• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Program Zero Street Crime Kepolisian Resor Purbalingga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Program Zero Street Crime Kepolisian Resor Purbalingga"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

46

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Program Zero Street Crime Kepolisian Resor Purbalingga

Wilayah hukum Kepolisian Resor (Polres) Purbalingga terletak di Kabupaten Purbalingga, yang merupakan sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Untuk kantor Polresnya sendiri berada di Jalan Mayor Jenderal Sungkono No. 1 Purbalingga. Bangunan Polres Purbalingga berada di atas tanah seluas 27.173 m2, dimana 13 bidang seluas 17.557 m2 merupakan tanah milik Polres Purbalingga dan 9 bidang seluas 9.616 m2 merupakan tanah pinjaman dari Pemerintah Daerah (Pemda).

Polres Purbalingga merupakan bagian dari aparatur negara yang diberi wewenang untuk menegakkan hukum di wilayah Kabupaten Purbalingga. Polres Purbalingga membawahi 16 institusi Kepolisian Sektor (Polsek) yang berada di setiap Kota Kecamatan. Adapun 16 Polsek tersebut, yaitu:

1. Polsek Purbalingga 2. Polsek Kalimanah 3. Polsek Kutasari 4. Polsek Kemangkon 5. Polsek Kaligondang 6. Polsek Bobotsari 7. Polsek Karanganyar 8. Polsek Mrebet 9. Polsek Karangreja 10. Polsek Bukateja 11. Polsek Kejobong 12. Polsek Karangmoncol 13. Polsek Rembang 14. Polsek Bojongsari 15. Polsek Pengadegan 16. Polsek Padamara

(2)

Sebagai alat penegak hukum, Polres Purbalingga memliki tugas untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) yang berada di wilayah hukumnya, termasuk gangguan kamtibmas yang terjadi di jalanan. Gangguan kamtibmas yang terjadi di jalanan atau biasa disebut dengan kejahatan jalanan (street crime) merupakan salah satu bentuk kejahatan yang sangat meresahkan masyarakat. Mengingat jalan raya merupakan salah satu akses vital yang sering digunakan oleh masyarakat sebagai sarana dalam melakukan berbagai aktivitas sehari-hari. Jika hal tersebut dibiarkan berlarut-larut, maka dapat menimbulkan rasa takut bagi masyarakat pengguna jalan dan masyarakat lainnya dalam melakukan aktivitasnya.

Untuk mengatasi hal tersebut, salah satu upaya yang dilakukan oleh Polres Purbalingga dalam rangka meminimalisir angka kejahatan jalanan yang terjadi di wilayah hukumnya adalah dengan menerapkan program Zero Street Crime. Program Zero Street Crime adalah suatu kebijakan penanggulangan kejahatan jalanan (street crime) yang secara hierarki sudah ada perintahnya mulai dari tingkat Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri), dilanjutkan ke tingkat Kepolisian Daerah (Polda), sampai ke tingkat Kepolisian Resor (Polres). Berdasarkan Surat Edaran Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Nomor: SE/4/IV/2010 Tanggal 22 April 2010 tentang Pedoman Perencanaan Kapolri Tahun 2011, penangulangan terhadap kejahatan jalanan merupakan salah satu kebijakan yang menjadi sasaran prioritas Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) tahun 2011. Untuk mencapai sasaran tersebut, maka seluruh

(3)

jajaran kepolisian yang berada di lingkup Polri perlu mengaktualisasikannya dalam pelaksanaan tugas kepolisian.

Zero Street Crime merupakan program yang dibuat untuk menetapkan jalur Zero Street Crime, dimana tujuannya adalah untuk mengeliminasi kejahatan-kejahatan yang biasa terjadi di jalanan, khususnya jalanan yang dianggap sebagai jalanan utama. Untuk Kabupaten Purbalingga sendiri, program Zero Street Crime sebagai suatu kebijakan penanggulangan kejahatan jalanan mulai aktif dijalankan pada tahun 2011. Adanya program Zero Street Crime diharapkan paling tidak ada zona aman di wilayah Purbalingga, yang mana di daerah itu dijamin tidak terjadi kejahatan. Telah diketahui bahwa kejahatan jalanan merupakan kejahatan yang paling dekat dengan masyarakat, sehingga diperlukan penanganan yang cukup serius agar bisa memberikan kenyamanan dan rasa aman kepada masyarakat dalam menjalankan aktifitasnya sehari-hari.

Sebelum program Zero Street Crime aktif dijalankan oleh Polres Purbalingga dalam menanggulangi kejahatan jalanan, kasus-kasus kejahatan jalanan marak terjadi di Kabupaten Purbalingga. Berdasarkan data yang diperoleh dari Polres Purbalingga, jenis-jenis kejahatan yang seringkali terjadi di simpul-simpul jalan raya meliputi pencurian dengan kekerasan (curas), pencurian dengan pemberatan (curat), pencurian sepeda motor (curanmor), pencurian biasa (curbi), keroyok, jambret, dan rampas. Berikut data-data kasus atau laporan yang masuk ke Polres Purbalingga terkait dengan kejahatan jalanan pada periode tahun 2009 s/d 2010:

(4)

Tabel 2. Jumlah Kasus Kejahatan Jalanan di Polres Purbalingga Tahun 2009 s/d 2010

No. Jenis Kejahatan

2009 2010 Crime Total Crime Clearance Crime Total Crime Clearance 1. Curat 32 11 11 5 2. Curas 6 4 5 2 3. Curanmor 11 6 1 0 4. Curbi 12 7 4 3 5. Keroyok 5 5 2 2 6. Jambret 2 0 0 0 7. Rampas 2 0 1 0 Jumlah 70 33 24 12

Sumber: Data dokumen rekapitulasi kasus kejahatan di Polres Purbalingga (diolah peneliti, 8 Juni 2013)

Berdasarkan Tabel 2, terlihat kasus-kasus kejahatan jalanan masih marak terjadi. Walaupun intensitas kejahatan antara tahun 2009 sampai dengan tahun 2010 cenderung menurun, namun dengan masih adanya kejahatan jalanan tersebut akan menimbulkan ketidaknyamanan masyarakat dalam menjalankan aktifitasnya sehari-hari. Selain itu, upaya penyelesaiannya atau penindakannya (crime clearance) bisa dikatakan masih belum maksimal karena ada beberapa kasus yang belum bisa diselesaikan. Hal tersebut bisa dilihat dari jumlah keseluruhan crime total yaitu 70 kasus yang terjadi atau laporan yang masuk pada periode tahun 2009, ternyata hanya 33 kasus yang dapat diselesaikan. Selanjutnya, pada periode tahun 2010, terjadi 24 kasus, sementara hanya 12 kasus yang dapat diselesaikan. Untuk itu, sangatlah tepat jika dibuat suatu program yang dapat menanggulanginya, dalam hal ini adalah program Zero Street Crime sebagai upaya penanggulangan masalah kejahatan jalanan.

(5)

Ruang lingkup program Zero Street Crime meliputi:

1. Penanggulangan kejahatan jalanan melalui pola preemtif, yaitu suatu tindakan mencegah, mengeliminir kemungkinan-kemungkinan untuk terjadinya suatu kejahatan melalui program penyuluhan, yakni dengan menanamkan nilai-nilai atau norma-norma yang baik, menyisipkan pesan-pesan antisipasi terhadap kejahatan.

2. Penanggulangan kejahatan jalanan melalui pola preventif, yaitu tindakan yang berupa pencegahan sebelum terjadinya kejahatan.

3. Penanggulangan kejahatan jalanan melalui pola represif, yaitu tindakan yang dilakukan sesudah kejahatan terjadi dengan penegakan hukum dan penjatuhan hukuman terhadap kejahatan yang telah dilakukan.

Pola penanggulangan kejahatan jalanan melalui pola preemtif, preventif, maupun represif sebenarnya merupakan tugas yang dilakukan setiap hari oleh anggota Polres Purbalingga. Akan tetapi, dengan adanya program Zero Street Crime ini, mengkhususkan jalur-jalur yang telah ditetapkan sebagai jalur Zero Street Crime wajib aman dari berbagai gangguan kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat). Alasan ditetapkannya suatu daerah sebagai jalur Zero Street Crime adalah karena tingkat kegiatan atau aktivitas masyarakat di sana sangat padat, kegiatan-kegiatan vital dilaksanakan di daerah tersebut seperti di area pasar, perbankan, perempatan traffic light, maupun di tempat-tempat wisata, sehingga dirasa perlu diadakan program ini agar masyarakat dalam beraktifitas merasa aman.

(6)

Daerah atau jalur yang menjadi target operasi Zero Street Crime selalu bervariasi setiap bulannya, misalnya di daerah kota, Bobotsari, Bukateja, dan lain sebagainya. Jadi, pemilihan target operasi disesuaikan dengan keadaan yang ada. Misalnya, daerah kota dirasa sudah aman, maka target polisi selanjutnya adalah daerah-daerah yang dirasa rawan dengan aksi kejahatan.

Berikut data-data tingkat kejahatan berdasarkan sektor wilayah di Kabupaten Purbalingga tahun 2012:

Tabel 3. Kuantitas Kerawanan Daerah (Ranking) Tahun 2012

No. Kesatuan Crime Total Crime Clearance

1. Polsek Purbalingga 30 18 2. Polsek Kalimanah 13 5 3. Polsek Kutasari 7 4 4. Polsek Kemangkon 19 14 5. Polsek Kaligondang 18 15 6. Polsek Bobotsari 21 15 7. Polsek Karanganyar 9 7 8. Polsek Mrebet 14 13 9. Polsek Karangreja 12 9 10. Polsek Bukateja 13 9 11. Polsek Kejobong 10 6 12. Polsek Karangmoncol 7 7 13. Polsek Rembang 6 4 14. Polsek Bojongsari 11 6 15. Polsek Pengadegan 7 7 16. Polsek Padamara 9 8 17. Polres Purbalingga 196 139

Sumber: Data dokumen rekapitulasi kasus kejahatan di Polres Purbalingga (diolah peneliti, 8 Juni 2013)

Berdasarkan Tabel 3, dari 16 Polsek yang dibawahi oleh Polres Purbalingga, kuantitas kerawanan daerah di Kabupaten Purbalingga yang paling tinggi pada tahun 2012 adalah daerah Polsek Purbalingga yang merupakan daerah kota, yaitu sebesar 30 kasus kejahatan dan berhasil

(7)

diselesaikan sebanyak 18 kasus, di samping dari Polres Purbalingga sendiri dengan jumlah crime total 196 kasus kejahatan dan berhasil diselesaikan sebanyak 139 kasus. Namun demikian, daerah-daerah lain yang memiliki jumlah crime total lebih sedikit juga menunjukkan adanya kerawanan akan tindak kejahatan jika tidak mendapatkan penanganan yang serius dari aparat kepolisian, seperti penindakan tegas dengan memberikan sanksi hukum terhadap para pelaku tindak kejahatan.

Melihat crime total dari masing-masing sektor wilayah di Kabupaten Purbalingga tersebut, diperlukan pengoptimalan dari pola-pola penanggulangan kejahatan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, mulai dari penanggulangan kejahatan melalui pola preemtif, preventif, sampai represif. Hal ini sesuai dengan tugas polisi secara umum seperti yang termuat dalam Pasal 13 Undang-Undang Kepolisian bahwa tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:

a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. Menegakkan hukum; dan

c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Berdasarkan pasal tersebut, polisi berkewajiban memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap segala bentuk kejahatan, dalam hal ini khususnya kejahatan jalanan, salah satunya melalui pola-pola penanggulangan kejahatan sebagaimana yang telah dikemukakan, yakni pola preemtif, preventif, dan represif. Secara garis besar kegiatan-kegiatan yang

(8)

dilakukan Polres Purbalingga untuk mendukung terlaksananya program Zero Street Crime berdasarkan pada ketiga pola penanggulangan kejahatan tersebut antara lain:

1. Melakukan penghimbauan seperti dengan pemasangan spanduk Zero Street Crime;

2. Mengadakan kegiatan patroli rutin di titik-titik yang dianggap rawan kejahatan;

3. Mengadakan razia; 4. Melakukan penangkapan.

Untuk melaksanakan tugas-tugas seperti yang disebutkan di atas, diperlukan adanya personil. Polres Purbalingga memiliki kekuatan personil sebanyak 832 orang, yang terdiri dari 788 orang personil Polri dan 44 orang personil sipil atau Pegawai Negeri Sipil (PNS). Untuk personil Polri terdiri dari Perwira sebanyak 63 orang dan Bintara sebanyak 725 orang. Keseluruhan kekuatan personil tersebut tersebar baik di Polres Purbalingga maupun di Polsek-Polsek yang berada di wilayah hukum Polres Purbalingga.

Selain personil, untuk memperlancar pelaksanaan tugasnya, Polres Purbalingga didukung dengan material peralatan sebagai berikut:

(9)

Tabel 4. Data Material Peralatan Polres Purbalingga

No. Jenis Material Logistik Kondisi

BB RR RB JML 1. Ranmor : - Roda 2 - Roda 4/6 117 26 11 3 15 - 143 29 2. Senpi - Revolver - PA/SS VE - SA Bahu - SMR 224 15 122 - 118 - - 2 - - - - 342 15 122 2 3. Amunisi Tajam - Kal 38 Spc. - Kal 30 MI - Kal 7,62 mm - Kal 7,92 mm - Kal 303 mm - Kal 5,56 mm - - - - - - 2.768 10.310 8.203 1.315 4.911 1.610 - - - - - - 2.768 10.310 8.203 1.315 4.911 1.610 4. Amunisi Karet - Kal 38 Spc. - Kal 5,56 mm - Kal 7,62 mm (SKS) - Kal 7,92 mm (SS V2) - - - - 1.100 1.000 1.000 100 - - - - 1.100 1.000 1.000 100 5. Amunisi Hampa - Kal 5,56 mm - Kal 7,92 mm (SS V2) - Gas air mata

- - - 4.845 - 15 - - - 4.845 - 15 6. Alsus Polri - Borgol plastik - Tongkat Polri - Tongkat Cabang - Senter Biasa - Flash Light - Roll Meter - Megaphone - Tustel - Slide Proyektor - Mesin Sandi - Police Line - Masker Gas - Pengeras Suara - Alat Ident - Motorolla - Kacina - HT - Faximile - Telepon - Komputer - Sound System - Laptop 10 95 84 - 135 - 74 2 - - 12 10 2 - 40 1 - 2 - - 1 1 10 - - 15 3 2 - 3 - 1 - - 1 1 - 1 16 - 12 20 - - 48 - - 16 2 1 - - - - - - - - - - - 1 - - - - 68 95 84 31 140 3 74 5 1 1 12 10 3 1 40 1 16 3 12 20 1 1

Sumber: Data dokumen tentang Laporan Kesatuan dalam Rangka Wasrik Itwasda Polda Jateng Tahap I di Polres Purbalingga (diolah peneliti, 3 Juni 2013)

(10)

Selanjutnya sebagai sebuah institusi, diperlukan adanya struktur organisasi untuk memperjelas tugas dan wewenang dari masing-masing bagian dalam Polres Purbalingga, sehingga tidak terjadi tumpang tindih ataupun kekacauan dalam menjalankan tugas pada institusi tersebut. Berdasarkan Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/07/I/2005 tanggal 31 Januari 2005 tentang Perubahan atas Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/54/X/2002 tanggal 17 Oktober 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan-satuan Organisasi pada Tingkat Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka struktur organisasi internal Polres Purbalingga adalah sebagai berikut:

(11)

UNSUR PIMPINAN

UNSUR PENGAWAS DAN PEMBANTU PIMPINAN

UNSUR PELAKSANA TUGAS POKOK

UNSUR PENDUKUNG

UNSUR PELAKSANA TUGAS KEWILAYAHAN

Bagan 1. Struktur Organisasi Polres Purbalingga Sumber: Dokumentasi Polres Purbalingga 2013

KAPOLRES WAKAPOLRES SPKT SIPROPAM SATRESKRIM SATINTELKAM SATRESNARKOBA SUBBAGBINOPS BAGSUMDA BAGREN BAGOPS

SUBBAGDALOPS SUBBAGHUMAS SUBBAGPROGAR SUBBAGDALGAR SUBBAGPERS

SIKEU SIUM

SIWAS

SUBBAGSARPRAS SUBBAGKUM

SATBINMAS SATSABHARA SATLANTAS SATPAMOBVIT SATPOLAIR SATTAHTI

SITIPOL

(12)

Struktur organisasi Polres Purbalingga terdiri dari unsur pimpinan, unsur pengawas dan pembantu pimpinan, unsur pelaksana tugas pokok, unsur pendukung, dan unsur pelaksana tugas kewilayahan. Masing-masing bagian yang ada dalam unsur-unsur tersebut memiliki tugas yang berbeda sesuai dengan bagiannya. Pembagian tugas tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Unsur Pimpinan

1) Kepala Kepolisian Resor

Kepala Kepolisian Resor yang selanjutnya disingkat Kapolres adalah pimpinan Polres yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda). Kapolres bertugas memimpin, membina, mengawasi dan mengendalikan satuan-satuan organisasi di lingkungan Polres dan unsur pelaksana kewilayahan dalam jajarannya, serta memberikan saran pertimbangan dan melaksanakan tugas lain sesuai perintah Kapolda.

2) Wakil Kepala Kepolisian Resor

Wakil Kepala Kepolisian Resor yang selanjutnya disingkat Wakapolres adalah pembantu utama Kapolres yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kapolres. Wakapolres bertugas membantu Kapolres dalam melaksanakan tugasnya dengan mengawasi, mengendalikan, mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi Polres, dan

(13)

dalam batas kewenangannya memimpin Polres dalam hal Kapolres berhalangan serta melaksanakan tugas lain sesuai perintah Kapolres.

b. Unsur Pengawas dan Pembantu Pimpinan 1) Bagian Operasi

Bagian Operasi yang selanjutya disingkat Bag Ops bertugas merencanakan, mengendalikan dan menyelenggarakan administrasi kepolisian, termasuk latihan pra operasi, melaksanakan koordinasi baik dalam rangka keterpaduan fungsi maupun dengan instansi dan lembaga terkait dalam rangka pelaksanaan pengamanan kegiatan masyarakat, serta melaksanakan fungsi hubungan masyarakat termasuk Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi. Bag Ops dipimpin oleh Kepala Bagian Operasi (Kabag Ops), yang bertanggung jawab kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali Wakapolres. Kabag Ops dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

a) Kepala Subbagian Pembinaan Operasi (Kasubbagbinops); b) Kepala Subbagian Pengendalian Operasi (Kasubbagdalops); c) Kepala Subbagian Hubungan Masyarakat

(14)

2) Bagian Perencanaan

Bagian Perencanaan yang selanjutnya disingkat Bag Ren bertugas menyusun rencana kerja dan anggaran, pengendalian program dan anggaran serta analisa dan evaluasi atas pelaksanaannya, termasuk rencana program pengembangan satuan kewilayahan. Bag Ren dipimpin oleh Kepala Bagian Perencanaan (Kabag Ren), yang bertanggung jawab kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali Wakapolres. Kabag Ren dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

a) Kepala Subbagian Program dan Anggaran (Kasubbagprograr);

b) Kepala Subbagian Pengendalian Anggaran (Kasubbagdalgar).

3) Bagian Sumber Daya

Bagian Sumber Daya yang selanjutnya disingkat Bag Sumda bertugas menyelenggarakan pembinaan dan administrasi personel, pelatihan fungsi dan pelayanan kesehatan, pembinaan dan administrasi logistik serta pelayanan bantuan dan penerapan hukum. Bag Sumda dipimpin oleh Kepala Bagian Sumbr Daya (Kabag Sumda), yang bertanggung jawab kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali

(15)

Wakapolres. Kabag Sumda dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

a) Kepala Subbagian Personel (Kasubbagpers);

b) Kepala Subbagian Sarana dan Prasarana (Kasubbagsarpras); c) Kepala Subbagian Hukum (Kasubbagkum).

4) Seksi Pengawasan

Seksi Pengawasan yang selanjutnya disingkat Siwas bertugas menyelenggarakan monitoring dan pengawasan umum baik secara rutin maupun insidentil terhadap pelaksanaan kebijakan pimpinan oleh semua unit kerja khususnya dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pencapaian rencana kerja, termasuk bidang material, fasilitas dan jasa serta memberikan saran tindak terhadap penyimpangan yang ditemukan. Siwas dipimpin oleh Kepala Seksi Pengawasan (Kasiwas), yang bertanggung jawab kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali Wakapolres. Kasiwas dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

a) Kepala Subseksi Bidang Operasional (Kasubsibidops); b) Kepala Subseksi Bidang Pembinaan (Kasubsibidbin). 5) Seksi Profesi dan Pengamanan

Seksi Profesi dan Pengamanan yang selanjutnya disingkat Sipropam bertugas menyelenggarakan pelayanan pengaduan masyarakat tentang penyimpangan perilaku dan

(16)

tindakan anggota Polri, pembinaan disiplin dan tata tertib, termasuk pengamanan internal, dalam rangka penegakan disiplin dan pemuliaan profesi. Sipropam dipimpin oleh Kepala Seksi Profesi dan Pengamanan (Kasipropam), yang bertanggung jawab kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali Wakapolres. Kasipropam dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

a) Kepala Unit Proves (Kanitprovos);

b) Kepala Unit Pengamanan Internal (Kanitpaminal). 6) Seksi Keuangan

Seksi Keuangan yang selanjutnya disingkat Sikeu bertugas menyelenggarakan pelayanan fungsi keuangan yang meliputi pembiayaan, pengendalian, pembukuan dan akuntansi, pelaporan serta pertanggungjawaban keuangan. Sikeu dipimpin oleh Kepala Seksi Keuangan (Kasikeu), yang bertanggung jawab kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali Wakapolres. Kasikeu dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

a) Kepala Subseksi Administrasi (Kasubsimin); b) Kepala Subseksi Gaji (Kasubsigaji);

c) Kepafa Subseksi Akuntansi dan Verifikasi (Kasubsiakun); d) Kepala Subseksi Data (Kasubsidata).

(17)

7) Seksi Umum

Seksi Umum yang selanjutnya disingkat Sium bertugas menyelenggarakan terjaminnya pelayanan administrasi dan kelancaran tugas-tugas pimpinan yang mencakup fungsi kesekretariatan, kearsipan, dan administrasi umum lainnya serta pelayanan markas di lingkungan Polres. Sium dipimpin oleh Kepala Seksi Umum (Kasium), yang bertanggung jawab kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali Wakapolres. Kasium dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

a) Kepala Subseksi Administrasi dan Ketatausahaan (Kasubsimintu);

b) Kepala Subseksi Pelayanan Markas (Kasubsiyanma). c. Unsur Pelaksana Tugas Pokok

1) Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu

Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu yang selanjutnya disingkat SPKT bertugas memberikan pelayanan kepolisian kepada masyarakat dalam bentuk penerimaan dan penanganan pertama laporan/pengaduan, pelayanan bantuan/pertolongan kepolisian, bersama fungsi terkait mendatangi Tempat Kejadian Perkara (TKP) untuk melaksanakan kegiatan pengamanan dan olah TKP sesuai ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku. SPKT terdiri dari tiga unit dan disusun berdasarkan pembagian

(18)

waktu (ploeg). Masing-masing Unit SPKT dipimpin oleh Kepala SPKT, yang bertanggung jawab kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali Wakapolres. 2) Satuan Intelijen Keamanan

Satuan Intelijen Keamanan yang selanjutnya disingkat Sat Intelkam bertugas menyelenggarakan dan membina fungsi Intelijen bidang keamanan, termasuk perkiraan intelijen, persandian, pemberian pelayanan dalam bentuk surat izin/keterangan yang menyangkut orang asing, senjata api dan bahan peledak, kegiatan sosial politik masyarakat dan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) kepada masyarakat serta melakukan pengamanan, pengawasan terhadap pelaksanaannya. Sat Intelkam dipimpin oleh Kepala Satuan Intelijen Keamanan (Kasat Intelkam), yang bertanggung jawab kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali Wakapolres. Kasat Intelkam dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

a) Kepala Urusan Pembinaan Operasional (Kaurbinops); b) Kepala Urusan Administrasi dan Ketatausahaan

(Kaurmintu);

(19)

3) Satuan Reserse Kriminal

Satuan Reserse Kriminal yang selanjutnya disingkat Sat Reskrim bertugas menyelenggarakan/membina fungsi penyelidikan dan penyidikan tindak pidana secara transparan dan akuntabel dengan penerapan SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan), memberikan pelayanan dan perlindungan khusus terhadap korban dan pelaku anak dan wanita, menyelenggarakan fungsi identifikasi baik untuk kepentingan penyidikan maupun pelayanan umum, menyelenggarakan pembinaan, koordinasi dan pengawasan Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) baik di bidang operasional maupun administrasi penyidikan sesuai ketentuan hukum dan perundang-undangan. Sat Reskrim dipimpin oleh Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim), yang bertanggung jawab kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali Wakapolres. Kasat Reskrim dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

a) Kepala Urusan Pembinaan Operasional (Kaurbinops); b) Kepala Urusan Administrasi dan Ketatausahaan

(Kaurmintu);

c) Kepala Urusan Identifikasi (Kaurident);

(20)

4) Satuan Narkoba

Satuan Narkoba yang selanjutnya disingkat Sat Narkoba bertugas menyelenggarakan/membina fungsi penyelidikan dan penyidikan tindak pidana narkoba, serta koordinasi dalam rangka pembinaan, pencegahan, rehabilitasi korban dan penyalahgunaan narkoba. Sat Narkoba dipimpin oleh Kepala Satuan Narkoba (Kasat Narkoba), yang bertanggung jawab kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali Wakapolres. Kasat Narkoba dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

a) Kepala Urusan Pembinaan Operasional (Kaurbinops); b) Kepala Urusan Administrasi dan Ketatausahaan

(Kaurmintu);

c) Kepala Unit yang terdiri dari paling banyak tiga unit. 5) Satuan Pembinaan Masyarakat

Satuan Pembinaan Mayarakat yang selanjutnya disingkat Sat Binmas bertugas menyelenggarakan pembinaan masyarakat yang meliputi pembinaan teknis perpolisian masyarakat (Polmas) dan kerja sama dengan instansi pemerintah/lembaga/organisasi masyarakat, pembinaan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa serta pembinaan keamanan dan ketertiban masyarakat dalam rangka memberdayakan upaya pencegahan masyarakat terhadap kejahatan serta meningkatkan

(21)

hubungan sinergitas Polri-masyarakat. Sat Binmas dipimpin oleh Kepala Satuan Pembinaan Masyarakat (Kasat Binmas), yang bertanggung jawab kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali Waka Polres. Kasat Binmas dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

a) Kepala Urusan Pembinaan Operasional (Kaurbinops); b) Kepala Urusan Administrasi dan Ketatausahaan

(Kaurmintu);

c) Kepala Unit Pembinaan Perpolisian Masyarakat (Kanitbinpolmas);

d) Kepala Unit Pembinaan Ketertiban Masyarakat (Kanitbintibmas);

e) Kepala Unit Pembinaan Keamanan Swakarsa (Kanitbinkamsa).

6) Satuan Samapta Bhayangkara

Satuan Samapta Bhayangkara yang selanjutnya disingkat Sat Sabhara bertugas menyelenggarakan dan membina fungsi Samapta Bhayangkara yang mencakup tugas polisi umum, yang meliputi pengaturan, penjagaan, pengawalan, patroli, termasuk pengamanan kegiatan masyarakat dan obyek vital, pengambilan tindakan pertama di tempat kejadian perkara (TPTKP), penanganan tindak pidana ringan, pengendalian massa, dalam

(22)

rangka pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat. Sat Sabhara dipimpin oleh Kepala Satuan Samapta Bhayangkara (Kasat Sabhara), yang bertanggung jawab kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali Wakapolres. Kasat Sabhara dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

a) Kepala Urusan Pembinaan Operasional (Kaurbinops); b) Kepala Urusan Administrasi dan Ketatausahaan

(Kaurmintu);

c) Kepala Unit Pengaturan, Penjagaan, Pengawalan dan Patroli (Kanitturjawali);

d) Kepala Unit Pengamanan Objek Vital (Kanitpamobvit); e) Kepala Unit Pengendalian Massa (Kanitdalmas).

7) Satuan Lalu Lintas

Satuan Lalu Lintas yang selanjutnya disingkat Sat Lantas adalah unsur pelaksana tugas pokok polres yang berada di bawah Kapolres. Sat Lantas bertugas menyelenggarakan dan membina fungsi lalu lintas kepolisian, yang meliputi penjagaan, pengaturan, pengawalan, patroli, pendidikan masyarakat dan rekayasa lalu lintas, registrasi dan identifikasi pengemudi/kendaraan bermotor, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakan hukum di bidang lalu lintas, guna memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran

(23)

lalu lintas. Sat Lantas dipimpin oleh Kepala Satuan Lalu Lintas (Kasat Lantas), yang bertanggung jawab kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali Wakapolres. Kasat Lantas dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya dibantu oleh:

a) Kepala Urusan Pembinaan Operasional (Kaurbinops); b) Kepala Urusan Administrasi dan Ketatausahaan

(Kaurmintu);

c) Kepala Unit Pengaturan, Penjagaan, Pengawalan dan Patroli (Kanitturjawali);

d) Kepala Unit Pendidikan Masyarakat dan Rekayasa (Kanitdikyasa);

e) Kepala Unit Registrasi dan Identifikasi (Kanitregident); f) Kepala Unit Kecelakaan (Kanitlaka).

8) Satuan Perawatan Tahanan dan Barang Bukti

Satuan Perawatan Tahanan dan Barang Bukti yang selanjutnya disingkat Sat Tahti bertugas menyelenggarakan pelayanan perawatan dan kesehatan tahanan, termasuk pembinaan jasmani dan rohani, serta menerima, menyimpan dan memelihara barang bukti, yang didukung dengan penyelenggaraan administrasi umum yang terkait sesuai bidang tugasnya. Sat Tahti dipimpin oleh Kepala Satuan Perawatan Tahanan dan Barang Bukti (Kasat Tahti), yang bertanggung

(24)

jawab kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali Wakapolres. Kasat Tahti dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

a) Kepala Urusan Administrasi dan Ketatausahaan (Kaurmintu);

b) Kepala Unit Perawatan Tahanan (Kanitwattah); c) Kepala Unit Barang Bukti (Kanitbarbuk). d. Unsur Pendukung Pelaksana Tugas Kewilayahan

1) Seksi Teknologi Informasi Polri

Seksi Teknologi Informasi Polri yang selanjutnya disingkat Sitipol bertugas menyelenggarakan pelayanan teknologi komunikasi dan teknologi informasi, meliputi kegiatan komunikasi kepolisian, pengumpulan dan pengolahan serta penyajian data, termasuk informasi kriminal dan pelayanan multimedia. Sitipol dipimpin oleh Kepala Seksi Teknologi Informasi Polri (Kasitipol), yang bertanggung jawab kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali Wakapolres. Kasitipol dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

a) Kepala Subseksi Teknologi dan Komunikasi (Kasubsitekkom);

b) Kepala Subseksi Teknologi dan Informatika (Kasubsitekinfo).

(25)

2) Kepolisian Sektor

Kepolisian Sektor yang selanjutnya disingkat Polsek bertugas menyelenggarakan tugas pokok Polri dalam pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum dan pemberian perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat serta tugas-tugas Polri lain dalam wilayah hukumnya, sesuai ketentuan hukum dan peraturan serta kebijakan yang berlaku dalam organisasi Polri. Polsek dipimpin oleh Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) yang bertanggung jawab kepada Kapolres. Polsek terdiri dari:

a) Unsur Pimpinan dan Pengawas

i) Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek)

ii) Wakil Kepala Kepolisian Sektor (Wakapolsek) iii) Unit Provos

b) Unsur Pembantu Pimpinan dan Pelayanan i) Seksi Umum (Sium)

ii) Seksi Hukum (Sikum)

iii) Seksi Hubungan Masyarakat (Sihumas) c) Unsur Pelaksana Tugas Pokok

i) Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) ii) Unit Intelijen Keamanan (Unit Intelkam) iii) Unit Reserse Kriminal (Unit Reskrim) iv) Unit Pembinaan Masyarakat (Unit Binmas)

(26)

v) Unit Samapta Bhayangkara (Unit Sabhara) vi) Unit Lalu Lintas (Unit Lantas)

vii) Unit Polisi Perairan (Unit Polair) d) Unsur Pelaksana Tugas Kewilayahan

Bagian ini dijalankan oleh Kepolisian Sub Sektor. Kepolisian Sub Sektor dipimpin oleh Kepala Kepolisian Sub Sektor (Kapolsubsektor), yang bertanggung jawab kepada Kapolsek. Kapolsubsektor dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya dibantu oleh: Kepala Unit Patroli (Kanit Patroli); Kepala Unit Pelayanan Masyarakat (Kanit Yanmas); Bintara Uru.

Berkaitan dengan kejahatan jalanan, unsur-unsur dalam Polres Purbalingga yang bertugas dalam menanggulanginya yakni hampir seluruh personil Polres Purbalingga terlibat, tetapi yang memiliki tugas pokok dalam hal ini adalah Sat Binmas, Sat Lantas, Sat Sabhara, dan Sat Reskrim. Hal tersebut sesuai dengan pembagian tugas seperti yang tercantum dalam struktur organisasi Polres Purbalingga, yakni bahwa Sat Binmas, Sat Lantas, Sat Sabhara, dan Sat Reskrim merupakan bagian dari unsur pelaksana tugas pokok. Masing-masing satuan tersebutlah yang menjalankan fungsi dari penanggulangan kejahatan jalanan melalui pola preemtif, preventif, dan represif seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Untuk lebih jelasnya pembagian tugas pada masing-masing satuan tersebut dapat dilihat dari bagan berikut:

(27)

Bagan 2. Pembagian Tugas dalam Penanggulangan Kejahatan Jalanan di Polres Purbalingga

Sumber: Dokumentasi Polres Purbalingga tanggal 28 Mei 2013

Berdasarkan bagan tersebut, tugas dan tanggung jawab dalam penanggulangan kejahatan jalanan dari masing-masing satuan dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Fungsi Preemtif

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa pola penanggulangan kejahatan melalui fungsi preemtif merupakan suatu tindakan mencegah, mengeliminir kemungkinan-kemungkinan untuk terjadinya suatu kejahatan melalui program penyuluhan, yakni dengan menanamkan nilai-nilai atau norma-norma yang baik, menyisipkan pesan-pesan antisipasi terhadap kejahatan. Fungsi preemtif ini diemban oleh Sat Binmas dan Sat Lantas.

Adapun upaya-upaya yang dilakukan oleh Sat Binmas dalam kaitannya dengan penanggulangan kejahatan jalanan adalah Zero Street Crime

Fungsi Preemtif Fungsi Represif Fungsi Preventif Sat Binmas Sat Lantas Sat Lantas Sat Sabhara Sat Reskrim

(28)

memberikan penyuluhan. Untuk waktu pelaksanaan penyuluhan yang dilakukan oleh Polres Purbalingga dilakukan secara situasional, sehingga tidak ada penjadwalan khusus dalam pelaksanaannya. penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan Pores Purbalingga antara lain penyuluhan ke desa-desa, seperti penyuluhan yang dilakukan di Desa Selabaya, Kecamatan Kalimanah, Kabupaten Purbalingga pada Bulan Februari 2013. Penyuluhan dilakukan lintas Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) yang ada di sana. Sasaran dalam penyuluhan ini meliputi anak-anak remaja, pemuda, serta mayarakat pada umumnya. Materi yang disampaikan dalam kegiatan penyuluhan tersebut yaitu tentang trend kenakalan remaja, ketertiban masyarakat, kesadaran hukum masyarakat, serta bagaimana caranya mengeliminir kesempatan bagi para pelaku untuk melakukan tindak kejahatan.

Selain penyuluhan ke desa, penyuluhan tentang penanggulangan kejahatan jalanan juga dilakukan ke sekolah-sekolah, seperti penyuluhan yang dilakukan di SD Negeri 2 Purbalingga Lor pada tanggal 16 April 2012. Materi yang disampaikan dalam penyuluhan di sekolah hampir sama dengan yang dilakukan di desa-desa, yaitu tentang ketertiban masyarakat, kesadaran hukum bermasyarakat, serta bagaimana caranya mengeliminir kesempatan bagi para pelaku untuk melakukan tindak kejahatan. Melalui kegiatan penyuluhan-penyuluhan tersebut

(29)

diharapkan dapat membentengi warga masyarakat supaya masyarakat Purbalingga, baik pelajar maupun masyarakat dewasa, mempunyai kemampuan daya cegah dan daya tangkal terhadap berbagai gangguan kamtibmas.

Selanjutnya, Polres Purbalingga juga membuat spanduk-spanduk yang berisi himbauan kepada masyarakat agar senantiasa waspada terhadap berbagai kemungkinan-kemungkinan terjadinya tindak kejahatan, sehingga masyarakat dapat menjadi polisi bagi dirinya sendiri dan selalu ingat akan keamanan diri dan harta benda yang dimiliki. Spanduk-spanduk tersebut antara lain dipasang di area pasar Segamas, terminal Purbalingga, jalanan utama di Kabupaten Purbalingga seperti di Jalan Ahmad Yani dan Jalan Jenderal Soedirman.

Kemudian, selain memberikan penyuluhan kepada masyarakat terkait dengan antisipasi terhadap kejahatan, Sat Binmas juga melakukan pembinaan terhadap PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial), seperti Anjal (Anak Jalanan) dan PGOT (Pengemis, Gelandangan, dan Orang Terlantar), yang berhasil dijaring melalui razia kepolisian. Para PMKS yang berhasil terjaring razia dikumpulkan di Aula Polres Purbalingga, kemudian diberikan pembinaan oleh Sat Binmas. Pembinaan yang dilakukan oleh Sat Binmas lebih ditekankan pada sentuhan-sentuhan nurani, memunculkan keyakinan dan kepercayaan diri kepada para PMKS

(30)

bahwa masih banyak jalan yang bisa ditempuh untuk bisa memperoleh penghasilan. Setelah itu, para PMKS tersebut didata dan diarahkan ke Dinas Sosial Kabupaten Purbalingga.

Penyakit-penyakit masyarakat seperti Anjal dan PGOT jika tidak ditangani secara dini oleh kepolisian maupun pihak-pihak yang terkait, dikhawatirkan jumlahnya akan semakin meningkat. Adapun bahaya dari Anjal maupun PGOT jika terlalu lama dibiarkan akan memunculkan bibit-bibit pelaku kejahatan. Misalnya seseorang yang sejak kecil sudah terbiasa hidup di jalanan, sehingga dia mempunyai mental-mental orang jalanan, yang pada akhirnya ketika sudah tumbuh dewasa dia tumbuh menjadi preman, bahkan berani melakukan kejahatan-kejahatan jalanan, seperti melakukan pemalakan dan melakukan tindakan-tindakan anarkis yang dapat mengganggu ketertiban umum.

Selanjutnya, upaya yang dilakuan Sat Lantas dalam menjalankan fungsi preemtifnya terhadap kejahatan jalanan juga dengan melakukan penyuluhan. Selain penyuluhan kepada masyarakat secara umum, Sat Lantas sebagai satuan yang bertanggung jawab dalam keamanan berlalu lintas juga melakukan penyuluhan terhadap klub-klub motor agar mereka bisa ikut menjaga ketertiban dalam berlalu lintas. Kemudian, Sat Lantas juga mempunyai terobosan kreatif dalam rangka penanggulangan kejahatan jalanan yang dikemas dalam program Police Goes to

(31)

School. Melalui program Police Goes to School Sat Lantas masuk ke sekolah-sekolah untuk memberikan penyuluhan kepada siswa-siswi agar jangan sampai mereka menjadi korban kejahatan dan bisa mengantisipasi sedini mungkin terhadap berbagai tindak kejahatan. Selanjutnya, dalam program tersebut, mereka juga memberikan pendidikan tentang Dikmaslantas (Pendidikan Bermasyarakat dan Berlalu Lintas), karena kejahatan jalanan tidak hanya yang disebabkan oleh manusia saja tetapi bisa juga tentang masalah lalu lintas.

2. Fungsi Preventif

Preventif yaitu tindakan yang berupa pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Fungsi preventif ini diemban pula oleh Sat Lantas dan juga Sat Sabhara. Adapun upaya-upaya yang dilakukan oleh Sat Lantas dan Sat Shabara dalam menjalankan fungsi preventif terhadap kejahatan jalanan adalah dengan melakukan kegiatan Turjawali (Pengaturan, Penjagaan, Pengawalan, dan Patroli). Sasaran dari kegiatan Turjawali Polres Purbalingga meliputi sepanjang Jalan Ahmad Yani, Pengadilan Negeri Purbalingga, Pasar Segamas, pasar hewan, Gedung Olahraga (GOR) Guntur Darjono, perbankan, toko emas, kompleks pertokoan, perusahaan, BUMN, pemukiman penduduk, objek wisata, alun-alun Purbalingga, masjid (seperti Masjid Agung Darussalam Purbalingga), gereja yang berada di sepanjang Jalan Jenderal Soedirman Purbalingga, dan tempat ibadah

(32)

lain, serta di semua titik-titik perempatan lalu lintas, seperti di perempatan Asrikin, Bancar, Walik, Wirasana, Padamara. Bentuk kegiatan yang dilakukan dalam Turjawali meliputi patroli, sambang, dan pengaturan lalu lintas. Hal ini dilakukan sebagai upaya pencegahan agar para pelaku tindak kejahatan berpikir dua kali untuk melakukan tindak kejahatan tersebut. Kegiatan Turjawali dilakukan dengan mengadakan patroli keliling di titik-titik yang telah ditentukan, aparat kepolisiannya pun stand by di daerah tersebut. Ini dilakukan untuk mengeliminir niat daripada pelaku dan mencegah jangan sampai terjadi tindak kejahatan.

3. Fungsi Represif

Represif yaitu tindakan yang dilakukan sesudah kejahatan terjadi dengan penegakan hukum dan penjatuhan hukuman terhadap kejahatan yang telah dilakukan. Fungsi represif ini diemban oleh Sat Reskrim. Sat Reskrim dalam menjalankan fungsi represifnya bertugas menangani dan mengungkapnya secara tuntas sampai pelaku mendapatkan hukuman sesuai dengan perbuatannya. Sebagai upaya penanggulangan terhadap kejahatan jalanan, unit-unit opsional dari Sat Reskrim, terutama busernya (buru sergap) dan resmob-nya (reserse mobile) juga melakukan patroli keliling dengan pakaian preman, “nongkrong” di titik yang sudah ditentukan seperti di perempatan-perempatan traffic light. Ada beberapa tindakan yang dilakukan oleh Sat Reskrim dalam pengungkapan kasus kejahatan

(33)

jalanan secara represif, diantaranya adalah tindakan penyelidikan dan penyidikan. Berikut penjabaran tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh Sat Reskrim dalam menjalankan fungsi represifnya terhadap kejahatan jalanan:

a. Penyelidikan

Pasal 1 Angka 5 KUHAP menyebutkan bahwa penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Kaitannya dengan kejahatan jalanan, tindakan penyelidikan oleh Sat Reskrim Polres Purbalingga dilakukan dengan dua cara, yakni penyelidikan terbuka dan penyelidikan tertutup. Teknik pada penyelidikan terbuka bisa dilakukan dengan cara melihat dari berita, membaca di koran, dan bisa juga dengan bertanya langsung kepada masyarakat terkait dengan tindak pidana yang telah terjadi. Selanjutnya, pada penyelidikan tertutup antara lain digunakan teknik-teknik seperti surveillance (pengawasan), tailing (pembuntutan), penyadapan, undercover (penyamaran), bahkan dengan elisiting (secara tidak langsung orang yang kita ajak bicara telah memberikan informasi kepada kita).

Sebagai contoh dalam kegiatan penyelidikan yang dilakukan oleh Polres Purbalingga adalah penyelidikan terhadap

(34)

kasus kasus pencurian dengan pemberatan (penjambretan) yang terjadi di Desa Kedungjati, Kecamatan Bukateja, Kabupaten Purbalingga. Penyidikan yang dilakukan oleh Polres Purbalingga dalam kasus tersebut merupakan penyelidikan terbuka. Kegiatan penyelidikan dimulai dari adanya laporan polisi yang diterima oleh pihak Polres Purbalingga dengan No. Pol. : LP/K/12/III/2012/Sek.Bkt, tanggal 30 Maret 2012, bahwa telah terjadi tindak pidana pencurian dengan pemberatan (penjambretan) yang terjadi pada hari Jumat tanggal 30 Maret 2012, sekira pukul 11.30 WIB di Jalan Raya ikut Desa Kedungati Kecamatan Bukateja, Kabupaten Purbalingga yang dilakukan oleh tersangka Misyoto als Bayu als Togog Bin Kano dan tersangka Solekhan als Lehan Bin Nasrodin terhadap korban saudari Narsem Binti Kunadi. Berdasarkan aksi kejahatan yang dilakukan, tersangka berhasil mengambil kalung emas milik korban yang sadang dipakai di leher korban.

Atas dasar laporan tersebut, selanjutnya petugas dari Polres Purbalingga melakukan tindakan berupa:

1) Mengadakan pengecekan di tempat kejadian perkara dengan seksama;

2) Mencatat saksi-saksi di TKP; 3) Membuat sketsa gambar kasar TKP

(35)

Setelah terbukti adanya tindak pidana seperti yang dilaporkan, dilanjutkan dengan kegiatan penyidikan lebih lanjut atas tindak pidana tersebut oleh Sat Reskim Polres Purbalingga. b. Penyidikan

Pasal 1 Angka 2 KUHAP menyebutkan bahwa penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Jadi, dalam tindakan penyidikan dilakukan upaya-upaya untuk menemukan dan mengumpulkan alat bukti, serta menetapkan siapa tersangkanya. Kegiatan penyidikan ini diproses sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dalam KUHAP, sampai dengan P21 (pemberitahuan oleh penuntut umum bahwa hasil penyidikan sudah lengkap) dan sampai dengan tersangka divonis di pengadilan.

Misalnya pada kasus pencurian dengan pemberatan (penjambretan) seperti yang telah dijelaskan di atas, setelah diketahui adanya tindak pidana segera dilakukan penyidikan terhadap kasus tersebut. Berdasarkan Surat Perintah Penyidikan No. Pol. : Sprin Sidik/58/III/2012/Reskrim, tanggal 30 Maret 2012, penyidik melakukan pemanggilan para saksi yang meliputi saksi pelapor/korban yaitu Narsem Binti Kunadi, saksi

(36)

Tugino als Gino Bin Sapari, saksi Ardian Tri Widya Prabowo Bin Soedijanto, dan saksi Supandi Bin Lawireja. Kemudian dari keterangan yang diperoleh dari para saksi dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan pada hari Jumat tanggal 30 Maret 2012.

Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari para saksi, kemudian dilakukan penangkapan terhadap tersangka Misyoto als Bayu als Togog Bin Kano dengan Surat Perintah Penangkapan No. Pol. : SP.Kap/53/III/2012/Reskrim tanggal 30 Maret 2012 dan tersangka Solekhan als Lehan Bin Nasrodin dengan Surat Perintah Penangkapan No. Pol. : SP.Kap/54/III/2012/Reskrim tanggal 30 Maret 2012. Selanjutnya untuk kepentingan penyidikan dilakukan penahanan terhadap tersangka Misyoto als Bayu als Togog Bin Kano dengan Surat Perintah Penahanan No. Pol. : SP.Han/63/III/2012/Reskrim tanggal 31 Maret 2012 dan tersangka Solekhan als Lehan Bin Nasrodin dengan Surat Perintah Penahanan No. Pol. : SP.Hap/64/III/2012/Reskrim tanggal 31 Maret 2012.

Tindakan selanjutnya yang dilakukan dalam proses penyidikan adalah penyitaan. Berdasarkan Surat Perintah Penyitaan No. Pol. : SP.Sita/46/III/ 2012/Reskrim tanggal 30 Maret 2012, dilakukan penyitaan barang bukti berupa 1 (satu) buah perhiasan emas berupa kalung motif rantai tanpa bandul

(37)

yang ada plester handsaplas-nya dari tersangka Mistoyo, serta 1 (satu) unit sepeda motor Yamaha Vixion dengan No. Pol. : B 3238 NRH, Noka: MH3304005BK3072540, Nosin:3B4708280 dalam kondisi rusak hangus terbakar.

Berdasarkan keterangan para saksi, keterangan tersangka, dan adanya barang bukti dari hasil penyidikan yang telah dilakukan oleh Polres Purbalingga, maka dapat disimpulkan bahwa benar telah terjadi tindak pidana dengan pemberatan (penjambretan) sebagaimana yang telah dilapokan oleh saksi pelapor/korban kepada pihak Polres Purbalingga. Untuk mempertanggungjawabkan perbuatan tersangka Misyoto als Bayu als Togog Bin Kano dan tersangka Solekhan als Lehan Bin Nasrodin, perkaranya sudah layak untuk dapat dilimpahkan ke penuntut umum di Kejaksaan Negeri Purbalingga. Setelah dinyatakan P21 oleh penuntut umum maka perkara tersebut diimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan di Pengadilan Negeri Purbalingga.

A. Hambatan Kepolisian Resor Purbalingga dalam Mewujudkan Zero

Street Crime

Sebagai penegak hukum, Polri terus berupaya menanggulangi semua bentuk kejahatan, salah satunya adalah kejahatan jalanan. Hal ini dikarenakan bila kejahatan dibiarkan berlarut-larut akan menimbulkan ketidaknyamanan bagi masyarakat. Berbagai upaya juga telah dilakukan, misalnya pelaksanaan

(38)

Program Zero Street Crime oleh Polres Purbalingga. Meskipun Polres Purbalingga dengan berbagai satuan tugasnya telah melaksanakan tugasnya secara maksimal dalam menanggulangi kejahatan jalanan, tetapi dalam pelaksanaannya dihadapkan pada beberapa hambatan atau kendala. Hal ini bisa dilihat dari masih sering munculnya kasus-kasus kejahatan jalanan di Kabupaten Purbalingga, padahal sudah dilaksanakan program Zero Street Crime. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa program Zero Street Crime merupakan suatu program yang dibuat untuk menjamin agar tidak terjadinya kejahatan yang dapat meresahkan masyarakat, tetapi program Zero Street Crime tersebut ternyata belum bisa maksimal dalam menanggulangi kejahatan jalanan.

Berikut data-data kasus kejahatan jalanan di Polres Purbalingga setelah Program Zero Street Crime aktif dijalankan sebagai usaha penanggulangan kejahatan jalanan, mulai dari tahun 2011 s/d Mei 2013:

Tabel 5. Jumlah Kasus Kejahatan Jalanan di Polres Purbalingga Tahun 2011 s/d Mei 2013

No. Jenis Kejahatan 2011 2012 2013

CT CC CT CC CT CC 1. Curat 41 22 37 17 9 7 2. Curas 3 5 11 6 1 1 3. Curanmor 12 5 40 5 10 5 4. Curbi 23 13 7 4 0 0 5. Keroyok 7 6 12 12 0 0 6. Jambret 0 0 0 0 0 0 7. Rampas 2 2 2 2 1 0 Jumlah 88 53 109 46 21 13

Sumber: Data dokumen rekapitulasi kasus kejahatan di Polres Purbalingga (diolah peneliti, 9 Juni 2013)

(39)

Berdasarkan Tabel 5, setelah program Zero Street Crime mulai aktif dijalankan pada tahun 2011, kasus-kasus kejahatan jalanan masih sering muncul, bahkan jumlah crime total tahun 2011 dan 2012 justru cenderung meningkat jika dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya, sebelum program Zero Street Crime aktif dijalankan, yaitu tahun 2009 dan 2010 seperti yang terlihat pada Tabel 2. Jumlah crime total pada tahun 2009 terdapat 70 kasus dan tahun 2010 terdapat 24 kasus, meningkat menjadi 88 kasus di tahun 2011 dan 109 kasus di tahun 2012. Kemudian untuk tahun 2013 ini, tercatat sampai dengan bulan Mei sudah ada 21 kasus kejahatan jalanan yang masuk Polres Purbalingga. Hal itu menunjukkan bahwa Polres Purbalingga dalam mewujudkan Zero Street Crime masih mengalami hambatan, sehingga kasus kejahatan jalanan belum bisa ditekan hingga pada titik zero (nol).

Adapun hambatan-hambatan yang ditemui dalam mewujudkan Zero Street Crime, antara lain:

1. Hambatan dalam menjalankan fungsi preemtif

Polres Purbalingga dalam menjalankan fungsi preemtif terhadap penanggulangan kejahatan jalanan masih mengalami hambatan yaitu belum lengkapnya sarana-prasarana untuk kegiatan pembinaan terhadap PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial). Dalam pelaksanaan program Zero Street Crime Anjal dan PGOT merupakan masalah sosial yang terkait dengan Sumber Daya Manusia (SDM) masyarakatnya sendiri. Kebanyakan latar belakang dari para PMKS tersebut adalah

(40)

karena mereka terbelakang SDM-nya. Hal itu bisa dilihat dari hasil pendataan terhadap Anjal dan PGOT yang berhasil terjaring dalam razia, rata-rata hanya lulusan Sekolah Dasar (SD), bahkan tidak jarang pula mereka putus sekolah sehingga tidak sampai lulus SD. Akibatnya mereka tidak mempunyai keterampilan dan menjadi malas untuk bekerja, yang pada akhirnya menjadi pengemis maupun pengamen jalanan dijadikan sebagai mata pencaharian mereka. Keadaan tersebut jika dibiarkan berlarut-larut akan menimbulkan ketidaknyamanan masyarakat, baik pengguna jalan, angkutan umum maupun tempat-tempat umum lainnya. Untuk itulah, polisi di sini melakukan penanganan terhadap Anjal maupun PGOT agar tidak mengganggu ketertiban umum, dengan cara mereka dikumpulkan, biasanya dengan mengadakan razia di daerah-daerah yang digunakan sebagai tempat pangkalan mereka, seperti di Pasar Segamas, terminal, alun-alun Purbalingga, kompleks pertokoan, perempatan traffic light, dan tempat-tempat umum lainnya. Kemudian mereka dibawa ke kantor Polres Purbalingga untuk diberikan pembinaan. Setelah itu, para PMKS yang berhasil dijaring tersebut didata dan diarahkan ke Dinas Sosial Kabupaten Purbalingga untuk diberikan pembinaan lebih lanjut.

Untuk kepentingan pembinaan PMKS, sarana-prasarana yang sangat diperlukan dalam kegiatan tersebut adalah adanya tempat penampungan bagi para Anjal dan PGOT yang telah berhasil terjaring dalam razia yang dilakukan oleh pihak kepolisian. Tempat penampungan

(41)

tersebut bisa berupa panti rehabilitasi maupun sanggar belajar. Akan tetapi, yang menjadi hambatan dalam menangani masalah Anjal dan PGOT di Kabupaten Purbalingga adalah tidak adanya tempat penampungan untuk rehabilitasi maupun sanggar belajar untuk para Anjal dan PGOT. Padahal adanya tempat rehabilitasi maupun sanggar belajar itu dirasa sangat penting, karena untuk masalah Anjal dan PGOT memerlukan pembinaan secara khusus, baik mental maupun spiritualnya, atau melalui terapi khusus. Hal ini dimaksudkan agar bisa merubah sikap mental mereka yang tadinya memiliki sikap mental orang jalanan dirubah menjadi sikap mentalnya orang-orang yang berpendidikan dan mempunyai akhlak, sehingga dapat menekan tumbuhnya bibit-bibit jahat yang ada pada para Anjal maupun PGOT. Selain itu, dengan adanya panti rehabilitasi maupun sanggar belajar, para PMKS akan diberikan keterampilan. Sebagai contoh, anak-anak yang tidak bisa membaca, diarahkan agar dia bisa baca tulis. Kemudian bagi yang sudah dewasa diberikan keterampilan, yang bisa mereka aplikasikan ketika mereka kembali ke lingkungan masyarakatnya.

Hal inilah yang sampai saat ini belum bisa diwujudkan, sehingga penanganan terhadap PMKS hanya sampai di dinas sosial. Pihak kepolisian maupun dinas sosial biasanya hanya menyampaikan himbauan, kemudian mengarahkan mereka dan menasehati mereka. Hal demikian dirasa hanya akan berpengaruh sepintas saja. Ketika mereka dilepaskan kembali, bisa jadi mereka akan mengulangi perbuatan

(42)

mereka. Oleh karena itu, dirasa sangatlah penting adanya keberadaan panti rehabilitasi maupun sanggar belajar untuk PMKS.

2. Hambatan dalam menjalankan fungsi preventif

Untuk fungsi preventif, hambatan yang dihadapi Polres Purbalingga dalam penanggulangan kejahatan jalanan adalah keterbatasan personil dan tenaga polisi yang ada di Polres Purbalingga. Untuk melaksanakan suatu program pastilah dibutuhkan pelaku yang akan bertindak dalam pelaksanaan program tersebut. Kaitannya dengan program Zero Street Crime, pelaku yang akan bertindak dalam pelaksanaan programnya yakni anggota personil Polres Purbalingga. Program Zero Street Crime di Kabupaten Purbalingga ini dilaksanakan oleh seluruh jajaran Polres Purbalingga dengan tanggung jawabnya masing-masing, seperti fungsi preemtif diemban oleh Sat Binmas dan Sat Lantas, fungsi preventif oleh Sat Lantas dan Sat Sabhara, dan fungsi represif oleh Sat Reskrim. Namun demikian, satuan-satuan tugas lainnya juga wajib ikut menjalankan program tersebut dalam menanggulangi kejahatan jalanan, sehingga masing-masing satuan bekerja sama dengan satuan lainnya demi kelancaran pelaksanaan program ini.

Terlepas dari itu, meskipun seluruh anggota personil Polres Purbalingga telah dikerahkan untuk menanggulangi kejahatan jalanan, dalam pelaksanaannya masih mengalami hambatan. Adapun yang menjadi hambatan tersebut adalah karena keterbatasan personil yang ada di Polres Purbalingga. Wilayah Kabupaten Purbalingga yang cukup luas,

(43)

yakni 77.764.112 km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 926.404 jiwa tidak didukung dengan jumlah personil keamanan yang memadai. Berdasarkan data rekap personil Polres Purbalingga tahun 2013, jumlah total keseluruhan personil yang ada di Polres Purbalingga, baik di Polresnya sendiri maupun di Polsek-Polseknya, yakni sebanyak 832 personil.

Melihat dari jumlah personil yang ada, kenyataan menunjukkan bahwa jumlah personil aparat kepolisian saat ini sungguh tidak seimbang dengan jumlah penduduk yang akan diayominya. Berdasarkan data di atas, rasio perbandingan jumlah polisi dengan jumlah penduduk di Kabupaten Purbalingga adalah sebesar 1 : 1000. Artinya setiap satu orang personil polisi yang bertugas akan mengayomi sebanyak 1000 orang. Rasio tersebut dibentuk berdasarkan pada jumlah total anggota kepolisian, bukan pada berapa banyak anggota polisi lapangan (operasional) yang berinteraksi langsung dengan masyarakat. Padahal menurut Perserikat Bangsa-Bangsa (PBB) rasio jumlah polisi dengan jumlah penduduk yang ada idealnya adalah 1 : 400 (Budhi Masthuri, 2013). Adanya ketidakseimbangan perbandingan antara rasio polisi dan jumlah penduduk mengakibatkan pihak kepolisian merasa kesulitan dalam melakukan kontrol terhadap masyarakat yang akan melakukan tindak kejahatan. Selain itu, jarak antara Polsek satu dengan Polsek yang lainnya saling berjauhan sehingga cukup sulit untuk melakukan koordinasi dalam menanggulangi kejahatan jalanan. Adanya keterbatasan

(44)

personil tersebut otomatis mengakibatkan tenaga yang dimiliki pun juga terbatas.

Kemudian, yang juga menjadi kendala dalam pelaksanaan tugasnya di lapangan, polisi tidak bisa mengedintifikasi siapa-siapa saja yang merupakan pelaku kejahatan, sedangkan para pelaku jelas sudah mengenali pihak kepolisian, sehingga mereka akan mencari target operasi yang dirasa aman dari penjagaan polisi. Misalnya saja ketika ada event-event besar seperti konser di GOR, otomatis personil Polres Purbalingga akan ditarik ke sana untuk mengamankan jalannya acara, sehingga daerah yang menjadi tanggung jawabnya kosong dari penjagaan polisi. Sedangkan personil yang lainnya juga sudah memiliki tugasnya masing-masing, sehingga tidak bisa mengisi kekosongan penjagaan yang ada. Keadaan demikian seringkali dimanfaatkan oleh para pelaku untuk melancarkan aksi kejahatan mereka, karena mereka merasa daerah yang menjadi incaran mereka luput dari penjagaan aparat kepolisian.

3. Hambatan dalam menjalankan fungsi represif

Hambatan yang dihadapi Polres Purbalingga dalam menjalankan fungsi represif penanggulangan kejahatan jalanan meliputi:

a. Kesulitan saksi dalam pengungkapan kejahatan jalanan

Dalam pelaksanaan program Zero Street Crime masih ada kesulitan saksi yang terjadi, sehingga pelaksanaan program ini belum bisa maksimal. Pasal 1 Angka 26 KUHAP menyebutkan bahwa, saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna

(45)

kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. Dalam Pasal 184 KUHAP dinyatakan bahwa, keterangan saksi merupakan salah satu alat bukti yang sah dalam Hukum Acara Pidana.

Kaitannya dengan penanggulangan kejahatan jalanan, hambatan yang dihadapi dalam pengungkapannya adalah sulitnya memperoleh bukti-bukti, seperti saksi atau bukti lainnya. Hal ini dikarenakan TKP yang merupakan jalan raya sehingga pelaku memiliki akses yang lebih luas untuk bisa secepatnya melarikan diri. Tidak jarang juga kurangnya alat bukti dikarenakan lambatnya masyarakat dalam melaporkan kejahatan yang telah terjadi, sehingga kebanyakan TKP rusak. Rusaknya TKP mengakibatkan polisi sulit untuk menginfentarisasi sidik jari maupun alat bukti lainnya.

Kemudian, pada praktiknya kebanyakan orang-orang yang melihat kejadian di TKP tidak mau dijadikan sebagai saksi. Kebanyakan orang kurang peduli dan tidak mau dikait-kaitkan dengan masalah orang lain, sehingga enggan dijadikan saksi untuk diambil keterangannya. Orang-orang tidak mau terkait dengan masalah-masalah kejahatan apalagi terlibat urusan dengan polisi. b. Vonis yang diterima pelaku masih terlalu ringan

Hambatan berikutnya dalam mewujudkan Zero Street Crime adalah masih ringannya vonis yang diterima oleh para pelaku

(46)

kejahatan jalanan. Misalnya perkara tindak pidana pencurian dengan pemberatan (penjambretan) yang terjadi di Jalan Raya Desa Kedungjati Kecamatan Bukateja, Kabupaten Purbalingga. Berdasarkan Berkas Perkara No. Pol. : BP/67/V/2012/Reskrim bahwa telah terjadi tindak pidana pencurian dengan pemberatan (penjambretan), yang terjadi pada hari Jumat tanggal 30 Maret 2012, sekitar pukul 11.30 WIB di Jalan Raya ikut Desa Kedungjati Kecamatan Bukateja, Kabupaten Purbalingga yang dilakukan oleh tersangka 1. Misyoto als Bayu als Togog Bin Kano dan 2. Solekhan als Lehan Bin Nasrodin, terhadap korban saudari Narsem Binti Kunadi. Perbuatan dilakukan para tersangka pada saat korban sedang berboncengan mengendrai sepeda motor kemudian diikuti dari belakang dan pada saat melintas di daerah yang sepi, sepeda motor korban dipepet oleh tersangka. Tersangka Misyoto yang berada pada posisi membonceng langsung mengambil kalung miliki korban yang sedang dipakai di leher korban. Atas kejadian tersebut korban mengalami kerugian 1 (satu) untai perhiasan kalung emas model rantai dengan taksiran harga sekira Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah).

Penjambretan yang dilakukan oleh Mistoyo dan Solekhan terhadap Narsem tersebut dapat disangka melakukan perbuatan perbuatan pidana pencurian dengan pemberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP subsider Pasal 362 KUHP, karena perbuatan tersebut dilakukan oleh dua orang dengan

(47)

bersekutu yaitu tersangka Mistoyo besama-sama dengan temannya Solekhan. Atas perbuatan yang dilakukan oleh para tersangka dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Akan tetapi, berdasarkan Surat Putusan Pengadian Negeri Purbalingga Nomor: 90/Pid.B/2012/PN Pbg., hakim hanya memutus para terdakwa, yaitu Misyoto dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 7 (tujuh) bulan dan Solekhan dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 2 (dua) bulan. Berdasarkan putusan yang ditetapkan oleh hakim tersebut menunjukkan bahwa vonis yang diterima para terdakwa terbilang ringan karena sangat jauh dari tuntutan maksimal yang bisa diberikan kepada para terdakwa, yaitu 7 (tujuh) tahun pidana penjara.

Meskipun kerugian yang ditimbulkan akibat perbuatan tersebut tidak terlau besar, tetapi justru dengan adanya tindak kejahatan tersebut menimbulkan dampak yang meluas kepada masyarakat, yaitu berupa perasaan tidak aman ketika melintasi jalan raya, terutama jalan raya yang terbilang sepi. Kemudian, dikhawatirkan ketika pelaku kejahatan jalanan tersebut keluar dari penjara, ada kemungkinan bagi pelaku tersebut untuk menjadi residivis karena merasa hukuman yang diterima atas kejahatan yang telah dilakukan tidak terlalu berat. Bahkan lebih parah lagi bisa saja dia membawa pelaku lain dari luar daerah untuk menjalankan aksinya di Purbalingga. Hal ini dikarenakan dia sudah mengetahui

(48)

posisi wilayah Purbalingga, sehingga bisa memetakan daerah yang akan menjadi target operasinya, itu juga mempermudah ketika akan melarikan diri dari kejaran polisi. Selain itu, belajar dari pengalamannya ketika tertangkap, pelaku tersebut akan mencari modus-modus baru agar polisi kesulitan dalam melacak jejak mereka. Akan tetapi jika vonis-vonis yang diterima oleh para pelaku kejahatan jalanan lebih dimaksimalkan, keadaan demikian paling tidak dapat mengeliminir pelaku-pelaku yang ada di luar.

c. Lembaga-lembaga yang terkait dengan program Zero Street Crime belum bisa menjalankan fungsinya secara maksimal

Penanganan terhadap masalah kejahatan jalanan pada dasarnya tidak hanya merupakan tugas yang diemban oleh pihak kepolisian, tetapi melibatkan berbagai instansi lain, seperti Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Dinas Sosial, pengadilan, dan Lembaga Pemasyarakatan (LP). Masing-masing instansi tersebut saling bekerja sama satu sama lain dalam menanggulangi kejahatan jalanan, mulai dari kegiatan pencegahan maupun penjatuhan sanksi hukuman bagi para pelakunya. Bentuk kerjasama yang dilakukan ialah dalam bentuk operasi terpadu atau razia terpadu yang di antaranya dilakukan oleh Sat Binmas dan Sat Sabhara Polres Purbalingga, serta Satpol PP dan Dinas Sosial Kabupaten Purbalingga. Untuk kegiatan pencegahan dilakukan oleh Sat Sabhara, yakni dengan melakukan kegiatan Turjawali dengan

(49)

dibantu oleh Satpol PP Kabupaten Purbalingga. Seperti yang tertuang dalam Pasal 6 huruf b Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja, Satpol PP berwenang menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat. Hal tersebut dilakukan dengan mengadakan patroli rutin dan mengadakan razia maupun sweeping di tempat-tempat yang dianggap rawan akan kejahatan jalanan, seperti pasar, terminal, alun-alun Kota Purbalingga, kompleks pertokoan, dan perempatan-perempatan traffic light. Selanjutnya orang-orang yang terjaring dalam razia jika merupakan Anjal dan PGOT nantinya akan dibawa dan dikumpulkan di Polres Purbalingga untuk dilakukan pendataan dan diberikan pembinaan. Selanjutya, para PMKS tersebut diarahkan ke Dinas Sosial Kabupaten Purbalingga untuk diberikan pembinaan lebih lanjut, sedangkan untuk para pelaku tindak kejahatan nantinya akan diproses secara hukum melalui pengadilan yang kemudian akan dimasukkan ke dalam LP jika telah mendapatkan vonis hukuman.

Akan tetapi, dalam pelaksanaannya seringkali instansi-instansi yang terlibat dalam program Zero Street Crime tersebut tidak bisa menjalankan fungsinya secara maksimal. Misalnya, LP sebagai wadah pembinaan narapidana diharapkan bisa merubah seorang penjahat menjadi orang yang lebih baik setelah bebas dari tahanan. Namun, yang sering terjadi justru setelah keluar dari LP

(50)

malah menjadi lebih pintar dalam melakukan tindak kejahatan. Bahkan setelah keluar dari tahanan, bisa saja mengajak orang lain untuk turut serta melakukan aksi kejahatan. Bisa juga di dalam LP dia berkenalan dengan orang yang sama-sama merupakan penjahat, ketika keluar justru bekerja sama untuk kembali melakukan kejahatan. Hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan bahwa sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

Begitu pula dengan PMKS, diharapkan setelah diserahkan ke Dinas Sosial Kabupaten Purbalingga, begitu keluar akan menjadi orang yang lebih mandiri dan tidak lagi berkeliaran di tempat-tempat umum yang dapat mengganggu ketertiban umum karena telah diberikan penyuluhan dan pembinaan lebih lanjut. Seperti yang tercantum dalam Pasal 13 huruf f, g, dan h Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Nomor 15 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Purbalingga yang menyebutkan bahwa dinas sosial mempunyai fungsi pelaksanaan

(51)

pelayanan umum di bidang sosial, pembinaan pelaksanaan tugas di bidang sosial, dan penyuluhan di bidang sosial.

Akan tetapi, lagi-lagi instansi yang terkait dengan program Zero Street Crime belum bisa menjalankan fungsinya secara maksimal, karena pembinaan yang diberikan oleh Dinas Sosial Kabupaten Purbalingga sifatnya hanya sementara. Perlu adanya suatu wadah yang bisa memberikan pembinaan secara intensif, misalnya panti rehabilitasi. Hal inilah yang menjadi penghambat dalam mewujudkan Zero Street Crime di Purbalingga.

B. Upaya Kepolisian Resor Purbalingga Mengatasi Hambatan dalam Mewujudkan Zero Street Crime

Berkaitan dengan hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Poles Purbalingga dalam mewujudkan Zero Street Crime di Kabupaten Purbalingga, maka dilakukan upaya-upaya untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut. Meskipun upaya-upaya telah dilakukan tetapi pada kenyataannya belum sepenuhnya terlaksana karena hambatan-hambatan masih selalu muncul dan belum bisa hilang sepenuhnya. Akan tetapi, setidaknya dengan adanya upaya-upaya tersebut dapat memperkecil hambatan-hambatan yang ada.

1. Upaya untuk mengatasi hambatan dalam menjalankan fungsi preemtif Untuk mengatasi hambatan belum lengkapnya sarana-prasarana untuk kegiatan pembinaan terhadap PMKS, yakni tidak adanya panti rehabilitasi di Kabupaten Purbalingga, maka Anjal dan PGOT yang

(52)

berhasil terjaring razia dan diarahkan ke dinas sosial, akan dikirim ke Banjarnegara karena di sana sudah memiliki panti rehabilitasi untuk penanganan PMKS. Pihak Polres Purbalingga sendiri sudah memberikan masukan terkait dengan masalah PMKS ini, termasuk agar dibangunnya panti rehabilitasi. Akan tetapi, kapasitas Polri hanya bisa memberikan masukan, sedangkan yang membuat kebijakan adalah Pemerintah Derah melalui wakil-wakil rakyatnya langsung.

2. Upaya untuk mengatasi hambatan dalam menjalankan fungsi preventif Kemudian untuk masalah keterbatasan personil dan tenaga yang dimiliki Polres Purbalingga, pihak Polres Purbalingga dengan segala keterbatasan yang ada berkomitmen untuk berusaha semaksimal mungkin menjalankan tugasnya dengan baik, sehingga tugas pokok Polri dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, benar-benar dapat dirasakan oleh masyarakat. Salah satu bentuk upaya tersebut adalah dengan adanya terobosan kreatif yang merupakan kebijakan dari Kapolres, yakni berupa program Police Goes to School. Melalui program tersebut, polisi melakukan kunjungan ke sekolah-sekolah untuk melakukan penyuluhan, pembinaan langsung, dan himbauan-himbauan kamtibmas. Intinya program tersebut bertujuan untuk mencegah, memberitahu kepada siswa agar mereka mengerti dan memahami tentang muatan-muatan kejahatan. Program Police Goes to School memberikan bekal kepada anak-anak sekolah ini agar mereka

Gambar

Tabel 2. Jumlah Kasus Kejahatan Jalanan di Polres Purbalingga   Tahun 2009 s/d 2010
Tabel 3. Kuantitas Kerawanan Daerah (Ranking) Tahun 2012
Tabel 4. Data Material Peralatan Polres Purbalingga
Tabel 5. Jumlah Kasus Kejahatan Jalanan di Polres Purbalingga  Tahun 2011 s/d Mei 2013

Referensi

Dokumen terkait

3.1 Klasifikasi Hasil Evaluasi Belajar Siswa .... Matrik Penelitian ... Daftar siswa kelas VII c SMP Muhammadiyah 9 Watukebo ... Nama Kelompok Siswa ... Rekapitulasi observasi

Karakter pengguna Pelatihan Beladiri Jepang dapat dibedakan dari kepentingan dan jenis kegiatan yang dilakukan dalam lokasi pelatihan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :. 1)

Sesuai uraian di ataslah yang mendorong rasa keingintahuan penulis untuk lebih mengetahui dan mengerti tentang: Bagaimanakah tinjauan Article IV of The Outer Space Treaty 1967

Pelaksanaan perlindungan hukum terhadap penipuan iklan perumahan yang merugikan konsumen dalam penelitian ini dikelompokkan pada proses pelaksanaan penyelesaian kasus

Dari kondisi diatas tersebut bahwa perkembangan yang terjadi dikawasan pariwisata Pantai Bolihutuo berdampak terhadap sosial ekonomi masyarakat lebih bersifat positif, dengan

Adapun kesimpulan yang diambil adalah ” bentuk susunan tulang pada daun ada 4 (empat) yaitu, tulang daun menyirip seperti, daun nangka, mangga, rambutan. Tulang

Namum sejauh ini, dalam penegakan hukum di dalam masyarakat adat Aceh, masih terdapat kendala-kedala yang dihadapi, sehingga proses pembangunan hukum adat di Indonesia, khususnya di

Selain itu peneliti juga mengambil data lain melalui arsip, dokumentasi kegiatan, hasil penelitian sebelumnya, sumber-sumber online dan berbagai sumber lain yang memiliki