• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Phlebitis

1. Definisi

Phlebitis adalah peradangan pada tunika intima vena yang terjadi karena komplikasi pemberian terapi intra vena ( IV) yang di tandai dengan bengkak, kemerahan sepanjang vena, nyeri, peningkatan suhu pada daerah insersi kanula dan penurunan kecepetan tetesan infus (Brooker et all, 2006). Phlebitis adalah komplikasi lokal dari terapi intra vena antara lain infiltrasi, phlebitis, trombophlebitis, hematoma, dan ekstravasasi (Potter and Perry, 2005). Phlebitis merupakan peradangan pada tunika intima pembuluh darah vena sebagai mekanisme iritasi yang terjadi pada endhotelium tunika intima vena dan perlekatan trombosit pada area tersebut (INS, 2006).

Tiga definisi diatas kesimpulanya phlebitis adalah peradangan pada tunika intima vena yang terjadi akibat komplikasi lokal dari terapi intra vena, yang di tandai dengan bengkak, kemerahan sepanjang vena, nyeri, peningkatan suhu pada daerah insersi kanula dan kecepatan tetesan infus, ini terjadi akibat mekanisme iritasi yang terjadi pada endotelium tunika intima vena,dan perlekatan trombosit pada area tersebut. Komplikasi akibat phlebitis antara lain: infiltrasi, trombophlebitis, hematoma dan ekstravasasi.

2. Pembagian derajat phlebitis

Skala phlebitis (Hanskins et all, 2004), membagi phlebitis berdasarkan skalanya

a. Skala 0, bila ada gejala

b. Skala 1, bila eritema dengan atau tanpa adanya nyeri c. Skala 3, bila ada nyeri, eritema, dan edema

d. Skala 4, bila nyeri, eritema, streak formasi dan terba garis vena kutrang lebih 1 inci

(2)

e. Skala 4, bila nyeri, streak formasi terba garis vena > 1 inci dan adanya cairan purulen.

3. Jenis

Phlebitis

a) Phlebitis

Mekanik

Phlebitis ini berkenaan dengan pemilihan vena dan penempatan kanula, ukuran kanula yang terlalu besar di bandingkan ukuran vena, fiksasi kanula yang tidak adekuat, ambulasi berlebihan terhadap sistem dan pergerakan ekstremitas yang tidak terkontrol. Pada phlebitis mekanik terjadi cedera pada tunika intima vena. Tindakan keperawatan untuk mencegah phlebitis mekanik adalah:

1) Lakukan

tehnik insersi kanula secara benar.

2) Lakukan

pemilihan lokasi secara benar,Hindari vena pada area fleksi atau lipatan atau ekstremitas dengan pergerakan maksimal serta persendian. pilih vena yang lurus, panjang besar dan tidak rapuh.

3) Lakukan

pemilihan kanula secara tepat, gunakan kanula dengan ukuran paling pendek dan diameter jarum paling kecil.

4) Perhatikan

stabilitas kanula, dapat dilakukan dengan cara fiksasi untuk mendapatkan kanula yang adekuat.

b) Phlebitis

Kimiawi

Phlebitis ini berkenaan dengan respon tunika intima terhadap osmolaritas cairan infus. Respon radang dapat terjadi karena pH

(3)

dan osmolaritas atau obat juga karena sifat bahan kimia kanula yang di gunakan.

Tindakan yang dilakukan untuk mencegah phlebitis kimiawi adalah:

1) Pastikan

pH dan osmolaritas cairan, pH normal darah adalah: 7,35-7,45 sehingga pH dan osmolaritas obat yang lebih tinggi atau lebih rendah menjadi faktor predisposisi iritasi vena.

2) Gunakan

produk kanula yang non flebitogenik.meskipun belum dapat di pastikan jenis apa yang betul-betul mencegah plebitis. Pilihlah kanula yang elastis dan permukaanya lembut.

c) Phlebitis

Bakterial

Merupakan radang pada vena yang di kaitkan dengan infeksi bakteri. Tindakan keperawatan yang bisa dilakukan sebagai upaya pencegahanya adalah:

1) Cuci

tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan

2) Gunakan

kasa dan sarung tangan bersih

3) Lakukan

persiapan area dengan tehnik aseptik dan antiseptik

4) Observasi

secara teratur tanda-tanda phlebitis minimal tiap 24 jam.

5) Bersihkan

dan ganti balutan infus tiap 24 jam atau kurang bila balutan rusak.

(4)

6) Ganti sistem infus setiap 48-72 jam dan tandai tanggal pemasanagan serta penggantian balutan.

4.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya phlebitis

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya phlebitis (Pujasari dalam Sugiarto,2006), yaitu:

a) Hindari

pemilihan vena pada area fleksi atau lipatan atau pada ekstremitas dengan pergerakan maksimal

b)

Faktor-faktor pada pasien seperti adanya vena yang berkelok-kelokdan spasme vena dapat mempengaruhi kecepatan aliran (infus lambat atau berhenti).

c) Ukuran

kateter intra vena yang terlalu besar di bandingkan dengan ukuran vena memungkinkan terjadinya cedera pada tunika intima vena.

d) Fiksasi

yang kurang adekuat menyebabkan pergerakan kanula di dalam vena sehingga menyebabkan terjadinya infeksi.

e) Pengencera

n obat injeksi yang tidak maksimal terutama jenis antibiotika.

f) Keseterilan

alat-alat intra vena.

g) Faktor

kebersihan perawat (cuci tangan sebelum dan sesudah pemasangan infus)

5. Diagnosa

(5)

Phlebitis dapat didiagnosa atau dinilai melalui pengamatan visual yang dilakukan oleh perawat. Andrew Jackson telah mengembangkan skor visual untuk kejadian phlebitis yaitu:

Tabel VIP score (Visual Phlebitis Score) Sk or 0 1 2 3 4 5 Keadaan Penusukan

Tempat suntikan tampak sehat

Salah satu dari berikut jelas 

yeri area penusukan 

danya eritema di area penusukan Dua dari berikut jelas

yeri pada area penusukan 

ritema 

embengkakan Semua dari berikut jelas

yeri sepanjang kanula 

ritema 

ndurasi

Semua dari berikut jelas 

yeri sepanjang kanula 

ritema 

ndurasi 

enos chord teraba

Semua dari berikut jelas 

yeri sepanjang kanula

Penilaian Tak ada tanda-tanda phlebitis Mungkin tanda dini phlebitis Stadium dini phlebitis Stadium moderat phlebitis

(6)

ritema 

ndurasi 

enos chord teraba  emam Stadium lanjut atau awal thrombop hlebitis Stadium lanjut thrombopl ebitis Tabel 2.1 6. Pencegahan Phlebitis

a). Pencegahan phlebitis menurut Darmawan (2009) antara lain: 1) Cuci tangan.

2) Tehnik aseptik.

3) Perawatan daerah yang terpasang infus. 4) Tehnik antiseptik kulit

5) Ketepatan laju pemberian cairan infus.

b). Menurut Potter dan Perry (2005) sikap perawat dalam usaha pencegahan phlebitis adalah:

1) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan. 2) Memperhatikan sterilitas alat.

(7)

3) Ganti balutan infus setiap 24 jam

4) Perhatikan tanggal dan lama pemasangan, ganti infus padahari ke-3 untuk mencegah phlebitis.

Usaha pencegahan infeksi nosokomial phlebitis adalah tanggung jawab petugas kesehatan di rumah sakit terutama perawat, perawat merupakan tenaga profesional yang selalu berhubungan dengan pasien selama 24 jam.

B. Kejadian Phlebitis 1. Pengertian

Kejadian phlebitis merupakan komplikasi akibat pemasangan infus, yang dapat menimbulkan penderitaan pada pasien karena bertambah lamanya hari inap dan biaya rumah sakit meningkat. Berdasarkan hal tersebut perawat harus memperhatikan tehnik pemasangan infus sesuai tahapan. Phlebitis didefinisikan sebagai inflamasi vena yang di sebabkan oleh iritasi mekanik, kimia dan bakteri, ditandai dengan adanya peradangan berupa kemerahan dan hangat di sekitar pemasangan infus, nyeri dan terjadi pembengkakan (Hanskin at all, 2004). Kejadian phlebitis meningkat sesuai dengan lamanya pemasangan infus, komposisi cairan dan obat injeksi, ukuran kanul, tempat pemasangan yang tidak tepat, masuknya microorganisme saat penusukan, Brunner dan Suddart, (2002). Kenaikan suhu tubuh pada pasien yang mengalami phlebitis tidak signifikan yaitu 37,5 C – 38,5 C (subfebris), normal suhu tubuh manusia 36,5 C -37 C (Dongoes et all, 2003)

2. Penyebab

Phlebitis adalah komplikasi lokal dari pemasangan infus yang disebabkan oleh beberapa faktor baik mekanik, kimia,maupun, bakteri dan umumnya phlebitis terjadi pada hari ke 2 – 3 pasca pemasangan infus.

(8)

Tanda infeksi umum yaitu: rubor (kemerahan), color (panas), dolor (nyeri) dan fungsiolaesa (perubahan fungsi).

Pasien dikatakan phlebitis jika terdapat tanda- tanda phlebitis meliputi kemerahan dan nyeri pada daerah yang terpasang infus, panas dan terjadi pembengkakan, tetesan infus tidak lancar atau macet. Pasien dinyatakan tdak phlebitis jika tidakterdapat tanda- tanda phlebitis. Observasi yang terus menerus, perawatan yang baik, informasi yang edukatif akan membantu mencegah kejadian phlebitis.

C. Pemasangan infus 1.Pengertian

Pemasangan infus merupakan metode yang di gunakan untuk mensuplai cairan elektrolit, nutrisi, obat melalui pembuluh darah vena (Mubarak, 2008). Terapi pemasangan infus merupakan tindakan yang dilakukan dengan cara memasukan cairan, elektrolit, obat intra vena dan nutrisi kedalam tubuh melalui pembuluh darah vena (Aryawitl, 2009). Tindakan ini merupakan metode paling efektif dan efisien dalam memberikan suplai cairan dalam tubuh melalui intravaskuler. Terapi pemasangan infus di berikan berdasarkan pesanan dari dokter, dan perawat bertanggung jawab dalam memelihara terapi intra vena.

2.Alasan pemberian terapi infus berdasarkan pada beberapa faktor yaitu: a. Tujuan dan lamanya terapi

b. Diagnosa pasien c. Usia

d. Riwayat kesehatan e. Kondisi vena pasien

Pasien yang dilakukan terapi infus yang mendapat program terapi oleh dokter membutuhkan kemampuan perawat untuk bisa mengidentufikasi

(9)

larutan yang benar, peralatan dan prosedur yang di butuhkan, serta mengatur dan mempertahankan sistem.

3. Tujuan dilakukan pemberian terapi infus adalah: a. Mempertahankan dan mengganti cairan tubuh

b. Mengoreksi dan mencegah gangguan cairan dan elektrolid c. Memperbaiki keseimbangan asam basa

d. Memberikan tranfusi darah

e. Menyediakan medium untuk pemberian obat intra vena f. Membantu pemberian nutrisi parenteral

4.Keuntungan dan kerugian terapi infus a). Keuntungan

1) Efek terapeutik segera tercapai karena obat lebih cepet sampai ke organ target.

2) Absorbsi total memungkinkan dosis obat lebih tepat

3) Kecepatan pemberian dapat di kontrol sehingga efek terapeutik dapat di pertahankan maupun di modifikasi.

4). Reaksi sakit dan iritasi obat tertentu dapat di hindari

5). Sesuai untuk obat yang tidak dapat di absorbsi dengan rute lain karena molekul ynag besar, iritasi atau ketidak stabilan dalam traktus gastrointestinal.

b). Kerugian

1).tidak dapat dilakukan “drug recall” dan mengubah aksi obat tersebut sehingga resiko toksisitas dan sensitivitas tinggi.

2). kontrol pemberian yang tidak baik bisa menimbulkan “speed shock”.

3). komplikasi tambahan dapat timbul misalnya phlebitis.

(10)

Indikasi pemberian terapi infus menurut (Wahit Iqbal Mubarak,2008) antara lain:

a. Keadaan emergency (misal pada tindakan RJP) yang memungkinkan pemberian obat langsung intra vena.

b. Keadaan ingin mendapatkan respon yang cepat terhadap pemberian obat.

c. Klien yang mendapatkan terapi obat dalam dosis yang besar secara terus menerus melalui intra vena.

d. Klien yang mendapatkan terapi yang tidak bisa di berikan melalui oral atau intramuskuler

e. Klien yang membutuhkan tindakan koreksi atau pencegahan cairan dan elektrolit.

f. Klien yang sakit akut atau kronis yang membutuhkan terapi cairan. g. Klien yang mendapatkan tranfusidarah.

h. Upaya profilaksis sebelum prosedur tindakan operasi dengan risiko padarahan di pasang infus untuk mencegah terjadinya syock.

6. Kontra Indikasi

Menurut Aryawitl (2009) pemasangan infus di kontra indikasika pada daerah:

a. Daerah yang memiliki tanda-tanda infeksi, infiltrasi atau trombosis. b. Daerah yang berwarna merah, kenyal,bengkak dan hangat saat di

insersikan.

c. Vena di bawah infiltrasi vena sebelumnya/ di bawah area phlebitis d. Vena yang sklerotik / trombosis

e. Lengan dengan pirai arteriovena / fistula

f. Lengan yang mengalami edema, infeksi, bekuan darah atau kerusakan kulit

g. Lengan yang mengalami luka bakar 7.Komplikasi

(11)

a) Komplikasi lokal yaitu: 1) Phlebitis

Imflamasi vena yang di sebabkan oleh iritasi kimia, mekanik maupun bakteri yang di tandai dengan adanya kemerahan dan hangat di sekitar daerah insersi / penusuka di sertai rasa nyeri dan adanya pembengkakan.

2) Infiltrasi

Infiltrasi terjadi karena cairan intra vena memasuki ruangan subkutan di sekeliling tempat insersi vena. Di tandai dengan adanya pembengkakan , nyeri, dan ketidak nyamanan karena penurunan kecepatan aliran infus.

3) Iritasi vena

Kondisi ini di tandai dengan nyeri selama di infus, kemerahan pada area insersi, terjadi karena cairan dengan pH tinggi, pH rendah / osmolaritas tinggi misal: phenitoin, vancomicyn, eritimycin dan nafcilin.

4). Hematom

Terjadi karena kebocoran darah ke jaringan sekitar area insersi, di sebabkan oleh pecahnya dinding vena.

5). Trombophlebitis

Menggambarkan adanya bekuan di tambah peradangan dalam vena. Karakteristik trombophlebitis adalah nyeri terlokalisasi , kemerahan, rasa hangat,dan pembengkakan di sekitar area insersi atau sepanjang vena, demam, malaise dan luekositosis. 6). Trombosis

Di tandai dengan nyeri, kemerahan, bengkak, pada vena dan aliran infus berhenti disebabkan oleh injuri sel endotel dinding vena dan perlekatan platelet.

7). Oclusi

Di tandai dengan tidak adanya penembahan aliran ketika botol di naikan, aliran balik darah di selang infus dan rasa tidak

(12)

nyaman pada area pemasangan / insersi. Oclusi disebabkan oleh gangguan aliran intra vena, aliran balik darah ketika pasien berjalan dan selang infus di klem terlalu lama.

8). Spasme vena

Ditandai dengan nyeri sepanjang vena, kulit pucat disekitar vena, aliran berhenti meskipun klem sudah dibuka, ini terjadi karena pemberian cairan atau darah yang dingin atau iritasi oleh obat yang sifatnya mudah mengiritasi vena dan aliran yang terlalu cepat.

9). Reaksi vasovagal

Kondisi ini di gambarkan dengan klien tiba – tiba kollaps pada vena, dingin, berkeringat, pingsan, pusing, mual dan penurunan tekanan darah.Reaksi ini disebabkan oleh nyeri atau kecemasan.

10). Kerusakan syaraf, tendo dan ligamen

Kondisi ini di tandai dengan nyeri yang ekstrim, kebas atau mati rasa dan kontraksi otot, efek lambat yang muncul adalah paralisis, mati rasa dan deformitas. Ini disebabkan karena tehnik pemasangan yang tidak tepat, sehingga injuri di sekitar tendo, syaraf dan ligamen.

a). Komplikasi sistemik

Komplikasi sistemik akibat pemasangan infus adalah: 1). Septikemia

Kondisi yang ditandai dengan adanya kenaikan suhu tubuh secara mendadak segera setelah infus di pasang mulai sakit pinggang, sakit kepala, peningkatan nadi, dan frekwensi pernapasan, mual, muntah, diare, demam dan menggigil, malaise umum jika parah bisa terjadi kollaps faskuler, penyebabnya adalah kontaminasi produk intra vena, kelalaian tehnik aseptik, septikemia terutama terjadai pada pasien yang mengalami penurunan sistem imun.

(13)

Kondisi yang di tandai dengan gatal, hidung dan mata berair, bronkospasme, wheezing, urtikaria, edema pada area insersi, reaksi anafilaktik (kemerahan ,cemas, dingin,gatal, palpitasi,parestesi wheezing, kejang dan cardiac arest). Kondisi ini bisa di sebabkan oleh alergen misalnya medikasi.

3). Overload sirkulasi

Pemberian terapi intra vena yang berlebihan akan menyebabkan peningkatan tekanan darah dan tekanan vena sentral, dispnea berat dam sianosis, tanda dan gejala termasuk batuk dan kelopak mata membengkak.

4). Embolisme udara

Embolisme udara sering berkaitan dengan kanulasi vena sentral, tanda dan gejalanya adalah: Dispnea, sianosis, nadi yang lemah dan cepat hilangnya kesadaran, nyeri dada dan punggung bawah.

a). Peran perawat dalam terapi intra vena

1).Memastikan tidak ada kesalahan maupun kontaminasi cairan infus maupun kemasanya.

2). Memastikan cairan infus di berikan secara benar (pasien, jenis cairan, dosisi, cara pemberian dan waktu pemberian).

3). Memeriksa apakah jalur intra vena tetap paten.

4). Observasi tempat penusukan (insersi) dan melaporkan abnormalitas. 5). Mengatur kecepatan tetesan sesuai dengan instruksi.

6). Monitor kondisi pasien dan melaporkan setiap perubahan.

Profesionalisme seorang perawat sangat di pengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman, dengan pengetahuan seseorang akan memperoleh pengalaman dan motivasi untuk melakukan perubahan yang baik dan berguna untuk orang lain.

D. Pengetahuan

Pengetahuan dapat di peroleh seseorang secara alami atau di intervensikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Perkembangan teori

(14)

pengetahuan telah berlangsung sejak lama. Pengetahuan yaitu kepercayaan pribadi yang di benarkan (valid) (justifed true beliefe), (Plato, 2009 )

Notoatmojo (2007), pengetahuan merupakan hasil dari tahu, ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), sesuatu yang di ketahui melalui proses pembelajaran. Proses belajar ini di pengaruhi oleh berbagai faktor dari dalam, seperti motivasi dan faktor luar berupa sarana informasi yang tersedia, serta keadaan sosial budaya. Pada umumnya, pengetahuan memiliki kemampuan prediktif terhadap sesuatu sebagai hasil pengenalan atas suatu pola. Pengetahuan bukanlah fakta dari suatu kenyataan yang sedang di pelajari , melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap obyek, pengalaman, maupun lingkunganya. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang tersedia dan sudah ada , sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah suatu proses pembentukan yang berlangsung terus menerus setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman- pemahaman baru. Berdasarkan beberapa definisi tersebut pengetahuan adalah proses pencarian informasi yang berkembang secara terus menerus melalui panca indra manusia untuk mencari pemahaman dan fakta tertentu yang bertujuan meningkatkan kemampuan dan pengalaman seseorang untuk merubah kwalitas hidup seseorang.

1. Jenis Pengetahuan

Pengetahuan masyarakat mengenai pengetahuan dalam kesehatan sangat beraneka ragam. Pengetahuan merupakan bagian dari prilaku kesehatan. Jenis pengetahuan menurut (Budiman Agus riyanto,2013) adalah sebagai berikut:

(15)

Pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang masih tertanam dalam bentuk pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak bersifat nyata, seperti keyakinan pribadi, perspektif, dan prinsip. Pengetahuan seseorang biasanya sulit untuk di transfer ke orang lain baik secara tertulis ataupun lisan. Pengetahuan implisit sering kali berisi kebiasaan dan budaya bahkan tidak di sadari. Contoh seseorang mengetahui bahaya merokok tapi ternyata diamerokok.

b). Pengetahuan Eksplisit

Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang telah di dokumentasikan atau di simpan dalam wujud nyata, bisa dalam wujud prilaku kesehatan, pengetahuan nyata yang di diskripsikan dalam tindakan-tindakan yang berhubungan dengan kesehatan. Contoh sederhana seseorang yang tahu bahaya merokok ternyata dia tidak merokok.

2. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

a). Pendidikan

kemampuan di dalam dan di luar sekolah (baik formal maupun nonformal), berlangsung seumur hidup. Pendidikan adalah perubahan sikap dan prilaku seseorang atau kelompok dan usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut menerima informasi. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang di dapat tentang kesehatan. Pengetahaun erat kaitanya dengan pendidikan, makin tinggi pendidikan di harapkan makin luas pula pengetahuan. Perlu di tekankan bahwa seseorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula.

(16)

b). Informasi atau Media massa

Informasi adalah sesuatu yang dapat diketahui, informasi juga dapat di definisikan suatu tehnik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memanipulasi, mengumumkan, menganalisis dan menyebarkan informasi dan tujuan tertentu. (Undang- Undang Teknologi Informasi). Informasi di peroleh dalam kehidupan sehari- hari yang di peroleh dari data dan pengamatan terhadap dunia sekitar kita, serta di teruskan melalui komunikasi. Informasi mencakup data, teks, gambar, suara, kode, program komputer, dan basis data.semakin banyak informasi yang di terima semakin banyak pengetahuan yang di dapat.

c). Sosial Ekonomi dan Budaya

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan seseorang tanpa melalui penalaran apakah itu baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuanya walaupun tidak melakukan. Ekonomi akan menentukan kemampuan tersedianya suatu fasilitas yang di perlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi seseorang akan mempengaruhi pengetahuanorang tersebut, sehingga menjadikan hidup lebih berkualitas.

d). Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap masuknya proses pengetahuan. Ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik atau tindakan yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.

e). Pengalaman

Pengalaman adalah suatu cara memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang di hadapi pada masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang di kembangkan akan memberikan pengetahuan dan ketrampilan yang profesional,

(17)

serta dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik dari masalah nyata dan dalam bidang kerjanya. f). Usia

Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia seseorang semakin bertambah daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang di perolehnya semakin membaik. Semakin tua semakin bijaksana , semakin banyak informasi yang di jumpai dan makin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuanya.

3.Tahapan Pengetahuan

Tahapan pengetahuan menurut Benjamin Bloom ( 1956), ada enam tahapan yaitu sebagai berikut:

a). Tahu ( know)

Tahu diartikan sebagai mengingat kembali suatu materi yang telah di pelajari sebelumnya. Tahu adalah tingkat pengetahuan yang paling rendah.

b). Memahami ( comprehension )

Memahami diartikan sebagai suatu kemempuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang di ketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.

c). Aplikasi (aplikation)

Aplikasi diartikan menggunkan meteri tersebut secara benar. d). Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek kedalam komponen- komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi,dan masih ada kaitanya satu sama lain.

(18)

Sintesis merujuk pada suatu kemampuan untuk meletakan atau menghbungkan bagan-bagan di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

f). Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.

Pengetahuan perawat dalam mencegah kejadian phlebitis meliputi: pemahaman perawat tentang phlebitis, penyebab phlebitis, penilaian terhadap kejadian phlebitis dan usaha yang bisa dilakukan perawat untuk mencegah kejadian phlebitis di rumah sakit. Pencegahan nosokomial phlebitis tidak hanya membutuhkan pengetahuan namun yang jauh lebih penting adalah sikap perawat dalam usaha mencegah infeksi nosokomial phlebitis.

E. SIKAP

Sikap adalah komponen dari perilaku, diharapkan dengan pengetahuan yang baik akan mengubah prilaku perawat yang positif untuk merubah sikap yang merupakan bukti aplikatif keseriusan perawat untuk aktif dalam mencegah infeksi nosokomial phlebitis. Sikap adalah pernyataan terhadap obyek, orang atau peristiwa (Stepan,2007). Ini mencerminkan perasaan seseorang terhadap sesuatu, dalam hal ini orang dan peristiwa berperan sebagai stimulus. Pengertian lain dari sikap menurut Notoatmojo (2007) adalah reaksi atau respon yang masih tertutup terhadap stimulus atau obyek. Sikap yang ada dalam diri seseorang memerlukan unsur respon dan stimulus. Output sikap pada diri seseorang dapat berbeda , jika suka maka seseorang akan mendekat, mencari tahu, dan bergabung, sebaliknya jika tidak suka maka seseorang akan menghindar atau menjauhi. Azwar (2013), menyatakan sikap di kategorikan menjadi tiga orientasi pikiran yaitu: berorientasi pada respon, berorientasi pada kesiapan respon, dan berorientasi pada skema tradik. Sikap berorientasi pada respon adalah perasaan mendukung atau memihak (favourable) atau tidak memihak

(19)

(unfavourable) pada suatu obyek. Sikap berorientasi pada kesiapan respon adalah kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu obyek dengan cara-cara tertentu.

Berdasarkan beberapa definisi sikap diatas dapat di simpulkan bahwa sikap adalah pernyataan atau reaksi terhadap obyek atau peristiwa melalui stimulus yang melahirkan perasaan mendukung atau sebaliknya.

1. Komponen Sikap

Menurut (Breckler dalam Azwar 2013) komponen utama sikap adalah sebagai berikut:

a. Kesadaran b. Perasaan c. Perilaku

2. Faktor –faktor yang Mempengaruhi Sikap

Berikut adalah faktor – faktor yang dapat mempengaruhi sikap (Azwar,2007)

a) Pengalaman Pribadi

b) Pengaruh orang lain yang dianggap penting c) Pengaruh budaya

d) Media Massa

e) Lembaga pendidikan dan lembaga agama f) Pengaruh faktor emosional

3. Tahapan sikap a. Menerima

Adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya. Misalnya kesadaran untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi stimulus yang datang dari luar

b. Menanggapi

Adalah kemampuan individu untuk ikut serta secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya. Tahap ini lebih tinggi daripada tahap menerima.

(20)

c. Menilai

Adalah memberi nilai atau penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek sehingga apabila kegiatan tersebut tidak di kerjakan , akan menimbulkan perasaan rugi atau penyesalan. Dalam perubahan prilaku seseorang di sini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan, tetapi mereka telah mampu menilai konsep atau fenomena, yaiyu baik atau buruk.

d. Mengelola

Adalah mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam organisasi, termasuk di dalamnya hubungan suatu nilai dengan nilai yang lainya

e. Menghayati

Adalah keterpaduan semua sistem nilai yang telah di miliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Menghayati merupakan tingkat efektif tertinggi karena tahap ini telah benar-benar bijaksana. Pada tahap ini telah terbentuk karakteristik tingkah laku yang menetap, konsisten dan dapat diamalkan.

4. Sifat Sikap a. Sikap positif

Kecenderungan tindakan yang dilakukan adalah mendekati, menyenagi menghararapkan obyek tertentu.

b. Sikap negatif

Kecenderungan tindakan yang dilakukan adalah menjauhi, menghindar, membenci, tidak menyukai obyek tertentu.

Perilaku sehat dapat terbentuk karena berbagai pengaruh atau rangsangan yang berupa pengetahuan, sikap, pengalaman, keyakinan sosial, budaya, sarana fisik, pengaruh atau rangsangan yang bersifat internal. Menurut L Green dalam Notoatmojo

(21)

(2007) mengklasifikasikan beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan yaitu:

1) Faktor Predisposing

Merupakan faktor internal yang berada dalam diri individu, kelompok, dan masyarakat, yang mempermudah individu seperti: pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai- nilai dan budaya.

2) Faktor Pemungkin (enabling)

Merupakan faktor yang memungkinkan individu berprilaku seperti terwujud dalam lingkungan, fisik, tersedia atau tidak tersedian fasilitas atau sarana kesehatan.

3) Faktor Penguat atau pendorong (Reinforcing factor)

Merupakan faktor yang menguatkan perilaku seperti terwujud dalam sikap dukungan dari tenaga kesehatan, serta dukungan dari keluarga, merupakan reverensi dalam prilaku masyaraakat

5. Sikap Perawat

Sikap perawat adalah pernyataan dan reaksi perawat terhadap obyek atau peristiwa melalui stimulus yang melahirkan perasaan mendukung dan sebaliknya.Sikap perawat terhadap pencegahan phlebitis adalah reaksi perawat berupa respon positif maupun negatif terhadap kejadian phlebitis dan kesadaran perawat dalam upaya pencegahan phlebitis di rumah sakit untuk meningkatkan mutu pelayanan.

Sikap perawat dalam usaha pencegahan phlebitis antara lain:

a) Kesadaran perawat untuk selalu melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan.

b) Memperhatikan sterilisasi alat.

(22)

d) Melakukan edukasi pada pasien yang terpasang infus untuk tidak melakukan pergerakan yang berlebihan pada daerah yang terpasang infus.

e) Melakukan perawatan infus setiap hari.

f) Perhatikan pengenceran obat untuk terapi intravena.

g) Melakukan observasi pada daerah pemasangan infus, untuk mengetahui tanda –tanda phlebitis.

h) Mengganti balutan infus setiap 24 jam.

i) Perhatikan tanggal dan lama pemasangan, ganti infus pada hari ke tiga untuk mencegah kejadian phlebitis, (Potter dan Perry, 2005).

F. K erangka Teori Faktor Perilaku Predisposing Pengetahuan Sikap Enabling Sarana atau fasilitas yang tersedia Reinforcing Dukungan dari menejemen Rumah Sakit Pengetahuan perawat Pengetahuan baik Pengetahuan sedang Pengetahuan kurang Sikap perawat Sikap positif Sikap negatif Pemasangan infus Phlebitis

(23)

Gambar 2.1

Modifikasi teori L Green dan Notoatmojo (2007) dan teori azwar (2013)

G. Kerangka Konsep Gambar 2.2 H. Variabel Penelitian Pencegahan phlebitis Cuci tangan Sterilitas alat Perawatan infus Pemasangan infus sesuai SOP Ganti infus pada hari ketiga

Pengetahuan perawat

(24)

Penelitian ini menggunakan variabe bebas yaitu pengetahuan perawat dan variabel terikatnya adalah sikap perawat dalam mencegah kejadian phlebitis di rumah sakit Islam Kendal

I. Hipotesis atau Pertanyaan Penelitian

a. Ha: Ada hubungan antara pengetahuan dan sikap perawat dalam mencegah kejadian phhlebitis di rumah sakit Islam Kendal.

b. Ho: Tidak ada hubungan antara pengetahuan dan sikap perawat dalam mencegah kejadian phlebitis di rumah sakit islam Kendal

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel operasional TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM) yaitu Management Leadership, Supplier Quality Management,

Berdasarkan penjabaran kebutuhan, peneliti melihat adanya peluang untuk mengantisipasi timbulnya keluhan pada bagian tubuh tertentu dan untuk meminimalkan timbulnya rasa

Hasil pengujian terhadap Batu Apung dan Batu Scoria yang berasal dari aliran sungai kali putih, gunung kelud yang terlebih dahulu di crushing, bahwa Batu Apung

Anda dapat menggunakan layar System BIOS (BIOS Sistem) untuk melihat pengaturan BIOS serta mengedit fungsi spesifik sebagai urutan booting, sandi sistem, sandi pengaturan,

Posisi direktur keuangan diduduki Ibu Jane B. Senduk, yang memiliki tugas terkait pengontrolan dan pencatatan seluruh pemasukan dan pengeluaran keuangan perusahaan,

Menurut Porter strategi perusahaan untuk bersaing dalam suatu industri dapat berbeda-beda dan dalam berbagai dimensi, Porter mengemukakan tiga belas dimensi yang biasanya

gender/seks yang tentunya akan melahirkan suatu kebutuhan yang berbeda. Keunikan-keunikan tersebut perlu diakomodir dengan baik dalam menyusun kebijakan/aturan sehingga tujuan dari

Intervensi yang dapat dilakukan antara lain: (1) intervensi untuk mengoptimalkan keterlibatan penyedia pelayanan kesehatan dan staf TB pada pelatihan AKMS untuk promosi