• Tidak ada hasil yang ditemukan

Atrial Fibrilasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Atrial Fibrilasi"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

DIAGNOSIS ATRIAL FIBRILASI Idar Mappangara, Dian Pratiwi

Bagian Kardiologi/SubBagian Kardiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

1. Pendahuluan

Atrial fibrilasi (AF) adalah aritmia yang ditandai dengan disorganisasi dari depolarisasi atrium sehingga berakibat pada gangguan fungsi mekanik atrium. AF merupakan paling sering dijumpai dalam praktik klinis, mencakup 1-2 % populasi umum. Angka kejadian atrial fibrilasi dipastikan akan terus meningkat terkait dengan usia harapan hidup yang meningkat, perbaikan dalam manajemen penyakit jantung koroner maupun penyakit jantung kronis lainnya, serta sebagai konsekuensi dari semakin baiknya alat monitoring diagnosis.1,2… stratifikasi resiko

Pasien dengan AF memiliki 5 kali lipat risiko stroke dan 1 dari 5 kasus stroke secara keseluruhan terkait dengan aritmia ini. Stroke iskemik terkait AF seringkali fatal, dan pasien yang bertahan hidup memiliki derajat kecacatan yang lebih tinggi dan resiko lebih besar mengalami rekurensi stroke dibanding pasien dengan penyebab stroke yang lain. Sebagai konsekuensinya,resiko kematian pada stroke terkait AF meningkat dua kali lipat dengan biaya perawatan lebih tinggi. (esc guideline AF) 3

AF terkait dengan berbagai macam faktor penyebab dan kondisi komorbid. Pada jantung, kondisi yang paling sering menyebabkan AF antara lain hipertensi (seringkali disertai hipertrofi ventrikel kiri), penyakit jantung koroner, penyakit jantung katup, penyakit jantung bawaan, kardiomiopati, dan gagal jantung kronik. Kelainan lain yang terbukti meningkatkan resiko terjadinya AF yakni usia tua, hipertiroid, penyakit paru, obesitas, obstruktif sleep apneu, konsumsi alcohol berlebihan, pasca bedah jantung, infark miokard, perikarditis, miokarditis, dan emboli paru. Fibrilasi atrium lone atau idiopatik secara umum didefinisikan sebagai fibrilasi atrium yang dijumpai pada individu tanpa adanya faktor etiologi yang potensial maupun bukti klinis dan ekokardiografi akan adanya disfungsi ventrikel. (braunwald, topol).

(2)

Fibrilasi atrium paroksismal akan konversi spontan ke irama sinus dalam waktu <7 hari, bila penyebab primernya diatasi. Namun demikian, fibrilasi atrium umumnya bersifat kronik-rekurens baik berupa persisten (dapat terkendali dengan intervensi farmakologik atau elektrik), maupun permanen (yaitu upaya kardioversi tidak kunjung efektif).

Sepertiga dari seluruh pasien AF adalah asimtomatik. Hal ini membuat diagnosis AF menjadi lebih sulit. Padahal, deteksi lebih awal dari aritmia ini memungkinkan pemberian terapi yang lebih cepat untuk melindungi pasien tidak hanya dari komplikasi aritmia, tetapi juga mencegah progresifitas AF dari kondisi yang mudah ditangani sebelum menjadi kondisi yang refrakter.

Diagnosa kasus strial fibrilasi dilakukan hampir sama dengan metode diagnosa kasus-kasus penyakit lain, yaitu melalui pemeriksaan klinis (anamnesa gejala klinis dan pemeriksaan fisis tanda-tanda fisik), dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang (elektrokardiografi untuk memastikan diagnosa dan pemeriksaan ekokardiografi dan lain-lain untuk mencari etiologi/faktor risiko). Pada kasus kegawatan maka diagnosa atrial fibrilasi harus segera dibuat dengan segera melakukan pemeriksaan elektrokardiografi monitor.

2. Gejala Atrial Fibrilasi

1/3 pasien AF tidak bergejala.Sisanya memilki gejala yang bervariasi. Gejala paling banyak berupa palpitasi (….%)Gejala AF bervariasi, mulai dari tidak bergejala hingga gejala yang berat dan sangat membatasi aktivitas. Gejala yang paling sering yakni palpitasi, lemah, sesak, intoleransi fisik, dan pusing. Dapat terjadi poliuria karena pelepasan hormon natriuretik atrium. Banyak pasien dengan AF paroksismal yang simtomatik juga mengalami episode asimtomatik, dan beberapa pasien dengan AF persisten hanya mengalami gejala yang intermitten, menyebabkan kesulitan dalam menilai secara akurat frekuensi dan durasi AF berdasarkan gejala dasarnya.2,4

Terdapat sekitar 25% pasien AF asimtomatik, terutama pada usia lanjut dan dengan AF persisten. Kadangkala terjadi kekeliruan dimana pasien dikatakan sebagai AF asimtomatik padahal ia memiliki gejala lemah atau intoleransi fisik disebabkan kedua gejala tersebut bersifat nonspesifik, khususnya pada AF persisten. Sinkop merupakan gejala AF yang jarang, biasanya disebabkan karena sinus pause yang panjang pada terminasi AF

(3)

pasien dengan sick sinus syndrome. Lebih jarang, sinkop terjadi pada AF dengan respon ventrikel cepat disebabkan respon neurokardiogenik (vasodepressor) yang dipicu takikardi atau karena penurunan drastis tekanan darah akibat penurunan tiba-tiba pada cardiac output. Hal ini terutama pada pasien dengan gangguan struktural jantung seperti kardiomiopati hipertrofik atau stenosis aorta.2

Pasien AF yang sebelumnya asimtomatik atau gejala minimal dapat muncul tiba-tiba dengan komplikasi tromboemboli seperti stroke atau onset gagal jantung yang berat.5

Anamnesis diarahkan untuk menentukan jenis dan tingkat keparahan, onset pertama AF, apakah AF bersifat paroksismal ataupun persisten, pencetus AF, apakah episode acak atau terjadi pada waktu-waktu khusus (misalnya pada saat tidur), dan frekuensi serta durasinya. Anamnesis juga diarahkan untuk mengidentifikasi penyebab potensial AF (misalnya hipertiroidisme, intake alkohol berlebihan), penyakit jantung struktural dan faktor komorbid lain.2,3

AF pada hipertiroid Pada Heart failure Lone AF

PPOK ACS DM

3. Tanda Atrial Fibrilasi

Penanda utama AF pada pemeriksaan fisis adalah nadi yang irregularly irregular. RR interval pendek selama AF menyebabkan waktu pengisian diastolik ventrikel kiri tidak adekuat menyebabkan tidak adanya nadi perifer yang teraba. Hal ini muncul sebagai “pulsus defisit”, dimana nadi perifer tidak secepat denyut apeks. Manifestasi yang lain yakni pulsasi vena jugular yang iregular dan intensitas bunyi jantung pertama yang bervariasi.2

Pada kondisi tertentu seperti hipertiroid,ACS, HF, dll

4. Faktor Resiko dan kondisi Komorbid Terkait Atrial Fibrilasi 1,4

Pada proses membuat diagnosa suatu penyakit, faktor resiko dan komorbid merupakan hal yang sangat membantu mengarahkan apakah seseorang itu mengarah (berhak/pantas) mendapat suatu penyakit termasuk kasus atrial fibrillasi. Hal ini perlu diperhatikan terlebih dahulu sebelum melakukan pemeriksaan penunjang diagnosa atrial fibrillasi. a) Usia

Kejadian atrial fibrilasi meningkat seiring dengan pertambahan usia, sekitar 0,5% untuk pasien yang berusia 50-59 tahun dan 8.8% pada usia 80-89 tahun. Hal ini

(4)

mungkin diakibatkan kerusakan degeneratif pada miokardium atrial dan sistem konduksi

b) Hipertensi

Hipertensi adalah faktor resiko untuk insiden AF dan komplikasi AF seperti stroke dan tromboemboli sistemik

c) Gagal jantung

Pasien dengan gagal jantung NYHA kelas II-IV terdapat pada 30% pasien dengan AF, dan AF ditemukan pada 30-40% pasien gagal jantung. Gagal jantung dapat terjadi akibat AF (misalnya pada takikardiomiopati atau dekompensasi pada onset akut AF) ataupun menjadi penyebab AF sendiri melalui peningkatan tekanan atrium dan overload volume, disfungsi katup sekunder atau stimulasi neurohormonal jangka panjang.

d) Takikardiomiopati

Takikardiomiopati dicurigai bila terdapat disfungsi LV pada pasien dengan denyut ventrikel yang tinggi namun tidak ditemukan kelainan struktural pada jantung. Diagnosis ditegakkan bila terjadi perbaikan fungsi ventrikel kiri saat tercapai kontrol denyut jantung pada AF atau konversi ke irama sinus.

e) Penyakit Jantung katup

Penyakit katup ditemukan pada sekitar 30% pasien AF. AF yang disebabkan distensi atrium kiri merupakan manifestasi awal mitral stenosis atau mitral regurgitasi. f) Kardiomiopati

Kardiomiopati termasuk gangguan primer pada sistem konduksi meningkatkan resiko terjadinya AF, khususnya pada usia muda.

g) Defek Septum Atria (DSA) dan Defek jantung kongenital lain

Terdapat 10-15% pasien defek septum atria yang mengalami AF. Hal ini berimplikasi klinis pada manajemen antitrombotik pada pasien DSA dengan riwayat stroke atau

transient ischemic attack.

h) Penyakit jantung koroner

PJK terdapat pada >20% populasi AF. Namun, pada PJK tanpa komplikasi, hubungan antara perfusi koroner dengan kejadian AF masih belum jelas. Pada infark miokard akut, dapat terjadi AF bila oklusi terjadi pada cabang koroner kanan atau disertai dengan disfungsi ventrikel.

i) Disfungsi Tiroid

Disfungsi tiroid dapat menjadi penyebab AF tunggal dan menjadi faktor predisposisi terjadinya komplikasi terkait AF. ……….

(5)

j) Penyakit komorbid lain seperti: diabetes mellitus, obesitas, penyakit paru obstruktif kronik, sleep apnea, dan gagal ginjal kronik ………..

k) Obesity and obstructive sleep apnea (see Chap. 79) are associated with each other, and both have been found to independently increase the risk of AF.[3] Available data

suggest that atrial dilation and an increase in systemic inflammatory factors are responsible for the relationship between obesity and AF. The possible mechanisms of AF in patients with sleep apnea include hypoxia, surges in autonomic tone, and hypertension.

5. Pemeriksaan penunjang

Gangguan irama dalam praktek sehari-hari sangat tergantung pada pemeriksaan penunjang, tidak hanya untuk memastikan diagnosa tetapi juga untuk menentukan faktor etiologi, resiko, komorbid maupun membantu tatalaksana.

a. Elektrokardiografi

EKG merupakan alat diagnostik utama pada AF. Ditandai dengan… sebagaimana aritmia supraventrikular lain, sebagaian besar AF memiliki kompleks QrS yang sempit. NAmun pada kondisi aberan, LBBB persisten, konduksi aksesor….

Identifikasi atrial fibrilasi adalah dengan menggunakan EKG 12 sadapan atau monitor Holter 24 jam yang didukung dengan kualitas dokumentasi yang baik. Namun metode diagnosis tersebut masih memiliki keterbatasan, yaitu gambaran fibrilasi yang intermiten kadangkala tidak tampak pada suatu perekaman EKG. Pada EKG, AF dicirikan dengan osilasi amplitudo rendah (fibrilatory atau gelombang f) dan irama ventrikel yang tidak teratur (ditandai dengan interval gelombang R yang tidak teratur). Gelombang f memilki frekuensi 300-600 kali/menit dan bervariasi dalam hal amplitudo, bentuk dan waktunya.6

AF memiliki karakteristik sebagai berikut:2

1. Ketidakteraturan interval RR yaitu tidak ada pola repetitif pada EKG. 2. Tidak ada gambaran gelombang P yang jelas pada EKG.

3. Siklus atrial (jika terlihat) yaitu interval di antara dua aktivasi atrial sangat bervariasi (<200 ms) atau >300 kali per menit

(6)

Irama flutter merupakan diferensial diagnosis AF, memiliki frekuensi 250-350 kali permenit dan konstan dalam waktu dan morfologinya. Pada AF, gelombang f di lead V1 kadangkala tampak seragam dan menyerupai irama flutter. Yang membedakan adalah tidak adanya aktivitas atrium yang seragam dan regular yang tampak pada lead lain. Pada beberapa pasien gelombang f sangat kecil dan tidak tampak pada EKG. Pada kondisi ini, diagnosis AF hanya didasarkan pada irama ventrikel yang irregularly

irregular.2

Walaupun denyut atrium sangat cepat, respons ventrikel dapat bervariasi bergantung pada perangkat elektrofisiologi dari nodus AV dan jaringan konduktif lainnya, derajat tonus vagal dan simpatis, ada atau tidaknya jalur konduksi aksesoris serta efek dari obat-obatan tertentu. Tanpa adanya jalur aksesoris, respons ventrikel jarang melebihi 200 kali permenit dan umumnya kurang dari 150 kali permenit. Jika laju jantung kurang dari 60 kali permenit disebut atrial fibrilasi dengan respon ventrikel lambat (Slow Ventricular

Response/SVR), jika laju jantung 60-100 kali permenit disebut atrial fibrilasi respon

ventrikel normal (Normo Ventricular Response/NVR) sedangkan jika laju jantung lebih dari 100 kali permenit disebut atrial fibrilasi dengan respon ventrikel cepat (Rapid

Ventricular Response/RVR).3

Bila denyut ventrikel terjadi sangat cepat (>170 kali per menit), derajat iregularitas interval gelombang R akan berkurang dan irama tampak seperti regular.1

Perbandingan antara gelombang f pada AF (panel atas) dan gelombang flutter pada irama flutter (panel bawah). Tampak gelombang f yang bervariasi dalam hal frekuensi, bentuk dan amplitudonya,

sedangkan gelombang flutter konstan dalam hal frekuensi dan morfologi (lead yang diperlihatkan: V1,II dan V5)

(7)

Contoh gambaran AF dengan gelombang f yang menonjol pada V1 menyerupai gambaran flutter. Terlihat gelombang f yang khas di lead II dan V5, menegakkan diagnosis AF

12 lead EKG dengan AF dimana gelombang f tidak dapat diidentifikasi. Frekuensi ventrikel (RR interval) yang irregularly irregular menunjukkan bahwa ini adalah suatu atrial fibrilasi

b. Thoraks Foto

Pemeriksaan foto thoraks dilakukan terutama bila pada anamnesis atau pemeriksaan fisik mengarahkan pada penyakit paru. Pemeriksaan ini juga dapat menilai ada tidaknya kelaianan struktural jantung sebagai penyebab AF seperti hipertrofi ventrikel kiri pada hipertensi lama, pembesaran, atrium kiri pada gangguan katup mitral dan lain sebagainya.

c. Ekokardiografi

Ekokardiografi dilakukan untuk mengevaluasi ukuran atrium dan fungsi ventrikel kiri dan melihat ada tidaknya hipertrofi ventrikel kiri, penyakit jantung kongenital dan penyakit katup jantung. Ekokardiografi juga bermanfaat dalam stratifikasi risiko tromboemboli. Pada kelompok pasien dengan atrial fibrilasi risiko tinggi, terdapatnya disfungsi sistolik ventrikel kiri, trombus, kecepatan aliran darah di atrium kiri yang rendah dan plak ateroma di aorta torakal dikaitkan dengan tromboembolisme.7

(8)

Pemeriksaan laboratorium termasuk fungsi tiroid, fungsi hati, dan fungsi ginjal. Sebagai tambahan, pemeriksaan d-dimer dapat berguna untuk stratifikasi risiko tromboembolik pada pasien dengan atrial fibrilasi. Pasien AF dengan nilai d-dimer 150 ng/mL atau lebih memiliki insidensi tromboembolik lebih besar dibandingkan kelompok dengan nilai d-dimer rendah.

(9)

KEPUSTAKAAN

1. Camm AJ, Kirchhof P, Lip GY, Schotten U, et al. Guidelines for The Management of Atrial Fibrillation: The Task Force for The Management of Atrial Fibrillation of The European Society of Cardiology (ESC). Eur Heart J. 2010; 31(19): 2369-2429 2. Morady F, Zipes D. Atrial Fibrillation : Clinical Features, Mechanism, and

Management. In: Braunwald’s Heart Disease. 9th ed. P hiladelphia; Saunders;

2012.p.825-36.

3. Prystowsky EN, Katz AM, Atrial Fibrillation. In: Topol’s Textbookof Cardiovascular Medicine. 2nd edition. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins; 2002. p.1051-64

4. Scheinman MM, Atrial Fibrillation, In: Current Diagnosis and Treatment in Cardiology. 2nd edition. McGraw-Hill Appleton &Lange; 2002

5. Schuchert A, Behrens G, Meinertz T. Impact of Long-Term ECG Recording on The Detection of Paroxysmal Atrial Fibrillation In Patients After an Acute Ischemic Stroke. Pacing Clin Electrophysiol.1999;22:1082-4

6. Allessie M, Ausma J, Schotten U. Electrical, Contractile and Structural Remodeling During Atrial Fibrillation. Cardiovasc Res J. 2002;54:230–46.

7. Fuster V, Ryden LE, Cannom DS, et al. ACC/AHA/ESC 2006 Guidelines for The Management of Patients with Atrial Fibrillation: A Report of The American College of Cardiology/ American Heart Association Task Force on Practice Guidelines and the European Society of Cardiology Committee for Practice Guidelines. Circulation. 2006;114:e257-e354.

Referensi

Dokumen terkait

Adapun hasil penelitian ini yaitu, (a) Faktor menjadi preferensi siswa memilih SMK NEGERI 1 BANKINANG adalah diprioritaskan pada suatu bidang pekerjaan, (b)

Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil wawancara terhadap perilaku Mahasiswa dalam Menerapkan Pengetahuan Akuntansi dikehidupan Sehari-hari

Informasi keuangan di atas telah disusun untuk memenuhi Peraturan OJK No.48/POJK.03/2017 tanggal 12 Juli 2017 tentang Transparansi Kondisi Keuangan BPR, Surat Edaran OJK

Manfaat dari penelitian ini antara lain adalah ; 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan melalui suatu penelitian ilmiah

Manisan nanas tanpa bertabur gula lebih disukai panelis (60% panelis) dibandingkan dengan manisan nanas yang bergula.. Manisan nanas tanpa gula warnanya lebih cerah yaitu lebih

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, bahwa hanya dengan Rahmat dan hidayahNya, laporan Praktek Kerja Industri ini dapat disusun dengan baik.Laporan Praktek

Akan tetapi kedalaman yang biasa digunakan dalam parameterisasi model tomografi seismik regional hanya sampai pada bagian atas dari mantel bawah (~1500 km).. Oleh sebab itu

Rencana Penarikan Dana dan Perkiraan Penerimaan yang tercantum dalam Halaman III DIPA diisi sesuai dengan rencana pelaksanaan kegiatan.. Tanggung jawab terhadap penggunaan anggaran