• Tidak ada hasil yang ditemukan

TANGGUNG JAWAB DOKTER TERHADAP KESALAHAN DIAGNOSIS. Oleh. Dian Mauli

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TANGGUNG JAWAB DOKTER TERHADAP KESALAHAN DIAGNOSIS. Oleh. Dian Mauli"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

TANGGUNG JAWAB DOKTER TERHADAP KESALAHAN DIAGNOSIS

Oleh Dian Mauli

ABSTRAK: Hubungan dokter dan pasien berawal saat pasien datang untuk meminta pertolongan di bidang kesehatan. Hubungan tersebut disebut kontrak teraupetik. Sengketa medis antara dokter dan pasien muncul diantaranya karena kesalahan dokter melakukan diagnosis. Permasalahan dalam penelitian adalah, pertama Faktor apa saja yang mempengaruhi kesalahan diagnosis dan tanggung jawab dokter terhadap kesalahan diagnosis? Kedua Apa dasar hukum tuntutan terhadap dokter jika melakukan kesalahan diagnosis? Hasil penelitian: pertama, langkah-langkah dalam menegakan diagnosis adalah anamnesis, pemeriksaaan fisik, pemeriksaan penunjang dan diagnosis, maka faktor-faktor yang mempengaruhi kesalahan diagnosis adalah Sumber Daya Manusia dan kelengkapan pemeriksaan penunjang. Jumlah dokter di Puskesmas rawat inap di Lampung Utara belum sesuai dengan Permenkes Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Puskesmas yaitu minimal 2 orang, bahkan masih terdapat puskesmas rawat inap yang tidak mempunyai dokter atau belum memiliki pemeriksaan penunjang seperti laboratorium. Kedua, ketika terbukti terjadi kesalahan diagnosis maka dasar hukum tuntutan terhadap dokter adalah tanggung jawab etis berdasarkan Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), Tanggung jawab disiplin Berdasarkan Pasal 69 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran dan tanggung jawab pidana Pasal 75-80 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran.

Kata kunci: Tanggung Jawab, Kesalahan, Diagnosi

I. PENDAHULUAN

Ada dua jenis hubungan hukum antara pasien dan dokter dalam pelayanan kesehatan, yaitu hubungan karena terjadinya kontrak terapeutik dan hubungan karena adanya peraturan perundang-undangan. Kedua hubungan tersebut melahirkan tanggung jawab hukum, tanggung jawab profesi dan tanggung jawab etika dari seorang dokter.

(2)

Kedua hubungan tersebut melahirkan tanggung jawab hukum, tanggung jawab profesi dan tanggung jawab etika dari seorang dokter. Seorang dokter atau dokter gigi yang melakukan pelanggaran dapat saja dituntut dalam beberapa pengadilan, misalnya dalam bidang hukum ada pengadilan perdata, pengadilan pidana dan pengadilan administratif. Selain itu dokter atau dokter gigi juga dapat diperhadapkan pada Pengadilan Etik pada organisasi profesi Majelis Kesehatan Etika Kedokteran & Majelis Kehormatan Etika Kedokteran Gigi (MKEK dan MKEKG), dan Pengadilan Disiplin Profesi oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI).

Seorang dokter dituntut untuk bekerja sesuai dengan Kode etik, peraturan perundang-undagan dan standar psofesi yang mereka miliki. Jika terjadi suatu sengketa medik terhadap dokter yang memberikan pelayana maka perlu di telaah kembali apakah seorang dokter sudah bekerja sesuai dengan aturan yang berlaku sehingg baru dikatakan seorang dokter melakukan melpraktek medis contohnya kesalahan dalam mendiagnosis.

Kesalaan dalam melakukan diagnosis dapat dikategorikan kedalam suatu kelalaian tindakan medis. Seseorang dikatakan lalai apabila ia bertindak acuh, tak peduli, tidak memperhatikan kepentingan orang lain sebagaimana lazimnya di dalam tata pergaulan hidup di masyarakat. Selama akibat dari kelalaian itu tidak sampai membawa kerugian atau cedera kepada orang lain, atau karena menyangkut hal-hal yang sepele maka tidak ada akibat hukum apa-apa. Prinsip ini berdasarkan adagium De minisis not curat lex. Hukum tidak mencampuri hal-hal yang dianggap sepele. Namun apabila kelalaian itu sudah mencapai tingkat tertentu yaitu tidak memperdulikan benda atau keselamatan jiwa orang lain, maka sifat kelalaian itu berubah menjadi delik21. Delik ini ketika sampai kepengadilan maka ini dinamakan telah terjadi sengketa medis antara pasien atau keluarga pasien dengan tenaga kesehatan.

Sengketa medik adalah sengketa yang terjadi antara pasien dan keluarga pasien dengan tenaga kesehatan atau antara pasien dengan rumah sakit / fasilitas kesehatan. Biasanya yang dipersengketakan adalah hasil atau hasil akhir pelayanan kesehatan dengan tidak memperhatikan atau mengabaikan prosesnya. Padahal dalam hukum kesehatan diakui bahwa tenaga kesehatan atau pelaksana pelayanan kesehatan saat memberikan pelayanan hanya bertanggung jawab atas proses atau upaya yang dilakukan (Inspaning Verbinntenis) dan tidak menjamin / menggaransi hasil akhir (Resultalte Verbinntenis), kemudian sengketa medik ini menjadi permasalahan yang besar ketika diberitakan di media massa, ditambah lagi pengetahuan hukum kesehatan dari aparat penegak hukum yang kurang,

21 Dalmy Iskandar, 1998, Rumah Sakit, Tenaga Kesehatan dan Pasien, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 86

(3)

penggunaan pasal yang tidak konsisten, menggeser kasus perdata ke ranah pidana dan kesulitan dalam pembuktian fakta hukum.22

Akhir-akhir ini sering diberitakan di media massa adanya ketidakpuasan pasien atau keluarga pasien terhadap pelayanan kesehatan yang diterima, baik dari dokter ataupun dari sarana pelayanan kesehatan lainnya. Kesalahan mendiagnosis pasien mungkin saja terjadi, baik faktor kesengajaan ataupun kelalaian. Dokter adalah manusia biasa yang tidak lepas dari sifat kesalahan sebagai sifat kodrati manusia pada umumnya. Ketika telah terjadi kesalahan dalam mendiagnosis dan dapat dibuktikan kesalahan tersebut tentunya seorang dokter harus mempertanggungjawabkan terhadap kesalahan atau kekeliruan yang telah dilakukan.

Adanya tuntutan hukum itu dapat membuat dokter menerapkan defensive medicine yang pada akhirnya justru akan merugikan masyarakat. Namun sekali lagi, pelayanan medis yang berimplikasi pada kematian atau kecacatan pasien belumlah tentu kasus malpraktik.23

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian kepustakaan yaitu penelitian terhadap data sekunder24, maka pendekatan yang akan digunakan adalah pendekatan konseptual (conceptual approach) yaitu dengan cara meneliti teori-teori dan asas-asas hukum serta pendekatan perundang-undangan (normative approach) yang berkaitan dengan pertanggungjawaban dokter dalam hal kesalahan diagnosis.

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Umum Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama di Kabupaten Lampug Utara

Kabupaten Lampung Utara adalah salah satu dari 15 Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung. Kabupaten Lampung Utara beribukota di Kotabumi yang berjarak ±110 Km dari ibukota Provinsi. Secara administrasi, Lampung Utara terbagi dalam 23 Kecamatan dan 247 Desa/Kelurahan dengan luas wilayah 2. 725,35 Km2. Letak geografis Kabupaten Lampung Utara berada di arah Utara-Selatan 4.34,-5.06, Lintang Selatan, arah Timur-Barat 104.40,-105, 08’ Bujur Timur, dengan luas areal daratan seluas 272.563 Ha (7,72%) dari luas wilayah Provinsi Lampung).

22 Makalah Dr. M. Nasser SpKK.D.Law. Sengketa Medis Dalam Pelayanan Kesehatan. 2011 23 Ari Yunanto & Helmi, 2010, Hukum Pidana Malpraktik Medik, Yogyakarta, Andi Offset, Hlm 3.

(4)

1. Sarana Pelayanan Kesehatan

a. Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar. b. Sarana Pelayanan Kesehatan Lainnya

c. Sarana Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat. 2. Sumber Daya Manusia

Tenaga Kesehatan di Kabupaten Lampung Utara pada tahun 2016 sebanyak 1.475 orang dengan 12 jenis ketenagaan. Sebanyak 971 orang tenaga kesehatan bertugas di Puskesmas berserta jaringan nya dan 504 orang di Rumah Sakit. Rasio tenaga kesehatan per 100.000 penduduk di Kabupaten Lampung Utara pada tahun 2016 masih jauh dari target nasional.

Rasio tenaga medis (dokter spesialis, dokter umum dan dokter gigi per 100.000 penduduk di Kabupaten Lampung Utara selama 5 tahun terakhir masih jauh dibawah target. Hal ini perlu mendapatkan perhatian khusus dari Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Utara untuk menambah tenaga medis (dokter) guna memberikan dan meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesalahan Diagnosa Dan Tanggung Jawab Dokter Terhadap Kesalahan Diagnosis

1. Pengertian Diagnosis.

Diagnosis adalah identifikasi sifat-sifat penyakit atau kondisi atau membedakan satu penyakit atau kondisi dari yang lain25. Penilaian dapat dilakukan melalui pemeriksaan fisik, tes laboratorium, atau sejenisnya, dan dapat dibantu oleh program komputer yang dirancang untuk memperbaiki proses pengambilan keputusan. Selain itu, diagnosis juga diartikan sebagai hasil dari evaluasi dan itu mencerminkan temuan.

Diagnosis berfungsi untuk menentukan penyakit yang dialami oleh pasien, dengan melalui tahapan-tahapan pemeriksaan mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pasal 35 ayat (1) UU No 29 Tahun 2009 tentang Praktek Kedokteran menyebutkan bahwa Dokter atau Dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi mempunyai wewenang melakukan praktik kedokteran sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki, yang terdiri atas :

a. Mewawancarai pasien;

b. Memeriksa fisik dan mental pasien; c. Menentukan pemeriksaan penunjang; d. Menegakkan diagnosis;

e. Menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien;

25

(5)

f. Melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi; g. Menulis resep obat dan alat kesehatan;

h. Menerbitkan surat keterangan dokter atau dokter gigi; i. Menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diizinkan;

j. Meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di daerah terpencil yang tidak ada apotik.

2. Kesalahan Diagnosis

Adalah: kesalahan dalam diagnosis setelah pemeriksaan klinis atau prosedur diagnostik teknis dilakukan. Salah diagnosis adalah kesalahan dalam diagnosis setelah pemeriksaan klinis atau prosedur diagnostik teknis26.

Kesalahan diagnosis yang dilakukan oleh seorang dokter termasuk malpraktek medik/kelalaian medik atau bukan, sepanjang seorang dokter dalam melakukan tindakan medik terhadap pasiennya memenuhi peraturan perundang-undangan, kode etik kedokteran Indonesia dan Standar Profesi Indonesia maka sekalipun dokter tersebut melakukan kesalahan diagnosis, kesalahan dokter tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan malpraktek medik/kelalaian medik27. Seorang dokter dalam melakukan tindakan medik terhadap pasiennya harus memenuhi peraturan-peraturan sebagai berikut:

1) Peraturan Perundang-Undangan:

a. Pasal 50 UU NO 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran:

a) Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional

b) Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional

b. Pasal 24 ayat 1 UU NO 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan: Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional.

c. Pasal 1 UU No 36 Tahun 2004 Tentang Tenaga Kesehatan

26http://kamuskesehatan.com/arti/Salah-diagnosis/.

27 www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5203cbfe5f6aa/langkah-hukum-jika-dokter-salah-diagnosis

(6)

Ayat (14): Standar Prosedur Operasional adalah suatu perangkat instruksi/langkah-langkah yang dibakukan untukmenyelesaikan proses kerja rutin tertentu dengan memberikan langkah yang benar dan terbaik berdasarkan konsensus bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan berdasarkan Standar Profesi.

2) Kode Etik Kedokteran Indonesia (“KODEKI”):

Pasal 1: Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter

Pasal 2: Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi

Pasal 6: Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat Pasal 10: Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilan nya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.

Pasal 11: dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya.

3) Standar Profesi Kedokteran

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, standar profesi adalah batasan kemampuan (knowledge, skill and professional attitude) minimal yang harus dikuasai oleh seorang individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi.

Jadi dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang dokter harus menjalankan tugas dengan tiga peraturan diatas maka sekalipun dokter tersebut melakukan kesalahan diagnosis, tindakan dokter tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan malpraktek medik / kelalaian medik28.

(7)

Senada dengan yang disebutkan oleh Bapak M. fakih dalam seminar nasionalnya bahwa dikatakan peniadaan kesalahan medis jika terjadi hal-hal berikut ini29:

a) Risiko dalam pengobatan (Risk of Treatment) yaitu resiko yang melekat (Inherent Risk), risiki akibat reaksi alergik, risiko komplikasi yang timbul dalam tubuh pasien.

b) Kecelakaan medis (Mischap, accident, misadventure).

c) Kekeliruan dalam penilaian klinis (Error of Clinical Judgement). d) Risiko besar yang sudah diketahui (volenti non fit Iniura)

e) Pasien melakukan kelalaian (Contributory negligence)

Untuk menilai apakah kesalahan diagnosis yang dilakukan oleh seorang dokter termasuk kategori malpraktek medik atau kelalaian medik, dapat ditelaah melalui standar di atas sebagai berikut30:

1) Dokter harus bekerja secara teliti dan seksama. Apabila memang kesalahan diagnosis yang dilakukan oleh seorang dokter adalah akibat ketidaktelitiannya, misalnya salah dalam membaca hasil pemeriksaan laboratorium pasiennya, maka dokter yang bersangkutan telah memenuhi unsur kelalaian.

2) Dokter dalam mengambil tindakan harus sesuai dengan ukuran ilmu medik. Apabila dokter tersebut telah melakukan tindakan medik sesuai dengan ukuran ilmu medik dan terjadi kesalahan diagnosis, maka kesalahan dokter tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai malpraktek medik atau kelalaian medik. 3) Kemampuan rata-rata dibanding kategori keahlian medik yang sama. 4) Dalam situasi kondisi yang sama.

5) Sarana upaya yang sebanding dengan tujuan kongkrit tindakan medik tersebut. Tidak gampang untuk mengetahui apakah seorang dokter telah melakukan suatu kesalahan, kelalaian atau malpraktek medic karena untuk menguji apakah yang dilakukan dokter dalam menjalankan profesinya itu merupakan suatu malpraktik atau bukan, Leenen menyebutkan lima kriteria, seperti yang dikutip oleh Fred Ameln31, yaitu:

1) Berbuat secara teliti/seksama (zorgvuldig hendelen) dikaitkan dengan kelalaian (culpa). Bila seorang dokter bertindak onvoorzichteg, tidak teliti, tidak berhati-hati, maka ia memenuhi unsur kelalaian; bila ia sangat tidak berhati-berhati-hati, ia memenuhi unsur culpa lata;

2) Yang dilakukan dokter sesuai ukuran ilmu medik (volgens de medische standard);

29 M. Fakih. 2017. Perlindungan Hukum Tenaga Kesehatan Dalam Melakukan Pelayanan

Kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Seminar Nasional. UGM

30

(http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol10135/kesalahan-diagnosis-dokter-tergolong-malpraktek-atau-kelalaian-medikkah)

(8)

3) Kemampuan rata-rata (overage) dibanding kategori keahlian medis yang sama (gemiddelde bewaamheid van gelijke medische categorie);

4) Dalam situasi dan kondisi yang sama (gelijke omstandigheden);

5) Sarana upaya (middelen) yang sebanding/proporsional (asas proporsionalitas) dengan tujuan kongkret tindakan/perbuatan medis tersebut (tot het concrete handelingdoel).

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kesalahan Diagnosis

Pada Pasal 35 (1) UU Praktek Kedokteran menyebutkan bahwa dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi mempunyai wewenang melakukan praktik kedokteran sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki, yang terdiri atas:

a. mewawancarai pasien;

b. memeriksa fisik dan mental pasien; c. menentukan pemeriksaan penunjang; d. menegakkan diagnosis;

e. menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien;

Artinya wewenang untuk mendiagnosis pasien adalah wewenang seorang dokter atau dokter gigi. Kekurangan tenaga dokter atau dokter gigi ini tentu akan berpengaruh pada ketepatan dalam melakukan tahapan-tahapan diagnosis terhadap pasien.

Adapun tahapan-tahapan dalam melakukan diagnosis adalah sebagai berikut 32: 1) Anamnesis

Anamnesa / Anamnesis adalah suatu kegiatan wawancara antara pasien/keluarga pasien dan dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang berwenang untuk memperoleh keterangan-keterangan tentang keluhan dan penyakit yang diderita pasien

2) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yaitu pengumpulan data dengan cara melakukan pemeriksaan kondisi fisik dari pasien.

3) Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menentukan diagnosis penyakit penderita. Pemeriksaan penunjang ini umumnya dilakukan apabila langkah-langkah pemeriksaan penentuan diagnosis di atas belum dapat dengan pasti

32

(9)

mendiagnosis suatu penyakit yang diderita pasien sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang untuk diagnosis pasti penyakit.

4) Diagnosis

Diagnosis yaitu penetapan jenis penyakit tertentu berdasarkan analisis hasil anamnesis dan pemeriksaan yang teliti. Sumber lain mengatakan diagnosis

adalah identifikasi sifat-sifat penyakit atau kondisi atau membedakan satu penyakit atau kondisi dari yang lain33.

Faktor lain yang tak kalah penting dan dapat mempengaruhi dalam menegakan diagnosis adalah pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang ini umumnya dilakukan apabila langkah-langkah pemeriksaan penentuan diagnosis di atas belum dapat dengan pasti mendiagnosis suatu penyakit yang diderita pasien sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang untuk diagnosis pasti penyakit. Suatu pemeriksaan medis yang dilakukan atas indikasi tertentu guna memperoleh keterangan yang lebih lengkap.

Tujuan pemeriksaan ini dapat bertujuan:

a. Terapeutik, yaitu untuk pengobatan tertentu

b. Diagnostik, yaitu untuk membantu menegakan diagnosis tertentu c. Pemeriksaan,laboratorium,Rontagen, USG, dll

4. Tanggung Jawab Dokter Terhadap Kesalahan Diagnosis.

Tanggung jawab menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah, keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Berkewajiban menanggung, memikul tanggung jawab, menanggung segala sesuatunya, atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya. Tanggung jawab Hukum adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan yang disengaja maupun yang tidak disengaja

Seorang Dokter dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya juga mempunyai tanggung jawab dalam bidang hukum, yaitu13:

a. Tanggung jawab dokter dalam bidang hukum perdata 1) Karena Wanprestasi

Pengertian wanprestasi ialah suatu keadaan dimana seseorang tidak memenuhi kewajibannya yang didasarkan pada suatu perjanjian atau kontrak.

Pada dasarnya pertanggungjawaban perdata itu bertujuan untuk memperoleh ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh pasien akibat adanya wanprestasi atau perbuatan melawan hukum dari tindakan dokter. Menurut ilmu hukum perdata, seseorang dapat dianggap melakukan wanprestasi apabila: Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan, melakukan apa yang

33

(10)

dijanjikan tetapi terlambat dan melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan serta melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

2) Tanggung Jawab Perdata karena melanggar hukum (onrechtmatige daad) Tanggung jawab karena kesalahan merupakan bentuk klasik pertanggungjawaban perdata. Berdasar tiga prinsip yang diatur dalam Pasal 1365, 1366, 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Dalam ilmu hukum dikenal 3 katagori dari perbuatan melawan hukum, yaitu sebagai berikut:

a) Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan

b) Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan maupun kelalaian)

c) Perbuatan melawan hukum karena kelalaian

b. Tanggung jawab hukum dokter dalam bidang hukum pidana

Seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran hukum masyarakat, dalam perkembangan selanjutnya timbul permasalahan tanggung jawab pidana seorang dokter, khususnya yang menyangkut dengan kelalaian, hal mana dilandaskan pada teori-teori kesalahan dalam hukum pidana.

Tanggung jawab pidana di sini timbul bila pertama-tama dapat dibuktikan adanya kesalahan profesional, misalnya kesalahan dalam diagnosa atau kesalahan dalam cara-cara pengobatan atau perawatan.

Suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai criminal malpractice apabila memenuhi rumusan delik pidana yaitu: Perbuatan tersebut harus merupakan perbuatan tercela dan dilakukan sikap batin yang salah yaitu berupa kesengajaan, kecerobohan atau kelapaan. Kesalahan atau kelalaian tenaga kesehatan dapat terjadi di bidang hukum pidana, diatur antara lain dalam: Pasal 263, 267, 294 ayat (2), 299, 304, 322, 344, 347, 348, 349, 351, 359, 360, 361, 531 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Ada perbedaan penting antara tindak pidana biasa dengan ‘tindak pidana medis’. Pada tindak pidana biasa yang terutama diperhatikan adalah ‘akibatnya’, sedangkan pada tindak pidana medis adalah ‘penyebabnya’. Walaupun berakibat fatal, tetapi jika tidak ada unsur kelalaian atau kesalahan maka dokternya tidak dapat dipersalahkan.

(11)

Beberapa contoh dari criminal malpractice yang berupa kesengajaan adalah melakukan aborsi tanpa indikasi medis, membocorkan rahasia kedokteran, tidak melakukan pertolongan seseorang yang dalam keadaan emergency, melakukan eutanasia, menerbitkan surat keterangan dokter yang tidak benar, membuat visum et repertum yang tidak benar dan memberikan keterangan yang tidak benar di sidang pengadilan dalam kapasitas sebagai ahli.

c. Tanggung jawab hukum dokter dalam bidang hukum administrasi.

Dikatakan pelanggaran administrative malpractice jika dokter melanggar hukum tata usaha negara. Contoh tindakan dokter yang dikategorikan sebagai administrative malpractice adalah menjalankan praktek tanpa ijin, melakukan tindakan medis yang tidak sesuai dengan ijin yang dimiliki, melakukan praktek dengan menggunakan ijin yang sudah daluwarsa dan tidak membuat rekam medis.

Pasal 11 Undang-Undang No. 6 Tahun 1963, sanksi administratif dapat dijatuhkan terhadap dokter yang melalaikan kewajiban, melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh seorang dokter, baik mengingat sumpah jabatannya maupun mengingat sumpah sebagai dokter, mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh dokter dan melanggar ketentuan menurut atau berdasarkan Undang-Undang No. 6 Tahun 1963.

C. Dasar Hukum Tuntutan Terhadap Dokter Jika Melakukan Kesalahan Diagnostik

1. Tanggung Jawab Etis

Peraturan yang mengatur tanggung jawab etis dari seorang dokter adalah Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Lafal Sumpah Dokter. Kode etik adalah pedoman perilaku. Kode Etik Kedokteran Indonesia dikeluarkan dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan no. 434 / Men.Kes/SK/X/1983

Pelanggaran terhadap butir-butir Kode Etik Kedokteran Indonesia ada yang merupakan pelanggaran etik semata-mata dan ada pula yang merupakan pelanggaran etik dan sekaligus pelanggaran hukum. Pelanggaran etik tidak selalu berarti pelanggaran hukum, sebaliknya pelanggaran hukum tidak selalu merupakan pelanggaran etik kedokteran. Berikut diajukan beberapa contoh: a. Pelanggaran etik murni

1) Menarik imbalan yang tidak wajar atau menarik imbalan jasa dari keluarga sejawat dokter dan dokter gigi.

(12)

2) Mengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya. 3) Memuji diri sendiri di depan pasien.

4) Tidak pernah mengikuti pendidikan kedokteran yang berkesinambungan. 5) Dokter mengabaikan kesehatannya sendiri.

b. Pelanggaran etikolegal

1) Pelayanan dokter di bawah standar. 2) Menerbitkan surat keterangan palsu.

3) Membuka rahasia jabatan atau pekerjaan dokter. 4) Abortus provokatus.

2. Tanggung Jawab Disiplin

Berdasarkan Pasal 69 Ayat (3) Undang-Undang Praktik Kedokteran sanksi disiplin yang dimaksud dapat berupa:

a. Pemberian peringatan tertulis

b. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Ijin Praktek. c. Kewajiban mengikuti pendidikan dan pelatihan institusi pendidikan

kedokteran atau kedokteran gigi.

3. Tanggung Jawab Pidana

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran:

Ada enam pasal yang merumuskan tindak pidana bidang kesehatan yaitu: 1) Tindak pidana praktek kedokteran tanpa Surat Tanda Registrasi (STR) (Pasal

75)

2) Tindak pidana praktek kedokteran tanpa Surat Ijin Praktek (SIP) (Pasal 76) 3) Tindak pidana menggunakan identitas gelar atau bentuk lain yang

menimbulkan kesan dokter yang memiliki STR dan SIP (Pasal 77)

4) Tindak pidana menggunakan alat, metode pelayanan kesehatan yang menimbulkan kesan dokter yang memiliki STR dan SIP (Pasal 78)

5) Tindak pidana dokter praktek yang tidak memasang papan nama, tidak membuat rekam medis dan tidak berdasarkan Standar Profesi (Pasal 79) 6) Tindak pidana memperkerjakan dokter tanpa SIP (Pasal 80)

IV. PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas maka dioeroleh simpulan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesalahan diagnosis diantaranya adalah

(13)

penunjang. Pada puskesmas rawat inap yang tersedia di kabupaten lampung utara mempunyai jumlah tenaga dokter yang masih belum memadai, diantaranya ada puskesmas rawap inap yang mempunyai satu orang dokter bahkan ada juga yang belum mempunyai dokter. Di puskesmas rawat inap yang ada di Lampung Utara juga belum semuanya memiliki alat pemeriksaan penunjang yang lengkap atau memadai, misalnya laboratorium, Rontgen, USG dan lain-lain. Hal ini juga yang dapat menyebabkan terjadinya kesalahan diagnosis terhadap pasien.

2. Seorang dokter dapat di beri sangksi jika melakukan kesalahan diagnosis. Dasar hukum tuntutan terhadap dokter jika melakukan kesalahan diagnosis diatur dalam peraturan perundang-undangan, KODEKI, standar profesi, dan standar prosedur operasioal.

B. SARAN

Saran yang dapat diberikan terhadap penelitian tesis ini sesuai dengan pokok bahasan antara lain:

1. Kabupaten Lampung Utara yang memiliki10 Puskesmas Rawat Inap perlu menambah tenaga dokter dan melengkapi alat pemeriksaan penunjang agar tahapan-tahapan diagnosis penyakit dapat dilakukan dengan baik sehingga tidak terjadi kesalahan dalam mendiagnosis penyakit pasien

2. Seorang dokter harus bekerja sesuai peraturan perundang-undangan, kode etik kedokteran, standar profesi dan standar prosedur operasional agar tidak terjadi kesalahan diagnosis.

DAFTAR PUSTAKA

Ari Yunanto & Helmi, 2010, Hukum Pidana Malpraktik Medik, Yogyakarta, Andi Offset.

Dalmy Iskandar, 1998, Rumah Sakit, Tenaga Kesehatan dan Pasien, Sinar Grafika, Jakarta.

M. Fakih. 2017. Perlindungan Hukum Tenaga Kesehatan Dalam Melakukan Pelayanan Kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Seminar Nasional. UGM

Ronny Hanitijo Soemitro, 1985, Metodologi Penelitian Hukum, Balai Aksara, Jakarta.

(14)

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Praktek Kedokteran Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2004 Tentang Tenaga Kesehatan Kode Etik Kedokteran Indonesia (“KODEKI”):

https://putririnriani.wordpress.com/2014/01/15/pengertian-diagnosis-prognosis-mendengar-dan-mendengarkan/

http://kamuskesehatan.com/arti/Salah-diagnosis/.

http://www.medrec07.com/2014/12/pengertian-anamnesa-pemeriksaan-fisik-pemeriksaan-penunjang-diagnosis-prognosis-terapi-tindakan-medis.html Iskandar Dalmy, 1998. Rumah Sakit, Tenaga Kesehatan dan Pasien, Sinar

Grafika, Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

lain kejahatan yang dimuat dalam Buku II dan Pelanggaran yang dimuat dalam Buku III. Pembagian tindak pidana menjadi “kejahatan” dan “pelanggaran“ itu bukan

Jika kita sebagai pelaku bisnis yang hendak melakukan perjalanan bisnis ke suatu daerah maupun Negara lain, pemahaman akan budaya di daerah tersebut juga sangat penting dalam hal

mengenakan batik.Pegusul memperkenalkan jilbab batik yang modern dapat digunakan untuk semua kalangan dan harga berahabat dengan judul “Jilbab Batik, Muslimah

Kegiatan wisata alam, khususnya dalam hubungan dengan pengamatan burung Kakatua Maluku ( Cacatua molucensis ) merupakan keg- iatan yang telah dilakukan dan diketahui oleh se-

Hamid (orang tua Mu- hammad Gaus) tentang gangguan anak muda tersebut. Dari kegiatan yang dilakukan oleh Samming nampaknya be- liau keberadaan beliau setiap malam

Lantas apa upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pemilik tanah berdasarkan Akta Jual Beli Nomor 12/7/II/Kec.Sgs/2009 agar dapat membuktikan bahwa dirinya adalah

She used Tante (Dutch term for aunt) to her father’s sister, empék (Hokkien term for father’s older brother) to her uncle, Pak (Indonesian term for adult male) to an adult male

Administrasi Kependudukan; Pembentukan Instansi Pelaksana yang tugas dan fungsinya di bidang Administrasi Kependudukan; Pengaturan teknis penyelenggaraan Administrasi