• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGOLAHAN TANAH KONSERVASI TERHADAP SIFAT FISIK DAN HIDROLOGI TANAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENGOLAHAN TANAH KONSERVASI TERHADAP SIFAT FISIK DAN HIDROLOGI TANAH"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGOLAHAN TANAH KONSERVASI TERHADAP SIFAT FISIK DAN HIDROLOGI TANAH

(Studi Kasus di Desa Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa barat)

MUHAMMAD SOFYAN A14070052

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

MUHAMMAD SOFYAN. Pengaruh Pengolahan Tanah Konservasi Terhadap Sifat Fisik dan Hidrologi Tanah (Studi Kasusdi Desa Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). Dibawah bimbingan DWI

PUTRO TEJO BASKORO dan ENNI DWI WAHJUNIE.

Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan akan pangan. Kondisi ini menuntut sektor pertanian agar dapat meningkatkan produksinya. Salah satu usaha untuk meningkatkan produksi pertanian adalah dengan melakukan pengolahan tanah secara intensif. Namun dalam jangka panjang, pengolahan tanah secara intensif akan menurunkan kualitas tanah. Oleh karena itu, perlu adanya sistem pengolahan tanah yang dapat mempertahankan produktivitas suatu lahan agar tetap tinggi. Sistem pengolahan tanah tersebut adalah sistem pengolahan tanah konservasi. Saat ini masih terjadi perdebatan terkait dengan seberapa besar pengaruh sistem pengolahan tanah konservasi tersebut terhadap produktivitas suatu lahan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan pengaruh pengolahan tanah konservasi dan pengolahan tanah intensif terhadap sifat fisik dan hidrologitanah. Parameter yang diamati meliputi bobot isi, kadar air lapang, air tersedia, kurva pF, C-organik, tahanan penetrasi tanah, serta sifat hidrologi tanah yang meliputi kapasitas infiltrasi, permeabilitas, dan hantaran hidrolik. Data yang diperoleh dianalisis secara statistic menggunakan Analisis of Varian (Anova) dan ujilanjut Duncan.

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa lahan yang diolah secara konservasi memiliki kualitas fisik dan hidrologi tanah yang lebih baik dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif. Hal ini ditunjukkan dari rata-rata bobot isi tanah yang lebih rendah (0,97 g/cm3) dibandingkan lahan pengolahan tanah intensif (1,13 g/cm3), bahan organik tanah yang lebih tinggi (2,45%) dibandingkan lahan pengolahan tanah intensif (1,90%), tahanan penetrasi tanah yang lebih rendah dibandingkan lahan pengolahan tanah intensif, porositas total tanah yang lebihtinggi (63,37%) dibandingkan lahan pengolahan tanah intensif (57,92%), ketersediaan air yang lebih tinggi dibandingkan lahan pengolahan tanah intensif, laju infiltrasi yang lebih cepat (28 cm/jam) dibandingkan lahan pengolahan tanah intensif (7,33 cm/jam), permeabilitas yang lebih cepa (8,40 cm/jam) dibandingkan lahan pengolahan tanah intensif (0,69 cm/jam), serta hantaran hidrolik tanah yang lebih cepat (0,98 cm/jam) dibandingkan lahan pengolahan tanah intensif (0,25 cm/jam).

(3)

SUMMARY

MUHAMMAD SOFYAN. Effect of Conservation Tillage on Soil Physical and Hydrological Characteristics (Case Study: Babakan Village, District Dramaga, Bogor, West Java). DWI PUTRO TEDJO BASKORO and ENNI DWI WAHJUNIE as advisors.

The Increasing of population causes increasing of need for food. This situation makes agricultural sector has to increase its production. One attempt to increase agricultural production is by doing intensive soil tillage. However, in the long term, intensive soil tillage will reduce soil quality. Therefore, a good soil tillage that can maintain land productivity remain high is necessary. This system is conservation soil tillage (CT). Nevertheless, how far is this system better than intensive soil tillage system (IT) is still debatable up to now.

This research aims to know and compare the influence of conservation soil tillage and intensive soil tillage on soil physical and hydrological characteristics. The soil physical characteristics observed include bulk density of soil, field moisture content, available water capacity, pF curve, C-organic, soil penetrability and soil hydrological characteristics include infiltration capacity and hydraulic conductivity. The data obtained were analyzed statistically using analysis of variants (ANOVA) and Duncan's test.

The results show that the land with conservations oil tillage (CT) has better quality of soil physical and hydrological characteristic than land with intensive soil tillage (IT). It is shown by lower bulk density (0.97 g/cm3) in CT than that in IT (1.13 g/cm3), higher soil organic matter in CT (2.45%) than that in IT (1.90%), lower soil penetration resistance in CT than that in IT, higher soil porosity in CT (63.37%) than that in IT (57.92%), higher availability water in CT than that in IT, faster infiltration capacity in CT (28 cm/hour) than that in IT (7.33 cm/hour) and faster soil hydraulic conductivity in CT (0.98 cm/hour) than that in IT (0.25 cm/hour).

(4)

PENGARUH PENGOLAHAN TANAH KONSERVASI TERHADAP SIFAT FISIK DAN HIDROLOGI TANAH

(Studi Kasus di Desa Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa barat)

MUHAMMAD SOFYAN A14070052

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pengaruh Pengolahan Tanah Konservasi Terhadap Sifat Fisik dan Hidrologi Tanah (Studi Kasus di Desa Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Nama Mahasiswa : Muhammad Sofyan Nomor Pokok : A14070052

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro,M.Sc Dr. Ir. Enni Dwi Wahjunie, M.Si NIP. 19630126 198703 1 001 NIP. 19600330 198601 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan SumberdayaLahan

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc NIP. 19621113 198703 1 003

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang, tanggal 12 Oktober 1989 dari pasangan Sudirman dan Yulismar sebagai anak kedua dari dua bersaudara: Sofiana Lisman dan saya sendiri Muhammad Sofyan.

Riwayat pendidikan formal dimulai ketika penulis memasuki SD N Doyong 4, Kecamatan Jatiuwung, Tangerang tahun 1995.Tahun 2001

penulis menamatkan SD dan memasuki jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP N 12 Tangerang sampai tamat pada tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis diterima di SMA N 6 Tangerang. Pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai organisasi dan kepanitiaan. Pada tahun 2009-2010 penulis menjadi Kepala Bidang Olahraga dan Seni Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) BEM Faperta IPB. Pada tahun 2009 dan 2010 penulis dipercayakan menjadi Ketua Kontingen Fakultas Pertanian dalam OMI (Olimpiade Mahasiswa IPB). Pada tahun 2010 penulis dipercayakan menjadi Kordinator Lapang (Divisi Acara) Seminar Nasional “Soil and Palm Oil”. Penulis juga pernah menjadi atlet cabang bola basket dan atletik Fakultas Pertanian pada OMI (Olimpiade Mahasiswa IPB) tahun 2009-2011. Penulis juga pernah menjadi asisten pada mata kuliah Fisika Tanah dan Morfologi Tanah pada tahun 2011.

(7)

KATAPENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan segala rahmat, nikmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis diberikan kekuatan dan kesehatan untuk menyelesaikan karya ilmiah ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta semua umatnya.

Dari awal penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini, banyak pihak yang telah membantu, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Dwi Putro Tedjo Baskoro, M.Sc selaku pembimbing skripsi pertama penulis, atas bimbingan, arahan, waktu, motivasi, perhatian, dan kesabaran dalam membimbing penulis selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Dr. Ir. Enni Dwi Wahjunie, M.Si selaku pembimbing skripsi kedua penulis, yang telah memberikan arahan, masukan, motivasi,kesabaran, dan sejumlah catatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan, arahan yang sangat berguna bagi penulis.

4. Kedua orangtuaku (mama dan papa), kakakku dan A sefri yang tiada hentinya memberikan doa, semangat, motivasi, perhatian, serta pengorbanan lahir dan batin yang sangat besar kepada penulis selama ini.

5. Manajer kebun percobaan Cikabayan (pak Milin), Staf kebun percobaan Cikabayan (pak Gandi), pak Saipullah (Laboran Lab fisika), bu Yani (Laboran Lab Genesis), pak Iwan dan bu Ella yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian.

6. Pegawai Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan (mbak Hesti, mbak Lina, mba Iko, dan ibu Tini) yang telah memberikan infomasi dan bantuannya kepada penulis.

(8)

8. The Bro (Ufi, Bala,Dona, dan Evi), teman-teman laboratorium fisika tanah, serta teman-teman seperjuangan angkatan 44 (MSL 44) atas bantuan, semangat dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi.

9. Serta kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu penulis selama penelitian hingga menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang dimiliki. Oleh karena itu, masukan yang membangun sangat penulis harapkan. Namun demikian, penulis tetap berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi sesuatu yang informatif bagi pembacanya dan masyarakat pada umumnya.

Bogor, Desember 2011

(9)

i DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I.PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Tujuan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Tanah dan Air Secara Umum ... 3

2.2 Sifat-Sifat Fisik dan Hidrologi Tanah ... 3

2.2.1 Bobot Isi Tanah ... 3

2.2.2 Tekstur Tanah ... 4

2.2.3 Bahan Organik ... 5

2.2.4 Sifat Retensi Air Tanah ... 6

2.2.5 Tahanan Penetrasi Tanah ... 7

2.2.6 Infiltrasi ... 7

2.2.7 Hantaran Hidrolik ... 8

2.3 Pengolahan Tanah ... 9

2.3.1 Arti dan Tujuan Pengolahan Tanah ... 9

2.3.2 Pengaruh Pengolahan Tanah Terhadap Sifat Fisik dan Hidrologi Tanah ... 11

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 12

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 12

3.2 Pelaksanaan Penelitian... 12

3.3 Analisis Data ... 15

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 17

4.2 Sifat Fisik dan Hidrologi Tanah di Lahan Penelitian ... 20

4.2.1 Bobot Isi dan Porositas Tanah ... 20

4.2.2 Pori Drainase Tanah ... 22

4.2.3 Kemampuan Tanah Memegang Air ... 24

4.2.3.1 Kurva pF ... 24

4.2.3.2 Kadar air Kapasitas Lapang dan Air tersedia ... 24

4.2.3.3 Kadar Air Lapang ... 25

4.2.4 Tahanan Penetrasi Tanah ... 28

4.2.5 Infiltrasi ... 31

4.2.6 Permeabilitas tanah ... 33

(10)

ii V. KESIMPULAN ... 36 5.1 Kesimpulan ... 36 5.2 Saran ... 36 DAFTAR PUSTAKA ... 37 LAMPIRAN ... ..40

(11)

iii DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Klasifikasi Partikel-Partikel Tanah Menurut Sistem USDA dan Sistem

Internasional ( Hakim et al., 1986) ...5 2. Klasifikasi Laju Kecepatan Pergerakan Air di dalam Tanah (Uhland dan

O’Neal dalam Sitorus dan Brata, 1980) ... 9 3. Parameter Pengamatan dan Metode Analisis... 13 4. Klasifikasi Laju Kecepatan Pergerakan Air di dalam Tanah (Uhland dan

O’Neal dalam Sitorus, 1980) ... 15 5. Tekstur dan Bahan Organik di Lahan Pengolahan Tanah Konservasi ... 19 6. Bobot Isi dan Porositas Tanah pada Berbagai Jenis Pengolahan dan

KedalamanTanah ... 21 7. Kadar Air Lapang Pada Berbagai Jenis Pengolahan Tanah, Kedalaman Tanah

dan Beberapa Hari Setelah Hujan ... 26 8. Tahanan Penetrasi Tanah Pada Berbagai Jenis Pengolahan Tanah,

Kedalaman Tanah Dan Beberapa Hari Setelah Hujan ... 28 9. Infiltrasi Pada Berbagai Jenis Pengolahan Tanah ... 31 10.Permeabilitas Tanah pada Berbagai Jenis Pengolahan Tanah dan

Kedalaman Tanah ... 33 11.Hantaran Hidrolik Tanah Berdasarkan Jenis Pengolahan Tanah ... 34

(12)

iv DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1. Diagaram Segitiga Tekstur Tanah Menurut USDA (Hardjowigeno, 1987) .... 4 2. Bagan Alur Penelitian ... 16 3. Kondisi Lahan Pengolahan Tanah Konservasi ... 18 4. Kondisi Lahan Pengolahan Tanah Intensif ... 20 5. Distribusi Pori Drainase Tanah pada Berbagai Jenis Pengolahan Tanah dan

Kedalaman Tanah ... 23 6. Kurva pF Berdasarkan Jenis Pengolahan Tanah dan Kedalaman Tanah ... 24 7. Kadar Air Lapang, pada Berbagai Jenis Pengolahan Tanah, Kedalaman Tanah dan Beberapa Hari Setelah Hujan ... 27 8. Tahanan Penetrasi Tanah pada Berbagai Jenis Pengolahan Tanah,

(13)

v DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman

1. Bobot isi tanah pada lahan pengolahan tanah konservasi di kedalaman tanah

0-20 cm dan 20 40 cm ... 41

2. Bobot isi tanah pada lahan pengolahan tanah intensif di kedalaman tanah 0-20 cm dan 20 40 cm ... 42

3. Analisis ragam pengaruh pengolahan tanah dan kedalaman tanah terhadap bobot isi tanah ... 42

4. Hasil uji lanjut Duncan terhadap pengaruh pengolahan tanah dan kedalaman tanah terhadap bobot isi tanah ... 43

5. Tekstur tanah pada lahan pengolahan tanah konservasi di kedalaman tanah 0-30 cm dan 0-30-60 cm ... 43

6. Tekstur tanah pada lahan pengolahan tanah intensif di kedalaman tanah 0-30 cm dan 30-60 cm ... 43

7. Kadar C-Organik dan bahan organik pada lahan pengolahan tanah konservasi di kedalaman 0-30 cm dan 30-60 cm ... 44

8. Kandungan C-Organik dan bahan organik pada lahan pengolahan tanah intensif di kedalaman tanah 0-30 cm dan 30-60 cm ... 44

9. Infiltrasi pada lahan pengolahan tanah konservasi ... 44

10.Infiltrasi pada lahan pengolahan tanah intensif ... 45

11.Analisis ragam pengaruh pengolahan tanah terhadap infiltrasi tanah ... 45

12.Hasil uji lanjut Duncan terhadap pengaruh pengolahan tanah terhadap infiltrasitanah...45

13. Permeabilitas tanah pada lahan pengolahan tanah konservasi di kedalaman tanah 0-20 cm dan 20-40 cm ... 46

14. Permeabilitas tanah pada lahan pengolahan tanah intensif di kedalaman tanah 0-20 cm dan 20-40 cm ... 47

15. Analisis ragam pengaruh pengolahan tanah dan kedalaman tanah terhadap permeabilitas tanah ... 47

16. Hasil uji lanjut Duncan terhadap pengaruh pengolahan tanah dan kedalaman tanah terhadap permeabilitas tanah ... 48

(14)

vi 17. Hantaran hidrolik pada lahan pengolahan tanah konservasi ... 48 18. Hantaran hidrolik pada lahan pengolahan tanah intensif ... 48 19. Analisis ragam pengaruh pengolahan tanah terhadap hantaran hidrolik

tanah...49 20. Hasil uji lanjut Duncan terhadap pengaruh pengolahan tanah terhadap

(15)

1 I. PENDAHULUAN

1.1Latar belakang

Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk maka kebutuhan akan pangan menjadi semakin meningkat. Kondisi tersebut menuntut sektor pertanian untuk dapat meningkatkan produksinya secara maksimal. Usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi pertanian adalah dengan menerapkan sistem intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Saat ini, penerapan ekstensifikasi pertanian yang menuntut pembukaan lahan baru tidak dimungkinkan. Oleh karena itu, peningkatan produksi pertanian lebih difokuskan melalui program intensifikasi pertanian. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menerapkan sistem pengolahan tanah secara intensif.

Pengolahan tanah intensif adalah sistem pengolahan tanah yang melakukan penggarapan tanah secara maksimal, membalik-balikkan tanah hingga kedalaman ± 20 cm, serta tanpa adanya pemanfaatan residu tanaman dan gulma sebagai tutupan lahan yang melindungi tanah dari erosi dan tingginya aliran permukaan tanah. Pengolahan tanah ini ditujukan untuk mendapatkan kondisi tanah (Soil Tilth) yang baik yang mendukung pertumbuhan akar, sehingga diperoleh hasil produksi yang diinginkan. Namun tanpa disadari dalam jangka panjang pengolahan tanah secara intensif akan menurunkan kualitas tanah. Seperti yang dikatakan Bergeret (1977), pengelolaan lahan yang intensif serta budidaya monokultur tanpa rotasi dan pendaur – ulangan bahan organik telah terbukti mengakibatkan kelesuan lahan, hilangnya bahan organik tanah, degradasi tanah, dan penurunan produktivitas lahan. Oleh karena itu, perlu adanya sistem pengolahan tanah yang dapat mempertahankan bahkan meningkatkan produktivitas suatu lahan. Sistem pengolahan tanah yang dapat diterapkan adalah sistem pengolahan tanah konservasi (Sinukaban, 1990).

Sistem pengolahan tanah konservasi adalah sistem pengolahan tanah atau cara mempersiapkan lahan yang bertumpu pada pendaur-ulangan sumber daya internal dengan memanipulasi gulma dan sisa-sisa tanaman sebagai mulsa. Tujuannya agar tanaman tumbuh dan berproduksi secara optimal dengan tetap memperhatikan kaidah konservasi tanah dan air, karena pada sistem pengolahan

(16)

2 tanah konservasi dicirikan dengan berkurangnya tingkat pembongkaran/ pembalikan tanah dan adanya pemanfaatan sisa tanaman dan gulma sebagai mulsa dan sumber bahan organik. Kelebihan penerapan sistem pengolahan tanah konservasi dalam penyiapan lahan diantaranya: menghemat tenaga dan waktu, meningkatkan kandungan bahan organik, meningkatkan ketersediaan air dalam tanah, memperbaiki kegemburan dan porositas tanah, mengurangi erosi, memperbaiki kualitas air, meningkatkan kandungan fauna tanah, dan mengurangi penggunaan alat berat sebagai pengolah tanah seperti traktor.

Saat ini masih terjadi perdebatan terkait dengan seberapa besar pengaruh sistem pengolahan tanah konservasi tersebut terhadap produktivitas suatu lahan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pengolahan tanah konservasi dapat meningkatkan kualitas tanah (Brown et al., 1991; Wagger dan Deton, 1991; Suwardjo et al., 1989; Sinukaban, 1990) dan produksi tanaman (Dick dan Van Doren, 1985; Webber et al., 1987; Sinukaban, 1990). Namun demikian terdapat beberapa hasil penelitian yang melaporkan bahwa sistem pengolahan tanah konservasi tidak berpengaruh terhadap produksi tanaman (Rao dan Dao dalam Rachman et al., 2004) atau bahkan menurunkan produksi tanaman (Swan et al., 1991; Ketcheson dalam Rachman et al., 2004). Oleh karena itu, perlu adanya pengujian untuk mengetahui seberapa besar pengaruh sistem pengolahan tanah konservasi terhadap sifat fisik dan hidrologi tanah yang merupakan indikator penting terhadap penilaian produktivitas suatu lahan.

1.2 Tujuan Penelitian

Mengetahui dan membandingkan pengaruh pengolahan tanah konservasi dan pengolahan tanah intensif terhadap sifat fisik dan hidrologi tanah.

(17)

3 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanah dan Air Secara Umum

Tanah merupakan suatu sistem mekanik yang kompleks terdiri dari bahan padat, cair dan gas. Tanah yang ideal terdiri dari sekitar 50% padatan, 25% cairan, dan 25% udara. Bahan padat yang hampir menempati 50% volume tanah sebagian besar terdiri dari bahan mineral dan bahan organik. Sedangkan 50% dari volume tanah lainnya adalah fase pori yang ditempati oleh air dan udara. Dalam bidang pertanian, tanah berperan sebagai medium pertumbuhan tanaman yang menyediakan unsur-unsur hara bagi tanaman. Air dan udara yang masing-masing merupakan fase yang menempati sekitar 25% volume tanah (tanah ideal) secara langsung turut berperan dalam berbagai reaksi tanaman dan tanah (Hillel, 1980).

2.2 Sifat-Sifat Fisik dan Hidrologi Tanah

Penentuan sifat fisik tanah dan ketersediaan air sangat penting artinya dalam bidang pertanian. Sifat-sifat fisik dan hidrologi tanah sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Kondisi fisik tanah menentukan penetrasi akar di dalam tanah, retensi air, drainase, aerasi, dan nutrisi tanaman.

2.2.1 Bobot Isi Tanah

Bobot isi tanah menunjukkan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah termasuk volume pori-pori tanah, biasanya dinyatakan dalam g/cm3 (Hakim, et al., 1986). Makin padat suatu tanah makin tinggi bobot isi tanahnya yang berarti semakin sulit meneruskan air atau ditembus akar tanaman. Pada umumnya bobot isi tanah mineral berkisar antara 1,1–1,6 g/cm3 (Hardjowigeno, 2007).

Bobot isi tanah dipengaruhi oleh struktur tanah dan merupakan sifat fisik tanah yang dapat menunjukkan tingkat kesuburan tanah atau tingkat kepadatan tanah. Pada keadaan struktur tanah yang baik atau bobot isi tanah yang rendah, peluang untuk terjadinya stress air menjadi kecil, karena kisaran kadar air tanah yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman menjadi lebar (Wesley, 1973).

(18)

4 2.2.2 Tekstur Tanah

Tekstur tanah merupakan perbandingan relatif butir-butir pasir (2 mm-50µ), debu (50-2µ), dan liat (<2µ). Berdasarkan kombinasi pasir, debu dan

liat, tekstur tanah dibagi dalam 12 kelas yaitu: pasir, pasir berlempung, lempung berpasir, lempung, lempung berdebu, debu, lempung berliat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu, liat berpasir, liat berdebu, dan liat (Gambar 1). Tanah berpasir yaitu tanah dengan kandungan pasir >70%, porositasnya rendah (<40%), sebagian besar ruang pori berukuran besar, sehingga aerasinya baik, daya hantar air cepat tetapi kemampuan menahan air dan zat hara rendah. Tanah disebut bertekstur liat jika kandungan liatnya >60 %, porositasnya relatif lebih tinggi (60%), tetapi sebagian besar pori berukuran kecil, daya hantar air sangat lambat dan sirkulasi udara kurang lancar (Hardjowigeno, 2007; Islami dan Utomo, 1995).

Berdasarkan sistem USDA (United States Depatement of Agriculture) dan sistem International Soil Science Society (ISSC) bahwa tanah yang didominasi oleh partikel-partikel pasir ukurannya jauh lebih besar dan memiliki luas permukaan yang kecil (dengan berat yang sama) dibandingkan dengan tanah yang didominasi oleh partikel-partikel debu dan liat (Tabel 1). Tanah yang bertekstur lempung mempunyai kemampuan yang baik dalam menyediakan air tersedia bagi pertumbuhan tanaman, karena kombinasi yang unik antara luasan permukaan dengan ukuran porinya. Keadaan ini menyebabkan tanah bertekstur lempung lebih subur dibandingkan dengan tanah bertekstur pasir, debu, atau liat (Foth, 1988).

(19)

5 Tabel 1. Klasifikasi Partikel-Partikel Tanah Menurut Sistem USDA dan Sistem

Internasional Separate tanah Diameter

A (mm) DiameterB (mm) Jumlah Partikel/g

Luas Permukaan untuk 1 g tanah (cm2) Pasir sangat kasar 2,00-1,00 - 90 11 Pasir kasar 100-0,5 2.00-0.2 720 23 Pasir sedang 0,5-0,25 - 5700 45 Pasir halus 0,25-0,1 0.2-0.02 46000 91 Pasir sangat halus 0,1-0,05 - 722000 227 Debu 0,05-0,002 0.02-0.002 5776000 459 Liat < 0,002 < 0.002 90260853000 8000000 A-sistem USDA B-sistem Internasional *-sumber : Hakim, et al. 1986

2.2.3 C-Organik

C-Organik tanah adalah fraksi organik tanah yang berasal dari tanaman, hewan dan mikroorganisme yang telah melapuk. Proses pelapukan bahan organik di dalam tanah dilakukan oleh mikroorganisme yang menghasilkan unsur hara tanaman (N, P, dan S) dan humus serta senyawa-senyawa lainnya yang

mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Penetapan bahan organik tanah (C-organik) biasanya dilakukan dengan metode Walkley-Black. Pada metode ini

C-organik dihancurkan dengan garam kromat oleh panas yang timbul akibat penambahan asam sulfat (Musa, et al., 2006).

Bahan organik sangat berpengaruh dalam memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah dan juga menunjang pertumbuhan tanaman. Bahan organik juga sangat berperan dalam pembebasan P-fiksasi oleh senyawa Al dan Fe. Asam– asam organik yang dilepaskan dari hasil dekomposisi bahan organik mampu membentuk senyawa kompleks yang sukar larut sehingga diharapkan fosfat akan lebih banyak terlarut atau tersedia (Hakim et al., 1986).

Poerwowidodo (1984), mengemukakan bahwa salah satu peranan penting dari bahan organik tanah adalah dalam perbaikan struktur tanah. Penambahan bahan organik kedalam tanah dapat mengakibatkan penurunan bobot isi tanah,

(20)

6 peningkatan ruang pori total, ruang pori drainase cepat serta ruang pori drainase lambat.

2.2.4 Sifat Retensi Air Tanah

Retensi air tanah adalah kemampuan tanah dalam menahan air di dalam pori-pori tanah, atau melepaskannya dari pori-pori tanah. Kondisi ini sangat tergantung pada tekstur, struktur dan pori-pori tanah meliputi pori mikro (pemegang air) dan pori makro (drainase), sehingga untuk mengetahui bagaimana retensi air tanah dapat diketahui melalui hubungan kadar air tanah dengan suatu daya hisap atau tegangan yaitu dalam bentuk tinggi kolom air (dalam cm) yang merupakan besarnya energi yang diperlukan tanah atau tanaman untuk mengabsorbsi air. Sifat retensi air tanah dapat dinyatakan dalam kurva pF yang merupakan kurva yang menggambarkan hubungan kadar air tanah terhadap nilai tegangan tertentu yang dinyatakan dalam pF (log cm tinggi kolom air) (Hardjowigeno, 2007).

Terdapat titik-titik tertentu yang spesifik untuk suatu kondisi tanah tertentu di dalam hubungan antara hisapan/tegangan dengan kadar air tanah, yaitu kapasitas lapang dan titik layu permanen. Kapasitas lapang menunjukkan kadar air maksimum yang dapat dipegang oleh tanah pada kondisi tidak terjadi lagi drainase internal di dalam tanah, yang secara umum dianggap sebagai kandungan air tanah yang ditahan oleh tanah dengan kekuatan 1/3 atm atau pF 2,54. Secara umum kadar air kapasitas lapang pada tanah pasir < kapasitas lapang tanah lempung (loam) < kapasitas lapang tanah debu (silt) < kapasitas lapang tanah liat (clay) < kapasitas lapang tanah gambut (peat). Kadar air titik layu permanen disebut juga koefisien layu atau kelembaban tanah kritis, yaitu kandungan air tanah (% isi) yang paling rendah, akar tanaman tidak mampu menghisapnya sehingga tanaman mulai layu dan kemudian mati. Titik layu permanen dianggap sebagai kandungan air tanah yang ditahan oleh tanah dengan kekuatan 15 atm atau pF 4,2 yang secara umum merupakan kekuatan tertinggi akar tanaman untuk dapat menghisap air (Sarief, 1989).

Pada tanah yang bertekstur lebih halus, kadar air pada tegangan air yang sama lebih tinggi dibandingkan tanah bertekstur kasar. Dengan demikian tanah

(21)

7 bertekstur halus lebih kuat menahan air dibanding tanah yang bertekstur kasar (Foth, 1988). Kadar air tanah yang makin tinggi menurunkan kekuatan tanah atau tahanan penetrasi tanah. Wesley (1973), menyatakan bahwa kadar air tanah adalah perbandingan antara berat air dengan berat butir tanah dalam kondisi kering mutlak.

Dengan adanya vegetasi atau tanaman pada suatu lahan akan dapat meningkatkan kadar air kapasitas lapang mau pun kadar air maksimum yang terikat/teretensi oleh tanah. Hal ini disebabkan oleh bahan organik dari sisa-sisa tanaman. Telah diketahui bahwa bahan organik dapat mengikat air sampai enam kali beratnya sendiri (Hakim et al., 1986).

2.2.5 Tahanan Penetrasi Tanah

Menurut Davidson (1965), tahanan penetrasi merupakan kekuatan tanah yang bersifat komposit, artinya kekerasan tanah dipengaruhi oleh beberapa sifat fisik tanah lainnya seperti: kadar air, struktur tanah, indeks plastisitas, adhesi atau kombinasinya. Dengan demikian akan berdampak kepada aktivitas akar tanaman untuk menembus tanah. Salah satu cara untuk menentukan karakteristik kekuatan tanah adalah dengan mempergunakan penetrometer.

Hillel (1980), menambahkan bahwa pada mulanya penetrometer hanya dirancang untuk penyelidikan kuantitatif terhadap kekuatan dan konsistensi tanah. Sekarang banyak jenis penetrometer telah dirancang untuk pengukuran kuantitatif kekuatan tanah terhadap penembusan, sehingga dapat dihubungkan secara tepat dengan sifat-sifat tanah, seperti daya olah, kerapatan relatif zarah-zarah, kemampatan daya tahan terhadap tekanan dan daya dukung terhadap penggunaan alat-alat besar.

2.2.6 Infiltrasi

Infiltrasi adalah proses aliran air (umumnya berasal dari curah hujan) yang masuk ke dalam tanah. Dengan kata lain infiltrasi adalah aliran air masuk ke dalam tanah sebagai akibat gaya gravitasi. Setelah lapisan tanah bagian atas jenuh, kelebihan air tersebut mengalir ke tanah yang lebih dalam sebagai akibat gaya gravitasi bumi dikenal sebagai proses perkolasi. Faktor – faktor yang

(22)

8 mempengaruhi laju infiltrasi diantaranya adalah tekstur, struktur, kepadatan dan kontinuitas pori tanah. Pada tanah bertekstur pasir, laju infiltrasinya akan sangat cepat, tanah bertekstur lempung laju infiltrasi adalah sedang hingga cepat, dan tanah bertekstur liat laju infiltrasi akan lambat. Tanah yang semakin padat akan memiliki laju infiltrasi yang lambat. Tanah yang memiliki kontinuitas pori tanah yang baik akan memiliki laju infiltrasi yang cepat (Arsyad, 2006; Asdak, 2002; Mashall and Holmes, 1988).

2.2.7 Hantaran Hidrolik

Pergerakan air di dalam tanah merupakan aspek penting dalam hubungannya dengan bidang pertanian. Beberapa proses penting, seperti masuknya air ke dalam tanah, pergerakan air ke zona perakaran, keluarnya air berlebih (excess water) atau drainase, aliran permukaan, dan evaporasi, sangat dipengaruhi oleh kemampuan tanah dalam melewatkan air. Parameter atau ukuran yang dapat menggambarkan kemampuan tanah dalam melewatkan air disebut sebagai konduktivitas hidrolik (hydraulik conductivity) (Klute dan Dirksen, 1986).

Kemampuan tanah untuk meneruskan air pada media berpori (tanah) dalam keadaan jenuh disebut permeabilitas. Permeabilitas umumnya diukur sehubungan dengan laju aliran air melalui tanah dalam suatu waktu dan umumnya dinyatakan dalam cm/jam (Foth, 1988).

Hillel (1980), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hantaran hidrolik antara lain porositas, distribusi ruang pori, tekstur, dan stabilitas agregat tanah. Pengaruh pemadatan terhadap hantaran hidrolik tanah adalah memperlambat, karena adanya gangguan terhadap kontinuitas pori yang menyebabkan gerakan air di dalam tanah menjadi terhambat. Hantaran hidrolik tanah akan meningkat bila (a) agregasi butir-butir tanah menjadi remah, (b) adanya bahan organik, (c) porositas tanah yang tinggi (Sarief, 1989). Kelas pergerakan air di dalam tanah berbeda-beda sesuai dengan tingkat kecepatannya (Tabel 2).

(23)

9 Tabel 2. Kelas pergerakan air di dalam tanah

Kelas Kecepatan pergerakan air dalam tanah (cm/jam)

Sangat Lambat <0.125 Lambat 0.125 - 0.5 Agak Lambat 0.5 - 2 Sedang 2 – 6.25 Agak Cepat 6.25 – 12.5 Cepat 12.5 – 25 Sangat Cepat >25

Sumber : Sitorus, et al.,1980

2.3 Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah merupakan kegiatan manipulasi mekanik terhadap tanah dalam budidaya pertanian yang bertujuan untuk menciptakan keadaan media tanam (tanah) menjadi lebih baik, sehingga akar tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Pengolahan tanah menjadi sangat penting terkait dengan efek baik dan buruk yang diciptakan kepada tanah.

2.3.1 Arti dan Tujuan Pengolahan Tanah

Tanah dapat diperbaiki atau ditingkatkan kesuburannya dengan melakukan pengolahan tanah. Pengolahan tanah merupakan suatu usaha untuk mengubah kondisi tanah pertanian dengan menggunakan alat-alat pertanian sehingga diperoleh kondisi tanah yang sesuai dengan pertumbuhan tanaman.

Pengolahan tanah adalah setiap usaha manipulasi tanah secara mekanis yang bertujuan untuk memperbaiki struktur tanah agar sesuai untuk perkecambahan dan perkembangan akar tanaman, menciptakan porositas mikro dan makro yang seimbang, mengendalikan tanaman pengganggu, mengelola sisa-sisa tanaman, menekan erosi dan menciptakan konfigurasi permukaan tanah tertentu, serta melakukan pembalikan tanah, menyisihkan batu atau membersihan akar yang mengganggu (Kepner, 1978; Smith, 1977; Utomo, 1990)

Untuk mencapai tujuan pengolahan tanah yang baik, Arsyad (2006), menyatakan tindakan sebagai berikut: (1) tanah diolah seperlunya saja, (2) pengolahan tanah bukan sawah dilakukan pada kandungan air yang tepat yaitu pF 3-4, (3) mempergunakan bahan kimia yang tepat untuk memberantas

(24)

10

tumbuhan pengganggu, (4) mengubah-ubah kedalaman pengolahan tanah, dan (5) melakukan pengolahan tanah menurut kontur.

Pengolahan tanah intensif artinya pengolahan tanah yang dilakukan secara terus menerus dan juga tingkat olah tanah yang dilakukan secara maksimum dengan membalik-balikkan tanahnya hingga kedalaman tertentu. Pengolahan tanah ini tidak menerapkan kaidah konservasi. Tanah yang diolah berlebihan tanpa tindakan konservasi ini akan menjadi lebih cepat kering, lebih halus, bertstruktur buruk, dan berkadar bahan organik tanah rendah (Philips and Young, 1973).

Pengolahan lahan yang menerapkan kaidah konservasi tanah dan air dengan cara memanipulasi gulma dan residu tanaman sedemikian rupa sebagai mulsa untuk menjamin pertumbuhan tanaman dan produktivitas secara optimal dikenal dengan istilah pengolahan tanah konservasi (PTK). Menurut Utomo, (1990), yang termasuk katagori PTK adalah : a) pengolahan tanah konvensional bermulsa (PTKB), b) pengolahan tanah minimum (PTM), c) tanpa olah tanah (TOT). Pada PTKB dilakukan pengolahan tanah biasa dan diberi mulsa berupa sisa tanaman dan gulma yang menutupi areal minimal 30 %. Pengolahan tanah minimum adalah tanah yang diolah seperlunya saja, dan gulma yang dimatikan oleh herbisida dimanfaatkan sebagai mulsa. Pada teknik TOT, tanah tidak diolah sama sekali, gulma dimatikan dengan herbisida dan selanjutnya benih ditanam langsung menggunakan tugal.

Beberapa cara penyiapan lahan yang akhir–akhir ini banyak diperkenalkan adalah tanpa olah tanah (zero tillage), olah tanah seperlunya (reduce tillage), dan olah tanah strip (strip tillage), yang semuanya merupakan pengembangan dan memenuhi kriteria sebagai pengolahan tanah konservasi. Tanpa olah tanah adalah cara penanaman yang tidak memerlukan penyiapan lahan, kecuali membuka lubang kecil untuk meletakkan benih. Olah tanah seperlunya adalah cara pengolahan tanah yang dilakukan sekali dalam setahun atau sekali dalam dua tahun tergantung pada tingkat kepadatan tanahnya dan sisa tanaman disebar keseluruh permukaan tanah setelah dilakukan pengolahan. Olah tanah strip adalah cara mempersiapkan lahan dengan mengolah tanah hanya pada strip atau alur yang akan di tanam saja (Sinukaban, 1990).

(25)

11 2.3.2 Pengaruh Pengolahan Tanah Terhadap Sifat Fisik dan Hidrologi Tanah Peranan pengolahan tanah dalam pengawetan tanah adalah sedikit sekali, bahkan dapat merugikan. Dengan pengolahan tanah, tanah menjadi gembur dan lebih baik melalukan air masuk ke dalam tanah, sehingga mengurangi aliran permukaan. Namun pengaruh ini hanya sementara, karena tanah yang diolah menjadi gembur dan lebih mudah tererosi (Arsyad, 2006; Hakim et al., 1986).

Akibat langsung yang terjadi dengan pengolahan tanah intensif, yaitu terjadinya pemadatan pada tanah. Pemadatan tanah terlebih lagi jika menggunakan alat-alat berat seperti yang disebutkan di depan, akan berpengaruh terhadap perkembangan akar dan menghambat pergerakan air (Islami dan Utomo, 1995).

Pengolahan tanah yang intensif menyebabkan lahan menjadi terbuka, sehingga dengan seringnya tanah terbuka terutama antara 2 musim tanam, maka lebih riskan terhadap dispersi agregat, erosi, dan proses iluviasi yang selanjutnya dapat memadatkan tanah (Pankhurst and Lynch, 1993).

(26)

12 III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di kebun percobaan Cikabayan Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Desa Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada bulan April sampai September 2011. Pengamatan terhadap beberapa sifat hidrologi tanah dilakukan langsung di lapang dan pengamatan sifat fisik dan kimia tanah dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Pelaksanaan Penelitian

Penelitian terhadap sifat fisik dan hidrologi tanah dilaksanakan di kebun Percobaan Cikabayan Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Desa Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih karena pada lokasi tersebut terdapat beberapa lahan yang telah menerapkan teknik pengolahan tanah baik pengolahan tanah konservasi atau pun pengolahan tanah intensif.

Sifat tanah yang diamati adalah sifat fisik tanah meliputi bobot isi, tekstur, kadar air lapang, air tersedia, kurva pF, C-organik, tahanan penetrasi tanah, dan sifat hidrologi tanah meliputi kapasitas infiltrasi, hantaran hidrolik dan permeabilitas. Pengukuran/pengamatan terhadap tahanan penetrasi tanah, kapasitas infiltrasi dan hantaran hidrolik dilakukan langsung di lapang, sedangkan pengamatan terhadap bobot isi, C-organik , air tersedia, pori drainase, kurva pF, kadar air lapang dan permeabilitas tanah dilakukan di laboratorium dengan menggunakan contoh tanah.

Pada lahan pengolahan tanah konservasi dan pengolahan tanah intensif masing-masing dipilih 3 petak sebagai ulangan. Pengamatan/pengukuran langsung dan pengambilan contoh tanah dilakukan di setiap petak pada kedua lahan tersebut. Contoh tanah yang digunakan pada penelitian ini adalah contoh tanah utuh dan contoh tanah terganggu.

(27)

13 Pengambilan contoh tanah utuh dilakukan pada tiga titik yang berdekatan di setiap petak dengan menggunakan ring sampler pada kedalaman tanah 0-20 cm dan 20–40 cm, sehingga jumlah total contoh tanah utuh yang diambil setiap lahan berjumlah 36 contoh tanah. Contoh tanah utuh yang diambil selanjutnya dianalisis di laboratorium untuk menentukan beberapa sifat fisik dan hidrologi tanah.

Pada pengukuran kadar air lapang, pengambilan contoh tanah dilakukan dengan menggunakan alumunium foil untuk menjaga agar kadar air menyerupai kondisi di lapang. Pengambilan contoh tanah dilakukan di setiap petak pada kedalaman tanah 0–10 cm dan 10–20 cm dan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali setiap kedalaman tanah. Sehingga jumlah contoh tanah untuk penentuan kadar air lapang sebanyak 18 contoh tanah setiap lahan. Pengambilan contoh tanah untuk kadar air lapang ini dilakukan selama 5 hari berturut-turut dimulai sejak hari setelah tidak terjadinya hujan.

Pengambilan contoh tanah terganggu dilakukan secara komposit di setiap petak pada masing-masing lahan dan dilakukan pada kedalaman tanah 0-30 cm dan 30-60 cm, sehingga jumlah contoh tanah terganggu yang diambil pada setiap lahan sebanyak 12 contoh tanah. Contoh tanah terganggu yang diambil selanjutnya dianalisis di laboratorium untuk menentukan tekstur dan kandungan bahan organik tanah.

Semua contoh tanah yang diperoleh dari lapang dianalisis di laboratorium dengan menggunakan metode seperti yang ditampilkan pada Tabel 3. Alat-alat yang digunakan untuk analisis tanah di laboratorium disesuaikan dengan metode yang digunakan untuk setiap sifat fisik dan hidrologi tanah.

Tabel 3. Parameter pengamatan dan metode analisis Parameter sifat fisik dan hidrologi tanah Metode analisis

Bobot isi Gravimetri

Tekstur Pipet

Bahan organik Walkley and Black

Kadar air lapang Gravimetri

Tahanan penetrasi tanah Penetrometer

Permeabilitas Permeameter Lab

Infiltrasi Double ring infiltrometer

(28)

14 Pengukuran yang dilakukan langsung di lapang meliputi tahanan penetrasi tanah, serta sifat hidrologi tanah yaitu kapasitas infiltrasi dan hantaran hidrolik. Pengukuran tahanan penetrasi tanah dilakukan di setiap petak dengan menggunakan alat penetrometer pada kedalaman tanah 0-10 cm dan 10-20 cm dan dilakukan pengulangan sebanyak 9 kali pada setiap kedalaman tanah, sehingga jumlah pengukuran nilai tahanan penetrasi tanah di setiap lahan berjumlah 54.

Pengukuran kapasitas infiltrasi dilakukan di setiap petak dengan menggunakan alat double ring infiltrometer, sehingga jumlah pengukuran yang dilakukan setiap lahan sebanyak 3 amatan. Nilai kapasitas infiltrasi yang diukur adalah nilai kapasitas infiltrasi minimum yang merupakan laju masuknya air ke dalam tanah secara vertikal yang paling minimum dan konstan.

Pengukuran hantaran hidrolik dilakukan di setiap petak dengan menggunakan alat permeameter, sehingga jumlah pengukuran yang dilakukan setiap lahan sebanyak 3 amatan. Nilai hantaran hidrolik diperoleh dari hasil pengukuran yang kemudian diolah untuk mendapatkan nilai K (hantaran hidrolik) dengan menggunakan rumus:

Keterangan:

K = hantaran hidrolik

r = jari-jari lubang

h = tinggi muka air

Q = debit air (AxV)

A = luas tabung permeameter

V = laju penurunan air konstan (jenuh)

π = 3,14

Hasil nilai kapasitas infiltrasi, permeabilitas, dan hantaran hidrolik tanah yang diperoleh kemudian diklasifikasikan berdasarkan laju kecepatan air yang bergerak menurut Uhland dan O’Neal (Sitorus et al., 1983) yang terlihat pada Tabel 4.

K = {In(h/r + [(h/r)2+1]1/2)-1}Q 2πh2

(29)

15 Tabel 4. Klasifikasi Laju Kecepatan Pergerakan Air Masuk ke dalam Tanah

(Uhland dan O’Neal dalam Sitorus et al., 1980)

Kelas Laju Kecepatan Air (cm/jam)

Sangat lambat < 0.125 Lambat 0.125 - 0.5 Agak lambat 0.5 – 2 Sedang 2 - 6.25 Agak cepat 6.25 - 12.5 Cepat 12.5 – 25 Sangat cepat > 25 3.3 Analisis data

Data sifat-sifat fisik dan hidrologi tanah hasil pengamatan diolah dengan menggunakan Microsoft Office Excell dan selanjutnya hasil data tersebut dianalisis secara statistik menggunakan Analisis of Varian (Anova) dan uji lanjut Duncan dengan alat bantu software SAS 9.1. Analisis of Varian pada penelitian ini digunakan untuk melihat faktor (pengolahan tanah) yang mempengaruhi respon (parameter). Kemudian faktor yang berpengaruh terhadap respon diuji lanjut menggunakan uji Duncan. Uji Duncan digunakan untuk melihat nilai respon (parameter) yang memiliki perbedaan nyata pada taraf 5% (α = 0.05). Bagan alur penelitian dapat dilihat pada gambar 2.

(30)

16

Gambar 2. Bagan Alur Penelitian

Pengolahan Data Hasil Analisis Lab • Bobot Isi • Tekstur • C – Organik • Permeabilitas • KA Lapang • Kurva pF Pengukuran Lapang • Infiltrasi • Hantaran Hidrolik • Tahanan Penetrasi Tanah

Pengambilan Contoh Tanah

• Contoh Tanah Utuh • Contoh Tanah Terganggu

Penetapan Lokasi

• OTK

(31)

17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kebun Percobaan Cikabayan adalah salah satu kebun percobaan yang dikembangkan oleh Institut Pertanian Bogor sebagai pusat penelitian dan penanaman berbagai jenis tumbuhan, tanaman holtikultura, serta tanaman pangan. Kebun Percobaan Cikabayan memiliki luas 50 ha dari total luas lahan Institut Pertanian Bogor 250 ha. Kebun Percobaaan Cikabayan ini memiliki ciri-ciri seperti terletak di ketinggian antara 184-234 meter di atas permukaan laut dengan kemiringan areal antara 0-30 %, beriklim basah (bulan kering 2-3 bulan sekitar bulan Maret sampai Mei dan bulan basah 9-10 bulan sekitar bulan Juni sampai Februari) dengan curah hujan rata-rata per tahun di atas 3000 mm, jumlah hari hujan rata-rata 187, bersuhu berkisar antara 23-32ºC dengan suhu rata-rata 29ºC, memiliki kelembaban udara antara 55% - 95% dan memiliki jenis tanah yang didominasi oleh tanah Latosol yang memiliki ciri fisik utama, seperti warna coklat kemerahan, tekstur liat, struktur remah, memiliki solum dalam (>100 cm), memiliki reaksi tanah yang tergolong agak masam dengan nilai pH berkisar 4,5-6,1. Pada Kebun Percobaan Cikabayan terdapat beberapa lahan yang menerapkan sistem pengolahan tanah yang berbeda diantaranya: lahan dengan pengolahan tanah konservasi dan lahan dengan pengolahan tanah intensif.

Lahan pengolahan tanah konservasi merupakan salah satu lahan yang berada di dalam kebun percobaan Cikabayan. Lahan ini telah menerapkan sistem pengolahan tanah konservasi selama 11 tahun sejak tahun 2000. Lahan pengolahan tanah konservasi ini terletak pada koordinat 6º 33’ 8,1” S dan 106º 42’ 56,4” E dengan ketinggian ± 187 meter di atas permukaan laut. Lahan ini memiliki luas 500 m² dari total 50 ha kebun percobaan Cikabayan. Lahan pengolahan tanah konservasi ini merupakan lahan yang diperuntukkan sebagai lahan penelitian mahasiswa Institut Pertanian Bogor khususnya Fakultas Pertanian. Sistem pengolahan tanah yang diterapkan pada lahan ini secara umum menerapkkan sistem pengolahan tanah konservasi secara khusus menerapkan pengolahan tanah strip yang dipadukan dengan pengolahan tanah minimum yang termasuk ke dalam katagori pengolahan tanah konservasi.

(32)

18 Pengolahan tanah strip merupakan pengolahan tanah yang mengolah tanah seperlunya saja hanya pada strip-strip atau alur-alur yang akan ditanami yang dibuat mengikuti kontur. Bagian lahan di antara dua strip dibiarkan tidak diolah/terganggu dan sisa-sisa tanaman serta gulma disebar atau diletakkan di antara dua strip sebagai mulsa dan menyisakan zona sekitar strip tanpa adanya mulsa. Pengolahan tanah pada lahan ini pun sangat sedikit sekali dilakukan dengan maksud tetap menjaga kondisi tanah agar tidak terganggu dan tetap mempertahankan agregat tanah dengan baik. Pada lahan ini jenis tanaman yang ditanam bervariasi dari tanaman pangan hingga tanaman holtikultura. Pada saat ini tanaman yang di tanam di lahan pengolahan tanah konservasi adalah jagung dan kacang tanah. Pola penanaman yang dilakukan pada lahan konservasi ini rata-rata 3 kali tanam dan tergantung dari jenis tanaman yang dibudidayakan. Kondisi lahan pengolahan tanah konservasi pada lokasi penelitian ditampilkan dalam Gambar 3.

Gambar 3. Kondisi lahan pengolahan tanah konservasi

Karakteristik umum tanah (tekstur dan bahan organik) pada lahan pengolahan tanah konservasi ini memiliki tekstur liat dengan kadar liat lebih dari 76%, kadar bahan organik 3% serta kandungan C-Organik 1,74% pada kedalaman tanah 0–30 cm. Pada kedalaman tanah 0-30 cm kadar kandungan bahan organik lebih tinggi daripada kedalaman tanah 30-60 cm (Tabel 5). Pada kedalaman tanah 30-60 cm memiliki tekstur liat dengan kadar liat lebih dari 81 %, kadar bahan organik 1,9 % dan kandungan C-Organik 1,1 %.

(33)

19 Tabel 5. Tekstur dan Bahan Organik di Lahan Pengolahan Tanah Konservasi dan

Lahan Pengolahan Tanah Intensif

Sifat tanah

Lahan pengolahan tanah intensif

Lahan pengolahan tanah konservasi Kedalaman tanah (cm) Kedalaman tanah (cm) 0 - 30 30 - 60 0 - 30 30 – 60 Tekstur

Pasir (%) 4,6 5,05 6,98 6,48

Debu (%) 13,28 12,79 16,94 12,37

Liat (%) 82,11 82,16 76,17 81,15

Kelas Liat Liat Liat Liat

Bahan Organik (%) 2,3 1,5 3 1,9

C-Organik (%) 1,33 0,87 1,74 1,1

Lahan pengolahan tanah intensif merupakan salah satu lahan yang berada di dalam kebun percobaan Cikabayan. Lahan ini telah menerapkan sistem pengolahan tanah secara intensif selama 15 tahun sejak tahun 1996. Lahan pengolahan tanah intensif ini terletak pada koordinat 6º 33’ 6,2” S dan 106º 42’ 54,5” E dengan ketinggian ± 192 meter di atas permukaan laut dan berjarak 30 meter dari lahan pengolahan tanah konservasi. Lahan ini memiliki luas 600 m² dari total 50 ha kebun percobaan Cikabayan. Lahan pengolahan tanah intensif ini merupakan lahan yang diperuntukan sebagai lahan penelitian mahasiswa Institut Pertanian Bogor khususnya Fakultas Pertanian. Sistem pengolahan tanah yang diterapkan pada lahan ini adalah sistem pengolahan tanah yang intensif yang memiliki arti lahan tersebut dalam persiapan lahan tanamnya selalu meggarap tanah secara maksimal dengan membalik-balikkan/membongkar tanah hingga kedalaman ± 20 cm, dilakukan berulang-ulang setiap sebelum penanaman dan tanpa adanya pemanfaatan sisa-sisa tanaman dan gulma sebagai mulsa dan sumber bahan organik. Jenis tanaman yang ditanam di lahan ini bervariasi dari tanaman pangan hingga tanaman holtikultura. Pada saat ini tanaman yang di tanam di lahan pengolahan tanah intensif adalah sorghum dan cabai. Pola penanaman yang dilakukan pada lahan pengolahan tanah intensif ini rata-rata 3 kali tanam. Kondisi lahan pengolahan tanah intensif pada lokasi penelitian ditampilkan pada Gambar 4.

(34)

20 Gambar 4. Kondisi Lahan Pengolahan Tanah Intensif

Karakteristik umum tanah (tekstur dan bahan organik) pada lahan pengolahan tanah intensif ini memiliki tekstur liat dengan kadar liat lebih dari 82 %, kadar bahan organik 2,3 % serta kandungan C-Organik 1,33% pada kedalaman tanah 0–30 cm. Pada kedalaman tanah 0-30 cm kadar bahan organik lebih tinggi daripada kedalaman tanah 30-60 cm (Tabel 5). Pada kedalaman tanah 30-60 cm memiliki tekstur liat dengan kadar liat lebih dari 82 %, kadar bahan organik 1,5 % dan kandungan C-Organik 0,87 %.

4.2 Sifat Fisik dan Hidrologi Tanah di Lahan Penelitian 4.2.1 Bobot Isi dan Porositas Total Tanah

Bobot isi tanah merupakan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah termasuk volume pori-pori tanah tersebut dalam suatu unit volume tanah pada keadaan utuh. Hasil bobot isi dan porositas total tanah akibat pengolahan tanah koservasi dan pengolahan tanah intensif pada kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 menunjukkan bahwa lahan pengolahan tanah konservasi memiliki bobot isi tanah yang lebih rendah dan porositas total tanah yang lebih tinggi pada kedalaman 0-20 cm mau pun 20-40 cm dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif.

(35)

21 Tabel 6. Bobot Isi dan Porositas Total Tanah pada Berbagai Jenis Pengolahan dan

Kedalaman Tanah Perlakuan

Bobot isi (g/cm³) Porositas Total (%)

Kedalaman 0 - 20 cm Kedalaman 20 – 40 cm Kedalaman 0 – 20 cm Kedalaman 20 – 40 cm

Pengolahan tanah konservasi 0,95 a 0,99 a 64,11a 62,64 a

Pengolahan tanah intensif 1,12 b 1,15 b 58,37 b 57,48 b

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji duncan pada taraf 5% (α=0,05)

Hasil pengukuran juga menunjukkan bahwa bobot isi tanah pada kedalaman tanah 0-20 cm secara umum lebih rendah dibandingkan pengamatan di kedalaman 20-40 cm baik pada lahan pengolahan tanah konservasi mau pun lahan pengolahan tanah intensif. Hal ini karena pada kedalaman tanah 0-20 cm aktivitas perakaran dan bahan organik lebih tinggi dibandingkan pada kedalaman tanah 20-40 cm sehingga bobot isi tanah menjadi lebih rendah.

Lahan pengolahan tanah konservasi memiliki bobot isi yang lebih rendah dibandingkan lahan pengolahan tanah intensif. Hal ini karena pada lahan pengolahan tanah konservasi dilakukan pemanfaatan gulma dan sisa-sisa tanaman yang dijadikan mulsa serta pupuk organik kepada tanah yang berfungsi sebagai penutup tanah atau pelindung tanah dari butir-butir hujan yang jatuh ke tanah yang berpotensi menyebabkan terjadinya dispersi agregat dan penyumbatan pori sehingga terjadi pemadatan tanah. Akibat pemanfaatan gulma dan sisa-sisa tanaman yang dijadikan mulsa maka kadar bahan organik di lahan pengolahan tanah konservasi menjadi tinggi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5. Bahan organik berperan sebagai perekat antara partikel tanah, menciptakan struktur tanah (granulasi tanah) yang baik dan juga meningkatkan porositas total tanah. Oleh karena itu, kepadatan tanah pada lahan pengolahan tanah konservasi menjadi rendah dan bobot isi tanah menjadi rendah akibat ketersediaan bahan organik yang tinggi. Seperti yang dikatakan Arsyad (2006), bahwa penambahan bahan organik ke dalam tanah dapat mengakibatkan penurunan bobot isi tanah, peningkatan ruang pori total, ruang pori drainase cepat, serta ruang pori drainase lambat. Bobot isi merupakan petunjuk kepadatan tahah. Makin padat suatu tanah makin tinggi bobot isinya. Tingkat dan cara mengolah tanah yang dilakukan pada suatu lahan pun mempengaruhi nilai bobot isi tanah tersebut. Tanah yang diolah

(36)

22 pada lahan pengolahan tanah konservasi dilakukan seminimum mungkin hanya pada area atau alur yang akan di tanami saja. Sedangkan pada lahan pengolahan tanah intensif dilakukan secara maksimum yaitu dengan membalik-balikkan tanah secara maksimal hingga kedalaman ±20 cm dan dilakukan kepada seluruh lahan sehingga akan terjadi penghancuran agregat tanah. Hancur dan rusaknya agregat tanah akan menyebabkan terjadinya dispersi agregat, penyumbatan pori, rusaknya struktur tanah, dan menurunnya porositas tanah. Hal ini akan menciptakan kepadatan dan bobot isi tanah yang tinggi pada lahan tersebut.

Porositas tanah adalah ukuran yang menunjukkan bagian tanah yang tidak terisi oleh bahan padatan tanah tetapi terisi oleh udara dan air. Besarnya porositas ditentukan oleh gabungan butiran primer dan sekunder tanah. Partikel-partikel tanah yang tidak teratur menyusun tanah menyebabkan susunan yang tidak benar-benar saling berdekatan, sehingga terbentuk ruang diantaranya yang berisikan udara dan air. Bobot isi tanah yang rendah menunjukkan bahwa tanah tersebut memiliki tingkat kegemburan yg baik dan tidak terjadinya pemadatan pada tanah sehingga ruang pori yang terbentuk menjadi tinggi. Ketersediaan bahan organik juga mempengaruhi porositas tanah karena bahan organik membantu dalam pembentukan agregat tanah dengan membentuk granul-granul dan memperbesar volume dan pori-pori tanah yang ada, sehingga porositas tanah menjadi tinggi. Oleh karena itu, porositas total tanah pada lahan pengolahan tanah konservasi lebih tinggi dibandingkan lahan pengolahan tanah intensif.

4.2.2 Pori Drainase Tanah

pori tanah dapat dibedakan menjadi pori mikro dan pori makro. Pori-pori mikro sering dikenal sebagai Pori-pori pemegang air dan Pori-pori makro merupakan pori drainase. Pori makro (pori drainase) berperan dalam pergerakan air tanah. Pergerakan air tanah akan makin mudah jika pori drainase makin banyak. Distribusi pori drainase tanah pada lahan pengolahan tanah konservasi dan lahan pengolahan tanah intensif disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 menunjukkan bahwa pori drainase total pada tanah yang diolah secara konservasi lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang diolah secara intensif baik pada kedalaman tanah 0-20 cm dan 20-40 cm. Hasil pengukuran ini

(37)

23 juga menunjukkan bahwa kemudahan air untuk dapat bergerak di dalam tanah dimiliki oleh lahan pengolahan tanah konservasi. Hal ini dipengaruhi oleh kepadatan tanah yang rendah, struktur tanah yang baik dan ketersediaan bahan organik yang tinggi yang dimiliki oleh lahan pengolahan tanah konservasi.

Gambar 5. Distribusi Pori Drainase Tanah pada Berbagai Jenis Pengolahan Tanah dan Kedalaman Tanah

Lahan pengolahan tanah intensif memiliki pori drainase total yang rendah. Hal ini karena ketersediaan bahan organik yang rendah dan terjadinya penyumbatan pori akibat pengolahan tanah yang berlebihan. Ketersediaan bahan organik mempengaruhi terbentuknya struktur tanah yang lebih baik serta volume dan pori-pori tanah yang ada. Bahan organik juga mempengaruhi terciptanya aktivitas mikroorganisme tanah yang dapat membentuk biopori di dalam tanah sehingga pori drainase total tanah menjadi meningkat. Penyumbatan pori juga terjadi pada lahan pengolahan tanah intensif ini, karena dilakukannya pembongkaran atau pembalikkan tanah secara maksimal hingga kedalaman tanah ± 20 cm sehingga terjadi destrukturisasi yang menyebabkan terjadinya pemadatan tanah serta tertutupnya pori makro tanah oleh butir-butir halus tanah. Oleh karena itu, lahan pengolahan tanah intensif memiliki pori drainase total yang lebih rendah dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah konservasi.

(38)

24 4.2.3 Kemampuan Tanah Memegang Air

4.2.3.1 Kurva pF

Kemampuan tanah memegang air dapat dilihat dari kurva pF. Hasil penetapan kurva pF pada kedalaman tanah 0-20 cm dan 20-40 cm menunjukkan bahwa pada nilai pF yang sama, lahan pengolahan tanah konservasi selalu memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif (Gambar 6).

Gambar 6. Kurva pF berdasarkan jenis pengolahan tanah dan kedalaman tanah Hal ini mengindikasikan bahwa tanah yang diolah secara konservasi mempunyai kemampuan menahan air yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang diolah secara intensif. Walaupun kadar air pada setiap pF tinggi, kapasitas air tersedia (KA pF 2,54 – KA pF 4,2) juga lebih tinggi pada lahan pengolahan tanah konservasi. Kondisi tersebut membuktikan bahwa tanah dengan pengolahan tanah konservasi mempunyai distribusi ukuran pori yang lebih baik.

4.2.3.2 Kadar Air Kapasitas Lapang dan Air Tersedia

Kadar air kapasitas lapang adalah batas maksimum air yang dapat dipegang oleh tanah pada kondisi tidak terjadi lagi drainase internal di dalam tanah dan umumnya penetapan kadar air pada kapasitas lapang di laboratorium dilakukan pada tegangan air nilai pF 2,54. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa

(39)

25 kadar air kapasitas lapang (pF2,54) pada lahan pengolahan tanah konservasi secara umum lebih tinggi dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif (Gambar 6).

Air tersedia adalah kadar air yang tersedia bagi tanaman dan dapat diambil oleh tanaman. Batas kadar air tersedia terletak diantara kadar air kapasitas lapang (pF2,54) dan kadar air titik layu permanen (pF4,2). Lahan pengolahan tanah konservasi memiliki air tersedia yang lebih tinggi dibandingkan lahan pengolahan tanah intensif. Hal ini dipengaruhi oleh porositas total dan bahan organik tanah pada lahan tersebut. Porositas total tanah yang lebih banyak akan menyimpan air yang lebih tinggi. Bahan organik tanah juga berperan terhadap ketersediaan air di dalam tanah, karena bahan organik dapat memegang air dengan baik serta dapat meningkatkan porositas total tanah. Oleh karena itu, dengan memiliki porositas total tanah dan bahan organik tanah yang lebih tinggi maka lahan pengolahan tanah konservasi memiliki air tersedia lebih tinggi dibandingkan lahan pengolahan tanah intensif. Ketersediaan air di dalam tanah juga berdampak pada pertumbuhan tanaman, karena tanaman akan sangat membutuhkan air untuk mendukung segala proses pertumbuhannya.

4.2.3.3 Kadar Air Lapang

Kadar air lapang adalah kadar air yang menggambarkan kandungan air yang ada di lapang pada saat itu juga (pengukuran). Kadar air lapang pada lahan pengolahan tanah konservasi dan lahan pengolahan tanah intensif setelah beberapa hari selama tidak hujan pada kedalaman 0-10 cm dan 10-20 cm disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 menunjukkan bahwa setelah beberapa hari (1-5) tidak terjadi hujan, kadar air pada lahan pengolahan tanah konservasi lebih tinggi dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan tanah dalam menahan/memegang air pada lahan pengolahan tanah konservasi lebih baik dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif. Kemampuan menyimpan air pada tanah ditentukan oleh porositas dan kandungan bahan organik yang ada pada tanah tersebut. Semakin meningkatnya porositas tanah maka kemampuan tanah dalam menyimpan air akan lebih tinggi. Bahan

(40)

26 organik juga berperan dalam membantu pengikatan air dan menjaga kelembaban tanah dari evaporasi yang terjadi pada tanah. Hal ini sesuai seperti yang dikatakan Poerwowidodo (1987), bahwa bahan organik yang telah terurai akan mempunyai kemampuan menghisap dan memegang air yang tinggi, merangsang pembentukan agregat dan menurunkan sifat fisik dari liat.

Tabel 7. Kadar Air Lapang Pada Berbagai Jenis Pengolahan Tanah, Kedalaman Tanah dan Beberapa Hari Setelah Hujan

Hari setelah hujan

Kadar air lapang (% volume)

Pengolahan tanah konservasi Pengolahan tanah intensif

Kedalaman (cm) Kedalaman (cm) 0-10 10-20 0-10 10-20 H+1 51,42 53,24 44,49 45,15 H+2 46,36 47,27 39,29 40,38 H+3 40,70 45,8 37,64 38,83 H+4 40,03 42,31 36,10 37,58 H+5 38,58 41,92 34,23 36,54

Keterangan : H+1 artinya 1 hari setelah hujan berhenti dan seterusnya

Secara umum pada kedua lahan tersebut, kadar air tanah di kedalaman tanah 10-20 cm lebih tinggi dibandingkan kedalaman tanah 0-10 cm. Hal ini dikarenakan potensi terjadinya evaporasi pada kedalaman tanah 0-10 cm lebih tinggi dibandingkan pada kedalaman tanah 10-20 cm. Lapisan tanah atas (0-10 cm) akan bersinggungan langsung dengan sinar matahari, udara dan suhu, sehingga nilai evaporasinya menjadi besar dan kadar air tanahnya menjadi lebih rendah dibandingkan dengan lapisan tanah bawah (10-20 cm).

Grafik penurunan kadar air tanah selama beberapa hari tidak terjadi hujan berdasarkan jenis pengolahan tanah dan kedalaman tanah disajikan pada Gambar 7. Gambar 7 menunjukkan penurunan kadar air dari hari ke hari selama tidak ada hujan pada lahan pengolahan tanah konservasi dan lahan pengolahan tanah intensif. Kadar air tanah pada lahan pengolahan tanah konservasi terlihat tetap lebih tinggi dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif walau terjadi penurunan kadar air tanah dari hari ke hari pada kedua lahan tersebut.

(41)

27 Gambar 7. Kadar Air Lapang, pada Berbagai Jenis Pengolahan Tanah, Kedalaman

Tanah dan Beberapa Hari Setelah Hujan.

Kadar air tanah pada lahan pengolahan tanah intensif di kedalaman tanah 0-10 cm pada hari ke-5 berada di bawah batas kadar air titik layu permanennya. Kadar air tanah pada lahan pengolahan tanah intensif pada hari ke-5 sebesar 34,23% sedangkan batas kadar air titik layu permanennya (pF4,2) adalah 35,11%. Hal ini dapat mengakibatkan akar tanaman pada lahan pengolahan tanah intensif pada hari ke-5 setelah tidak ada hujan, tidak akan dapat lagi mengambil air di kedalaman tanah 0-10 cm. Karena pada kedalaman tanah tersebut air sangat kuat dipegang oleh tanah sehingga air tidak tersedia bagi tanaman. Akar tanaman dipaksa harus mencari air tanah pada kedalaman tanah yang lebih dalam agar dapat memenuhi kebutuhan pertumbuhannya. Usaha yang perlu dilakukan untuk meminimalisir keadaan tanah sebelum mencapai kadar air titik layu permanen adalah dengan melakukan irigasi kepada lahan. Upaya ini dilakukan agar tanaman tidak mengalami layu permanen dan menghambat pertumbuhannya. Berdasarkan hasil pengamatan sebaiknya irigasi dilakukan setelah hari ke-4 setelah tanah berada pada kondisi kapasitas lapang yang artinya irigasi pada lahan pengolahan tanah intensif sebaiknya dilakukan dalam 4 hari sekali. Pada lahan pengolahan tanah konservasi selama 5 hari tidak hujan, kondisi kadar air tanahnya relatif masih tinggi belum mencapai kadar air titik lau permanen (pF4,2), sehingga waktu untuk melakukan irigasi kepada tanah lebih lama dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif.

(42)

28 4.2.4 Tahanan Penetrasi Tanah

Tahanan penetrasi tanah merupakan salah satu parameter sifat fisik tanah yang menggambarkan kepadatan atau kekuatan suatu tanah. Nilai tahanan penetrasi tanah akan berimplikasi kepada aktivitas akar tanaman untuk menembus tanah. Pengaruh berbagai jenis pengolahan tanah (pengolahan tanah konservasi dan pengolahan tanah intensif) terhadap nilai tahanan penetrasi tanah disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Tahanan Penetrasi Tanah pada Berbagai Jenis Pengolahan Tanah, Kedalaman Tanah dan Beberapa Hari Setelah Hujan.

Hari setelah hujan

Tahanan penetrasi tanah (kg/cm²)

Pengolahan tanah konservasi Pengolahan tanah intensif

Kedalaman (cm) Kedalaman (cm) 0-10 10-20 0-10 10-20 H+1 0,6 1,0 2,5 3,5 H+2 0,7 1,3 3,8 3,9 H+3 0,8 1,6 4,0 4,5 H+4 0,9 1,8 5,0 5,1 H+5 1,1 2,0 6,0 7,0

Keterangan : H+1 artinya 1 hari setelah hujan berhenti dan seterusnya

Tabel 8 menunjukkan bahwa pengolahan tanah berpengaruh terhadap tahanan penetrasi tanah, yang ditunjukkan oleh peningkatan kepadatan tanah setiap harinya setelah tidak ada hujan baik di kedalaman tanah 0-10 cm mau pun 10-20 cm. Kadar air lapang semakin menurun dari hari pertama hingga hari ke lima selama tidak ada hujan. Oleh karena itu tanah akan menjadi semakin kering dan padat, sehinggga nilai tahanan penetrasi tanah menjadi meningkat.

Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa nilai tahanan penetrasi tanah pada lahan pengolahan tanah konservasi di kedalaman 0-10 cm dan 10-20 cm lebih rendah dibandingkan lahan pengolahan tanah intensif yang begitu tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa lahan pengolahan tanah intensif memiliki kepadatan yang tinggi dibandingkan lahan pengolahan tanah konservasi. Tahanan penetrasi tanah dipengaruhi oleh ketersediaan bahan organik, porositas dan juga struktur tanah. Seperti yang dikemukakan Brady dan Weil (2002), bahwa cara pengolahan tanah sangat mempengaruhi hasil pengolahan tanah, struktur, bobot isi, dan ruang

(43)

29 pori tanah. Oleh karena itu, cara mengolah tanah akan mempengaruhi tingkat kepadatan suatu tanah.

Nilai tahanan penetrasi tanah, baik pada lahan pengolahan tanah konservasi mau pun pengolahan tanah intensif pada kedalaman tanah 0-10 cm dan 10-20 cm sama-sama menunjukkan grafik peningkatan dari hari ke hari selama tidak ada hujan. Grafik peningkatan yang menunjukkan nilai tahanan penetrasi tanah pada kedalaman tanah 0-10 cm dan 10-20 cm disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Tahanan Penetrasi Tanah Berdasarkan Kedalaman Tanah dan Waktu (Hari) Selama Tidak Ada Hujan

Gambar 8 menunjukkan bahwa nilai tahanan penetrasi pada lahan pengolahan tanah konservasi dan lahan pengolahan tanah intensif pada kedalaman 0-10 cm dan 10-20 cm memiliki peningkatan nilai yang terus menerus setiap harinya selama tidak ada hujan. Hal ini karena tahanan penetrasi tanah berkorelasi dengan kadar air tanah yang dimilikinya. Semakin hari kadar air tanah menurun, sehingga tahanan penetrasi tanah menjadi meningkat. Namun nilai tahanan penetrasi tanah dari hari ke hari pada lahan pengolahan tanah intensif lebih besar dibandingkan lahan pengolahan tanah konservasi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin hari setelah tidak ada hujan, kepadatan tanah yang tinggi akan terjadi pada lahan pengolahan tanah intensif. Menurut Davidson (1965), tahanan penetrasi merupakan kekuatan tanah yang bersifat komposit, artinya kekerasan tanah dipengaruhi oleh beberapa sifat fisik tanah lainnya; kadar air, struktur tanah, indeks plastisitas, adhesi atau kombinasinya.

Gambar

Tabel 3. Parameter pengamatan dan metode analisis  Parameter sifat fisik dan hidrologi  tanah  Metode analisis
Gambar 2. Bagan Alur Penelitian
Tabel 6 menunjukkan bahwa lahan pengolahan tanah konservasi memiliki  bobot isi tanah yang lebih rendah dan porositas total tanah yang lebih tinggi pada  kedalaman  0-20  cm  mau  pun  20-40  cm  dibandingkan  dengan  lahan  pengolahan  tanah intensif
Tabel 7. Kadar Air Lapang Pada Berbagai Jenis Pengolahan Tanah, Kedalaman  Tanah dan Beberapa Hari Setelah Hujan
+6

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

(1) Ketcntuan mengenai tata cara pcnjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 sampai dengan Pasal 47 berlaku secara mutatis mutandis terhadap tata cara

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran pola sidik bibir berdasarkan jenis kelamin pada mahasiswa ras Papua Melanesoid di Universitas Sriwijaya.. Untuk mengetahui

Setelah manusia melampaui tahap teologi dan intelektual (Hati dan Akal), adalah ada tahap jasmani, karena tidak dapat disangkal bahwa manusia adalah makhluk yang berdemensi

Keluaran Jumlah Pelaksanaan Survey dan Pendataan Organisasi Masyarakat dan LNL.

Analisis kandungan ini memberikan tumpuan kepada 4 aspek iaitu (i) amalan diagnosis yang digunakan dalam setiap kitab tib yang telah dipilih, (ii) unsur-unsur yang

teacher of the sixth grade students of SDN Karangrejo 3 Jember in the 2011/2012. academic year, initiated to conduct a descriptive research in order to

Silogisme kategoris adalah suatu silogisme yang terdiri dari tiga proposisi kategoris dan yang mengandung tiga term yang berbeda, yang setiap term itu tampak dua kali

Malaysia dengan Menara Imara Wakaf sebuah bangunan komersial untuk disewakan, Turki dengan wakaf uangnya, di mana masyarakat dapat meminjam uang dari dana tersebut, Mesir