• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Resmi Fts Steril 2 Infus Nacl

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Resmi Fts Steril 2 Infus Nacl"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

PRAKTIKUM I PRAKTIKUM I

FORMULASI TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL FORMULASI TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

“INFUS N “INFUS NAACL”CL” Kelompok 3 Kelompok 3 Disusun Oleh: Disusun Oleh: 1.

1. Nadiyah Nadiyah Windasaputri Windasaputri (15040078)(15040078) 2.

2. Lia Lia Apriliani Apriliani (15040079)(15040079) 3.

3. Fina Fina Fajriah Fajriah ` ` (15040080)(15040080) 4.

4. Nur’afifah Husniah FadlahNur’afifah Husniah Fadlah   (15040081)(15040081) 5.

5. Sella Sella Febrillika Febrillika S. S. (15040082)(15040082) 6.

6. Cyndi Cyndi Maulidya Maulidya M. M. (15040083)(15040083) 7.

7. Novi Novi Mayangsari Mayangsari (15040084)(15040084)

LABORATORIUM KIMIA FARMASI LABORATORIUM KIMIA FARMASI

SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH

TANGERANG TANGERANG

2018 / 2019 2018 / 2019

(2)

ii

sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah  berkontribusi dengan memberikan sumb

 berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannyangan baik materi maupun pikirannya.a.

Harapan kami semoga Laporan Praktikum Formulasi Teknologi Sediaan Harapan kami semoga Laporan Praktikum Formulasi Teknologi Sediaan Steril ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Steril ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan Laporan Praktikum Formulasi Teknologi Sediaan Steril ini. kesempurnaan Laporan Praktikum Formulasi Teknologi Sediaan Steril ini.

Tangerang, 13 maret 2018 Tangerang, 13 maret 2018

Penyusun Penyusun

(3)

ii

I. TUJUAN ... 1

II. TUGAS ... 2

III. DASAR TEORI ... 2

A. Pengertian Infus ... 3

B. Tipe-tipe Infus ... 3

C. Tetapan Isotonis ... 4

D. Golongan Injeksi ... 4

E. Syarat-syarat Infus ... 5

F. Keuntungan Sediaan Obat ... 5

G. Kerugian Sediaan Infus ... 6

H. Fungsi Pemberian Infus ... 6

IV. ALAT DAN BAHAN ... 10

V. CARA KERJA ... 10

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 13

A. Hasil Pengamatan ... 13

B. Pembahasan ... 13

VII. PENUTUP ... 15

A. Kesimpulan ... 15 B. Saran ...

(4)

1

INFUS NACL A. Tujuan

Mahasiswa dapat membuat sediaan infus NaCl dan melakukan uji untuk infus NaCl

B. Tugas

Pembuatan sediaan infus NaCl 0.9% sebanyak 100ml (perhitungan di tambahkan 20%)

C. Dasar Teori

Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi-bagi yang  bebas dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang termasuk sediaan ini antara lain sediaan parenteral preparat untuk mata dan preparat irigasi (misalnya infus). Sediaan parenteral merupakan jenis sediaan yang unik diantara bentuk sediaan obat terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikan melalui kulit atau membran mukosa kebagian tubuh yang paling efisien, yaitu membran kulit dan mukosa, maka sediaan ini harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari bahan-bahan toksis lainnya, serta harus memiliki tingkat kemurnin yang tinggi. Semua bahan dan proses yang terlibat dalam pembuatan produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua  jenis kontaminasi, apakah kontaminasi fisik, kimia atau mikrobiologis (Priambodo,

B., 2007).

Produk steril yang banyak di produksi di industri farmasi adalah dalam bentuk larutan terbagi (ampul) dan bentuk serbuk padat siap untuk digunakan dengan diencerkan terlebih dahulu dengan larutan pembawa (vial). Sediaan intradermal, intramuscular (i.n), intra articular, dan inrtathecal. Bentuk sediaan sangat mempengaruhi cara (rute) pemberian. Sediaan bentuk suspense, misalnya tidak akan  pernah diberikan secara intra vena yang langsung masuk kedalam pembuluh darah Karen adanya bahaya hambatan kapiler dari partikel yang tidak larut, meskipun

(5)

suspense yang di buat telah diberikan dengan ukuran partikel dari fase dspersi yang di control denagn hati-hati. Demikian pula obat yang diberikan secara intraspinal (jaringan yang diotak), hanya bisa diberikan dengan larutan dengan kemurnian paling tinggi, oleh karena sensifitas jaringan saraf terhadap iritasi dan kontaminasi. Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspense atau serbuk yang di larutan atau di suspensikan lebih dahulu sebelum di gunakan. Yang disuntikan dengan cara merobek jaringan kedalam kulit atau melalui selaput lendir. Injeksi diracik dengan melarutkan mengemulsikan dan mengsuspensikan sejumlah obat kedalam pelarut atau dengan mengisikan sejumlah obat kedalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda (Depkes, 1979).

Infus adalah larutan dalam jumlah besar terhitung mulai dari 100ml yang diberikan melalui intravena tetes demi tetes dengan bantuan peralatan yang cocok. Larutan infus intravena harus jernih dan praktis dan bebas partikel untuk mengembalikan keseimbangan air dan elektrolit. Menurut Farmakope edisi III infus intravena adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi , bebas pirogen dan sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah. Disuntikan langsung kedalam vena dengan volume relatif lebih banyak . kecuali dinyatakan lain, infus intravena tidak diperbolehkan mengandung bakterisida dan zat dapar. Larutan untuk infus intravena harus jernih dan praktis bebas partikel. (Lukas, Samsuni .H.A.2006)

Terapi inteavena (IV) adalah menetapkan cairan steril melalui jarum, langsung ke vena pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit (natrium, kalsium, kalium), nutrient (biasanya glukosa), vitamin atau obat Terapi intravena adalah  pemberian sejumlah cairan kedalam tubuh, melalui sebuah jarum, kedalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh (Brunner dan Sudarth, 2002).

Terapi intravena (IV) digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien tidak dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang di  perlukan untuk metabolisme dan memberikan medikasi (Perry dan Potter, 2005).

Tipe –  tipe Infus

1. Cairan hipotonik :

Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum konsentrasi ( ion Na+  lebih rendah dibandingkan serum ) sehingga larut dalam serum dan menurunkan osmositas serum

(6)

Contoh : NaCl 45% dan dekstrosa 2,5% 2. Cairan isotonik :

osmolaritas (tingkat kepekatan ) cairannya mendekati serum (bagian cair dan komponen darah) sehingga terus berada dalam osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum sehingga terus berada di dalam pemburuh darah.

Contohnya adalah cairan ringer-laktak (rl) dan larutan garam fisiologis (NaCl 0.9%)

3. Cairan hipertonik :

osmolaritas lebih tinggi dibandingkan serum sehingga menarik cairan dan elektrolit dari jaringan sel kedalam pembuluh darah mampu menstabilakn tekanan darah.

Contohnya : Dekstrose 5% , NaCl 4,5%, Hipertonik dektose 5% + ringer-laktak dan lain lain (Termi dan Poter, 2005)

Tetapan isotonis Osmolaritas (M/L) Tonisitas >350 Hipertonis 329 – 350 Sedikit hipertonis 270 – 328 Isotonis 250 – 269 Sedikit hipotonis 0 – 249 Hipotonis

( Farmakope Edisi IV, 1995)

Golongan injeksi

1. Injeksi intrakutan atau intradermal (ic)

Biasanya berupa larutan atau suspensi dalam air, volume yang disuntikan sedikit (0,1-0,2 mL). digunakan untuk tujuan diagnosa.

2. Injeksi subkutan atau hipoderma (sc)

Umumnya larutan isotonus, jumlah larutan yang disuntikan tidak lebih dari1 mL. disuntikan kedalam jaringan dibawah kulit kedalam “alveola”, kulit mul -mula diusap dengn cairan desinfektan (etanol 70%). Dapat ditambahkan visokonstriktor seperti epinefrina 0,1% untuk melokalisir efek obat. Larutan

(7)

harus sedapat mungkin iotonus, sedang pHnya sebaiknya netral, maksudnya untuk mengulangi iritasi jaringan dan mencegah kemungkinan terjadi nekrosis (mengendornya kulit). Jika tidak disuntikan secara infus, volume Injeksi 3 Lt-4 Lt sehari, masih dapat disuntikan secara subkutan dengan penambahan hialuronidase kedalam injeksi atau jika sebelumnya disuntik hialuronidase. 3. Injeksi intramuscular (in)

Merupakan larutan atau suspense dalam air atau minyak atau emulsi. Disuntikan masuk otot daging dan volume sedapat mungkin tidak lebih dari 4mL. penyuntikan volume besar dilakukan perlahan-lahan untuk mencegah rasa sakit, sedapat mungkin tidak lebih dari 4 mL. kedalam otot dada dapat disuntikan sampai 200 mL, sedang otot lain volume yang disuntikan lebih kecil.

4. Injeksi intravenous (iv)

Merupakan larutan dapat mengandung cairan yang tidak menimbulkan iritasi yang dapat bercampur dengan air, volume 1 mL sampai 10 mL. larutan ini  biasanya isotonus atau hipertonus. Bila larutan hipertonus maka disuntikan  perlahan-lahan. Jika larutan yang diberikan banyak umumnya lebih dari 10 mL disebut infus, larutan diusahakan supaya isotonus dan diberikan dengan kecepatan 50 tetes tiap menit dan lebih baik pada suhu badan.

Emulsi minyak-air dapat diberikan, asal ukuran butiran minyak cukup kecil (emulsi mikro). Bentuk suspense atau emulsi maka tidak boleh diberikan melalui intravena.

5. Injeksi intraarterium (ia)

Umumnya berupa larutan, dapat mengandung cairan non-iritan yang dapat  bercampur dengan air, volume yag disuntikan 1 mL-10 mL dan digunakan

apabila diperlukan efek obat yang segera dalam daerah perifer. 6. Injeksi intrakor atau intrakardial (i.k.d)

Berupa larutan, hanya digunakan untuk keadaan gawat, dan disuntikan kedalam otot jantung atau ventrikulus.

7. Injeksi intratekal (i.t), intrastinal, intradural

Berupa larutan harus isotonus, sebab sirkulasi cairan cerebrofintal adalah lambat, meskipun larutan anastetika sumsum tulang belakang sering hipertonus larutan harus hipertonus. Lrutan harus benar-benar steril, bersih sebab jaringan saraf daerah anatomi disini sangat peka.

(8)

8. Injeksi intrakulus

Berupa larutan atau suspensi dalam air yang disuntikan kedalam cairan sendi dalam rongga sendi.

9. Injeksi subkonjungtiva

Berupa larutan atau suspense dalam air yang untuk injeksi selaput lendir mata  bawah, umumnya tidak lebih dari 1mL.

10. Injeksi yang digunakan lain :

a. Intraveritoneal (ip) disuntikan langsung kedalam rongga perut,  penyerapan cepat, bahanya infeksi besar dan jarang dipakai.

 b. Periduraln (p.d) ekstradural, disuntikan kedalam ruang epidural, terletak diatas durameter, lapisan penutup terluar dari otak dan sumsum tulang  belakang.

c. Intrasisteral (i.s) disuntikan kedalam saluran sumsum tulang belakang  pada otak.

Syarat –  syarat infus

1. Aman, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan dan efek toksik 2. Jernih, berarti tidak ada partikel padat

3. Tidak berwarna

4. Sedapat mungkin isohidris , PH larutan sama dengan darah dan cairan tubuh lain yakni 7,4

5. Sedapat mungkin isotonic, artinya mempunyai tekanan osmosis yang sama dengan darah dan cairan tubuh lain

6. Harus stereil, aratinya bebas dari mikroorganisme

7. Bebas pirogen, karena cairan yang mengandung pirogen menyebabkan demam (Voight, 1995)

keuntungan Sediaan Obat

1. Obat memiliki onset (mula kerja) yang cepat 2. Efek obat dapat diramalkan dengan pasti

3. Obat dapat diberikan kepada penderita sakit keras atau dalam keadaan koma 4. Kerusakan obat dalam gastrointestinal dapat dihindarkan

(9)

Kerugiaan sediaan infus 1. Rasa nyeri saat disuntikan

2. Kekeliruan pemberian obat atau dosis hampir tidak mungkin diperbaiki

3. Lebih mahal dari bentuk sediaan non steril dikarenakan pernyaratan yang harus dipenuhi (Steril, bebas pirogen, jernih, praktis dan bebas partikel)

(Voight, 1995)

Fungsi pemberian infus

1. Dasar nutrisi, kebutuhan kalori untuk pasien dirumah sakit

2. Keseimbangan elektrolit digunakan pada pasien shock, diare, mual, muntah 3. Pengganti cairan tubuh (dehidrasi)

4. Pembawa obat-obat .

Contohnya seperti Antibiotik (Voight, 1995)

D. Praformulasi

a. Tinjauan Farmakologi 1. Indikasi

- Sebagai elektrolit tubuh yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh

- Pengaturan definisi fari Na+ dari CL- pada kondisi electronic salt –  losing 2. Kontraindikasi

- Penderita hipertensi gagal jantung, peripheral / pulmonary dan penurunan  penurunan fungsi ginjal

3. Efek samping

- Hypernatremia yang berlanjut pada dehidrasi otale, nausea, diare, kram  perut, pengurangan air liur, takikardia dan lainnya.

-b. Sifat Fisikakimia bahan obat

1. Kelarutan NaCl (Natrium Klorida)

Mudah larut dqalam air ; sedikit lebih mudah larut dalam etanol, air mendidih ; larut dalam gliserin ; sukar larut dalam etanol –   1: 2,8 dalam air ; 1 : 2,7

(10)

dalam air hangat , 1: 10 dalam gliserol, sedikit larut dalam alkohol, 1: 250 dalam etanol (Kemenkes, 2014)

2. Stabilitas dan pH

Stabilitas : stabil dalam bentuk larutan, tidak stabil dalam bentuk cahaya, stabil teerhadap suhu pada pemanasan akan meningkat (Kemenkes, 2014)  pH : antara 4,5 dan 7,0 (Kemenkes, 2014)

3. Pemerian NaCl (Natrium Klorida)

 NaCl mengandung tidak kurang dari 99.0% dan tidak lebih dari 101% dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan

Pemerian : Hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk hablur, rasa asin (Kemenkes, 2014).

c. Sterilisasi bahan

Sediaan disterilkan dengan car pemisahan basah (autoclave) pada suhu 121 C selama 15 menit.

Larutan NaCl 0,9% sudah isotonis, sediaan harus isotonis karena apabila larutan hipertonis maka sel / jaringan akan mengkerut dan jika larutan hipotonis maka sel / jaringan akan mengembang.

d. OTT (inkompatibilitas)

Larutan NaCl korosif terhadap besi, bereaksi dengan Ag dan timah hitam, garam merkuri

e. Cara penggunaan

Lebih dari 0,9% . injeksi intravena 3 –  5 % dalam 100ml selama 1 jam injeksi  NaCl mengandung 2,5 –  4 mEq/ ml . Na+ dalam p –  plasma 135 –  145 mEq/ L

Dosis NaCl untuk IV didasarkan pada faktor umur, berat badan, kondisi klinis dari pasien dan kasusnya pasien yang mengalami dehidrasi untuk kondisi kekurangan Na yang parah dibutuhkan 2 –  3 NaCl 0.9% diberikan selama 2 – 3 njam secara IV perlahan –  lahan.

(11)

E. Formulasi

a. Permasalahan dan penyelesaian

- Permasalahan

1. Sediaan infus harus steril 2.  pH sesuai dengan pH tubuh

3. sediaan steril tidak boleh mengandung pirogen dan isotonis 4. tidak boleh hipotonis

5. sterilisasi akhir dengan menggnakan autoklaf 6. terjadi pemisahan partikel kaca dari gelas Penyelesaian :

1. tujuan sediaan infus harus steril karena berhubungan langsung dengan darah atas cairan tubuh lainnya yang pertahananya terhadap zat asing tidak selengkap pada saluran cerna atau gastrointestinal diharapkan dengan kondisi steril dapat menghindari adanya infeksi sekunder.

2. Tujuan dari pengecekan pH dalam sediaan injeksi adalah untuk mempertinggi stabilitas, sehingga obat-obat tersebut tetap mempunyai aktivitas dan potensi. pH darah normal adalah 7,35-7,45 sehingga bila sediaan parenteral volume besar mempunyai pH diluar batas maka akan menyebabkan masalah pada tubuh. Pengecekan pH menggunakan pH meter.

3. Pirogen adalah hasil metabolisme dari mikroorganisme yang menyebabkan demam. Ditambahankan norit 0,1% pada saat pembuatan agar terbebas dari  pirogen.

Sediaan steril harus isotonis karena apabila larutan hipertonis maka sel/jaringan akan mengkerut dan apabila larutan hipotonis makan sel/jaringan akan mengembang. Batas yang diizinkan = 0,7%-1,4% Nacl. 4. Jika larutan hipotonis diinjeksikan kedalam darah maka air akan melintasi

membran semi permeabel akibatnya akan terjadi peningkatan volume dalam darah (hemolisis).

5. Sterilisasi sediaan infus Nacl 0,9% dengan menggunakan sterilisasi dengan uap bertekanan (Autoklaf) dengan suhu 1210C selama 15 menit.

(12)

6. Digunakan wadah plastik 1 gelas yang cocok sehingga tidak terjadi  pemisahan partikel kaca.

b. Formula yang akan dibuat

 R/ Nacl 0,9% Aquadest ad 100 ml Perhitungan : 1.  Nacl = 0,9% x 100 ml = 0,9gr /100ml x 100 ml = 0,9 gr = 0,9gr + (0,9gr x 20%) = 0,9 gr + 0,18 gr = 1,08 gr 2. Aquadest ad 100 ml = 100 ml + (100 ml x 20%) = 100 ml + 20 ml = 120 ml Aquadest ad 120 ml  Perhitungan Isotonis

Metode penurunan titik beku Diketahui : b1(Nacl) = 0,576

 b2(Nacl) = 0,576

C = 0,9%

(13)

Jawab : = B = 0,52 - (b1 . C)  b2 = 0,52 –  (o,576 . 0,9%) 0,576 = 0 gram/100 ml

c. Perhitungan dan penimbangan

d. Cara Kerja

1. Metode Sterilisasi

Menggunakan metode sterilisasi akhir karena sediaan stabil terhadap  pemanasan. Sterilisasi akhir menggunakan autoklaf pada suhu 121°C

selama 15 menit.

B = 0,52 –  (b1.C)

 b2

 NO Nama Bahan Penimbangan

1. Nacl (Natrium Klorida) 1,08 gr

2. Aquadest ad 120 ml

= 120 ml –  (1,08 gr) = 119, 82 ml

(14)

2. Pembuatan Aquadest Bebas Pirogen a. Ukur sejumlah aqua dest.

 b. Tambahkan dengan karbon adsorben sebanyak 0,1% dari volume air. c. Panaskan diatas api bunsen pada suhu 60-70°C selama 15 menit

sambil sesekali diaduk. d. Saring dengan kertas saring.

e. Letakkan dalam wadah tertutup rapat. 3. Prosedur Pembuatan Infus

a. Timbang NaCl menggunakan spatel dan kaca arloji dan masukkan ke dalam erlenmeyer.

 b. Tuangkan aqua destilata untuk melarutkan NaCl dan bilas kaca arloji. c. Gerus karbon aktif dan timbang sejumlah 0,1% b/v dan masukkan ke

dalam Erlenmeyer, aduk, kemudian tambahkan aquadest hingga 120 ml.

d. Tutup erlenmeyer dengan alumunium foil dan sisipi dengan batang  pengaduk.

e. Panaskan larutan diatas api bunsen pada suhu 60-70°C selama 15 menit sambil sesekali diaduk, cek suhu dengan termometer, lakukan diluar lemari steril.

f. Lipat kertas saring rangkap 2, basahi dengan aquadest bebas pirogen. g. Saring larutan hangat –  hangat ke dalam erlenmeyer steril.

h. Pindahkan ke gelas ukur dan ukur volumenya 100 ml kemudian  pindahkan ke botol infus, tutup dengan alumunium foil, ikat dengan

tali.

i. Lakukan sterilisasi akhir dengan autoklaf.

 j. Buat kemasan dan lakukan uji (Uji kebocoran, uji pH, uji kejernihan dan warna, uji volume).

(15)

e. Cara sterilisasi

 NO. NAMA ALAT UKURAN JUMLAH

CARA STERILISASI DAN SUHU WAKTU 1. Kaca arloji 5cm : 8 cm 2 : 2 2. Beaker glass 50 ml 1 3. Beaker glass 100ml 2 4. Beaker glass 250 ml 2 5. Erlenmeyer 100 ml 1 6. Erlenmeyer 250 ml 4

7. Pengaduk Standar 2 Oven 250 c 30 menit

8. Pinset Standar 4

9. Tara dan wadah Standar 1 set 10. Anak timbangan Standar 1 set 11. Sendok logam Standar Standar

12. Botol infus 100 ml 1

13. Tutup botol infus Standar 1 Autoclave 115 c 30 menit 14. Corog dan kertas

saring

5 cm 1

15. Pipet tetes Panjang 4 Autoclave 115 c 30 menit

16. Pipet tetes Pendek 4

17. Gelas ukur 25 ml 1

18. Gelas ukur 100 ml 1

19. Gelas ukur 250 ml 1

20. Aquadest 200 ml 1 Autoclave 121 c 15 menit

21. Thermometer 100 c 1 Sudah steril

-22. stopwatch standar 1 Sudah steril

-23. 24.

(16)

f. Cara evaluasi Uji fisika

1. Uji organoleptis

Pengujian infus normal 0,9% meliputi bau dan warna sediaan. Selain itu juga diperiksa kelengkapam etiket, brosur dan penandaan pada kemasan

2. Penetapan pH

Pengecekan pH larutan dan dilakukan dengan menggunakan pH meter atau ketas indicator universal

3. Uji kejernihan

Uji kejernihandilakukan secara visual biasanya dilakukan oleh seseorang yang memeriksa wadah bersih dari luar dibawah penerangan cahaya yang baik dan putih dijalankan dengan suatu aksi memutar, harus benar –  benar bebas dari partikel kecil

4. Uji kebocoran

Uji kebocoran dilakukan dengan membalikan botol sediaan infus dengan mulut botol menghadap kebawah. Diamati ada tidaknya cairan yang keluar menetes dari botol

5. Bahan particular dalam injeksi

Bahan particular merupakan zat asing, tidak larut dan melayang, kecuali gelombang gas yang tanpa sengaja ada dalam larutan  parenteral.

F. Hasil dan Pembahasan a. Hasil

(17)

b. Pembahasan

Pada praktikum formulasi dan teknologi sediaan steril kali ini , kami membuat sediaan infus NaCL 0,9%. Sediaan akan diberikan secara intravena dan langsung menuju cairan tubuh tanpa melewati sawar membran, maka sediaan infus harus dibuat harus steril dan terbebas dari partikel serta pirogen.

Pembuatan sediaan infus NaCL 0,9%, yang pertama kami lakukan adalah sterilisasi alat yang akan digunakan pada praktikum kali ini, meliputi botol infus, tutup botol infus, gelas ukur, beaker glass, erlenmeyer, batang pengaduk, dan kertas saring. Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan autoklaf dengan suhu 121°C selama 15 menit. kecuali tutup botol infus. Tutup botol infus disterilisasi dengan cara direbus dengan aqua dest selama 30 menit.

Setelah semua alat di sterilisasi, kami membuat aquadest bebas pirogen dengan cara melarutkan carbo adsorben dalam aquadest sebanyak 0,1% dari volume air lalu dipanaskan pada suhu 60-70°C selama 15 menit tujuannya adalah agar pasien tidak mengalami demam setelah disuntikan infus NaCl karena  pirogen adalah produk mikroorganisme yang bekerja sebagai antipiretik yaitu

menaikan suhu tubuh.

Setelah itu, dilakukan penimbangan NaCl menggunakan spatel dan kaca arloji sebanyak 1,08 g dan membawa semua alat yang sudah disterilisasi kedalam lab steril. Hal pertama dilakukan ketika berada di dalam lab steril yaitu memakai baju steril dan peralatan yang telah disediakan kemudian nyalakan LAF lalu masukan  NaCl kedalam erlemeyer selanjutnya kami menuangkan aquadest untuk melarutkan NaCl dan bilas kaca arloji lalu kemudian tambahkan karbon aktif sebanyak 0,12 g masukan kedalam erlemeyer. Aduk, kemudian tambahkan aquadest hingga 120 ml setelah dimasukan kedalam erlemeyer tutup dengan alumunium foil dan sisipkan dengan batang pengaduk, kemudian panaskan larutan diatas api Bunsen pada suhu 60-700C selama 25 menit sambil sesekali diaduk, lakukan diluar lemari steril. Kemudian lipat kertas saring rangkap 2,  basahi dengan aquadest bebas pirogen. Lalu saring larutan hangat-hangat kedalam erlemeyer steril. Pindahkan ke gelas ukur volumenya 100 ml. kemudian  pindahkan kebotol infus, tutup dengan alumunium foil lalu ikat dengan tali

(18)

lakukan sterilisasi akhir dengan autoklaf. Setelah itu kami melakukan 3 pengujian yaitu Uji kebocoran, uji pH dan uji kejernihan.

Yang pertama kami lakukan adalah uji kebocoran dengan mencelupkan botol cairan infus secara terbalik dan celupkan pada larutan metilen blue, bila botol infus mengalami kebocoran maka larutan akan masuk kedalam botol infus dan akan berubah warna menjadi biru. Hasil uji kebocoran menunjukan bahwa botol infus kami tidak mengalami kebocoran dikarenakan tidak terjadi perubahan warna pada botol infus. Uji kedua yaitu uji pH dengan menggunakan kertas lakmus hasil menunjukan setelah dicelupkan dalam kertas lakmus memiliki pH yang netral. didapatkan hasil yaitu netral, setelah kami menguji pH kami juga melakukan uji kejernihan yang kami dapat pada uji ini adalah tidak jernih dan terdapat partikel didalamnya, pada saat uji warna dan uji volume kami tidak melakukannya.

G. Kesimpulan

Pada praktikum kali ini dapat di simpulkan berdasarkan uji sterilisasi yang telah dilakukan sediaan yang kami buat lulus uji kebocoran dan memiliki pH netral serta tidak memenuhi syarat kejernihan dikarenakan terdapat partikel di dalam larutan infus dan kurangnya pemantauan untuk pengujian sterilisasi lebih lanjut, maka sediaan infus NaCl 0,9% yang telah dibuat belum layak diproduksi dalam skala besar.

H. Saran

Diharapkan untuk para praktikan lebih menjaga kondusifitas, alat dilaboratorium lebih dilengkapi kembali dan untuk pendingin ruangan ditambahkan agar praktikum lebih  berjalan dengan kondusif.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. 2008 . Ilmu Meracik Obat . UGM Press. Yogyakarta

DepKes. 1995.  Farmakope Indonesia Edisi IV . Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta

DepKes.201. Farmakope Indonesia Edisi V . Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta

Lukas, Syamsuni, H.A. 2006. Ilmu Resep. Penertib Buku Kedokteran EGC.Jakarta

Potter, P.A, Prerry, A.G. 2005.  Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik, Edisi 4. Volume 2, Alih Bahasa : Renata Komalasari,dkk . EGC. Jakarta Priyambodo, B. 2007. Manajemen Farmasi Industri. Global Pustaka Utama. Yogyakarta Voight, R.,1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. UGM Press. Yogyakarta

(20)

LAMPIRAN A. Kemasan Produk

(21)
(22)

c. Etiket Infus NaCl 0,9 %

(23)

Referensi

Dokumen terkait