• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. cukup populer di dunia. Gambar cadas merupakan suatu karya manusia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. cukup populer di dunia. Gambar cadas merupakan suatu karya manusia"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Gambar cadas merupakan salah satu tinggalan arkeologi yang cukup populer di dunia. Gambar cadas merupakan suatu karya manusia yang memiliki pola tertentu yang dibuat baik pada dinding gua, dinding ceruk, tebing, maupun batu besar (Tanudirjo dan Mahirta, 2009: 47). Pembuatan pola-pola gambar pada setiap objek cadas dapat dilakukan dengan beberapa cara, di antaranya menggores, mencungkil, menyemprot, dan cap. Hal tersebut merupakan bukti kreativitas nenek moyang manusia untuk mengekspresikan rasa seni (Sopandi t.t.). Sebagai data arkeologi, seni cadas sering digolongkan sebagai fitur karena dibuat oleh manusia pada benda alam yang tidak mungkin dapat dipindahkan tanpa mengubah keadaannya.

Di seluruh benua-benua besar seperti Afrika, Amerika, Eropa, Australia, dan Asia ditemukan tinggalan gambar cadas dengan keunikan yang berbeda-beda. Setiap wilayah memiliki corak dan media sendiri yang khas, hal tersebut dikarenakan adanya pengaruh lingkungan yang berbeda-beda. Dalam hal ini, kondisi lingkungan turut mempengaruhi ketersediaan bahan yang digunakan untuk membuat seni cadas. Selain itu, mata pencahariaan, sistem kepercayaan, dan religi tertentu juga turut

(2)

mempengaruhi perbedaan gaya, motif, dan tema dari seni cadas antara satu tempat dengan tempat lainnya.

Di Australia, sebaran seni gambar cadas hampir dapat ditemukan di seluruh pelosok, bahkan hingga Tasmania. Beberapa sebaran ditemukan di Australia Utara dan Australia Selatan (Tanudirjo dan Mahirta, 2009: 52-53). Keberadaan seni gambar cadas di wilayah Asia Tenggara sudah lama diketahui seperti di daerah Thailand bagian timur laut dan Thailand bagian selatan. Di Malaysia, dapat ditemukan di Sarawak. Kemudian terdapat juga penemuan gambar cadas di Filipina bagian Tengah (Prasetyo, 1997: 46-47). Menurut Tan (2014, 73-74) gambar cadas di Asia Tenggara mulai ditemukan pada abad 19. Peneliti yang paling banyak menulis tentang gambar cadas di Asia Tenggara adalah Kusch.

Di Indonesia pun cukup banyak terdapat situs-situs yang mengandung temuan gambar cadas. Situs-situs tersebut ditemukan tersebar terutama di wilayah Indonesia bagian timur dan tenggara. Situs-situs tersebut antara lain terdapat di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Pulau Seram, Kepulauan Kei, dan Irian Jaya (Kosasih, 1985: 27). Di Pulau Jawa sendiri, gambar cadas ditemukan di Gunung Sangkur, Jawa Barat dalam bentuk ukiran. Pada perkembangannya, baru-baru ini ditemukan pula tinggalan-tinggalan gambar cadas di belahan Indonesia lainnya, antara lain Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan. Temuan paling baru adalah penemuan gambar cadas di Sumatera Selatan yaitu di Gua Harimau (Tan, 2014: 86-87). Gambar

(3)

cadas lainnya juga ditemukan di Timor Timur, tepatnya di Situs Hatu Wakik berupa cap tangan dan bentuk-bentuk geometris yang abstrak (Tan, 2014: 91).

Hasil penelitian selama ini menunjukkan bahwa seni cadas di Indonesia tergolong hasil budaya yang baru jika dibandingkan dengan masuknya budaya serupa di negara-negara Eropa ataupun Australia. Namun, data terbaru menunjukkan bahwa seni cadas tertua yang ada di Indonesia ternyata berusia 39,9 kyr, yaitu temuan berupa lukisan oker yang ada di Leang Timpuseng, Situs Pangkep, Sulawesi Selatan (Taҫon et al. 2014: 1059-1060). Artinya, lukisan prasejarah di Indonesia memiliki usia yang relatif sama dengan temuan lukisan gua yang ada di Eropa dan Australia.

Temuan gambar cadas tidak lepas dari kecenderungan manusia untuk memilih gua dan ceruk sebagai tempat tinggal dikarenakan kebutuhan akan tempat tinggal yang lebih aman. Rasa takut terhadap alam, telah mendorong manusia untuk menempati gua dan ceruk. Selain itu, dengan pola kehidupan yang lebih mapan, manusia memiliki lebih banyak waktu untuk melakukan kegiatan yang lebih kompleks. Salah satunya adalah membuat gambar cadas sebagai curahan dari pemikiran manusia (Kosasih, 1985: 16-17). Dengan kata lain, naluri manusia merupakan faktor penggerak utama terciptanya seni gambar cadas. Dilihat dari sifat tersebut, gambar cadas dapat dikategorikan sebagai bagian dari ideofak.

(4)

Tujuan dibuatnya gambar cadas, tidak hanya sekedar untuk ungkapan rasa seni semata. Dalam kajian seni gambar cadas prasejarah terdapat beberapa asumsi mengenai hal tersebut. Beberapa pemikiran mengutarakan tentang faktor-faktor yang melatarbelakangi penciptaan gambar cadas. Pemikiran-pemikiran tersebut antara lain berkaitan dengan konsep manusia terhadap kehidupan dan alam, sebagai identitas kelompok, gambar tokoh mitos atau legenda, maupun hal-hal yang berkaitan dengan kepercayaan dan ritual tertentu (Tanudirjo dan Mahirta, 2009: 47-48). Seperti halnya pada studi kasus petroglif di Yinshan, Mongolia, pola hewan pada seni gambar cadas menunjukkan adanya pemaknaan religi oleh masyarakat prasejarah baik sebagai dewa ataupun pemujaan lainnya (Zhang, 2014: 89). Senada dengan itu, Soejono (1986: 236-237) mengatakan bahwa seni gambar cadas merupakan pengutaraan rasa estetika dan religius dari manusia di masa berburu tingkat lanjut.

Munculnya gambar cadas di kawasan Indonesia bagian barat telah menyambung mata rantai yang sempat terputus di Nusantara, dan secara umum persebaran di kawasan Asia dan Pasifik. Gambar cadas di Kalimantan yang pertama kali ditemukan adalah di Diang Kaung pada tahun 1988 oleh Jean-Michel Chazine. Disusul kemudian dengan penemuan di Situs Batu Cap (Ketapang) pada tahun 1993. Selain itu terdapat pula sejumlah gambar cadas di beberapa situs di desa Sungai Sungkung, Sambas yang berbatasan dengan Serawak. Situs-situs tersebut meliputi Gua Tengkayu, Batu Bakil, dan Batu Kadok. Di wilayah

(5)

Kalimantan Timur, gambar cadas terdapat di wilayah Sangkulirang, pada salah satu ceruk bernama Mardua III (Prasetyo, 1997: 45-46).

Sebagai salah satu gua yang masuk kedalam jalur survei Chazine pada tahun 1988, gambar cadas di Situs Diang Kaung memiliki keunikan tersendiri. Selain bahan pembuatnya yang berwarna hitam, lokasi situs ini juga tidak jauh dari Ipoh, Niah, dan Sireh di Wilayah Serawak yang juga merupakan gua-gua yang memiliki gambar cadas. Hal ini dapat mengungkapkan persebaran masyarakat pembawa budaya gambar cadas di wilayah Kalimantan pada khususnya.

Situs Diang Kaung terletak di Bukit Kaung yang merupakan jajaran kars yang melintang dari utara ke selatan. Sepanjang bukit ini terdapat sejumlah ceruk maupun gua. Masih aktifnya sebagian besar stalaktit membuat kondisi tanah yang ada di cekungan-cekungan Bukit Kaung memiliki kelembaban yang cukup tinggi. Lingkungan sekitar Bukit Kaung berupa hutan hujan tropis dengan curah hujan yang cukup tinggi setiap tahunnya. Sungai terdekat merupakan aliran sungai periodik yang hanya muncul ketika hujan, sedangkan salah satu sungai besar di Bukit Kaung adalah Sungai Hovoroi yang merupakan anak Sungai Kapuas. Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan oleh tim Balai Arkeologi Banjarmasin di jajaran Bukit Kaung, hanya ditemukan satu ceruk saja yang memiliki tinggalan gambar cadas, yaitu Diang Kaung I, sedangkan Diang Kaung II, Diang Kaung III, Diang Kaung IV, Diang Kaung V, Diang Kaung VI, Diang Kaung VII, dan Diang Kaung VIII tidak ditemukan gambar cadas (Balai Arkeologi Banjarmasin, 2014: 14-18).

(6)

Adanya tinggalan gambar cadas di Situs Diang Kaung turut membuka wawasan mengenai jalur persebaran pembawa budaya tersebut di kawasan Asia Pasifik pada umumnya, dan di Kalimantan pada khususnya. Namun, sejauh ini belum banyak kajian yang dilakukan terhadap keberadaan gambar-gambar cadas di situs ini. Karena itu, kajian terhadap gambar cadas di Situs Diang Kaung perlu dilakukan secara lebih rinci.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apa saja pola hias seni gambar cadas situs Diang Kaung, Kalimantan Barat?

2. Siapakah manusia pendukung yang membawa budaya seni gambar cadas di situs Diang Kaung?

C. Tujuan Penelitian

Seni cadas adalah salah satu unsur kebudayaan Prasejarah yang dapat digolongkan dalam kategori “Kebudayaan Gua” jika ditemukan di dalam gua maupun ceruk. Kebudayaan gua di Indonesia muncul pada Kala Akhir Pleistosen sampai Awal Holosen serta bertepatan dengan Masa Berburu Dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut (Kadir, 1983: 176).

(7)

Penelitian ini ditujukan untuk memberikan deskripsi mengenai motif hias gambar cadas Situs Diang Kaung. Pendeskripsian tersebut didasarkan pada observasi lapangan dan juga berbagai laporan atau data sekunder lainnya. Diharapkan deskripsi ini dapat mengungkapkan mengenai kronologi relatif dan manusia pembawa budaya gambar cadas di Situs Diang Kaung. Di samping itu, penelitian ini dirasa penting untuk menambah wawasan dan pemahaman tentang gambar cadas yang ada di Indonesia.

D. Tinjauan Pustaka dan Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai seni gambar cadas sudah banyak dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Pada tahun 2004, Universitas Indonesia mempublikasikan skripsi Marika Dewi Santania mengenai seni gambar cadas di Kalimantan Barat yang berjudul “Lukisan Gua/Ceruk di Situs Batu Cap: Suatu Data Tambahan dalam Perbandingan Lukisan Gua/Ceruk di Indonesia”. Skripsi mengenai seni gambar cadas lainnya juga pernah ditulis oleh Adhi Agus Oktaviana (2009) dengan judul “Penggambaran Motif Perahu pada Seni Cadas di Indonesia”.

Dalam tesisnya, Blasius Suprapta (1996) menulis tentang bentuk dan lokasi serta tema lukisan dinding gua di daerah Pangkep, pembahasannya juga mendalam hingga rekonstruksi lingkungan biologis dan kehidupan sosial ekonomis masyarakat penghuni kompleks gua Pangkep. Penelitian mengenai seni cadas di Papua telah di lakukan oleh Karina Arifin dan Delanghe pada tahun 1996 dengan wilayah eksplorasi

(8)

meliputi Kokas dan Goras, Teluk Berau, wilayah Kaimana, dan Lembah Baliem. (Oktaviana, 2009: 6).

Penelitian terhadap seni cadas di Papua juga pernah dilakukan oleh J. Roder terutama di Teluk Berau, Pulau Ogar, dan Teluk Arguni. Penelitian serupa juga telah dilakukan oleh Glover di Dataran Tinggi Baucau dan Kepulauan Kei (Arifin dan Delanghe, 2004: 40-41).

Penemuan seni cadas di daerah Sulawesi Selatan pertama kali dilakukan oleh Heeren Palm di Leang PattaE berupa cap tangan dengan latar belakang warna merah. Seni gambar cadas situs Batu Cap di wilayah Kalimantan Barat terungkap oleh tim peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Selain itu, penelitian Balai Arkeologi Bandung juga mendata sejumlah seni gambar cadas di Sambas. Seni gambar cadas di wilayah Sangkulirang, Kalimantan Timur terungkap oleh tim peneliti dari Balai Arkeologi Banjarmasin yang dibantu oleh peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Prasetyo, 1997: 44-46).

Temuan gambar cadas di Kalimantan relatif baru jika dibandingkan dengan temuan di Sulawesi dan Papua. Tinggalan seni cadas di Kalimantan yang sudah cukup terkenal berada di Pegunungan Marang, Kalimantan Timur dengan temuan berupa lukisan cap tangan, dan berbagai motif lainnya. Selain itu terdapat juga temuan gambar cadas di Situs Batu Cap, Kalimantan Selatan dan Situs Diang Kaung, Kalimantan Barat. Penelitian mengenai Diang Kaung ini pertama kali dilakukan oleh Jean Michel Chazine pada tahun 1988 (Hasan t.t). Dalam laporannya, Chazine mengemukakan hanya ada tujuh jenis motif gambar di Situs

(9)

Diang Kaung. Pada laporan tersebut disebutkan bahwa motif-motif hias di Situs Diang Kaung antara lain adalah matahari, panah, ikan, antropomorfik, genderang, biawak, dan rusa. Teknik yang dipakai dalam penggambaran adalah sapuan penuh terutama motif lukisan berbentuk hewan seperti rusa, biawak serta sebagian dari lukisan antropomorfik, sedangkan teknik lain berupa sketsa untuk motif-motif lukisan berbentuk geometris, ikan, mata panah, dan sebagian motif antropomorfik (Prasetyo, 1997: 46). Berbeda dengan hasil laporan tersebut, dalam skripsi ini akan dijabarkan mengenai adanya 14 jenis motif gambar pada Situs Diang Kaung.

Kemudian, penelitian berikutnya pernah dilakukan oleh Achmad Sopandi dari Universitas Negeri Jakarta pada tahun 2005. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, Sopandi menyimpulkan ada 30 gambar yang dibuat dengan arang. Sayangnya, pada laporan tersebut tidak disertakan keterangan mengenai detail motif-motif dan posisi panelnya. Selain itu, penjabarannya dirasa belum mendalam dan rinci, hanya mengidentifikasikan bentuk-bentuk tertentu tanpa ada analisis yang cukup jelas. Untuk melengkapi penelitian tersebut, maka dalam skripsi ini akan dijabarkan 64 gambar yang ada di Situs Diang Kaung.

Penelitian terbaru di situs Diang Kaung dilakukan pada tahun 2013 oleh Vida Pervaya Rusianti Kusmartono beserta tim untuk melihat okupasi di situs ini. Selain itu, di tahun yang sama, Balai Arkeologi Banjarmasin juga melakukan survei di lokasi yang sama. Berdasarkan hasil survei, terdapat cukup banyak ceruk dan gua di sepanjang Bukit

(10)

Kaung, Kalimantan Barat. Hasilnya, lebih dari empat ceruk dan gua di sepanjang Bukit Kaung berhasil di survei. Tiga ceruk di antaranya yaitu Diang Kaung I, Diang Kaung II, dan Diang Tonokong telah diekskavasi dengan membuka 6 kotak, dan 1 kotak trench (Kusmartono, keterangan lisan, 2014). Dari hasil penelitian tersebut, hanya satu ceruk saja yang memiliki temuan gambar cadas, yaitu Diang Kaung I.

Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, nampak bahwa penelitian mengenai pola hias gambar cadas Situs Diang Kaung, Kalimantan Barat dan kronologi manusia pembawa budaya seni gambar cadas tersebut belum pernah dilakukan. Meskipun upaya mengidentifikasi bentuk gambar cadas sudah dilakukan tetapi masih bersifat kurang mendalam. Penelitian yang dilakukan sekarang akan tidak sekedar hanya menganalisis bentuk, tetapi juga susunan dan makna yang ada di balik gambar. Selain itu, penelitian ini juga mencoba menentukan pertanggalan dan manusia pendukungnya. Kedua aspek tersebut belum dibahas dalam penellitian sebelumnya.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini terfokus untuk menjawab permasalahan mengenai motif hias dan masyarakat pembawa kebudayaan seni cadas di Situs Diang Kaung. Selain itu, hal-hal yang juga akan dijelaskan adalah ciri-ciri situs dalam konteks ekologi, sebaran gambar cadas, serta keletakan gambar, hubungan antar simbol, dan penafsiran tema seni cadas Diang Kaung.

(11)

Untuk mengungkapkan kemungkinan pendukung budaya gambar cadas di Diang Kaung perlu dilakukan perbandingan dengan temuan gambar cadas di beberapa tempat lain yang relevan. Situs lain yang akan dibandingkan dengan Diang Kaung antara lain Situs Gua Sireh di Sarawak, situs-situs di wilayah Pangkep, Situs Batu Cap di Kalimantan Selatan, Situs Kaimana di Papua Barat, serta beberapa situs lainnya. Karena itu, lingkup kajian perbandingan akan meliputi temuan gambar cadas yang memiliki motif dan teknik yang tidak jauh berbeda dengan temuan di Diang Kaung.

F. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dimana jumlah sampel bukanlah hal yang penting. Sesuai karakter pendekatan kualitatif yang lebih investigatif, maka pengambilan sample dalam studi kualitatif lebih ditekankan pada kualitas sampel dan bukan pada jumlah atau kuantitasnya. Secara umum prosedur pengambilan sampel pada studi kualitatif memiliki karakter sebagai berikut: (1) tidak diarahkan pada jumlah yang besar, melainkan pada kekhususan kasus sesuai dengan masalah penelitian; (2) tidak ditentukan secara kaku sejak awal, namun bisa berubah ditengah penelitian sesuai pemahaman dan kebutuhan yang berkembang; (3) tidak diarahkan pada keterwakilan/representasi, melainkan pada konteks (Salim, 2006: 12).

Pendekatan kualitatif dirasa tepat digunakan dalam penelitian ini. Hal tersebut mempertimbangan tentang keseluruhan data yang diambil

(12)

oleh peneliti. Penelitian ini tidak menggunakan metode sampling, itu artinya peneliti mengambil data gambar cadas Diang Kaung berdasarkan kualitasnya. Dalam kasus ini, data yang diambil adalah keseluruhan gambar cadas di Situs Diang Kaung.

Penalaran yang digunakan adalah induktif. Dalam penalaran induktif, data dikumpulkan terlebih dahulu, selanjutnya penyusunan hipotesis yang dapat menjelaskan semua hubungan antar data (Haryono, 1993: 13). Penalaran ini bergerak dari kajian fakta-fakta atau gejala-gejala khusus yang kemudian disimpulkan sebagai gejala yang bersifat umum. Namun, sangat memungkinkan untuk memunculkan asumsi dan landasan teori terlebih dahulu sebelum pengumpulan data dimulai selama proses ini ditujukan untuk mengarahkan penelitian (Tanudirjo, 1989: 34).

Dalam penelitian untuk mengetahui motif-motif hias dan masyarakat yang membawa kebudayaan gambar cadas di Situs Diang Kaung ini dilakukan dalam beberapa tahapan. Tahap pertama adalah pengumpulan data, baik data primer maupun sekunder. Data primer merupakan hasil dari pengamatan langsung pada gambar-gambar di Ceruk Diang Kaung, Kalimantan Barat. Mengingat objek penelitian adalah gambar cadas, maka pengumpulan data di lapangan dilakukan dengan menitik beratkan pada detail pendokumentasiannya. Teknik dokumentasi dilakukan dengan dua cara. Pertama adalah dengan menggunakan kamera. Teknik ini memiliki kelebihan dalam hal mempresentasikan bentuk dan warna dari gambar cadas tersebut. Kemudian, peneliti juga menggunakan metode absklat, yaitu pendokumentasian dengan teknik

(13)

jiplak. Teknik ini membutuhkan plastik sebagai medianya. Beberapa plastik disusun menimpa gambar cadas, selanjutnya dilakukan penggambaran dengan menggunakan spidol mengikuti alur-alur pola yang ada.

Selain gambar-gambar cadas di Situs Diang Kaung, data primer juga didapatkan dengan melakukan pengamatan di lingkungan sekitar situs, serta objek-objek lainnya yang dianggap perlu. Unsur-unsur yang turut diamati antara lain flora dan fauna yang ada di sekitar lingkungan situs. Tidak hanya itu, dalam penelitian ini juga dilakukan pengamatan pada motif hias pada motif lukisan yang ada di Desa Tanjung Lokang sebagai pemukiman yang paling dekat dengan lokasi situs. Keseluruhan dari data-data tersebut digunakan sebagai pembanding untuk menginterpretasikan dan mengetahui motif hias yang ada di Situs Diang Kaung.

Selain itu, digunakan juga data sekunder yang didapat dari studi pustaka sebagai data pembanding, penguat, dan pelengkap dari data yang telah didapatkan selama di lapangan. Untuk melengkapi data sekunder ini, peneliti akan menggunakan beberapa literatur seperti jurnal ilmiah baik dalam maupun luar negeri, berbagai buku yang berkenaan dengan seni gambar cadas secara umum, peta situs, artikel, website, dan berbagai bacaan lainnya. Dalam penelitian ini juga dilakukan teknik wawancara untuk mengetahui istilah-istilah dalam penyebutan motif-motif tertentu dan untuk mendapatkan data tambahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

(14)

Tahap kedua adalah analisis data yang dilakukan sebagai kelanjutan dari tahap pengumpulan data. Pada tahap ini, baik data primer maupun data sekunder diolah untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang motif dan pendukung gambar cadas di Diang Kaung. Data primer berupa foto dari gambar cadas Situs Diang Kaung akan diolah dengan menggunakan picasa untuk lebih memperjelas gambarnya. Beberapa gambar memang diketahui telah pudar sehingga sulit untuk diamati dengan pengamatan biasa. Dengan mengubah komposisi warna, maka gambar yang telah pudar akan nampak lebih jelas.

Dari hasil pengelolaan foto-foto tersebut, akan dilakukan analisis bentuk. Secara umum, seni gambar cadas dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu figuratif atau non figuratif. Figuratif adalah bentuk-bentuk yang berkaitan dengan pola-pola yang mudah dikenali seperti manusia, tumbuhan, maupun hewan. Sedangkan non-figuratif biasanya berbentuk lingkaran, lengkungan, garis, spiral, dan titik. Pola hias situs Diang Kaung memiliki beberapa variasi bentuk. Beberapa gambar dapat diidentifikasi sebagai bentuk manusia, hewan, dan geometris, sedangkan beberapa lainnya belum dapat diidentifikasi. Dalam proses pendiskripsian, dibutuhkan studi komperatif terhadap pola-pola gambar cadas Diang Kaung dengan bentuk-bentuk serupa tanpa memandang medianya. Untuk menganalisis bentuk gambar cadas Diang Kaung, dibutuhkan banyak literatur sebagai data pembanding.

Selanjutnya akan dilakukan analisis ukuran, teknik, warna dan bahan. Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara lebih

(15)

mengenai ukuran, teknik, warna dan bahan dari gambar cadas di Situs Diang Kaung dalam rangka menemukan motif-motif yang digambarkan di situs ini.

Selanjutnya dilakukan studi komperarif antara gambar cadas Situs Diang Kaung dengan situs-situs serupa yang memiliki tinggalan gambar cadas. Beberapa situs yang akan dibandingkan dengan Diang Kaung. Selain itu juga akan dilakukan analogi terhadap bentuk flora, fauna, dan motif hias seperti lukisan dan tatoo. Studi komperatif ini ditujukan untuk memberikan pandangan mengenai bentuk dan gaya dari gambar cadas yang ada di Situs Diang Kaung.

Untuk menjawab pertanyaan mengenai masyarakat pembawa kebudayaan seni cadas di Situs Diang Kaung, akan digunakan literatur dari Wilson yang telah membagi gaya seni cadas menjadi dua yaitu Austronesian Engraving Style (AES) dan Austronesian Painting Tradition (APT). Tidak hanya itu, untuk menjawab hal ini juga akan digunakan data etnografi dengan membandingkan hasil kesenian masyarkat dayak pada motif hias di Situs Diang Kaung.

Referensi

Dokumen terkait

Letak geografis wilayah Kalimantan Barat yang berbatasan langsung dengan Serawak Malaysia yang terdapat dalam film “Tanah Surga Katanya” karya Danial Rifki

Guna untuk memperdalam peneliti menyelesaikan skripsi yang berjudul metode linguistic Al – Alusi dalam menafsirkan ayat – ayat surat Ali Imran.

Novel yang pertama adalah novel berjudul Perang Bubat karya Yoseph Iskandar yang berbahasa Sunda dan terbit tahun 1988, yang merupakan teks hipogram dari novel kedua,

Penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan melalui riset dan pustaka tentang seni pertunjukan Kidung Dumateng Para Sesujud: Bukit Rhema ditinjau dari konsep simbol

Sementara itu dalam penelitiannya yang berjudul “Studi tentang Pengaruh Budaya Sekolah terhadap Keefektifan Sekolah Pada SMAN Kota Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat”, Komariah

Untuk memudahkan pengunjung browser atau halaman situs mendapatkan informasi kebencanaan dengan menggunakan kalimat yang dimengerti masyarakat umum dan lebih mengunggulkan

Hasil yang akan diperoleh dari penelitian yang berjudul “Manajemen Pembelajaran Sistem Boarding School Pada Sekolah Umum dan Madrasah (Studi multi situs di SMP Nabawi

Alasan penulis melakukan penelitian terhadap novel Soekarno Kuantar ke Gerbang, dikarenakan novel tersebut merupakan novel baru yang terbit tahun 2014 dan berdasarkan