Solanum hirta. R. solanacearum juga merupakan penghuni sementara dari akar tanaman (soil inhabitant), dimana bakteri ini masuk ke akar tumbuhan melalui luka atau akar sekunder yang muncul, kemudian merusak jaringan akar, menyerang selaput korteks dan dengan cepat menyebar ke seluruh sistem jaringan vaskular untuk berkolonisasi (Denny, 2000).

Apabila dilihat dari penampakan morfologi tanaman, varietas kepok mempunyai kanopi yang lebih lebar daripada varietas raja. Kondisi seperti ini menyebabkan iklim mikro di sekitar pertanaman pisang akan mempengaruhi perkembangan populasi serangga maupun patogen. Varietas kepok lebih banyak dikunjungi oleh serangga daripada varietas raja, diduga karena bunganya mempunyai kandungan senyawa tertentu yang bersifat atraktan.

Sebaran Jenis Serangga pada Bunga Pisang

Sebaran dari beberapa jenis serangga yang tertangkap pada bunga pisang di keempat desa sampel disajikan pada Tabel 2. Dari tabel ini menunjukkan bahwa Jenis-jenis serangga yang dominan tertangkap adalah ordo Diptera (15 famili), Hymenoptera (6 famili), Lepidoptera (2 famili) dan Coleoptera, Blattaria, serta Hemiptera (1 famili). Famili serangga dari ordo Diptera (Chloropidae dan Platypezidae) lebih dominan di lapangan dibandingkan dengan famili-famili lainnya. Banyaknya jenis serangga yang tertangkap dipengaruhi oleh kondisi iklim dan cuaca saat dilakukan penangkapan. Cuaca mendung dan intensitas penyinaran rendah menyebabkan jumlah serangga yang berkunjung ke bunga pisang semakin banyak. Sudarwohadi et al. (1993) mengatakan bahwa pengujian terhadap beberapa jenis ulat yaitu ulat grayak (Spodoptera litura), ulat tanah (Agrotis ipsilon) dan beberapa ulat pemakan daun, ternyata beberapa ulat pemakan daun diketahui menyerang tanaman pada waktu malam hari.

Berdasarkan jenis-jenis serangga yang tertangkap selama penelitian menunjukkan bahwa penggunaan perangkap lekat/sticky trap pada varietas Kepok dan Raja lebih efektif dalam jumlah tangkapan dibandingkan dengan perangkap jaring serangga/sweep net. Hal ini terjadi karena perangkap lekat dapat menjangkau serangga-serangga tertentu yang aktif pada pagi, siang dan malam hari. Sebaliknya, perangkap jaring serangga hanya bisa digunakan pada siang hari. Penggunaan warna kuning pada perangkap lekat bertujuan menarik sebanyak mungkin serangga yang untuk berkunjung ke bunga pisang. Hal ini sejalan dengan pendapat Muirhead-Thomson (1991), hama lalat hitam jeruk (Aleurocanthus woglumi) lebih tertarik perangkap lekat berwarna kuning yang telah dimodifikasi bentuknya daripada warna lainnya. Hal senada disampaikan juga oleh Maryam et al. (1997), penangkapan serangga dengan perangkap lekat pada bunga pisang diperoleh lebih banyak jenis serangga yang tertangkap daripada perangkap pengisap (suction trap).

Serangga-serangga pengunjung bunga pisang, baik sebagai predator, parasit maupun penyerbuk diduga mempunyai inang alternatif pada beberapa jenis gulma yang ditemukan di lapangan antara lain: Ageratum conyzoides, Chromolaena odorata, Imperata cylindrica, Ipomoea triloba, Lantana camara, Cynodon dactilon, Paspalum sp, Axonophus sp, Mimosa invisa, Portulacae sp dan Euphorbia hirta. Jenis-jenis gulma ini diduga menjadi inang alternatif bagi serangga-serangga pengunjung bunga pisang dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, saat tidak ada tanaman inang. Menurut Waterhouse (1994) beberapa jenis gulma seperti, Ageratum conyzoides dan Chromolaena odorata merupakan inang bagi ordo Diptera (famili Chloropidae dan Tephritidae) dan ordo Hemiptera (famili Pentatomidae). Cherian (1980) juga mengatakan hal yang sama, Oscinella fusidentata (Diptera: Chloropidae) telah ditemukan pada tanaman padi dan Cynodon dactilon di beberapa daerah, di India.

Potensi Serangga Dalam Penyebaran Penyakit Darah Pisang (R. solanacearum)

Berdasarkan beberapa uji (reaksi gram, hipersensitif dan patogenisitas) terhadap terhadap seluruh isolat-isolat R. solanacearum yang telah ditemukan sebagai kontaminan maupun di dalam jaringan tubuh serangga menunjukkan bahwa ada beberapa jenis serangga

(5)

Tabel. 2. Jumlah tangkapan serangga pada varietas pisang Kepok dan Raja di keempat desa sampel

Varietas : Kepok

Varietas : Raja

Ket : STR = perangkap lekat (sticky trap) SWPN= jaring serangga (sweep net)

1.2. = ada 2 jenis serangga yang tertangkap dalam famili tersebut

STR SWPN STR SWPN Diptera Platypezidae 7 - 7 5 Tephritidae 3 - - -Chloropidae - - 33 10 Hymenoptera Vespidae - 3 - -Hargo Pancuran Desa Banding Ordo/Famili Ordo/Famili STR SWPN STR STR SWPN Diptera Chloropidae 126 97 161 75 143 87 Anthomyiidae1 4 - 15 - 3 -Sarcophangidae - - 4 - 7 -Platypezidae1 17 - 14 17 35 25 Tephritidae 3 - 7 7 3 -Platypezidae2 10 - 3 - 17 -Drosophlidae 0 - 5 - 14 -Muscidae 5 - 4 5 9 6 Syrphidae 5 - 4 - 5 -Culicidae 7 - 13 - 8 -Anthomyiidae2 - - 5 - 7 -Calliphoridae - - 5 4 5 -Dolichopodidae - - 7 - 10 -Sciaridae - - 5 - -Vermileonidae - - 3 - -Hymenoptera Chalcididae 7 - - - - -Formicidae 8 - 10 - 5 -Apidae 5 4 9 2 8 3 Vespidae - - - 8 Scoliidae - - - 4 Anthophoridae - - - 3 Coleoptera Cantharidae 3 - 5 3 4 -Lepidoptera Coleophoridae - - - - 10 -* (tdk teridentifikasi 5 - - 3 - -Blattaria Blattidae - - 3 - - -Hemiptera Pentatomidae - - - 3 Desa STR SWPN SWPN

Pauh Tanjung Iman

Banding Hargo Pancuran Palembapang

83 -7 -2 -23 -9 -3 -2 -8 3 -- -- -- - --

(6)

-berpotensi dalam penyebaran penyakit darah. Hasil pengujian reaksi hipersensitif dan pengujian patogeni si tas terhadap beberapa i sol at R. solanacearumdisajikan pada Tabel 3. Dari tabel ini, memperlihatkan bahwa isolat-isolat R. solanacearum asal serangga yang diuji hipersensitif sebanyak 46 isolat (reaksi positif/patogenik), sedangkan 5 isolat lainnya (reaksi negatif/non patogenik). Kemudian dilanjutkan dengan uji patogenisitas menunjukkan bahwa tanaman pisang yang diinokulasi dengan bakteri R. solanacearum memperlihatkan gejala kelayuan rata-rata pada umur 14 hari setelah inokulasi (hsi) dengan skoring penyakit tertinggi adalah 5. Hasil pengujian ini juga menunjukkan bahwa tingkat virulensi dari isolat-isolat R. solanacearum asal serangga yaitu isolat avirulen (25 isolat) ; isolat virulensi rendah (2 isolat), virulensi sedang(1 isolat) dan virulensi tinggi (23 isolat). Selanjutnya dari 23 isolat yang virulensinya tinggi ternyata diperoleh 5 isolat R. solanacearum berasal dari bagian dalam/jaringan tubuh serangga dan 18 isolat dari bagian luar/permukaan tubuh serangga yang terbawa sebagai kontaminan di permukaan tubuh serangga.

Beberapa jenis serangga dari ordo Diptera khususnya famili Chloropidae, Platypezidae dan Drosophilidae diduga kemungkinan berpotensi sebagai vektor dalam penyebaran penyakit darah pada pisang. Hal ini terbukti berdasarkan keberadaan bakteri R. solanacearum yang ditemukan di dalam tubuh ketiga jenis serangga ini. Penemuan ini sesuai dengan pendapat Maryam et al. (1997), yang mengatakan bahwa ordo Diptera (famili Drosophilidae) berpotensi sebagai vektor penyakit darah pada pisang Kepok dan Ambon jepang. Hal ini ditunjang pula oleh pendapat Buddenhagen dan Kelman (1964), famili Drosophilidae, Trigonalidae dan Vespidae berperan sebagai vektor penyakit Moko pada tanaman pisang. Sedangkan untuk jenis-jenis serangga lainnya, isolat R. solanacearum ditemukan hanya sebagai kontaminan pada permukaan tubuhnya. Beberapa isolat R. solanacearum bereaksi positif saat uji hipersensitif dilakukan, tetapi dilanjutkan uji patogenisitas tidak menimbulkan gejala kelayuan pada tanaman pisang, dan selanjutnya setelah direisolasi tidak memperlihatkan gejala khas dari patogen ini. Ini menunjukkan bahwa kemungkinan terjadi mutasi gen dari isolat-isolat yang virulen menjadi avirulen. Respons hipersensitif yang terjadi pada tanaman juga dapat menyebabkan beberapa isolat yang virulen berubah menjadi avirulen dan sebaliknya. Selain itu periode inkubasi bervariasi dari tiap-tiap isolat R. solanacearum asal serangga yaitu berkisar antara

7 - 14 hsi. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sifat keganasan penyakit (aggresivness) dari setiap isolat uji sehingga menyebabkan variasi waktu munculnya gejala awal maupun intensitas penyakit dari setiap isolat. Hal ini sesuai dengan pendapat Siege (1993) bahwa, strain-strain R. solanacearum yang virulensinya tinggi dapat menimbulkan gejala kelayuan yang cepat (periode inkubasi singkat) sebagai akibat dari peningkatan aktivitas enzim polisakarida ekstraseluler (EPS) yang terakumulasi sehingga memblokir translokasi hara dan mineral ke seluruh jaringan tanaman. Patogen ini menyerang tanaman secara sistemik dengan jalan memblokir aliran hara dan berkolonisasi membentuk membentuk suatu massa molekul polisakarida tinggi yang terakumulasi sebagai enzim polisakarida ekstraselular (EPS) dan protein ekstraseluler ganda (PEG) (Schell, 2000). Diduga bahwa molekul polisakarida tinggi telah terakumulasi di dalam jaringan phloem maupun xilem menyebabkan translokasi aliran hara dari tanah ke atas menjadi terhambat dan juga sebaliknya.

Jika dilihat dari kondisi pertanaman di lapangan menunjukkan bahwa serangan penyakit ini bukan saja berasal dari bawah, namun juga dari bagian atas, khususnya pada bagian bunga jantan. Bakteri yang melekat pada tubuh maupun yang terbawa di dalam saluran midgut dan pencernaan serangga akan ditularkan pada saat serangga mengunjungi bunga pisang dan terbawa ke dalam jaringan bunga ketika serangga mengisap nektar. Namun berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh serangga vektor maupun carier mulai mengisap nektar sampai terjadinya gejala penyakit pada bunga pisang belum diketahui dengan pasti. Pada penelitian ini pengambilan sampling serangga tidak dilakukan pada bagian perakaran sehingga belum ada informasi tentang jenis-jenis serangga penghuni tanah yang kemungkinan diketahui berpotensi bagi penyebaran penyakit tersebut. Dengan demikian perlu dilakukan kajian lebih lanjut terutama menyangkut aspek-aspek penularan serangga pada bunga pisang (vektor maupun carier) maupun identifikasi secara keseluruhan jenis-jenis serangga yang berpotensi dalam penyebaran penyakit darah (R. solanacearum) dari setiap bagian tanaman pisang. Varietas pisang Barangan digunakan dalam uji patogenisitas, telah diketahui rentan terhadap penyakit ini. Varietas ini merupakan hasil kultur jaringan, namun mempunyai gen kerentanan yang lebih dominan daripada gen ketahanan. Dominansi dari gen kerentanan yang dimiliki oleh varietas ini

(7)

Tabel 3. Hasil pengujian hipersensitif dan patogenisitas beberapa isolat R. solanacearum asal serangga

Ordo Famili

PSsrc9901 Hy menoptera Chalcididae (a) + 0 42 0 Av

PSsrc9902 Diptera Chloropidae (a) + 14 35 5 +++

PSsrc9903 Diptera Sciaridae (a) - 0 42 0 Av

PSsrc9904 Diptera Chloropidae (b) + 0 42 0 Av

PSsrc9905 Diptera Platy pezidae (a) + 7 28 5 +++

PSsrc9906 Hy menoptera Vespidae (a) + 0 42 0 Av

PSsrc9907 Diptera Chloropidae (a) + 0 42 0 Av

PSsrc9908 Hy menoptera Vespidae (b) + 0 42 0 Av

PSsrc9909 Diptera Platy pezidae (b) + 0 42 0 Av

PSsrc9910 Diptera Platy pezidae (a) + 0 42 0 Av

PSsrc9911 Diptera Chloropidae (b) + 7 42 5 +++

PSsrc9912 Diptera Drosophilidae (a) + 0 42 0 Av

PSsrc9913 Lepidoptera Coleophoridae (a) + 0 42 0 Av

PSsrc9914 Diptera Drosophilidae (a) + 0 42 0 Av

PSsrc9915 Hy menoptera Apidae (b) + 0 42 0 Av

PSsrc9916 Diptera Drosophilidae (a) + 0 42 0 Av

PSsrc9917 Diptera Chloropidae (b) + 14 42 5 +++

PSsrc9918 Diptera Dolichopodidae (a) + 0 35 0 Av

PSsrc9919 Hy menoptera Apidae (a) - 0 42 0 Av

PSsrc9920 Lepidoptera Coleophoridae (a) - 0 42 0 Av

PSsrc9921 Diptera Drosophilidae (b) + 0 42 0 Av

PSsrc9922 Coleoptera Cantharidae (a) + 0 42 0 Av

PSsrc9923 Diptera Platy pezidae (a) + 0 42 0 Av

PSsrc9924 Diptera Dolichopodidae (a) + 7 28 5 +++

PSsrc9925 Lepidoptera X* (a) - 0 42 0 Av

PSsrc9926 Diptera Chloropidae (b) + 21 42 3 ++

PSsrc9927 Hy menoptera Formicidae (b) + 0 42 0 Av

PSsrc9928 Lepidoptera X* (a) + 0 42 0 Av

PSsrc9929 Diptera Platy pezidae (a) + 0 42 0 Av

PSsrc9930 Diptera Tephritidae (a) + 7 28 5 +++

PSsrc9931 Lepidoptera X* (a) + 0 0 0 Av

PSsrc9932 Diptera Chloropidae (a) - 0 0 0 Av

PSsrc9933 Diptera Chloropidae (b) + 14 28 5 +++

PSsrc9934 Diptera Chloropidae (a) + 28 42 2 +

PSsrc9935 Diptera Platy pezidae (a) + 21 42 5 +++

PSsrc9936 Diptera Platy pezidae (b) + 28 42 2 +

PSsrc9937 Diptera Chloropidae (b) + 21 42 5 +++

PSsrc9938 Diptera Tephritidae (a) + 7 28 5 +++

PSsrc9939 Diptera Culicidae (a) + 21 42 5 +++

PSsrc9940 Diptera Anthomy iidae 2 (a) + 14 35 5 +++

PSsrc9941 Diptera Chloropidae (a) + 7 28 5 +++

PSsrc9942 Diptera Platy pezidae (a) + 7 42 5 +++

PSsrc9943 Blattaria Blattidae (a) + 28 42 5 +++

PSsrc9944 Diptera Tephritidae (a) + 7 42 5 +++

PSsrc9945 Diptera Drosophilidae (a) + 7 42 5 +++

PSsrc9946 Diptera Drosophilidae (b) + 14 35 5 +++

PSsrc9947 Lepidoptera Coleophoridae (a) + 14 42 5 +++

PSsrc9948 Diptera Calliphoridae (a) + 7 42 5 +++

No. Isolat Reaksi

Hipersensitif Hari (*) Pengujian Patogenisitas Periode Inkubasi Skoring Penyakit (**) Tingkat Virulensi Asal

(8)

Lanjutan Tabel 3.

Ket. : Isolat no. 01-10 (Banding) ; 11 - 24 (Palembapang) ; 25 - 37 (Hargo Pancuran) ; 38 - 51 (Pauh Tanjung Iman) * = umur tanaman saat inokulasi sampai skoring tertinggi

** = skoring penyakit layu (0 - 5) a = isolasi Rs di permukaan tubuh serangga (kontaminan) *** = tingkat virulensi (0 - 5) b = isolasi Rs di dalam jaringan tubuh serangga

X* = tidak teridentifikasi Av = avirulen

KESIMPULAN DAN SARAN

menyebabkan varietas ini lebih mudah terserang penyakit ini dibandingkan dengan varietas lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Buddenhagen dan Kelman (1964) bahwa, ras 2 hanya menyerang pisang triploid (AAA, AAB), Musa spp. Plantain dan Heliconia spp. Selanjutnya Pisang Kepok (genom ABB/BBB) diketahui rentan dibandingkan varietas lainnya (Eden-Green (1994). Hal ini diduga karena jenis pisang triploid diketahui mempunyai gen rentan lebih dominan daripada gen resistennya sehingga jenis pisang ini yang lebih rentan dibandingkan dengan jenis lainnya. Sebaliknya pada jenis pisang diploid walaupun hanya memiliki dua jenis gen, namun gen resistennya lebih dominan daripada gen rentannya. Dari hasil penelitian ini diketahui ada beberapa jenis serangga yang diduga berpotensi dalam penyebaran penyakit darah pisang. Informasi ini sangat penting terutama dalam penerapan strategi pengendalian yang tepat, mengingat bakteri patogen R. solanacearum yang terbawa serangga (di dalam jaringan atau terkontaminasi di permukaaan tubuh) dapat berperan sebagai vektor maupun carier dalam perkembangan penyakit darah pisang.

2. Jenis-jenis serangga dari ordo Diptera (famili Chloropidae, Platypezidae, Tephritidae, Dolichopodidae, Culicidae, Calliphoridae, Anthomyiidae, Drosophilidae dan Muscidae) ; ordo Lepidoptera (Coleophoridae), ordo Hymenoptera (Apidae) dan ordo Blattaria (Blattidae) diduga sebagai pembawa bakteri (carier) R. solanacearum karena ditemukan hanya berupa kontaminan pada bagian luar jaringan tubuh serangga.

Saran

1. Perlu dilakukan pengujian penularan beberapa jenis serangga terhadap penyebaran penyakit darah pisang.

2. Identifikasi terhadap jenis-jenis serangga pengunjung tanaman pisang (akar, batang, daun dan bunga) yang berpotensi dalam penyebaran penyakit ini sampai ke tingkat spesies.

3. Deteksi keberadaan R. solanacearum ras 2 pada tubuh serangga (terbawa di permukaan tubuh maupun di dalam jaringan) dengan metode yang lebih akurat dan cepat, seperti PCR maupun teknik identifikasi lainnya.

Ordo Famili

PSsrc9949 Diptera Platy pezidae (a) + 7 35 5 +++

PSsrc9950 Hy menoptera Apidae (a) + 7 35 5 +++

PSsrc9951 Diptera Muscidae (a) + 14 42 5 +++

+ 7 35 5 +++ + 7 35 5 +++ tidak diuji 7 35 5 +++ tidak diuji 7 35 5 +++ BGD9 (Filipina) T644 (Supriadi, Balitro)

No. Isolat Asal

PSLP99 (varietas kepok, Pauh Tanjung Iman)

PSCM99 (varietas nangka, cimanggu)

Reaksi Hipersensitif Pengujian Patogenisitas Periode Inkubasi Hari (*) Skoring Penyakit (**) Tingkat Virulensi Kesimpulan

1. Jenis-jenis serangga dari ordo Diptera (famili Chloropidae, Platypezidae dan Drosophilidae) diduga kemungkinan berpotensi sebagai vektor penyakit darah pisang karena sebagian isolat-isolat virulen ini telah ditemukan di dalam jaringan tubuh serangga.

DAFTAR PUSTAKA

Berg L.A. 1971. Weed host of the SFR strain Pseudomonas solanacearum, causal organism of bacterial wilt of bananas, Phytopathology 61:1341-1315.

(9)

Cherian P.T. 1980. Biology and ecology Oscinella fusidentata Cherian (Diptera : Chloropidae) with notes on the external morphology of the immature stages. West India (abstract).

Denny, T.P. 2000. Ralstonia solanacearum – a plant pathogen in touch with its host. Trends In Microbiology. 489, 8 : 11.

Eden-Green, S.J. 1994. Banana Blood Disease. Musa Fact. Sheet No. 3. INIBAP, Parc Scientifique Agropolis, France.

Eden-Green S.J, Sastraatmaja H. 1990. Blood disease in Indonesia. FAO Plant Protection Bulletin 38: 49-50.

Harrison MD, JW Brewer, Merril LD. 1980. Insect involvement in the transmission of bacterials pathogens In Vectors of Plant Pathogens, editors K.F. Harris, K. Maramorosch, New York, Academic Press, pp. 201-292.

Hayward, A.C. (1995). Pseudomonas

solanacearum. In Pathogenesis and Host Specificity in Plant Diseases: Histopathological, Biochemical, Genetic and Molecular Bases (Vol. 1) (Singh, U.S. et al., eds), pp. 139–151, Elsevier Science.

Kompas, 2003. Harian Kompas, Kamis 16 Januari 2003. Serangan Penyakit Layu Pisang di Provinsi Jambi.

Lelliott R.A, Stead D.E. 1987. Methods for Diagnosis of Bacterial Disease of Plant. British Society for Plant Pathology.

Maryam Abn, Tatang Rasta, Handayani O, Sihombing D. 1997. Beberapa jenis serangga pengunjung bunga pisang yang diduga sebagai penular

penyakit layu bakteri (Pseudomonas

solanacearum E.F. Smith) disampaikan dalam Borror D.J, Triplehorn C.A, Johnson N.F. 1989. An introductions to the study insects 6th (terjemahan

Indonesia, Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi ke-6, oleh Partosoedjono, S. tahun 1996. Fak. Kedokteran Hewan, IPB-Bogor).

Buddenhagen I.W, Elssaser TA. 1962. An insect-spread bacterial wilt epiphytotic of bluggoe banana. Nature, London 194: 164-165.

Buddenhagen I.W, Kelman A. 1964. Biological dan physiological aspects of bacterial wilt caused by P. solanacearum. Ann. Rev. of Phytopathological 2:203-230.

Cahyaniati, C.N Mortensen, Mathur S.B. 1997. Bacterial wilt of banana in Indonesia, Tech. Bulletin. 7p.

Prosiding Rapat Kerja Penyusunan Prioritas dan Desain Penelitian Hortikultura, Solok 17-19 Nopember. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura.

Mc Alphine J.F, Peterson B.V, Shewed G.E, Teskeng H.J, Vockeroth J.R, Wood D.M. 1993. Manual of Neartic Diptera Vol. 1 & 2, Research Branch Agricultural Canada Monograph No. 28.

Muirhead-Thomson R.C. 1991. Trap responses in flying insect ; The influence of trap design on capture efficiency. Academic Press, New York. Sahlan dan Nurhadi. 1994. Inventarisasi penyakit

pisang di sentra produksi Sumatera Barat, Jawa Barat dan Lampung. Penel. Hort. 63: 36-44. Schell, M.A. (2000) Control of virulence and

pathogenicity genes of Ralstonia solanacearum by an elaborate sensory array. Ann. Rev. Phytopathol. 38, 263–292.

Siege D.C. 1993. Bacterial plant pathology; cell and molecular aspects. Cambridge University Press. Stover R.H. 1972. Banana, plantain and abaca disease. Commenwealth Mycological Institute, Kew Surrey, England.

Sudarwohadi S.S, Duriat A.S, Martono E, Mukasan T, Rusyadi Y, Raka IG. 1993. Petunjuk Lapangan Pelaksanaan PHT pada Tanaman Sayuran. Program Nasional PHT dan DEPTAN, Jakarta, 415 hal.

Sulyo, Y. 1992. Major banana disease and their control. IARD journal. 14(3):55-58.

Supriadi, 1994. Studies on the characteritics of P. solanacearum and Related species from Indonesia, and the potentials use of bacteriphage and bacteriocin for biological control of bacterial wilt disease. Thesis Ph.d, University of London, 235p.

Tjahjono B, Eden-Green S.J. 1988. Blood disease of bananas in Indonesia (abtract). International Congress of Plant Pathology 5th , Kyoto Japan.

Warldlaw C.W. 1961. Banana disease including plantain and abaca. Longman, London. 648p. Waterhouse I. 1994. Biological control of weeds in

Gambar

Tabel 3. Hasil pengujian hipersensitif dan patogenisitas beberapa isolat R. solanacearum asal serangga

Referensi

Dokumen terkait

Alternatif strategi yang tepat untuk diterapkan dalam pengembangan usaha agroindustri tahu goreng De Rifa yaitu dengan menggunakan strategi SO dimana perusahaan dapat

The researcher also expects this research to improve the translat or’s knowled ge about song lyric translation and help the translators dealing with the problems

Transitivity analysis of The Washington Times’ editorial: Tough questions about immigration reform. Verbiage Verbal Sayer

An Analysis of Profesional Scretary At “ Yayasan Kampung Percik Salatiga ”. Submitted in

Sebagai upaya memahami secara mendalam paraktik penggunaan anggaran berbasis kinerja di kejaksaan maka metode yang digunakan dalam kajian ini adalah kualitatif

When you’re looking to influence people and build a powerful business online, authority is the way to go.. People respect other people who have authority, expertise, and

Sedangkan kondisi pembelajaran yang melibatkan emosi baik emosi anak maupun pengajar akan menimbulkan terjalinnya ikatan emosi antara pengajar dan pebelajar sehingga

Makna konotasi dari adegan ini terlihat bahwa Husein sedang memberikan sebuah Al- Qur’an kepada Sarah anaknya dengan wajah yang serius menunjukkan bahwa ia sangat