• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN REMBANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN REMBANG"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

STRATEGI SEKTOR SANITASI

KABUPATEN REMBANG

4.1. SASARAN DAN ARAHAN PENTAHAPAN PENCAPAIAN 4.1.1. Sasaran Pembangunan Sanitasi

Sasaran Lokasi

Area perencanaan sanitasi meliputi seluruh wilayah administrasi Kabupaten Rembang. Secara administrasi Kabupaten Rembang terdiri dari 14 kecamatan, 294 desa, dengan luas wilayah 101.408 Ha. Area perencanaan sanitasi dibagi menjadi 3 zona yaitu:

y zona pesisir, y zona tengah, dan y zona selatan.

Sasaran utama area perencanaan adalah di area-area prioritas sanitasi yang beresiko tinggi. Dari skoring di 294 desa di Kabupaten Rembang (Sumber : Buku Putih), teridentifikasi Area berisiko tinggi sebanyak 77 desa (26,19 %). Area beresiko tinggi terdapat di 4 kecamatan yaitu Kecamatan Sarang, Sulang, Kragan, dan Sluke. Area berisiko tinggi paling banyak terdapat di desa-desa yang terletak diwilayah pesisir. Permasalahan utama dari desa-desa di wilayah pesisir tersebut adalah tingginya kepadatan penduduk yang ditambah dengan kurangnya kesadaran dan perilaku masyarakat dalam menjaga kesehatan lingkungan dan keluarga yang masih rendah (CTPS, jamban keluarga, pengolahan sampah domestik dan penanganan kotoran anak).

Sasaran Kegiatan A. Air Limbah

(2)

1. Tertatanya pelayanan air limbah baik melalui sistem on-site maupun off-site di perkotaan dan perdesaan, salah satunya dengan Penyusunan Masterplan Pengelolaan Limbah yang terpadu dengan rencana penataan ruang lainnya.

2. Tersedianya prasarana dan sarana air limbah permukiman sesuai kebutuhan penduduk, misalnya dengan pembangunan jamban pribadi maupun komunal.

3. Meningkatnya pembiayaan pembangunan prasarana dan sarana air limbah permukiman, misalnya dengan penyediaan kredit mikro, insentif, kemitraan, swasta, pemerintah, mengadakan arisan jamban.

4. Meningkatnya peran serta masyarakat dalam penye!enggaraan pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukiman.

B. Persampahan

Sasaran penyediaan dan pengelolaan prasarana dan sarana pelayanan persampahan di Kabupaten Rembang secara mendasar adalah :

1. Terwujudnya prrasarana fisik persampahan yang memadai di Kabupaten Rembang.

2. Terwujudnya kelestarian dan pengembangan lingkungan yang bersih, sehat dan nyaman serta berkesinambungan, beresiko serendah mungkin dari pencemaran dan pengaruh terhadap pengurangan pemanasan global.

3. Terwujudnya pengelolaan persampahan wilayah yang menguntungkan baik bagi pelaku pengelolaan persampahan (dalam hal ini pemerintah) dan masyarakat melalui pengelolaan persampahan berbasis masyarakat dengan aplikasi konsep 3-R (Reduce, Reuse dan Recycling)

4. Meningkatnya cakupan layanan persampahan yang efisien dan efektif di Kabupaten Rembang.

C. Drainase

Sasaran penyediaan dan pengelolaan prasarana dan sarana sistem drainase di Kabupaten Rembang secara mendasar adalah :

1. Terwujudnya prasarana fisik bidang drainase yang sesuai standar pelayanan minimal pembangunan drainase di Kabupaten Rembang.

(3)

2. Terwujudnya kelestarian dan pengembangan lingkungan yang bersih, sehat dan nyaman serta berkesinambungan, beresiko serendah mungkin dari genangan air dan pengaruh terhadap pencemaran air tanah, pengurangan sumber penyakit kulit dan gangguan infeksi pencernaan dan lain-lain.

3. Terlaksananya pengembangan sistem drainase yang terdesentralisir, efisien. efektif dan terpadu.

4. Terciptanya pola pembangunan bidang drainase yang berkelanjutan melalui kewajiban melakukan konservasi air dan pembangunan yang berwawasan lingkungan.

5. Terwujudnya upaya pengentasan kemiskinan perkotaan yang efektif dan ekonomis melalui mininialisasi resiko biaya sosial dan ekonomi serta biaya kesehatan akibat genangan dan bencana banjir.

6. Terciptanya peningkatan koordinasi antara Kabupaten Rembang dengan kabupaten sekitarnya dalam penanganan sistem drainase regional.

4.1.2. Arahan Pentahapan Pencapaian Sanitasi

Strategi Sanitasi Kota mempunyai jangkauan jangka panjang, tetapi dalam pelaksanaannya rentang waktu yang digunakan adalah jangka pendek. Oleh sebab itu periode perencanaan SSK Rembang hanya selama 5 tahun (2011-2015). Dalam jangka waktu tersebut, peningkatan sanitasi diharapkan sesuai dengan target dan capaian yang diharapkan. Berikut ini pentahapan pencapaian sanitasi di Kabupaten Rembang hingga tahun 2015.

Tabel IV.1.

Pentahapan Pencapaian Sanitasi di Kabupaten Rembang Sub Sektor Target/ Pencapaian 2011 201

2 2013 201

4 2015 Air Limbah Proporsi rumah tangga yang memiliki

jamban pribadi yang memenuhi syarat mencapai 90% dari jumlah rumah tangga yang ada. Kondisi eksisting saat ini baru mencapai 49,2%.

50% 60% 70% 80% 90%

Proporsi industri yang memiliki saluran air limbah yang memenuhi syarat mencapai 100% dari jumlah seluruh industri yang berpotensi menghasilkan limbah.

20 40 60 80 100

Proporsi pengelolaan limbah komunal mencapai 20% akhir tahun perencanaan (2015). Kondisi eksisting saat ini belum

(4)

Sub Sektor Target/ Pencapaian 2011 201

2 2013 201

4 2015 tahun pertama baru dilaksanakan

sosialisasi dan penyuluhan mengenai pengelolaan limbah komunal, baru pada tahun kedua pengelolaan limbah komunal dapat terealisasi.

Persampah an

Proporsi rumah tangga yang melakukan pemilahan sampah hingga 25% pada akhir tahun perencanaan (2015).

5% 10% 15% 20% 25%

Proporsi jumlah penduduk yang melakukan pengelolaan sampah 3R mencapai 11 kecamatan pada akhir tahun perencanaan (2015). Kondisi eksisting saat ini sudah ada pengelolaan sampah 3R di Kecamatan Rembang. Setiap tahun dianggarkan pelaksanaan kegiatan pengelolaan sampah 3R di 2 kecamatan.

3 kec 5 kec 7 kec 9 kec 11 kec

Berkurangnya prosentase timbulan sampah perkotaan yang tidak terangkut hingga 5% dari jumlah timbulan sampah, pada akhir tahun perencanaan (2015). Timbulan sampah yang belum terangkut hingga saat ini masih mencapai 30% dari seluruh timbulan sampah.

25% 20% 15% 10% 5%

Drainase Lingkungan

Proporsi area bebas genangan dan banjir berkurang .

20 40 60 80 100 Jangka waktu/ lamanya genangan terjadi

semakin berkurang.

20 40 60 80 100 Hiegenitas Proporsi penduduk yang memiliki

kebiasaan cuci tangan pakai sabun hingga 50% pada akhir tahun perencanaan (2015).

10 20 30 40 50

Proporsi penduduk yang memiliki kebiasaan membuang sampah pada tempatnya hingga 100% pada akhir tahun perencanaan (2015).

20 40 60 80 100

Proporsi penduduk yang menjaga kesehatan dan kebersihan diri dan lingkungannya hingga 100% pada akhir tahun perencanaan (2015).

20 40 60 80 100

Sumber: Penyusun, 2010

4.1.3. Penetapan Sistem dan Tingkat Layanan Sanitasi

Sistem sanitasi yang akan digunakan menjelaskan “apa”, sedangkan zona sanitasi menjelaskan “di mana” sistem tersebut akan diterapkan. Sistem sanitasi ditentukan berdasarkan kerangka waktu perencanaan jangka panjang. Sedangkan langkah-langkah pencapaiannya, dalam jangka pendek maupun jangka menengah.

Sistem sanitasi subsektor air limbah :

y sistem setempat (on-site system), untuk daerah permukiman dengan kepadatan rendah hingga sedang.

(5)

y sistem terpusat (off-site system), untuk daerah permukiman dengan kepadatan tinggi atau daerah permukiman pesisir.

Peta 4.1.

(6)

Peta 4.2.

(7)

Peta 4.3.

(8)

Peta 4.4.

Sistem Pengelolaan Sampah Kabupaten Rembang (tambah titik komposting eksisting dan rencana pengelolaan 3R)

Gambar 4.1.

(9)

Sistem sanitasi subsektor persampahan :

y sistem pengangkutan tidak langsung (melalui tempat penampungan sementara/TPS), untuk daerah permukiman dengan kepadatan rendah hingga sedang.

y sistem pengangkutan langsung, untuk daerah permukiman dengan kepadatan rendah, sedang, hingg permukiman dengan kepadatan tinggi.

(10)

y sistem penanganan sampah di sumbernya, untuk daerah permukiman dengan kepadatan rendah, sedang, hingg permukiman dengan kepadatan tinggi.

Sistem sanitasi subsektor drainase lingkungan : y sistem gravitasi, untuk daerah berkontur. y sistem pompa, untuk daerah pesisir.

Tingkat layanan sanitasi perlu ditetapkan untuk jangka panjang (15 – 25 tahun), dan kemudian pencapaiannya dibuat bertahap dalam jangka menengah dan jangka pendek. Yang terpenting adalah bahwa parameter tingkat layanan untuk masing-masing subsektor: air limbah, persampahan, dan drainase, harus jelas dan disepakati bersama. Tingkat layanan pengelolaan limbah cair adalah:

y Proporsi rumah tangga yang memiliki saluran air limbah yang memenuhi syarat mencapai 50% dari jumlah rumah tangga yang ada.

y Proporsi industri yang memiliki saluran air limbah yang memenuhi syarat mencapai 100% dari jumlah seluruh industri yang berpotensi menghasilkan limbah.

y Proporsi pengelolaan limbah komunal mencapai 50% pada akhir tahun perencanaan (2015).

Tingkat layanan pengelolaan sampah rumah tangga adalah:

y Proporsi rumah tangga yang melakukan pemilahan sampah hingga 50% pada akhir tahun perencanaan (2015).

y Proporsi jumlah penduduk yang melakukan pengelolaan sampah 3R mencapai 10 kecamatan pada akhir tahun perencanaan (2015). Setiap tahun dianggarkan pelaksanaan kegiatan pengelolaan sampah 3R di 2 kecamatan.

y Berkurangnya prosentase timbulan sampah yang tidak terangkut hingga 50% pada akhir tahun perencanaan (2015).

Tingkat pengurangan genangan adalah:

y Proporsi area bebas genangan dan banjir berkurang hingga 100% pada akhir tahun perencanaan (2015).

y Jangka waktu/ lamanya genangan terjadi semakin berkurang hingga 100% pada akhir tahun perencanaan (2015).

Tingkat layanan hiegenitas adalah:

y Proporsi KK yang BAB di jamban sehat hingga 100% pada akhir tahun perencanaan (2015, baik melalui jamban pribadi maupun komunal.

(11)

y Proporsi penduduk yang memiliki kebiasaan cuci tangan pakai sabun hingga 100% pada akhir tahun perencanaan (2015).

y Proporsi penduduk yang memiliki kebiasaan membuang sampah pada tempatnya hingga 100% pada akhir tahun perencanaan (2015).

y Proporsi penduduk yang menjaga kesehatan dan kebersihan diri dan lingkungannya hingga 100% pada akhir tahun perencanaan (2015).

4.2. STRATEGI SEKTOR & ASPEK UTAMA 4.2.1. Air Limbah

Strategi pengelolaan air limbah di Kabupaten Rembang yaitu: A. Teknis Operasional

1. Penyusunan Masterplan Pengelolaan Limbah yang terpadu dengan rencana penataan ruang lainnya.

2. Pembuatan IPLT atau sarana pengelolaan air limbah domestik secara terpusat (Off site) untuk menghindari pencemaran sumber air bersih.

3. Pembangunan jamban pribadi maupun komunal.

4. Untuk daerah komunal (Pesantren, industri tahu, peternakan dll) perlu dilakukan pengelolaan limbah melalui biogas.

5. Peningkatan sarana dan prasarana air limbah, dengan teknologi yang berkembang saat ini.

B. Peran serta masyarakat

1. Perubahan perilaku masyarakat untuk hidup bersih dan sehat.

2. Sosialisasi mengenai peran serta masyarakat dalam penye!enggaraan pengembangan sistem pengelolaan air limbah

C. Pembiayaan

1. Menyediakan subsidi untuk fasilitas jamban komunal.

2. Penyediaan kredit mikro, insentif, kemitraan, swasta, pemerintah, mengadakan arisan jamban.

(12)

Tabel IV.2.

Matriks SWOT Pengelolaan Air Limbah di Kabupaten Rembang

OPPORTUNITY

1. Pengembangan biogas menggunakan black

water untuk menghemat pengeluaran

masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan mengurangi penggunaan gas alam serta minyak bumi.

2. Adanya subsidi untuk pembangunan jamban komunal.

3. Perkembangan teknologi pengelolaan air limbah.

4. Sudah ada pengelolaan limbah oleh KLH

THREAT

1. Sistem sanitasi belum terpadu dalam

perencanaan induk sistem daerah, dikarenakan belum adanya masterplan rencana induk sistem pengelolaan air limbah.

2. Ancaman kerusakan dan keberlanjutan ekosistem sungai dan laut akibat pengelolaan sederhana limbah home industry dan langsung dialirkan ke sungai yang bermuara di laut. 3. Pencemaran sumber air bersih apabila

pengelolaan air limbah yang buruk. 4. Adanya penyakit yang disebabkan karena

sanitasi buruk

5. Belum ada penerapan teknologi pengelolaan air limbah

STRENGTH

1. Kebiasaan BAB di jamban meningkatkan pola hidup bersih dan sehat.

2. Sudah ada beberapa industri yang mengelola limbahnya.

STRATEGI (S-O)

a. Pengelolaan biogas dari limbah manusia. (1-1)

b. Pembangunan jamban komunal. (1-2) c. Pengelolaan air limbah dengan teknologi

yang ada (2-3)

d. Peningkatan pengelolaan limbah terutama bagi industri yang berpotensi menghasilkan limbah (2-4)

STRATEGI (S-T)

a. Penyusunan Masterplan Pengelolaan Limbah yang terpadu dengan rencana penataan ruang lainnya (2-1, 2-2, 2-3).

b. Peningkatan sarana dan prasarana air limbah (2-2, 2-3, 2-4)

c. Pengelolaan air limbah dengan teknologi yang ada (2-5)

EKSTERNAL

(13)

WEAKNESS

1. Belum memiliki IPLT atau sarana pengelolaan air limbah domestik secara terpusat (Off site). 2. Jumlah penduduk yang terlayani jamban

keluarga hanya sebesar 45,74%. Masyarakat berpenghasilan rendah melakukan BAB di sungai. 3. Sebagian besar masyarakat masih

menggunakan teknik pengelolaan air limbah secara on site komunal pada lingkungan permukiman yang padat dan juga dipengaruhi oleh kontur wilayah yang kurang dari 4%.

4. Belum adanya pembangunan sarana pengelolaan air limbah dalam skala komunitas (kelompok masyarakat) melalui pendekatan masyarakat.

5. Banyak kegiatan industri yang belum memiliki IPAL

6. Minimnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan air limbah rumah tangga

7. Belum ada perda pengelolaan limbah

STRATEGI (W-O)

a. Pembangunan IPLT dengan teknologi pengelolaan limbah yang benar (1-3) b. Pembangunan jamban pribadi maupun

komunal. (2-2)

c. Penyediaan kredit mikro, insentif, kemitraan, swasta, pemerintah, mengadakan arisan jamban.(2-2) d. Peningkatan sarana dan prasarana

pengelolaan air limbah sesuai karakteristik kawasan (3-3, 5-3, 6-3)

d. Untuk daerah komunal (Pesantren, industri tahu, peternakan dll) perlu dilakukan pengelolaan limbah melalui biogas. (4-1) e. Penyusunan kebijakan pengelolaan limbah

(7-4)

STRATEGI (W-T)

a. Pembuatan IPLT atau sarana pengelolaan air limbah domestik secara terpusat (Off site) untuk menghindari pencemaran sumber air bersih. (1-3)

b. Pembangunan jamban pribadi maupun komunal. (2-4)

c. Untuk daerah komunal (Pesantren, industri tahu, peternakan dll) perlu dilakukan

pengelolaan limbah melalui biogas.(3-4, 4-4) e. Peningkatan sarana dan prasarana

pengelolaan air limbah (5-2, 5-3, 5-5)

d. Sosialisasi mengenai peran serta masyarakat dalam penye!enggaraan pengembangan sistem pengelolaan air limbah. (6-4)

e. Penyusunan Masterplan Pengelolaan Limbah yang terpadu dengan rencana penataan ruang lainnya (7-1).

(14)

4.2.2. Persampahan

Strategi penanganan pengelolaan sampah di Kabupaten Rembang antara lain: A. Teknis Operasional

1. Peningkatan dan pembangunan sarana dan prasarana TPA secara terpadu di beberapa kawasan wilayah Kabupaten Rembang.

2. Peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pengangkutan dan pengolahan sampah.

3. Pengoptimalan 75 unit Pengolahan Sampah Rumah Tangga dan 8 kelompok pengelola kompos komunal yang berasal dari kelompok masyarakat maupun pengusaha, untuk pembuatan pupuk maupun daur ulang sampah.

4. Peningkatan dan pengembangan sistem pengolahan daur ulang sampah yang ramah lingkungan

5. Fasilitasi pemasaran hasil daur ulang sampah B. Peran serta masyarakat dan pemerintah

1. Peningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah dari sumbernya. 2. Peningkatkan kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah

sembarangan.

3. Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM persampahan. C. Pembiayaan

1. Pengoptimalan bantuan dana dari pihak swasta untuk pengolahan sampah.

2. Subsidi dari pemerintah pusat, provinsi maupun melibatkan swasta dalam pengembangan 3R

(15)

Tabel IV.3

Matriks SWOT Pengelolaan Persampahan di Kabupaten Rembang

OPPORTUNITY 1. Sudah ada pengelolaan sampah oleh

masyarakat. Sampah organik dapat diolah menjadi pupuk yang menguntungkan secara ekonomis bagi masyarakat.

2. Daur ulang sampah

3. Bantuan dana dari pihak swasta (seperti Bank Danamon) untuk pembuatan TPST baru untuk mengolah timbulan sampah. 4. TPA yang ada masih dapat ditingkatkan

kualitasnya

THREAT

1. Peningkatan jumlah penduduk baik dari kelahiran maupun migrasi akan meningkatkan jumlah timbulan sampah.

2. Lemahnya daya saing penjualan pupuk kompos hasil pengolahan sampah organik oleh masyarakat, akan menjadi ancaman keberlanjutan pengolahan sampah oleh masyarakat.

3. Pengembangan 3R memerlukan biaya untuk pengadaan lahan, pembuatan TPST dan pengadaan peralatan komposting. 4. Tidak boleh menambah TPA baru. 5. Adanya penyakit yang disebabkan karena

sanitasi buruk STRENGTH

1. TPA yang ada di Desa Kerep Kecamatan Sulang masih berpotensi untuk dikembangkan.

2. Pengelolaan sampah berbasis masyarakat melalui program 3R dapat memberikan keuntungan ekonomis bagi masyarakat.

3. Di Kota Rembang terdapat 75 unit Pengolahan Sampah Rumah Tangga dan 8 kelompok pengelola kompos komunal yang berasal dari kelompok masyarakat maupun pengusaha.

4. Adanya UU N0 18 Th 2008 tentang pengelolaan sampah

STRATEGI (S-O)

a. Peningkatan dan pembangunan sarana dan prasarana TPA secara terpadu (1-4)

b. Pengelolaan sampah dari sumbernya (1, 2-2, 2-3, 4-3)

c. Pengoptimalan 75 unit Pengolahan Sampah Rumah Tangga dan 8 kelompok pengelola kompos komunal yang berasal dari kelompok masyarakat maupun pengusaha, untuk pembuatan pupuk maupun daur ulang sampah (3-1)

STRATEGI (S-T)

a. Peningkatan jumlah penduduk diimbangi dengan peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pengangkutan dan pengolahan sampah (1-1)

b. Fasilitasi pemasaran hasil daur ulang sampah (2-2, 3-2)

c. Subsidi dari pemerintah pusat, provinsi maupun melibatkan swasta dalam pengembangan 3R (2-3)

d. Peningkatan dan pembangunan sarana dan prasarana TPA secara terpadu (1-4) e. Pengelolaan sampah dari sumbernya (4-4) EKSTERNAL

(16)

WEAKNESS

1. Di Kabupaten Rembang terdapat 1 TPA yaitu TPA Landoh Sulang belum dapat melayani secara optimal karena layanan persampahan baru mencakup wilayah perkotaan dan sebagian IKK. 2. Timbulan sampah yang hanya terangkut 16,39%

dari seluruh sampah. Timbulan sampah yang tidak terangkut dibakar, dibuang ke sungai atau di tepi pantai.

3. Dengan pertambahan penduduk dan bertambahnya luasan cakupan pelayanan persampahan

memerlukan dukungan parasarana-sarana pelayanan persampahan yang lebih banyak. 4. Minimnya kesadaran masyarakat dalam

pengelolaan sampah.

5. Kurangnya sosialisasi tentang 3R. 6. SDM persampahan masih kurang. 7. Belum ada Perda pengelolaan sampah

STRATEGI (W-O)

a. Peningkatan dan pembangunan sarana dan prasarana TPA secara terpadu (1-1, 3-4, 7-4) b. Peningkatan dan pengembangan sistem

pengolahan daur ulang sampah yang ramah lingkungan (2-2)

c. Pengoptimalan bantuan dana dari pihak swasta untuk pengolahan sampah (2-3) d. Peningkatan peran serta masyarakat melalui

pendekatan 3R dalam pengelolaan sampah ramah lingkungan (4-1, 5-1)

e. Peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pengangkutan dan

pengolahan sampah (2-4)

f. Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM persampahan (6-1)

STRATEGI (W-T)

a. Pengoptimalkan cakupan pelayanan TPA hingga seluruh kecamatan (1-4, 2-4) b. Peningkatkan kesadaran masyarakat dalam

pengelolaan sampah dari sumbernya (4-1, 5-1)

c. Peningkatkan kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan (4-5) d. Peningkatan dan pembangunan sarana dan

prasarana TPA secara terpadu (3-1, 7-1) e. Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM

persampahan (6-5)

d. Fasilitasi pemasaran hasil daur ulang sampah (2-2)

e. Subsidi dari pemerintah pusat, provinsi maupun melibatkan swasta dalam pengembangan 3R (7-3)

(17)

4.2.3. Drainase Lingkungan

Strategi pengembangan jaringan drainase di Kabupaten Rembang yaitu: A. Teknis Operasional

1. Meningkatkan dan memperhatikan relevansi kondisi kontur tanah dalam perencanaan saluran drainase/gorong.

2. Pemeliharaan saluran drainase yang sudah ada.

3. Perbaikan prasarana – sarana drainase yang sudah ada sesuai standar pelayanan minimal pembangunan drainase di kawasan yang drainasenya rusak.

4. Pembangunan dan pengembangan prasarana – sarana drainase permukiman di pusat kegiatan dan sekitarnya sesuai standar pelayanan minimal pembangunan drainase di kawasan yang belum memiliki drainase.

5. Pembangunan dan pengembangan prasarana – sarana drainase permukiman di pesisir pantai dengan perencanaan yang tepat, didukung dengan penanggulangan masalah rob.

6. Pembatasan alih fungsi lahan menjadi lahan terbangun di kawasan lindung, kawasan konservasi.

7. Pelestarian atau konservasi lingkungan sebagai daerah resapan air.

8. Menggalakan pembuatan sumur resapan, atau lubang biopori untuk mengurangi limpasan aliran air yang semakin besar.

9. Pembangunan talud, break water, penanaman mangrove, perencanaan drainase dengan sistem tertutup untuk menanggulangi rob di pesisir pantai.

B. Manajemen/ Kelembagaan

1. Sosialisasi kepada masyarakat untuk melaksanakan pola hidup bersih dan sehat, terutama untuk membersihkan saluran drainase sekitar tempat tinggal.

2. Peningkatan peran swasta dan masyarakat dalam pembangunan dan keberlanjutan pembangunan saluran drainase.

3. Peningkatan keterpaduan perencanaan pembangunan saluran drainase kota dengan perencanaan penataan ruang kota.

(18)

Tabel IV.4.

Matriks SWOT Pengembangan Drainase di Kabupaten Rembang

OPPORTUNITY 1. Adanya program pembuatan lubang

biopori dan sumur resapan.

2. Lahan untuk pengembangan sistem drainase masih tersedia.

3. Adanya kemampuan masyarakat dalam pemeliharaan saluran drainase yang sudah ada

THREAT

1. Belum optimalnya keterpaduan perencanaan pembangunan saluran drainase kota dengan perencanaan penataan ruang kota.

2. Perubahan TGL ke arah lahan terbangun menyebabkan semakin meningkatnya volume air limpasan yang semakin besar.

3. Adanya gelombang dan pasang surut air laut di kawasan pesisir pantai.

4. Efek global warming yang mengakibatkan tingginya curah hujan, dan kenaikan muka air laut di zona pesisir.

5. Kerusakan lingkungan dan tata guna lahan di daerah hulu, daerah aliran sungai dan dataran tinggi akan memicu peningkatan run off air hujan dan menyebabkan banjir di daerah hulu sungai serta zona pesisir yang merupakan dataran rendah.

6. Pembangunan dan pemeliharaan saluran drainase secara terpadu yang menyeluruh di seluruh wilayah Kab Rembang memerlukan biaya yang cukup besar.

7. Tidak ada keberlanjutan pembangunan drainase di permukiman oleh swasta/ developer

8. Adanya penyakit yang disebabkan karena sanitasi buruk EKSTERNAL

(19)

STRENGTH

1. Kondisi topografi sangat memungkinkan untuk pengembangan sarana drainase yang baik.

2. Adanya Sungai Karanggeneng dan Sungai Sambong yang merupakan drainase alami sebagai saluran primer. 3. Lahan non terbangun di Kabupaten

Rembang masih cukup untuk ruang terbuka hijau dan daerah resapan air. 4. Sudah ada kawasan yang memiliki

saluran drainase, tp perlu pengembangan.

5. Sudah ada Masterplan Drainase Perkotaan

STRATEGI (S-O) a. Meningkatkan dan memperhatikan

relevansi kondisi kontur tanah dalam perencanaan saluran drainase/gorong (1-2, 2-2, 5-2)

b. Menggalakan pembuatan sumur resapan, atau lubang biopori untuk mengurangi limpasan aliran air yang semakin besar (4-1, 3-1)

c. Pemeliharaan saluran drainase yang sudah ada (4-3)

STRATEGI (S-T)

a. Peningkatan keterpaduan perencanaan pembangunan saluran drainase kota dengan perencanaan penataan ruang kota (5-1, 4-8)

b. Meningkatkan dan memperhatikan relevansi kondisi kontur tanah dalam perencanaan saluran drainase/gorong (1-1, 2-1, 4-1)

c. Pembatasan alih fungsi lahan menjadi lahan terbangun di kawasan lindung, kawasan konservasi (3-2)

d. Pelestarian atau konservasi lingkungan sebagai daerah resapan air (3-5)

e. Pembangunan dan pengembangan prasarana – sarana drainase permukiman di pesisir pantai dengan perencanaan yang tepat, didukung dengan penanggulangan masalah rob (5-3, 5-4)

f. Peningkatan peran swasta dan masyarakat dalam pembangunan dan keberlanjutan pembangunan saluran drainase (4-7, 4-6)

WEAKNESS

1. Prasarana sarana drainase lingkungan yang sudah ada belum sesuai standar pelayanan minimal pembangunan drainase sehingga masih menimbulkan genangan dan banjir.

2. Sistem drainase Kabupaten Rembang belum menyeluruh, terutama di daerah pesisir pantai sehingga sering

menimbulkan banjir.

3. Keterbatasan sarana drainase di permukiman pesisir pantai sehingga lingkungan menjadi kumuh dan tidak sehat.

4. Kemampuan masyarakat untuk membangun dan mengelola drainase lingkungan secara swadaya masih relatif rendah.

5. Kesadaran masyarakat untuk

STRATEGI (W-O)

a. Perbaikan prasarana – sarana drainase yang sudah ada sesuai standar

pelayanan minimal pembangunan drainase di kawasan yang drainasenya rusak (1-2)

b. Pembangunan dan pengembangan prasarana – sarana drainase permukiman di pusat kegiatan dan sekitarnya sesuai standar pelayanan minimal pembangunan drainase di kawasan yang belum memiliki drainase (2-2, 3-2)

c. Sosialisasi kepada masyarakat untuk melaksanakan pola hidup bersih dan sehat, terutama untuk membersihkan saluran drainase sekitar tempat tinggal (5-3)

d. Peningkatan peran swasta dan

STRATEGI (W-T)

a. Pembangunan dan pengembangan prasarana – sarana drainase permukiman di pesisir pantai dengan perencanaan yang tepat, didukung dengan penanggulangan masalah rob. (2-3, 3-4, 2-8)

b. Perbaikan prasarana – sarana drainase yang sudah ada sesuai standar pelayanan minimal pembangunan drainase di kawasan yang drainasenya rusak (1-1)

c. Pembangunan talud, break water, penanaman mangrove, perencanaan drainase dengan sistem tertutup untuk menanggulangi rob di pesisir pantai (3-3,4,5)

d. Pembuatan sumur resapan, atau lubang biopori untuk mengurangi limpasan aliran air yang semakin besar (2-5) e. Pembatasan alih fungsi lahan menjadi lahan terbangun di

kawasan lindung, kawasan konservasi (2-2) f. Peningkatan peran swasta dan masyarakat dalam

pembangunan dan keberlanjutan pembangunan saluran drainase (4-6, 4-7)

(20)

memelihara drainase lingkungan masih rendah.

6. Kemampuan pendanaan masih kurang/ minim

masyarakat dalam pembangunan dan keberlanjutan pembangunan saluran drainase. (4-3)

(21)

C. Pembiayaan

1. Subsidi dari pemerintah pusat, provinsi dalam pembangunan saluran drainase lingkungan

2. Pemberian bantuan/ subsidi untuk perbaikan dan pembangunan saluran drainase lingkungan

4.2.4. Higiene

Sanitasi lingkungan berkaitan erat dengan kesehatan lingkungan (higienitas) dan dapat memberikan efek terhadap kualitas kesehatan bagi masyarakat. tujuan yang diharapkan dari pengelolaan sanitasi di Kabupaten Rembang adalah agar kondisi wilayah Kabupaten Rembang menjadi aman dari segala bentuk gangguan pencemaran dan penyakit serta tercipta lingkungan yang nyaman sebagai tempat tinggal. Kondisi lingkungan yang sehat tentunya akan berdampak pada masyarakat yang sehat pula.

Setiap orang dikatakan sehat jika berada dalam kondisi hidup secara alamiah, baik sehat secara fisik, mental, sosial dan spiritual. Jiwa masyarakat yang sehat terletak dalam badan yang sehat, dalam keluarga yang sehat dan lingkungan yang sehat. Oleh karena itu, untuk membentuk keluarga dan masyarakat Kabupaten Rembang yang sehat diperlukan lingkungan yang sehat melalui pengelolaan sanitasi lingkungan (persampahan, air limbah, drainase dan air bersih) yang sehat pula. Lingkungan yang sehat tentunya akan memberikan keadaaan sejahtera bagi badan, jiwa dan sosial sehingga memungkinkan setiap masyarakat hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Berdasarkan analisis SWOT, beberapa strategi peningkatan hiegenitas yang dapat dilakukan di Kabupaten Rembang yaitu:

1. Perbaikan higienitas lingkungan dengan peningkatan pengelolaan sanitasi lingkungan. 2. Penciptan sanitasi dan higienitas lingkungan untuk meminimalisir endemic penyakit

dan penyebaran penyakit menular.

3. Meningkatkan lingkungan yang bersih dan sehat melalui pengoptimalan kemitraan dan peningkatan kesadaran masyarakat.

4. Penanggulangan penyakit akibat sanitasi lingkungan yang buruk.

5. Penguatan Kampanye Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) kepada masyarakat dalam melestarikan dan menjaga kebersihan lingkungan.

6. Penerapan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di masyarakat untuk mewujudkan sanitasi lingkungan yang sehat guna meminimalisir endemic

(22)

4.3. ENABLING AND SUSTAINABILITY ASPECT 4.3.1. Kebijakan Daerah dan Kelembagaan

Terkait dengan pelaksanaan program penanganan sanitasi yang efektif dan efisien, maka masing-masing pelaku pada setiap tingkatan mempunyai tugas pokok dan fungsi yang bersifat komplementer. Oleh karena itu pemahaman terhadap tugas pokok dan fungsi secara keseluruhan oleh pelaku atau lembaga terkait adalah hal yang sangat penting. Pembelajaran yang didapatkan selama ini kencenderungan pelaku program hanya memperhatikan tugas pokok dan fungsinya tanpa melihat porsinya sebagai suatu bagian dari sitem kelembagaan yang lebih besar.

a. Tugas Pokok dan Fungsi Pelaku di Tingkat Kabupaten Pelaku di tingkat kabupaten terdiri dari:

• Bupati • SKPD terkait

Tugas pokok dan fungsi pelaku tersebut antara lain: • Bupati:

1) Memberikan arahan terhadap pelaksanaan program penanganan sanitasi di tingkat kabupaten sesuai dengan kebijakan pemerintah.

• SKPD terkait

1) Koordinasi antar SKPD untuk mensinergikan upaya pelaksanaan penanganan sanitasi di tingkat kabupaten, baik dalam hal perencanaanm pelaksanaan, penganggaran, pemantauan dan evaluasi.

2) Penguatan kapasitas kelembagaan yang diperlukan kepada semua instansi terkait.

(23)

Tabel IV.5.

Matriks SWOT Peningkatan Hiegenitas di Kabupaten Rembang

OPPORTUNITY

1. Peluang untuk mempertahankan Adipura di tahun berikutnya berimplikasi terhadap kota dan memicu masyarakat dalam melestarikan dan menjaga kebersihan lingkungan.

2. Adanya program nasional dalam pengelolaan sanitasi

THREAT

1. Genangan air (banjir, rob, sawah dan sungai) di wilayah sekitar berpotensi menjadi endemi penyakit

2. Adanya penyakit yang disebabkan karena sanitasi buruk

STRENGTH

1. Pada tahun 2010, Kabupaten Rembang berhasil mendapatkan Adipura untuk kategori kota kecil. 2. Adanya Kampanye Pola Hidup Bersih dan

Sehat (PHBS) oleh Dinas Kesehatan. 3. Adanya kegiatan PAMSIMAS

4. Adanya kegiatan pendidikan hiegen sanitasi utk anak sekolah

5. Adanya kegiatan pemicuan/CLTS di pedesaan 6. Sudah ada sarana prasarana sanitasi meskipun

masih terbatas

STRATEGI (S-O)

a. Penguatan Kampanye Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) kepada masyarakat dalam melestarikan dan menjaga kebersihan lingkungan (2-1, 4-2, 5-2)

b. Menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan untuk mempertahankan Adipura (1-1)

c. Peningkatan kualitas dan kuantitas sarana prasarana sanitasi (3-1, 6-1)

STRATEGI (S-T)

a. Penguatan Kampanye Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) kepada masyarakat dalam melestarikan dan menjaga kebersihan lingkungan (1,2,4,5-2)

b. Peningkatan kualitas dan kuantitas sarana prasarana sanitasi (6-1, 3-2)

EKSTERNAL

(24)

WEAKNESS

1. Hiegenitas lingkungan Kabupaten Rembang secara umum tergolong masih rendah. 2. Kasus penyakit DBD di Kabupaten Rembang

hampir merata di seluruh kecamatan (11 kecamatan telah menjadi endemis penyakit DBD, sedangkan 4 kecamatan yang lainnya merupakan kecamatan seporadis).

3. Jumlah kasus penyakit diare, DBD dan malaria di Kabupaten Rembang selama 4 tahun terakhir masih bersifat fluktuatif (naik turun), dengan kata lain belum mengalami penurunan secara signifikan

4. Rendahnya kesadaran masyarakat dalam pola hidup bersih dan sehat

5. Sulitnya mengubah pola perilaku masyarakat tentang PHBS

STRATEGI (W-O)

a. Mempertahankan Adipura melalui perbaikan higienitas lingkungan dengan peningkatan pengelolaan sanitasi lingkungan (1-1) b. Penciptan sanitasi dan higienitas lingkungan

untuk meminimalisir endemic penyakit dan penyebaran penyakit menular (2-2, 3-2) c. Meningkatkan lingkungan yang bersih dan

sehat melalui pengoptimalan kemitraan dan peningkatan kesadaran masyarakat (4-2, 5-2) d. Penanggulangan penyakit akibat sanitasi

lingkungan yang buruk (2-2, 3-2)

STRATEGI (W-T)

a. Penerapan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di masyarakat untuk mewujudkan sanitasi lingkungan yang sehat guna meminimalisir endemic penyakit dan penyebaran penyakit menular (1,2,3,4,5-2) b. Peningkatan kualitas dan kuantitas sarana

prasarana sanitasi (2-1,3-1)

(25)

b. Tugas Pokok dan Fungsi Pelaku di Tingkat Kecamatan Pelaku di tingkat kecamatan terdiri dari :

• Camat

• Tim kerja penanganan sanitasi tingkat kecamatan, dapat beranggotakan sanitarian dan pihak terkait di tingkat kecamatan.

Tugas pokok dan fungsi pelaku tersebut antara lain: • Camat:

1) Memberikan arahan terhadap pelaksanaan program penanganan sanitasi di tingkat kecamatan sesuai dengan kebijakan pemerintah.

• Tim kerja penanganan sanitasi tingkat kecamatan

1) Koordinasi dengan berbagai lapisan institusi terkait di tingkat kecamatan dalam penanganan sanitasi.

2) Mengevaluasi dan monitoring pelaksanaan program penanganan sanitasi di wilayahnya.

3) Memelihara database status kesehatan yang efektif dan tetap updating data secara berkala.

c. Tugas Pokok dan Fungsi Pelaku di Tingkat Masyarakat Pelaku di tingkat masyarakat terdiri dari :

• Lurah/ Kepala Desa

• Tim kerja penanganan sanitasi tingkat kelurahan/ desa, dapat beranggotakan masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, dan perangkat kelurahan/ desa yang memiliki komitmen terhadap penanganan sanitasi.

• Tim kerja penanganan sanitasi tingkat RT/ dusun/ kampung, dapat beranggotakan masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, dan perangkat kelurahan/ desa yang memiliki komitmen terhadap penanganan sanitasi. Tugas pokok dan fungsi pelaku tersebut antara lain:

• Lurah/ Kepala Desa

1) Memberikan arahan terhadap pelaksanaan program penanganan sanitasi di tingkat kelurahan/ desa sesuai dengan kebijakan pemerintah.

• Tim kerja penanganan sanitasi tingkat kelurahan/ desa

1) Membentuk tim fasilitator kelurahan/ desa yang dapat beranggotakan kader desa, guru, dan lainnya. Tim tersebut akan mengembangkan rencana desa, mengawasi pekerjaannya, dan menghubungkan dengan perangkat desa. 2) Memonitor kerja kader pemicu penanganan sanitasi dan memberikan

(26)

3) Mengambil alih pengoperasian dan pemeliharaan yang sedang berjalan dan bertanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingan di tingkat desa. 4) Memastikan keberadilan di semua lapisan masyarakat, khususnya kelompok

yang peka.

• Tim kerja penanganan sanitasi tingkat RT/ dusun/ kampung 1) Mempersiapkan masyarakat untuk berpartisipasi. 2) Memonitor pekerjaan di tingkat masyarakat. 3) Menyelesaikan permasalahan/ konflik masyarakat.

4) Mendukung/ memotivasi masyarakat lainnya setelah mencapai keberhasilan sanitasi total di tempat tinggalnya.

5) Membangun kapasitas kelompok pada lokasi kegiatan penanganan sanitasi. 6) Membangun kesadaran masyarakat dan meningkatkan kebutuhan.

7) Memperkenalkan opsi-opsi teknologi.

8) Memiliki strategi pelaksanaan dan exit strategy yang jelas.

Beberapa strategi yang dapat diberikan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan di bidang sanitasi adalah:

1) Optimalisasi pelaksanaan fungsi organisasi, dengan menguraikan tentang rincian kewenangan, tugas, dan tanggung jawab instansi/ SKPD terkait dengan penyelenggaraan penangan sanitasi.

2) Optimalisasi ketatalaksanaan penyelenggaraan penanganan sanitasi di instansi pemerintah, melalui pembentukan peraturan atau kebijakan daerah untuk mendukung penyelenggaraan program penanganan sanitasi di daerah.

3) Peningkatan kapasitas sumber daya manusia, melalui penambahan tenaga kerja dengan latar belakang pendidikan atau pengalaman di bidang sanitasi, mengadakan pendidikan dan pelatihan mengenai penanganan sanitasi yang tepat.

4.3.2. Keuangan

Terkait dengan tugas pokok dan fungsi organisasi kelembagaan yang bersifat komplementer, maka pendanaan program penanganan sanitasi juga bersifat komplementer. Hal ini mengindikasikan pengalokasian dana perlu direncanakan secara terpadu antara pusat dan daerah, sehingga setiap kegiatan yang dilakukan dalam rangka penyelenggaraan program penanganan sanitasi dapat saling mengisi. Untuk mendukung perencanaan pendanaan yang terpadu maka perlu dikembangkan pola pendanaan di tiap tingkatan, dari pusat sampai masyarakat.

(27)

Tabel IV.6. Sumber Pendanaan

Sumber Pendanaan Komponen Pendanaan

Sanitasi APBN APBD Donor LSM Swasta Masy Peningkatan kapasitas tingkat

kecamatan dan desa

x x x x Advokasi dan sosialisasi/

fasilitasi (termasuk operasional lapangan)

x x x x

Monitoring dan evaluasi x x x

Pengelolaan pengetahuan (termasuk kunjungan dari kabupaten/ kota lain dan kemitraan) x x x Dukungan manajemen x x x x Bimbingan teknis x x x Perencanaan x x Pelaksanaan x x x x x Sumber: Analisis, 2010

Pendanaan publik untuk sektor sanitasi dapat berasal dari sumber-sumber berikut:

• Alokasi anggaran pemerintah pusat untuk mendanai kegiatan-kegiatan yang telah didelegasikan ke pemerintah daerah melalui dana Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan.

• Alokasi anggaran oleh pemerintah daerah, termasuk Dana Alokasi Khusus – DAK. • Pinjaman luar negeri yang diserahkan pemerintah pusat ke pemerintah daerah. • Pinjaman oleh pemerintah daerah.

• Sumber-sumber pendanaan lain yang dialokasikan dari APBN biasanya lebih bersifat ad hoc atau sementara seperti contohnya Anggaran Belanja Tambahan atau kompensasi pengurangan subsidi bahan bakar.

• Sumber dana dari kalangan swasta melalui program CSR (Corporate Social Responsibility). Namun demikian, dana ini belum terpetakan potensinya secara jelas, terutama untuk sektor air minum dan sanitasi.

• Sumber dana dari masyarakat sendiri. Kebijakan nasional sendiri mengamanatkan peran serta masyarakat ini untuk berkontribusi baik secara kind maupun in-cash.

Perkembangan kebijakan perencanaan dan penganggaran pada saat ini memberikan peluang bagi perencanaan dan pengawasan yang lebih bersifat sektoral. Reformasi pada saat ini menekankan pada anggaran yang terintegrasi dan berfokus pada kinerja, berdasarkan sudut pandang pembangunan dengan jangka waktu yang lebih panjang. Proses baru ini menggunakan rencana jangka panjang dan menengah pada tingkat nasional dan daerah sebagai dasar bagi proposal anggaran tahunan. Kebijakan

(28)

pada saat ini juga mempertimbangkan penggunaan kerangka kerja pengeluaran jangka menengah, dengan plafon anggaran masa depan untuk pengguna anggaran.

Kerangka kerja perencanaan dan anggaran penanganan sanitasi pada saat ini tidak mendukung perencanaan yang mencakup keseluruhan sektor. Untuk sektor yang dipegang oleh satu otoritas yang sama, hal ini bukan merupakan masalah. Namun otoritas di bidang sanitasi mencakup banyak unit dan institusi.

Pembiayaan penanganan sanitasi dilakukan dengan prinsip meniadakan subsidi untuk penyediaan fasilitas sanitasi dasar. Strategi dalam pembiayaan penanganan sanitasi antara lain:

a. Menggali potensi masyarakat untuk membangun sarana sanitasi sendiri. b. Mengembangkan solidaritas sosial/ gotong royong.

c. Menyediakan subsidi untuk fasilitas komunal.

d. Menggali potensi sumber pembiayaan (kredit mikro, insentif, kemitraan, swasta, pemerintah, arisan, subsidi silang antar pilar).

4.3.3. Komunikasi

Salah satu kelemahan berbagai pembangunan saat ini adalah belum adanya pengelolaan pengetahuan mengenai proses, pembelajaran, inovasi, dan praktik unggulan. Hal ini menyebabkan keberhasilan maupun kegagalan di suatu lokasi intervensi tidak terinformasi kepada seluruh pelaku program, sehingga seringkali kesalahan yang sama terjadi ditempat yang lain atau bahkan praktik unggulan hanya sebatas dilokasi yang bersangkutan tanpa diikuti dengan replikasi di daerah lainnya.

Terkait dengan hal tersebut maka pengelolaan pengetahuan menjadi penting untuk menjamin penyelenggaraan progam yang efektif, efisien dan berkelanjutan. Pengelolaan pengetahuan pada dasarnya terdiri dari tiga kegiatan utama yaitu:

- Identifikasi pembelajaran, inovasi dan praktik unggulan yang terjadi selama proses pelaksanaan program.

- Pengelolaam hasil identifikasi dan berbagai temuan lapangan ke dalam bentuk yang siap untuk didiseminasikan kepada seluruh pemangku kepentingan.

- Diseminasi informasi kepada seluruh pemangku kepentingan.

Dari ketiga kegiatan utama di atas, kegiatan identifikasi merupakan kegiatan yang paling menentukan. Hal ini dkarenakan proses identifikasi merupakan proses yang palng sulit

(29)

dan memerlukan kejelian pihak yang melaksanakan untuk menentukan hal-hal apa saja yang memenuhi kriteria sebagai informasi berharga dan sesuai dengan konteks program. Informasi berharga tersebut yang akan dikomunikasikan kepada berbagai pihak terkait dengan sanitasi.

Beberapa strategi peningkatan komunikasi sanitasi di Kabupaten Rembang antara lain:

a. Sosialisasi mengenai sanitasi di masyarakat sudah cukup banyak dilakukan baik oleh kader puskesmas, kader posyandu dan melalui pemerintah desa beserta jajarannya. Sehingga untuk ke depannya kegiatan sejenis untuk lebih diperbanyak frekuensi dan materinya sehingga kesadaran masyarakat mengenai sanitasi meningkat.

b. Peningkatan anggaran sosialisasi/penyuluhan (termasuk dari kelurahan) sehingga jika ada sosialisasi/ penyuluhan dapat melibatkan seluruh masyarakat (tidak hanya beberapa tokoh masyarakat saja).

c. Peningkatan peran serta kepala desa dan stafnya, ketua RW serta ketua RT sebagai agent perubahan (agent of change) bagi masyarakatnya.

d. Komitmen membangun sanitasi harus ditanamkan kepada semua pihak, termasuk media massa sebagai agen dan sumber informasi bagi masyarakat. Media massa harus didorong untuk lebih aktif lagi menyajikan berita tentang sanitasi (rubrik sanitasi). e. Mengemas materi kampanye agar menarik, mudah dipahami dan dimengerti

masyarakat setempat.

f. Strategi pemilihan media yang tepat dengan menggabungkan berbagai media misalnya media cetak, radio dan televisi dalam menyampaikan pesan.

g. Peningkatan sumber daya manusia (SDM) pada SKPD terkait, yang mengerti tentang komunikasi dan fungsi – fungsi kehumasan.

h. Peningkatan pengetahuan, pemahaman dan tindakan atau aksi masyarakat, melalui informasi yang jelas dan disampaikan secara terus menerus. Bukan hanya melakukan sosialisasi apabila terjadi masalah.

4.3.4. Keterlibatan Pelaku Bisnis

(30)

1) Menciptakan iklim yang kondusif untuk berinvestasi.

Investasi swasta sebagai pelaku bisnis sangat diharapkan sebagai salah satu sumber alternatif pembiayaan penanganan sanitasi. Untuk menarik minat swasta perlu diciptakan iklim yang kondusif secara ekonomi, sosial dan kepastian hukum.

2) Memberikan kemudahan dalam perijinan.

3) Memberikan insentif dan disinsentif dalam pelaksanaan penanganan sanitasi.

4) Menyusun arah kebijakan yang jelas tentang pola relasi dengan pihak swasta dalam pengelolaan sanitasi.

4.3.5. Partisipasi Masyarakat dan Jender

Masyarakat sebagai subjek dan objek pembangunan perlu dilibatkan secara aktif dalam setiap tahapan pelaksanaan pembangunan yang umumnya disebut dengan peran serta atau lebih dikenal dengan istilah partisipasi. Partisipasi tersebut dapat dimanfaatkan pula sebagai sarana mengkomunikasikan keinginan masyarakat untuk ikut melakukan kontrol terhadap kegiatan pembangunan.

Partisipasi memiliki beberapa pengertian yaitu keterlibatan masyarakat dalam proses penentuan arah, strategi dan kebijaksanaan pembangunan yang dilakukan pemerintah, keterlibatan dalam memikul tanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan, serta keterlibatan dalam menikmati hasil pembangunan secara adil dan merata.

Alasan-alasan utama penyertaan masyarakat dalam pembangunan adalah sebagai sarana untuk memperoleh informasi mengenai kondisi, potensi, hambatan yang ada dalam masyarakat, serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah sedangkan dari sisi keterbukaan dalam memanajemen pembangunan.

Proyek-proyek penyediaan air dan sanitasi membuktikan adanya hubungan positif yang kuat antara perhatian pada gender dan partisipasi kaum perempuan, dengan tingkat keberhasilan proyek dan kesinambungan pengelolaan penyediaan air dan sanitasi. Kaum perempuan merupakan kolektor, pengangkut, pengguna dan pengelola utama air untuk keperluan rumah tangga dan sebagai promotor dalam kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan sanitasi di rumah dan di masyarakat. Namun, di kebanyakan masyarakat, pandangan kaum perempuan tidak terwakili secara sistematis dalam lembaga-lembaga pembuat keputusan. Proyek penyediaan air dan sanitasi memberikan kesempatan-kesempatan yang luas untuk mempersempit kesenjangan ini.

(31)

Beberapa prinsip terkait dengan partisipasi masyarakat dan jender dalam program penanganan sanitasi adalah:

• Prinsip kesetaraan jender

Prinsip kesetaraan jender mempunyai makna bahwa pelaksanaan penanganan sanitasididasarkan pada kesempatan yang sama begi laki-laki dan perempuan untuk berpartisipasi sesuai dengan peranannya.

• Prinsip pembangunan yang berbasis masyarakat

Pelaksanaan penanganan sanitasi didasarkan pada keputusan yang diambil oleh masyarakat dan masyarakat bertanggung jawab terhadap konsekuensi atas pilihan atau keputusan yang telah dibuat.

Manfaat dari pembangunan berbasis masyarakat adalah: • Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

• Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat akan hak, kewajiban, dan peranannya dalam penanganan sanitasi, sehingga tumbuh rasa memiliki dan tanggungjawab yang kuat terhadap hasil-hasilnya, termasuk dalam hal pemeliharaan hasil-hasilnya.

• Meningkatkan hasil guna pelaksanaan program penanganan sanitasi sehingga tercipta lingkungan yang bersih dan sehat.

Sedangkan fokus pada gender memberi manfaat yang lebih besar dari sekedar kemampuan proyek untuk air dan sanitasi yang baik, manfaat-manfaat tersebut antara lain antara lain:

• Manfaat ekonomi

Akses yang lebih baik pada air akan memberi kaum perempuan waktu yang lebih banyak untuk melakukan aktivitas yang mendatangkan pendapatan, menjawab kebutuhan-kebutuhan anggota keluarga, atau memberikan kesejahteraan dan waktu luang untuk kesenangan mereka sendiri. Perekonomian, secara keseluruhan, dapat pula memberikan berbagai manfaat.

• Manfaat kepada anak-anak

Kebebasan dari pekerjaan mengumpulkan dan mengelola air yang memakan waktu dapat membuat anak-anak, khususnya anak perempuan untuk bersekolah. Oleh sebab itu, dampaknya diharapkan dapat mencapai antar generasi.

(32)

• Pemberdayaan terhadap kaum perempuan

Keterlibatan dalam proyek-proyek penyediaan air dan sanitasi akan memberdayakan kaum perempuan, khususnya apabila kegiatan proyek tersebut dihubungkan dengan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan pendapatan dan sumber daya-sumber daya produktif seperti kredit.

Beberapa strategi berkaitan dengan peningkatan partisipasi masyarakat dan jender antara lain adalah:

1. Mengembangkan kepemimpinan di masyarakat (natural leader) untuk memfasilitasi pemicuan perubahan perilaku masyarakat dari kebiasaan buruk sanitasi menjadi pola hidup bersih dan sehat.

2. Melibatkan peran aktif masyarakat tanpa memandang status jender.

3. Mengembangkan sistem penghargaan kepada masyarakat untuk meningkatkan dan menjaga keberlanjutan sanitasi total.

4. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memilih teknologi, material dan biaya sanitasi yang sehat.

5. Meningkatkan kemitraaan antar lembaga pemerintah, non pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam penanganan sanitasi di Kabupaten Rembang.

6. Membentuk LSM (lembaga Swadaya Masyarakat) yang fokus dan bergerak dalam pembangunan sanitasi. Keberadaan lembaga lokal dalam hal ini LSM dapat mendorong pembangunan sanitasi dan mengisi kekosongan pembangunan yang belum bisa dilakukan oleh pemerintah.

7. Perlunya pemicuan tingkat kesadaran masyarakat dalam perilaku hidup bersih dan sehat. Sosial budaya masyarakat yang terbentuk secara turun menurun memerlukan proses penyadaran yang dipicu dengan kasus fatal penyakit akibat buruknya sanitasi, budaya ini dapat dirubah dengan menyadarkan masyarakat tentang alur proses terjadinya penyakit.

Gambar

Tabel IV.1.
Tabel IV.2.
Tabel IV.3
Tabel IV.4.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tindakan yang dilakukan MR terhadap SP dapat dikategorikan sebagai kekerasan dalam rumah tangga dikarenakan SP yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan menetap di rumah MR

Berdasarkan uji Duncan diketahui bahwa daun lamtoro, kaliandra dan daun gamal memiliki kecernaan NDF yang paling tinggi dibanding hijauan pakan lainnya, yaitu daun

PERUBAHAN PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP) TAHUN PAJAK

Suasana damai dan penuh kasih sayang dalam keluarga, contoh-contoh nyata berupa sikap saling menghargai satu sama lain, ketekunan dan keuletan menghadapi kesulitan, sikap disiplin

Inisiatif ini juga akan digunakan untuk mempromosikan program lainnya, seperti misalnya menghimbau rumah tangga untuk menggunakan alat-alat rumah tangga yang hemat energi

dengan ditanggapi aktif oleh peserta didik dari kelompok lainnya sehingga diperoleh sebuah pengetahuan baru yang dapat dijadikan sebagai bahan diskusi kelompok kemudian, dengan

Hal ini dibuktikan dari hasil perhitungan diperoleh nilai F hitung sebesar 6,140 dan nilai F tabel pada tingkat pengujian 95% adalah 3,48, dengan membandingkan F hitung dan F

menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka