• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. B.Latar Belakang Masalah. diwujudkan dengan proses berkarya. Karya cipta manusia mempunyai isi yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. B.Latar Belakang Masalah. diwujudkan dengan proses berkarya. Karya cipta manusia mempunyai isi yang"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 B.Latar Belakang Masalah

1. Permasalahan

Manusia mempunyai kodrat sebagai makhluk yang memiliki akal budi, rasa, dan daya cipta. Manusia menggunakan idenya untuk menciptakan nilai yang diwujudkan dengan proses berkarya. Karya cipta manusia mempunyai isi yang bersifat pribadi (Mudhofir, 1992: 75).

Seni adalah salah satu perwujudan dari kodrat manusia sebagai makhluk berkarya. Manusia menghadirkan seni di dalam dunia spiritualnya. Karya seni merupakan perwujudan imajinasi kreatif manusia. Karya seni dibuat sebagai bentuk ekspresi rasa serta wujud objektivitas dari pengalaman pribadi manusia. Manusia menikmati karya seni agar memperoleh stimulus berupa refleksi perasaan yang diterima. Kenikmatan seni tersebut berupa kenikmatan lahiriah yang muncul dari proses menangkap dan merasakan simbol-simbol estetika dari penggubah seni sehingga mempunyai nilai spiritual.

Hubungan antarmanusia merupakan salah satu inspirasi dalam menciptakan karya seni. Hakikat manusia sebagai makhluk sosial, saling berhubungan satu sama lain, dapat menimbulkan konflik yang beragam. Konflik antar pemeluk agama merupakan isu yang sering dijumpai di Indonesia. Indonesia

(2)

adalah negara dengan 6 agama besar yang diakui secara resmi oleh pemerintah, yakni Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu.

Hidup berdampingan dengan pemeluk agama lain dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia menjadi tantangan besar. Konsep tenggang rasa dan toleransi harus kuat ditanamkan oleh tiap-tiap individu dalam masyakarat. Hal tersebut bertujuan agar tercipta kehidupan yang damai.

Masyarakat yang baik adalah ketika sekumpulan individu di dalamnya mampu hidup berdampingan antar pemeluk agama tanpa saling berselisih. Individu di dalam masyarakat tersebut tidak perlu menunjukkan tentang siapa yang paling benar berdasar atas agama yang dianut masing-masing. Konsep menghargai dan menghormati kepercayaan individu yang lain harus menjadi prinsip dan nilai yang selalu ditanam dalam masyarakat dan rakyat Indonesia secara luas.

Indonesia dalam beberapa tahun terakhir telah banyak mengalami konflik yang berdasar atas minimnya sikap saling menghormati antar pemeluk agama. Rakyat Indonesia kemudian akan kembali berpikir apakah bumi Indonesia ini cocok sebagai tempat hidup manusia beragama. Hal tersebut dikarenakan konflik yang berimbas pada torelansi antar pemeluk agama di Indonesia yang dirasa masih cukup minim.

Isu tentang keberagaman yang ditampilkan dan yang menjadi latar belakang dari seni pertunjukan Kidung Dumateng Para Sesujud: Bukit Rhema

membuat penulis tertarik untuk meninjau lebih lanjut sebagai bahan tugas akhir.Seni pertunjukan Kidung Dumateng Para Sesujud: Bukit Rhema akan lebih

(3)

pantas ditinjau dari konsep simbol dalam filsafat seni. Filsuf yang banyak mengulas tentang simbol dalam seni dan sangat cocok sebagai sudut pandang seni pertunjukan Kidung Dumateng Para Sesujud: Bukit Rhema adalah Susanne K. Langer.

Kidung Dumateng Para Sesujud: Bukit Rhema merupakan sebuah judul seni pertunjukan yang diinisiatori oleh Ferial Afiff dan dipentaskan di Bukit Rhema, Magelang pada tanggal 26 Oktober 2014. Lokasi pertunjukan memakai ruang utama bangunan di Bukit Rhema tersebut. Kidung Dumateng Para Sesujud: Bukit Rhema merupakan judul dalam bahasa Jawa yang diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia berarti “ode untuk para pemeluk”. Seni pertunjukan Kidung Dumateng Para Sesujud: Bukit Rhema terdiri dari beberapa unsur, yakni tarian, musik, dan ruang pentas. Penulis dalam meneliti pertunjukan seni tersebut akan mengambil simbol dalam gerakan yang dihadirkan di seni pertunjukan Kidung Dumateng Para Sesujud: Bukit Rhema.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka permasalahan yang dapat dirumuskan yaitu:

a. Bagaimana konsep simbol dalam filsafat seni Susanne K. Langer?

b.Apakah yang dimaksud dengan seni pertunjukan Kidung Dumateng Para Sesujud: Bukit Rhema?

c. Bagaimana seni pertunjukan Kidung Dumateng Para Sesujud: Bukit Rhema ditinjau dari konsep simbol dalam filsafat seni Susanne K. Langer?

(4)

A. Keaslian Penelitian

Sejauh penelusuran, penulis belum menemukan tulisan karya ilmiah yang terkait dengan seni pertunjukan Kidung Dumateng Para Sesujud: Bukit Rhema. Peneliti hanya menemukan beberapa skripsi di lingkungan Fakultas Filsafat tentang Susanne K. Langer dan konsep simbol. Skripsi tersebut diantaranya:

1. Bangsa, Jantan Putra. 2014. Pantomim Indonesia dalam Perspektif Filsafat Seni Susanne K. Langer: Studi Kasus Bengkel Mime Theatre Yogyakarta. Skripsi Fakultas Fisafat Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Skripsi menggunakan objek formal filsafat seni Susanne K. Langer dan objek material pantomim Indonesia.

2. Sumiatun. 1987. Konsepsi Simbol Menurut Susanne K. Langer (1895-1985). Skripsi Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Skripsi menggunakan objek formal filsafat manusia dan objek material pandangan Susanne K. Langer dalam merefleksikan manusia dari sudut pandang simbolik.

3. Wulandari, Pipit. 2012. Punk Fashion sebagai Simbol Komunitas Punk di Yogyakarta Ditinjau dari Filsafat Susanne K. Langer. Skripsi Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Skripsi menggunakan objek formal berupa filsafat Susanne K. Langer, khususnya seni dan objek material fashion sebagai simbol komunitas punk di Yogyakarta.

(5)

Beberapa penelitian di atas memiliki objek formal filsafat seni Susanne K. Langer dengan objek material yang berbeda-beda. Objek formal penelitian ini adalah konsep simbol dalam filsafat seni Susanne K. Langer dan objek material berupa seni pertunjukan Kidung Dumateng Para Sesujud: Bukit Rhema.

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:

1. Bagi ilmudan filsafat, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang konsep simbol yang terdapat di dalam seni pertunjukan. Selain itu juga diharapkan bahwa penelitian ini mampu menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.

2. Bagi bangsa dan negara, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat Indonesia tentang konsep simbol dalam filsafat seni, khususnya filsafat seni Susanne K. Langer, dan seni pertunjukan.

3. Bagi penelitian, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang filsafat seni dan bidang ilmu lain, serta mengembangkan kemampuan secara kritis dan sistematis atas persoalan filsafat terutama dalam bidang filsafat seni.

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terdapat di dalam rumusan masalah, yaitu sebagai berikut:

(6)

2. Mendeskripsikan seni pertunjukan Kidung Dumateng Para Sesujud: Bukit Rhema.

3. Menganalisis seni pertunjukan Kidung Dumateng Para Sesujud: Bukit Rhema menurut konsep simbol dalam filsafat seni Susanne K. Langer.

E. Tinjauan Pustaka

Kesenian termasuk sebagai salah satu unsur dari kebudayaan universal (Koentjaraningrat, 1990: 204). Kesenian tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, serta bersifat sosio-religius. Sosio-religius artinya bahwa kesenian tersebut tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan sosial dan untuk kepentingan yang erat kaitannya dengan kepercayaan masyarakat yang bersangkutan (Sujarno dkk, 2003: 13).

Seni pertunjukan Kidung Dumateng Para Sesujud: Bukit Rhema merupakan jenis pertunjukan yang di dalamnya terdapat gerakan tari. Seni pertunjukan Kidung Dumateng Para Sesujud: Bukit Rhema mengeksplorasi gerak tubuh sebagai konsep untuk mengangkat isu-isu sosio-religius yang terjadi di lokasi berlangsungnya seni pertunjukan tersebut yaitu di Bukit Rhema, Magelang, Jawa Tengah. Penulis dalam penelitian ini memfokuskan pada simbol dalam gerakan, sehingga hanya akan fokus pada gerakan tari yang terdapat pada seni pertunjukan Kidung Dumateng Para Sesujud: Bukit Rhema.

Tari adalah salah satu cabang seni. Soedarsono (1977:17), memberi definisi tari sebagai ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan dengan gerak-gerak ritmis yang indah. Definisi tersebut berlandaskan atas seni sebagai ekspresi.

(7)

Elemen dasar dari tari adalah gerakan atau ritme. Gerak-gerak ekspresif adalah gerak-gerak yang indah dan bisa menggetarkan perasaan manusia. Gerak yang indah ialah gerak yang distiril, yang di dalamnya mengandung ritme tertentu (Soedarsono, 1977: 16).

Seni tari sebagai ekspresi manusia yang bersifat estetis. Seni tari adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia dalam masyarakat yang penuh makna (meaning). Keindahan tari tidak hanya pada keselarasan gerakan-gerakan badan dalam ruang dengan diiringi musik tertentu, namun seluruh ekspresi itu harus mengandung maksud-maksud tari yang dibawakan. Pemahaman tersebut menempatkan fenomena tari sebagai bagian dari aktualisasi dan representasi kultural-simbolik manusia (Hadi, 2007: 13).

Seni pertunjukan Kidung Dumateng Para Sesujud: Bukit Rhema merupakan jenis seni pertunjukan yang di dalamnya terdapat gerakan tari dengan pendekatan modern. Tari dengan pedekatan modern (Sutrisno, Verhaak, 1993: 100) merupakan jenis tari yang sudah melepaskan diri dari keterkaitan tradisi. Tari dengan pendekatan modern selalu mencari hal-hal yang baru, baik tema, bentuk, maupun teknik dasar.

Seni pertunjukan Kidung Dumateng Para Sesujud: Bukit Rhema yang dipentaskan di Bukit Rhema merupakan pertunjukan lanjutan dari pementasan yang dilakukan di Situs Payak, Piyungan, Bantul pada tanggal 8 Maret 2013. Seni pertunjukan Kidung Dumateng Para Sesujud yang dipentaskan di Situs Payak mengangkat tentang kehidupan manusia yang selalu menganggap agama yang

(8)

dianut sebagai agama yang paling benar. Hal tersebut membawa sikap skeptis dalam kehidupan bermasyarakat.

Seni pertunjukan Tjap Merah karya Vincentius Yosep Prihantoro Sadsuitubun yang dipentaskan di GoetheHaus, Menteng, Jakarta, pada hari Jumat tanggal 21 Januari 2011 pukul 19.30 WIB sebagai contoh bentuk seni pertunjukan lain yang mengangkat isu sosial. Seni pertunjukan Tjap Merah terinspirasi dari kisah tentang Gerwani. Pertunjukan tersebut menampilkan perburuan atas sekelompok perempuan sebagai kelanjutan tragedi 1965 yang terjadi di Indonesia.

F. Landasan Teori

Seni dikatakan dapat memperkaya kehidupan seseorang melalui pengalaman emosi atau pengalaman kehidupan yang tidak diperoleh dalam kehidupan sehari-hari. Seni yang berkualitas mampu memberikan pengalaman estetik, pengalaman emosi, pengalaman keindahan, atau pengalaman seni yang khas dari seni itu sendiri (Sumardjo, 2000:124).

Seni adalah suatu pengungkapan dari perasaan manusia. Teori ini berhubungan dengan pengalaman seorang seniman ketika menciptakan suatu karya seni. Tokoh yang terkenal dengan teori ekpresi ini adalah Benedetto Croce. Seni menurut Croce adalah pengungkapan dari kesan-kesan. Ekspresi sama dengan intuisi; adalah pengetahuan intuitif yang diperoleh melalui pengkhayalan tentang hal-hal yang bersifat individu yang menghasilkan gambaran angan-angan berupa warna, garis, dan kata. Pengalaman estetis seseorang tidak lain adalah ekspresi dalam gambaran angan-angan (Gie, 1976: 75).

(9)

Leo Tolstoy mendefinisikan seni sebagai suatu kegiatan manusia yang secara sadar menyampaikan perasaaan-perasaan yang telah dihayatinya kepada orang-orang lain sehingga orang lain tersebut juga mengalaminya. Tolstoy dalam karyanya What Is Art? lebih lanjut menjelaskan tentang seni sebagai kegiatan manusia dalam kaitannya dengan teori pengungkapan. Kegiatan seni adalah memunculkan perasaan dalam diri sendiri dengan perantara gerak, garis, warna, suara atau bentuk yang diungkapkan dalam kata-kata sehingga orang lain mengalami perasaan yang sama (Gie, 1976: 61,76).

Langer dalam Problematika Seni (2006: 16) memberi pengertian ekspresi sebagai sesuatu yang sama pada setiap karya seni. Karya seni adalah suatu bentuk ekspresi yang diciptakan bagi persepsi indera atau pencitraan yang mengekspresikan perasaan insani. “Perasaan” mengandung arti luas sebagai sesuatu yang bisa dirasakan, antara lain: sensasi fisik, derita hati maupun kesenangan, kegairahan dan ketenangan, emosi yang kompleks, tekanan pikiran, atau sifat-sifat perasaan terkait dengan kehidupan manusia.

Suatu karya seni dapat dipahami melalui simbol. Henry James mendefinisikan karya seni sebagai proyeksi dari gejolak perasaan di dalam ruang dan bersifat temporal, serta berstruktur puitis. Seni musik akan terdengar seperti perasaan-perasaan yang menyentuh. Karya seni berupa lukisan, patung dan bangunan menyajikan wujud, warna, dan garis-garis yang mengekspresikan emosi dan suatu yang ketegangan yang tampak hidup, serta resolusi yang menyentuh perasaan. Konsepsi kehidupan, emosi, dan kekayaan batiniah dapat diekspresikan dalam suatu karya seni (Langer, 2006: 28-29).

(10)

Filsuf lain yang mempunyai teori tentang ekspresi adalah Carl Gustav Jung. Jung berpendapat bahwa ekspresi diandaikan sebagai formulasi yang paling baik terhadap hal yang tidak dikenal tetapi ada dalam bentuk simbol. Simbol yang hidup adalah ekspresi suatu hal yang tidak dapat ditandai dengan tanda yang lebih tepat. Simbol yang hidup akan melahirkan arti dalam wujud ekspresi. Kemudian simbol tersebut akan mati dan meninggalkan arti historis saja.Jung mengungkapkan bahwa bentuk simbol lain adalah gambar dalam artian gambar fantasi. Gambar fantasi tersebut secara tidak langsung berhubungan dengan objek luar. Gambar berakar pada tindakan fantasi yang tidak disadari dan memiliki nilai benar yang dapat membuat kenyataan batiniah dapat lebih menentukan arti psikologis kenyataan luar (Dibyasuharda, 1990: 21-22).

Ernst Cassirer (1987: 215) menerangkan bahwa ekspresi berbeda dengan sikap sentimental. Penyair dalam membuat puisi tentu saja peka terhadap emosi-emosi terdalam. Penyair tanpa emosi-emosi-emosi-emosi hanya akan menghasilkan karya-karya yang bermakna dangkal dan sembarangan. R.G. Collingwood (1958: 275) berpendapat bahwa yang coba diusahakan oleh seniman ialah mengekspresikan emosi tertentu dalam setiap ucapan dan gerak-gerik sebagai karya seni. Kesengajaan dalam ekspresi artistik dan linguistik adalah perlu. Setiap tindak berbahasa dan penciptaan seni akan ditemukan struktur teleologis tertentu. Aktor dalam sebuah drama tentu saja betul-betul memainnya perannya. Struktur keseluruhan yang koheren yang dibentuk pada tekanan dan irama kata-kata, tinggi rendahnya suara, mimik, gerak-gerik tubuh semua mengarah ke satu tujuan pengejawantahan sifat manusia. Tidak hanya bersifat ekspresif, namun juga

(11)

representatif dan interpretatif. Seorang penyair tidak sekadar orang yang menuruti gejolak perasaan atau emosi karena hal tersebut bukanlah yang disebut dengan seni, melainkan sentimentalis. Seniman yang tidak melalui proses kontemplasi dan penciptaan bentuk-bentuk, tetapi lebih menonjolkan emosinya sendiri akan jatuh menjadi seorang sentimental (Cassirer, 1987: 216).

G. Metode Penelitian 1. Bahan penelitian

Penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan melalui riset dan pustaka tentang seni pertunjukan Kidung Dumateng Para Sesujud: Bukit Rhema ditinjau dari konsep simbol dalam filsafat seni Susanne K. Langer. Kajian penelitian ini difokuskan pada bentuk ekspresi simbol seni pertunjukan Kidung Dumateng Para Sesujud: Bukit Rhema. Bahan-bahan riset dan pustakatersebutterbagi atas 2 bagian:

a. Bahan primer yang terdiridari:

1. Riset yang terkait dengan seni pertunjukan Kidung Dumateng Para Sesujud: Bukit Rhema yang berlangsung pada tanggal 26 Oktober 2014 berupa foto, video, dan wawancara secara mendalam dengan seniman terkait.

2. Data pustaka yang terkait dengan seni pertunjukan Kidung Dumateng Para Sesujud: Bukit Rhema yang berlangsung pada tanggal 26 Oktober 2014 berupa artikel dan press release yang terkait dengan pertunjukan seni tersebut. b. Bahan sekunder yang terdiri dari:

(12)

1. Buku Susanne K. Langer tahun 1953 berjudul Feeling and Form. Charles Scribner’s Sons. New York.

3. Buku Susanne K. Langer tahun 1978 berjudul Philosophy in a New Key. Harvard University Press. Amerika Serikat.

4. Buku Susanne K.Langer tahun 1964 berjudul Philosophical Sketches. Mentor Books. Amerika Serikat.

Selain buku-buku tersebut, sumber data sekunder adalah data pendukung yang diperoleh oleh studi-studi intelektual yang pernah dibuat dan berkaitan dengan teks yang berkaitan dengan konsep simbol dalam filsafat seni Susanne K. Langer. Data tersebut dapat berupa buku, ulasan, komentar, jurnal dan telaah yang berhubungan dengan objek studi penelitian.

2. Jalan penelitian

Dalam melakukan penelitian, penulis melalui tiga tahap, yang meliputi: a. Pengumpulan data, yaitu mengumpulkan data yang diperlukan dalam

penelitian yang berkaitan dengan objek kajian penelitian.

b. Pengelompokkan data, yaitu mengolah semua data yang terkumpul dengan klasifikasi dan deskripsi agar sesuai dengan apa yang akan diteliti.

c. Penyusunan penelitian, melakukan penyusunan data penelitian secara sistematis dan analitis.

(13)

3. Analisis hasil

Penelitian ini menggunakan metode historis faktual yang mengacu pada buku yang ditulis oleh Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair (1990: 67-71) yaitu:

a. Identifikasi: pemahaman terhadap konsep simbol dalam filsafat seni Susanne K. Langer, namun tanpa kehilangan objektivitasnya.

b. Verstehen: mengerti dan memahami makna yang mendasari pemikiran

Susanne K. Langer tentang konsep simbol dalam filsafat seni.

c. Hermeneutika: pemahaman dan penafsiran terhadap konsep simbol dalam filsafat seni Susanne K. Langer.

4. Hasil yang akan dicapai

Penelitian ini diharapkan dapat mencapai hasil sebagai berikut:

a. Pemaparan tentang konsep simbol dalam filsafat seni Susanne K. Langer. b. Pemaparan tentang seni pertunjukan Kidung Dumateng Para Sesujud: Bukit

Rhema.

c. Pemaparan dan analisis yang jelas tentang seni pertunjukan Kidung Dumateng Para Sesujud: Bukit Rhema menurut konsep simbol dalam filsafat seni Susanne K. Langer.

(14)

H. Sistematika Analisa

Hasil penelitian ini akan dibagi dalam lima bab berikut: BAB I

Merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang dilakukannya penelitian ini, rumusan masalah yang hendak dijawab, keaslian penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, dan metode penelitian yang digunakan.

BAB II

Merupakan kajian objek formal yang akan menjelaskan tentang pengertian seni dan simbol menurut Susanne K. Langer.

BAB III

Merupakan kajian objek material yang akan menjelaskan mengenai alur dalam seni pertunjukan Kidung Dumateng Para Sesujud: Bukit Rhema. Pembahasan ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang seni pertunjukan Kidung Dumateng Para Sesujud: Bukit Rhema.

BAB IV

Merupakan analisis kritis terhadap seni pertunjukan Kidung Dumateng Para Sesujud: Bukit Rhema ditinjau dari konsep simbol menurut filsafat seni Susanne K. Langer.

BAB V

Referensi

Dokumen terkait

1. Adanya perasaan senang terhadap belajar. Adanya keinginan yang tinggi terhadap penguasaan dan keterlibatan dengan kegiatan belajar. Adanya perasaan tertarik yang

Hasil penelitian untuk faktor permintaan secara simultan ada pengaruh nyata antara tingkat pendapatan, selera, jumlah tanggungan dan harapan masa yang akan datang

Analisis stilistika pada ayat tersebut adalah Allah memberikan perintah kepada manusia untuk tetap menjaga dirinya dari orang-orang yang akan mencelakainya dengan jalan

Seringkali apabila tunggakan sewa berlaku ianya dikaitkan dengan masalah kemampuan yang dihadapi penyewa dan juga disebabkan faktor pengurusan yang lemah. Ada pula

Agar penyeleksian karyawan dapat dilakukan dengan lebih efisien serta menghindari subyektifitas keputusan yang dihasilkan, diperlukan suatu Sistem Penunjang Keputusan (SPK)

KAJIAN ISI, BAHASA, KETERBACAAN, DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER BUKU TEKS BAHASA INDONESIA EKSPRESI DIRI DAN AKADEMIK.. UNTUK KELAS XI SMA/MA/SMK/MAK SEMESTER 1

Hasil penelitian menunjukkan terdapat 19 sasaran strategis yang ingin dicapai dengan prioritas sasaran adalah: meningkatkan penerimaan Fakultas (bobot 10%),

5) Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Dalam rangka menunjang perbaikan regulasi pengusahaan UCG diperlukan litbang UCG di Indonesia. Hal ini perlu dilakukan mengingat