Pembimbing: dr. Meiriani
Oleh:
Lisa Yunita Marnas 090100016
Suci Guntari 090100022
Fatimah Bebi 090100134
Syarifah Nadya 090100216
Regina Marhadisony 090100371
KEPANITRAAN KLINIK SENIOR DEPARTEMEN SMF NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP HAM
MEDAN 2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui pencapaian pembelajaran dalam kepaniteraan klinik senior Departemen Ilmu Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara terutama mengenai SOL intrakranial.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Departemen Ilmu Saraf dalam penyusunan makalah ini. Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih memiliki kekurangan dan jauh dari kesempurnaan dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karenanya, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun, untuk kesempurnaan makalah ini.
Medan, 7 Desember 2014
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... ii BAB I PENDAHULUAN ... 1 1. 1. Latar Belakang ... 1 1.2. Tujuan Penulisan ... 2 1.3. Manfaat Penulisan ... 2
BAB II LAPORAN KASUS ... 3
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ... 30
3.1. Space Occupying Lesion ... 30
3.1.1. Definisi ... 30 3.1.2. Epidemiologi ... 30 3.1.3. Etiologi ... 30 3.1.4. Klasifikasi ... 31 3.1.5. Patofisiologi ... 32 3.1.6. Manifestasi Klinis ... 33 3.1.7. Diagnosis ... 36 3.1.8. Pemeriksaan penunjang ... 38 3.1.9. Penatalaksanaan ... 40 3.1.10. Komplikasi... … 42
BAB IV DISKUSI KASUS ... 43
BAB V KESIMPULAN ... 44
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Space occupying lesion merupakan generalisasi masalah tentang adanyalesi pada ruang intrakranial khususnya yang mengenai otak. Penyebabnyameliputi hematoma, abses otak dan tumor otak.1
Proses desak ruang tidak saja memenuhi rongga tengkorak yangmerupakan ruang tertutup, akan tetapi proses neoplasmatik sendiri dapatmenimbulkan pendarahan setempat. Peningkatan tekanan intrakranialdidefinisikan sebagai peningkatan tekanan dalam rongga kranialis. Ruangintrakranial ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan serebrospinal.Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang menghasilkan suatutekanan intrakranial normal. Peningkatan volume salah satu dari ketiga unsurutama mengakibatkan desakan ruang yang ditempati unsur lainnya danmenaikkan tekanan intrakranial. Hipotesis Monroe-Kellie memberikan suatucontoh konsep pemahaman peningkatan tekanan intrakranial.3
Tumor otak merupakan penyebab sebagian besar dari space occupying lesion. Di Amerika di dapat 35.000 kasus baru dari tumor otak setiap tahun,sedang menurut Bertelone, tumor primer susunan saraf pusat dijumpai 10%dari seluruh penyakit neurologi yang ditemukan di Rumah Sakit Umum.3
Menurut penilitian yang dilakukan oleh Rumah Sakit Lahore, Pakistan, periode September 1999 hingga April 2000, dalam 100 kasus
spaceoccupying lesion intrakranial, 54 kasus terjadi pada pria dan 46 kasus padawanita. Selain itu, 18 kasus ditemukan pada usia dibawah 12 tahun. 28 kasusterjadi pada rentan usia 20-29 tahun, 13 kasus pada usia 30-39, dan 14 kasus pada usia 40-49.1
Di Indonesia data tentang tumor susunan saraf pusat belum dilaporkan.Insiden tumor otak pada anak-anak terbanyak dekade 1, sedang pada dewasa pada usia 30-70 dengan pundak usia 40-65 tahun.3
1.2. Tujuan Penulisan
Tujuan penelitian laporan ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik senior Departemen Ilmu Penyakit Saraf RSUP Haji Adam Malik Medan dan meningkatkan pemahaman dan pengetahuan mahasiswa tentang SOL intrakranial.
1.3. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan laporan ini adalah sebagai sarana untuk mengetahui dan mempelajari lebih dalam mengenai SOL intrakranial berdasarkan teori dan kasus yang ada.
BAB II LAPORAN KASUS
2.1. STATUS NEUROLOGI IDENTITAS PRIBADI
NAMA : DM
JENIS KELAMIN : Perempuan
USIA : 52 Tahun
SUKU BANGSA : Batak/ Indonesia AGAMA : Kristen Protestan
ALAMAT : Desa Simanapang Kec. Pahae Julu Kan
STATUS : Menikah
PEKERJAAN : Petani
TGL MASUK : 28 Desember 2013 TGL KELUAR : Desember 2013
ANAMNESA
KELUHAN UTAMA : Penurunan kesadaran
TELAAH :
- Hal ini dialami kira-kira ± 2 hari yang lalu saat os beraktivitas ringan. Riwayat nyeri kepala (+) bersifat hilang timbul, terasa panas dan os tidak menggunakan obat anti nyeri, riwayat muntah menyembur, riwayat kejang (+) dialami 1x tidak jelas sifat kejangnya, saat kejang mata terbelalak dan os sempat sadar saat kejang, mulut berbusa (+).Riwayat batuk lama (-), batuk darah (-), penurunan berat badan (+) sejak beberapa bulan yg lalu ± 5kg. Riwayat hipertensi (-), riwayat DM (-), riwayat penyakit jantung (-). - Riwayat trauma (+) sejak 9 hari yang lalu, os tercampak dari mobil pick
Menurut keluarga os, lemah pada lengan dan tungkai kiri dialami os setelah trauma.
- RPT : tidak jelas - RPO : tidak jelas
ANAMNESA TRAKTUS
Traktus Sirkulatorius : Tidak dijumpai kelainan, akral hangat, CRT < 3”, Traktus Respiratorius : Tidak dijumpai kelainan
Traktus Digestivus : Tidak dijumpai kelainan, BAB (+) normal Traktus Urogenitaslis : Tidak dijumpai kelainan, BAK (+) normal Penyakit Terdahulu dan Kecelakaan : Tidak jelas
Intoksikasi dan obat-obatan : Tidak jelas
ANAMNESA KELUARGA Faktor Herediter : (-) Faktor Familier : (-) Lain-lain : (-)
ANAMNESA SOSIAL
Kelahiran dan Pertumbuhan : Biasa dan baik Imunisasi : Tidak jelas
Pendidikan : Tamat SD
Pekerjaan : Petani
Perkawinan dan Anak : Menikah, 3 orang anak
PEMERIKSAAN JASMANI Pemeriksaan Umun
Tekanan Darah : 140/80 mmHg
Frekuensi Nafas : 20x/menit Temperatur : 37.1
Kulit dan Selaput Lendir : Dalam batas normal Kelenjar dan Getah Bening : Dalam batas normal Persendian : Dalam batas normal
Kepala dan Leher
Bentuk dan Posisi : Bulat dan Medial Pergerakan : Sulit dinilai
Kelainan Panca Indera : Dalam batas normal Rongga Mulut dan Gigi : Dalam batas normal Kelenjar Parotis : Dalam batas normal
Bruit : Tidak dijumpai
Dan lain-lain : (-)
Rongga Dada dan Abdomen
Rongga Dada Rongga Abdomen Inspeksi : Simetris Fusiformis Simetris Perkusi : Sonor memendek Timpani Palpasi : Sulit dinilai Soepel
Auskultasi : Bronchial (+), ronkhi (+) Peristaltik (+) normal
Genitalia
STATUS NEUROLOGI Sensorium : Apatis Kranium
Bentuk : Bulat Fontanella : Tertutup
Palpasi : teraba pulsasi (+) a. Temporalis, a. Carotis Perkusi : Cracked Pot Sign (-)
Auskultasi : desah (-)
Transluminasi : tidak dilakukan pemeriksaan
Perangsangan Meningeal Kaku Kuduk : (-) Tanda Kernig : (-) Tanda Brudzinski I : (-) Tanda Brudzinski II : (-)
Peningkatan Tekanan Intrakranial Muntah : (-)
Sakit Kepala : (-) Kejang : (-)
SARAF OTAK/ NERVUS KRANIALIS
Nervus I Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi Sinistra
Normosmia : Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Anosmia : Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Parosmia : Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Nervus II Oculi Dextra Oculi Sinistra Visus : Sulit Dinilai Sulit Dinilai Lapangan Pandang
Normal : Sulit Dinilai Sulit Dinilai Menyempit : Sulit Dinilai Sulit Dinilai Hemianopsia : Sulit Dinilai Sulit Dinilai Scotoma : Sulit Dinilai Sulit Dinilai Refleks Ancaman : Sulit Dinilai Sulit Dinilai Fundus Okuli
Warna : tidak dilakukan pemeriksaan Batas : tidak dilakukan pemeriksaan Ekskavasio : tidak dilakukan pemeriksaan Arteri : tidak dilakukan pemeriksaan Vena : tidak dilakukan pemeriksaan
Nervus III, IV, VI Oculi Dextra Oculi Sinistra
Gerakan Bola Mata : (-) (-)
Nistagmus : (-) (-)
Pupil
Lebar : 3 mm 3 mm
Bentuk : Bulat Bulat
Refleks Cahaya Langsung : (+) (+) Refleks Cahaya Tidak Langsung : (+) (+)
Rima Palpebra : 7 mm 7 mm
Deviasi Conjugate : (-) (-)
Fenomena Doll’s eyes : (+) (+)
Nervus V Kanan Kiri Motorik
Membuka dan menutup mulut : Sulit Dinilai Sulit Dinilai Palpasi otot masseter dan temporalis : Sulit Dinilai Sulit Dinilai Kekuatan Gigitan : Sulit Dinilai Sulit Dinilai Sensorik
Kulit : Sulit Dinilai
Selaput Lendir : Sulit Dinilai Refleks Kornea
Langsung : (+) (+)
Tidak Lansung : (+) (+)
Refleks Masseter : Tidak dilakukan pemeriksaan
Refleks Bersin : Tidak dilakukan pemeriksaan
Nervus VII Kanan Kiri
Motorik
Mimik : Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Kerut kening : Sulit Dinilai Sulit Dinilai Menutup mata : Sulit Dinilai Sulit Dinilai Meniup sekuatnya : Sulit Dinilai Sulit Dinilai Memperlihatkan gigi : Sulit Dinilai Sulit Dinilai Tertawa : Sulit Dinilai Sulit Dinilai Sensorik
Pengecapan 2/3 depan lidah : Sulit Dinilai Produksi kelenjar ludah : Sulit Dinilai Hiperakusis : Sulit Dinilai Refleks Stapedial : Sulit Dinilai
Nervus VIII Kanan Kiri Auditorius
Pendengaran : Sulit Dinilai Sulit Dinilai Test Rinne : Tidak dilakukan pemeriksaan Test Weber : Tidak dilakukan pemeriksaan Test Schwabach : Tidak dilakukan pemeriksaan Vestibularis
Nistagmus : (-) (-)
Reaksi Kalori : Tidak dilakukan pemeriksaan
Vertigo : (-) (-)
Tinnitus : (-) (-)
Nervus IX, X
Pallatum Mole : Sulit Dinilai
Uvula : Sulit Dinilai
Disfagia : Sulit Dinilai
Disartria : Sulit Dinilai
Disfonia : Sulit Dinilai
Refleks Muntah : Sulit Dinilai
Pengecapan 1/3 belakang lidah : Sulit Dinilai
Nervus XI Kanan Kiri
Mengangkat bahu : Sulit Dinilai Sulit Dinilai Fungsi otot sternocleidomastoideus : Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Nervus XII Lidah
Tremor : (-)
Fasikulasi : (-) Ujung lidah sewaktu istirahat : Medial Ujung lidah sewaktu dijulurkan : Sulit Dinilai
SISTEM MOTORIK
Trofi : Sulit Dinilai
Tonus otot : Sulit Dinilai
Kekuatan otot : ESD :Sulit dinilai ESS :Sulit dinilai EID : Sulit dinilai EIS :Sulit dinilai Sikap (duduk-berdiri-berbaring) : Berbaring
Gerakan spontan abnormal
Tremor : (-) Khorea : (-) Ballismus : (-) Mioklonus : (-) Atetosis : (-) Distonia : (-) Spasme : (-) Tic : (-) Dan lain-lain : (-) TEST SENSIBILITAS
Eksteroseptif : Sulit Dinilai Propriosepttif : Sulit Dinilai Fungsi kortikal untuk sensibilitas
Stereognosis : Sulit Dinilai Pengenalan 2 titik : Sulit Dinilai Grafestesia : Sulit Dinilai
REFLEKS
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Biceps : (+) (+) Triceps : (+) (+) Radioperiost : (+) (+) APR : (+) (+) KPR : (+) (+) Strumple : (+) (+)
Refleks Patologis Kanan Kiri
Babinski : (-) (-) Oppenheim : (-) (-) Chaddock : (-) (-) Gordon : (-) (-) Schaefer : (-) (-) Hofman-Tromner : (-) (-) Klonus Lutut : (-) (-) Klonus Kaki : (-) (-) Refleks Primitif : (-) (-) KOORDINASI
Lenggang : Sulit dinilai
Bicara : Sulit dinilai
Menulis : Sulit dinilai
Percobaan Apraksia : Sulit dinilai Test telunjuk-telunjuk : Sulit dinilai Test telunjuk-hidung : Sulit dinilai
Diadokokinesia : Sulit dinilai
Test Romberg : Sulit dinilai VEGETATIF
Vasomotorik : Dalam batas normal
Sudomotorik : Dalam batas normal
Pilo-erektor : Dalam batas normal
Miksi : (+)
Defekasi : (-)
Potens dan Libido : Tidak dilakukan pemeriksaan
VERTEBRA Bentuk Normal : (+) Scoliosis : (-) Hiperlordosis : (-) Pergerakan
Leher : Sulit Dinilai
Pinggang : Sulit Dinilai
TANDA PERANGSANGAN RADIKULER
Laseque : Sulit Dinilai
Cross Laseque : Sulit Dinilai Test Lhermitte : Sulit Dinilai Test Nafziger : Sulit Dinilai
GEJALA-GEJALA SEREBELAR
Ataksia : (-)
Disartria : (-)
Tremor : (-)
Fenomena Rebound : (-) Vertigo : (-) Dan lain-lain : (-) GEJALA-GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL Tremor : (-) Rigiditas : (-) Bradikinesia : (-) Dan lain-lain : (-) FUNGSI LUHUR
Kesadaran kualitatif : Apatis Ingatan baru : Sulit dinilai Ingatan lama : Sulit dinilai Orientasi
Diri : Sulit dinilai
Tempat : Sulit dinilai Waktu : Sulit dinilai Situasi : Sulit dinilai Intelegensia : Sulit dinilai Daya pertimbangan : Sulit dinilai Reaksi emosi : Sulit dinilai Afasia
Ekspresif : Sulit dinilai Represif : Sulit dinilai
Apraksia : Sulit dinilai
Agnosia
Agnosia visual : Sulit dinilai Agnosia jari-jari : Sulit dinilai
Akalkulia : Sulit dinilai Disorientasi ka-ki : Sulit dinilai
2.2 KESIMPULAN PEMERIKSAAN KU : Penurunan kesadaran
T : Hal ini dialami kira-kira ± 2 hari yang lalu saat os beraktivitas ringan. Riwayat nyeri kepala (+) bersifat hilang timbul, terasa panas dan os tidak menggunakan obat anti nyeri, riwayat muntah menyembur, riwayat kejang (+) dialami 1x tidak jelas sifat kejangnya, saat kejang mata terbelalak dan os sempat sadar saat kejang, mulut berbusa (+). Penurunan berat badan (+) sejak beberapa bulan yg lalu ± 5kg. Riwayat trauma (+) sejak 9 hari yang lalu, os tercampak dari mobil pick up yang ditumpanginya. Os sempat pingsan 2 jam , setelah itu os sadar. Menurut keluarga os, lemah pada lengan dan tungkai kiri dialami os setelah trauma.
RPT : Tidak jelas RPO : Tidak jelas
Status Presens
Sensorium : Apatis
Tekanan Darah : 140/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Frekuensi Nafas : 20x/menit Temperatur : 37.1
Status Neurologis Tanda Peningkatan TIK
- Nyeri kepala (-) - Muntah (-)
- Kejang (-) Tanda Perangsangan Meningeal
- Kaku kuduk (+)
- Tanda Kernig (-) - Tanda Brudzinski I/II (-)
Refleks Fisiologis ka ki B/T +/+ +/+ APR/KPR +/+ +/+ Refleks Patologis ka ki H/T -/- -/- Babinski - - Nervus Kranialis N. I : Sulit Dinilai
N. II : RC +/+, pupil bulat isokor, 3mm N. III,IV,VI : Doll’s eye phenomenon (+) N. V : Refleks kornea (+)
N. VII : Sudut mulut simetrs N. VIII : Sulit Dinilai N. IX,X : Gag reflex (+) N. XI : Sulit Dinilai
N. XII : Lidah sewaktu istirahat medial
Kekuatan Motorik : ESD : Sulit Dinilai ESS : Sulit Dinilai EID : Sulit Dinilai EIS : Sulit Dinilai
DIAGNOSA BANDING : 1. Trauma Kapitis 2. Sol intrakranial
DIAGNOSA
DIAGNOSA FUNGSIONAL : Apatis, Hemiparese sinistra DIAGNOSA ETIOLOGIK : Karsinogenik
DIAGNOSA ANATOMIK : Intracranial Subarchnoid
DIAGNOSA KERJA : Apatis + obs. Konvulsi + Hem. Sin ec dd. 1. Trauma kapitis 2. Sol intrakranial
PENATALAKSANAAN - O2 2-4 L/i via nasal kanul - NGT dan kateter terpasang - IVFD Rsol 20 gtt/i
RENCANA PEMERIKSAAN Darah Rutin
Elektrolit
KGD ad random, KGD puasa, KGD 2 jam PP RFT EKG Foto thorax Head CT-Scan Lipid profile PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad malam Ad functionam : dubia ad malam Ad sanactionam : dubia ad malam
HASIL LABORATORIUM DARAH Tanggal : 28 Desember 2013 Hb : 15,2 g% N = 11,7-15,5 Eritrosit : 4,61 x 106 /mm3 N = 4,20 – 4,87 Leukosit : 13.92 x 103 /mm3 N = 4,5-11,0 Trombosit : 292 x 103 /mm3 N = 150-450 Ht : 39,30 % N = 38-44 Neutrofil/Limfosit/Monosit/Eosinofil/Basofil : 85,5% / 5,7% / 8,70 % / 0,0 / 0,100 Tanggal : 31 Desember 2013 KGD puasa : 87 mg/dL N : 70-120 KGD 2jpp : 244 mg/dL N : < 200 Kolesterol total : 153 mg/dL N : < 200 Trigliserid : 50 mg/dL N : 40-200 Kolesterol HDL : 46 mg/dL N : > 65 Kolesterol LDL : 98 mg/dL N : < 150 Natrium : 137 mEq/L N : 135-145 Kalium : 4.2 mEq/L N : 3.6-5.5 Chlorida : 107 mEq/L N : 96-108 Tanggal : 02 Januari 2014 Natrium : 136 mEq/L N : 135-145 Kalium : 4.3 mEq/L N : 3.6-5.5 Chlorida : 103 mEq/L N : 96-108
Foto Thorax (28 Desember 2013
Head CT-Scan (30 Desember 2013)
Kesan :
Kesan :
- Sol di lobus frontalis kanan dengan kalsifikasi ukuran +/- sangat mungkin suatu meningioma dengan edema perifokal
- Saran: MRI brain
FOLLOW UP (28 Desember 2013 – 05 Januari 2013)
Tanggal Vital Sign & PF Diagnosa Penatalaksanaan
28-12-13 S: penurunan kesadaran O: Sens: Apatis TD: 140/80 mmHg HR: 80x/i RR: 20 x/I temp: 36.2 0C Peningkatan TIK : -
Perangsangan Meningeal : kaku kuduk (-)
N. Cranialis NI : Sulit Dinilai
NII,III : RC +/+ pupil isokor, 3mm
NIII,IV,VI : Doll’s eye phenomenon
(+)
NV : reflex kornea (+)
NVII : sudut mulut simetris
NVIII : Sulit Dinilai
NIX,X : gag reflex (+)
NXI : Sulit Dinilai
NXII : lidah istirahat medial
Refleks Fisiologis Apatis + obs.konvulsi + Hem.sin ec dd. 1. Trauma kapitis, 2. Sol
- O2 2-4 L/i via nasal kanul
- NGT dan kateter terpasang
- IVFD Rsol 20 gtt/i - Inj. Ceftriaxone 1 g/ 12 jam (skin test)
R/ konsul pembacaan EKG, foto thorax, cek KGD 2 jam pp, puasa. Koreksi Na : ∆ Na x 0.6 x BB = (135-123) x 0.6 x 60 = 432 -> 1 fls NaCl 3% gandeng NaCl 0.9% 20 gtt/i
Anjuran : Head CT scan kontras - Inj. Ketorolac 1 amp/ 8jam - Inj. Ranitidine 1 amp/ 12jam - IVFD manitol 20% 250cc loading dose (Habis dlm 30 menit).
B/T : +/+ APR/KPR : +/+ Refleks Patologis H/T : -/-
Babinski :-/-
Kekuatan Motorik “ : sulit dinilai, kesan lateralisasi kiri
29-12-13 S: penurunan kesadaran, kejang (+) O: Sens: apatis TD: 130/90 mmHg HR: 80 x/i RR: 20 x/I temp: 36,3 0C Peningkatan TIK : -
Perangsangan Meningeal : kaku kuduk (-)
N. Cranialis NI : Sulit Dinilai
NII,III : RC +/+ pupil isokor, 3mm
NIII,IV,VI : Doll’s eye phenomenon
(+)
NV : reflex kornea (+)
NVII : sudut mulut simetris
NVIII : Sulit Dinilai
NIX,X : gag reflex (+)
Apatis + obs.konvulsi + Hem.sin ec dd. 1. Trauma kapitis, 2. Sol
- Bed rest, head up 300 - O2 2-4 L/i via nasal kanul (k/p)
- NGT dan kateter terpasang
- IVFD NaCl 3% 8gtt/I gandeng NaCl 0.9% 20 gtt/i - IVFD manitol 20% 250cc loading dose (Habis dlm 30 menit). (H1) - Inj. Ceftriaxone 1 g/ 12 jam (H1)
- Inj. Ketorolac 1amp/8 jam
- Inj. Ranitidine 1 amp/ 12 jam
- Inj. Diazepam (IV) 1 amp bolus pelan saat kejang saja (K/P) R/ cek elektrolit post subtitusi
NXI : Sulit Dinilai
NXII : lidah istirahat medial
Refleks Fisiologis B/T : +/+ APR/KPR : +/+ Refleks Patologis H/T : -/- Babinski :-/-
Kekuatan Motorik “ : sulit dinilai, kesan lateralisasi kiri
30-12-13 S: penurunan kesadaran, perbaikan (+) O: Sens: CM TD: 90/60 mmHg HR: 78 x/i RR: 20 x/I temp: 36 0C Peningkatan TIK : -
Perangsangan Meningeal : kaku kuduk (-)
N. Cranialis NI : Sulit Dinilai
NII,III : RC +/+ pupil isokor, 3mm
NIII,IV,VI : Doll’s eye phenomenon
(+) Hem.sin ec dd. 1. Trauma kapitis 2.Sol intracranial + imbalance elektrolit
- Bed rest, head up 300 - O2 2-4 L/i via nasal kanul (k/p)
- NGT dan kateter terpasang
- IVFD NaCl 3% 8gtt/I gandeng NaCl 0.9% 20 gtt/i - IVFD manitol 20% 125 cc/ 6 jam (H1) - Inj. Ceftriaxone 1 g/ 12 jam (H2)
- Inj. Ketorolac 1amp/8 jam
- Inj. Ranitidine 1 amp/ 12 jam
- Inj. Diazepam (IV) 1 amp bolus pelan saat
NV : reflex kornea (+)
NVII : sudut mulut simetris
NVIII : Sulit Dinilai
NIX,X : uvula/ gag reflex (+)
NXI : Sulit Dinilai
NXII : lidah istirahat medial
Refleks Fisiologis B/T : +/+ APR/KPR : +/+ Refleks Patologis H/T : -/- Babinski :-/-
Kekuatan Motorik “ : sulit dinilai, kesan lateralisasi kiri
kejang saja (K/P) R/ Konsul pembacaan Head CT scan, foto thorax dan EKG. Cek elektrolit post subtitusi
- Dexamethasone 10gr -> 5gr / 6 jam 31-12-13 S: penurunan kesadaran, perbaikan (+) O: Sens: CM TD: 110/80 mmHg HR: 72 x/i RR: 20 x/i temp: 36 0C Peningkatan TIK : - Perangsangan Meningeal : - N. Cranialis Hem.sin ec Sol intracranial + imbalance elektrolit
- Bed rest, head up 300 - O2 2-4 L/i via nasal kanul (k/p)
- NGT dan kateter terpasang
- IVFD NaCl 3% 8gtt/I gandeng NaCl 0.9% 20 gtt/I -> Bila Nacl 3% habis stop
- IVFD manitol 20% 125 cc/ 6 jam (H2) -> tapp off
NI : Sulit Dinilai
NII,III : RC +/+ pupil isokor, 3mm
NIII,IV,VI : Gerak bola mata (+)
NV : Buka tutup mulut (+)
NVII : sudut mulut simetris
NVIII : Sulit Dinilai
NIX,X : Uvula medial
NXI : Sulit Dinilai
NXII : lidah istirahat medial
Refleks Fisiologis B/T : +/+ APR/KPR : +/+ Refleks Patologis H/T : -/- Babinski :-/- Kekuatan Motorik “ : ESD : 55555 EID : 55555 ESS : 44444 EIS : 44444 jam (H3)
- Inj. Ketorolac 1amp/8 jam
- Inj. Ranitidine 1 amp/ 12 jam
- Inj. Diazepam (IV) 1 amp bolus pelan saat kejang saja (K/P) - Inj. Dexamethasone 1amp/ 6 jam (H2) -> selama 7 hari
R/ Susul pembacaan Head CT scan, foto thorax dan EKG. Cek elektrolit post subtitusi
- Antasida syr - Belajar minum
dan makan secara oral -> NGT di aff 01-01-14 S: penurunan kesadaran, perbaikan (+) O: Sens: CM TD: 90/60 mmHg Hem.sin ec Sol intracranial + imbalance elektrolit
- Bed rest, head up 300 - O2 2-4 L/i via nasal kanul (k/p)
HR: 64 x/i RR: 20 x/i temp: 36 0C Peningkatan TIK : - Perangsangan Meningeal : - N. Cranialis NI : Sulit Dinilai
NII,III : RC +/+ pupil isokor, 3mm
NIII,IV,VI : Gerak bola mata (+)
NV : Buka tutup mulut (+)
NVII : sudut mulut simetris
NVIII : Sulit Dinilai
NIX,X : Uvula medial
NXI : Sulit Dinilai
NXII : lidah istirahat medial
Refleks Fisiologis B/T : +/+ APR/KPR : +/+ Refleks Patologis H/T : -/- Babinski :-/- Kekuatan Motorik “ : ESD : 55555 EID : 55555 terpasang - IVFD NaCl 0.9% 20 gtt/i - IVFD manitol 20% 125 cc/ 8 jam (H3) -> tapp off - Inj. Ceftriaxone 1 g/ 12 jam (H4)
- Inj. Ketorolac 1amp/8 jam
- Inj. Ranitidine 1 amp/ 12 jam
- Inj. Diazepam (IV) 1 amp bolus pelan saat kejang saja (K/P) - Inj. Dexamethasone 1amp/ 6 jam (H3)
ESS : 44444 EIS : 44444
02-01-14 S: Nyeri kepala, Mual O: Sens: CM TD: 110/70 mmHg HR: 72 x/i RR: 22 x/i temp: 36.1 0C Peningkatan TIK : - Perangsangan Meningeal : - N. Cranialis NI : Sulit Dinilai
NII,III : RC +/+ pupil isokor, 3mm
NIII,IV,VI : Gerak bola mata (+)
NV : Buka tutup mulut (+)
NVII : sudut mulut simetris
NVIII : Sulit Dinilai
NIX,X : Uvula medial
NXI : Sulit Dinilai
NXII : lidah istirahat medial
Refleks Fisiologis B/T : +/+ APR/KPR : +/+ Hem.sin ec Sol intracranial + imbalance elektrolit
- Bed rest, head up 300 - NGT dan kateter terpasang
- IVFD NaCl 0.9% 20 gtt/i
- IVFD NaCl 3% 8 gtt/i - IVFD manitol 20% 125 cc/ 8 jam (H4) -> tapp off
- Inj. Ceftriaxone 1 g/ 12 jam (H5)
- Inj. Ketorolac 1amp/8 jam
- Inj. Ranitidine 1 amp/ 12 jam
- Inj. Diazepam (IV) 1 amp bolus pelan saat kejang saja (K/P) - Inj. Dexamethasone 1amp/ 6 jam (H4) - Antasida syr 3x cth R/ - Cek elektrolit siang - Head CT-scan kontras - Susul hasil pembacaan Head
Refleks Patologis H/T : -/- Babinski :-/- Kekuatan Motorik “ : ESD : 55555 EID : 55555 ESS : 44444 EIS : 44444 CT-scan, EKG
03-01-14 S: Nyeri kepala, Mual O: Sens: CM TD: 130/80 mmHg HR: 63 x/i RR: 22 x/i temp: 36.2 0C Peningkatan TIK : - Perangsangan Meningeal : - N. Cranialis NI : normosmia
NII,III : RC +/+ pupil isokor, 3mm
NIII,IV,VI : Gerak bola mata (+)
NV : Buka tutup mulut (+)
NVII : sudut mulut simetris
NVIII : dalam batas normal
Hem.sin ec Sol intracranial + imbalance elektrolit
- Bed rest, head up 300 - NGT dan kateter terpasang
- IVFD R-Sol 20 gtt/i - Inj. Dexamethasone 1 amp/ 6 jam (H5) - Inj. Ranitidine 1 amp/ 12 jam
- Antasyd syr 3x cth - Inj. Ketorolac 1 amp/ 8 jam -> stop
- Inj. Ceftriaxone 1 g/ 12 jam (H5)
- Paracetamol 3 x 500 mg
NIX,X : Uvula medial
NXI : Lidah dijulurkan medial
NXII : lidah istirahat medial
Refleks Fisiologis B/T : +/+ APR/KPR : +/+ Refleks Patologis H/T : -/- Babinski :-/- Kekuatan Motorik “ : ESD : 55555 EID : 55555 ESS : 44444 EIS : 44444 04-01-14 S: nyeri kepala (+) O: Sens: compos mentis TD: 150/90 mmHg HR: 60x/i
RR: 18 x/i temp: 36,2 0C Peningkatan TIK : -
Perangsangan Meningeal : kaku kuduk (+)
N. Cranialis
Hemiparese sinistra ec. Sol intrakranial
- Bed rest, head up 300 - NGT dan kateter terpasang
- IVFD R-Sol 20 gtt/i - Inj. Dexamethasone 1 amp/ 6 jam (H6) - Inj. Ranitidine 1 amp/ 12 jam
- Antasyd syr 3x cth - Inj. Ceftriaxone 1 g/ 12 jam (H6)
NI : normosmia
NII,III : RC +/+ pupil isokor, 3mm
NIII,IV,VI : Gerak bola mata(+)
NV : Buka tutup mulut (+)
NVII : sudut mulut simetris
NVIII : dalam batas normal
NIX,X : uvula medial (+)
NXI : lidah dijulurkan medial
NXII : lidah istirahat medial
Refleks Fisiologis B/T : +/+ APR/KPR : +/+ Refleks Patologis : - Kekuatan Motorik “ ESD : 55555 EID : 55555 ESS : 44444 EIS : 44444 - Paracetamol 3 x 500 mg
R/ -MRI, Operasi dari bedah syaraf. Mulai besok Dexa 1amp/ 8j—> Taff off selama 3 hari. catheter aff
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Space Occupying Lesions Intracranial (SOL) 3.1.1 Definisi
Sol dapat didefinisikan sebagai tumor yang jinak atau ganas baik bersifat primer atau sekunder, dan juga sebagai massa inflamatorik maupun parasitic yang berletak pada rongga cranium. Sol juga berupa hematoma, berbagai jenis kista dan malformasi vaskuler.1
3.1.2 Epidemiologi
Berdasarkan penelitian terdapat 42 kasus SOL mempengaruhi rongga intrakranial dan tulang belakang. 39 kasus berasal dari otak dan selaput-selaput otak dan 3 berasal dari lumbar pinalis. Dari 39 kasus, 26 (67%) adalah akibat tumor dan 13(33%) adalah akibat infeksi, terutama tuberculosis. Dari data tersebut terdapat 6 kasus astrocytoma dan 3 kasus meningioma. Dalam kasus tersebut masing-masing terdapat 2 kasus lagi yakni, pilocytic astrocytoma and medulloblastoma. Selain itu juga terdapat kasus pineal tumour, craniopharyngioma, pituitary adenoma, vestibular schwannoma dan oligodendroglioma dan 6 kasus indeterminate . ada 3 kasus SOL yang mengenai spinal yakni arachnoiditis, subdural abscess dan tuberculoma.2
3.1.3. Etiologi
1. Riwayat trauma kepala
Trauma yang berulang menyebabkan terjadinya meningioma (neoplasma selaput otak). Pengaruh trauma pada patogenesis neoplasma susunan saraf pusat belum diketahui gejala klinis.
2. Faktor genetik
Tujuan susunan saraf pusat primer merupakan komponen besar dari beberapa gangguan yang diturunkan sebagai kondisi autosomal, dominan termasuk sklerasis tuberose, neurofibromatosis.
3. Paparan zat kimia yang bersifat karsinogenik dan virus.
Pada binatang telah ditemukan bahwa karsinogen kimia dan virus menyebabkan terbentuknya neoplasma primer susunan saraf pusat tetapi hubungannya dengan tumor pada manusia masih belum jelas.
4. Defisisensi imunologi dan congenital3 3.1.4. Klasifikasi
Berdasarkan jenis tumor dapat dibagi menjadi: 1. Jinak a. Acoustic Neuroma b. Meningioma c. Pituitary adenoma d. Astrocytoma (grade1) 2. Malignant a. Astrocytoma (grade 2) b.Oligodendroglioma c. Apendymoma
Berdasarkan lokasi tumor dapat dibagi menjadi : 1. Tumor Intradural a. Ekstramedular b. Cleurofibroma c. Meningioma Intramedular d. Apendimoma e. Astrocytoma f. Oligodendroglioma g. Hemangioblastoma 2. Tumor ekstradural
Merupakan metastase dari lesi primer4 3.1.5. Patofisiologi
Peningkatan tekanan intracranial adalah suatu mekanisme yang diakibatkan oleh beberapa kondisi neurologi. Isi dari cranial adalah jaringan otak, pembuluh darah dan cairan serebrospinal. Bila terjadi peningkatan satu dari isi cranial mengakibatkan peningkatan tekanan intracranial, sebab ruang cranial keras, tertutup tidak bisa berkembang.
Peningkatan satu dari beberapa isi cranial biasanya disertai dengan pertukaran timbale balik dalam satu volume yang satu dengan yang lain. Jaringan otak tidak
dapat berkembang, tanpa berepengaruh serius pada aliran dan jumlah cairan serebrospinal dan sirkulasi serebral. Space Occupaying Lesion (SOL) menggantikan dan merubah jaringan otak sebagai suatu peningkatan tekanan. Peningkatan tekanan dapat secara lambat (sehari/seminggu) atau secara cepat, hal ini tergantung pada penyebabnya. Pada pertama kali satu hemisphere akan dipengaruhi.
Peningkatan tekanan intracranial dalam ruang kranial pada pertama kali dapat dikompensasi dengan menekan vena dan pemindahan cairan serebrospinal. Bila tekanan makin lama makin meningkat, aliran darah ke serebral akan menurun dan perfusi menjadi tidak adekuat, maka akan meningkatkan PCO2 dan menurunkan PO2 dan PH. Hal ini akan mnyebabkan vasodilatasi dan edema serebri. Edema lebih lanjut akan meningkatkan tekanan intracranial yang lebih berat dan akan meyebabkan kompresi jaringan saraf.
Pada saat tekanan melampaui kemampuan otak untuk berkompensasi, maka untuk meringankan tekanan, otak memindahkan ke bagian kaudal atau herniasi kebawah. Sebagian akibat dari herniasi, batang otak akan terkena pada berbagai tingkat, yang mana penekanannya bisa mengenai pusat vasomotor, arteri serebral posterior, saraf okulomotorik, traktus kortikospinal, dan serabut-serabut saraf ascending reticular activating system. Akibatnya akan mengganggu mekanisme kesadaran, pengaturan tekanan darah, denyut nadi pernafasan dan temperature.4
3.1.6. Manifestasi Klinis
Nyeri kepala, edema papil dan muntah secara umum dianggap sebagai karakteristik peninggian TIK. Demikian juga , dua pertiga pasien SOL memiliki semua gambaran tersebut. Walau demikian, tidak satupun dari ketiganya khas untuk peninggian tekanan, kecuali edema papil, banyak penyebab lain yang menyebabkan masing-masing berdiri sendiri dan bila mereka timbul bersama akan memperkuat dugaan adanya peninggian TIK.7
1. Gejala klinik umum timbul karena peningkatan tekanan intracranial, meliputi 5: a. Nyeri kepala
Nyeri bersifat dalam, terus menerus, tumpul dan kadang-kadang bersifat hebat sekali, biasanya paling hebat pada pagi hari dan diperberat saat beraktivitas yang menyebabkan peningkatan TIK, yaitu batuk, membungkung, dan mengejan.
b. Nausea atau muntah
muntah yang memancar (projectile voiting) biasanya menyertai peningkatan tekanan intracranial.
c. Papil edema
titik buta dari retina merupakan ukuran dan bentuk dari papilla optic atau discus optic.
Karena tekanan intracranial meningkat, tekanan ditransmisi ke mata melalui cairan cerebrospinal sampai ke discus optic.
Karena meningens memberi reflex kepada seputar bola mata, memungkinkan transmisi tekanan melalui ruang-ruang oleh cairan cerebrospinal.
Karena discus mata membengkak retina menjadi tertekan juga. Retina yang rusak tidak dapat mendeteksi sinar.6
False localizing signs ini melibatkan neuroaksis kecil dari lokasi tumor yang sebenarnya. Sering disebabkan karena peningkatan tekanan intrakaranial, peregeseran dari struktur-struktur intracranial atau iskemi. Lesi pada salah satu kompartemen otak dapat menginduksi pergeseran dan kompresi dibagian otak yang jauh dari lesi primer. Suatu tumor intra cranial dpat menimbulkan manifestasi yang tidak sesuai dengan fungsi area yang ditempatinya. Tanda tersebut adalah:
a. Kelumpuhan saraf otak. Karena desakan tumor, saraf dapat tertarik atau tertekan. Desakan itu tidak harus langsung terhadap saraf otak. Saraf yang sering terkena tidak langsung adalah saraf III dan IV
b. Refleks patologis yang positif pada kedua sisi, dapat ditemukan pada tumor yang terdapat di dalam salah satu hemisferium saja.
c. Gangguan mental
d. Gangguan endokrin dapat juga timbul SOL di daerah hipofise. 3. Gejala klinik local
Manifestasi local terjadi pada tumor yang meneyebabkan destruksi parenkim, infark atau edema. Juga akibat pelepasan faktor-faktor kedaerah sekitar tumor (contohnya: peroksidase, ion hydrogen, enzim proteolitik dan sitokin), semuanya dapat meyebabkan disfungsi fokal yang reversibel.
a. Tumor Lobus Frontal
Tumor lobus frontal menyebabkan terjadinya kejang umum yang diikuti paralisis pos- iktal.
Gejala tumor lobus temporalis antara lain disfungsi traktus kortikospinal kontralateral, deficit lapangan pandang homonim perubahan kepribadian, disfungsi memori dan kejang parsial kompleks
c. Lobus Parietal
dapat menimbulkan gejala modalitas sensori, kortikal hemianoksi homonym
d. Tumor Lobus Oksipital
Tumor lobus oksipital sering menyebabkan hemianopsia homonym yang kongruen.
e. Tumor pada Ventrikel Tiga
Tumor didalam atau yang dekat dengan ventrikel tiga menghambat ventrikel atau aquaduktus dan menyebabkan hidrosepalus.
f. Tumor Batang Otak
terutama ditandai oleh disfungsi saraf kranialis, defek lapangan pandang, nistagmus, ataksia dan kelemahan ekstremitas
g. Tumor Serebellar
Muntah Berulang dan sakit kepala dibagian oksiput merupakan gejala yang sering ditemukan pada tumor serebellar.
h. Tumor Hipotalamus
Gangguan perkembangan seksual pada anak-anak, gangguan cairan cerebrospinal.
i. Tumor Fosa Posterior
Gangguan berjalan nyeri kepala dan muntah disertai dengan nistagmus.5
3.1.7. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis pada penderita yaitu melalui anamnesis, pemeriksaan fisik neurologik yang teliti serta pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis kita dapat mengetahui gejala-gejala yang dirasakan seperti ada tidaknya nyeri kepala, muntah dan kejang. Sedangkan melalui pemeriksaan fisik neurologik ditemukana adanya gejala seperti edema papil dan defisit lapangan pandang.8
Perubahan tanda vital pada kasus SOL intrakranial meliputi:8 1. Denyut nadi
Denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan TIK, terutama pada anak-anak. Bradikardi merupakan mekanisme yang mungkin terjadi untuk mensuplai darah ke otak dan mekanisme ini dikontrol oleh tekanan pada mekanisme refleks vagal yang terdapat dimedulla.
2. Pernapasan
Pada saat kesadaran menurun, korteks serebri akan lebih tertekan daripada batang otak pada pasien dewasa, perubahan pernapasan ini normalnya akan diikuti dengan penurunan level dari kesadaran. Perubahan pola pernapasan adalah hasil dari tekanan langsung pada batang otak.
3. Tekanan darah
Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan tekanan intrakranial, terutama pada anak-anak. Dengan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah akan meningkat sebagai mekanisme kompensasi, sehingga terjadi penurunan dari denyut nadi disertai
dengan perubahan pola pernapasan. Apabila kondisi ini terus berlangsung, maka tekanan darah akan mulai turun.
4. Suhu tubuh
Selama mekanisme kompensasi dari peningkatan TIK, suhu tubuh akaN tetap stabil. Ketika mekanisme dekompensasi berubah, peningkatan suhu tubuh akan muncul akibat dari disfungsi dari hipotalamus atau edema pada traktus yang menghubungkannya.
5. Reaksi pupil
Serabut saraf simpatis menyebabkan otot pupil berdilatasi. Reaksi pupil yang lebih lambat dari normalnya dapat ditemukan pada kondisi yang menyebabkan penekanan pada nervus okulomotorius, seperti edema otak atau lesi pada otak. 3.1.8. Pemeriksaan Penunjang
1. Head CT-Scan
CT-Scan merupakan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi pasien yang diduga menderita tumor otak. CT-Scan merupakan pemeriksaan yang mudah, sederhana, non invasif, tidak berbahaya, dan waktu pemeriksaan lebih singkat. Ketika kita menggunakan CT-Scan dengan kontras, kita dapat mendeteksi tumor yang ada. CT-Scan tidak hanya dapat mendeteksi tumor, tetapi dapat menunjukkkan jenis tumor apa, karena setiap tumor intrakranial menunjukkan gambar yang berbeda pad CT-Scan.9
Gambaran CT-Scan pada tumor otak, umumnya tampak sebagai lesi abnormal berupa massa yang mendorong struktur otak disekitarnya. Biasanya tumor otak dikelilingi jaringan oedem yang terlihat jelas karena densitasnya lebih rendah. Adanya kalsifikasi, perdarahan atau invasi mudah dibedakan dengan jaringan sekitarnya karena sifatnya hiperdens. Beberapa jenis tumor akan terlihat lebih nyata bila pada waktu pemeriksaan CT-Scan disertai dengan pemberian zat kontras. Kekurangan CT-Scan adalah kurang peka dalam mendeteksi massa
tumor yang kecil, massa yang berdekatan dengan struktur tulang kranium, maupun massa di batang otak.9
Pada subdural akut CT-Scan kepala (non kontras) tampak sebagai suatu massa hiperdens (putih) ekstra-aksial berbentuk bulan sabit sepanjang bagian dalam (inner table) tengkorak dan paling banyak terdapat pada konveksitas otak didaerah parietal. Terdapat dalam jumlah yang lebih sedikit didaerah bagian atas tentorium serebeli. Perdarahan subdural yang sedikit (small SDH) dapat berbaur dengan gambaran tulang tengkorak dan hanya akan tampak dengan menyesuaikan CT window width. Pegeseran garis tengah (middle shift) akan tampak pada perdarahan subdural yang sedang atau besar volumenya. Bila tidak ada middle shift harus dicurigai adanya massa kontralateral dan bila middle shift hebat harus dicurigai adanya edema serebral yang mendasarinya.8
Pada fase akut subdural menjadi isodens terhadap jaringan otak sehingga lebih sulit dinilai pada gambaran CT-Scan, oleh karena itu pemeriksaan CT-Scan dengan kontras atau MRI sering dipergunakan pada kasus perdarahan subdural dalam waktu 48-72 jam setelah trauma. Pada pemeriksaan CT dengan kontras, vena-vena kortikal akan tampak jelas dipermukaan otak dan membatasi subdural hematoma dan jaringan otak. Perdarahan subdural akut sering juga berbentuk lensa (bikonveks) sehingga membingungkan dalam membedakannya dengan epidural hematoma.8
Pada fase kronik lesi subdural pada gambaran CT-Scan tanpa kontras menjadi hipodens dan sangat mudal dilihat. Bila pada CT-Scan kepala telah ditemukan perdarahan subdural, sangat penting untuk memeriksa kemungkinan adanya lesi lain yang berhubungan seperti fraktur tengkorak, kontusio jaringan otak dan perdarahan subarakhnoid.8
Pada abses, CT-Scan dapat digunakan sebagai pemandu untuk dilakukannya biopsi. Biopsi aspirasi abses ini dilakukan untuk keperluan diagnostik maupun terapi.
MRI merupakan pemeriksaan yang paling baik terutama untuk mendeteksi tumor yang berukuran kecil ataupun tumor yang berada dibasis kranium, batang otak dan di fossa posterior. MRI juga lebih baik dalam memberikan gambaran lesi perdarahan, kistik, atau, massa padat tumor intrakranial. 7
3. Darah Lengkap
Pemeriksaan darah lengkap dapat dijadikan salah satu kunci untuk menemukan kelainan dalam tubuh. kelainan sitemik biasanya jarang terjadi, walaupun terkadang pada abses otak sedikit peningkatan leukosit.9
4. Foto Thoraks
Dilakukan untuk mengetahui apakah ada tumor dibagian tubuh lain, terutama paru yang merupakan tempat tersering untuk terjadinya metastasis primer paru. Pada hematoma, mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan /edema), dan fragmen tulang.9
5. USG Abdomen
Dilakukan untuk mengetahui aakah ada tumor dibagian tubuh lain. Pada orang dewasa. Tumor otak yang merupakan metastase dari tumor lain lebih sering daripada tumor primer otak.9
6. Biopsi
Untuk tumor otak, biopsi dilakukan untuk mengetahui jenis sel tumor tersebut, sehingga dapat membantu dokter untuk mengidentifikasi tipe dan stadium tumor dan menentukan pengobatan yang tepat seperti apakah akan dilakukan pengangkatan seluruh tumor ataupun dilakukan radioterapi.7
7. Lumbal Pungsi
Pemeriksaan ini hanya dilakukan untuk beberpa jenis tumor otak tertentu. Dengan mengambil cairan serebro spinal, diharapkan dapat diketahui jenis sel dari tumor otak tersebut. Jika tekanan intrakranial terlalu tinggi, pemeriksaan ini kontraindikasi untuk dilakukan.7
8. Analisa Gas Darah
Untuk mendeteksi ventilasi atau masalah pernapasan jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.7
9. Angiography
Angiography tidak sealu dilakukan, tetapi pemeriksaan ini perlu dilakukan untuk beberapa jenis tumor. pemeriksaan ini membantu ahli bedah untuk mengetahui pembuluh darah mana saja yang mensuplai area tumor, terutama apabila terlibat embuluh darah besar. Pemeriksaan ini penting dilakukan terutama untuk tumor yang tumbuh ke bagian sangat dalam dari otak.7
3.1.9. Penatalaksanaan 1. Pembedahan
Jika hasil CT-Scan didapati adanya tumor, dapat dilakukan pembedahan. Ada pembedahan total dan parsial, hal ini tergantung jenis tumornya. Pada kasus abses seperti loculated abscess, pembesran abses walaupun sudah diberi antibiotik yang sesuai, ataupun terjadi impending herniation. Sedangkan pada subdural hematoma, operasi dekompresi harus segera dilakukan jika terdapat subdural hematoma akut dengan middle shift > 5 mm. Operasi juga direkomendasikan pada subdural hematoma akut dengan ketebalan lebih dari 1 cm.7
2. Radioterapi
Ada beberapa jenis tumor yang sensitif terhadap radioterapi, seperti low grade glioma. Selain itu radioterapi juga digunakan sebagai lanjutan terapi dari pembedahan parsial.7
Terapi utama jenis limpoma adalah kemoterapi. Tetapi untuk oligodendroglioma dan beberapa astrocytoma yang berat, kemoterapi hanya digunakan sebagai terapi tambahan.7
4. Antikolvusan
Mengontrol kejang merupakan bagian terapi yang penting pada pasien dengan gejala klinis kejang. Pasien SOL sering mengalami peningkatan tekanan intrakranial, yang salah satu gejala klinis yang sering terjadi adalah kejang.7
Phenytoin (300-400mg/kali) adalah yang paling umum digunakan. Selain itu dapat juga digunakan carbamazepine (600-1000mg/hari), phenobarbital (90-150mg/hari) dan asam valproat (750-1500mg/hari).7
5. Antibiotik
Jika dari hasil pemeriksaan diketahui adanya abses, maka antibiotik merupakan salah satu terapi yang harus diberikan. Berikan antibiotik intravena, sesuai kultur ataupun sesuai data empiris yang ada. Antibiotik diberikan 4-6 minggu atau lebih, hal ini disesuaikan dengan hasil pencitraan, apakah ukuran abses sudah berkurang atau belum. Carbapenem, fluorokuinolon, aztreonam memiliki penetrasi yang bagus ke sistem saraf pusat, tetapi harus memperhatikan dosis yang diberikan (tergantung berat badan dan fungsi ginjal) untuk mencegah toksisitas.9
6. Kortikosteroid
Kortikosteroid mengurangi edema peritumoral dan mengurangu tekana intrakranial. Efeknya mengurangi sakit kepala dengan cepat. Dexamethasone adalah kortikosteroid yang dipilh karena aktivitas mineralkortikoid yang minimal. Dosisnya dapat diberikan mulai dari 16mg/hari, tetapi dosisnya dapat ditambahkan maupun dikurangi untuk mencapai dosis yang dibutuhkan untuk mengontrol gejala neurologik.6
7. Head up 30-45˚
Berfungsi untuk mengoptimalkan venous return dari kepala, sehingga akan membantu mengurangi TIK.7
8. Menghindari Terjadinya Hiperkapnia
PaCO2 harus dipertahankan dibawah 40 mmHg, karena hiperkapnia dapat menyebabkan terjadinya peningkatan aliran darah ke otak sehingga terjadi peningkatan TIK, dengan cara hiperventilasi ringan disertai dengan analisa gas darah untuk menghindari global iskemia pada otak.7
9. Diuretika Osmosis
Manitol 20% dengan dosis 0,25-1 gr/kgBB diberikan cepat dalam 30-60 menit untuk membantu mengurangi peningakatan TIK dan dapat mencegah edema serebri.7
3.1.10. Komplikasi
1. Gangguan fungsi neurologis 2. Gangguan kognitif
3. Gangguan tidur dan mood 4. Gangguan disfungsi seksual.8
BAB IV DISKUSI KASUS
D, usia 53 tahun datang dengan keluhan penurunan kesadaran yang dialami 2 hari sebelum masuk rumah sakit, yang dialami secara tiba-tiba saat beraktivitas ringan . pada pemeriksaan fisik dan radiologis os didiagnosa dengan apatis + hemiparese sinistra ec. SOL intracranial. Sol adalah didefinisikan sebagai tumor yang jinak atau ganas baik bersifat primer atau sekunder, dan juga sebagai massa inflamatorik maupun parasitic yang berletak pada rongga cranium.
Tanda-tanda dan gejala SOL yang dapat dijumpai pada pasien ini berupa tanda-tanda peningkatan intracranial berupa nyeri kepala dan muntah menyembur yang dialami sebelum pasien kehilangan kesadaran. Setelah dilakukan CT Scan didapati Sol di lobus frontalis kanan dengan kalsifikasi ukuran +/- sangat mungkin suatu meningioma dengan edema perifokal. Tatalaksana pada pasien ini sesuai dengan tatalaksana yang dianjurkan dari literatur dan jurnal, yaitu tirah baring dan elevasi kepala 300, pemberian oksigen, pemberian obat-obat konvulsan, anti-biotik, kortikosteroid dan penanganan suportif lainnya. Pemantauan setelah tatalaksana di atas harus dilakukan terus selama beberapa waktu untuk melihat perbaikan dan perkembangan penyakit pada os.
BAB V KESIMPULAN
Sol pada otak umumnya berhubungan dengan malignansi namun keadaan patologi lain meliputi abses otak atau hematom. Adanya sol dalam otak akan menyebabkan gambaran seperti tumor, yang meliputi gejala umum yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intera cranial, perubahan tingkah laku, false localizing signserta kelainan tergantung pada lokasi tumor. Tumor juga dapat menyebabkan infiltrasi dan kerusakan pada struktur organ yang penting seperti terjadinya obstruksi pada aliran cairan serebrospinalis yang menyebabkan hidrose falus dan menginduksi angiogenesis dan edema paru.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ejaz M, Saeed A, Naseer A, Chaudrhy, Qureshi G.R, 2005. Intra-cranial Space Occupying Lesions A Morphological Analysis. Department of Pathology, Postgraduate Medical Institute, Lahore – Pakistan. Biomedica Vol. 21
2. Kaptigau, W. Matui ,Ke Liu. Space-occupying lesions in Papua New Guinea – the CT era. Port Moresby General Hospital, Papua New Guinea and Chongqing Emergency Medical Centre, Chongqing City, China. PNG Med J 2007 Mar-Jun;50(1-2):33-43
3. Wulandari, A., 2012. Space Occupaying Lesion (SOL). Available from: http://www.scribd.com/doc/181664046/Sol [Last accessed 7th December 2014]
4. Ningrum, F.Y., 2013. Space Occupaying Lesion ( SOL). Available from: http://www.scribd.com/doc/123949291/referat-SOL [Last accessed 7th December 2014]
5. Widyalaksono, A., 2012. SOL Space Occupayimg Lesion. Available from: http://www.scribd.com/doc/129372631/CR-SOL [Last accessed 7th December 2014]
6. Lombardo MC. 2006. Cedera Sistem Saraf Pusat. Dalam: Price SA, Wilson LM, eds. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
7. Wilkinson, Iain. 2005. Brain Tumour. Essential Neurology, 4th Edition. Page 50-52.
8. Meagher, R.J., & Lutsep, H.L. 2013. Subdural Hematoma. Dipetik Desember 10, 2013, dari http://emedicine.medscape.com/article/113720. [Last accessed 7th Desember 2014]
9. Japardi, I. 2004 Cedera Kepala: Memahami Aspek-Aspek Penting dalam Pengelolaan Penderita Cedera Kepala. Jakarta Barat: Bhuana Ilmu Populer.